43 BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

advertisement
BAB IV
EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT
EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT
Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial
terdapat perbedaan pengakuan biaya dan penghasilan antara akuntansi komersial
dengan ketentuan perpajakan, sehingga akan dapat mempengaruhi dalam
menghitung besarnya penghasilan kena pajak MPT.
IV.1.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 21
Sesuai dengan Udang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000, setiap
pemberi kerja wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran & pelaporan atas
Pajak Penghasilan Pasal 21, namun MPT membebankan Pajak Penghasilan Pasal 21
pada pegawai perusahaan, MPT memiliki 5 staff, 1 orang Direktur, 2 orang pegawai
dimana pegawai diupah mingguan.
Besar biaya gaji yang dibayarkan perusahaan beserta tunjangannya adalah
sebesar Rp.158.712.500, berikut akan diberikan perhitungan Pajak Penghasilan pasal
21 MPT tahun 2006:
43
Tabel IV.1
Jabatan:
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Direktur
KETERANGAN
Gaji Pokok
Tunjangan (kawin)
Premi Asuransi Jiwa Pegawai
THR
Total Penghasilan Bruto
Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.000)
Penghasilan neto
PTKP 2006 -WP
= Rp.13.200.000
-Kawin
=
1.200.000
-Tanggungan
=
1.200000
PKP
PPh Pasal 21
5% x 25.000.000
10%x 7.004.000
JUMLAH (Rupiah)
36.000.000
9.000.000
900.000
3.000.000
48.900.000
(1.296.000)
47.604.000
(15.600.000)
32.004.000
1.250.000
700.400
1.950.400
Tabel IV.2
Jabatan:
Staff Perusahaan
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KETERANGAN
Gaji Pokok
Tunjangan (kawin)
Premi Asuransi Jiwa Pegawai
THR
Total Penghasilan Bruto
Biaya Jabatan 5% (max Rp.1.296.000)
Penghasilan neto
PTKP 2006
-WP
=Rp.13.200.000
-Kawin
=Rp. 1.200.000
PKP
10
PPh Pasal 21
5% x 1.085.000
JUMLAH (Rupiah)
12.000.000
3.000.000
300.000
1.000.000
16.300.000
(815.000)
15.485.000
(14.400.000)
1.085.000
54.250.
54.250
44
Table IV.3
Jabatan:
Pegawai Perusahaan status: pegawai (TK) Upah mingguan
NO.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KETERANGAN
Gaji Pokok (Rp.350.000 x 4 minggu) x12 bulan
Tunjangan (kawin)
Premi Asuransi Jiwa Pegawai
THR
Total Penghasilan Bruto
Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.000)
Penghasilan neto
PTKP 2006 -WP
=Rp.13.000.000
PKP
10
PPh Pasal 21
5% x 4.523.438
JUMLAH (Rupiah)
16.800.000
456.250
1.400.000
18.656.250
(932.812)
17.723.438
(13.200.000)
4.523.438
226.172
(per orang)
286.172
Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No.15/PJ/2006 yang termasuk dalam upah
harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang
diterima peserta pendidikan, pelatihan, yang merupakan calon pegawai maka
penghasilan tersebut wajib dikenakan pajak dan harus dilaporkan dalam SPT 1721.
Berikut merupakan perhitungan objek pajak Pajak Penghasilan pasal 21 terutang atas
pegawai tidak tetap tersebut.
45
Tabel IV.4
Keterangan
Jumlah
Upah 1bulan /orang
Rp. 3.978.325
PTKP 1 bulan
(Rp.13.200.000/12)
Rp.1.100.000
PKP
Rp.2.878.325
PPh Pasal 21
5% x 2.878.325
Rp.143.916
PPh terutang perusahaan
Rp.287.832
Rp.143.916 x 2 Orang
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka perusahaan mempunyai Pajak
Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.287.832. Berikut
merupakan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
Tabel IV.5
Keterangan
Sesudah evaluasi
Penghasilan Pegawai Tetap
Rp. 158.712.500
Pegawai Tidak Tetap
Rp. 7.956.650
Jumlah Objek Pajak PPh Pasal 21
Rp.166.669.150
PPh Pasal 21 Terutang :
Pegawai Tetap :
Rp. 2.230.821
Pegawai Tidak Tetap :
Rp
287.832
46
Jumlah PPh Pasal 21 Terutang
Rp.
