BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan penghasilan antara akuntansi komersial dengan ketentuan perpajakan, sehingga akan dapat mempengaruhi dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak MPT. IV.1.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 21 Sesuai dengan Udang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000, setiap pemberi kerja wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran & pelaporan atas Pajak Penghasilan Pasal 21, namun MPT membebankan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pegawai perusahaan, MPT memiliki 5 staff, 1 orang Direktur, 2 orang pegawai dimana pegawai diupah mingguan. Besar biaya gaji yang dibayarkan perusahaan beserta tunjangannya adalah sebesar Rp.158.712.500, berikut akan diberikan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 MPT tahun 2006: 43 Tabel IV.1 Jabatan: NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Direktur KETERANGAN Gaji Pokok Tunjangan (kawin) Premi Asuransi Jiwa Pegawai THR Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.000) Penghasilan neto PTKP 2006 -WP = Rp.13.200.000 -Kawin = 1.200.000 -Tanggungan = 1.200000 PKP PPh Pasal 21 5% x 25.000.000 10%x 7.004.000 JUMLAH (Rupiah) 36.000.000 9.000.000 900.000 3.000.000 48.900.000 (1.296.000) 47.604.000 (15.600.000) 32.004.000 1.250.000 700.400 1.950.400 Tabel IV.2 Jabatan: Staff Perusahaan NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KETERANGAN Gaji Pokok Tunjangan (kawin) Premi Asuransi Jiwa Pegawai THR Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5% (max Rp.1.296.000) Penghasilan neto PTKP 2006 -WP =Rp.13.200.000 -Kawin =Rp. 1.200.000 PKP 10 PPh Pasal 21 5% x 1.085.000 JUMLAH (Rupiah) 12.000.000 3.000.000 300.000 1.000.000 16.300.000 (815.000) 15.485.000 (14.400.000) 1.085.000 54.250. 54.250 44 Table IV.3 Jabatan: Pegawai Perusahaan status: pegawai (TK) Upah mingguan NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KETERANGAN Gaji Pokok (Rp.350.000 x 4 minggu) x12 bulan Tunjangan (kawin) Premi Asuransi Jiwa Pegawai THR Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.000) Penghasilan neto PTKP 2006 -WP =Rp.13.000.000 PKP 10 PPh Pasal 21 5% x 4.523.438 JUMLAH (Rupiah) 16.800.000 456.250 1.400.000 18.656.250 (932.812) 17.723.438 (13.200.000) 4.523.438 226.172 (per orang) 286.172 Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No.15/PJ/2006 yang termasuk dalam upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, yang merupakan calon pegawai maka penghasilan tersebut wajib dikenakan pajak dan harus dilaporkan dalam SPT 1721. Berikut merupakan perhitungan objek pajak Pajak Penghasilan pasal 21 terutang atas pegawai tidak tetap tersebut. 45 Tabel IV.4 Keterangan Jumlah Upah 1bulan /orang Rp. 3.978.325 PTKP 1 bulan (Rp.13.200.000/12) Rp.1.100.000 PKP Rp.2.878.325 PPh Pasal 21 5% x 2.878.325 Rp.143.916 PPh terutang perusahaan Rp.287.832 Rp.143.916 x 2 Orang Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka perusahaan mempunyai Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.287.832. Berikut merupakan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21. Tabel IV.5 Keterangan Sesudah evaluasi Penghasilan Pegawai Tetap Rp. 158.712.500 Pegawai Tidak Tetap Rp. 7.956.650 Jumlah Objek Pajak PPh Pasal 21 Rp.166.669.150 PPh Pasal 21 Terutang : Pegawai Tetap : Rp. 2.230.821 Pegawai Tidak Tetap : Rp 287.832 46 Jumlah PPh Pasal 21 Terutang Rp. 2.518.653 Akibat dari hasil evaluasi tersebut, maka akan menambah jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang perusahaan, karena Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap perusahaan ditanggung oleh karyawan sendiri, maka perusahaan hanya mempunyai Pajak Penghasilan terutang untuk pegawai tidak tetap saja yaitu sebesar Rp. 287.832. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan khususnya bagian akuntansi dan perpajakan lebih teliti lagi dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus ditanggung oleh perusahaan. IV.2.