1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. guna mencapai tujuan memperhatikan tersebut, keserasian, pelaksanaan keselarasan dan pembangunan keseimbangan harus senantiasa berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. Perkembangan ekon omi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang maupun dapat berdampak kurang menguntungkan. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 hingga sekarang sudah banyak terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama dalam bidang perbankan. Pembayaran melalui jasa perbankan mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penggunaan Cek dan Bilyet Giro setiap tahunnya mengalami peningkatan. Perkembangan sistem pembayaran dari masa ke masa semakin berkembang pesat, manusia pada awalnya menggunakan sistem barter terus mengalami peningkatan 2 perkembangan dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran, sehingga proses tukar menukar barang menjadi semakin efektif. Uang merupakan alat penukar dan pembayaran transaksi komersial dan finansial, sehingga uang menjadi pendorong kemajuan perekonomian dan perdagangan nasional dan internasional. Uang dibedakan menjadi uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah alat penukar yang terdiri dari uang pecahan kertas dan logam yang nilai nominalnya telah ditentukan oleh pemerintah, sedangkan uang giral adalah uang kertas dan nilai nominalnya ditentukan oleh penariknya masing-masing. Inovasi dalam pembayaran terus dikembangkan oleh sistem perbankan untuk mengantisipasi besarnya resiko dalam pembayaran tunai dalam jumlah besar, sehingga dikenal pembayaran non tunai dalam bentuk surat berharga karena dinilai lebih efisien, cepat, dan aman. Uang merupakan pembayaran yang sah telah ditetapkan oleh suatu negara yang melalui suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku. Indonesia menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, berdasarkan ketentuan UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004. Uang rupiah wajib digunakan untuk penyelesaian kewajiban pembayaran di antara anggota masyarakat di wilayah Indonesia karena rupiah merupakan alat pembayaran yang sah.1 Dunia perbankan Indonesia yang berasaskan Demokrasi Ekonomi, yang mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka semua kegiatan yang dilakukan oleh lembaga perbankan diatur dalam Undang-Undang tersebut. 1 M. Bahsan, Cek dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006, hal. 1. 3 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Pertumbuhan aset bank, produk dan jasa perbankan yang mengalami peningkatan pada bentuk dan pelayanan. Pertumbuhan ini menyebabkan kalangan usaha maupun masyarakat untuk melakukan transaksi pembayaran. Bank mempunyai kegiatan operasional, diantaranya jasa perbankan dalam aktivitas pembayaran menggunakan alat-alat pembayaran yang berupa uang maupun surat-surat berharga. Sistem pembayaran non tunai dalam perkembangannya berimplikasi luas terhadap berbagai aspek, antara lain : lembaga yang terlibat, aspek hukum pihak-pihak yang terkait, mekanisme pembayaran dan resiko. Dari berbagai aspek tersebut memberikan dampak terhadap sistem keuangan dan perekonomian sehingga memunculkan kebutuhan akan adanya suatu sistem pembayaran yang cepat, aman, dan mudah. Pengertian surat berharga menurut Abdulkadir Muhammad 2: Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pembayaran tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup, untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut 2 Abdulkadir, Muhammad, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, (PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung). 1998, hal. 5 4 Surat berharga dapat digunakan sebagai alat pembayaran tunai maupun alat pembayaran kredit, dimana para pihak tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran melainkan cukup dengan mengantongi surat berharga saja. Ditinjau dari segi keamanan, surat berharga lebih terjaga karena tidak setiap orang berhak menggunakan surat berharga tersebut. Surat berharga memerlukan caracara tertentu sehingga hal ini berbeda apabila membawa uang dalam jumlah yang besar menjadi sasaran tindak pidana kejahatan, seperti perampokan, pencurian dengan kekerasan, dan penipuan. Lembaga perbankan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan para nasabah, selain menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat, juga memberikan fasilitas buku formulir Cek, buku formulir Bilyet Giro, maupun buku-buku formulir surat berharga lainnya kepada para pemegang rekeningnya. Cek dan Bilyet Giro merupakan bagian dari jasa perbankan di Indonesia yang dilakukan oleh bank umum konvensional. Bank umum konvensional sangat berkaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Penggunaan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran mulai dirasakan oleh kalangan usaha, sehingga pengenalan dan penggunaan Cek dan Bilyet Giro merupakan tanda dimana masyarakat mengetahui peranan penting Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral. Cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa, di tempat 5 tertentu. Penerbitan Cek berdasarkan pada latar belakang tertentu yang sering disebut perikatan dasar, di mana penerbit sebagai debitur, sedangkan pemegang atau pembawa sebagai kreditur. Penggunaan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dalam jumlah nominal maupun lembarnya yang terlihat dari perputaran kliring, sehingga membuktikan Bilyet Giro telah dikenal luas oleh masyarakat. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang telah disebutkan namanya. Terkait dengan penggunaan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral dalam transaksi perdagangan, PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Purwokerto, sebagai salah satu perbankan konvensional yang menyediakan jasa perbankan, telah memberikan jasa melalui penerbitan dan pemindahbukuan penggunaan Cek dan Bilyet Giro kepada nasabah pemegang rekening giro di PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Purwokerto. Hal ini yang menarik peneliti untuk mengadakan penelitian skripsi mengenai mekanisme penerbitan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka peneliti merumuskan untuk mengkaji lebih dalam tentang mekanisme penerbitan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral dalam aspek yang normatif yang dapat dirumuskan dalam judul skripsi : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN CEK DAN 6 BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN GIRAL DI PT.BANK RAKYAT INDONESIA (Persero) Tbk. Cabang PURWOKERTO.” B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil suatu permasalahan sebagai berikut : Bagaimana mekanisme penerbitan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. cabang Purwokerto? C. Tujuan Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau pemahaman mengenai mekanisme penerbitan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral dalam transaksi perbankan,. Saat ini penggunaan Cek dan Bilyet Giro mengalami peningkatan karena dianggap lebih cepat, mudah, dan aman tanpa harus membawa uang dalam jumlah yang besar. 7 D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis : Memberikan manfaat sebagai bentuk sumbangan pemikiran dalam rangka mengembangkan ilmu hukum perdata khususnya Surat-Surat Berharga dalam kaitannya mengenai penggunaan Cek dan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral dalam transaksi perbankan. 2. Manfaat Praktis : Memberikan manfaat bagi seluruh puhak baik masyarakat, pemerintah, dan khususnya para pihak yang menggunakan Cek dan Bilyet Giro. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank dan Jasa Perbankan 1. Pengertian Bank Lembaga keuangan dan lembaga perbankan pada umumnya mempunyai peranan yang semakin penting dan strategis dalam menggerakan roda perekonomian suatu negara. Peranan yang penting dan strategis dari lembaga perbankan itu membuktikan bahwa lembaga perbankan merupakan salah satu pilar utama bagi pembangunan ekonomi nasional. Black’s Law Dictionary merumuskan banking adalah “the business of banking, as dfined by law and customs, consist in the issue of notes payable on demand intended to circulate as money, when the banks are issue, in receiving deposits payable on demand, in discouting commercial paper, making loans of money on collateral security, buying and selling bills of exchange, negotiating loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national, and municipal and other corporation.” Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem yang menyangkut tentang bank, 9 mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. Perbankan harus didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi, yang berarti bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan perbankan, sedangkan pemerintah bertindak memberikan pengarahan, dan bimbingan terhadap pertumbuhan dunia perbankan sekaligus menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangannya. Menurut Prof. G. M. Verryn Stuart, dalam bukunya Bank Politik memberikan definisi mengenai bank, yaitu : bank adalah suatu badan usaha yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri maupun mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. 3 Bank juga didefinisikan menurut Black Law Dictionary yaitu : an instituons usually incopated, whose business be receive money on deposit, cash, checks or drafts, discount commercial paper, make loans, and issue promissory notes payable to bears knows as bank notes.’ Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam ketentuan Pasal 1 huruf b yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya daalm rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 3 Hermansyah, Hukum Perbankan di Indonesia (EDISI REVISI), (Kencana, Jakarta), 2006, hal.18-19. 10 Pengertian diatas menjelaskan bahwa bank adalah suatu kegiatan yang menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (leading) merupakan kegiatan utama perbankan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat (kegiatan funding). Pengertian kegiatan funding adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat seperti : giro, tabungan, sertifikat deposito dan deposito berjangka. Pihak perbankan memberikan jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan. Balas jasa dapat berupa bunga, bagi hasil, pelayanan, atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan akan menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu pihak perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaaan sehingga masyarakat berminat untuk menanamkan dananya. 2. Kegiatan Usaha Perbankan Kegiatan usaha perbankan pada umumnya antara lain : mengumpulkan dana, pemberian kredit mempermudah sistem pembayaran dan penagihan, serta memberikan jasa keuangan lainnya. Kegiatan jasa perbankan dapat dilihat dari segi pendapatannya dikenal dengan jasa yang menghasilkan pendapatan berupa bunga 11 seperti pemberian kredit, dan pendapatan non bunga (fee besad income) seperti menyewakan safe deposit box, transakasi valuta asing, bank garansi, dan lain-lain. Pelaksanaan kegiatannya bank dibedakan antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat. Kegiatan bank umum lebih luas daripada bank perkreditan rakyat, artinya produk yang ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya, sedangkan bank perkreditan rakyat mempunyai keterbatasan tertentu sehingga kegiatannya lebih sempit. Kegiatan usaha perbankan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1. bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Wilayah operasionalnya dapat dilakukan diseluruh wilayah Indonesia. 2. bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya kegiatan bank perkreditan rakyat jauh lebih sempit dibandingkan kegiatan bank umum 12 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bank umum antara lain : 1. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. 2. menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit perdagangan. 3. memberikan jasa-jasa bank lainnya seperti transfer, inkaso, kliring, safe deposite box, cek wisata, jual beli surat berharga, bank card, bank valas, bank garansi, referensi bank, letter of credit, menerima setoran seperti pembayaran air, melayani pembayaran gaji pensiun, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bank perkreditan rakyat antara lain : 1. menghimpun dana dari masyaarakat dalam bentuk tabungan dan simpanan deposito. 2. menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit perdagangan. 3. larangan-larangan bagi bank perkreditan rakyat adalah menerima simpanan giro, mengikuti kliring, melakukan kegiatan valuta asing, dan melakukan kegiatan pengasuransian. 4. Sumber –Sumber Dana Bank Sumber dana bank adalah usaha suatu bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasional bank tersebut, karena bank merupakan lembaga keuangan 13 yang kegiatan sehari-hari dalam jual beli uang. Dana untuk membiayai operasional bank dapat diperoleh dari berbagai sumber. Perolehan dana tergantung bank itu sendiri mungkin secara pinjaman (titipan) dari masyarakat atau dari lembaga lain. Membiayai operasionalnya bank dana dapat diperoleh dengan modal sendiri yaitu mengeluarkan atau menjual saham. Dana yang dibutuhkan dalam pengelolaan bank tidak semata-mata hanya mengandalkan modal yang dimiliki oleh bank saja tapi harus dapat memobilisasi dan memotivasi masyarakat untuk menyimpan dana yang dimilikinya di bank, baik berupa simpanan maupun dalam bentuk lain, dan melalui kerjasama dengan lembagalembaga keuangan. Dana untuk membiayai operasinal bank ada 3 (tiga) kemungkinan yaitu :4 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri,yaitu modal setoran dari para pemegang saham. Apabila ssham yang terdapat dalam protepel belum habis, sedangkan kebutuhan dana masih diperlukan maka pencairannya dapat dilakukan dengan menjual saham kepada para pemegang saham lama. Tujuan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham baru dan menjualnya dipasar modal, dapat pula menggunakan cadangan-cadangan lama yang belum digunakan. Secara garis besar diperoleh dari : a. setoran modal dari pemegang saham. 