2.518.653
Akibat dari hasil evaluasi tersebut, maka akan menambah jumlah Pajak
Penghasilan Pasal 21 terutang perusahaan, karena Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai
tetap perusahaan ditanggung oleh karyawan sendiri, maka perusahaan hanya mempunyai
Pajak Penghasilan terutang untuk pegawai tidak tetap saja yaitu sebesar Rp. 287.832.
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan khususnya bagian
akuntansi dan perpajakan lebih teliti lagi dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
yang harus ditanggung oleh perusahaan.
IV.2.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 23
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No Kep-170/PJ/2002 tanggal
28 maret 2002 pasal 2 huruf b, tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto,
dan Undang-Undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terkhir dengan Undang-Undang No.17 tahun 2000, Pajak Penghasilan Pasal 23
adalah pajak yang dipotong atas penghasilan atau imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa management, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang berasal dari
modal penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan pasal 21.
Transaksi yang dilakukan oleh MPT yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah Pemakaian Jasa Pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva
perusahaan, berupa kendaraan, AC, Televisi, komputer yang tercantum dalam laporan
laba rugi perusahaan adalah sebesar Rp. 20.723.210.
47
Setelah dilakukan evaluasi penulis berasumsi bahwa biaya yang dikeluarkan
untuk jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan aktiva tersebut perusahaan tidak
melakukan pemotongan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23, dikarenakan tidak
diterimanya bukti pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23. Berdasarkan Pasal 13 ayat
(2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang No16 Tahun 2000 mengatur bahwa atas pajak yang kurang dibayar dikenakan
sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak yang
kurang dibayar, merupakan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.
Berikut ini Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 MPT selama tahun 2006 :
Tabel IV.6
Keterangan
Sesudah
Evaluasi
Objek PPh Pasal 23
Jasa Perbaikan/pemeliharaan/perawatan
Rp. 20.723.210
PPh Pasal 23 terutang :
Jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan
(6% x Rp. 20.723.210)
Rp. 1.243.393
Jumlah PPh Pasal 23 terutang
Rp. 1.243.393
Dikarenakan tidak memperoleh bukti mengenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 23 baik pengguna jasa atau pun pemberi jasa maka penulis mengasumsikan bahwa
48
Pajak Penghasilan pasal 23 belum dipotong, untuk itu penulis melakukan evaluasi
perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23 pada MPT
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti untuk
menentukan transaksi yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan pasal 23 dan menjadikan
Pajak Penghasilan tersebut sebagai kredit pajak dalam perhitungan Pajak Penghasilan
badan.
IV.3.REKONSILIASI FISKAL
Perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi
fiskal
disebabkan
karena
adanya
koreksi
fiskal
terhadap
biaya-biaya
yang
diperkenankan mengurangi dan yang tidak diperkenankan terhadap laba kotor
perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakannya.
Koreksi fiskal positif akan mengakibatkan menambah laba fiskal perusahaan,
sedangkan koreksi negatif atas suatu beban komersial akan mengurangi laba fiskal
perusahaan. Berikut akan disajikan biaya – biaya yang sudah dilakukan koreksi fiskal
oleh MPT :
1. Biaya transportasi Rp. 1.643.850 dilakukan koreksi positif, karena itu adalah
biaya perpanjangan STNK mobil pribadi Direktur. Perusahaan melakukan
koreksi positif atas biaya tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan No 17 tahun 2000 Pasal 9 ayat (1) dan Keputusan direktorat Jendral
Pajak No KEP-220/PJ/2002 tanggal 19 april 2002 Pasal 2 ayat (1) tentang
perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan
49
bermotor, bahwa biaya untuk keperluan pribadi diluar hubungan dengan biaya
operasional perusahaan tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan.
