BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dimana setiap gejolak yang terjadi dalam perkonomian dunia akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perkonomian terbuka kecil (small open economy). Pertumbuhan Ekonomi (%) 25 15 5 -5 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 -15 -25 Tahun Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1980-2009 (Persen) ke Negara ASEAN Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi pada periode 1980-2009 dicapai oleh Kamboja pada tahun 1987 yaitu sebesar 49 16,19 persen dimana hal ini merupakan wujud nyata keberhasilan dari prioritas pada sektor Pertanian (Ear, 1995). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi terendah dicapai oleh Brunei Darussalam pada tahun 1981 yaitu sebesar -19,83 persen salah satunya dipicu oleh menurunnya penerimaan dari sektor migas (Departement of Economic Planning, and Development Government of Brunei Darussalam, 2010). Tabel 4.1 Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1) Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (%) (2) Brunei Darussalam 0,12 Kamboja 6,36 Indonesia 5,44 Laos 6,90 Malaysia 5,93 Myanmar 6,61 Filipina 3,12 Singapura 6,65 Thailand 5,53 Vietnam 6,47 Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Pada periode 1980-2009, jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebesar 5,31 persen, Laos menjadi negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang tertinggi yaitu sebesar 6,90 persen diatas Singapura yang rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang hanya sebesar 6,65 persen (Tabel 4.1). Pertumbuhan ekonomi Laos yang tinggi didorong oleh kebijakan 50 pemerintahannya yang mengembangkan sistem perekonomian berorientasi pasar (market-oriented economy) serta melakukan perbaikan infrastruktur, meningkatkan ekspor, dan mendorong indutri substitusi impor. Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi negara Laos antara lain sektor pertambangan dan tenaga air, industri manufaktur (pakaian, makanan dan minuman, semen, dan baja), konstruksi, pertanian, stimulus penyediaan kredit dan pertumbuhan pengeluaran publik, serta peningkatan permintaan regional (World Bank, 2010). Brunei Darussalam merupakan negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang terendah selama 1980-2009 yaitu sebesar 0,12 persen (Tabel 4.1). Permasalahan utama yang dihadapi Brunei Darussalam dalam pertumbuhan ekonominya antara lain kurangnya keragaman dalam perekonomian, ketergantungan yang kuat pada sektor minyak dan gas yang fluktuatif, besarnya subsidi pemerintah, masalah tenaga kerja dimana sektor layanan sipil yang mempekerjakan lebih dari setengah angkatan kerja Brunei Darussalam, kontrol perekonomian oleh pemerintah yang berlebihan, sistem negara yang berbasis pajak rendah dimana tidak ada pajak pendapatan perorangan, serta kelambanan dalam hal privatisasi (Mehta, 2006). 4.2 Gambaran Umum FDI Negara ASEAN Kerjasama negara ASEAN di sektor investasi diawali dengan adanya skema ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) pada tahun 1987. Selanjutnya, pada 7 Oktober 1998 perjanjian tersebut diganti dengan Framework 51 Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA) yang ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998. Perkembangan yang paling akhir disepakati adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) di Thailand dalam KTT ASEAN ke-14 yaitu pada 26 Februari 2009. ACIA mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation, dan promotion. ACIA mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan ASEAN (Halwani, 2005). ACIA lebih bersifat komprehensif karena telah mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatankesepakatan investasi internasional. ACIA diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang baik di kawasan ASEAN melalui peningkatan daya saing serta daya tarik investasi dengan menciptakan suatu kawasan investasi ASEAN yang liberal dan transparan. ASEAN diharapkan dapat menjadi wilayah yang sangat kompetitif sebagai tujuan FDI serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community. Wujud realisasi liberalisasi investasi di kawasan ASEAN terlihat dari perkembangan FDI Inflow negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutama pada dekade terakhir. Penurunan FDI Inflow negara ASEAN yang disebabkan kemerosotan daya saing terjadi dipengaruhi krisis ekonomi yang dialami negara ASEAN tersebut (Halwani, 2005). 52 Jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode 1980-2009 mencapai puncaknya pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 75.731.498.831,00 (Gambar 4.2). Angka ini meningkat 33,58 persen dibandingkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN tahun 2006. Hampir semua negara ASEAN mengalami peningkatan jumlah FDI Inflow yang signifikan pada tahun 2007 kecuali Brunei Darussalam yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 39,98 persen dan Filipina yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 0,17 persen. Peningkatan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang cukup tajam di tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi regional yang baik, perkembangan iklim investasi negara ASEAN, peningkatan investasi antar negara ASEAN, dan pemberlakuan integrasi regional. 