4 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Keenam), (Raja Grafindo Persada , Jakarta), 2005, hal.61-64 14 b. cadangan laba atau keuntungan yang tahun lalu tidak dibagikan kepada para pemegang saham yang sengaja digunakan untuk mengantisipasi laba atau keuntungan tahun yang akan datang. c. laba/keuntungan yang belum dibagi pada tahun yang bersangkutan digunakan untuk sabagai modal sementara waktu. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas, yaitu sumber dana terpenting dari kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana itu. Pencarian sumber dana ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan dana sendiri. Bentuk sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dengan bentuk : a. simpanan giro, b. simpanan tabungan, c. simpanan deposito 3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya, yaitu merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua di atas. Pencarian dari sumber dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja, kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini dapat diperoleh antara lain : a Kredit likuidasi dari Bank Indonesia merupakan kredit uang yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuidasi 15 b Pinjaman antar bank (Call Money) merupakan pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring dalam lembaga kliring. c Pinjaman dari bank-bank luar negeri. d Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) adalah pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada baik perusahaan keuangan maupun non keuangan. 4. Jasa Perbankan Jasa perbankan disesuaikan dengan karakteristik sehingga bentuknya tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan atau melekat pada sumbernya, serta memiliki sifat keanekaragaman. Jasa perbankan merupakan reflesi dari kegiatan lembaga perbankan yang berupa financial intermediaty (lembaga perantara keuangan) sebagai bentuk kegiatan utamanya dan bidang delivery system sebagai bentuk kegiatan di bidang administrasi dan pelayanan. Dari kedua jenis kegiatan tersebut pendapatan yang diterima oleh setiap bank itu berbeda satu sama dengan yang lain, yaitu kegiatan perantara dana bank mendapatkan bunga dan kegiatan sistem dari layanan bank mendapatkan imbalan (fee). Tujuan pemberian jasa bank adalah untuk mendukung dan memperlancar kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana. Semakin lengkap jasa bank yang diberikan, maka semakin baik dalam arti nasabah hendak melakukan suatu transaksi perbankan cukup disatu bank saja. Lengkap atau tidaknya jasa bank yang diberikan 16 tergantung dari kemampuan bank tersebut, baik dari segi modal, perlengkapan fasilitas sampai kepada personel yang mengoperasikannya. Jenis bank juga menentukan apakah bank umum atau bank perkreditan rakyat, dapat juga dilihat dari segi status bank tersebut apakah bank devisa atau non devisa Jika bank tersebut berstatus bank devisa maka jenis jasa bank yang ditawarkan akan lebih lengkap dibandingkan dengan non devisa. Peningkatan dari tahun ke tahun keuntungan dari transaksi jasa-jasa bank semakin meningkat, hal ini disebabkan keuntungan dari spread based (selisih bunga simpanan dengan bunga kredit atau bunga pinjaman) yang semakin kecil mengingat persaingan yang ketat. Perolehan keuntungan dari jasa-jasa bank relatif kecil, namun adanya suatu kepastian yang disebabkan resiko terhadap jasa-jasa bank lebih kecil dibandingkan dengan kredit. Keuntungan yang diperoleh dari jasa-jasa bank antara lain : 1. Biaya administrasi, yaitu biaya yang dikenakan untuk jasa-jasa yang memerlukan administrasi khusus, pembebanan biaya dikenakan umtuk pengelolaan suatu fasilitas tertentu. 2. Biaya kirim, yaitu biaya yang diperoleh dari jasa pengiriman uang (transfer), baik jasa transfer dalam negeri maupun transfer ke luar negeri. 3. Biaya tagih, yaitu biaya yang dikenakan untuk menagihkan dokumen-dokumen milik nasabahnya seperti jasa kliring (penagihan dokumen dalam kota) dan jasa 17 inkaso (penagihan dokumen keluar kota), biaya ini dilakukan untuk tagihan dokumen dalam negeri maupun luar negeri. 4. Biaya provisi dan komisi, yaitu biaya yang dibebankan kepada jasa kredit dan jasa transfer serta jasa-jasa atas bantuan bank terhadap suatu fasilitas perbankan, besarnya tergantung dari jasa yang diberikan serta status nasabh yang bersangkutan. 5. Biaya iuran, yaitu biaya yang diperoleh dari jasa pelayanan credit card atau kartu kredit, di mana kepada setiap pemegang kartu dikenakan biaya iuran per tahun. 6. Biaya sewa, yaitu biaya yang dikenakan kepada nasabah yang menggunakan jasa safe deposit box, besarnya biaya tergantung dari ukuran box dan jangka waktu yang digunakan. Bank Umum dalam kegiatannya dapat menawarkan dan melakukan seluruh jasa perbankan (full banking service), tetapi dapat juga hanya melakukan sebagian saja. Masing-masing bank dapat memilih usaha (jasa) yang ingin dikembangkannya, dengan persyaratan tetap harus memenuhi peraturan yang berlaku sesuai dengan jenis kegiatan pemberian jasa yang dipilih. Bank umum memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jenis jasa perbankan dapat dipenuhi tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi. Prinsip kesehatan dan efisiensi perbankan diatur dalam Undang –Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 18 Nomor 10 Tahun 1998. Ketentuan Pasal 29 ayat (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Jasa perbankan yang dilakukan oleh bank umum sesuai yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan. 2. Memberikan kredit. 3. Menerbitkan surat pengakuan hutang. 4. Jual beli surat berharga. 5. Pemindahan uang (transfer) untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah. 6. Penempatan dana pada bank lainnya, meminjamkan dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lainnya. 7. Penerimaan pembayaran tagihan surat berharga. 8. Penyimpanan barang dan surat berharga. 9. Menerima penitipan untuk kepentingan pihak lain. 19 10. Penempatan dan dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat oleh bursa efek. 11. Usaha anjak piutang (factoring), kartu kredit, dan kegiatan wali amanat (trust). 12. Pembiayaan dengan prinsip syariah. 13. Melakukan kegiatan dalam valuta asing. 14. Melakukan kegiatan peryertaan modal pada bank. 15. Pengurusan dan pendirian dana pensiun. 16. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank Pelayanan jasa perbankan oleh bank perkreditan rakyat sangat dibatasi, karena kegiatan usaha bank perkreditan rakyat terutama ditujukan untuk melayani usahausaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan yang belum banyak memerlukan berbagai jenis pelayanan perbankan. Jasa perbankan yang dilakukan oleh bank perkreditan rakyat diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu : 1. Penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya dipersamakan dengan itu. 2. Pemberian kredit. 3. Pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah. 4. Penempatan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. 20 B. Tinjauan Umum Surat Berharga 1. Pengertian Surat Berharga. Kegiatan perdagangan, terutama dalam lalu lintas pembayaran bank mempunyai peranan penting. Hal ini sesuai dengan tujuan dari perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.bank dalam menjalankan usahanya terutama dalam memperlancar lalu lintas pembayaran menerbitkan berbagai jenis surat-surat berharga dan warkat perbankan. Surat berharga sebagai alat pembayaran dikenal dalam dunia perusahaan maupun perdagangan karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pembayaran menggunakan mata uang. Dalam dunia usaha dan perdagangan dikenal bermacammacam surat berharga karena berdasarkan kenyataan bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan uang. Menurut hukum, fungsi pokok dari surat pada umumnya adalah fungsi sebagai alat pembuktian. Surat-surat itu diperlukan sebagai bukti dalam hal terjadi perselisihan. Di samping itu fungsi yang terutama dari surat-surat tersebut adalah sebagai alat legitimasi, karena surat-surat tersebut merupakan penunjuk seseorang tertentu, ialah pemegang surat itu yang dianggap sebagai orang yang dapat melaksanakan atau mempunyai hak tertentu, karena itu surat-surat tersebut merupakan surat-surat legitimasi. 5 Lalu lintas perdagangan dan perusahaan saat ini khususnya lalu lintas pembayaran cenderung orang menginginkan segala sesuatu yang praktis dan aman yang berarti orang tidak harus lagi menggunakan alat pembayaran yang berupa uang melainkan 5 Achmad, Ichsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, AturanAturan Angkutan, (Pradnya Paramita, Jakarta), 1986, hal. 287. 21 cukup dengan menerbitkan surat berharga sebagai alat pembayaran tunai maupun alat pembayaran kredit. Praktis artinya dalam setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran melainkan cukup dengan mengantonngi surat berharga saja, sedangkan aman artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Dua macam surat yang telah diatur dalam KUHD yaitu: 1. Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda ”waarde papier”, di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah ”negotiable instrumens.” 2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalm bahasa Belanda ”papier van waarde”, dalam bahasa inggrisnya ”letter of value”. Surat Berharga berasal dari Bahasa Belanda yaitu Waarde Papier. Yaitu surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksana pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayarannya tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan menggunakan alat bayar lain berupa surat yang di dalamnya mengandung perintah kepada pihak ketiga untuk menyatakan surat sanggup untuk membayar uang. 22 Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa, surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaaan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang.6 Adanya penerbitan yang dilakukan oleh penerbit tersebut maka pemegang akan diberikan hak untuk memperoleh pembayaran dengan cara menunjukkan dan menyerahkan surat tersebut kepada pihak ketiga atau orang yang menyanggupi itu. Oleh karena itu dengan surat berharga. Purwosutjipto mengatakan, surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan. Surat berharga yang mudah diperjualbelikan dibuat dalam bentuk ”kepada pengganti atau kepada pembawa” maka sebaiknya surat berharga itu bersifat sukar diperjualbelikan sehingga mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan.7 Munir Fuady, merumuskan surat berharga adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat pembayaran yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, bagi pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya atau pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut telah dialihkan. 6 Abdulkadir, Muhammad, 1998, Op. Cit. hal. 3 H. M. N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 7 Hukum Surat Berharga. (Djambatan. Jakarta). 2000. hal. 6-7. 7 23 Tujuan adanya penerbitan surat berharga adalah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang. Secara yuridis Surat Berharga mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu : a. Sebagai alat pembayaran (alat tukar). b. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau sederhana). c. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi). Berdasarkan isi perikatan dasarnya, Scheltema menggolongkan surat atas tunjuk dan atas pengganti menjadi tiga golongan yaitu : 1. Zakenrechttelijke papieren (surat-surat yang berisi hukum kebendaan), isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan barang yang tersebut di dalam surat itu, akibat hukum kepada pihak laln penyerahan barang tersebut di dalamnya merupakan sifat hukum kebendaan dari surat golongan ini, yang termasuk dalam golongan ini adalah konosemen (bill of leading), ceel (warrent). 2. Lidmaatschapspapieren (surat-surat tanda keanggotaan dari suatu persekutuan), isi perikatan dasarnya adalah hak-hak tertentu yang diberikan oleh persekutuan kepada pemegangnya, misalnya hak suara dalam rapat, hak untuk memperoleh keuntungan atau deviden, termasuk dalam golongan ini adalah surat saham perseroan terbatas, perseroan komanditer, surat keanggotaan koperasi. 24 3. Schuldvorderingspapieren (surat-surat tagihan hutang), isi perikatan dasarnya adalah untuk membayar sejumlah uang artinya, pemegang surat itu berhak mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang tersebut di dalamnya dari penanda tangan, termasuk golongan surat ini adalah surat wesel dan surat sanggup (buku I titel 6 KUHD), surat cek, surat promise atas tunjuk dan kwitansi atas tunjuk (buku I titel 7 KUHD). Pemegang Surat Berharga itu mempunyai hak tagihan, yaitu suatu hak untuk memperoleh pembayaran dari pihak ketiga atau pihak yang telah menyatakan kesanggupannya tersebut dengan cara menunjukkan dan menyerahkan Surat Berharga tersebut. Dengan kata lain, surat tersebut merupakan alat bukti bagi pemegangnya bahwa ialah sebagai orang yang mempunyai hak tagihan atas sejumlah uang tersebut. Besarnya hak tagihan yang dimaksud adalah sejumlah uang yang tercantum atau tertulis di dalam Surat Berharga tersebut. Di samping itu, hak tagihan itu selalu mengikuti suratnya. Hal ini mengakibatkan hak tagihan tersebut dapat dipindahtangankan dari pemegang yang satu dengan pemegang yang lainnya. Cara pemindah tanganan tersebut bisa dengan penyerahan dari tangan ke tangan, atau dengan jalan membuat suatu pernyataan pada surat tersebut, bahwa hak tagihannya dipindahtangankan kepada orang lain. Cara pemindahtanganan Surat Berharga tersebut dapat diketahui dari klausula yang terdapat dalam Surat Berharga tersebut. 