PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI

advertisement
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI
(Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
Oleh:
FATRA YENI FEBRIANTI
NIM. 110565201007
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI
(Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik)
FATRA YENI FEBRIANTI
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
ABSTRAK
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, politik, agama dan budaya
yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, adalah demokrasi yang berdasarkan kepada
Pancasila yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
adalah seorang negarawan. Semua kebijakan Gus Dur semasa menjadi presiden itu
sangat memberi peluang besar akan tumbuh dan berkembangnya demokrasi di
Indonesia
Jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian pustaka,
Sehingga lebih sebagai penelitian documenter dengan mengkaji serta menganalisis
karya-karya Abdurrahman Wahid yang meliputi sumber data primer dan sekunder
untuk kemudian disimpulkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Heuristik, verifikasi, tahap interpretasi, dan tahap historiografi. Dalam penelitian ini
objek kajian adalah pemikiran politik dan demokrasi, tokoh dalam hal ini adalah
Abdurrahman Wahid. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara jelas dan
cermat mengenai konsep dari pemikiran Abdurrahman Wahid.
Hasil dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Gus dur menjujung tinggi
konsep kebebasan di era kepemimpinannya. Secara garis besar terdapat 4 (empat)
konsep kebebasan di masa kepemimpinan Gus dur yang diantaranya kebebasan di
ranah agama, budaya, politik dan ekonomi. Gus dur merupakan salah satu tokoh dari
sekian banyak tokoh kenegarawaan Indonesia yang menjujung tinggi akan dasardasar kebebasan dari tiap-tiap warga negara.
Kata Kunci: Pemikiran Politik dan Demokrasi
1
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI
(Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik)
FATRA YENI FEBRIANTI
University Student of Science Of Government, FISIP, UMRAH
ABSTRACT
Democracy is a form of government that all citizens have same right in making
decisions that could change his life. Democracy includes the social, economic,
political, religious and cultural freedom that allows the practice of politics freely and
equally. Democracy practiced in Indonesia is a democracy that based on Pancasila is
still in early stages of development and the nature of character traits are various on
interpretations and views. Abdurrahman Wahid was a statesman. All policies of Gus
Dur during his precidency has very big opportunities of growing and developing of
democracy in Indonesia.
The research type of preparation of this thesis is a library research. The method
used in this study is heuristic, verivication, interpretation stage, and the stage of
historiography. The objects of this study is the political thought and democracy. The
figure in this study is Abdurrahman Wahid.
The results of this study showed that Gus Dur uphold the freedom concept on
this presidency. In general, there are 4 freedom concepts on Gus Dur’s era. That
included in religion, culture, economic, and politic. Gus Dur is one of leaders whose
very uphold on society freedom as long as these freedoms are not country to the laws,
rules, social norms, religion, and religious norms.
Key words: Political thougt, Democracy
2
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI
(Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik)
A. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Substansi dari demokrasi adalah terjaminnya kemerdekaan rakyat untuk
memilih pemimpin atau sistem politik formal secara bebas dan sekaligus untuk
menjatuhkannya apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan konstitusi.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau
melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan
demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya.
Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat
berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti rakyat,
kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa). Budiardjo, (2008:105)
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam
1
3
peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Sesudah Perang Dunia II kita melihat gejala bahwa secara formal demokrasi
merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penelitian yang
diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka:
“mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan
sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi
politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang
berpengaruh (Probably for the first time in history democracy is claimed as
the proper ideal description of all systems of political and social
organizations advocated by influential proponents)”. Budiardjo, (2008:105)
Demokrasi yang dianut di Indonesia, adalah demokrasi yang berdasarkan
Pancasila yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal
ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen.
Selain itu, Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip
yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam penjelasan Undang-Undang
Dasar 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara. Budiardjo, (2008:106), yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
4
2. Sistem Konstitusional, Pemerintahan berdasarkan atas Sistem
Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan
yang tidak terbatas).
Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa
demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum
diamandemen ialah demokrasi konstitusional. Disamping itu, corak khas demokrasi
Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar.
Pada waktu demokrasi konstitusional muncul sebagai suatu program dan sistem
politik yang konkret, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas
kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang
dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga negara.
Disamping itu, kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan
penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa
orang/badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang
atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah
Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of law. Budiardjo, (2008:107-108)
Demokrasi biarpun baru lahir pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang
konkret, tetapi ia sebenarnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke15 dan ke-16. Maka dari itu, wajah demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa asas
yang dengan susah payah telah dimenangkannya, seperti misalnya kebebasan
manusia terhadap segala bentuk kekangan dan kekuasaan sewenang-wenang baik
5
dibidang agama maupun dibidang pemikiran serta dibidang politik. Jaminan terhadap
hak-hak asasi manusia dianggap paling penting.
Dalam rangka ini negara hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai Penjaga
Malam (Nachtwachtersstaat) yang hanya dibenarkan campur tangan dalam
kehidupan rakyatnya dalam batas-batas yang sangat sempit. Demokrasi tidak
merupakan sesuatu yang statis, dan dalam abad ke-20, terutama sesudah perang dunia
II, negara demokratis telah melepaskan pandangan bahwa peranan negara hanya
terbatas pada mengurus kepentingan bersama.
Sekarang dianggap bahwa negara turut bertanggung jawab atas kesejahteraan
rakyat dan karena itu harus aktif berusaha untuk menaikkan taraf kehidupan warga
negaranya. Gagasan ini dituang dalam konsep mengenai negara kesejahteraan
(Welfare State) atau Social Service State. Demokrasi dalam abad ke-20 tidak lagi
membatasi diri pada aspek politik saja seperti dalam abad ke-19, tetapi meluas
mencakup juga segi-segi ekonomi sehingga demokrasi menjadi demokrasi ekonomi.
Perkembangan ini telah terjadi secara pragmatis sebagai hasil dari usaha mengatasi
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam abad ke-20. Lagipula perkembangan ini
telah terlaksana secara evolusioner.
International Commission Of Jurist dalam konferensi Bangkok (1965)
mengemukakan bahwa syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang
demokratis dibawah Rule of Law ialah:
6
1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin
hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial
tribunals).
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan (civil education)
Perkembangan demokasi di Indonesia telah mengalami pasang surut, selama
25 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi
ialah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya,
mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan
sosial dan politik yang demokratis.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat
dibagi dalam empat masa, yaitu:
a. Masa
Republik
Indonesia
I
(1945-1959),
yaitu
masa
demokrasi
(konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan
yang dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
b. Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa Demokrasi Terpimpin
yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional
7
yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa
aspek demokrasi rakyat.
c. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang
menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap
praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.