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 23 Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No Kep-170/PJ/2002 tanggal 28 maret 2002 pasal 2 huruf b, tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto, dan Undang-Undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terkhir dengan Undang-Undang No.17 tahun 2000, Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan atau imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa management, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang berasal dari modal penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21. Transaksi yang dilakukan oleh MPT yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Pemakaian Jasa Pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva perusahaan, berupa kendaraan, AC, Televisi, komputer yang tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan adalah sebesar Rp. 20.723.210. 47 Setelah dilakukan evaluasi penulis berasumsi bahwa biaya yang dikeluarkan untuk jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan aktiva tersebut perusahaan tidak melakukan pemotongan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23, dikarenakan tidak diterimanya bukti pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23. Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang No16 Tahun 2000 mengatur bahwa atas pajak yang kurang dibayar dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar, merupakan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. Berikut ini Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 MPT selama tahun 2006 : Tabel IV.6 Keterangan Sesudah Evaluasi Objek PPh Pasal 23 Jasa Perbaikan/pemeliharaan/perawatan Rp. 20.723.210 PPh Pasal 23 terutang : Jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan (6% x Rp. 20.723.210) Rp. 1.243.393 Jumlah PPh Pasal 23 terutang Rp. 1.243.393 Dikarenakan tidak memperoleh bukti mengenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 baik pengguna jasa atau pun pemberi jasa maka penulis mengasumsikan bahwa 48 Pajak Penghasilan pasal 23 belum dipotong, untuk itu penulis melakukan evaluasi perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23 pada MPT Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti untuk menentukan transaksi yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan pasal 23 dan menjadikan Pajak Penghasilan tersebut sebagai kredit pajak dalam perhitungan Pajak Penghasilan badan. IV.3.REKONSILIASI FISKAL Perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal disebabkan karena adanya koreksi fiskal terhadap biaya-biaya yang diperkenankan mengurangi dan yang tidak diperkenankan terhadap laba kotor perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakannya. Koreksi fiskal positif akan mengakibatkan menambah laba fiskal perusahaan, sedangkan koreksi negatif atas suatu beban komersial akan mengurangi laba fiskal perusahaan. Berikut akan disajikan biaya – biaya yang sudah dilakukan koreksi fiskal oleh MPT : 1. Biaya transportasi Rp. 1.643.850 dilakukan koreksi positif, karena itu adalah biaya perpanjangan STNK mobil pribadi Direktur. Perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 tahun 2000 Pasal 9 ayat (1) dan Keputusan direktorat Jendral Pajak No KEP-220/PJ/2002 tanggal 19 april 2002 Pasal 2 ayat (1) tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan 49 bermotor, bahwa biaya untuk keperluan pribadi diluar hubungan dengan biaya operasional perusahaan tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan. 2. Biaya sumbangan sebesar Rp.2.428.650 yang dilakukan koreksi positif oleh perusahaan, karena sumbangan tersebut tidak termasuk biaya sumbangan yang termasuk dalam SE-33/PJ.421/1996 (GNOTA) atau keputusan MKRI NO.609/PMK.03/2004 (Sumbangan Tsunami), dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g, maka tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan. 3. Parsel Lebaran sebesar Rp.4.350.600 dilakukan koreksi positif, karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 17 tahun 2000, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. 