25 Macam-macam klausula yang terdapat dalam surat-surat berharga yaitu : a Klausula atas tunjuk (Aan Toonder), yaitu pemegang surat berharga yang mempunyai klausula atas tunjuk maka pemindahtangannya atau peralihan dengan cara menyerahkan surat tersebut kepada tersangkut. Yang termasuk jenis surat berharga ini adalah cek, kwitansi dan promes. b Klausula atas pengganti (Aan Order), yaitu pemegang surat berharga yang mempunyai klausula atas pengganti maka pemindahtangannya atau peralihan dapat dilakukan dengan jalan endosemen. Yang termasuk jenis surat berharga ini adalah wesel, surat sanggup, dan cek. 2. Jenis-jenis Surat Berharga. Secara garis besar apabila ditinjau dari segi pengaturan, maka Surat Berharga dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu : a Surat Berharga yang diatur dalam KUHD. b Surat Berharga yang diatur di luar KUHD a. Surat Berharga yang diatur dalam KUHD antara lain : 1. Surat wesel. Istilah wesel dalam bahasa Belanda disebut wisselbrief, bill of exchange dalam bahasa Inggris, letter de charge Dalam bahasa Perancis, dan wechsel dalam bahasa Jerman 26 Pengertiannya adalah surat yang memuat kata wesel, diterbitkan pada tanggal dan tepat tertentu dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya. Menurut H. M. N. Purwosutjipto yang dimaksud dengan wesel adalah surat berharga yang memuat kata wesel di dalamnya, ditanggali dan ditandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbit (tekker) memberi perintah tak bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayara sejumlah uang pada hari bayar (vervaldag) kepada orang yang di tunjuk oleh penerbit yang disebuut penerima (nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu. Menurut ketentuan Pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat syaratsyarat formal, yaitu : 1. Istilah “wesel” harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu. 2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 3. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut). 4. Penetapan hari bayarnya (hari jatuh). 5. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan. 6. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan. 7. Tanggal dan tempat surat wesel harus diterbitkan. 8. Tanda tangan orang yang menerbitkan. 27 2. Surat sanggup. Istilah surat sanggup berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda orderbriefie, bahasa Perancisnya billet a ordre, bahasa Inggrisnya promissory note. Pengertiannya adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya para hari tertentu. Undang-undang tidak memberikan rumusan atau definisi surat sanggup, dalam ketentuan Pasal 174 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat sanggup. Syarat-syarat formal tersebut dapat dirumuskan atau definisi surat sanggup adalah sebagai surat yang memuat kata surat sangup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tangal dan tempat tertentu, dengan mana penandatangan menyanggupip tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu. 3. Surat cek Pada mulanya istilah “Cek” berasal dari kata “cheque” (bahasa Perancis), istilah tersebut juga digunakan Belanda dan Inggris. Definisi tentang cek sebenarnya tidak dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan ketentuan mengenai syarat-syarat formal cek terdapat di dalam Pasal 178 KUHD Pengertiannya adalah surat yang memuat kata cek, diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk 28 membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu. Penerbitan cek harus memenuhi syarat-syarat formal dalam Pasal 178 KUHD, yaitu : 1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu sendiri. 2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut). 4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan. 5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan. 6. Tanda tangan orang yang menerbitkan. 4. Kwitansi dan Promes atas tunjuk. Kata kwitansi berasal dari kata bahasa Belanda yaitu kwitantie, artinya tanda pemabayaran, bahasa Inggrisnya yaitu receipt. Pengaturan kwItansi atas tunjuk dalam ketentuan Pasal 229f, 229g, dan 229h KUHD. Pengertian Kwitansi adalah surat yang diterbitkan oleh penanda tangan pada tanggal dan tempat tertentu yang berisi perintah membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang pada saat diperlihatkan. 29 Kata promes berasal dari kata bahasa Perancis promesse artinya sanggup atau janjji, yaitu sanggup membayar atau janji membayar. Pengaturan promes atas tunjuk dalam ketentuan Pasal 229i KUHD. Pengertian Promis Atas Tunjuk adalah surat yang diterbitkan oleh penanda tangan pada tanggal tertentu yang berisi janji atau kesanggupan membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang pada saat diperlihatkan. b. Surat Berharga yang diatur di luar KUHD Dalam perkembangannya terdapat suatu jenis Surat Berharga yang pengaturannya terdapat di luar KUHD yaitu Bilyet Giro yang diatur dalam SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya. Istilah Bilyet Giro berasal dari bahasa Belanda, bilyet artinya surat, dan giro artinya simpanan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau dengan pemindahbukuan. Mengingat masih adanya kelemahan pada ketentuan Bilyet Giro yang termuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972, maka dikeluarkan 2 (dua) ketentuan mengenai Bilyet Giro yaitu: a Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tentang Bilyet Giro, tanggal 1 Juli 1995. 30 b Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG, tanggal 4 Juli 1995. Syarat-syarat penerbitan Bilyet Giro harus memenuhi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu : 1. Nama dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan. 2. Nama tertarik. 3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik. 4. Nama dan nomor rekening pemegang. 5. Nama bank pemerima. 6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. 7. Tempat dan tanggal penarikan. 8. Tanda tangan, nama jelas, dan atau dilengkapi dengan cap / stempel sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening. C. Tinjauan tentang Cek 1. Pengertian Cek.dan Pengaturan. Cek merupakan warkat yang sepenuhnya berkaitan dengan bank, Cek dikategorikan sebagai surat berharga karena merupakan surat tagihan utang yang memuat perintah untuk membayar sejumlah uang oleh Bank Umum sebagai pihak 31 tertarik. Di Indonesia penggunaannya berkaitan dengan Giro, pengaturan Cek diatur dalam Pasal 178 KUHD mengenai syarat-syarat formal surat cek. Pada mulanya istilah “Cek” berasal dari kata “cheque” (bahasa Perancis), istilah tersebut juga digunakan Belanda dan Inggris. Definisi tentang cek sebenarnya tidak dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan ketentuan mengenai syarat-syarat formal cek terdapat di dalam Pasal 178 KUHD. Surat cek adalah surat yang memuat kata cek, diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.8 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cek adalah perintah tertulis pemegang rekening kepada bank yang ditunjuknya supaya membayar sejumlah uang pemegangnya. Menurut Munir Fuady, cek adalah surat berharga bertanggal dan menyebutkan tempat penerbitannya, yang merupakan perintah tanpa syarat oleh penarik (penerbit) untuk membayar kepada pihak pemegang atau pembawanya, pembayaran mana yang dilakukan oleh pihak pembayar, yaitu bank dari pihak penerbit atau penarik. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan , cek adalah salah satu cara untuk melakukan penarikan terhadap simpanan dalam bentuk giro yang dapat dilakukan setiap saat. 8 Djoko Prakoso dan Imam Prayogo Suryohadibroto,. Surat Berharga (Alat pembayaran dalam masyarakat modern). (PT Bina Prakasa. Jakarta). 1987. Hal.191 32 Pihak-pihak yang terlibat dalam Cek.yaitu : 1. penerbit (trekker, drawer) adalah orang yang mengeluarkan surat cek. 2. tersangkut (betrokkene, drawee) adalah bankir yang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 3. pemegang (nemer, holder) adalah orang yang diberi hak untuk memperoleh pembayaran yang namanya tercantum dalam surat cek. 4. pembawa (toonder, bearer) adalah orang yang ditunjuk untuk menerima pembayaran tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek. 5. pengganti (order) adalah orang yang menggantikan kedudukan pemegang surat cek dengan jalan endosemen. 2. Syarat-syarat formal penerbitan cek Dalam menerbitkan suatu Cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang .menurut ketentuan Pasal 178 KUHD, setiap surat Cek harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut ini : 1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu sendiri. 2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut). 4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan. 5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan. 33 6. Tanda tangan orang yang menerbitkan. Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 178 KUHD, apabila surat cek tidak memuat salah satu hal yang dipersyaratkan sebagaimana telah disebutkan diatas, maka ia tidak berlaku sebagai surat cek, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Hal tidak adanya penetapan khusus, maka yang tertulis di samping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran, dan apabila di samping nama tertarik tersebut lebih dari satu tempat yang disebut, maka cek itu harus dibayar di tempat drsebut yang pertama. 2. Hal tidak ada penunjukkan, maka cek itu harus dibayar di tempat kantor pusat tertarik (bankir). 3. Tiap-tiap cek yang tidak menerangkan tempat tertariknya, maka ia dianggap ditandatangani di tempat yang tertulis di samping nama penarik. 3. Jenis-jenis Cek Jenis-jenis Cek itu adalah : a. Cek atas nama atau aan order adalah cek yang diterbitkan yang tertulis jelas di dalam cek tersebut, atas nama orang atau badan tertentu, maka bank hanya akan membayar kepada orang yang namanya tertera pada cek. b. Cek atas tunjuk atau pembawa atau aan toonder adalah cek yang tidak tertulis nama seseorang atau badan tertentu di dalam cek tersebut, bank akan membayarkan kepada siapa saja yang dating untuk menguangkan cek kepadanya. 34 c. Cek silang (crossed cheque) adalah cek yang diberi 2 garis miring yang sejajar pada bagian mukanya, tanda silang ini memberi petunjuk kepada bank pembayar bahwa cek tersebut hanya dapat dibayar kepada suatu bank yang disebut diantara kedua garis silang untuk disetorkan dalam rekening, dapat dilakukan kliring sehingga boleh disetor ke bank lain yang mengikuti kliring. Diatur daalm Buku I Bab VII Bagian V Pasal 214 dan 215 KUHD. Ada 2 jenis yaitu : cek silang umum (general crossing) dan cek silang khusus (specialis crossing). d. Cek mundur (postdated cheque) adalah cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal yang seharusnya, e. Cek fiat adalah cek yang difiat oleh bank dengan maksud agar terjamin pembayarannya pada saat penunjukkan, dilakukan bank dengan jalan mendebet rekening giro penarik dan mengkreditir ke dalam rekening khusus yang berfungsi sebagai cadangan atas pembayaran cek yang difiat. Ada 3 syarat pemberian cek fiat yaitu: saldo harus cukup, bank mendapat kuasa untuk menyisihkan secara administratif dana dari nasabah yang bersangkutan guna disediakan untuk pembayaran cek sewaktu-waktu, dan nasabah menyetujui administrasi terbut. Cek fiat sudah tidak berlaku di Indonesia. pembukuan 35 Di dalam Cek terdapat bentuk Cek khusus sebagaimana halnya dalam surat wesel. Bentuk-bentuk Cek khusus itu adalah : a Cek atas pengganti penerbit (pasal 183 ayat 1 KUHD), yaitu surat cek dapt diterbitkan atas pengganti penerbit (aan de order van de trekker). Kekhususan dalam bentuk ini terletak pada nama pemegang pertama (penerima) tidak disebutkan sehingga penerbit sama dengan pemegang pertama (penerima). Bentuk ini lebih aman karena pemegang baru berhak apabila ia memperolehnya dengan endosemen. b Cek atas penerbit sendiri (pasal 183 ayat 3 KUHD), yaitu surat cek dapat diterbitkan atas penerbit sendiri (op de trekker zelf). Kekhususan dalam bentuk ini penerbit sama dengan tersangkut sehingga perintah membayar itu dari bankir ke bankir. c Cek untuk perhitungan orang ketiga (pasal 183 ayat 2 KUHD, yaitu surat cek dapat diterbitkan atas perhitungan orang ketiga. Kekhususan dalam bentuk ini adanya hubungan hukum antar penerbit dan pihak ketiga, pihak ketiga dan bankir, antara penerbit dan bankir. d Cek inkaso (pasal 183a ayat 1 KUHD). Kekhususan dalam bentuk cek ini terletak dalam cek penerbit memuat kata-kata ”harga untuk dipungut atau inkaso atau pemberian kuasa” sehingga penerima boleh melaksanakan segala hak yang timbul dari cek tersebut tetapi tidak bisa mengendosemenkan kepada orang lain kecuali pemberian kuasa. 36 e Cek domisili (pasal 185 KUHD). Kekhususan dalam bentuk cek ini terletak cek dapat dinyatakan dibayar ditempat orang ketiga baik di tempat tersangkut berdomisili atau di tempat lain. 4. Pembayaran dan tenggang waktu penawaran. Suatu cek yang dikeluarkan harus ditunjukkan untuk pembayarannya dalam tenggang waktu 70 hari terhitung sejak tanggal pengeluarannya (penarikannya) sesuai dengan ketentuan Pasal 206 KUHD. Tenggang waktu penawaran tersebut akan memberikan kepastian hukum tentang penggunaan cek kepada pihak-pihak yang berkaitan. Menurut keentuan Pasal 206 KUHD, suatu cek yang diterbitkan atau harus dibayar di Indonesia, harus diperlihatkan untuk pembayarannya daalm tenggang waktu 70 hari. Tenggang waktu ini berjalan mulai hari tanggal penerbitannya. Apabila dihubungkan dengan penerbitan surat cek bertanggal mundur maksudnya ialah untuk memperpanjang waktu beredarnya sehingga melebihi jangka waktu 70 hari itu, mungkin disebabkan saat cek diserahkan dananya belum cukup tersedia, sehingga untuk menyakinkan penerimanya maka cek dibuat bertanggal mundur. Menurut ketentuan Pasal 211 KUHD, pembayaran surat cek itu tersangkut (bankir) dapat menuntut supaya surat ceknya diserahkan kepadanya, disertai dengan tanda lunas yang sah dari pemegangnya, kecuali surat cek hilang. Surat cek hilang pemegang masih dapat memperoleh pembayaran dengan memberikan jaminan untuk waktu selama 30 tahun (Pasal 227a KUHD), maka pemegang dilarang menolak 37 pembayaran sebagian, jika terjadi pembayaran sebagian tersangkut (bankir) boleh menuntut supaya pembayaran itu dicatat dalam surat cek dan kepadanya diberiakn tanda pelunasannya, surat cek tetap dikuasai pemegang sebagai alat bukti untuk menuntut pembayaran yang sebagiannya. D. Tinjauan tentang Bilyet Giro. 1. Pengertian Bilyet Giro dan Pengaturan. Istilah Bilyet Giro berasal dari bahasa Belanda, bilyet artinya surat, dan giro artinya simpanan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau dengan pemindahbukuan. Pengambilan dengan pemindahbukuan itu menggunakan Bilyet Giro. Menurut H. M. N. Purwosutjipto, bilyet giro adalah surat perintah tak bersyarat dari nasabah yang telah dibakukan bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening giro yang bersangkutan kepada pihak penerima yang sebutkan namanya, kepada bank yang sama, atau bank lainnya. Munir Fuady merumuskan definisi bilyet giro sebagai suatu perintah tanpa syarat dari penerbitnya untuk memindahbukukan sejumlah uang yang ada pada bank dimana penerbit memiliki rekening giro dan dana dalam jumlah yang cukup, dana tersebut dipindahbukukan atau ditransfer ke rekening (baik kepada bank yang sama atau bank yang lain) milik pihak yang namanya tersebut dalam bilyet giro tersebut. 