Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2 ................................ (Khasanah dan Yenni) KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 (Sea Level Rise of West Sumatra Waters based on Satellite Altimetry Jason-2 Data) Isna Uswatun Khasanah dan Julanda Novita Yenni Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Padang, Padang Jl. Gajah Mada Kandis Nanggalo, Padang, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima: 24 Februari 2017; Direvisi (Revised):21 Mei 2017; Disetujui untuk Dipublikasikan (Accepted): 19 September 2017 ABSTRAK Kenaikan muka air laut adalah fenomena naiknya muka laut yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah pemanasan global. Wilayah pesisir pantai merupakan wilayah yang paling rentan terkena dampak kenaikan muka air laut. Oleh karena itu, informasi kenaikan air laut dijadikan pertimbangan pembuatan kebijakan khususnya mengenai rencana pembangunan di wilayah pantai seperti di wilayah perairan Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas data satelit altimetri Jason-2 di perairan Sumatera Barat dan teridentifikasinya nilai kenaikan muka air laut perairan Sumatera Barat berdasarkan data satelit altimetri Jason-2. Proses identifikasi fenomena Sea Level Rise (SLR) dimulai dengan pengumpulan data permukaan laut yaitu data permukaan laut dari satelit Jason-2 yang dimulai dari tahun 2008 s.d 2015. Data satelit Jason-2 diekstrak sehingga diperoleh nilai Sea Surface Height (SSH) dari data biner GDR satelit Jason-2 dengan post-processing untuk menghilangkan kesalahan geofisik. Selanjutnya Nilai SSH direferensikan terhadap data Geoid EGM96 untuk memperoleh nilai Sea Level Anomaly (SLA). Identifikasi nilai kenaikan muka air laut dilakukan dengan metode regresi linier pada data SLA. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa kualitas data satelit Jason-2 di perairan Sumatera Barat dapat dikatakan baik karena keberadaan data satelit Jason-2 yang terkoreksi dari data kosong, data daratan, dan data outlier sekitar 92,91 %. Dalam kurun waktu 8 tahun, nilai kenaikan muka air laut di perairan Sumatera Barat sebesar 6,88 mm, dengan rata-rata nilai kenaikan muka air laut pertahun sebesar 0,86 mm/tahun. Kata kunci: kenaikan muka air laut, perairan Sumatera Barat, satelit Jason-2, regresi linier ABSTRACT The phenomenon of the sea level rise caused by many factors, one of which is global warming. Coastal areas are most vulnerable regions affected by sea level rise. Therefore, the information of sea level rise are used as consideration and policy-making on development plans for coastal areas like in West Sumatera Waters. The aims of this research are to identify the quality of Satellite Altimetry Jason-2 Data in West Sumatera Waters and to analyze the information of sea level rise of Waters bodies of West Sumatera based on satellite altimetry Jason-2 data. Sea Level Rise in West Sumatera Water are identified by several steps, begin with collecting satellite altimetry Jason-2 data from 2008 to 2015 years. Then extraction Sea Surface Height (SSH) value of binary GDR data from Jason-2 by post processing to eliminate the geophysics errors, furthermore extraction undulation Geoid value and calculating the Sea Level Anomaly (SLA) value. To identify the sea level rise value used linear regression analysis on the SLA data. The results of this research shown the quality of satellite altimetry Jason-2 data is good due to the existence of Jason-2 satellite data being corrected from empty data, terrestrial data, and outlier data of approximately 92.91%. The mean sea level rise in West Sumatera Waters during period 8 years is 6.88 mm, and mean sea level rise of West Sumatera sea is 0.86 mm/year. Keywords: sea level rise, Waters Bodies of West Sumatera, satellite Jason-2, linear regression PENDAHULUAN Kenaikan muka air laut adalah fenomena naiknya muka laut yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah pemanasan global. Kenaikan muka air laut bisa menyebabkan berkurangnya atau mundurnya garis pantai ke arah darat, mempercepat terjadinya erosi pantai berpasir, banjir di wilayah pesisir, dan kerusakan infrastruktur yang berada di wilayah pesisir seperti dermaga, dan bangunan pantai lainnya. Hal ini semakin lama akan semakin mengganggu masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, karena wilayah pesisir pantai merupakan wilayah yang paling rentan terkena dampak kenaikan muka air laut (Khasanah,2015). Daerah Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia, dimana beberapa 1 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 No.1Mei 2017:1-8 Kabupaten/Kota berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat seperti Kota Padang telah dipasang Papan pengumuman yang menunjukan ketinggian lokasi diatas MSL, seperti Simpang Alai yang terletak kurang lebih 7 m diatas MSL. Hal tersebut menunjukan bahwa daerah-daerah tersebut rawan terhadap efek yang ditimbulkan oleh laut. Selain itu, banyak masyarakat yang memanfaatkan pesisir sebagai mata pencaharian. Hal tersebut membuat informasi kenaikan muka air laut sangat penting untuk diketahui. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat ada dua Kabupaten/Kota yang sangat beresiko dan lima Kabupaten/Kota beresiko sedang terhadap fenomena perubahan muka air laut. Kajian kenaikan muka air laut menjadi bahasan penting dalam kurun waktu terakhir ini. Peningkatan muka air laut merupakan pengaruh dari adanya proses pemanasan global dan mencairnya es di kutub (Marcy et al., 2012). Data yang dapat menunjukkan fenomena perubahan muka air laut adalah data permukaan laut pada periode tertentu yang bisa diakuisisi dengan berbagai cara seperti pengamatan naik turunnya muka laut (pasut) dengan teknologi manual (pengamatan palem pasut) maupun menggunakan teknologi lainnya seperti satelit.Fenoglio-Marc et al (2012) telah melakukan penelitian terkait kenaikan muka air laut di Indonesia menggunakan data satelit altimetri dan data pasut. Sumber: (BNPB, 2010) Saat ini data permukaan laut dapat diperoleh dalam periode panjang. Salah satu teknologi yang dapat menyajikan data permukaan laut periode panjang adalah satelit altimetri. Satelit altimetri yang memang diperuntukkan untuk mengamati lautan, telah banyak membantu upaya pemantauan kedudukan tinggi muka air laut secara terus menerus, termasuk memantau kecenderungan kenaikan tinggi muka air laut. Satelit altimetri merupakan salah satu teknologi satelit yang saat ini banyak digunakan sebagai metode untuk memonitor dinamika Bumi. Keunggulan metode ini ialah: 1) jangkauan/area pengukuran yang meliputi hampir seluruh permukaan Bumi atau bersifat global, 2) misi satelit yang berkelanjutan sehingga menghasilkan periode data yang panjang, 3) ketelitian pengukuran yang senantiasa meningkat, dan 4) data yang mudah diakses (free). Berdasarkan periode orbitnya berbagai sistem satelit altimetri dapat diklasifikasi ke dalam misi satelit altimetri periode lampau, saat ini, dan masa depan (Heliani, nd) Pada web Aviso disebutkan bahwa sampai sekarang ada 12 misi satelit altimetri, dimana salah satunya adalah misi satelit Jason-2. Satelit Jason-2 diluncurkan pada tahun 2008 yang mempunyai misi untuk mengamati tinggi muka air laut secara global (Heliani, nd). Satelit altimetri Jason-2 merupakan pengembangan dari misi Topex/Poseidon dan Jason-1. Gambar 1. Peta indeks resiko bencana perubahan muka laut Provinsi Sumatera Barat. 2 Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2 ................................ (Khasanah dan Yenni) Beberapa peneliti telah menggunakan data satelit altimetri untuk kajian kenaikan muka air laut seperti di Indonesia. Berdasarkan penelitian Fenoglio-Marc et al. (2012), perairan laut Indonesia sejak tahun 1993 s.d 2011 mengalami kenaikan dengan rata-rata 4 mm/tahun. Nilai kenaikan tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata kenaikan muka air laut global, dimana kenaikan muka air laut di dunia (global) kurang lebih 3,39 mm/tahun (Aviso, 2016). Pada penelitian Fenoglio-Marc et al. (2012), nilai kenaikan muka air laut dihitung dari data multi satelit altimetri dan pasang surut. Secara umum, peta kenaikan muka air laut di wilayah Indonesia ditampilkan pada Gambar 2. pembuatan kebijakan khususnya mengenai rencana pembangunan di daerah pantai atau wilayah pesisir. METODE Satelit altimetri berkembang sejak tahun 1973 yang diperkenalkan oleh NASA. Teknik perekaman data pada satelit altimetri merupakan teknik pengamatan muka air laut secara ekstraterestrial. Satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar, penerima pulsa radar yang sensitif, serta jam berakurasi tinggi. Pada saat akuisisi data, altimetri radar yang dibawa satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik ke permukaan laut. Pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit (Seeber, 2003). Secara umum prinsip dasar dari satelit altimetri dapat direpresentasikan melalui Gambar 3. Sumber: (Fenoglio-Marc et al, 2012) Gambar 2. Visualisasi Nilai Kenaikan Muka Air Laut di Perairan Indonesia. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat nilai kenaikan muka air laut di perairan Sumatera adalah 2 s.d 4 mm/tahun. Nilai kenaikan muka air laut sangat bervariasi seiring posisi, karena kondisi topografi suatu daerah mempengaruhi nilai kenaikan muka air laut. Oleh karena itu, tetap perlu dilakukan penelitian kenaikan muka air laut dengan cakupan wilayah regional/lokal. Untuk cakupan lokal, kajian kenaikan muka air laut pernah dilakukan untuk wilayah perairan Pulau Jawa. Berdasarkan hasil penelitian Khasanah (2015), rata-rata nilai kenaikan muka air laut yang dihitung dari data multi satelit altimetri untuk wilayah Laut Utara Jawa dari tahun 1995 s.d 2014 adalah 2,6 mm/tahun. Selanjutnya rata-rata nilai kenaikan muka air laut di Laut Selatan Jawa adalah 1,4 mm/tahun. Mengingat tersedianya data satelit altimetri yang dapat diakses secara gratis dan dapat digunakan untuk analisis kenaikan muka air laut, maka pada naskah tulisan ini dibahas terkait kualitas data satelit altimetri khususnya satelit Jason-2 di perairan Sumatera Barat. Selain itu, melihat pentingnya informasi kenaikan muka air laut untuk pengelolaan wilayah pesisir, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kenaikan air laut yang harapannya dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam Sumber: (Seeber, 2003) Gambar 3. Konsep Dasar Satelit Altimetri. Salah satu jenis satelit altimetri adalah Satelit Jason-2 (Gambar 4). Satelit Jason-2 merupakan pengembangan dari misi satelit altimetri Topex/Poseidon dan Jason-1. Satelit Jason-2 diluncurkan pada tanggal 20 Juni 2008. Instrumen utama pada Jason-2 meliputi altimetri Poseidon-3, Advance Microwave Radiometer (AMR), DORIS, TRSR merupakan penentuan lokasi dari GPS dengan metode triangulasi kemudian diintegrasikan bersama ke model penentuan orbit untuk mengetahui lintasan satelit yang kontinyu, dan Laser Retroreflector Array (LRA) (Dumont et al., 2011). Karakteristik satelit Jason-2 dapat dilihat pada Tabel 1. Sumber: (Dumont et al., 2011) Gambar 4. Satelit Altimetri Jason-2. 3 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 No.1Mei 2017:1-8 Tabel 1. Karakteristik Satelit Jason-2. Aspek Keterangan Altitude 1336 km Resolusi 10 hari (tepatnya 9,915 hari) temporal Jumlah 254 (127 Trackascending/ fase naik, lintasan satelit 127 Trackdescending/ fase turun) Jarak lintasan 315 km di ekuator Kecepatan 7,2 km/detik Garis merah yang terdapat pada Gambar 5 merupakan lintasan track/pass satelit altimetri. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa perairan Sumatera Barat dilewati oleh empat track dengan nomor 001, 014, 090, dan 179. Secara umum, alur pengerjaan penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Mulai Data Satelit Altimetri Jason-2 orbit Kecepatan 5,8 km/detik Pengolahan data satelit altimetri lintasan Elipsoid Nilai a = 6378,1363 km dan 1/f = referensi 1/298,257 Model Geoid EGM96 Sumber: Dumont et al., 2011 Pada penelitian ini, pengumpulan data penelitian berupa data satelit altimetri Jason-2 dan data EGM 96. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunduh data pada website penyedia data. Masing-masing data diunduh secara gratis melalui situs resmi sebagai berikut: 1) Jason-2: ftp://data.nodc.noaa.gov/pub/data.nocd/jaso n2/gdr/gdr/. 2) EGM96: http://earthinfo.nga.mil/GandG/wgs84/gravitymod/egm96 /binary/binarygeoid.html/ Lokasi penelitian adalah wilayah perairan Sumatera Barat yang terletak pada area 4o Lintang Selatan (LS) s.d 1o Lintang Utara (LU) dan 98o s.d 102o Bujur Timur (BT). Area penelitian ditunjukkan pada Gambar 5. Ekstrak data SSH yang terkoreksi Geofisik dan penghapusan data yang berada di daratan Data undulasi (N) Geoid EGM96 Menghitung nilai SLA Koreksi outlier SLA terkoreksi Pengeplotan data permukaan laut Hitung nilai kenaikan muka air laut (SLR) dengan regresi liniear Nilai SLR dari data satelit altimetri dan pasut Analisis dan pembahasan Pengambilan kesimpulan Selesai Gambar 6. Diagram Alir Penelitian. Pengolahan Data Satelit Jason-2 Sumber: Google Earth Gambar 5. Lokasi Penelitian. 4 Data satelit Jason-2 yang diunduh adalah data format biner. Oleh karena itu, data satelit Jason-2 perlu diekstrak dengan memasukan beberapa koreksi. Salah satu koreksi yang harus diberikan ketika ekstrak data adalah koreksi geofisik yang dilakukan secara post-processing (Ablain dkk, 2009 dalam Becker et al., 2012). Data yang diekstrak adalah data Sea Surface Height (SSH) atau data ketinggian muka air laut diatas elipsoid. Software yang digunakan untuk ekstrak data SSH adalah BRAT v3.1. Cara kerja ekstraksi menggunakan software BRAT v3.1. dapat dilihat pada Gambar 7. Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2 ................................ (Khasanah dan Yenni) pembebanan (load tides), pasut Bumi padat (solid earth tides), dan pasut kutub (pole tides). Proses ekstraksi data SSH dilakukan setiap track/pass satelit. Persamaan yang digunakan untuk mengekstrak SSH yang terkoreksi ditunjukkan pada Persamaan (1) (Rosmorduc, 2009). mulai Membuat workspace Membuat dataset Memasukan data satelit format biner Membuat operations Memasukan ekspresi yang akan dieksekusi, meliputi nilai lintang, bujur, (formula) ssh, waktu dan kriteria pembatas Mengeksekusi dan mengeksport hasilnya dalam format ASCII Data satelit format ASCII terkoreksi geofisik selesai Gambar 7. Diagram Alir Ekstraksi Data SSH. Kegiatan post-processing data satelit altimetri ditujukan untuk meningkatkan ketelitian data pengamatan dengan memberi berbagai model koreksi geofisik/geometrik meliputi koreksi troposfer, koreksi ionosfer, koreksi sea-state bias dan koreksi pasut (Andersen dan Scharroo 2011 dalam Putra 2013). Penjelasan masing-masing koreksi adalah sebagai berikut: 1. Koreksi troposfer. Sinyal satelit mengalami refraksi yang menyebabkan perubahan pada kecepatandan arah sinyal satelit apabila melewati troposfer. Bias troposfer dibedakan menjadi dua yaitu troposfer kering (dry troposphere) dan troposfer basah (wet troposphere). 2. Koreksi ionosfer. Pada lapisan ionosfer terdapat elektron yang mempengaruhi kecepatan, arah, polarisasi dan kekuatan sinyal satelit. Besarnya bias dari efek ionosfer tergantung pada variasi konsentrasi elektron sepanjang lintasan sinyal yang dipengaruhi oleh aktivitas Matahari. 