Tahun 1999, ditengah situasi negara yang kacau balau akibat gempuran krisis
ekonomi dan finansial yang begitu dahsyat, dan disaat reputasi Indonesia merosot
tajam di dunia internasional akibat kerusuhan sosial yang terus-menderu tanpa henti
dari Aceh hingga Papua, lalu Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur secara
demokratis terpilih menjadi presiden ke-4 melalui sidang (MPR) yang sangat
“dramatis” dan mengharukan. Situasi sosial-politik-ekonomi Indonesia yang sedang
labil, dengan begitu naiknya Gus Dur sebagai Presiden membawa setumpuk tugas
dan beban berat yang tidak mungkin diselesaikan dalam waktu sekejap, seperti
harapan yang didambakan kebanyakan rakyat banyak waktu itu.
Gus Dur memiliki keistimewaan tersendiri dalam pola pikirnya. Beliau adalah
sosok cucu dari pendiri Nahdatul Ulama (NU) yakni Hadratusy syekh K.H Hasyim
Asy‟ari, yang sangat terkenal dibidang ilmu agama Islam. Gus Dur yang memiliki
pola pikir yang berbeda dari kiai lainnya. Banyak yang mengklaim bahwa Gus Dur
seorang kiai sesat, namun tak sedikit yang mendukung pola pikirnya.
Gus Dur secara sikap yang selalu „nyeleneh‟, dan humoris ini memiliki
keistimewaan yang terdalam khususnya dalam sikap nilai keagamaannya. Slogannya
8
yang selalu membuat kita terngiang-ngiang, “Gitu Aja Kok Repot!!” memiliki nilai
fungsi kefilsafatan. Pertama, dalam slogan Gus Dur ini memiliki sifat kerakyatan.
Secara personal tampak sang Kiai humoris yang lebih senang menggunakan sarung
dan kopiah hitam ini tidak mementingkan dirinya. Sikap keadaan dirinyalah yang
tetap rendah hati namun memiliki intelektualitas yang sangat besar.
Kedua, Gus Dur dalam penampilan dirinya jarang menggunakan pakaian ala
islami (jubah gamis, peci puti, bersorban kepala), berbeda dengan kiai-kiai lainnya.
Baginya islam bukanlah citra, jikalau islam dijadikan citra, maka hancurlah akidah
yang tertanam dalam diri. Ketiga, Gus Dur selalu menggunakan “jokes” yang
menarik untuk mengkritik pemerintahan, laksana rakyat jelata yang bodoh ingin
menyuarakan aspirasinya. Tak jarang ketika masih menjadi presiden sering tidur
pulas didalam sidang MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Sikap tidur pulas Gus
Dur juga merupakan sikap protes kepada para legislatif Indonesia. Alasannya beliau
melihat bahwa sidang MPR „ngalor-ngidur’ bahkan pernyataannya yang sangat
menggemparkan bahwa MPR seperti “Taman Kanak-Kanak”.
Negeri ini sebenarnya sudah lama mengalami “pendarahan” yang sangat
serius akibat sekian puluh tahun rakyat digencat dalam sebuah sistem politik yang
hegemonik tiranik dan menindas. Setiap rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi
selalu dihadang dengan senapan laras panjang, atau bedil. Singkatnya, Indonesia saat
mengalami transisi politik dari orde baru ke era reformasi ibarat penyakit yang sudah
mencapai stadium tiga jika tidak diamputasi (oleh Gus Dur), si penderita penyakit itu
(Indonesia) akan mati.
9
Berbagai persoalan yang menggunung itu menjadi “pekerjaan rumah” yang
sangat berat buat pemerintahan Gus Dur pada waktu itu. Dalam pidato perdananya,
sesaat setelah diambil sumpah sebagai Presiden menegaskan bahwa hanya mereka
yang bisa mengerti dan memahami hakikat demokrasi-lah yang dapat memelihara,
mengembangkan dan menegakkan demokrasi.
Sumanto Al-Qurtuby dalam Rahman (2014:70), hakikat demokrasi dalam
pandangan Gus Dur salah satunya adalah kebebasan. Kebebasan berarti sebuah upaya
membebaskan diri dari belenggu tirani dan kezhaliman yang merupakan konsekuensi
dari sistem politik yang hegemonik. Kekuasaan yang hegemonik akan membatasi
ruang gerak berfikir yang tanpa batas, serta akan menyempitkan ruang untuk
berekspresi.
Puluhan tulisan yang ditulis oleh Gus Dur dan terangkum dalam Master
Peace nya yang berjudul : “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” (2006), membuktikan
pengalamannya dalam perjuangan membela kebenaran seperti penolakannya yang
keras terhadap Khilafah Islamiyah. Pembelaannya dan sikap pro terhadap Pancasila
sebagai harga mati bangsa Indonesia serta sikap membela kepada kelompok marjinal
seperti masyarakat Tionghoa yang dilegalisasikan dalam agama Konghucu.
Kepercayaan warga Tionghoa terhadap konfusius (ajaran kebaikan Cina) yang sudah
mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia diakui sebagai bentuk multikulturalisme.
Faktanya, warga Tionghoa tidak pernah membuat kekacauan politik di Indonesia.
Harus diakui bahwa bangsa Indonesia sendirilah yang mendeskreditkan warga
Tionghoa.
10
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang negarawan yang luar biasa.
banyak kritik-kritik pedas ia lontarkan kepada pemerintahan manakala ada keputusan
pemerintah yang merugikan rakyat banyak. Dengan modal tersebut beliau berusaha
untuk menjaga titik keseimbangan negara dan bangsa. Apalagi segenap perjuangan
saat Orde Baru telah terbayar melalui Kepresidenan ke-4 Republik Indonesia, di
mana beliau mampu mewujudkan eksperimentasi kenegaraannya, yang lahir dari
keprihatinan atas otoritarianisme politik Orde Baru.
Di antara sejumlah warisan kebijakannya yang sangat berguna bagi tumbuh
dan berkembangnya arena publik semasa menjadi presiden menurut Rahman (2014:
65-67) adalah sebagai berikut:
a. Mengusulkan dicabutnya TAP MPRS No. XXXV/1966 tentang pelarangan
eksistensi organisasi dan ideologi komunisme dan marxisme yang
berimplikasi pada tersingkirnya mantan orang-orang Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan mereka yang dikelompokkan sebagai PKI oleh penguasa.
b. Mengisi jabatan-jabatan strategis yang selalu dikuasai militer dengan orangorang sipil.
c. Mengubah Staf Sosial politik menjadi Staf Teritorial. Perubahan ini
mendorong militer untuk profesional karena peran militer sudah dikurangi
untuk mengatasi persoalan-persoalan diluar militer.
d. Memisahkan jabatan Menteri Pertahanan dengan Menteri Politik Hukum dan
Keamanan dan penempatan orang sipil di jabatan Menteri Pertahanan.