38 Surat Edaran Bank Indonesia NO.4/670/HPPB /PbB tanggal 24 Januari 1972 tentang Bilyet Giro, ditentukan bahwa yang dimaksud dengan bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah yang telah distandardisir bentuknya kepada penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau bank lainnya. Pengertian bilyet giro menurut ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia NO.4/670/HPPB /PbB tanggal 24 Januari 1972 tentang Bilyet Giro telah mengalami perubahan seiring dengan diterbitkannya Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG. Mengingat masih adanya kelemahan pada ketentuan Bilyet Giro yang termuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972, maka dikeluarkan 2 (dua) ketentuan mengenai Bilyet Giro yaitu: 1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tentang Bilyet Giro, tanggal 1 Juli 1995. 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG, tanggal 4 Juli 1995. Bilyet Giro merupakan warkat pembayaran atau alat pembayaran giral. Bilyet Giro adalah surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD, karena kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran secara giral maka cara penggunaan Bilyet Giro diatur oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pengaturan Bilyet Giro Tahun 1995 diatur dalam ketentuan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG. 39 Menurut ketentuan Pasal 1 huruf (d) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995, pengertian mengenai Bilyet Giro sebagai berikut “Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekenng pemegang yang disebutkan namanya.” Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bilyet giro adalah salah satu cara untuk melakukan pemindahbukuan terhadap simpanan dalam bentuk giro yang dapat dilakukan oleh setiap nasabah yang bersangkutan. Berbagai pengertian bilyet giro diatas mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Surat perintah. 2. Dari nasabah penyimpan kepada bank. 3. Pemindahbukuan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan. 4. Sejumlah uang tersebut ditujukan kepada penerima yang disebutkan namanya. 2. Syarat-syarat formal penerbitan Bilyet Giro. Bilyet giro merupakan surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD, tetapi timbul dalam praktek karena kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran di dalam dunia perbankan. Berkaitan bahwa bilyet giro merupakan salah satu sarana dalam lalu lintas utamanya sebagai instrumen pembayaran. Di Indonesia ketentuan mengenai bilyet giro dalam Surat Edaran Bank Indonesia NO.4/670/HPPB /PbB tanggal 24 Januari 40 1972 tentang Bilyet Giro yang telah diganti dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995. Syarat-syarat penerbitan Bilyet Giro harus memenuhi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu : 1. Nama dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan. 2. Nama tertarik. 3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik. 4. Nama dan nomor rekening pemegang. 5. Nama bank pemerima. 6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. 7. Tempat dan tanggal penarikan. 8. Tanda tangan, nama jelas, dan atau dilengkapi dengan cap / stempel sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening. Berdasarkan uraian tersebut Bilyet Giro merupakan alat pembayaran sehingga termasuk juga sebagai surat berharga. Sebagai surat perintah pemindahbukuan, Bilyet Giro tidak dapat dilakukan pembayarannya dengan uang tunai. Dalam hal ini ada persamaan dengan cek perhitungan yang juga tidak dapat dibayar dengan uang tunai karena cek perhitungan adalah pembayaran dengan pemindahbukuan. 41 Penerbitan suatu bilyet giro atas nama seorang penerima berarti melakukan suatu pembayaran dari transaksi perdagangan yang sebelumnya telah ada diantara penerbit dan penerima. Penerbitan bilyet giro karena suatu sebab adanya transaksi antara kedua belah pihak yang bersangkutan itu telah disepakati bersama antara para pihak bahwa pembayaran atas transaksi akan dilakukan dengan bilyet giro. Bilyet giro merupakan alat perintah pemindahbukuan yang tidak dapat dilakukan pembayarannya dengan uang tunai. Bilyet giro sebagai alat pembayaran mempunyai dua macam tanggal, yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif. Sebelum tanggal efektifnya berlaku, bilyet giro dapat diedarkan tetapi hanya sebagai alat pembayaran kredit. Bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen, karena didalamnya tidak mengatur cara pemindahannya. 3. Pembayaran dan tenggang waktu penawaran. Lalu lintas pembayaran menggunakan bilyet giro, dimana pihak penerbit adalah nasabah bank yang mempunyai rekening giro, sedangkan pihak tersangkut adalah bank dimana penerbit mempunyai rekening giro. Pihak pemegang atau penerbit adalah bank juga, baik bank yang sama maupun bank bank lain, karena sam-sam nasabah bank maka pembayaran menggunakan bilyet giro dapat dilakukan. Perintah bilyet giro tidak berlaku terus-menerus sehingga menyulitkan pemprosesannya, maka perlu ditetapkan tanggang waktu penawaran untuk bilyet giro. Menurut ketentuan Pasal 6 ayat 1 Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 42 28/32/KEP/DIR tahun 1995 tenggang waktu penawaran bilyet giro ditetapkan 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal penarikan. Setiap saat bilyet giro ditawarkan kepada bank tertarik dalam tenggang waktu tersebut, maka bank akan memindahbukukan dana ke rekening pemegangnya, kecuali jika dana itu tidak cukup atau tidak ada (kosong). Masa penawaran Bilyet Giro diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu tenggang waktu yang diberikan adalah 70 hai terhitung sejak tanggal penarikan, apabila sebelum tanggal efektif atau tanggal penarikan harus ditolak oleh bank yang bersangkutan Tenggang waktu penawaran selama 70 hari mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu: a. Untuk membatasi penetapan tanggal efektif. b. Untuk batas waktu tidak diperkenankannya penarik membatalkan Bilyet Giro yang bersangkutan. Bilyet giro ditawarkan setelah berkahirnya tenggang waktu penawaran dapat dipindahbukukan, menurut ketentuan Pasal 6 ayar 3 Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 bahawa bilyet giro yang diterima oleh bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik. Syarat mengenai tanggal efektif berkaitan dengan kadaluwarsanya (batas waktunya) serta batas waktu penyediaan dana bagi penarik, namun demikian hal 43 tersebut tidak jelas diatur dan merupakan kelemahan dari peraturan mengenai bilyet giro. Suatu transaksi perdagangan yang pembayarannya menggunakan bilyet giro sebagai alat pembayaran, maka kemudahan-kemudahan yang akan diperoleh nasabah sebagai berikut : 1. Bebas bea materai. Tenggang waktu penawaran adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal penerbitannya. Bilyet giro merupakn alat pemindahbukuan yang tidak dapat dibayar secara tunai, maka dibebaskan dari beban bea materai. Pembebasan bea materai tercantum dalam klausul tertulis pada bilyet giro (bebas bea materai). 2. Lebih aman penggunaannya. Bilyet giro yang telah diisi lengkap dengan nama dan bank penerima dana sehingga tidak dapat digunakan oleh orang lain apabila hilang, dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemeiliknya. 3. Kewajiban penyedia dana. Bilyet giro penyedia dana oleh penerbit baru timbul pada saat tanggal efektifnya tiba. Oleh karena itu, masih ada kesempatan bagi penerbit untuk mencari dana, dan bilyet giro dapat diedarkan sebagai alat pembayaran atau pemindahbukuan. 44 4. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuannya. Bilyet giro yang telah diisi lengkap oleh penerbit tidak dapat diedarkan kembali dan penerbit dapat mengetahui segera bahwa dananya sudah dipindahbukukan ke dalam rekening uang yang menjadi tujuannya 5. Dapat dibatalkan. Selama amanat dalam bilyet giro belum dilaksanakan oleh bank yang bersangkutan, maka bilyet giro tersebut dapat dibatalkan oleh penerbitnya. Faktor ini merupakan penolong yang sangat tepat bagi penerbit yang berhubungan dengan pihak yang tidak jujur, beritikad buruk, maupun wanprestasi. 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif adalah pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, selain itu konsepsi ini melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom terlepas dari kehidupan masyarakat. 9 B. Spesifikasi penelitian Metode penelitian merupakan faktor yang penting bagi penelitian itu sendiri, disamping untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian juga akan mempermudah guna kelancaran suatu penelitian. Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan bentuk penelitian hukum. Menurut Soeryono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum ialah : “Suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan penalaran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisa dan juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk 9 Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Ghalia Indonesia, Jakarta),1988, halaman 13-14. 46 kemudian mengadakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul didalam suatu gejala yang bersangkutan.” Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian deskriptif, adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum. 10 Jenis penelitian ini diambil untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai sejauh mana Cek dan Bilyet Giro berperan dalam lalu lintas pembayaran dan masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan penggunaan Cek dan Bilyet Giro. C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman dan PT. Bank Rakyat Indonesisa (Persero) Tbk.Cabang Purwokerto. 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI Press, Jakarta), 1981, hal 10 47 D. Sumber Data 1. Data Sekunder. Data sekunder merupakan data pokok atau utama yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, keputusan-keputusan, maupun surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan objek penelitian. 2. Data Primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yang berupa keterangan-keterangan hasil interview atau wawancara dengan salah satu pihak terkait (staf Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Purwokerto bagian dana dan jasa) dengan masalah yang diteliti untuk melengkapi data sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data 1. Data sekunder Data yang diperoleh dari studi pustaka yaitu mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan dokumen yang terkait dengan permasalahan yang diteliti 2. Data Primer Data yang diperoleh dari interview atau wawancara dengan salah satu pihak yang terkait (staf Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Purwokerto 48 bagian dana dan jasa) dengan masalah yang diteliti .untuk melengkapi data sekunder. 4. Metode Penyajian Data. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara siatematis, logis, rasional, dalam arti data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. 5. Metode Analisis Data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Pendapat Soejono S. berkaitan dengan analisis data kualitatif adalah: Analisis yang bertujuan untuk mengungkapkan apa yang menjadi latar belakang kebenaran. Dengan demikian jumlah (kuantitas) data sekunder tidak diutamakan melainkan kualitas data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Dalam metode ini akan adanya penjabaran dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang didasarkan pada kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan pokok permasalahan dan doktrin hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Bank BRI Cabang Purwokerto diperoleh data sebagai berikut : 1. Data Sekunder. 1.1. Kondisi umum Bank BRI Cabang Purwokerto . Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmaja dengan nama Hulp-en Spaarbank de Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmaja pada periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1946. Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai bank pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti sementara waktu dan baru muylai aktif kembali setelah Perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui Perpu No.41 Tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) dan Nederlansche 50 Maatschappij (NHM), kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (PENPRES) No.9 Tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Ketentuan baru ini, Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang rular, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang ekspor-impor. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Thun 1967 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan Bank Negara Indonesia unit II bidang rular dan ekpor-impor dipisahkan masing-masing menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia , selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum. Kegiatan Bank Rakyat Indonesia menekankan pada lima orintasi dan area bisnis yang berdasarkan segmen pasar yang menjadi usahanya ke lima segmen pasar tersebut dinamakan urusan bisnis yaitu : urusan bisnis unit desa, urusan bisnis kecil, urusan bisnis komersial, urusan bisnis pertanian, urusan bisnis korporasi dan internasional. selain kelima area atau segmen diatas BRI juga memiliki urusan bisnis 51 dana dan jasa yang khusus diarahkan dalam rangka pengerahan dana maupun jasajasa lainnya. Sejak tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Thaun 1992 tentang Perbankan yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 status BRI menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikan masih 100% ditangan pemerintah. 