2. Biaya sumbangan sebesar Rp.2.428.650 yang dilakukan koreksi positif oleh
perusahaan, karena sumbangan tersebut tidak termasuk biaya sumbangan yang
termasuk
dalam
SE-33/PJ.421/1996
(GNOTA)
atau
keputusan
MKRI
NO.609/PMK.03/2004 (Sumbangan Tsunami), dan Undang-Undang Pajak
Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g, maka tidak dapat dikurangkan dengan laba
bruto perusahaan.
3. Parsel Lebaran sebesar Rp.4.350.600 dilakukan koreksi positif, karena sesuai
dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan No 7 tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 17 tahun
2000, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan
adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota.
4. Zakat sebesar Rp.9.705.107 dilakukan koreksi positif sesuai dengan Keputusan
Direktur Jendral Pajak No.KEP-163/PJ/2003 tanggal 10 juni 2003 Pasal 1
tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena
pajak yang berisi Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
50
Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan
atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Biaya–biaya tersebut adalah biaya yang telah dilakukan koreksi fiskal oleh
perusahaan, dan sudah dikurangkan dari besar penghasilan kena pajak MPT. Setelah
menelusuri biaya-biaya yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial MPT,
ternyata dalam evaluasi perhitungannya ditemukan sejumlah biaya yang belum
dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, untuk itu setelah dievaluasi berikut akan
disebutkan biaya yang harus dikoreksi kembali oleh perusahaan :
Evaluasi Atas Perbedaaan Waktu
biaya-biaya yang termasuk kedalam perbedaan waktu adalah : Penyusutan, Sewa
Guna Usaha dengan hak opsi, Penyisihan/cadangan, dan sebagainya.
Penyusutan
Kondisi dari pos penyusutan pada laporan laba rugi perusahaan berjumlah
sebesar Rp. 30.953.125,- nilai yang tidak besar menurut ukuran suatu perusahaan,
tetapi penulis melihat adanya kesalahan dalam hal pengelompokan aktiva tersebut,
dengan asumsi bahwa data yang diperoleh sangtlah terbatas maka didasarkan pada
hasil perhitungan lab rugi per 31 Desember 2006. Adapun berikut ini akan diuraikan
mengenai koreksi fiskal yang akan dilakukan terhadap beberapa aktiva dari MPT
tersebut :
51
a) Komputer dan Printer
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17
Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan, maka
Komputer dan printer dimasukan kedalam kelompok 1 dengan
pertimbangan masa manfaat komputer kurang dari 4 tahun tarif
penyusutan 25% untuk metode garis lurus (straightline method) dan
50% untuk metode saldo menurun (declining balance method) dengan
masa manfaat 4 tahun.
Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan
tidak sesuai dengan peraturan perpajakan Undang-Undang No.17 Tahun
2000 Pasal 11. Hal ini dapat dilihat dengan dikelompokannya komputer
dan printer kedalam kelompok II dengan metode garis lurus, dengan tarif
12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun, untuk itu penulis akan melakukan
koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 2006 tersebut, agar sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum :
Peghitungan penyusutan Komputer dan Printer dalam kelompok I, metode garis
lurus, dan masa manfaat 4 tahun :
Harga perolehan
:
Rp.4.250.000
Tahun perolehan
:
1998
Tarif penyusutan
;
25%
52
TAHUN
NO.
TARIF
PENYUSUTAN
PEROLEHAN
NILAI SISA
BUKU
0.
Rp.4.250.000
1.
1998
25%
Rp. 1.062.500
Rp.3.187.500
2.
1999
25%
Rp. 1.062.500
Rp. 2.125.000
3.
2000
25%
Rp. 1.062.500
Rp. 1.062.500
4.
2001
25%
Rp. 1.062.500
Rp. ---
(disusutkan sekaligus)
Tabel IV.7
b) Peralatan Toko
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17
Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan dan berdasarkan
keputusan Menteri Keuangan No.138/KMK.03/2002, maka Peralatan
Toko dapat dimasukan kedalam kelompok 1 dengan pertimbangan
peralatan tokohanya memiliki nilai masa manfaat kurang dari 4 tahun dan
tarif penyusutan 25% untuk metode garis lurus ( straightline method)
dan 50% untuk metode saldo menurun (declining balance method)
dengan masa manfaat 4 tahun.
Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan
tidak sesuai dengan peraturan perpajakan. Hal ini dapat dilihat dengan
dikelompokannya Peralatan Toko kedalam kelompok II dengan metode
garis lurus, dengan tarif 12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun.untuk itu
53
penulis akan melakukan koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 2006
tersebut, agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum :
Penghitungan Penyusutan Peralatan Toko dalam kelompok I, metode garis lurus,
dan masa manfaat 4 tahun.
Harga perolehan
:
Rp.8.400.000
Tahun perolehan
:
1998
Tarif penyusutan
;
25%
Tabel IV.8
TAHUN
NO.
TARIF
PENYUSUTAN
PEROLEHAN
NILAI SISA
BUKU
0.
Rp. 8.400.000
1.
1998
25%
Rp.2.100.000
Rp. 6.300.000
2.
1999
25%
Rp. 2.100.000
Rp. 4.200.000
3.
2000
25%
Rp. 2.100.000
Rp.2.100.000
4.
2001
25%
Rp. 2.100.000
Rp. ---
(disusutkan sekaligus)
54
Berikut disajikan daftar penyusutan / amortisasi fiskal sebelum dan sesudah evaluasi :
Sebelum Evaluasi
Kelompok
Tabel IV.9
Thn
perole
han
Harga
Perolehan
(Rupiah)
Nilai sisa
buku fiskal
awal tahun
Metode penyusutan /
amortisasi
Komersial
Fiskal
Penyusuta
n/
amortisasi
fiskal
tahun ini
(Rupiah)
1998
2.435.000
0
0
0
0
1998
4.250.000
0
0
0
0
Lemari Filling
1998
2.560.000
0
0
0
0
AC
1998
4.300.000
0
0
0
0
Peralatan Toko
1998
8.400.000
0
0
0
0
Pesawat Televisi
2001
3.245.000
1.622.500
405.625
405.625
405.625
Mobil
2003
40.000.000
25.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
2004
180.000.000
135.000.000
22.500.000
22.500.000
22.500.000
Ket
.
Kelompok I:
Meja kantor
Kelompok II
Komputer
&
printer
angkutan
perusahaan
Mobil Sedan
Jumlah Penyusutan fiskal
30.953.125
(Sumber : Company profile MPT Tahun 2006 )
55
Sesudah Evaluasi
Kelompok
Tabel IV.10
Thn
perol
ehan
Harga
Perolehan
(Rupiah)
Nilai sisa
buku fiskal
awal tahun
Metode penyusutan /
amortisasi
Komersial
Fiskal
Penyusutan
/
amortisasi
fiskal
tahun ini
(Rupiah)
1998
2.435.000
0
0
0
0
1998
4.250.000
0
0
0
0
Peralatan Toko
1998
8.400.000
0
0
0
0
Pesawat Televisi
2001
3.245.000
0
0
0
0
Lemari Filling
1998
2.560.000
0
0
0
0
AC
1998
4.300.000
0
0
0
0
2003
40.000.000
25.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
2004
180.000.000
135.000.000
22.500.000
22.500.000
22.500.000
ket
Kelompok I:
Meja kantor
Komputer
&
printer
Kelompok II
Mobil
angkutan
perusahaan
Mobil Sedan
Jumlah Penyusutan
32.128.750
Dengan uraian diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan
versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp30.953.125,- dengan versi penulis setelah
dievaluasi menjadi sebesar Rp.32.128.750. Dimana dalam perhitungannya baik
perusahaan maupun penulis menggunakan metode garis lurus.
56
Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi negatif sebesar
Rp.1.175.625,- yang akan mengurangi laba kena pajak perusahaan dan menambah
penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan.
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan
cermat dalam menentukan biaya yang tidak dapat dikurangkan. Dan juga bagian
akuntansi harus melakukan koreksi positif sebesar Rp. Rp.1.175.625,- ini dilakukan
agar terhindar dari sanksi perpajakan dikarenakan kesalahan dalam menghitung pajak
perusahaan.