11
e. Merealisasikan pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) - Polisi Republik
Indonesia (POLRI). Sebenarnya, gagasan pemisahan TNI-Polri muncul dari
kalangan TNI sendiri, tetapi sampai tahun 1999, Polri masih berada didalam
komando Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
f. Menghapus hak prerogatif militer dengan cara menghapus bakorstanas (Badan
Koordinasi Bantuan dan Pemantapan Nasional) yang dulu menjadi pengganti
Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban).
g. Menghapus kebijakan Litsus meneliti seseorang terlibat PKI atau tidak) yang
sering dijadikan alasan dan alat Orde Baru untuk menyingkirkan lawan-lawan
politiknya.
h. Pada 10 November 1999 membentuk Departemen Eksplorasi Laut, yang
kemudian hari menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan.
i. Mengakui
adanya
keyakinan
Konghucu
dan tradisi
Tionghoa
dan
membolehkan untuk memiliki hak-haknya kembali yang pada masa Orde baru
dikebiri.
j. Menyelesaikan konflik Aceh yang ingin merdeka, dengan mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang kewenangan menerapkan
Syariat Islam.
k. Menyetujui penggantian nama Irian menjadi Papua.
l. Menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di
Indonesia, terutama di Timor Timur dan mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM tanggal 23 November 2000.
12
Semua kebijakan Gus Dur semasa menjadi presiden itu sangat memberi
peluang besar akan tumbuh dan berkembangnya arena publik sebagai syarat untuk
menciptakan negara yang demokratis. Gus Dur mencabut keputusan-keputusan
hukum yang dapat “memandulkan” kebebasan rakyat untuk melakukan diskursus
mengenai masalah politik di arena publik.
Peran militer yang besar di masa Orde Baru sehingga Soeharto dicap sebagai
pemimpin diktator, oleh Gus Dur dikecilkan, bahkan Gus Dur tidak mengizinkan
militer ikut memecahkan masalah di luar persoalan militer. Gus Dur membuka
peluang selebar-lebarnya kepada berbagai aliran agama, kebudayaan dan ideologi,
yang semasa Orde Baru mendapat perlakuan diskriminatif, untuk mengembangkan
diri secara wajar, sebagaimana tradisi, kebudayaan, dan aliran agama yang bebas
berkembang di negeri ini.
Adapun tindakan atau sikap yang dilakukan Gus Dur yang menimbulkan
kontroversial adalah:
1. Selama masa jabatan kedua sebagai ketua Nahdatul Ulama, Gus Dur mulai
mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju dengan ide Liberal
yang dilakukannya. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar
agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober
1994 serta mencoba membuka hubungan dagang dengan Israel
13
2. Gus Dur menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983
dan menjadi ketua juri festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 dan 1987
yang tidak pernah dilakukan oleh ulama pada umumnya
3. Mendukung Ahmadiyah dengan alasan HAM (Hak Asasi Manusia)
4. Gus Dur membela kasus Ajinomoto merek penyedap masakan dari Jepang
5. Gus Dur tour keliling dunia yang menghabiskan anggaran sekitar 105
Miliar untuk menjalin kerja sama dengan negara lain
6. Menyelesaikan kasus Islam vs Kristen Ambon yang penyelesaian kasusnya
kembali ke masyarakat Maluku
Sebagai presiden, Gus Dur tidak pernah melarang masyarakat untuk
membangun opini dengan dirinya, baik positif maupun negatif. Ketika Gus Dur
menjadi presiden, banyak kritikan yang dilontarkan masyarakat kepada dirinya, tetapi
Gus Dur tidak marah terhadap mereka, tidak menyuruh mereka untuk berhenti
mengkritik lagi, apalagi sampai menangkap mereka dan memenjarakannya agar tidak
mengkritik lagi.
Meskipun umur kepresidenanya tak lama, tetapi kita tetap bisa menemukan
garis merah konseptual dari segenap kebijakan politik yang konon sering
kontroversial. Dalam hal ini, studi tentang filsafat negara Gus Dur menjadi titik
muara, karena ia tidak hanya merujuk pada domain politik, tetapi terlebih budaya.
Dalam discourse negara, pemikiran Gus Dur bisa diletakkan secara menyeluruh,
sejak Orde Baru hingga sekarang, titik bidik Gus Dur adalah negara, tepatnya oposisi
14
terhadap negara, bahkan ketika ia “menjelma” negara. Sayangnya, ketiadaan
perumusan sistemik, serta pengangkatan Gus Dur pada level politik budaya, akan
meniadakan gerak dan watak Gus Dur yang sejak awal sudah political.
Pemerintahan Gus Dur
yang berlangsung pada awal Reformasi ini
menjadikan pemerintahan Gus Dur menghadapi tantangan yang berat. pemerintahan
Gus Dur dituntut untuk mampu mengawal Reformasi agar berjalan sesuai dengan
agenda reformasi dan mampu membersihkan sisa-sisa otoriterisme Orde Baru dan
menciptakan pemerintahan yang bersih serta terlepas dari sistem yang telah
diwariskan oleh Orde Baru serta mewujukan kebebasan yang pada zaman Soeharto
dibatasi.
Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum didalam konstitusi
Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam
pasal 28E ayat (3) yang menyatakan:
“setiap orang berhak atas
mengeluarkan pendapat”.
kebebasan
berserikat,
berkumpul,
dan
Maksud dari setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat
dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan
ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa
atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan
dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun
tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri.
15
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu kebebasan yang dijabarkan
dalam undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM). Sejarah membuktikan bahwa
kesadaran manusia terhadap hak-hak asasi akan meningkat bila terjadi pelanggaranpelanggaran kemanusiaan seperti ketidakadilan. Perjuangan atas pengakuan dan
usaha menegakan hak-hak asasi manusia dari berbagai bangsa banyak dituangkan
dalam berbagai konvensi, kontitusi, perundang-undangan, teori, dan hasil-hasil
pemikiran yang pernah hadir dimuka bumi ini.
Presiden ke-4 Indonesia ini telah mewariskan banyak pemikiran-pemikiran
bagi bangsa Indonesia, Sebagai generasi berikutnya semoga kita bisa mengambil
pemikiran-pemikiran beliau dan bisa mengambil pemikiran-pemikiran yang baik dan
menyingkirkan pemikiran yang kurang baik dari beliau. Kebebasan dalam demokrasi
janganlah dimaknai untuk bebas merebut kekuasaan yang sudah sah dan terpilih
secara demokratis, apalagi dijalankan sesuai dengan undang-undang, tentunya yang
paling elok untuk dilakukan dalam alam demokrasi adalah membantu Sang pemimpin
membangun bangsa, bukan berusaha menjatuhkannya.