1.1.1. Yisi dan Misi BRI. a. Visi BRI adalah menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepentingan nasabah. b. Misi BRI adalah 1) melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usah mikro, kecil dan meemngah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. 2) memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praketk good corporate governance. 3) memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihka yang berkepentingan. 1.1.2. Produk dan Jasa yang diberikan. Untuk memnuhi kebutuhan para nasabah Bank Rakyat Indonesia menawarkan berbagai jenis produk perbankan dan pelayanan yang memudahkan para nasabah 52 untuk menggunakannya. Berbagai jenis transaksi baik yang berhubungan dengan perbankan maupun transaksi lainnya diuraikan sebagai berikut : a. Produk Simpanan Deposito. Deposito merupakan simpanan nasabah yang penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai perjanjian antara penyimpan dengan BRI, yang meliputi : 1) DEPOBRI Rupiah. 2) DEPOBRI Valas. 3) Deposito On Call (DOC). 4) Sertifikat BRI. b. Produk Simpanan Giro. Giro merupakan simpanan nasabah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek/dengan cara pemindahbukuan dengan Bilyet Giro atau sarana perintah pembayaran lainnya. 1) Giro BRI Rupiah. 2) Giro BRI Valas. c. Produk Simpanan Tabungan. Tabungan adalah simpanan nasabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati. Jenis-jenis tabungan yang ditawarkan BRI sangat beranekaragam. Hal ini dimaksudkan agar nasabah dapt memilih jenis tabungan yang diinginkan, antara lain : 53 1) BRITAMA. 2) SIMASKOT. 3) SIMPEDES. 4) Tabungan Haji. d. Produk Kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jenis-jenis kredit yang ditawarkan BRI antara lain : 1) Kredit-Kopedes. 2) Retail-Kredit Anggunan Kas. 3) Retail-Kredit Express. 4) Retail-Kredit Investasi. 5) Retail-Kredit Modal Kerja. 6) Retail-Kredit Modal Kerja Impor. 7) Retail-Kredit Modal Kerja Ekspor. 8) Kredit Modal Kerja Konstruktif. 9) Kretap ( Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap). e. Syariah. Produk tabungan unit usaha syariah BRI meliputi : 54 1) Giro Wadiah. 2) Tabungan Mudharabah. 3) Deposito Mudharabah. 4) Pembiayaan Syariah. f. Pelayanan lain yang diberikan. BRI juga memberikan pelayanan yang dapat memudahkan nasabah untuk berbagai transaksi, antara lain : 1) jasa bisnis berupa bank garansi, kliring, ATM, layanan ekspor-impor, dan SKBN. 2) jasa keuangan berupa bill payment,inkaso, penerimaan setoran, transaksi online, transfer. 3) jasa lainnya berupa pelayanan pajak, pembayaran telepon, pembayaran PLN. zakat infaq, western union. denda tilang 1.2. Data nasabah pengguna Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto. Data nasabah pengguna jasa Cek maupun Bilyet Giro berjumlah 750 nasabah. Pengguna jasa perbankan ini setiap bulan bertambah 3 nasabah yang membuka rekening giro, sehingga penggunaan Cek maupun Bilyet Giro cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terutama dari kalangan pedagang yang menggunakannya sebagai alat pembayaran dalam transaksi perdagangan yang jumlahnya sangat besar. 1.1.1.3. Pembukaan rekening giro di Bank BRI Cabang Purwokerto. 55 1.3.1 Menyerahkan kartu identitas untuk pencatatan : a. Giro Badan Usaha (PT, CV, PB, UD, dll) a) Akte pendirian b) Surat ijin usaha/ HO c) Foto copy KTP/ Identitas diri pengurus d) NPWP e) Dokumen identitas pengurus f) Surat Kuasa asli b. Giro perseorangan a) Foto copy kartu indentitas (KTP/SIM/PASPOR/KITAS/KITAP) b) NPWP 1.3.2 Tidak masuk daftar hitam Bank Indonesia. 1.3.3. Referensi dari nasabah atau pihak bank.. 1.3.4 Mengisi dan menandatangani blangko specimen (contoh tanda tangan) dihadapan Pegawai Bank BRI Cab. Purwokerto. 1.4. Pengisian Formulir Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto. 1.4.1 Tanggal dan tempat penarikan Tanggal yang akan diisi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (1) Tanggal penarikan atau penerbitan (2) Tanggal efektif berlakunya Cek atau Bilyet Giro (jatuh tempo) 56 1.4.2. Nama orang atau Badan Usaha (apabila berbentuk perusahaan) dan nama Bank yang akan menerima pemindahbukuan tersebut. Apabila nama pihak yang akan menerima pemindahbukuan tersebut tidak disebutkan namanya dalam Cek atau Bilyet Giro tersebut, maka Bank akan menolak amanat dalam Cek atau Bilyet Giro itu. Sedangkan apabila nama Bank penerima juga tidak dicantumkan, maka diasumsikan bahwa dana tersebut dapat dipindahbukukan ke Bank mana saja atas nama pemegang rekening. 1.4.3. Jumlah dana yang akan dipindahbukukan. 1.4.4. Tanda tangan penarik yang sah. 1.5. Prosedur penerbitan Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto. 1.5.1 Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar formulir permintaan Cek maupun Bilyet Giro baru. Kemudian menandatangani serta membubuhi stempel perusahaan. 1.5.2 Menyerahkan kepada Bank dimana ia menjadi nasabah. 1.5.3. Membayar dengan uang tunai atau menyatakan kesediaannya, bahwa rekening Gironya dapat dibebani dengan jumlah harga formulir Cek atau Bilyet Giro baru yang akan diterima. 1.5.4. Mengisi alamat dan tanda tangan pada tanda terima sebagai bukti bahwa ia telah memperoleh formulir Cek atau Bilyet Giro baru yang dimaksud. 1.5.5. Menyerahkan kembali tanda tangan. 1.6. Pemindahbukuan Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto. 57 Pemindahbukuan Cek dan Bilyet Giro dari rekening pemegang dan penarik dapat dilakukan pada bank yang sama yaitu Bank BRI, juga dapat dilakukan dengan bank yang berbeda menggunakan kliring antar bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia 1.7. Ketentuan dalam Pasal 178 KUHD. Surat cek adalah surat yang memuat kata cek, diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu. 1.8. Penerbitkan suatu Cek harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang .menurut ketentuan Pasal 178 KUHD, setiap surat Cek harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut ini : 1.8.1. Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu sendiri. 1.8.2 Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 1.8.3. Nama orang yang harus membayar (tersangkut). 1.8.4. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan. 1.8.5. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan. 1.8.6 Tanda tangan orang yang menerbitkan. 1.9. Ketentuan Pasal 1 huruf (d) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 : 58 Pengertian mengenai Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekenng pemegang yang disebutkan namanya. 1.10.Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu : Syarat-syarat penerbitan Bilyet Giro : 1.10.1. Nama dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan. 1.10.2. Nama tertarik. 1.10.3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik. 1.10.4. Nama dan nomor rekening pemegang. 1.10.5. Nama bank pemerima. 1.10.6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. 1.10.7. Tempat dan tanggal penarikan. 1.10.8. Tanda tangan, nama jelas, dan atau dilengkapi dengan cap / stempel sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening. 1.11. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai Pasal 3 disebutkan bahwa Cek dan Bilyet Giro dikenakan bea Meterai dengan tarif sebesat Rp. 3000,00 (tiga ribu rupiah). 59 1.12. Ketentuan Pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 tentang tenggang waktu penawaran Bilyet Giro yaitu : (1). Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal penarikan. (2). Bilyet Giro yang ditawarkan kepada bank sebelum tanggak efektif atau sebelum tanggal penarikan harus ditolak oleh bank, tanpa memperhatikan tersedia atau tidak tersedianya dana dalam rekening penarik. (3). Bilyet Giro yang diterima oleh bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik. 1.13. Ketentuan Uudang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal 16 : Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penjelasan Pasal 16 : Yang dimaksud dengan kliring antar bank adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama bank waktu tertentu. Warkat atau data keuangan elektronik dimaksud merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku yang lazim digunakan dalam transaksi pembayaran. 60 Adapun sistem kliring antar bank meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara. Pengaturan kliring lintas negara mencakup antara lain : a) Penetapan persyaratan bagi Bank Indonesia atau bank dalam keanggotaan sistem kliring yang bersifat regional atau internasional. b) Pengaturan mengenai kesepakatan antara Bank Indonesia atau lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan bank sentral dan/atau lembaga penyelenggara sistem pembayaran negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kliring dan penyelesaian terakhir transaksi antar bank. Pasal 17 : (1). Penyelenggaraan sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia (2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Bank Indonesia. Penjelasan Pasal 17 ayat (2) : Pokok-pokok ketentuan yang akan ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia memuat antara lain : a) jenis penyelenggaraan kliring yang dapat dilaksanakan oleh pihak lain, b) persyaratan dan bentuk menyelenggarakan kliring, hukum pihak lan yang dapat 61 c) tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak lain yang akan menyelenggarakan kliring. 1.14. Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/8 UPPB tanggal 9 Agustus 1979 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong yang diperbaruhi dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/146/UPG tanggal 14 Februari 1994 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/146/UPG tanggal 14 Februari 1994 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong yang dimaksud : Cek kosong adalah cek yang diajukan kepada bank namun dana nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang bersangkutan. Bilyet Giro kosong adalsh Bilyet Giro yang ditawarkan kepada bank, namun dana dalam rekening penarik pada bank yang bersangkutan tidak cukup untuk memenuhi perintah pemindahbukuan ke dalam rekening Pemegang Bilyet Giro. 2 Data Primer. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rivana, Staf Bank BRI Cabang Purwokerto.bagian dana dan jasa, tanggal 19 Januari 2012 sebagai berikut : 2.1 Cek dan Bilyet Giro merupakan alat pembayaran giral, yang digunakan oleh masyarakat khususnya kalangan pedagang besar yang menggunakan transaksi dalam jumlah yang besar, penggunaan Cek dan Bilyet Giro mengalami peningkatan setiap tahunnya. 2.2 Penggunaan Cek maupun Bilyet Giro mengalami peningkatan disebabkan karena lebih prakris, aman dan dapat dipindahtangankan oleh pemegangnya. 62 2.3 Faktor-faktor pendorong nasabah BRI Cabang Purwokero menggunakan Cek dan Bilyet Giro, antara lain disebabkan karena lebih aman, kewajiban penyedia dana, samapai pada tujuannya, anjuran dari Bank Indonesia, dan lain-lain. 2.4 Mekanisme penerbitan Cek dan Bilyet Giro penarik maupun penarik harus mempunyai rekening giro terlebih dahulu sebelum menerbitkan Cek dan Bilyet Giro. Persyaratan pembukaan rekening giro di Bank BRI Cabang Purwokerto, antara lain : mengisi aplikasi pembukaan rekening giro, tidak termasuk dalm daftar hitam Bank Indonesia, mengisi setoran awal untuk nasabah perorangan sebesar Rp. 500.000,00. dan badan usaha sebesar Rp. 1.000.000,00 dan perusahaan sebesar Rp. 2.000.000,00. 2.5 Pemindahbukuan Cek dan Bilyet Giro dapat dilakukan oleh bank yang sama yaitu Bank BRI ke Bank BRI maupun dari Bank BRI ke Bank yang lain melalui kliring yang diadakan oleh Bank Indonesia. 2.6 Persoalan yang muncul dalam praktek di Bank BRI Cabang Purwokerto antara lain : pengisian yang tidak lengkap, adanya Cek dan Bilyet Giro kosong, penolakan pembayaran oleh bank, dan lain-lain. B. PEMBAHASAN. Perbankan merupakan prasarana di bidang pembangunan ekonomi. Setiap pembayaran yang dilakukan melalui Bank yang usaha pokok adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk 63 kredit, juga memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan danadana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Penggunaan sistem uang giral khususnya Cek dan Bilyet Giro di Indonesia sangat diperlukan sekali, berhubung Indonesia sekarang ini sedang dalam taraf pembangunan dan pemulihan di bidang ekonomi yang mengalami kelemahan yang diakibatkan karena krisis moneter yang menimpa Indonesia, sehingga untuk menambah gairah perdagangan dalam masyarakat maka perlu diadakan pembimbingan ke arah penggunaan uang giral, karena penggunaan uang giral itu merupakan suatu alat untuk mempermudah sistem pembayaran dalam dunia perdagangan, sehingga dengan berkembangnya perekonomian negara, maka harus dibarengi dengan perkembangan sistem pembayaran menggunakan uang giral. Bank menciptakan beberapa jenis sarana dalam bentuk surat berharga yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Jenis-jenis sarana tersebut terdiri atas Cek, Wesel, Promes, Bilyet Giro dan Surat-Surat lainnya yang dikenal sebagai surat Warkat Bank. Warkat-warkat Bank itu yang berfungsi sebagai uang sedangkan uang yang berfungsi sebagai alat tukar atau alat pembayaran yang sah, seperti uang logam dan uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Uang yang beredar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, peningkatan tersebut disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kenaikan 64 kegiatan usaha disektor perusahaan dan perdagangan, dan peranan uang giral pun semakin bertambah dari tahun ke tahun dibandingkan dengan penggunaan uang kartal. Bertambahnya uang giral ini merupakan akibat dari peningkatan penggunaan jasa-jasa Bank oleh masyarakat maupun dalam kegiatan usaha, dan pemerintah berusaha dalam melaksanakan kebijaksanaan di bidang perbankan. Untuk meningkatkan lalu lintas pembayaran secara giral, pemerintah mengambil tindakantindakan dalam rangka pembinaan perbankan, guna mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, agar penyelenggaran lalu lintas pembayaran secara giral dapat terselenggara dengan baik. Berdasarkan atas tuntutan masyarakat akan keamanan dan efisiensi dalam lalu lintas pembayaran, dan berhubung dengan salah satu