4. Zakat sebesar Rp.9.705.107 dilakukan koreksi positif sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak No.KEP-163/PJ/2003 tanggal 10 juni 2003 Pasal 1 tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak yang berisi Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang 50 Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Biaya–biaya tersebut adalah biaya yang telah dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, dan sudah dikurangkan dari besar penghasilan kena pajak MPT. Setelah menelusuri biaya-biaya yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial MPT, ternyata dalam evaluasi perhitungannya ditemukan sejumlah biaya yang belum dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, untuk itu setelah dievaluasi berikut akan disebutkan biaya yang harus dikoreksi kembali oleh perusahaan : Evaluasi Atas Perbedaaan Waktu biaya-biaya yang termasuk kedalam perbedaan waktu adalah : Penyusutan, Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, Penyisihan/cadangan, dan sebagainya. Penyusutan Kondisi dari pos penyusutan pada laporan laba rugi perusahaan berjumlah sebesar Rp. 30.953.125,- nilai yang tidak besar menurut ukuran suatu perusahaan, tetapi penulis melihat adanya kesalahan dalam hal pengelompokan aktiva tersebut, dengan asumsi bahwa data yang diperoleh sangtlah terbatas maka didasarkan pada hasil perhitungan lab rugi per 31 Desember 2006. Adapun berikut ini akan diuraikan mengenai koreksi fiskal yang akan dilakukan terhadap beberapa aktiva dari MPT tersebut : 51 a) Komputer dan Printer Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan, maka Komputer dan printer dimasukan kedalam kelompok 1 dengan pertimbangan masa manfaat komputer kurang dari 4 tahun tarif penyusutan 25% untuk metode garis lurus (straightline method) dan 50% untuk metode saldo menurun (declining balance method) dengan masa manfaat 4 tahun. Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Pasal 11. Hal ini dapat dilihat dengan dikelompokannya komputer dan printer kedalam kelompok II dengan metode garis lurus, dengan tarif 12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun, untuk itu penulis akan melakukan koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 2006 tersebut, agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum : Peghitungan penyusutan Komputer dan Printer dalam kelompok I, metode garis lurus, dan masa manfaat 4 tahun : Harga perolehan : Rp.4.250.000 Tahun perolehan : 1998 Tarif penyusutan ; 25% 52 TAHUN NO. TARIF PENYUSUTAN PEROLEHAN NILAI SISA BUKU 0. Rp.4.250.000 1. 1998 25% Rp. 1.062.500 Rp.3.187.500 2. 1999 25% Rp. 1.062.500 Rp. 2.125.000 3. 2000 25% Rp. 1.062.500 Rp. 1.062.500 4. 2001 25% Rp. 1.062.500 Rp. --- (disusutkan sekaligus) Tabel IV.7 b) Peralatan Toko Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan dan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No.138/KMK.03/2002, maka Peralatan Toko dapat dimasukan kedalam kelompok 1 dengan pertimbangan peralatan tokohanya memiliki nilai masa manfaat kurang dari 4 tahun dan tarif penyusutan 25% untuk metode garis lurus ( straightline method) dan 50% untuk metode saldo menurun (declining balance method) dengan masa manfaat 4 tahun. Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan. Hal ini dapat dilihat dengan dikelompokannya Peralatan Toko kedalam kelompok II dengan metode garis lurus, dengan tarif 12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun.untuk itu 53 penulis akan melakukan koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 2006 tersebut, agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum : Penghitungan Penyusutan Peralatan Toko dalam kelompok I, metode garis lurus, dan masa manfaat 4 tahun. Harga perolehan : Rp.8.400.000 Tahun perolehan : 1998 Tarif penyusutan ; 25% Tabel IV.8 TAHUN NO. TARIF PENYUSUTAN PEROLEHAN NILAI SISA BUKU 0. Rp. 8.400.000 1. 1998 25% Rp.2.100.000 Rp. 6.300.000 2. 1999 25% Rp. 2.100.000 Rp. 4.200.000 3. 2000 25% Rp. 2.100.000 Rp.2.100.000 4. 2001 25% Rp. 2.100.000 Rp. --- (disusutkan sekaligus) 54 Berikut disajikan daftar penyusutan / amortisasi fiskal sebelum dan sesudah evaluasi : Sebelum Evaluasi Kelompok Tabel IV.9 Thn perole han Harga Perolehan (Rupiah) Nilai sisa buku fiskal awal tahun Metode penyusutan / amortisasi Komersial Fiskal Penyusuta n/ amortisasi fiskal tahun ini (Rupiah) 1998 2.435.000 0 0 0 0 1998 4.250.000 0 0 0 0 Lemari Filling 1998 2.560.000 0 0 0 0 AC 1998 4.300.000 0 0 0 0 Peralatan Toko 1998 8.400.000 0 0 0 0 Pesawat Televisi 2001 3.245.000 1.622.500 405.625 405.625 405.625 Mobil 2003 40.000.000 25.