Konsep kebebasan berpendapat dalam pemerintahan Gus Dur ini beliau
memadukan antara spiritualitas dan rasionalitas yang tak terbatas, pemikiran
keagamaan yang Inklusif dan Pluralis, serta mengharmoniskan hubungan antar
agama.
Penulis mengambil tokoh Gus Dur dalam pembuatan skripsi ini dikarenakan
tertarik dengan karakteristik yang dimiliki oleh beliau. Gus Dur selain merupakan
tokoh yang nyeleneh dan kontroversial karena kebijakan-kebijakannya yang berani
16
mengambil resiko yang malah akan menjerumuskan dirinya , tetapi Gus Dur juga
pemimpin visioner, mendukung kaum marginal yang selama ini dipandang sebelah
mata dan dikungkung dalam kekuasaan pribadi atas manusia, tanpa menghiraukan
ada aspek lain yang harus dituju, sehingga membuat manusia tidak dapat bergerak
dalam menentukan langkah dan fitrahnya yang memiliki kebebasan berpendapat.
Pemikiran Gus Dur banyak dipengaruhi para pemikir Barat maupun Timur.
Secara rasa maupun praktik prilaku yang Sufistik, pengaruh para Kiai yang mendidik
dan membimbingnya banyak memiliki andil besar dalam kepribadian Gus Dur. Kisah
tentang Kiai Fattah dari Tambak Beras-Jombang, Kiai Chudori dari TegalrejoMagelang, Kiai Ma‟sum dari Krapyak telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang
yang sangat peka pada sentuhan-sentuhan kemanusiaan.
Mahatma Gandi, pejuang anti kekerasan dari India, adalah guru sekaligus
idola gerakannya. Gus Dur, sebagaimana Ghandi, adalah sosok yang tidak bosanbosannya mengingatkan bahaya ancaman kekerasan politik yang dapat saja terjadi
dengan mengedepankan sentimen agama. Ia juga dikenal sebagai orang yang gigih
mengenalkan arti penting sikap non-sektarian dan toleransi antaragama didalam
kehidupan bangsa Indonesia yang plural ini.
Gus dur memang dikenal memiliki sikap yang sangat toleran, ia menerapkan
implikasi dalam hubungan manusia dengan Tuhan-Nya maupun hubungan manusia
dengan manusia, bila kedua hubungan itu baik maka manusia tidak perlu terlalu
meributkan perbedaan, yang mana selama ini kehidupan masyarakat Indonesia yang
sarat dengan beragam suku, agama dan ras.
17
Mencermati realitas tersebut, pemikiran mengenai kebebasan berpendapat
terutama bagi bangsa Indonesia yang majemuk menurut pandangan tokoh yang
sangat mengedepankan demokrasi, baik pemikirannya yang diaktualisasikan dalam
bentuk tulisan di berbagai media, maupun bentuk sikap dan tindakan riil yang
dilakukannya, entah itu ketika menjabat sebagai presiden , sebelum maupun sesudah
menjabat, sangatlah menarik untuk dikaji.
Untuk penelitian ini, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang demokrasi
ditinjau dalam perspektif kebebasan berpendapat, sehingga penelitian ini diberi judul
PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (STUDI
KEBEBASAN DI RANAH AGAMA BUDAYA EKONOMI DAN POLITIK).
B. KONSEP TEORITIS
1. Teori Demokrasi
Demokrasi secara umum diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat.
Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat dan bisa dijalankan oleh wakil-wakilnya
yang mereka pilih secara langsung dengan sistem pemilihan yang bebas, rahasia, jujur
dan adil. Tujuannya adalah memperjuangkan kepentingan rakyat. Nilai dasar
demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan, yang dalam praktiknya
muncul berbagai varian.
Gidden dalam Fattah (2011:1), demokrasi mengandung makna suatu sistem
politik dengan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, bukan raja atau kaum
bangsawan. Demokrasi berarti kebebasan, keadilan, kesetaraan, check and balance,
18
persamaan derajat, transparansi, serta keterlibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik.
Demokrasi dalam arti sempit menurut Joseph Schumpeter, sebuah metode
politik dan sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik, warga negara
diberikan kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-pemimpin politik
yang bersaing meraih suara. Dan pada pemilihan berikutnya, warga negara dapat
mengganti wakil mereka yang dipilih sebelumnya. Kemampuan untuk memilih
diantara pemimpin-pemimpin politik pada masa pemilihan inilah yang disebut
dengan “demokrasi”, (Sorensen, 2003:14). Ahli filsafat Franz Magnis Suseno
mengatakan bahwa yang hakiki dalam demokrasi itu, pertama kebebasan menyatakan
pendapat, berkumpul dan berserikat. Rahman, (2014:64).
Henry B . Mayo dalam buku Introduction to Democratic Theory memberi
definisi sebagai berikut:
“Sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik (A democratic political system is one in which public policies are made
on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at
periodic elections which are conducted on the principle of political equality
and under conditions of political freedom”). Budiardjo, (2008:117).
2. Kebebasan Berpendapat
Diantara beberapa nilai yang disandingkan dengan demokrasi, tampaknya tak
ada yang lebih sering dilekatkan kepadanya selain nilai kebebasan, kebebasan adalah
19
dasar dari konstitusi demokratis kata aristoteles. Maka kebebasan merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan bebas melakukan
sesuatu maka akan membuat manusia bisa mengekspresikan dirinya tanpa ada yang
melarangnya, tetapi hal tersebut pun harus dengan hukum yang berlaku.
Menurut Isaiah Berlin terdapat dua konsep kebebasan, yakni kebebasan
negatif dan kebebasan positif. Kebebasan dalam makna “negatif” (negatif liberty)
merupakan kebebasan dari (freedom from). Dalam makna ini, seseorang dapat
dikatakan bebas sejauh pilihannya, baik yang potensial maupun yang aktual, tidak
dihalang-halangi atau tidak dicampur tangani, jadi semakin luas wilayah kehidupan,
disitu seseorang individu tidak dihalang-halangi atau tidak dicampur tangani semakin
luas pula wilayah kebebasannya.
Sementara kebebasan dalam makna positif adalah kebebasan untuk (freedom
to), adalah jawaban dari pertanyaan apa dan siapa, yang merupakan sumber kontrol
atau campur tangan yang dapat menentukan seseorang untuk melakukan atau
menghendaki hal ini dan bukan hal itu. Seseorang dapat dikatakan bebas dalam
makna positif bila ia bebas untuk mengatur kehidupannya sendiri. Tingkat
kebebasannya tergantung pada sejauh mana ia menjadi pemilik, pengatur, dan
pelaksana kehidupannya sendiri, dan tidak dimiliki, diatur, atau menjadi sarana untuk
kehendak orang lain.
