Pengaruh Penambahan Serum dan atau DNase dalam Medium

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.
Klasifikasi dan sistematika ikan gurame Osphronemus gouramy Lac.
menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Labirinthici
Subordo
: Anabantoidei
Famili
: Anabantidae
Genus
: Osphronemus
Spesies
: Osphronemus gouramy Lac.
Secara morfologi ikan gurame mempunyai bentuk badan agak pipih,
panjang, dan tertutup sisik yang berukuran besar, ikan ini terlihat kasar, serta kuat.
Punggungnya tinggi dan mempunyai sirip perut dengan jari-jari yang sudah
berubah menjadi alat peraba. Dengan bentuk badan tersebut memudahkan gurame
untuk berbalik dan berbelok. Bagian kepala gurame muda berbentuk lancip dan
akan tumbuh menjadi tumpul bila sudah besar. Pada kepala gurame jantan yang
sudah tua terdapat tonjolan seperti cula. Mulutnya kecil dengan bibir bawah
menonjol sedikit dibandingkan bibir atas (Jangkaru 2003).
Gambar 1 Ikan gurame Osphronemus gouramy (Anonim 2011c).
Menurut Jangkaru (2003) badan gurame pada umumnya berwarna biru
kehitaman dengan bagian perut berwarna putih. Warna tersebut akan berubah
5
menjelang dewasa, yakni pada bagian punggung berwarna kecokelatan dan pada
bagian perut berwarna keperakan atau kekuningan. Menurut Sitanggang &
Sarwono (2002) badan gurame muda terdapat garis tegak berwarna hitam
berjumlah 7 sampai 8 buah dan garis ini akan menghilang saat gurame dewasa.
Jari-jari pertama sirip perut merupakan benang panjang yang berfungsi sebagai
alat peraba. Ujung sirip punggung dan dubur dapat mencapai pangkal ekor.
Ikan gurame termasuk golongan ikan labyrinthici dan memiliki alat
pernapasan tambahan berupa selaput yang menonjol pada tepi atas lapisan insang
pertama yang disebut labirin. Pada selaput inilah terdapat pembuluh darah kapiler
sehingga memungkinkan gurame dapat hidup di air tenang dan oksigen terlarut
yang rendah (Keppler et al. 1989). Karena itulah gurame selalu muncul ke
permukaan dan menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air (Khairuman &
Amri 2003).
Tempat asal gurame yang asli belum diketahui, akan tetapi penyebarannya
sebagai ikan budi daya meliputi wilayah yang sangat luas. Di alam gurame
mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa-rawa, situ, dan danau.
Di sungai yang berarus deras jarang ditemui gurame, ikan ini tersebar ke seluruh
kepulauan Indonesia dan negara tetangga sebagai ikan budi daya yang berasal dari
Jawa (Sitanggang & Sarwono 2002). Ikan gurame di daerah Jawa dikenal dengan
nama gurameh, di Sunda sering disebut gurame, di Sumatera terkenal dengan
nama kalu, kala, dan alui. Dalam bahasa inggris ikan gurame sering disebut giant
gouramy (Tim Agromedia Pustaka 2007). Perbedaan morfologi gurame jantan dan
betina dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1 Perbedaan morfologi gurame jantan dan betina (Saparinto 2008)
Morfologi
Jantan
Betina
Dahi
Menonjol
Tidak menonjol
Dasar sirip dada
Dagu
Ekor
Terang, keputih-putihan
Kuning
Apabila diletakkan dalam
tempat datar, ekor naik ke
atas
Agak kehitaman , gelap
Agak coklat
Apabila diletakkan pada
tempat datar, ekornya
digerakan.
6
Perkembangan Gonad Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.
Bagian terpenting dalam alat reproduksi hewan adalah gonad, yaitu kelenjar
kelamin yang menghasilkan sel gamet (spermatozoa dan oosit) (Dorland 1998).
Menurut Evans & Claiborne (2006) gonad merupakan kumpulan dari sel-sel
germinal yang berkembang menjadi telur atau spermatozoa dan sel somatik yang
kemudian berubah menjadi penyusun kelenjar endokrin atau sel-sel lain yang
berperan penting dalam proses gametogenesis. Gametogenesis merupakan
serangkaian proses transformasi sel-sel germinal menjadi sel yang terspesialisasi
yaitu sel telur pada betina (oogenesis) dan spermatozoa pada jantan
(spermatogenesis) (Balinsky 1970).