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 2004 180.000.000 135.000.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 Ket . Kelompok I: Meja kantor Kelompok II Komputer & printer angkutan perusahaan Mobil Sedan Jumlah Penyusutan fiskal 30.953.125 (Sumber : Company profile MPT Tahun 2006 ) 55 Sesudah Evaluasi Kelompok Tabel IV.10 Thn perol ehan Harga Perolehan (Rupiah) Nilai sisa buku fiskal awal tahun Metode penyusutan / amortisasi Komersial Fiskal Penyusutan / amortisasi fiskal tahun ini (Rupiah) 1998 2.435.000 0 0 0 0 1998 4.250.000 0 0 0 0 Peralatan Toko 1998 8.400.000 0 0 0 0 Pesawat Televisi 2001 3.245.000 0 0 0 0 Lemari Filling 1998 2.560.000 0 0 0 0 AC 1998 4.300.000 0 0 0 0 2003 40.000.000 25.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 2004 180.000.000 135.000.000 22.500.000 22.500.000 22.500.000 ket Kelompok I: Meja kantor Komputer & printer Kelompok II Mobil angkutan perusahaan Mobil Sedan Jumlah Penyusutan 32.128.750 Dengan uraian diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp30.953.125,- dengan versi penulis setelah dievaluasi menjadi sebesar Rp.32.128.750. Dimana dalam perhitungannya baik perusahaan maupun penulis menggunakan metode garis lurus. 56 Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi negatif sebesar Rp.1.175.625,- yang akan mengurangi laba kena pajak perusahaan dan menambah penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan cermat dalam menentukan biaya yang tidak dapat dikurangkan. Dan juga bagian akuntansi harus melakukan koreksi positif sebesar Rp. Rp.1.175.625,- ini dilakukan agar terhindar dari sanksi perpajakan dikarenakan kesalahan dalam menghitung pajak perusahaan. Evaluasi atas Perbedaan Tetap Setelah dilakukan Evaluasi terhadap biaya-biaya yang termasuk dalam beda tetap , ternyata terdapat sejumlah biaya yang belum dikoreksi dan juga terdapat jumlah biaya yang salah dikoreksi oleh perusahaan. Berikut adalah biaya yang harus dikoreksi oleh perusahaan : 1.Biaya Listrik, Telepon dan Air Kondisi dari biaya listrik, telepon dan air adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar pemakaian dari listrik, telepon dan air tersebut selama tahun 2006, berikut perincian dari biaya tersebut : Biaya Listrik Perusahaan Rp. 12.082.773 Biaya Telepon Perusahaan Rp. 5.930.639 Biaya HP Pulsa Pegawai Rp. 3.096.100 Internet Perusahaan Rp. 1.857.660 Biaya Air PAM Rp. 530.000 57 Biaya Air minum AQUA Rp. 2.400.000 Total Biaya Listrik, Telepon dan Air Rp. 25.897.773 Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tanggal 2 Agustus tahun 2000 tentan Pajak Penghasilan, Biaya listrik, Telepon dan Air dapat dikurangkan dari laba kotor perusahaan selama dapat dibuktikan oleh tagihan PLN Telkom dan PAM, dan digunakan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelik=hara penghasilan perusahaan.Berdasarkan wawancara penulis terhadap perusahaan tagihan-tagihan tersebut atas nama perusahaan. Setelah Dievaluasi ternyata Berdasarkan Keputusan KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selulardan kendaraan perusahaan dinyatakan bahwa biaya pembelian atau pengisisan pulsa HP pegawai hanya dapat dikurangkan sebesar 50% dari penghasilan Bruto perusahaan sehingga menjadi ( Rp.3.096.100 x 50%) sebesar Rp.1.584.050. Akibat dari keputusan tersebut maka harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.1.584.050.dan belum diperhitungkan sebagai biaya yang tidak boleh dikurangkan dari laba kena pajak. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan cermat dalam menentukan biaya yang tidak boleh dikurangkan, dan bagian akuntansi untuk melakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.1.584.050,- yang nantinya akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. Ini dilakukan agar terhindar dari penghitungan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan umum perpajakan dan resiko terkena sanksi oleh Kantor Pelayanan Pajak. 