Gus Dur mengartikan demokrasi sebagai kondisi karena kebebasan
berpendapat yang benar-benar dijamin undang-undang. Sebab kebebasan merupakan
20
salah satu esensi demokrasi. Adanya kebebasan untuk beragama, berpolitik, seni
budaya dan ekonomi tanpa harus dikaitkan oleh masalah politik.
C. Hasil Penelitian
Abdurrahman Wahid adalah salah seorang intelektual Indonesia yang
menonjol dan sangat disegani. Tokoh yang sudah lebih dari 15 tahun menjabat Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU), organisasi kaum tradisionalis ini
sering menghiasi halaman-halaman koran. Gus Dur menjadi kontroversial ketika dia
berusaha melerai pihak-pihak yang terlibat kekerasan. Dari sana lah beliau banyak
melakukan gubrakan yang membuat banyak orang yang pro dan kontra terhadap
dirinya.
Menurut Kamaruddin Saleh (2014), Pemikiran Gus Dur ini cenderung
kontroversial kebanyakan pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia
pesantren. Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik,
formal, dan struktural. Sementara pengembaraannya ke Timur Tengah telah
mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikiran agama, dari yang
konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang radikal-liberal. Dalam bidang
kemanusiaan, fikiran-fikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir Barat
dengan filsafat humanisme.
1. Kebebasan diranah agama
Kebebasan beragama ala Gus Dur dimulai ketika beliau menjadi seorang
presiden, Gus Dur menerbitkan Keppres no.6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No
21
14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat china. Dalam keputusan
tersebut, Gus Dur merasa bahwa Pancasila harus diperankan dalam pengakuan hakhak sipil penganut Konghucu, seperti memberi keleluasaan untuk merayakan Imlek
dan beribadah sesuai dengan keimanannya.
Gus Dur termasuk satu-satunya Presiden Indonesia yang rajin melontarkan
gagasan keislaman dan keindonesiaan. Pemikiran kontroversi Gus Dur ternyata tidak
berhenti meskipun beliau menjadi Presiden. Gus Dur merujuk pada kasus perbedaan
pandangan antara deklarasi HAM PBB dan Fiqh
tentang perpindahan agama,
terutama perpindahan orang Islam ke agama lain (Murtad). Gus Dur mengatakan:
dalam ushul fiqh dikenal kaidah bahwa hukum bisa berubah sesuai dengan sebabnya
ada atau tidak adanya hukum itu sendiri. Prinsip hukum Islam itu tidak mengenal
stratifikasi. Artinya, hukum secara praktis harus dapat menyesuaikan diri dengan
kebutuhan manusia, bukan dengan keadaan zaman. Gus Dur mendorong umat Islam
agar cerdas mengaitkan syariat Islam dengan hukum nasional, boleh berbeda bentuk
dan beragam namun isinya satu.
Dalam melihat hubungan antara Islam dan hak asasi manusia, Gus Dur
mempersoalkan klaim sejumlah pemikir dan pemimpin dunia Islam yang menyatakan
bahwa Islam adalah agama yang paling demokratis dan amat menghargai hak asasi
manusia. Ironisnya, kenyataan yang ada justru berbeda dari klaim mereka. Pemikiran
yang tergolong berani tentang hak asasi manusia justru disuarakan oleh Gus Dur
tentang ketidak sesuaian pandangan fiqh dengan deklarasi universal hak asasi
manusia. Jika deklarasi HAM mengakui kebebasan untuk berpindah agama, hukum
22
Islam sebaliknya memberikan ancaman hukuman yang keras terhadap mereka yang
berpindah agama atau murtad. Orang yang murtad dapat dihukum mati, lalu Gus Dur
berkata: “kalau ketentuan fiqh diberlakukan di negara kita maka lebih dari 20 juta
manusia Indonesia yang murtad sejak tahun 1965 haruslah dihukum mati”. Menurut
Gus Dur pembaruan fiqh sangat perlu diberlakukan. Wahid, (2011:xxiv-xxv).
Menurut Gusdur Islam harus merawat tiga ikatan persaudaraan, yaitu
“ukhuwah
islamiyah”
(persaudaraan
keislaman),
“ukhuwah
wathaniyah”
(persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariah” (persaudaraan kemanusiaan).
Jika mampu merawat tiga ikatan persaudaraan ini, islam akan menjadi berkah bagi
alam semesta. (Gus Dur mengutip wejangan K.H. Ahmad Siddiq), Fatoni Sulton dan
Fr Wijdan (2014:39).
Wujud dari penyampaiannya itu tidak lain dan tidak bukan hanya untuk
menghormati dan menghargai ajaran-ajaran agama yang ada di sekitarnya. Beliau
tidak pernah membeda-bedakan agama yang satu dengan yang lain, malahan beliau
memberikan ruang bagi kaum minoritas untuk bisa dengan terbuka menampakkan
identitasnya sebagai agama yang di akui oleh negara.
2. Kebebasan diranah budaya
Menurut Gus Dur, (Fatoni dan Fr Wijdan,
2014:138-139),
kebudayaan
adalah seni hidup yang mengatur kelangsungan hidup dan menjadi pilar-pilar untuk
menjaga tatanan sosial. Dengan kata lain kebudayaan adalah suatu yang luas
23
mencakup inti hidup dari kehidupan suatu masyarakat atau penemuan suatu
masyarakat dalam arti buah yang hidup dari interaksi sosial antara manusia-manusia,
kelompok dan kelompok, dan kebudayaan hanya menjadi kebudayaan kalau ia hidup
dan mengacu pada kehidupan.
Gus Dur tidak anti dengan perubahan, tetapi Gus Dur juga tidak rela apabila
nilai-nilai lama yang masih sangat relevan, bahkan tidak bisa digantikan dengan nilainilai baru saat ini. seperti, kesabaran yang merupakan ciri khas masyarakat
tradisional, tidak bisa diganti dengan nilai pragmatis kaum modern, yang dampaknya
bisa membuat kita menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, masa lalu dan masa
depan bagi Gus Dur sama-sama penting. Orang tidak harus selamanya berjalan lurus
kedepan, tetapi sekali-kali harus menoleh ke belakang, jangan-jangan ada kearifan
lokal yang tertinggal.
Nilai-nilai budaya tradisional khas Indonesia yang perlu dilestarikan, menurut
Gus Dur, seperti sikap bijaksana, taruhlah keserasian tanpa menghilangkan kreativitas
perorangan, kesediaan berkorban untuk mengorbankan kepentingan sendiri untuk
kepentingan orang lain, melakukan banyak hal untuk orang lain tanpa mengharapkan
imbalan (sepi ing pamrih, rame ing gawe), kesabaran di hadapan kesulitan,
penderitaan dan lain-lainnya.