tujuan dari bank yaitu mengatur siklus uang kartal yang beredar dalam masyarakat dan sebagai penarik dari masyarakat guna pembangunan serta berhubungan dengan fungsi suatu bank yang menjaga kestabilan ekonomi moneter dan keuangan, maka Cek dan Bilyet Giro sebagai wujud dari salah satu surat berharga merupakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Pengertian surat berharga menurut Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso sebagai berikut :11 Surat Berharga adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang merupakan pembayaran sejumlah harga uang. Namun pembayaran tersebut tidak dilaksanakan dengan menggunakan mata uang melainkan dengan menggunakan alat pembayaran yang lain, yang mana adalah berupa surat yang didalamnya terdapat suatu pesan ataupun perintah kepada pihak 11 Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Op.Cit. hal. 30 65 ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Cek maupun Bilyet Giro merupakan surat berharga yang paling umum digunakan di dunia perdagangan. Menurut ketentuan undang-undang Cek adalah surat berharga yang mempunyai sifat sebagai alat pembayaran, sehingga masyarakat khususnya para pedagang umumnya atau yang terlibat di dalam dunia usaha dapat merasakan manfaatnya dan sebagai uang tunai, dan bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya. Cek merupakan surat berharga yang diatur di dalam Pasal 178 KUHD, sedangkan Bilyet Giro merupakan surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD. Penggunaan Cek dan Bilyet Giro dalam dunia perdagangan dan perusahaan serta penggunaannya oleh masyarakat umum dirasakan sangat memberikan banyak kemudahan. Hal ini dimungkinkan sebagai dampak dari perkembangan teknologi, ekonomi, dan sosial, untuk memenuhi perkembangan alat pembayaran menggunakan Cek dan Bilyet Giro maka dibuat peraturan-peraturan yang berkaitan mengenai surat berharga khususnya yang belum diatur dalam KUHD. Berdasarkan data sekunder 1.2. tentang jumlah nasabah Bank BRI Cabang Purwokerto yang menggunakan warkat Cek dan Bilyet Giro mengalami peningkatan karena nasabah khususnya nasabah pedagang besar dengan menggunakan warkat ini lebih aman, praktis dan dapat dipindahtangankan dalam melakukan transaksi untuk pembayaran dalam jumlah besar. 66 Penggunaan Cek dan Bilyet Giro lebih aman, artinya tidak setiap orang dapat menggunakan Cek maupun Bilyet Giro karena memerlukan syarat-syarat tertentu, dapat terhindar dari pencurian, perampokan maupun penipuan apabila mambawa uang dalam jumlah yang besar. Praktis, artinya setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang besar sebagai alat pembayaran melainkan cukup mengantongi surat Cek maupun Bilyet Giro. Mudah dipindahtangankan, artinya Cek tidak dapat dipindahtangankan oleh pemegang utama kepada pemegang berikutnya dengan cara menyerahkan surat kuasa atau surat penunjukan dengan klausul atas tunjuk (aan toonder) atau klausul atas poengganti (aan order), sedangkan Bilyet Giro dapat dipindahtangankan secara endosemen atau pun penyerahan dari tangan ke tangan, kecuali penyerahan dari penerbit kepada pemegang pertama atau penerima. Bank Indonesia merupakan bank sentral mengeluarkan ketentuan mengenai Bilyet Giro, karena Bilyet Giro merupakan surat berharga yang belum diatur dalam KUHD. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mengenai tata cara dan petunjuk tentang penggunaan Bilyet Giro, yang dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia (S.E.B.I) No. 4/670/UPPB/PbB pada tanggal 24 Januari 1972 yang ditunjukan kepada Bank Umum. Surat ini mencabut peraturan dalam S.E.B.I, tentang penolakan pembayaran atas Cek, Bilyet Giro yang diajukan Bank karena tidak adanya dana. Namun mengingat masih ada kelemahan di dalam SEBI tersebut, maka dikeluarkan 2 (dua) ketentuan mengenai Bilyet Giro yaitu : 1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tentang Bilyet 67 Giro tanggal 1 Juli 1995. 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995. Cek kosong adalah cek yang diajukan kepada bank namun dana nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar surat cek yang bersangkutan (Surat Edaran Bank Indonesia, 16 Mei 1975 No SE 8/7 UPPB). Pertimbangan-pertimbangan pemerintah untuk menetapkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 1964 dalam pelarangan penerbitan cek kosong yang berkaitan dengan perlindungan pemegang cek (kreditur) terhadap penerbitan cek kosong meliputi : 1. sering terjadi tidak tersedia dana pada bank atas nama cek diterbitkan. 2. perbuatan penarikan cek kosong dapat berkenbang menjadi manipulasi sehingga mengacaukan dan menggagalkan usaha-usaha pemerintah dalam peningkatan bidang perekonomian serta perbaikan-perbaikan stabilitas moneter. 3. penerbitan cek kosong akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lalu lintas pembayaran menggunakan cek dan perbankan pada umumnya. Undang-Undang Nomor 17 tahun 1964 ini tidak mencapai harapan karena penerbitan cek kosong semakin bertambah, hukuman ancaman tidak membuat jera para pelakunya, dan pihak yang dirugikan tetap merugi. Tahun 1971 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1971 yang 68 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1971, Undang-Undang Nomor 17 tahun 1964 dicabut. Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran kepada bank umum dan bank pembangunan di Indonesia tanggal 16 Mei 1975 No.SE 8/7 UPPB yaitu memberikan petunjuk tentang tata cara pembukuan rekening giro, penolakan cek atau bilyet giro kosong oleh bank, sanksi administratif, penutupan rekening, perhitungan frekuensi pelanggaran penarikan cek kosong, masa sanksi administratif, syarat-syarat rehabilitasi dan ketentuan-ketentuan lain. Sanksi-sanksi, dan perhitungan antara kantor dan antar bank. Pada tanggal 25 Juli tahun 2006, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No. 8/17/DASP yang menggantikan S.E.B.I No. 02/10/DASP tangal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/ Bilyet Giro kosong. Pada tanggal 20 April tahun 2000 dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. Dimana dalam pasal 3 disebutkan bahwa Cek dan Bilyet Giro dikenakan bea Meterai dengan tarif sebesat Rp. 3000,00 (tiga ribu rupiah). Kenyataan dan praktek perbankan tentang tata cara, penggunaan, syarat dan larangan yang mengatur mengenai Bilyet Giro mengacu pada apa yang menjadi peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia atau S.E.B.I, hal ini dikarenakan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bilyet Giro sebagai surat berharga. 69 Manfaat dan efektif pengguna Cek dan Bilyet Giro di kalangan masyarakat khususnya masyarakat pedagang dibagi dalam 2 segi yaitu : 1. Segi Ekonomi : a Penundaan pembayaran yang berkaitan dengan beban bunga. b Sebagai barang atau jaminan akan tersedianya dan pada waktu yang telah ditentukan. c Sebagai alat kelancaran lalu lintas perdagangan. 2. Segi Praktis : a Mudah dan praktis dalam membawa dan menyimpannya. b Menghemat waktu dan tidak memerlukan perhitungan lama. c Dapat dipindahtangankan dengan orang lain dengan cara peralihan. d Lebih aman dari resiko kehilangan.. e. Dapat langsung diuangkan sesuai dengan klausul perjanjian Berdasarkan data primer 2.3 mengenai faktor-faktor pendorong penggunaan Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto,: 1. Lebih aman. Apabila terjadi kehilangan, pencurian atau pun lepas dari kekuasaan pemiliknya, Cek dan Bilyet Giro yang telah diisi lengkap nama dan Bank penerima dana, maka Cek dan Bilyet Giro itu tidak dapat digunakan oleh orang lain. Cek dan Bilyet Giro juga tidak dapat dibayar dengan uang tunai, Cek dapat dipindahtangankan oleh pemegang utama kepada pemegang berikutnya dengan 70 cara menyerahkan surat kuasa atau surat penunjukan dengan klausul atas tunjuk (aan toonder) atau klausul atas poengganti (aan order), sedangkan Bilyet Giro tidak dapat dipidah tangankan secara endosemen atau pun penyerahan dari tangan ke tangan, kecuali penyerahan dari penerbit kepada pemegang pertama atau penerima. Dengan demikian penggunaan Cek dan Bilyet Giro adalah lebih aman. 2. Kewajiban penyediaan dana. Cek dan Bilyet Giro penyediaan dana oleh penerbit baru timbul pada saat tanggal efektif tiba (jatuh tempo). Sebelumnya itu masih ada kesempatan bagi penerbit untuk berusaha mencari dana. Pengajuan Cek dan Bilyet Giro sebelum tanggal efektif tiba (jatuh tempo) maka akan ditolak oleh Bank tanpa memperhatikan apakah dananya cukup atau tidak. 3. Sampai pada tujuannya. Cek dan Bilyet Giro yang telah diisi lengkap oleh penerbit, maka tidak dapat beredar lagi dan penerbit dapat mengetahui segera bahwa dananya sudah dipindahbukukan ke dalam rekening orang yang ditujunya atau penerima. 4. Dapat dibatalkan. Selama amanat dalam Bilyet Giro belum dilaksanakan oleh Bank yang bersangkutan, maka Bilyet Giro tersebut dapat dibatalkan oleh penerbitnya. Faktor ini merupakan penolong yang sangat tepat bagi penerbit yang kebetulan berhubungan dengan pihak yang tidak jujur, beritikat buruk atau wanprestasi. 5. Anjuran Bank Indonesia 71 Karena pengaruh peredaran uang kartal, Bank Indonesia menganjurkan kepada para nasabah Bank atau pemilik rekening Giro agar supaya selain menggunakan surat Cek, juga menggunakan Bilyet Giro yaitu alat pembayaran dengan cara pemindahbukuan. Hal ini ada pengaruhnya terhadap peredaran uang kartal. 6. Kepastian Hukum. Bilyet Giro maupun Cek tidak dapat dibatalkan selama tenggang waktu penawaran, sehingga pemegang merasa terjamin kepastian haknya memperoleh pembayaran dengan pemindahbukuan melalui Bilyet Giro dan Cek yang ditawarkan oleh bank tertarik. Berdasarkan data sekunder 1.7. dan 1.8. yang dihubungkan dengan data sekunder 1.9. dan 1.10. dimana para pihak yang terlibat yaitu penerbit dan pemegang kemungkinan bisa dibuka pada Bank yang sama atau pada Bank yang berbeda. Oleh karena itu, apabila seseorang tidak mempunyai rekening Giro pada suatu Bank, maka pemegang mungkin bertindak sebagai penerima Cek, akan tetapi untuk Bilyet Giro pemegang harus mempunyai rekening giro terlebih dahulu. Rekening Giro dalam pembayaran melalui pemindahbukuan dana bukan merupakan syarat mutlak. Perintah pembayaran akan dilaksanakan oleh tersangkut apabila rekening Giro penerbit mempunyai saldo efektif yang cukup 72 Berdasarkan blangko atau formulir pembukaan rekening Giro perlu adanya permohonan dari calon nasabah yang ditujukan kepada pimpinan Bank yang bersangkutan. Selain itu ada beberapa syarat yang harus di penuhi, antara lain yaitu : 1. Kepada nasabah harus diminta data berupa : Tanda bukti diri (Kartu Penduduk, Pas Por, SIM,). Tanda tangan calon nasabah pada daftar isian harus sama dengan tanda tangan yang tercantum dalam kartu identitas diri tersebut. 2. Terhadap calon nasabah harus dilakukan penelitian, apakah nama yang bersangkutan tercantum dalam daftar hitam yang berlaku. Jika masih tercantum, maka calon nasabah tersebut harus ditolak. 3. Apabila syarat-syarat tesebut diatas telah dipenuhi, maka yang bersangkutan termaksud nama aliasnya dan alamat nasabah tersebut, seyogyanya dilakukan pengecekan oleh Bank. 4. Kepada calon nasabah yang besangkutan harus dimintai untuk menandatangani surat perjanjian pembukaan rekening, antara lain harus memuat hal-hal sebagai berikut : a) Apabila Cek/ Bilyet Giro yang ditarik nasabah kepada Bank dan ternyata dananya tidak mencukupi, maka Bilyet Giro tersebut ditolak oleh Bank sebagai Cek/Bilyet Giro kosong. 73 b) Penarikan Cek/Bilyet Giro oleh nasabah dimana Bilyet Giro itu belum efektif tanggalnya (jatuh tempo) dan ditolak pembayaran oleh Bank diperlakukan pula sebagai penarikan Cek/ Bilyet Giro kosong. c) Apabila dalam jangka waktu 6 bulan nasabah menarik Cek/ Bilyet Giro kosong termaksud penarikan pada Bank lain, maka rekening yang bersangkutan segera ditutup oleh Bank dan akan dimasukan dalam daftar hitam penarik Cek/ Bilyet Giro kosong oleh Bank Indonesia. d) Apabila terhadap nasabah yang ditutup rekeningnya, maka yang bersangkutan wajib mengembalikan sisa buku Cek/ Bilyet Giro. e) Setelah rekening ditutup, maka nasabah tidak diperkenankan menarik sisa dana yang ada pada Bank dengan menggunakan Cek/ Bilyet Giro. 5. Foto Copy perjanjian pembukaan rekening yang antara lain memuat hal-hal tersebut, pada angka 4 harus diberikan kepada nasabah yang bersangkutan. 6. Dalam penyediaan buku formulir Cek/ Bilyet Giro pada nasabah, hendaknya diperhatikan bonafiditas nasabah yang bersangkutan. Sekiranya hal ini belum diketahui, hendaknya diberikan buku formulir Cek/ Bilyet Giro yang lembarannya minimal saja (misalnya culup 5 lembar saja). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan formulirformulir tersebut oleh nasabah yang tidak bertanggung jawab. Mempergunakan dan memperoleh buku Cek dan Bilyet Giro, setiap nasabah harus mempunyai rekening giro terlebih dahulu. Berdasarkan data sekunder 1.3. yang 74 dihubungkan dengan pendukung data sekunder dalam praktek penggunaan Cek dan Biilyet Giro di BRI cabang Purwokerto, bahwa setiap nasabah harus membuka rekening giro terlebiih dahulu di BRI cabang Purwokerto. Setelah mendapat persetujuan dari pihak Bank BRI cabang Purwokerto, maka kepada calon nasabah diminta menyetorkan setoran pertama yang besarnya : 1. Badan Usaha yang berupa CV, PT, setoran pertama sebesar Rp. 2.000.000, 00 2. Badan Usaha yang berupa UD, PB, setoran pertama sebesar Rp. 1.000.000,00 3. Perseorangan sebesar Rp. 500.000,00. Apabila syarat-syarat tersebut sudah dipenuhi, maka setelah menyetorkan setoran pertama, calon nasabah menjadi nasabah Giro di BRI Cabang Purwokerto. Setiap nasabah yang mempunyai rekening Giro, maka nasabah akan mendapat 3 buku formulir yaitu : Bukti setoran, Cek, Bilyet Giro, sehingga setiap saat dapat melakukan kegiatan pengisian formulir untuk melakukan pembayaran. Untuk mengisi formulir Bilyet Giro tidak ditentukan harus diisi oleh nasabah penarik yang sah. Dengan demikian pengisian tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh nasabah penarik sendiri maupun orang lain yang ditunjuk oleh nasabah penarik dengan surat kuasa. Namun demikian meskipun pengisian itu dapat dilakukan oleh siapa saja, hendaknya dilakukan dengan jelas, lengkap dan benar. Sedangkan penandatanganan formulir Bilyet Giro harus dilakukan sendiri oleh penerbit atau nasabah yang sah. Setiap nasabah akan dikenai biaya materai sebesar Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu) untuk 25 materai, karena setiap buku formulir Cek atau Bilyet Giro 75 terdapat 25 lembar, dan biaya administrasi buku formulir sebesar Rp. 50.000,00 (llima puluh ribu) berdasarkan data sekunder 1.11. mengenai Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai Berdasarkan data sekunder 1.4. tentang pengisian formulir Cek dan Bilyet Giro di Bank BRI Cabang Purwokerto yaitu : Pengisian formulir penggunaan Cek dan Bilyet Giro tersebut terdiri dari: 1. Tanggal dan tempat penarikan Tanggal yang akan diisi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Tanggal penarikan atau penerbitan b. Tanggal efektif berlakunya Cek atau Bilyet Giro (jatuh tempo) 2. Nama orang atau Badan Usaha (apabila berbentuk perusahaan) dan nama Bank yang akan menerima pemindahbukuan tersebut. Apabila nama pihak yang akan menerima pemindahbukuan tersebut tidak disebutkan namanya dalam Cek atau Bilyet Giro tersebut, maka Bank akan menolak amanat dalam Cek atau Bilyet Giro itu. Sedangkan apabila nama Bank penerima juga tidak dicantumkan, maka diasumsikan bahwa dana tersebut dapat dipindahbukukan ke Bank mana saja atas nama pemegang rekening. 