Evaluasi atas Perbedaan Tetap
Setelah dilakukan Evaluasi terhadap biaya-biaya yang termasuk dalam beda tetap ,
ternyata terdapat sejumlah biaya yang belum dikoreksi dan juga terdapat jumlah biaya
yang salah dikoreksi oleh perusahaan. Berikut adalah biaya yang harus dikoreksi oleh
perusahaan :
1.Biaya Listrik, Telepon dan Air
Kondisi dari biaya listrik, telepon dan air adalah biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebesar pemakaian dari listrik, telepon dan air tersebut selama tahun 2006,
berikut perincian dari biaya tersebut :
ƒ
Biaya Listrik Perusahaan
Rp. 12.082.773
ƒ
Biaya Telepon Perusahaan
Rp. 5.930.639
ƒ
Biaya HP Pulsa Pegawai
Rp. 3.096.100
ƒ
Internet Perusahaan
Rp. 1.857.660
ƒ
Biaya Air PAM
Rp. 530.000
57
ƒ
Biaya Air minum AQUA
Rp. 2.400.000
Total Biaya Listrik, Telepon dan Air
Rp. 25.897.773
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tanggal 2
Agustus tahun 2000 tentan Pajak Penghasilan, Biaya listrik, Telepon dan Air dapat
dikurangkan dari laba kotor perusahaan selama dapat dibuktikan oleh tagihan PLN
Telkom dan PAM, dan digunakan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelik=hara penghasilan perusahaan.Berdasarkan wawancara penulis terhadap
perusahaan tagihan-tagihan tersebut atas nama perusahaan.
Setelah Dievaluasi ternyata Berdasarkan Keputusan KEP-220/PJ/2002 tanggal
18 April 2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon
selulardan kendaraan perusahaan dinyatakan bahwa biaya pembelian atau pengisisan
pulsa HP pegawai hanya dapat dikurangkan sebesar 50% dari penghasilan Bruto
perusahaan sehingga menjadi ( Rp.3.096.100 x 50%) sebesar Rp.1.584.050.
Akibat dari keputusan tersebut maka harus dilakukan koreksi fiskal positif
sebesar Rp.1.584.050.dan belum diperhitungkan sebagai biaya yang tidak boleh
dikurangkan dari laba kena pajak.
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan
cermat dalam menentukan biaya yang tidak boleh dikurangkan, dan bagian akuntansi
untuk melakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.1.584.050,- yang nantinya akan
mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. Ini dilakukan agar
terhindar dari penghitungan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan umum perpajakan
dan resiko terkena sanksi oleh Kantor Pelayanan Pajak.
58
2.Biaya Transportasi
Kondisi Biaya transportasi yang terdapat pada laporan rugi laba perusahaan
penulis mengindikasikan adanya kesalahan dalam melakukan koreksi fiskal positif oleh
perusahaan.
Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk menentukan
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan
untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota..
biaya perpanjangan STNK mobil pribadi direktur, mobil tersebut dibeli sekitar
tahun 2003 oleh uang pribadi direktur dan dipergunakan setiap hari untuk pergi bekerja.
Untuk itu berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002 Pasal 2 ayat (1)
mengenai kendaraan yang termasuk sedan dipergunakan perusahaan untuk pegawai
tertentu karena jabatan atau pekerjaannya (dibawa pulang oleh pegawai yang
bersangkutan ). Berdasarkan keputusan tersebut seharusnya biaya tersebut tidak boleh
dibebankan ke perusahaan tetapi karena dipergunakan setiap hari oleh direktur untuk
keperluannya bekerja maka dapat dikenakan sebesar 50% dari biaya perpanjangan
STNK tersebut yang sebesar Rp.1.643.850 menjadi (Rp.1.643.850 x 50%) sebesar
Rp.821.925,-. Hal ini dapat dilakukan dengan syarat STNK mobil sedan tersebut atas
nama perusahaan bukan atas nama pribadi. Jika STNK mobil tersebut mengunakan
nama pribadi tidak dapat disusutkan sama sekali.