Gus Dur menegaskan, yang “paling Indonesia” di antara semua nilai yang
diikuti oleh warga bangsa ini adalah pencarian tak berkesudahan akan sebuah
perubahan sosial tanpa memutuskan sama sekali ikatan dengan masa lampau. Kita
dapat saja menamainya sebagai pencarian harmoni, walaupun dengan begitu bersikap
24
tidak adil terhadap pencarian besar dengan peranan dinamisnya dalam pengembangan
cara hidup bangsa dan menyalurkannya ke jalan baru tanpa menghancurkan jalan
lama, semuanya dalam proses yang berurutan.
Gus Dur adalah penjaga tradisi, dimana menurut pandangannya, agama dan
budaya mempunyai independensi masing-masing, tetapi keduanya mempunyai
wilayah tumpang tindih. Manusia tidak bisa beragama tanpa budaya, karena
kebudayaan merupakan kreativitas manusia yang bisa menjadi salah satu bentuk
ekspresi keberagaman. Tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa agama adalah
kebudayaan. Diantara keduanya terjadi tumpah tindih dan saling mengisi namun tetap
memiliki beberapa perbedaan.
3. Kebebasan diranah ekonomi
Kondisi bangsa ini sungguh sangat memprihatinkan, sekalipun dalam satu
tahun bangsa ini seratus kali ganti presiden, tidak ada yang mampu memulihkan
perekonomian kita, yang memang sudah sangat terpuruk ini dalam waktu yang
singkat. Gagasan ekonomi Islam terlalu memfokuskan pada aspek-aspek normatif,
dan kurang mempedulikan aplikasinya dalam praktik, yang justru diperlukan bagi
implementasi nilai-nilai tersebut di masyarakat.
Fokus kajian ekonomi Islam lebih banyak diarahkan pada persoalan sekitar
bunga bank, asuransi, dan sejenisnya. Prinsip ekonomi Islam adalah pendekatan
parsial yang memanfaatkan kata Islam sebagai predikat atau simbol saja. Padahal
yang terpenting bukanlah nama atau simbol itu sendiri, tetapi substansinya. Target
25
yang harus dicapai adalah membangun ekonomi rakyat. Karena, jika ekonomi rakyat
tidak dibangun sedemikian rupa, maka yang akan terjadi adalah kesenjangan sosial.
Upaya pembangunan Indonesia jika hanya bertumpu pada penegakan
demokrasi dan hukum, tanpa memperhatikan sistem ekonomi yang sekarang
timpang, yang hanya mementingkan konglomerat tidak akan ada hasilnya. Yang
paling penting bagi pengembangan ekonomi rakyat adalah dukungan modal melalui
kredit murah bagi usaha kecil dan menengah.
Perekonomian Indonesia akan maju jika dikelola dengan baik. Karena Allah
telah memberikan kepada bangsa Indonesia kekayaan alam yang berlimpah dalam
bentuk pertambangan, kehutanan dan kekayaan laut. Keberhasilan semua itu,
tergantung dari pemimpin-pemimpin bangsa.
Seperti kata ushul fiqh dalam Fatoni dan Fr. Wijdan (2014:302), yang artinya
tindakan atau kebijakan pemimpin terhadap rakyat yang dipimpin, harus langsung
terkait dengan kesejahteraan rakyat. Ini paling pokok, bukan kesejahteraan
pemimpin, jika hal itu dilaksanakan berarti kita melaksanakan ajaran agama kita.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan negara melayani hajat hidup orang banyak dan
bukan malah menaikkan harga tanpa melalui kenaikkan pendapatan. Menaikkan
harga berarti bukan melayani kebutuhan orang banyak, malah menyengsarakan
orang banyak.
26
Upaya mementingkan usaha rakyat hanya sebatas kata-kata saja. Ada fasilitas
dari pemerintah kepada pengusaha besar, tetapi tidak kepada pengusaha kecil.
Contoh, soal angkutan kota pemerintah tidak mengurus, tukang cukur tidak diurus,
tukang becak juga tidak diurus dan malahan dilarang sedangkan pemilik-pemilik
modal besar saja dilayani.
Pembangunan dimulai dari keterbukaan untuk memberantas korupsi. Tanpa
korupsi diberantas, akibatnya hukum tidak berjalan karena pemberantasan korupsi
bagian mutlak dari sebuah pembangunan. Sebuah varian lain dari pendekatan sosialekonomis ini perlu juga dicatat disini, yaitu pendekatan “kekirian” yang menganggap
bahwa segala sesuatunya akan menjadi beres apabila semacam “demokrasi ekonomi”
dapat ditegakkan dimana-mana, (Wahid Abdurrahman, 2010:93).
4. Kebebasan diranah politik
Kebebasan politik pada seorang warga negara adalah ketenangan jiwa yang
timbul dari prinsip bahwa masing-masing orang dijamin keamanannya dan agar
supaya orang mempunyai kebebasan ini, pemerintah harus berbuat bergitu rupa
sehingga seorang warga negara tidak usah merasa takut terhadap warga negara lain,
Charles De Montesquieu dalam Diane dan Abigail, (2005:80).
Gus Dur adalah pejuang gigih untuk menegakkan demokrasi dan kedamaian
di bumi. Hal ini terlihat dari upaya-upayanya untuk mereformasi sistem
pemerintahan yang otoriter, mengganti hukum yang diskriminatif, dan melindungi
rakyat yang tertindas. Beliau selalu mencari cara agar perjuangannya dalam
27
menegakkan demokrasi tidak memakan korban
misalnya, ditengah-tengah
banyaknya masyarakat yang mengecam Soeharto agar segera turun, Gus Dur tidak
menggerakkan massanya untuk bersama-sama masyarakat yang turun ke jalan
menggempur Soeharto. Hal ini ia lakukan dengan alasan untuk mencari jalan damai
dan memilih pendekatan persuasif. Bagi Gus Dur, nyawa seorang manusia sangat
berharga.
Pemikiran Gus Dur ketika menjabat sebagai Ketua Umum Nahdatul Ulama
juga menuai pro dan kontra di kalangan NU itu sendiri. Menjabat sebagai Ketua
Umum PBNU selama tiga periode berturut-turut. Dalam masa jabatannya Gus Dur
mendapatkan tekanan dari pemerintah Orde Baru. Pemikiran kontroversial Gus Dur
saat menjabat ketua PBNU dalam berbagai bidang, yakni: bidang politik, seperti
kembalinya NU ke Khittah 1926, diterimanya Pancasila sebagai asas NU,
mendirikan Fordem dan pembentukan PKB, bidang sosial-pendidikan, seperti
pembentukan LSM untuk memajukan pendidikan pesantren, dan pembentukan
forum diskusi halaqah, bidang budaya dan agama, seperti pemikiran Arabisasi
bukan Islamisasi dan bidang ekonomi, seperti bekerja sama dengan bank Summa.