3. Koreksi Sea State Bias (SSB). SSB merupakan kesalahan dari media pantul terhadap satelit yang berupa jumlah antara elektromagnetik Bias (EMB) dan skewnes bias. 4. Koreksi pasut. Koreksi pasut dapat berupa pasut laut elastis (elastic ocean tides), pasut SSHj-2= ((((((((alt – range_ku) model_dry_tropo_corr) (hf_fluctuations_corr + inv_bar_corr)) ocean_tide_sol1) – solid_earth_tide) pole_tide) – sea_state_bias_ku) iono_corr_alt_ku) rad_wet_tropocorr………………………….(1) – – – – – dimana: SSHj-2 : Sea Surface Height/tinggi permukaan laut sesaat satelit Jason-2 alt :tinggi satelit altimetri terhadap referensi ellipsoid range_ku :tinggi satelit altimetri terhadap permukaan laut model_dry_tropo_corr : koreksi troposfer kering rad_wet_tropo_corr : koreksi troposfer basah iono_corr_alt_ku : koreksi ionosfer sea_state_bias_ku : koreksi sea-state-bias inv_bar_corr : koreksi inverse barometer ocean_tide_sol1 : koreksi pasang surut laut solid_earth_tide : koreksi pasang surut bumi pole_tide :koreksi pasang surut kutub Data SSH terkoreksi geofisik kemudian dicek dan dikoreksi data yang berada di daratan dan data kosong. Visualisasi data SSH untuk perairan Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Visualisasi Nilai Sea Surface Height (SSH) Wilayah Sumatera Barat. Nilai SSH hasil ekstraksi kemudian digunakan untuk menghitung nilai SLA dengan cara mengurangkan nilai SSH terkoreksi dengan nilai undulasi EGM96. Data yang telah dikoreksi kemudian diplot untuk melihat kondisi data. Apabila masih terdapat data outlier (data yang 5 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 No.1Mei 2017:1-8 menyimpang dari kebanyakan data) maka harus dibuang. Proses koreksi outlier dengan cara melakukan uji global pada setiap track/pass satelit. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 99%. Data SLA terkoreksi dari semua kesalahan kemudian digunakan untuk identifikasi kondisi permukaan laut (Khasanah, 2015). Pengolahan EGM96 Data EGM96 digunakan untuk mengetahui nilai undulasi geoid di perairan Sumatera Barat. Nilai undulasi digunakan sebagai referensi dari satelit Jason-2. Nilai SSH satelit Jason-2 yang telah direferensikan terhadap EGM96 disebut dengan Sea Level Anomaly (SLA). Nilai undulasi geoid diperoleh dengan mengekstrak data EGM96 menggunakan perangkat lunak intptdac.exe. untuk mengekstrak nilai geoid diperlukan input berupa koordinat lintang dan bujur lokasi penelitian. Output dari program ini adalah data undulasi yang sesuai dengan koordinat file input. Visualisasi nilai undulasi Geoid untuk wilayah Sumatera Barat ditampilkan pada Gambar 9. Nilai undulasi di daerah Sumatera Barat berkisar antara -35 s.d -9 m, rata-rata nilai undulasi di daerah Sumatera barat adalah 21,204 m dan standard deviasinya 6,745 m. Nilai undulasi semakin menuju perairan dalam, memiliki nilai semakin negatif dan sebaliknya memiliki nilai yang besar apabila mendekati daratan. Undulasi di daerah Sumatera Barat bernilai negatif. Nilai undulasi geoid negatif menyatakan bahwa permukaan geoid pada daerah tersebut terletak dibawah permukaan elipsoid referensi (Susanto, 2010). y = a + bx ………………………………………..(2) dimana: y : tinggi muka air laut x : waktu a : nilai offset b : tingkat kenaikan (slope, trend) Nilai a dan b merupakan konstanta regresi linier. Konstanta a biasanya disebut dengan intersep. Intersep yaitu jarak titik asal atau titik acuan dengan titik potong garis regresi dengan sumbu Y. Konstanta b dinamakan juga slope, yang menunjukkan kemiringan atau kecondongan garis regresi terhadap sumbu X. Nilai konstanta regresi dapat dihitung menggunakan Persamaan (3) dan (4) (Walpole, 1982). b xy nXY X nX 2 2 ……………………………………..(3) a Y bX ………………………………………….......