(Gyanura procumbens (L) Merr.) yang Dipapar

advertisement
 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia saat ini telah dihadapkan pada situasi yang sulit. Efek dari perilaku
manusia menyebabkan berbagai perubahan yang berakibat fatal bagi makhluk
hidup pada umumnya. Salah satu dampak yang muncul adalah pemanasan global.
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut,
dan daratan bumi (Zalia dan Oliver, 2008). Suhu rata-rata global pada permukaan
Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suatu badan PBB
yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia menyimpulkan bahwa sebagian
besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8, namun masih terdapat beberapa
ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC
tersebut (Wikipedia, 2008).
Laporan IPCC terbaru, Fourth Assessment Report, terungkap bahwa 90%
aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita
semakin panas. Sejak revolusi industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik
mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Kenaikan
konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar
minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui
kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya. (Limpo, 2007)
Pemanasan global meningkatkan suhu atmosfir yang disadari sejak para
ahli dan peneliti dari Inggris yang mendeteksi penipisan lapisan ozon di atas Hally
Bay, Antartika pada pertengahan tahun 1974 (Ngera, 2007). Tahun 1985 para
peneliti lingkungan hidup menemukan bahwa lapisan ozon telah berlubang karena
terlalu banyaknya gas chlorofluorocarbons di udara (Marmotji, 2008). Bulan
September 2003, lubang ozon di Antartika mencapai rekor sebesar 29 km2
(Ngera,2007).
2 Ozon merupakan lapisan di atmosfir yang disebut Earth’s natural
sunscreen atau pelindung matahari bumi yang berfungsi sebagai pelindung dari
sinar UV yang berbahaya. (Baird, 2005). Sinar UV adalah pancaran radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak,
tetapi lebih panjang dari sinar-X. (Wikipedia,2008). Sinar UV dapat digolongkan
menjadi 3 jenis berdasarkan panjang gelombangnya. Yaitu UV-A (320 – 390 nm),
UV-B (280-320 nm), dan UV-C (Kurang dari 280 nm) (SUN Zeng-ling, 2000).
Lapisan ozon yang terdapat pada lapisan stratosfer dapat menyerap seluruh sinar
UV pada selang gelombang 220 – 320nm (Baird, 2005).
Pemanasan global ini berdampak pada peningkatan lubang pada lapisan
ozon. Dengan semakin meningkatnya lubang pada lapisan ozon permukaan bumi
akan menyebabkan peningkatan radiasi UV ke permukaan bumi, terutama UV-B
yang berada pada selang gelombang 280 – 320 nm. Radiasi UV yang berlebihan
pada manusia dapat mengakibatkan katarak mata, kanker kulit, kulit mudah alergi
dan berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh, terutama pada sel-sel
kulit, bahkan dapat mengakibatkan perubahan gen. (Arika, 2007; Arsyad, 2008).
Radiasi UV, terlebih UV-B pada tumbuhan dapat mengakibatkan perlambatan
pertumbuhan dan beberapa bahkan menjadi kerdil, rusaknya membrane sel, DNA,
dan berbagai struktur sel lain serta proses dalam sel tersebut (Rozema, 2000),
namun tumbuhan memiliki respon alamiah untuk mengurangi kerusakan akibat
dari UV-B. Salah satunya dengan menghasilkan senyawa flavonoid (Dinelli,
2007).
Tanaman memiliki dua jenis strategi untuk melindungi dirinya dari UV-B.
Pertama dengan memperbaiki DNA yang rusak akibat dari paparan UV-B. Kedua
dengan membentuk lapisan pada lapisan mesofil yang terdiri dari senyawa
penyerap UV-B (Burchard, 2000). Salah satu jenis senyawa yang dapat menyerap
energi berlebih dari UV-B adalah flavonoid.
Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi. Potensi tumbuhan yang saat ini sedang dikembangkan adalah tumbuhan
dengan kandungan flavonoid. Salah satu tanaman dengan kandungan flavonoid
yang tinggi adalah sambung nyawa (Gynura procumbens). Oleh masyarakat
Indonesia sambung nyawa telah digunakan untuk anti bakteri, obat jantung,
3 radang tenggorokan, batuk, sinusitis, polip, amandel, anti hipertensi, penurun
kolesterol (Listyani, 2004; Riana, 2006). Tanaman sambung nyawa merupakan
tanaman herba pemanjat yang hidup pada perbatasan hutan di sekitar Asia
Tenggara (Nada, 2008).
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penyinaran UVB terhadap karakter fisiologis dan anatomi dari tanaman sambung nyawa (Gynura
procumbens (L) Merr.).
Hipotesis
Terdapat pengaruh dari penyinaran UV-B terhadap karakter fisiologi dan
anatomi tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens (L) Merr.).
Download