Pemikiran kontroversi Abdurrahman Wahid mengundang respon dari berbagai
kalangan masyarat baik pro maupun kontra. Respon masyarakat tersebut hanyalah
adanya rasa suka dan ketidaksukaan, ataupun dibalik adanya kepentingan yang lebih
besar dari rasa suka atau tidak suka terhadap pemikiran Gus Dur.
28
Gus Dur meninggalkan Indonesia menuju Kiro pada akhir 1963 dan kembali
pada pertengahan 1971. Jadi Gus Dur tidak mengalami atau merasakan suasana
permusuhan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi dibawahnya. Gus
Dur juga punya akses terhadap informasi tentang Gerakan 30 September (G30S) yang
bertentangan dengan informasi yang beredar di Indonesia. Amat mungkin Gus Dur
pernah berjumpa dan berdialog dengan warga PKI yang tak bisa kembali ke
Indonesia dan tinggal di sejumlah negara Eropa. Wajar kalau perbedaan itu membuat
Gus dur punya pandangan dan sikap berbeda terhadap PKI dan warganya
dibandingkan warga dan tokoh NU yang mengalami gesekan dengan warga PKI.
Sebagai orang yang punya keberanian luar biasa, Gus Dur tidak ragu-ragu untuk
meminta maaf kepada keluarga korban 1965. Gus Dur juga berani melontarkan
gagasan untuk mencabut Tap MPR No XXV/1966. Gus Dur tidak menghitung untung
rugi akibat mengeluarkan pernyataannya. Kompas (1951/1952)
Pada awal tahun 1998, Gus Dur mengerahkan massanya untuk demonstrasi di
jalanan selama masa-masa terakhir pemerintahan soeharto, dengan alasan konfrontasi
seharusnya dihindari, harga manusia yang harus dibayar terlalu mahal untuk prestasi
apapun yang bisa diperoleh. Kemudian bahkan pada masa setelah jatuhnya Soeharto
pada akhir tahun 1998.
Masih terngiang-ngiang ketika Gus Dur berkata,
“Di dunia ini, tidak ada jabatan yang pantas diperjuangkan secara matimatian”.
29
Sikap politik Gus Dur ini tidak mempunyai pijakan dalam referensi politik
modern. Bahkan sangat bertentangan dengan adagium para politikus Machiavellian
yang mengorbankan apa saja demi mewujudkan kepentingan politiknya. Referensi
politik Gus Dur yang mengalah walau benar demi kemaslahatan yang lebih besar,
berpihak dari ajaran tasawuf.
Di saat Imam Khomeini di sorot banyak orang dari sisi politik, Gus Dur hadir
memberikan pemahaman lain tentang sisi spiritualitas Bapak Revolusi Islam Iran dari
kacamata tasawuf. Meskipun diungkapkan Gus Dur beberapa tahun yang lalu, tetapi
perspektif beliau ini menemukan signifikansi baru saat ini ditengah gencarnya
provokasi sektarian Sunni-Syiah di Tanah Air.
Menziarahi makam-makam keramat ulama sebagaimana yang dilakukan Gus
Dur menjadi sebuah bentuk rekonsiliasi politik yang damai. Faktanya, ketika konflik
politik masih berkecamuk di Aceh di era Orde Baru, kunjungan Gus Dur ke makammakam ulama dan tokoh-tokoh Aceh yang saat itu dijaga oleh GAM (Gerakan Aceh
Merdeka) menjadi sebuah pendekatan baru untuk merekatkan NKRI. Visi sufistik
Gus Dur telah menunjukkan sebuah metode, “penyelesaian masalah tanpa masalah”
dari problematika kebangsaan dan pola bernegara.
Selain itu juga keterkaitan Gus Dur dengan segala hal Israel adalah kooperatif.
Gus Dur menegaskan dirinya tetap membela dan memperjuangkan kepentingan
bangsa arab, terutama Palestina. Hanya saja Gus Dur lebih tertarik menggunakan
jalannya sendiri yang kerap kali dianggap kontroversial oleh orang lain, yakni tetap
30
mengadakan kontrak dengan Pemerintahan Tel Aviv. Baginya kedamaian dengan
pendasaran keteraturan hidup semua agama adalah yang paling fundamen, jangan
hanya berhenti pada pos umat Islam.
Pertemuannya dengan Ramin, sahabat Yahudi Gus Dur ketika Gus Dur
melanjutkan studi ke Iraq, agaknya turut mempengaruhi persepsi Yahudi di mata Gus
Dur. Kemajuan yang diperoleh Yahudi saat ini tidaklah didapat dengan mudah,
berbagai macam kepedihan mereka rasakan. Mulai dari pengucilan selama berabadabad di Eropa, sampai pembunuhan missal yang mereka sempat alami. Orang Yahudi
mempunyai modal dasar yang mengikatnya selama berabad-abad, sejak mereka
tercecer, disudutkan oleh pergaulan Internasional hingga menjadi umat pioneer
penggerak zaman seperti saat ini. mereka memelihara semacam kolektif yang dari
titik itu, mereka seakan terikat ke kesatuan nasib yang meliputi orang Yahudi dari
belahan manapun, sekalipun terpisah oleh lain benua.
Sebenarnya, Gus Dur pun seorang tokoh yang tidak menyetujui tindakan
konfrontatif Israel atas Palestina. Hanya saja Gus Dur terkesan lebih mawas diri.
Dengan cover menjalin kerjasama bilateral dengan Israel akan membuka pintu lebih
lebar guna mendekati baik dalam tataran aksi maupun batin untuk dapat
mempengaruhi kebijakan Israel atas Palestina.
Israel, disadari Gus Dur merupakan suatu negara yang mempunyai pengaruh
yang besar dalam peta ekonomi dunia. Selain sebagai sarana memperjuangkan
kepentingan rakyat Palestina, hubungan diplomatik dengan Israel, dipandangnya
31
dapat menjadi presiden bagi fajar baru rekonstruksi ekonomi dalam negeri. Pemikiran
demikian, walaupun menurut Gus Dur dipandang cukup solutif, tetapi juga berpotensi
menyulut protes keras di dunia Islam, khususnya di tanah air. Sampai sekarang, Israel
tetap dianggap sebagai musuh Islam, karena secara riil, mereka telah melakukan
tindakan represif terhadap bangsa Palestina.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya
bagi setiap orang tanpa terkecuali untuk bisa mengeluarkan pendapatnya baik di
bidang agama, budaya, ekonomi dan politik.