3. Jumlah dana yang akan dipindahbukukan. Jumlah dana tersebut harus sama antara yang ditulis dengan angka dan huruf. 4. Tanda tangan penarik yang sah. 76 Apabila penarik merupakan suatu perusahaan berbentuk Badan Usaha, maka selain tanda tangan, juga harus dicantumkan csp atau stempel. Apabila terdapat perubahan atau penambahan amanat atas suatu Bilyet Giro, maka perubahan tersebut harus disahkan oleh penarik atau penerbit yang bersangkutan. Bank tertarik yang menerima formulir yang telah diisi dengan lengkap dan terdapat tanda tangan penarik yang sah, tidak perlu memeriksa apakah pengisian itu dilakukan oleh penarik sendiri Apabila terdapat perubahan atau penambahan amanat atas suatu Cek maupun Bilyet Giro, maka perubahan tersebut harus disahkan oleh penarik atau penerbit yang bersangkutan. Bank tertarik yang menerima formulir yang telah diisi dengan lengkap dan terdapat tanda tangan penarik yang sah, tidak perlu memeriksa apakah pengisian itu dilakukan oleh penarik sendiri. Setiap buku formulir Cek maupun Bilyet Giro yang dimiliki oleh nasabah BRI, dilampiri juga dengan formulir resmi penerimaan formulir Cek maupun Bilyet Giro,dan formulir permintaan Cek maupun Bilyet Giro baru. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari nasabah kehabisan formulir, yang dikarenakan kesibukannya. Kadang-kadang nasabah sampai tidak tahu persediaan formulir yang dimilikiya. Dengan adanya formulir permintaan tersebut, maka diharapkan nasabah tidak sampai kehabisan persediaan formulir tersebut. Berdasarkan data sekunder 1.5. prosedur yang harus dilakukan agar seseorang nasabah BRI Cabang Purwokerto untuk dapat memperoleh formulir Cek maupun 77 Bilyet Giro yang baru, maka nasabah tersebut harus melakukan prosedur sebagai berikut : 1. Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar formulir permintaan Cek maupun Bilyet Giro baru. Kemudian menandatangani serta membubuhi stempel perusahaan. 2. Menyerahkan kepada Bank dimana ia menjadi nasabah. 3. Membayar dengan uang tunai atau menyatakan kesediaannya, bahwa rekening Gironya dapat dibebani dengan jumlah harga formulir Cek atau Bilyet Giro baru yang akan diterima. 4. Mengisi alamat dan tanda tangan pada tanda terima sebagai bukti bahwa ia telah memperoleh formulir Cek atau Bilyet Giro baru yang dimaksud. 5. Menyerahkan kembali tanda tangan. Karena Cek maupun Bilyet Giro itu merupakan salah satu jenis surat berharga, maka agar tidak disalahgunakan oleh orang lain, maka harus disimpan dan dikelola secara aman dan baik. Agar pemiliknya dapat mengawasi secara baik terhadap pemakaian formulir, maka setiap lembar formulir Cek dan Bilyet Giro mencantumkan kode dan nomor urut. Pengawasan ini dilakukan dengan cara meneliti nomor urutan tersebut. Mempermudah pengontrolan pemakaian Bilyet Giro dapat dilakukan dengan meneliti lembar sebelah kiri dari suatu Bilyet Giro. Suatu Bilyet Giro terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu bagian sebelah kiri dan bagian sebelah kanan. Bagian sebelah kiri 78 selalu menempel pada buku Bilyet Giro yang bersangkutan, sedangkan bagian sebelah kanan merupakan bagian yang harus disobek dan selanjutnya diserahkan kepada bank atau pihak kedua yang namanya tercantum dalam formulir sebagai pemegang. Cek maupun Bilyet Giro yang telah diterbitkan tidak ditolak oleh bank tersangkut, maka diusahakan pengisian formulir harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik dalam ketentuan Pasal 178 KUHD maupun S.E.B.I No. 28/32/KEP/DIR tentang Bilyet Giro tanggal 1 Juli 1995 Sebelum bank menerima surat Cek atau Bilyet Giro, bank akan meneliti apakah sisa dana dalam rekening giro tersebut masih cukup dapat digunakan. Apabila dana tersebut tidak cukup maka dianggap sebagai penerbitan Cek kosong atau Bilyet Giro kosong yang akan dikenai sanksi. Mengetahui dana yang masih tersimpan dalam suatu Bank, memang diperlukan pencatatan (Recording), karena setiap saat selalu terjadi perubahan terhadap saldo rekening Giro. Perubahan tersebut terjadi karena adanya transaksi-transaksi yang dilakukannya. Transaksi tersebut meliputi penyetoran maupun penarikan. Apabila yang terjadi transaksi penyetoran, maka jumlah saldo akan bertambah, sedangkan apabila yang terjadi transaksi penarikan, maka akan menyebabkan jumlah simpanan akan berkurang. Pencatatan ini hendaknya dilakukan pada setiap saat, setelah terjadinya suatu transaksi. Pencatatan itu dilakukan dengan menggunakan formulir 79 dalam bentuk yang tertentu. Buku catatan ini dalam praktek disebut buku Bank. Dari buku ini dapat diketahui jumlah sisa uang yang masih tersedia serta transaksitransaksi yang pernah dilakukan beserta jenis dan jumlahnya. Berdasarkan data sekunder 1.3. yang dihubungkan dengan pendukung data sekunder dalam hal penerbitan buku Cek atau Bilyet Giro harus berdasarkan formulir permohonan buku Cek dan Bilyet Giro yang ditandatangani oleh nasabah dan tanda tangan tersebut telah diperiksa dan diparaf kebenarannya. Buku cek dan bilyet giro hanya dapat diberikan kepada nasabah setelah dibubuhi dengan nomor rekening, dan tanda tangan lain oleh “cheques Maker”. Setiap penerbitan Buku Cek dan Bilyet Giro harus dicatat pada buku penerbitan yang memuat : 1. Tanggal penerbitan 2. Nomor seri Cek / Bilyet Giro 3. Nama nasabah 4. Inisial otorasi penerbitan 5. Paraf pembuat 6. Tanda tangan nasabah / yang dikuasakan 7. Tanda tangan Customer Service Cheques Maker wajib memeriksa tanda tangan nasabah penerima buku Cek atau Bilyet Giro pada buku penerbitan Cek atau Bilyet Giro bahwa tanda tangan tersebut sama dengan tanda tangan nasabah atau yang mendapat kuasa. Penggunaan stempel 80 sebagai syarat penarikan dana pada bank , hanya dapat dibenarkan bagi nasabah yang rekeningnya termasuk dalam rekening atas nama suatu badan. Rekening perorangan baik atas nama pribadi maupun atas nama suatu toko, PD, UD, Kongsi, Restoran, bengkel dan lain sebagainya, tidak dibenarkan menggunakan stempel sebagai syarat penarikan dana pada pihak bank. Penerbitan Cek atau Bilyet Giro apabila akan menerbitkan Cek atau Bilyet Gironya harus benar-benar memperhatikan ketentuan atau hal-hal yang harus diisi dalam Cek atau Bilyet Gironya seperti : penulisan tanggal penerbitan, tanggal efektif, jumlah dana yang akan dipindah bukukan dalam angka dan huruf, penulisan nama penerima pemindah bukuan dana, tanda tangan penerbit dan cap perusahaan, serta materai Rp.3000,00 (tiga ribu rupiah). Tanda tangan penerbit dan atau cap perusahaan adalah syarat mutlak untuk dapat dilaksanakannya pemindahbukuan dana oleh bank tertarik, karena hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penandatanganan Cek maupun Bilyet Giro oleh penerbit, berarti penerbit terikat dengan perbuatan hukum itu, dimana perbuatan itu adalah pelaksanaan dari perikatan dasar antara penerbit dan penerima Cek maupun Bilyet Giro. Pengisian lembar Cek atau Bilyet Giro tidak mutlak harus diisi oleh Penerbit sendiri. Hal ini dapat saja dilakukan oleh pihak lain dan apabila terdapat tambahan pengisian yang sifatnya merupakan suatu perubahan amanat, maka perubahan tersebut persetujuannya. harus sepengetahuan penerbit dengan adanya paraf 81 Berdasarkan data sekunder 1.6 tentang pemindahbukukan rekening giro untuk penggunaan Cek dan Bilyet Giro. Rekening Giro tersebut mungkin tersimpan pada Bank yang sama atau mungkin pada Bank yang berbeda. Apabila tersimpan pada Bank yang sama, maka pemindahbukuan dana tersebut mudah untuk dilaksanakan yaitu dengan cara mengurangi rekening Giro penerbit, kemudian ditambahkan ke rekening Giro pemegang. Tetapi apabila pemindahbukuan tersebut harus dilakukan dengan Bank yang berbeda, maka pelaksanaan administrasi pemindahbukuan tersebut dilakukan dengan cara Kliring melalui Lembaga Kliring setempat. Lembaga Kliring yang diadakan oleh Bank Indonesia atau bank lain yang ditunjuk untuk itu, mengadakan pertemuan kliring setiap hari, dimana setiap wakil dari bank-bank peserta kliring harus hadir tepat waktu. Untuk keterlambatan lebih dari sepuluh menit setelah pertemuan kliring dimulai tidak akan diperbolehkan mengajukan tagihan – tagihan kepada kepada bank peserta kliring lain, tetapi hanya boleh menerima tagihan-tagihan dari bank peserta kliring yang lain. Adapun perhitungan atas Bilyet Giro yang diterima oleh Bank BRI dari nasabah yang lain, akan dihitung bersama-sama dengan warkat-warkat kliring yang lain. Berdasarkan data sekunder 1.13. tentang penyelenggaraan sistem kliring maka setiap bank peserta kliring wajib menyimpan dana cadangan dalam bentuk rekening pada bank Indonesia, untuk keperluan perhitungan dalam pertemuan kliring tersebut. Dengan demikian rekening Bank BRI pada Bank Indonesia akan berkurang untuk membayar tagihan-tagihan dalam pertemuan kliring tersebut atau akan bertambah 82 karena memperoleh bayaran sesuai perhitungan yang telah dilakukan dalam pertemuan kliring tersebut. Pengertian dari Kliring adalah tata cara penghitungan ataupun penyelesaian utang-piutang dalam bentuk surat-surat berharga terhadap Bank lainnya yang bertujuan agar penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah, cepat, dan aman serta memperlancar lalu lintas pembayaran dengan menggunakan uang giral. Lalu lintas pembayaran merupakan suatu proses kegiatan pembayaran dengan warkat Kliring yang dilakukan dengan cara memperhitungkan diantara Bank-Bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan. Berdasarkan data sekunder 1.6. dan 1.13 mengenai pemindahbukuan Cek dan Bilyet Giro maka realisasi penggunaan Cek maupun Bilyet Giro berdasarkan praktek di BRI cabang Purwokerto, dapat diuraikan sebagai berikut : Penarik menyerahkan Cek atau Bilyet Giro kepada penerima. Antara penarik dan penerima Cek ataupun Bilyet Giro sama-sama merupakan nasabah BRI Cabang Purwokerto. Setelah mendapat penyerahan Cek atau Bilyet Giro dari penarik, penerima menyerahkan Cek atau Bilyet Giro tersebut kepada BRI Cabang Purwokerto, dengan menggunakan bukti setoran. Setelah menerima Cek atau Bilyet Giro dan bukti setoran tersebut, maka BRI Cabang Purwokerto akan melakukan pemindahbukuan dengan mengurangi dana pada rekening Giro penarik untuk dimasukkan kepada rekening Giro penerima Cek atau Bilyet Giro. Maka sistematika 83 penggunaan Cek atau Bilyet Giro dalam lalu lintas pembayaran yang terjadi di BRI Cabang Purwokerto dapat digambarkan sebagai berikut : Penerima Penarik Cek atau Bilyet Giro Bukti Setoran BRI Cabang Purwokerto Antara penarik dan penerima Cek atau Bilyet Giro itu pada Bank yang berlainan, maka pemindahbukuan itu dapat dilakukan sebagai berikut : penarik Cek atau Bilyet Giro langsung menyerahkan pada penerima. Jika penarik Cek atau Bilyet Giro itu adalah nasabah BRI Cabang Purwokerto, maka penerima Cek atau Bilyet Giro akan menyerahan Cek atau Bilyet Giro dan bukti setoran kepada Bank langganannya. Setelah menerima Cek atau Bilyet Giro dan bukti setoran Bank langganannya, penerima akan menyerahkan nota Kliring kepada BRI Cabang Purwokerto pada acara Kliring yang diadakan setiap hari. Sistematika penggunaannya sebagai berikut : Cek atau Bilyet Giro Penerima Penarik Bukti Setoran Nota Kliring BRI Cabang Purwokerto Bank Langganan Penarik 84 Penerima Cek atau Bilyet Giro adalah nasabah BRI Cabang Purwokerto, maka penerima Cek atau Bilyet Giro tersebut akan menyerahkan Cek atau Bilyet Giro dan bukti setorannya kepada BRI Cabang Purwokerto. Setelah menerima Cek atau Bilyet Giro dan bukti setoran tersebut, maka BRI Cabang Purwokerto akan menyerahkan nota kliring kepada Bank langganan. Sistematika pengunaannya sebagai berikut : Penerima Cek dan Bilyet Giro Penarik Bukti setoran Bank Nota Kliring BRI Cabang Purwokerto Perkembangan dalam prakteknya, penggunaan Cek maupun Bilyet Giro di BRI Cabang Purwokerto sebagai alat pembayaran mengalami peningkatan cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena Cek maupun Bilyet Giro lebih aman, praktis, dan mudah. Suatu transaksi apabila dalam pembayaran menggunakan Cek atau Bilyet Giro, maka debitur tidak lagi menyerahkan sejumlah uang tunai dalam jumlah yang besar, melainkan hanya cukup dengan menyerahkan atau menerbitkan sepucuk Cek atau Bilyet Giro kepada krediturnya. 