80,000 Jumlah FDI Inflow (Juta US$) 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 0 Tahun Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.2 Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) 53 Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN terjadi pada periode 2000-2002 (Gambar 4.3). Pada periode ini, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mengalami FDI Inflow yang negatif yaitu jumlah investasi yang keluar lebih besar daripada yang masuk (capital flight). Indonesia bukan saja belum mampu menarik FDI yang sebanding dengan skala perekonomiannya, menyebabkan keluarnya investor yang sudah masuk. Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode ini dipengaruhi juga oleh gejolak ekonomi Rata-rata Jumlah FDI Inflow (jUta US$) akibat Tragedi 11 September 2001. 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 9,349.353 3,325.670 1,791.677 356.369 166.299 57.866 1,049.000 257.411 3,408.640 1,616.619 Negara Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) Selama tahun 1980-2009, Laos merupakan negara dengan rata-rata jumlah FDI Inflow yang masuk ke negaranya yang paling sedikit. Secara rata-rata, jumlah FDI Inflow yang masuk ke negara Laos sebesar US$ 57.865.538,53 per tahun atau 54 hanya 0,27 persen dari rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang mencapai US$ 21.378.904.232,23 per tahun (Gambar 4.4). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur negara yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan tidak memiliki akses ke laut yang masih memprihatinkan ditambah status sebagai Least Developed Country (LDC) sehingga kurang menarik investor FDI (World Bank, 2010). Tabel 4.2 Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1) Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam Corruption Index (2) Manufacture Index (3) 2,3 21,5 16,0 8,0 22,7 0,1 11,4 4,8 5.3 2,7 3,6 5,0 2,9 6,2 4,8 3,6 Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah. Singapura menjadi negara ASEAN dengan FDI Inflow terbesar yaitu rata-rata mencapai US$ 9.349.353.117,92 per tahun atau 43,73 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN (Gambar 4.4). Singapura merupakan negara ASEAN yang menjadi 3 besar peringkat tertinggi dalam urutan pemeringkatan negara yang paling menarik bagi investor asing dari seluruh dunia untuk menanamkan FDI selama tahun 2005-2010 (World Investment Report 2011). Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat 55 biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dan cenderung meningkat (Tabel 4.2). Pertumbuhan FDI Inflow yang sangat dasyat terjadi di negara Vietnam pada tahun 1987, yaitu sebesar 25.809,26 persen dari US$ 40.000 pada tahun 1986 menjadi US$ 10.363.703,70 pada tahun 1987. Hal ini dilatarbelakangi oleh diberlakukannya Peraturan Hukum mengenai FDI di Vietnam untuk pertama kalinya pada tahun 1987 sehingga Vietnam dapat menarik sejumlah besar FDI Inflow (Nguyen, Ngoc Anh dan Nguyen, Thang, 2007). Hal ini menjadikan Vietnam negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang tertinggi di negara ASEAN selama 1980-2009 yaitu sebesar 959,41 persen (Tabel 4.2). Negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang terendah adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar yaitu sama-sama sebesar 14,50 persen (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masingmasing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) Negara (1) Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Rata-Rata Pertumbuhan FDI Inflow (%) (2) 178,05 14,50 21,50 14,50 26,68 14,50 95,52 24,33 30,58 959,41 Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. 56 Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia selama 1980-2009 berada diurutan keempat yaitu mencapai US$ 1.791.677.039,28 per tahun atau 8,38 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow ke Indonesia sebesar 21,50 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Malaysia di urutan ketiga, rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya mencapai 53,87 persennya. Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya lebih tinggi 0,83 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Vietnam diurutan kelima. Kondisi FDI di Indonesia yang tidak begitu baik ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, birokrasi perizinan usaha investasi yang rumit serta kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. UNCTAD mendefinisikan FDI Performance Index sebagai rasio dari perbandingan FDI Inflow yang masuk ke suatu negara terhadap total FDI Inflow ke seluruh dunia dibagi perbandingan GDP negara tersebut terhadap GDP dunia. FDI Potential Index, menurut UNCTAD, diukur berdasarkan 12 variabel antara lain GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap GDP, rata-rata jumlah pengguna saluran telepon kabel dan telepon seluler per 1000 penduduk, penggunaan energi komersial per kapita, persentase pengeluaran untuk R&D (Resource and Development) terhadap GDP, persentase mahasiswa terhadap total populasi, country risk, pangsa pasar dunia terhadap ekspor sumber daya alam, pangsa pasar dunia terhadap impor suku cadang dan komponen untuk 57 mobil dan produk elektronik, pangsa pasar dunia terhadap ekspor jasa, dan pangsa pasar dunia terhadap stok FDI. Tabel 4.4 Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009 Negara (1) Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Peringkat FDI Performance Index Peringkat FDI Potential Index (2) (3) 57 117 123 62 108 20 84 22 45 84 35 118 82 3 56 73 Sumber: World Investment Report 2011 (2009), Data Diolah. Berdasarkan World Investment Report 2011, UNCTAD menempatkan Indonesia pada peringkat 117 untuk FDI Performance Index dan peringkat 84 untuk FDI Potential Index. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk negara di kawasan ASEAN, peringkat tertinggi FDI Performance Index dan FDI Potential Index diraih Singapura. Singapura dan Thailand termasuk negara ASEAN dalam kategori front runner (high performance, high potential), Vietnam termasuk dalam kategori above potential (high performance, low potential), Brunei Darussalam dan Malaysia termasuk dalam kategori below potential (low performance, high potential), Indonesia, Filipina dan Myammar termasuk dalam kategori under performers (low performance, low potential). Data FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos tidak 58 tersedia tetapi sudah dipastikan nilai peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos yang terbawah di antara negara ASEAN. Peringkat FDI Potential Index Indonesia berada di urutan ketujuh di antara sesama negara ASEAN dan hanya diatas Kamboja, Laos, dan Myanmar. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah hambatan untuk memulai usaha yang tinggi di Indonesia yang meliputi jumlah prosedur, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk memulai usaha. Data tahun 2007 dari World Bank menyatakan bahwa lamanya waktu perizinan melakukan usaha di Indonesia mencapai 105 hari yang lebih lama dari di Singapura (5 hari), Malaysia (24 hari), Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari), dan Filipina (58 hari). Uni Eropa Jepang 18.4 ASEAN 35.4 USA 13.4 China Korea 11.2 3.6 3.8 8.5 0.6 0.8 India Australia Canada 1.8 2.5 New Zealand Lainnya Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah. Gambar 4.4 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen) 59 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa di tahun 2009, negara yang paling banyak menanamkan FDI ke negara ASEAN adalah negara-negara Uni Eropa (18,4 persen), disusul Jepang (13,4 persen), baru kemudian dari intra ASEAN itu sendiri (11,2 persen). Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa FDI Inflow negara ASEAN dimulai dari tahun 2003 semakin lama semakin didominasi oleh sektor jasa yang terdiri dari subsektor Perantara Keuangan dan Jasa Keuangan (termasuk asuransi), perumahan, perdagangan, konstruksi dan jasa lainnya (Gambar 4.5). 120 3.2 100 24.2 % 80 60 14.7 10 27.5 40.1 46.6 28.3 39.9 16.9 12.2 16.6 11.5 10.6 24.4 26.4 21.5 40.8 28 38.4 40 56.8 20 35.8 49.2 44.7 38.7 44.2 63.4 55.4 62.1 67.9 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Sektor Jasa Sektor Industri Manufaktur Sektor Primer & Lainnya Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah Gambar 4.5 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun 2000-2009 (Persen) Winantyo (2008) menyatakan bahwa ASEAN merupakan kawasan yang pertumbuhan ekonominya yang termasuk cepat di dunia. Data UNCTAD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara ASEAN di tahun 2009 mencapai 1,5 persen lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 60 dunia yang hanya mencapai -1,98 persen. Oleh karena itu, negara ASEAN mampu menyerap FDI dengan porsi yang cukup besar. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa iklim investasi di negara ASEAN makin matang dan menguntungkan bagi para investor. Pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Area (FTA) pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mencegah diversi investasi ke negara lain. ASEAN FTA (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA diwujudkan melalui penurunan tarif hingga menjadi 0 sampai dengan 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya serta adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor. Terbentuknya AFTA membuka peluang lebih lancarnya mobilitas barang dan modal disertai penyelarasan langkah atau harmonisasi dalam pemberian insentif investasi, tukar menukar informasi, penerbitan berbagai informasi, peluang investasi, dan promosi bersama ASEAN. Negara investor akan memilih sendiri negara yang paling menarik sebagai tempat investasi untuk masuk seluruh ASEAN. AFTA sudah diberlakukan secara penuh di sepuluh negara ASEAN sejak tahun 2010 (Winantyo, 2008). Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Brunei Darussalam dan Singapura FDI dilakukan dengan 61 tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand FDI lebih dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan produksi (Kurniati, et al, 2007). 4.3 Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan hasil dari berbagai kebijakan di berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain di bidang pengerahan dana, peningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan lembaga pengelola penanaman modal, dan Rata-rata % GFCF terhadap GDP (%) penyederhanaan prosedur penanaman modal. 33.63 35 29.95 29.34 30 23.21 25 20 15 20.23 17.92 22.47 17.08 13.14 13.82 10 5 0 Negara Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.6 Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen) GDP 62 Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada periode 1980-2009 rata-rata persentase PMTB terhadap GDP negara ASEAN per tahun adalah sebesar 22,08 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan sebesar 0,0004 persen. Negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun tertinggi selama 1980-2009 adalah Singapura dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 33,63 persen, sedangkan negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun terendah selama 1980-2009 adalah Myanmar dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 13,82 persen. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan tertinggi yaitu sebesar 0,08 persen, sedangkan Filipina merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan terendah yaitu sebesar -0,02 persen (Gambar 4.6). 4.4 Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN Jumlah angkatan kerja di negara ASEAN dari tahun 1980-2009 memperlihatkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun baik secara total negara ASEAN maupun jika dilihat dari masing-masing negara ASEAN. Ratarata jumlah angkatan kerja negara ASEAN pada periode 1980-2009 adalah sebesar 219.269.366 jiwa per tahun dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja negara ASEAN sebesar 2,38 persen. 63 Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja tertinggi selama 1980-2009 yaitu sebesar 84.546.784 jiwa per tahun, sedangkan Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja terendah yaitu sebesar 130.233 jiwa per tahun. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang tertinggi dengan 3,57 persen, sedangkan Thailand merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja (Ribu Jiwa) pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang terendah sebesar 1,75 persen. 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 84,546.78 34,790.32 27,863.16 32,360.45 22,234.27 5,151.34 130.23 8,220.69 2,201.21 1,770.92 Negara Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.7 Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Ribu Jiwa) Jumlah angkatan kerja yang besar saja tidak cukup untuk memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Kualitas angkatan kerja yang baik diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas 64 angkatan kerja di suatu negara dapat tercermin dari nilai (Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara tersebut. Negara dengan nilai IPM adalah Singapura dengan 0,841 sedangkan yang terendah adalah Myanmar dengan 0,444 (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun 2009 Negara Nilai IPM (1) (2) Brunei Darussalam 0,804 Kamboja 0,489 Indonesia 0,593 Laos 0,490 Malaysia 0,739 Myanmar 0,444 Filipina 0,635 Singapura 0,841 Thailand 0,648 Vietnam 0,566 Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah. 4.5 Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada liberalisasi perdagangan yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama baik kerjasama bilateral, regional maupun multilateral. Salah satu tujuan utama perjanjian kerjasama perdagangan internasional adalah untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 65 Singapura merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan tertinggi yaitu sebesar US$ 65.651.539.594 (Gambar 4.8). Nilai ini mencapai 32,53 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN yang sebesar US$ 201.832.004.874. Laos merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan terendah yaitu sebesar US$ 75.304.777 yang hanya mencapai 0,04 persen dari rata-rata nilai ekspor neto Rata-rata Nilai Ekspor Neto (Juta US $) tahunan yang masuk ke negara ASEAN (Gambar 4.8). 65.651,54 70,000 60,000 45.525,19 50,000 40,000 33.670,47 32.590,07 30,000 20,000 10,000 2.902,09 820,82 9.605,19 75,30 9.894,75 1.096,57 0 Negara Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah. Gambar 4.8 Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa ekspor negara ASEAN didominasi ekspor intra ASEAN sebesar 24,6 persen, disusul ke Uni Eropa sebesar 11,5 persen kemudian selanjutnya ke USA dan China sebesar 10,1 persen. 10 komoditas ekspor andalan negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,7 %), 66 bahan bakar mineral minyak dan gas (13,9 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (13,5 %), lemak dan minyak hewani/nabati (3,2 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %), karet dan barang dari karet (2,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (2,5 %), kendaraan selain kereta api, perhiasan atau permata (2,5 %), kelompok bahan kimia organik (2,4 %), serta alat optik, fotografi, dan medis (1,9 %). ASEAN Uni Eropa 3.3 1.3 USA 14.7 24.6 3.6 China Jepang 4.2 11.5 7.0 Hong Kong Korea 9.6 10.1 10.1 Australia India Uni Emirat Arab Lainnya Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.9 Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen) Impor negara ASEAN juga didominasi impor intra ASEAN sebesar 24,3 persen, disusul impor dari China sebesar 13,3 persen kemudian selanjutnya impor dari Jepang sebesar 11,4 persen (Gambar 4.10). 10 komoditas impor terbesar negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,2 %), bahan bakar mineral minyak dan gas (17,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (14,6 %), kendaraan selain kereta api (3,0 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %), 67 alat optik, fotografi, dan medis (2,3 %), perhiasan atau permata (2,1 %), kelompok bahan kimia organik (2,1 %), karet dan barang dari karet (0,9 %), serta lemak dan minyak hewani/nabati (0,4 %). ASEAN China 1.7 1.9 17.2 Jepang 24.3 Uni Eropa 2.0 2.5 USA 5.6 13.3 9.3 Korea Saudi Arabia 10.8 11.4 Australia Uni Emirat Arab India Lainnya Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.10 Nilai Impor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Asal (Persen)