59
Akibat dari biaya tersebut maka koreksi fiskal positif yang harus mengurangi
jumlah biaya transportasi sebesar Rp.821.925,-. Karena perusahaan telah melakukan
koreksi positif sebesar Rp.1.643.850, maka setelah dievaluasi terdapat kelebihan
pemotongan untuk itu penulis melakukan koreksi fiskal negatif terhadap jumlah koreksi
positif perusahaan sebesar Rp.821.925
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti lagi dalam
menyikap permasalahan tersebut agar nantinya tidak terkena kesalahan penghitungan
pajak, yang malahan membebani perusahaan lebih besar dari yang seharusnya.
3. Penerimaan Bunga Jasa Giro
Kondisi dari penerimaan bunga jasa giro adalah pendapatan lain-lain yang
berasal dari pendapatan jasa giro. Pendapatan ini berasal dari pendapatan bunga atas
tabungan dan deposito yang dimiliki oleh perusahaan . Jumlah pendapatan bunga jasa
giro MPT adalah sebesar Rp.450.874,Berdasarkan Undang-UndangNo 17 tahun 200 tanggal 2 Agustus tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan Pajak
Penghasilan final adalah penghasilan bunga, deposito, Tabungan, diskonto SBI. Dan
dikenakan tarif Pajak Penghasilan final dengan Tarif 20%.
Akibat dari jumlah pendapatan jasa giro adalah sebesar Rp.450.874,-.dan akan
menambah laba komersial tetapi tidak dapat menambah laba fiskal karena termasuk
Pajak Penghasilan final.
Saran untuk perusahaan adalah perusahaan sebaiknya tidak memasukan
pendapatan bunga jasa giro kedalam laporan laba rugi fiskal karena telah dikenakan
60
Pajak Penghasilan final. Ini agar terhindar dari resiko diperiksa oleh KPP karena adanya
pelaporan pajak yang kurang benar dan jelas dalam penghitungannya.
4. Biaya Jamuan.
Kondisi Biaya jamuan ini terdapat dalam biaya lain-lain pada laporan rugi laba
perusahaan selama tahun 2006, biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk menjamu klien
bisnis perusahaan atau menjamu para pemilik saham perusahaan . biaya yang
dikeluarkan untuk jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765
Biaya entertaintment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek Pajak
Penghasilan,
daftar
nominatif
dan
dilampirkan
dalam
SPT
tahunan
Pajak
Pengasilan.(SE-27/PJ.22/1986 18 april 1986) yang berisi tentang Biaya "entertainment",
representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Ada
pun syarat yag harus dipenuhi adalah Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa
biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar adanya hubungan dengan
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
perusahaan
Berdasarkan Surat Edaran Pajak tersebut, seharusnya tidak ada koreksi yang
dilakukan tetapi, karena biaya jamuan tersebut tidak mempunyai daftar nominatif maka
61
tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibat dari biaya
jamuan tersebut maka harus dibuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut dan
akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan.
Saran untuk bagian keuangan divisi pajak agar lebih teliti dan cermat dalam
memasukan biaya jamuan tersebut kedalam laporan labarugi perusahaan , dan setiap
biaya jamuan yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dibuat daftar nominatifnya agar
dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, bagian keuangan harus membuat
koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765
Berikut ini disajikan rekonsiliasi fiskal atas rincian-rincian biaya yang sebelum evaluasi
dan sesudah evaluasi yang telah dilakukan koreksi fiskal atas biaya pada Laporan Laba
Rugi MPT :
62
REKONSILIASI FISKAL ATAS BIAYA PADA LAPORAN LABA RUGI
Sebelum Evaluasi
Keterangan
Laporan
Keuangan
Komersial
Setelah Evaluasi
Koreksi Fiskal
Beda
Waktu
Beda Tetap
Laporan
Keuangan
Fiskal
Koreksi Fiskal
Beda
Waktu
Beda
Tetap
Laporan
Keuangan
Fiskal
Pendapatan
Penjualan
1.089.131.570
1.089.131.570
1.089.131.570
Persediaan awal
59.700.350
59.700.350
59.700.350
Pembelian
522.995.780
522.995.780
522.995.780
582.696.130
582.696.130
582.696.130
Persediaan Akhir
60.851.520
60.851.520
60.851.520
Jumlah Beban Pokok
521.844.610
521.844.610
521.844.610
Laba/(Rugi)Bruto
567.286.960
567.286.960
567.286.960
158.712.500
158.712.500
158.712.500
Biaya Alat tulis kantor
7.809.914
7.809.914
7.809.914
Biaya Perbaikan&pemeliharaan
13.223.210
13.223.210
Beban Pokok Penjualan
Beban Administrasi & Umum
Biaya Gaji & THR
(793.300)
63
12.429.800
Biaya Listrik,telepon&air
25.223.210
25.223.210
(1.584.050.)