Periode gametogenesis umumnya terbagi atas dua fase yaitu fase sebelum
diferensiasi dan setelah diferensiasi. Pada sebagian besar organisme, gonad yang
belum berdiferensiasi terdiri atas dua komponen sel somatik yaitu korteks dan
medulla. Korteks tersusun dan berasal dari dinding peritoneal dan medulla berasal
dari mesonephric blastema. Selama proses diferensiasi gonad menjadi ovari, korteks
akan mengalami perkembangan dan medulla mengalami degenerasi. Sedangkan pada
diferensiasi testikular korteks yang mengalami degenerasi dan medulla yang
berkembang.
Pada ikan tilapia dan umumnya hewan teleost, tidak terdapat dua struktur
komponen gonad pada saat sebelum diferensiasi seperti halnya sebagian besar
organisme vertebrata. Gonad teleost berkembang dari primordial tunggal pada korteks
(dinding peritoneal) (Harvey & Hoar 1979). Selanjutnya sel gonad primordial
tersebut akan mengalami pembelahan mitosis (proliferasi) dan bermigrasi di
sepanjang dinding peritoneal.
Perubahan gonad secara sitologi, histologi, maupun morfologi akan terjadi
selama proses perkembangan gonad berlangsung. Perubahan tersebut juga turut
mempengaruhi bobot dan volume gonad yang dapat dijadikan indikator dalam
menentukan sejauh mana perkembangan telah dialami oleh gonad dalam proses
oogenesis pada ikan betina dan spermatogenesis pada ikan jantan (De Jong dalam
Yusuf 2005).
Pertumbuhan pada ikan erat kaitannya dengan perkembangan gonad,
sehingga faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan
juga berpengaruh pada perkembangan gonad. Adapun faktor eksternal yang
7
berpengaruh di antaranya suhu, arus, adanya lawan jenis, dan lainnya. Sedangkan
faktor internal antara lain, perbedaan spesies, umur, serta sifat-sifat fisiologi ikan
(Lagler et al. 1977). Perkembangan gonad juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yaitu faktor makanan dan faktor suhu termasuk di dalamnya
pencahayaan dan musim, periode penyinaran yang rendah serta suhu yang tinggi
dapat mempercepat perkembangan gonad (Scott et al. 1984).
Ada dua tahap dalam perkembangan gonad yaitu tahap pertumbuhan gonad
ikan hingga mencapai dewasa kelamin (sexually maturation) dan tahap
pematangan gamet (gamet maturation). Tahap pertumbuhan gonad berlangsung
sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap
pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus
berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan berjalan
dengan normal (Lagler et al. 1977; Harvey & Hoar 1979). Pada hewan vertebrata
termasuk ikan, terjadinya kematangan gonad merupakan periode dimana ikan
yang muda memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi (Amer et al. 2001).
Pertumbuhan ikan gurame akan mengalami perlambatan ketika mulai
matang gonad, hal ini disebabkan karena gurame sedikit makan atau jarang makan,
dimana aktivitas gurame lebih banyak digunakan untuk membuat sarang dan
menjaga anaknya (Jangkaru 2003). Pertumbuhan ikan gurame jantan lebih lambat
dibanding dengan ikan gurame betina. Namun, pada pertumbuhan selanjutnya
ikan gurame jantan akan terlihat bentuk tubuhnya yang lebih memanjang dan
melebar sehingga terlihat bentuk tubuhnya pipih, dan ikan gurame betina tumbuh
menebal sehingga terlihat lebih gemuk (Saparinto 2008).
Menurut Jangkaru (2003) salah satu ciri induk gurame jantan yang matang
gonad terlihat dari warna tubuhnya yang relatif lebih merah dan hitam terang
dengan bagian perut yang membentuk sudut tumpul dan susunan sisik yang
normal (tidak membuka) serta gerakan ikan yang terlihat lebih lincah. Badan
induk jantan akan terlihat lebih ramping dan agak meruncing pada bagian analnya
(Sendjaja 2002).
Pada proses perkembangan dan pematangan gonad ikan, maka sebagian
besar energi pertumbuhannya akan dialihkan dari perkembangan sel somatik
menjadi pertumbuhan sel gamet (Effendie 1979). Dalam proses reproduksi,
8
sebelum terjadinya pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk
perkembangan gonad. Gonad akan semakin bertambah berat diimbangi dengan
bertambah besar ukurannya. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum saat
ikan akan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan
berlangsung sampai proses pemijahan selesai (Effendie 1997).