Diera kepemimpinan gusdur terdapat empat garis besar bentuk perwujudan
dari kebebasan diantaranya, kebebasan diranah agama, kebebasan diranah politik,
kebebasan diranah budaya dan kebebasanan diranah ekonomi. Kebebasan diranah
politik yang dilakukan Gus Dur berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya, beliau memiliki
ciri khas tersendiri untuk mensejahterakan rakyatnya, yang tidak akan terfikirkan oleh
tokoh-tokoh lainnya. Pendekatan politik yang beliau lakukan berlandaskan kepada
perdamaian. Salah satu contohnya ketika beliau pengunjungi Iran salah satu yang
menjadi agenda penting kunjungan beliau adalah berziarah kemakan salah satu
pendiri Republik Islam Iran Imam Khomeini. Di saat Imam Khomeini di sorot
banyak orang dari sisi politik, Gus Dur hadir memberikan pemahaman lain tentang
32
sisi spiritualitas Bapak Revolusi Islam Iran. Contoh lainnya ketika konflik politik
masih berkecamuk di Aceh di era Orde Baru, kunjungan Gus Dur ke makam-makam
ulama dan tokoh-tokoh Aceh yang saat itu dijaga oleh GAM (Gerakan Aceh
Merdeka) menjadi sebuah pendekatan baru untuk merekatkan NKRI. Visi sufistik
Gus Dur telah menunjukkan sebuah metode, “penyelesaian masalah tanpa masalah”
dari problematika kebangsaan dan pola bernegara. Beliau pergi ke makam-makam
ulama dengan alasan perdamaian dunia. Gus Dur telah memberi teladan untuk
mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Adanya kebebasan diranah budaya. Dalam hal ini Gus Dur dikenal karena
sikapnya yang konsisten membela minoritas dan perjuangan untuk bisa diterimanya
pluralisme sosial dan budaya yang betul-betul ada dalam masyarakat Indonesia
modern. Beliau memberikan kran kebebasan terhadap kaum Tionghoa untuk bisa
merayakan hari Imlek dan menjadi hari libur nasional sampai saat ini.
Kebebasan diranah agama dengan memberikan kebebasan yang sebesarbesarnya kepada tiap-tiap warga negara untuk dapat memeluk agama dan
kepercayaan masing-masing sesuai dengan yang tertuang didalam Undang-undang
dasar 1945. Terutama terhadap agama konghucu, pada waktu itu konghucu di kebiri
dan tidak dianggap keberadaanya.
Terakhir adanya kebebasan diranah ekonomi yang pada saat itu berkonsentrasi
kepada ekonomi kerakyatan. Pada masa itu target utama dari perekonomian adalah
ekonomi masyarakat, karena, jika ekonomi rakyat tidak dibangun sedemikian rupa,
maka yang akan terjadi adalah kesenjangan sosial. Beliau juga memberikan
33
kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya
banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya. Berani bersikap dan
tegas juga pada sektor-sektor ekonomi.
2. Saran
Pemikiran seorang tokoh merupakan manifestasi dari pergolakan yang terjadi
pada diri dan lingkungannya dalam ruang dan waktu tertentu. Dengan demikian tidak
salah ketika dalam perkembangan pemikirannya tidak konteks lagi.
Penyusun menyadari bahwa telaah ini belum cukup mampu mengungkapkan
secara detail dan komprehensif mengenai kebebasan dalam pandangan Abdurrahman
Wahid ini. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut lagi mengenai kebebasan dalam
pandangan Gus Dur ini. Tidak bisa dipungkiri perubahan zaman bisa membuat sudut
pandang seseorang berubah juga. Ketika perubahan zaman menuntut bagaiman
manusia sulitnya mengimplimentasikan kebebasan bagi persoalan individual, sosial,
negara maupun lintas negara. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang lebih
mendalam lagi.
34
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Adhayanto, O, (2009). Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam. Tanjungpinang:
CV Milaz Grafika.
Barton, G. (2010). Prisma Pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: PT. LKiS Printing
Cemerlang.
Budiardjo, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Cahyo, A. N. (2014). Salah Apakah Gus Dur? Jogjakarta: IRCiSoD.
Fattah, D. A. (2011). Demokrasi Berkeadaban. Jakarta: PT. Arga Tilanta
Fatoni, M. Sulton & Fr. Wijdan. The Wisdom of Gus Dur. Bandung: Imania
Iskandar, A. Muhaimin (2010). Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur.
Yogyakarta: PT. LKIS Perinting Cemerlang
Iqbal, M. (2013). Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
MD, P. D (2003). Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya
35
Muhtadi, A. S (2004). Komunikasi Politik Nahdatul Ulama. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia
Mulkhan, Abdul Munir (2010). Perjalanan Politik Gus Dur. Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara
Panjaitan, Dra Ostina E (1995). Kebebasan dan Globalisasi. Jakarta: Yayasan Sumber
Agung
Rahman, A. (2014). Gitu Aja Kok Repot. Jogjakarta: Palapa.
Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Soemeri W. Setio, Agung, dan Hasyim Asy'ari. (2011). Merancang Sistem Politik
Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif. Jakarta: Kemitraan
Partnership.
Suparman, Djadja. (2013). Jejak Kudeta (1997-2005), Catatan Harian Letnan
Jenderal (Purn) TNI Djadja Suparman. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Syafii, I. K. (2010). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT. Rafika Aditama.
Thernstrom, Diane Revitch dan Abigail. (2005). Demokrasi Klasik dan
Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Wahid, Abdurrahman. (2011). Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta: Yayasan
Ahad Demokrasi
36
Wahid, Abdurrahman. (2010). Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta
"Sikap Warga NU terhadap PKI". Kompas, 29 September 2015
B. Jurnal
Illah, Muhammad Athoh. (2015). "Pemikiran Kontoversi Abdurrahman Wahid Pada
Saat Menjabat Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) di Indonesia".
Journal of Islamic Studies. (1-2)
Saleh Kamaruddin. (2014). "Gus Dur dan Pemikiran Liberalisme". Journal of Islamic
Studies. (283-284)
Wahyudhi Johan. (2011). "pandangan Abdurrahman Wahid Terhadap Konflik
Palestina-Israel". Journal of Islamic Studies. (106-116)
C. Website
https://ahmadsidqi.wordpress.com/2012/04/07/makrifat-sang-guru-bangsa-k-habdurrahman-wahid/
http://pkitgusdur-blogspot-com/2014/01/demokratisasi-konstitusional-gusdur.html?=1
37
http://wahidinstitute.org/vi/agenda/detail/?id=410/hl=id/demokrasi-dalam-pemikirangus-dur-tatapan-teori-politik
http://ekasandy.wordpress.com
http://mas-hanief.blogspot.co.id/2010/12/teori-kebebasan.html
http://belajarkomunikasilagi.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-kebebasanmengeluarkan-opini.html
www.commongroundnews.org
www.gusdurian.net
38
Download