24.313.723
821.925
10.857.288
1).(1.643.850)
Biaya Transportasi
11.679.213
10.035.363
Penyusutan
30.953.125
30.953.125
Biaya Perjalanan Dinas
2.850.300
2.850.300
2.850.300
Jumlah Beban Adm& Umum
251.126.035
249.482.185
246.751.025
Laba Operasi
316.160.925
317.804.775
320.535.935
450.874
450.874
Biaya Bank
(3.592.594)
(3.592.594)
(3.592.594)
Rugi selisih kurs
(3.361.555)
(3.361.555)
(3.361.555)
Biaya jamuan
(8.716.765)
(8.716.765)
Biaya pegawai tidak tetap
(7.956.650)
(405.625)
29.777.500
Pendapatan (biaya) lainnya
Penerimaan Bunga Jasa Giro
(450.874)
8.716.765
---
---
(7.956.650)
(7.956.650)
---
---
2).(2.428.650)
Biaya Sumbangan
2.428.650
3).4.350.650
Parsel Lebaran
(4.350.600)
---
---
Zakat
(9.705.107)
9.705.107
---
Totalpendapatan(biaya)lainnya
(39.661.047)
(23.176.690)
(14.910.799)
Laba Bersih sebelum pajak
276.499.878
294.628.085
305.625.136
64
IV.4.Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 25 besarnya angsuran
pajak yang dibayarkan setiap bualan oleh Wajib Pajak adalah sebesar pajak terutang
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut yang sesuai yang tercantum di dalam SPT Pajak
Penghasilan perusahaan.
Menurut SPT Pajak Penghasilan Badan MPT Tahun Pajak 2006, besarnya PPh
terutang perusahaan sebelum dievaluasi adalah sebesar Rp. 70.888.425, Jumlah tersebut
didapat setelah dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, sedangkan perhitungan Pajak
Penghasilan terutang setelah dievaluasi ternyata sebesar Rp.74.187.500, terdapat
perbedaan antara sebelum evaluasi dengan sesudah dievaluasi, hal itu disebabkan karena
ada beberapa biaya dalam laporan laba rugi perusahaan yang belum dilakukan koreksi
fiscal oleh perusahaan.
65
Berikut adalah perbandingan besarnya jumlah Pajak Penghasilan pasal 25 MPT
pada tahun Pajak 2006 sebelum evaluasi dan sesudah evaluasi :
Keterangan
Sebelum
Setelah
Evaluasi
Evaluasi
294.628.085
305.625.136
10% x 50.000.000
5.000.000
5.000.000
15% x 50.000.000
7.500.000
7.500.000
30% x 194.628.085
58.388.425
---
30% x 205.625.136
---
61.687.500
70.888.425
74.187.500
Kredit Pajak Penghasilan Pasal 25
(52.326.000)
(52.326.000)
Pajak Penghasilan Pasal 29
18.562.429
21.861.500
Penghasilan Kena Pajak
Selisih
10.997.051
Pajak Penghasilan Badan :
3.299.071
Tabel IV.12
Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan MPT lebih teliti lagi dalam
malakukan koreksi fiskal dan melakukan perhitungan pajak terutang perusahaan, karena
kesalahan dalam perhitungan pajak dapat menyebabkan perusahaan berisiko terkena
sanksi perpajakan.Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengatur bahwa atas pajak yang
kurang dibayar dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan
66
sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar,merupakan resiko yang akan dihadapi
oleh perusahaan.
67
Download