Proses Spermatogenesis
Testis merupakan organ yang memproduksi sperma dan menghasilkan
hormon testosteron (Guyton 2007). Pada ikan golongan teleost, terdiri dari
sepasang organ yang terletak pada bagian bawah dari gelembung renang di bagian
atas dari usus dan ada di belakang ginjal. Testes ikan teleost diklasifikasikan ke
dalam jenis-jenis spermatogonia yang terbatas dan tidak terbatas (berdasarkan
lokasi tempat dari spermatogonia), atau jenis lobular dan tubular (tabung)
berdasarkan ada tidaknya keberadaan lumen. Menurut Takashima dan Hibiya
(1995) di dalam klasifikasi, jenis-jenis spermatogonia terbatas dan tidak terbatas
disamakan dengan jenis-jenis lobular (ikan teleost, amfibi) dan tubular (reptil,
burung, mamalia).
Pada lobuli terdapat tubulus seminiferus yang mengandung sel-sel germinal
dan sel sertoli. Pada spesies dengan lobuli berlekuk, baik spermatogonia maupun
tubulus seminiferus yang berada pada tahap perkembangan dapat dilihat di
sepanjang lobuli dan spermatozoa yang matang akan dikeluarkan saat fase
spermiasi ke dalam lumen lobular. Adapun testes dengan lobuli padat, tubulus
seminiferus tersusun berdasarkan tahap-tahap perkembangan, berawal dari lobuli
yang tertutup dan mengandung spermatogonia, dan berakhir di saluran efferent
(Takashima dan Hibiya 1995). Struktur testes dapat dilihat pada Gambar 2.
Perkembangan sel dalam testes tidak mengalami perubahan yang berarti saat
terjadi proses spermatogenesis dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata
dibandingkan pada proses oogenesis di ovarium. Saat spermatogenesis inilah sel
di dalam testes hanya mengalami perubahan dari bentuk sel spermatogonia
menjadi spermatozoa. Peningkatan volume terjadi di dalam testes saat
pematangan sel yang berhubungan dengan tubulus seminiferus yang berisi
spermatozoa dan biasanya terjadi saat musim pemijahan.
9
Gambar 2 Struktur testes (A) tipe lobuli berlekuk dan (B) lobuli padat
pada ikan teleost (Basuki 2011).
Proses spermatogenesis berlangsung di dalam tubulus seminiferus. Epitel
tubulus dibangun oleh spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa,
yang merupakan sel-sel spermatogenik. Spermatogonia berbentuk bulat dan
terlihat paling besar di antara sel spermatogenik lainnya. Spermatosit letaknya
lebih ke sentral dari spermatogonia dan bentuknya bulat, spermatid letaknya lebih
ke sentral dari spermatosit, bentuknya bulat kecil dengan inti bulat di tengah.
Adapun spermatozoa letaknya di sentral tubuli, bentuknya lebih jelas karena
terdapat kepala dan ekor (Mauluddin 2009; Quintana et al. 2004).
Spermatogonia lebih banyak dan ditemukan pada setiap fase perkembangan
testes. Spermatogonia mempunyai kemampuan dalam pembelahan secara terus
menerus (self renewal) sehingga dapat ditemukan sepanjang daur hidup hewan
(Lacerda et al. 2010). Selain itu, terdapat pula sel sertoli yang ukurannya setebal
epitel tubulus, dan berfungsi memberi nutrisi kepada sel spermatogenik. Di antara
tubulus seminiferus terdapat jaringan interstitial yang mengandung sel-sel leydig,
sel ini mengandung kolesterol yang digunakan untuk mensintesa testosteron. Sel
leydig mempunyai bentuk tidak beraturan, sel-selnya polihedral dengan inti bulat
(Mauluddin 2009; Quintana et al. 2004).
10
Gambar 3 Struktur sel pembangun testes pada ikan (Basuki 2011).
Menurut Billard (1992) spermatogenesis terbagi dalam dua tahap yaitu
spermatositogenesis dan spermiogenesis. Proses ini terjadi di sepanjang tubulus
dengan berbagai macam tahap perkembangan. Spermatogenesis terjadi di lobular
atau tubular dalam kista yang berisi sel primer spermatogonia. Kista tersebut
dibentuk oleh sel somatik sertoli yang menempel pada sel primer spermatogonia.
Ketika proses spermatogenesis berkembang, kista akan membesar dan akhirnya
melepaskan sperma pada lobuler lumen dan bergerak ke kantung sperma.