85 Penerbitkan Cek atau Bilyet Giro tersebut, maka debitur memerintahkan Bank, dimana ia menyimpan rekening Giro, untuk memindahbukukan rekening Gironya kepada pemegang Cek atau Bilyet Giro tersebut. Sehingga dengan sepucuk Cek atau Bilyet Giro tersebut suatu transaksi pembayaran dapat dilaksanakan. Cek atau Bilyet Giro juga dirasakan lebih aman. Untuk menerbitkan dan menerima Cek atau Bilyet Giro, dibatasi oleh syarat-syarat tertentu, yaitu adanya rekening Giro. Apabila seseorang tidak mempunyai rekening Giro yang telah ditentukan, maka ia tidak mungkin untuk menerbitkan atau menerima Cek atau Bilyet Giro. Dengan demikian apabila Cek atau Bilyet Giro telah diisi dengan lengkap nama dan Bank penerima dana jatuh kepada orang lain yang tidak mempunyai rekening Giro, maka Cek atau Bilyet Giro tersebut tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk memindahbukukan. Praktek perbankan khususnya dalam lalu lintas pembayaran sering terjadi hambatan-hambatan bagi pelaksanaan pembayaran dengan menggunakan Cek maupun Bilyet Giro. Hambatan-hambatan yang sering muncul dalam prakteknya di Bank BRI Cabang Purwokerto antara lain sebagai berikut : 1. Pengisian Cek atau Bilyet Giro yang Tidak Lengkap. Pengisian surat perintah kepada Bank tertarik (tersangkut) untuk melaksanakan apa yang diminta oleh nasabah (penerbit) harus lengkap, tegas dan jelas, sebagai mana halnya pada surat-surat berharga lainnya. Dalam prakteknya sering terjadi pengisian Cek maupun Bilyet Giro yang tidak lengkap, misalnya 86 nama penerima tidak diisi. Apabila terjadi hal yang demikian, maka sesuai dengan ketentuan mengenai syarat formal Cek maupun Bilyet Giro, maka warkat tersebut tidak dapat diterima atau ditolak oleh BRI Cabang Purwokerto. Ketentuan ini memang dirasakan sangatlah masuk akal, karena bagaimana mungkin Bank tersangkut dapat memindahbukukan dana berdasarkan perintah dalam sepucuk surat Cek maupun Bilyet Giro, jika nama seseorang yang menerima tidak diketahui. Pada suatu saat terjadi suatu kasus di BRI Cabang Purwokerto. Dimana Cek atau Bilyet Giro yang diserahkan kepada Bank BRI, tidak mencantumkan nama penerima, tetapi setelah sampai pada pemegang terakhir, barulah nama penerima diisi. Dan apabila nama Bank tersangkut tidak diisi dan nama penerima juga tidak diisi, ini berarti bahwa dana tersebut dapat dipindahbukukan ke Bank mana saja untuk rekening penerima. Ini berdasarkan atas syarat formal Cek maupun Bilyet Giro. ”Nama Bank dimana orang atau pihak yang harus menerima dana pemindahbukuan tersebut memelihara rekening, sepanjang nama Bank si penerima itu diketahui oleh penerima. Seandainya Bank penerima tidak disebutkan dalam formulir Cek atau Bilyet Giro, maka dianggap bahwa penerbit menyetujui, apabila dananya dipindahbukukan ke Bank mana saja atas nama penerbit ” . 87 Pada dasarnya, apabila pengisian Cek maupun Bilyet Giro itu tidak lengkap, maka Bank sebagai tersangkut wajib menolak, dengan alasan demi perlindungan hukum dari pihak yang tidak bertanggung jawab dan beritikad tidak baik atau buruk . Setelah pengisian formulir Cek maupun Bilyet Giro dirasakan lengkap, maka barulah Bank wajib melakukan pemindahbukuan kepada orang yang namanya disebutkan didalam formulir Cek maupun Bilyet Giro tersebut. 2. Adanya Cek dan Bilyet Giro Kosong. Berdasarkan data sekunder 1.14. mengenai Cek dan Bilyet Giro Kosong. Jika suatu bilyet giro ternyata kosong atau tidak ada dananya dan diajukan kepada Bank BRI Cabang Purwokerto, maka kewajiban bank tersebut adalah menolaknya dengan alasan dana yang ada tidak cukup, penolakan ini harus disertai dengan surat keterangan penolakan yang memuat nama dan alamat, nomor rekening dan NPWP nasabah penarik Cek atau Bilyet Giro yang bersangkutan apabila nasabah tersebut adalah suatu Fa, CV, PT, Koperasi, atau Yayasan, maka disamping nama perusahaan yang bersangkutan dicantumkan pula nama penarik (nama pengurus).. Kemudian Bank BRI Cabang Purwokerto wajib melaporkan kepada Bank Indonesia bagian lalu lintas pembayaran giral. Cek maupun Bilyet Giro Kosong tersebut dikembalikan kepada pemegang yang kemudian diselesaikan dengan penerbitnya, tetapi saldo sisa nasabah tidak dibekukan. 88 Kriteria bagi penerbit Bilyet Giro kosong juga berlaku bagi Cek kosong dalam ketentuan Peraturan Bnk Indonesia No 8/ 29/ PBI/ 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek Dan/Atau Bilyet Giro Kosong dalam Pasal 15 bahwa : (1) Bank wajib menetapkan dan mencantumkan dalam DHIB identitas Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) jika memenuhi kriteria sebagai berikut: a. melakukan penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang berbeda sebanyak 3 (tiga) lembar atau lebih dengan nilai nominal masing-masing di bawah Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) pada Bank Tertarik yang sama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; atau b. melakukan penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih. (2) Dalam hal Pemilik Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki Rekening Giro pada Bank Tertarik yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan juga memiliki Rekening Giro pada kantor cabang syariah dari Bank konvensional yang sama, penghitungan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong untuk Pemilik Rekening tersebut dilakukan secara terpisah antara Bank konvensional dan UUS. Ketentuan Pasal ini penerbit dimasukan ke dalam daftar hitam dan diberlakukan larangan bagi bank-bank lainnya untuk menerima menjadi nasabah 89 baru atas instruksi dari Bank Indonesia serta nasabah tersebut wajib mengembalikan sisa blanko atau formulir Cek maupun Bilyet Giro yang belum digunakan. Hal ini berarti bahwa rekening nasabah penerbit di tutup dan diadakan syarat syarat rehabilitasi yang harus dipenuhi. Nama nasabah yang tercantum dalam daftar hitam penarik cek atau bilyet giro kosong akan terhapus dengan sendirinya setelah masa berlakunyan daftar hitam itu berakhir dan dapat diterima kembali sebagai nasabah bank, akan tetapi apabila si penerbit Cek atau Bilyet Giro kosong ada indikasi dan patut diduga setelah proses penyelidikan ternyata ada unsur penipuan dapat dijatuhi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berdasarkan Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Bnk Indonesia No 8/ 29/ PBI/ 2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek Dan/Atau Bilyet Giro Kosong, sanksi bagi penerbit Cek atau Bilyet Giro Kosong yaitu a. Bank tertarik akan membekukan hak penggunaan rekening penerbit yang bersangkutan untuk menerbitkan Cek atau Bilyet Giro, pembekuan hak ini berlaku sampai dengan berakhirnya masa pencantuman identitas pemilik rekening dalam daftar hitam nasional. b. Penutupan rekening giro penerbit oleh bank tertarik, karena dalam jangka waktu 1 (satu) tahun penerbit kembali mengeluarkan Cek ATAU Bilyet Giro kosong, maka bank tertarik wajib mencantumkan identitas pemilik 90 rekening tersebut dan menyampaikan kepada Bank Indonesia untuk dicantumkan ke dalam daftar hitam nasional periode berikutnya. 3. Penolakan Pembayaran Cek atau Bilyet Giro oleh Bank. Berdasarkan data sekunder 1.12. mengenai tenggang waktu penawaran Cek atau Bilyet giro yang ditolak pembayarannya oleh bank karena alasan adanya pembatalan dari penerbit, tidak menghilangkan hak pemegang untuk meminta pembayaran kepada penerbit yang bersangkutan. Penolakan ini dimungkinkan karena pihak penerbit telah menutup rekening giro, tetapi masih mengeluarkan cek atau bilyet giro dalam transaksi pembayaran dan biasanya jatuh tempo (tanggal efektif) penarikan cek atau bilyet giro telah lampau. Apabila ada penolakan pemindahbukuan dana karena dana yang tersedia tidak cukup atau kosong. Penyelesaian yang paling sering ditempuh oleh pihak penerbit dan pemegang cek maupun bilyet giro yang berselisih, tanpa campur tangan pihak bank dalam praktek diselesaikan melalui perdamaian atau permufakatan antara para pihak yang berkepentingan, misalnya pembayaran dilakukan secara tunai atau dengan sesuai kesepakatan kedua belah pihak, penyelesaian dengan cara ini memang tidak diatur didalam undang-undang penyelesaian dengan bentuk ini timbul karena akibat dari kebutuhan dalam masyarakat. 4. Penerbitan Cek dan Bilyet Giro Tanpa Bea Materai Berdasarkan data sekunder 1.11. mengenai Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan 91 Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai pada penerbitan Cek mapun Bilyet Giro tanpa bea materai, cek atau bilyet giro yang diajukan dengan bea materai yang belum dipenuhi akan ditolak oleh pihak bank dan akan dikembalikan kepada pemegang cek atau bilyet giro tersebut untuk dilengkapi bea materainya. Pemegang disini tidak dapat langsung membubuhi materai pada bagian materai, namun harus menemui penerbit terlebih dahulu untuk menyempurnakan tanda tangannya diatas materai yang bersangkutan. Jadi bea materai pada cek maupun bilyet giro hukumnya adalah wajib hanya saja tidak disebutkan didalam syarat formal penerbitan cek maupun bilyet giro, jadi apabila dalam pelaksanaan bilyet giro terdapat bilyet giro yang belum terdapat bea materainya maka cek atau bilyet giro tersebut akan ditolak dan dana tidak bisa dipindahbukukan. 5. Penolakan Pembayaran Dana Akibat Cek Maupun Bilyet Giro Diblokir Oleh Kepolisian. Tindakan pemblokiran tersebut dilakukan karena hilangnya warkat cek maupun bilyet giro, baik masih ditangan penerbit atau telah berada ditangan penerima. Adapun tindakan bagi orang yang kehilangan Cek atau Bilyet Giro tersebut adalah : a. Apabila Cek atau Bilyet Giro telah berada di tangan penerima, penerima harus memberitahukan kepada penerbit. 92 b. Laporan secara tertulis dari penerbit kepada bank tertarik, dengan disertai keterangan dari Kepolisian setempat yang menyatakan bahwa kehilangan Cek atau Bilyet Giro tersebut telah dilaporkan. c. Penerbit kemudian meminta kepada bank untuk menghentikan pembayaran atau pemindahbukuan dana atas warkat yang hilang tersebut. Penghentian pembayaran atau pemindahbukuan dana ini dapat dilakukan apabila bank belum melaksanakan pemindahbukuan dana dari Cek atau Bilyet Giro yang hilang tersebut. d. Pihak bank yang menerima laporan tersebut harus memberitahukan atau mengumumkan kepada kantor cabang di seluruh Indonesia melalui sarana komunikasi dan informasi yang cepat yang menyatakan bahwa Cek atau Bilyet Giro dengan nomor sekian telah hilang, selain dari pada itu juga berusaha memberitahukan bank-bank peserta kliring setempat untuk menghentikan pembayaran terhadap Cek atau Bilyet Giro yang hilang tersebut. e. Semua dilakukan agar bank-bank waspada, apabila cek atau bilyet giro tersebut diajukan maka bank harus menolak tanpa memperhatikan ada atau tidaknya dana dalam rekening penarik. Selanjutnya bank akan menghubungi pelapor dan kepolisian agar masalah yang berkaitan dengan hal kehilangan Bilyet Giro tersebut diselesaikan lebih lanjut. 93 Pembatalan cek atau bilyet giro dalam hal ini adalah bersifat insidentil saja dan hal ini merupakan suatu langkah pengamanan terhadap dana agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, Hal ini merupakan suatu tindakan kebijakan intern suatu bank saja dan bukan merupakan suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Tidak ada ketentuan yang mengaturnya dan tidak ada saksi oleh Bank Indonesia terhadap bank yang melakukan kebijaksanaan tersebut apabila nasabahnya atau penerima cek atau bilyet giro mengalami suatu musibah kehilangan cek atau bilyet giro. 94 BAB V PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai penggunaan cek dan bilyet giro dalam lalu lintas pembayaran giral di PT. Bank BRI (Persero) Tbk. Cabang Purwokerto, setelah dianalisa dan didukung dengan hasil wawancara dengan staf Bank BRI Cabang Purwokerto bagian Dana dan Jasa, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Mekanisme penerbitan bilyet giro pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Purwokerto yaitu dengan cara calon nasabah datang kebagian costumer service dan mengajukan permohonan tertulis lalu menyerahkan persyaratan pembukaan rekening giro, rekening giro sendiri ada dua macam yaitu giro atas nama perorangan, dan giro atas nama badan. Syaratnya antara lain kartu indentitas (KTP/SIM/KITAP/PASPOR/KITAS), menyerahkan NPWP pribadi dan Perusahaan, tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia, badan usaha sah menurut hukum, menyerahkan akta pendirian perusahaan, menunjukan cap perusahaan, menyerahkan contoh tanda tangan kepemilikan rekening atau yang dikuasakan, membekukan dana sebagai setoran awal yaitu minimal untuk giro atas nama perorangan Rp.500.000,-, untuk giro atas nama badan yaitu Rp.1000.000,- setelah persyaratan lengkap lalu pihak bank akan mengisikan register untuk mendapatkan nomor rekening giro. 95 Pemindahbukuan dapat dilakukan sesama Bank BRI atau antar bank yang berlainan melalui kliring uang diadakan oleh Bank Indonesia. Permasalahan yang sering terjadi didalam prakteknya antara lain : pengisian formulir Cek dan Bilyet Giro yang tidak lengkap, adanya Cek dan Bilyet Giro Kosong, penolakan pembayaran Cek dan Bilyet Giro oleh bank, penerbitan Cek dan Bilyet Giro tanpa bea materai, dan penolakan pembayaran dana akibat Cek dan Bilyet Giro diblokir oleh pihak kepolisian. 96 DAFTAR PUSTAKA A. Daftar Literatur Bahsan, M. 2005. Cek dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Moderen Berdasarkan UU Tahun 1998. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti. Hermansyah. 2006. Hukum Perbankan di Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta : Kencana. Kasmir. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Muhammad, Abdulkadir. 1998. Hukum Dagang Tentang Surat – Surat Berharga. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti. Purwosujipto, H.M.N. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia SuratSurat Berharga .Jilid 7 Cetakan ke 5. Jakarta : Jambatan. Soemitro, Ronny Hanintijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia. Soerjono Soekanto,Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Suryohadibroto, Imam Prayogo, dan Djoko Prakoso, 1987, Surat Berharga (Alat pembayaran dalam masyarakat modern), Jakarta : PT. Bina Aksara. B. Peraturan Perundang-undangan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR/1995 Tentang Pengaturan Bilyet GirO. 97 Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG/1995 Tentang Pengaturan Bilyet Giro Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP/2000 yang telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/17/DASP/2002 sebagaimana telah diubah dengan perubahan yang kedua No. 8/17/DASP/2006 dan diubah terakhir dengan Surat Edaran No. 8/33/DASP/2006 tentang perubahan ketiga perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 29 /PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek Dan /Atau Bilyet Giro Kosong .