(4) dimana: X : rata-rata variabel x (waktu) Y : rata-rata variabel y (tinggi muka laut) Nilai konstanta regresi linier kemudian digunakan untuk menghitung kenaikan muka air laut pertahun, yaitu dengan mencari beda tinggi dari kemiringan trend, kemudian dibagi sebanyak periode pengamatan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Data Satelit Jason-2 di Perairan Sumatera Barat Data yang digunakan untuk analisis kondisi permukaan laut perairan Sumatera Barat adalah Cycle nomor 001 s.d 276 dengan nomor pass/track 001, 014, 090 dan 179, dimana periode waktunya adalah dari 12/07/2008 s.d 30/12/2015. Rekapitulasi kualitas data SLA satelit Jason-2 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Gambar 9. Jumlah Data Terkoreksi Jumlah Data Ratarata (%) Outlier Outlier Persentase (%) 001 17.963 17.754 209 90,03 % 014 26.918 26.738 180 97,13 % 92,91 % 090 20.133 19.905 228 87,89 % 179 25.912 25.738 174 96,60 % Visualisasi Nilai Undulasi Geoid EGM96 Wilayah Sumatera Barat. Identifikasi Kenaikan Muka Air Laut Untuk mengetahui tingkat kenaikan tinggi muka air laut dari data satelit Jason-2 diidentifikasi dengan metode regresi linier. Persamaan regresi linier ditunjukkan pada Persamaan (2) (Walpole, 1982). 6 Rekapitulasi Data SLA Satelit Jason-2. Jumlah data SLA awal Pass/ track Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2 ................................ (Khasanah dan Yenni) Tampilan data SLA satelit Jason-2 dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10, nilai SLA terkoreksi di perairan Sumatera Barat berkisar antara 0,6 m s.d 3,3 m. Nilai rata-rata kenaikan muka air laut perairan Sumatera Barat dari data satelit Jason2 selama 8 tahun menunjukan nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kenaikan muka air laut global (Gambar 12). Dimana per tanggal 21 April 2016 nilai rata-rata kenaikan muka air laut global adalah 3.39 mm/tahun (http://www.aviso.altimetry.fr/). Gambar 10. Tampilan Nilai SLA Perairan Sumatera Barat. Kenaikan muka air laut / Sea Level Rise (SLR) perairan Sumatera Barat Nilai kenaikan muka air laut di perairan Sumatera Barat dari tahun 2008 s.d 2015 dihitung dari hasil plot data SLA satelit Jason-2 yang telah dikelompokkan percycle. Grafik data SLA dari satelit Jason-2 ditampilkan pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11, nilai SLA tertinggi berada pada bulan Juni tahun 2013 sebesar 1,910 m. Sedangkan nilai SLA terendah berada pada bulan September tahun 2011 sebesar 1,425 m. Persamaan yang diperoleh dari hasil hitungan regresi linier dari SLA perairan Sumatera Barat adalah y = 1,616 + 0,000025x. Persamaan tersebut digunakan untuk mencari nilai kenaikan muka air laut selama 8 tahun dan kenaikan muka air laut pertahun di perairan Sumatera Barat. Kenaikan muka air laut global di perairan Sumatera Barat selama 8 tahun sebesar 6,88 mm, sedangkan rata-rata nilai kenaikan muka air laut di perairan Sumatera Barat sebesar 0,86 mm/tahun. Gambar 11. Grafik dan Trend Linier dari Data SLA Satelit Jason-2. (sumber: aviso.html ) http://www.aviso.altimetry.fr/en/my- Gambar 12. Grafik perubahan kondisi muka air laut global. Peningkatan muka air laut awalnya dipandang sebagai suatu rangkaian proses pasang surut. Saat ini, peningkatan muka air laut disinyalir disebabkan oleh efek pemanasan global. Peningkatan muka air laut secara relatif dapat berubah untuk beberapa alasan dan selama rentang skala waktu (Yoskowits et al., 2009). Penyebab kenaikan muka air laut diklasifikasikan menjadi tiga faktor, yaitu: 1. Faktor global. Penyebab utama kenaikan muka air laut yang merupakan faktor global adalah ekspansi termal dari lapisan permukaan laut dan mencairnya es di kutub serta perubahan iklim global. 2. Faktor regional. Faktor regional umumnya ditimbulkan oleh aktifitas tektonik dalam suatu region yang meliputi daerah yang relatif luas, misalnya pergeseran lempeng tektonik. 3. Faktor lokal. Faktor lokal banyak dipengaruhi oleh proses subsidensi akibat perubahan masa tanah karena kegiatan manusia serta perubahan fluida di bawah tanah. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan muka air laut di perairan Sumatera Barat sama dengan faktor kenaikan muka air laut yang berpengaruh di perairan lainnya seperti faktor prubahan iklim. Fenomena perubahan iklim dapat menaikkan permukaan air laut karena kondisi Es yang mencair sehingga ada penambahan volume air laut. Massa air di perairan Sumatera barat dipengaruhi oleh karakteristik massa air dan sistem angin muson. Angin musim barat terjadi pada bulan Desember s.d Februari dan angin musim timur terjadi pada bulan Juni s.d 7 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 23 No.1Mei 2017:1-8 Agustus. Pada bulan Maret s.d Mei merupakan musim peralihan antara Musim Barat dan Musim Timur (Wyrtki, 1961). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kenaikan muka air laut diantaranya adalah pergerakan lempeng, penurunan muka tanah dan gempa (Senjyu et al., 1999; FenoglioMarc et al., 2012; Marcos et al., 2012). KESIMPULAN Satelit Jason-2 di perairan Sumatera Barat mempunyai kualitas data perekaman yang baik, karena memiliki sedikit data kosong dan data outlier. Keberadaan data satelit Jason-2 di perairan Sumatera Barat adalah sekitar 92,91 %. Nilai kenaikan muka air laut di perairan Sumatera Barat adalah sebesar 0,86 mm/tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM ITP yang telah membiayai penelitian dengan Surat Perjanjian Penugasan Nomor: 14/27.O10.4.2/PN/2017, pengurus Program Studi Teknik Geodesi, FTSP-ITP, web penyedia data satelit altimetri JPL ESA / CNES and AVISO dan rekan-rekan yang membantu dalam pengumpulan data. DAFTAR PUSTAKA Aviso. 2016. https://www.aviso.altimetry.fr/en/data/products/oce an-indicators-products/mean-sea-level.html (diakses Mei 2016) Becker, M., B. Meyssignac, C. Letetrel, W. Liovel, A. Cazenave, and T. Delcroix. 2012. “Sea Level Variations at Tropical Pacific Island since 1950.” 18 September 2011 Global and Planetary Change 80-81 (2012) (Global and Planetary Change): 85–98. Dumont J.P, V. Rosmorduc, N. Picot, E. Bronner, S. Desai, H. Bonekamp. 2011. “Ocean Surface Topography Mission/OSTM Jason-2”. Issue: 1 rev 8. 8 Fenoglio-Marc, L., Schone, T., Illigner, J., Becker, M., Manurung, P., dan Khafid. 2012. Sea Level Change and Vertical Motion from Satellite Altimetry, Tide Gauge and GPS in the Indonesian Region. Marine Geodesy, 137 – 150. Heliani, L.S, nd, “Satelit Altimetri dan Aplikasi Monitoring Dinamik Bumi”, LPPM, Universitas Gadjah Mada Khasanah, I.U. 2015. “Variasi Permukaan Laut Perairan Pulau Jawa Berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri dan Data Pasut”, Tesis, Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada. Marcy, D. Allison, A. William, A. Stephen, G. Audra, L.A. Edward, M. dan Chris, Z. 2012. Incorporating Sea Level Change Scenarios at the Local Level, NOAA Coastal Services Center Marcos, M., Tsimplis, M. N., dan Calafat. F. M. 2012. Inter-Annual and Decadal Sea Level Variations in the North -Western Pacific Marginal Sea.Progress in Oceanography, 105 (2012),4-21. Putra, I.W.K.E. 2013. “Evaluasi Hasil Post-Processing Data satelit Altimetri Envisat sebagai Data Prediksi ancaman Peningkatan Muka Air Laut untuk Pemetaan Genangan Wilayah Pesisir”. Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Rosmorduc, V. 2009. “Basic Radar Altimetry Toolbox Practical”, NERSC, Bergen, Norway. Seeber, G. 2003. Satellite Geodesy, Hubert & Co. GmbH & Co. Kg Senjyu, T., Matsuyama, M., dan Matsubara, N. 1999. Inter-annual and Decadal Sea-Level Variations along the Japanese Coast, Progress in Oceanography, 55, halaman: 619 – 633. Susanto, A. 2010. “Pemodelan Geoid dari Data Satelit Grace (Studi Kasus: Wilayah Indonesia), Skripsi, Institut Teknologi Padang, Surabaya. Walpole, Ronald E. 1982. “Pengantar Statistika Edisi ke3”, cetakan keenam tahun 1995, Gramedia, Jakarta. Wyrtki, K. 1961. “Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters”. The University of California, California. Yoskowits, D.W. James, G. dan Ali. M. 2009. The SocioEconomic Impact of Sea Level Rise in the Galveston Bay Region, A Report for Environmentals Defense Fund, Texas A&M. University-Corpus Christi, Texas.