Tahap yang berbeda pada proses spermatogenesis ditentukan dari karakter
struktural germ cell dan keadaan inti selnya. Spermatogonia primer melakukan
pembelahan mitosis untuk membentuk spermatogonia sekunder yang berbentuk
sel kista. Spermatogonia sekunder kemudian membentuk spermatosit primer
(Dellmann & Brown 1992) (Gambar 4), pada fase inilah spermatogonia
mempunyai kemampuan dalam memperbaharui diri sehingga menjadi dasar dalam
spermatogonial stem cell (Ogawa et al. 1997). Spermatosit primer kemudian
melakukan pembelahan miosis I untuk membentuk spermatosit sekunder.
Perubahan sitologis melalui proses proliferasi spermatogonia melalui pembelahan
mitosis sampai terbentuk spermatid disebut spermatositogenesis. Spermatid yang
terbentuk dari spermatosit sekunder melalui pembelahan miosis II kemudian akan
berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermiogenesis (Dellmann &
Brown 1992).
11
Gambar 4 Skema proses spermatogenesis terlihat pada miosis 1 terjadi reduksi
kromosom (Anonim 2009).
Medium Disosiasi
Disosiasi merupakan proses pemisahan sel menjadi soliter (Anonim 2010).
Pemisahan sel dapat dilakukan dengan teknik mekanik maupun enzimatik.
Disosiasi mekanik dilakukan dengan pemotongan atau tanpa pemotongan,
mencacah
jaringan
sehalus
mungkin,
dengan
melakukan
penyaringan,
penyemprotan juga pemipetan secara lembut namun, meminimalkan kerusakan
(Freshney 2005). Teknik selanjutnya secara enzimatik dengan menggunakan
enzim-enzim seperti tripsin, kolagen (Freshney 2005), dan DNase (Lacerda et al.
2010). Teknik disosiasi sel bersifat spesies spesifik karena masing-masing spesies
mempunyai karakteristik anatomi gonad yang berbeda salah satunya karakteristik
jaringan ikatnya (Kim et al. 2006; Marret & Durant 2000).
Phosphate Buffered Saline (PBS)
Phosphate Buffered Saline (PBS) merupakan larutan fisiologis yang umum
digunakan sebagai pelarut dalam penelitian biologi. Penggunaan PBS merupakan
solusi berbasis air garam yang mengandung natrium klorida, natrium fosfat, dan
(dalam beberapa formulasi) klorida kalium dan fosfat kalium. Buffer inilah yang
nantinya membantu sel dalam mempertahankan konsistensi pH (Medicago 2010).
Phosphate Buffered Saline sebagai pelarut sering digunakan dalam
penelitian menggunakan sel hidup, karena kandungan zat-zat nutrisi seperti
12
glukosa dan garam-garam anorganik, serta kemampuan buffer dari fosfat (Malole
1990). Penggunaan buffer ini dikarenakan bersifat isotonik dan non toksik pada
sel-sel serta mempunyai kemampuan dalam mempertahankan osmolaritas.
Phosphate Buffered Saline yang mengandung CaCl2 mampu menjaga osmolalitas
sel (Freshney 2005). Penggunaan PBS sebagai buffer juga sering digunakan dalam
aplikasi kultur sel, prosedur immunohistokimia, prosedur mikrobiologi, dan untuk
pengenceran (Medicago 2010).
Serum (Fetal Bovine Serum)
Serum merupakan bagian dari plasma yang tersisa setelah proses
pembekuan darah, selama protein plasma yaitu fibrinogen diubah menjadi fibrin.
Dalam komposisi serum terkandung zat-zat nutrisi seperti bermacam-macam
protein, glukosa, asam lemak, hormon insulin, steroid, mineral, dan faktor
pertumbuhan (Malole 1990, Jochem et al. 2011; Freshney 2005). Serum menurut
Butler (2004) mampu menekan aktivitas tripsin dan sumber nutrisi yang kaya
akan inhibitor tripsin (Anonim 2011a).
Adapun sebagian besar komponen dari serum terdiri atas protein
(Freshney 2005). Jumlah serum yang ditambahkan pada medium kultur biasanya
berkisar antara 2 sampai 20% (Shuler & Kargi 1992; Castilho 2008), dan menurut
Okutsu et al. (2005) disosiasi pada ikan umumnya menggunakan serum dengan
konsentrasi 5%.
Beberapa jenis serum yang umum digunakan di antaranya Fetal Calf
Serum (FCS), Fetal Bovine Serum (FBS), serum kuda, dan manusia (Freshney
2005). Fetal Bovine Serum dan Fetal Calf Serum merupakan jenis serum yang
sering digunakan, disamping mengandung fetuin yaitu suatu glikoprotein utama,
FBS mampu mencegah proteolitik dan membantu perlekatan sel serta penyebaran
sel pada substrat (Malole 1990). Selain itu, FBS juga memiliki persentase
immunoglobulin yang rendah (Castilho 2008).