58 2.Biaya Transportasi Kondisi Biaya transportasi yang terdapat pada laporan rugi laba perusahaan penulis mengindikasikan adanya kesalahan dalam melakukan koreksi fiskal positif oleh perusahaan. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.. biaya perpanjangan STNK mobil pribadi direktur, mobil tersebut dibeli sekitar tahun 2003 oleh uang pribadi direktur dan dipergunakan setiap hari untuk pergi bekerja. Untuk itu berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002 Pasal 2 ayat (1) mengenai kendaraan yang termasuk sedan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya (dibawa pulang oleh pegawai yang bersangkutan ). Berdasarkan keputusan tersebut seharusnya biaya tersebut tidak boleh dibebankan ke perusahaan tetapi karena dipergunakan setiap hari oleh direktur untuk keperluannya bekerja maka dapat dikenakan sebesar 50% dari biaya perpanjangan STNK tersebut yang sebesar Rp.1.643.850 menjadi (Rp.1.643.850 x 50%) sebesar Rp.821.925,-. Hal ini dapat dilakukan dengan syarat STNK mobil sedan tersebut atas nama perusahaan bukan atas nama pribadi. Jika STNK mobil tersebut mengunakan nama pribadi tidak dapat disusutkan sama sekali. 59 Akibat dari biaya tersebut maka koreksi fiskal positif yang harus mengurangi jumlah biaya transportasi sebesar Rp.821.925,-. Karena perusahaan telah melakukan koreksi positif sebesar Rp.1.643.850, maka setelah dievaluasi terdapat kelebihan pemotongan untuk itu penulis melakukan koreksi fiskal negatif terhadap jumlah koreksi positif perusahaan sebesar Rp.821.925 Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti lagi dalam menyikap permasalahan tersebut agar nantinya tidak terkena kesalahan penghitungan pajak, yang malahan membebani perusahaan lebih besar dari yang seharusnya. 3. Penerimaan Bunga Jasa Giro Kondisi dari penerimaan bunga jasa giro adalah pendapatan lain-lain yang berasal dari pendapatan jasa giro. Pendapatan ini berasal dari pendapatan bunga atas tabungan dan deposito yang dimiliki oleh perusahaan . Jumlah pendapatan bunga jasa giro MPT adalah sebesar Rp.450.874,Berdasarkan Undang-UndangNo 17 tahun 200 tanggal 2 Agustus tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final adalah penghasilan bunga, deposito, Tabungan, diskonto SBI. Dan dikenakan tarif Pajak Penghasilan final dengan Tarif 20%. Akibat dari jumlah pendapatan jasa giro adalah sebesar Rp.450.874,-.dan akan menambah laba komersial tetapi tidak dapat menambah laba fiskal karena termasuk Pajak Penghasilan final. Saran untuk perusahaan adalah perusahaan sebaiknya tidak memasukan pendapatan bunga jasa giro kedalam laporan laba rugi fiskal karena telah dikenakan 60 Pajak Penghasilan final. Ini agar terhindar dari resiko diperiksa oleh KPP karena adanya pelaporan pajak yang kurang benar dan jelas dalam penghitungannya. 4. Biaya Jamuan. Kondisi Biaya jamuan ini terdapat dalam biaya lain-lain pada laporan rugi laba perusahaan selama tahun 2006, biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk menjamu klien bisnis perusahaan atau menjamu para pemilik saham perusahaan . biaya yang dikeluarkan untuk jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765 Biaya entertaintment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan, daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT tahunan Pajak Pengasilan.(SE-27/PJ.22/1986 18 april 1986) yang berisi tentang Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Ada pun syarat yag harus dipenuhi adalah Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar adanya hubungan dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan Berdasarkan Surat Edaran Pajak tersebut, seharusnya tidak ada koreksi yang dilakukan tetapi, karena biaya jamuan tersebut tidak mempunyai daftar nominatif maka 61 tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibat dari biaya jamuan tersebut maka harus dibuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut dan akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. Saran untuk bagian keuangan divisi pajak agar lebih teliti dan cermat dalam memasukan biaya jamuan tersebut kedalam laporan labarugi perusahaan , dan setiap biaya jamuan yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dibuat daftar nominatifnya agar dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, bagian keuangan harus membuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765 Berikut ini disajikan rekonsiliasi fiskal atas rincian-rincian biaya yang sebelum evaluasi dan sesudah evaluasi yang telah dilakukan koreksi fiskal atas biaya pada Laporan Laba Rugi MPT : 62 REKONSILIASI FISKAL ATAS BIAYA PADA LAPORAN LABA RUGI Sebelum Evaluasi Keterangan Laporan Keuangan Komersial Setelah Evaluasi Koreksi Fiskal Beda Waktu Beda Tetap Laporan Keuangan Fiskal Koreksi Fiskal Beda Waktu Beda Tetap Laporan Keuangan Fiskal Pendapatan Penjualan 1.089.131.570 1.089.131.570 1.089.131.570 Persediaan awal 59.700.350 59.700.350 59.700.350 Pembelian 522.995.780 522.995.780 522.995.780 582.696.130 582.696.130 582.696.130 Persediaan Akhir 60.851.520 60.851.520 60.851.520 Jumlah Beban Pokok 521.844.610 521.844.610 521.844.610 Laba/(Rugi)Bruto 567.286.960 567.286.960 567.286.960 158.712.500 158.712.500 158.712.500 Biaya Alat tulis kantor 7.809.914 7.809.914 7.809.914 Biaya Perbaikan&pemeliharaan 13.223.210 13.223.210 Beban Pokok Penjualan Beban Administrasi & Umum Biaya Gaji & THR (793.300) 63 12.429.800 Biaya Listrik,telepon&air 25.223.210 25.223.210 (1.584.050.) 24.313.723 821.925 10.857.288 1).(1.643.850) Biaya Transportasi 11.679.213 10.035.363 Penyusutan 30.953.125 30.953.125 Biaya Perjalanan Dinas 2.850.300 2.850.300 2.850.300 Jumlah Beban Adm& Umum 251.126.035 249.482.185 246.751.025 Laba Operasi 316.160.925 317.804.775 320.535.935 450.874 450.874 Biaya Bank (3.592.594) (3.592.594) (3.592.594) Rugi selisih kurs (3.361.555) (3.361.555) (3.361.555) Biaya jamuan (8.716.765) (8.716.765) Biaya pegawai tidak tetap (7.956.650) (405.625) 29.777.500 Pendapatan (biaya) lainnya Penerimaan Bunga Jasa Giro (450.874) 8.716.765 --- --- (7.956.650) (7.956.650) --- --- 2).(2.428.650) Biaya Sumbangan 2.428.650 3).4.350.650 Parsel Lebaran (4.350.600) --- --- Zakat (9.705.107) 9.705.107 --- Totalpendapatan(biaya)lainnya (39.661.047) (23.176.690) (14.910.799) Laba Bersih sebelum pajak 276.499.878 294.628.085 305.625.136 64 IV.4.Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 25 besarnya angsuran pajak yang dibayarkan setiap bualan oleh Wajib Pajak adalah sebesar pajak terutang yang dimiliki oleh perusahaan tersebut yang sesuai yang tercantum di dalam SPT Pajak Penghasilan perusahaan. Menurut SPT Pajak Penghasilan Badan MPT Tahun Pajak 2006, besarnya PPh terutang perusahaan sebelum dievaluasi adalah sebesar Rp. 70.888.425, Jumlah tersebut didapat setelah dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, sedangkan perhitungan Pajak Penghasilan terutang setelah dievaluasi ternyata sebesar Rp.74.187.500, terdapat perbedaan antara sebelum evaluasi dengan sesudah dievaluasi, hal itu disebabkan karena ada beberapa biaya dalam laporan laba rugi perusahaan yang belum dilakukan koreksi fiscal oleh perusahaan. 65 Berikut adalah perbandingan besarnya jumlah Pajak Penghasilan pasal 25 MPT pada tahun Pajak 2006 sebelum evaluasi dan sesudah evaluasi : Keterangan Sebelum Setelah Evaluasi Evaluasi 294.628.085 305.625.136 10% x 50.000.000 5.000.000 5.000.000 15% x 50.000.000 7.500.000 7.500.000 30% x 194.628.085 58.388.425 --- 30% x 205.625.136 --- 61.687.500 70.888.425 74.187.500 Kredit Pajak Penghasilan Pasal 25 (52.326.000) (52.326.000) Pajak Penghasilan Pasal 29 18.562.429 21.861.500 Penghasilan Kena Pajak Selisih 10.997.051 Pajak Penghasilan Badan : 3.299.071 Tabel IV.12 Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan MPT lebih teliti lagi dalam malakukan koreksi fiskal dan melakukan perhitungan pajak terutang perusahaan, karena kesalahan dalam perhitungan pajak dapat menyebabkan perusahaan berisiko terkena sanksi perpajakan.Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengatur bahwa atas pajak yang kurang dibayar dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan 66 sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar,merupakan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. 67