Tripsin
Enzim merupakan substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan
sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung pada organisme. Sintesis
13
enzim terjadi di dalam sel dan sebagain besar diekstrasi dari sel tanpa merusak
fungsinya. Semua sel menghasilkan sejumlah enzim yang berbeda-beda yang
fungsinya ditentukan oleh enzim yang terdapat di dalamnya (Wibowo 2006).
Tripsin merupakan enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berperan
dalam hidrolisa protein ke dalam unit peptida yang lebih kecil. (WordNet
definition 2011). Sedangkan menurut Girindra (1982), tripsin merupakan bentuk
aktif dari tripsinogen. Enzim ini termasuk dalam enzim proteolitik golongan
endopeptidase yang berfungsi dalam proses hidrolisis (memutuskan ikatan
kovalen sambil mengikat air) (Harrow 1958).
Enzim proteolitik seperti tripsin mampu memisahkan ikatan-ikatan dan
menghasilkan suspensi sel tunggal (Anonim 2011b) dan membantu pemisahan
jaringan (Worthingthon 2011). Enzim ini mampu menghidrolisis protein menjadi
peptida-peptida kecil atau menjadi asam amino dan termasuk enzim protease yang
memiliki kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan enzim protease lainnya (De
et al. 2011) serta mempunyai efektifitas tinggi apabila dikombinasikan dengan
enzim lainnya (CHI Scientific 2007).
Salah satu enzim yang dapat menghidrolisis ikatan pada peptida dapat
disebut juga sebagai enzim protease, peptidase, atau proteolitik. Tripsin dapat
mengkatalis hidrolisis ikatan pada peptida di tengah rantai, bukan di ujung rantai,
enzim ini dinamakan pula endopeptidase (Thenawijaya 1988).
Tripsin yang merupakan protein globular terdiri dari tiga rantai polipeptida
yang dihubungkan melalui ikatan disulfida. Dengan adanya tripsin, protein akan
terhidrolisis pada suhu 37 oC dan pH 8 dengan laju jauh lebih cepat dibandingkan
dengan keadaannya tanpa tripsin. Penggunaan tripsin sebagai salah satu
kombinasi media disosiasi telah banyak dilakukan dan diterapkan pada
transplantasi sel, kultur jaringan, isolasi sel, yang memudahkan proses pemisahan
sel atau jaringan.
Pada transplantasi sel tumor, tripsin mampu membuktikan keefektifannya
dalam disosiasi sel dengan metoda enzimatik (Noel et al. 1977). Inkubasi sel
dengan konsentrasi tripsin yang terlalu tinggi dan jangka waktu lama mampu
merusak membran sel serta, mendegradasi protein intraseluler, dan membunuh
sel-sel (Sigma 2011).
14
DNase
Deoxyribonuclease (DNase) merupakan polipepetida glikolisis yang biasa
digunakan untuk mendegradasi DNA utas tunggal dan double stranded DNA
menjadi 5-phosphonucleotide dan oligonucleotide. Sifat dari DNase dapat
dimodifikasi oleh ion divalen. Pemberian kalsium berperan penting dalam
mempertahankan struktur dan aktivitas dari DNase.
DNase digunakan untuk melengkapi protease pada jaringan disosiasi
(Sigma 2011), kemampuan DNase mencerna bahan yang dilepaskan dari sel-sel
mati mampu menurunkan viskositas suspensi sel dan mengurangi terjadinya
kerusakan sel (Andriani et al. 2010; Worthington 2011). Enzim ini mampu
mencegah terjadinya penggumpalan kembali sel-sel dan merupakan enzim
pencernaan yang lemah (Worthingthon 2011).
DNase dimasukkan dalam produksi isolasi sel untuk mencerna asam
nukleat deoxy ribonucleic acid tanpa merusak sel-sel (Worthington 2011),
sehingga sel dengan mudah terpisah dari jaringan ikatnya. DNase memerlukan
Ca2+ dan Mg2+ untuk menghidrolisis DNA untai ganda, akan tetapi jumlah dan
lokasi DNase mengikat ion tersebut belum jelas, dimana fungsi Ca 2+ menstabilkan
struktur fungsional DNase dan melindungi DNase dari degradasi proteolitik
sedangkan Mg2+ terkait dengan mekanisme kation dan anion (Gueroult et al.
2010).
Download