PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik) NASKAH PUBLIKASI Oleh Oleh: FATRA YENI FEBRIANTI NIM. 110565201007 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik) FATRA YENI FEBRIANTI Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH ABSTRAK Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, politik, agama dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi yang dianut di Indonesia, adalah demokrasi yang berdasarkan kepada Pancasila yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang negarawan. Semua kebijakan Gus Dur semasa menjadi presiden itu sangat memberi peluang besar akan tumbuh dan berkembangnya demokrasi di Indonesia Jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian pustaka, Sehingga lebih sebagai penelitian documenter dengan mengkaji serta menganalisis karya-karya Abdurrahman Wahid yang meliputi sumber data primer dan sekunder untuk kemudian disimpulkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Heuristik, verifikasi, tahap interpretasi, dan tahap historiografi. Dalam penelitian ini objek kajian adalah pemikiran politik dan demokrasi, tokoh dalam hal ini adalah Abdurrahman Wahid. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara jelas dan cermat mengenai konsep dari pemikiran Abdurrahman Wahid. Hasil dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Gus dur menjujung tinggi konsep kebebasan di era kepemimpinannya. Secara garis besar terdapat 4 (empat) konsep kebebasan di masa kepemimpinan Gus dur yang diantaranya kebebasan di ranah agama, budaya, politik dan ekonomi. Gus dur merupakan salah satu tokoh dari sekian banyak tokoh kenegarawaan Indonesia yang menjujung tinggi akan dasardasar kebebasan dari tiap-tiap warga negara. Kata Kunci: Pemikiran Politik dan Demokrasi 1 PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik) FATRA YENI FEBRIANTI University Student of Science Of Government, FISIP, UMRAH ABSTRACT Democracy is a form of government that all citizens have same right in making decisions that could change his life. Democracy includes the social, economic, political, religious and cultural freedom that allows the practice of politics freely and equally. Democracy practiced in Indonesia is a democracy that based on Pancasila is still in early stages of development and the nature of character traits are various on interpretations and views. Abdurrahman Wahid was a statesman. All policies of Gus Dur during his precidency has very big opportunities of growing and developing of democracy in Indonesia. The research type of preparation of this thesis is a library research. The method used in this study is heuristic, verivication, interpretation stage, and the stage of historiography. The objects of this study is the political thought and democracy. The figure in this study is Abdurrahman Wahid. The results of this study showed that Gus Dur uphold the freedom concept on this presidency. In general, there are 4 freedom concepts on Gus Dur’s era. That included in religion, culture, economic, and politic. Gus Dur is one of leaders whose very uphold on society freedom as long as these freedoms are not country to the laws, rules, social norms, religion, and religious norms. Key words: Political thougt, Democracy 2 PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (Studi Kebebasan di Ranah Agama Budaya Ekonomi dan Politik) A. Latar Belakang Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Substansi dari demokrasi adalah terjaminnya kemerdekaan rakyat untuk memilih pemimpin atau sistem politik formal secara bebas dan sekaligus untuk menjatuhkannya apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan konstitusi. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa). Budiardjo, (2008:105) Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam 1 3 peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Sesudah Perang Dunia II kita melihat gejala bahwa secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka: “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh (Probably for the first time in history democracy is claimed as the proper ideal description of all systems of political and social organizations advocated by influential proponents)”. Budiardjo, (2008:105) Demokrasi yang dianut di Indonesia, adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen. Selain itu, Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara. Budiardjo, (2008:106), yaitu: 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). 4 2. Sistem Konstitusional, Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen ialah demokrasi konstitusional. Disamping itu, corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar. Pada waktu demokrasi konstitusional muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang konkret, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga negara. Disamping itu, kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang/badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of law. Budiardjo, (2008:107-108) Demokrasi biarpun baru lahir pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang konkret, tetapi ia sebenarnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke15 dan ke-16. Maka dari itu, wajah demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa asas yang dengan susah payah telah dimenangkannya, seperti misalnya kebebasan manusia terhadap segala bentuk kekangan dan kekuasaan sewenang-wenang baik 5 dibidang agama maupun dibidang pemikiran serta dibidang politik. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dianggap paling penting. Dalam rangka ini negara hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai Penjaga Malam (Nachtwachtersstaat) yang hanya dibenarkan campur tangan dalam kehidupan rakyatnya dalam batas-batas yang sangat sempit. Demokrasi tidak merupakan sesuatu yang statis, dan dalam abad ke-20, terutama sesudah perang dunia II, negara demokratis telah melepaskan pandangan bahwa peranan negara hanya terbatas pada mengurus kepentingan bersama. Sekarang dianggap bahwa negara turut bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karena itu harus aktif berusaha untuk menaikkan taraf kehidupan warga negaranya. Gagasan ini dituang dalam konsep mengenai negara kesejahteraan (Welfare State) atau Social Service State. Demokrasi dalam abad ke-20 tidak lagi membatasi diri pada aspek politik saja seperti dalam abad ke-19, tetapi meluas mencakup juga segi-segi ekonomi sehingga demokrasi menjadi demokrasi ekonomi. Perkembangan ini telah terjadi secara pragmatis sebagai hasil dari usaha mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam abad ke-20. Lagipula perkembangan ini telah terlaksana secara evolusioner. International Commission Of Jurist dalam konferensi Bangkok (1965) mengemukakan bahwa syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis dibawah Rule of Law ialah: 6 1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. 2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals). 3. Pemilihan umum yang bebas. 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat. 5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi. 6. Pendidikan kewarganegaraan (civil education) Perkembangan demokasi di Indonesia telah mengalami pasang surut, selama 25 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi ialah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu: a. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang dapat dinamakan Demokrasi Parlementer. b. Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional 7 yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat. c. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III. Tahun 1999, ditengah situasi negara yang kacau balau akibat gempuran krisis ekonomi dan finansial yang begitu dahsyat, dan disaat reputasi Indonesia merosot tajam di dunia internasional akibat kerusuhan sosial yang terus-menderu tanpa henti dari Aceh hingga Papua, lalu Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur secara demokratis terpilih menjadi presiden ke-4 melalui sidang (MPR) yang sangat “dramatis” dan mengharukan. Situasi sosial-politik-ekonomi Indonesia yang sedang labil, dengan begitu naiknya Gus Dur sebagai Presiden membawa setumpuk tugas dan beban berat yang tidak mungkin diselesaikan dalam waktu sekejap, seperti harapan yang didambakan kebanyakan rakyat banyak waktu itu. Gus Dur memiliki keistimewaan tersendiri dalam pola pikirnya. Beliau adalah sosok cucu dari pendiri Nahdatul Ulama (NU) yakni Hadratusy syekh K.H Hasyim Asy‟ari, yang sangat terkenal dibidang ilmu agama Islam. Gus Dur yang memiliki pola pikir yang berbeda dari kiai lainnya. Banyak yang mengklaim bahwa Gus Dur seorang kiai sesat, namun tak sedikit yang mendukung pola pikirnya. Gus Dur secara sikap yang selalu „nyeleneh‟, dan humoris ini memiliki keistimewaan yang terdalam khususnya dalam sikap nilai keagamaannya. Slogannya 8 yang selalu membuat kita terngiang-ngiang, “Gitu Aja Kok Repot!!” memiliki nilai fungsi kefilsafatan. Pertama, dalam slogan Gus Dur ini memiliki sifat kerakyatan. Secara personal tampak sang Kiai humoris yang lebih senang menggunakan sarung dan kopiah hitam ini tidak mementingkan dirinya. Sikap keadaan dirinyalah yang tetap rendah hati namun memiliki intelektualitas yang sangat besar. Kedua, Gus Dur dalam penampilan dirinya jarang menggunakan pakaian ala islami (jubah gamis, peci puti, bersorban kepala), berbeda dengan kiai-kiai lainnya. Baginya islam bukanlah citra, jikalau islam dijadikan citra, maka hancurlah akidah yang tertanam dalam diri. Ketiga, Gus Dur selalu menggunakan “jokes” yang menarik untuk mengkritik pemerintahan, laksana rakyat jelata yang bodoh ingin menyuarakan aspirasinya. Tak jarang ketika masih menjadi presiden sering tidur pulas didalam sidang MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Sikap tidur pulas Gus Dur juga merupakan sikap protes kepada para legislatif Indonesia. Alasannya beliau melihat bahwa sidang MPR „ngalor-ngidur’ bahkan pernyataannya yang sangat menggemparkan bahwa MPR seperti “Taman Kanak-Kanak”. Negeri ini sebenarnya sudah lama mengalami “pendarahan” yang sangat serius akibat sekian puluh tahun rakyat digencat dalam sebuah sistem politik yang hegemonik tiranik dan menindas. Setiap rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi selalu dihadang dengan senapan laras panjang, atau bedil. Singkatnya, Indonesia saat mengalami transisi politik dari orde baru ke era reformasi ibarat penyakit yang sudah mencapai stadium tiga jika tidak diamputasi (oleh Gus Dur), si penderita penyakit itu (Indonesia) akan mati. 9 Berbagai persoalan yang menggunung itu menjadi “pekerjaan rumah” yang sangat berat buat pemerintahan Gus Dur pada waktu itu. Dalam pidato perdananya, sesaat setelah diambil sumpah sebagai Presiden menegaskan bahwa hanya mereka yang bisa mengerti dan memahami hakikat demokrasi-lah yang dapat memelihara, mengembangkan dan menegakkan demokrasi. Sumanto Al-Qurtuby dalam Rahman (2014:70), hakikat demokrasi dalam pandangan Gus Dur salah satunya adalah kebebasan. Kebebasan berarti sebuah upaya membebaskan diri dari belenggu tirani dan kezhaliman yang merupakan konsekuensi dari sistem politik yang hegemonik. Kekuasaan yang hegemonik akan membatasi ruang gerak berfikir yang tanpa batas, serta akan menyempitkan ruang untuk berekspresi. Puluhan tulisan yang ditulis oleh Gus Dur dan terangkum dalam Master Peace nya yang berjudul : “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” (2006), membuktikan pengalamannya dalam perjuangan membela kebenaran seperti penolakannya yang keras terhadap Khilafah Islamiyah. Pembelaannya dan sikap pro terhadap Pancasila sebagai harga mati bangsa Indonesia serta sikap membela kepada kelompok marjinal seperti masyarakat Tionghoa yang dilegalisasikan dalam agama Konghucu. Kepercayaan warga Tionghoa terhadap konfusius (ajaran kebaikan Cina) yang sudah mengakar dalam sejarah bangsa Indonesia diakui sebagai bentuk multikulturalisme. Faktanya, warga Tionghoa tidak pernah membuat kekacauan politik di Indonesia. Harus diakui bahwa bangsa Indonesia sendirilah yang mendeskreditkan warga Tionghoa. 10 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang negarawan yang luar biasa. banyak kritik-kritik pedas ia lontarkan kepada pemerintahan manakala ada keputusan pemerintah yang merugikan rakyat banyak. Dengan modal tersebut beliau berusaha untuk menjaga titik keseimbangan negara dan bangsa. Apalagi segenap perjuangan saat Orde Baru telah terbayar melalui Kepresidenan ke-4 Republik Indonesia, di mana beliau mampu mewujudkan eksperimentasi kenegaraannya, yang lahir dari keprihatinan atas otoritarianisme politik Orde Baru. Di antara sejumlah warisan kebijakannya yang sangat berguna bagi tumbuh dan berkembangnya arena publik semasa menjadi presiden menurut Rahman (2014: 65-67) adalah sebagai berikut: a. Mengusulkan dicabutnya TAP MPRS No. XXXV/1966 tentang pelarangan eksistensi organisasi dan ideologi komunisme dan marxisme yang berimplikasi pada tersingkirnya mantan orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mereka yang dikelompokkan sebagai PKI oleh penguasa. b. Mengisi jabatan-jabatan strategis yang selalu dikuasai militer dengan orangorang sipil. c. Mengubah Staf Sosial politik menjadi Staf Teritorial. Perubahan ini mendorong militer untuk profesional karena peran militer sudah dikurangi untuk mengatasi persoalan-persoalan diluar militer. d. Memisahkan jabatan Menteri Pertahanan dengan Menteri Politik Hukum dan Keamanan dan penempatan orang sipil di jabatan Menteri Pertahanan. 11 e. Merealisasikan pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) - Polisi Republik Indonesia (POLRI). Sebenarnya, gagasan pemisahan TNI-Polri muncul dari kalangan TNI sendiri, tetapi sampai tahun 1999, Polri masih berada didalam komando Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). f. Menghapus hak prerogatif militer dengan cara menghapus bakorstanas (Badan Koordinasi Bantuan dan Pemantapan Nasional) yang dulu menjadi pengganti Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). g. Menghapus kebijakan Litsus meneliti seseorang terlibat PKI atau tidak) yang sering dijadikan alasan dan alat Orde Baru untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya. h. Pada 10 November 1999 membentuk Departemen Eksplorasi Laut, yang kemudian hari menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. i. Mengakui adanya keyakinan Konghucu dan tradisi Tionghoa dan membolehkan untuk memiliki hak-haknya kembali yang pada masa Orde baru dikebiri. j. Menyelesaikan konflik Aceh yang ingin merdeka, dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang kewenangan menerapkan Syariat Islam. k. Menyetujui penggantian nama Irian menjadi Papua. l. Menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia, terutama di Timor Timur dan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM tanggal 23 November 2000. 12 Semua kebijakan Gus Dur semasa menjadi presiden itu sangat memberi peluang besar akan tumbuh dan berkembangnya arena publik sebagai syarat untuk menciptakan negara yang demokratis. Gus Dur mencabut keputusan-keputusan hukum yang dapat “memandulkan” kebebasan rakyat untuk melakukan diskursus mengenai masalah politik di arena publik. Peran militer yang besar di masa Orde Baru sehingga Soeharto dicap sebagai pemimpin diktator, oleh Gus Dur dikecilkan, bahkan Gus Dur tidak mengizinkan militer ikut memecahkan masalah di luar persoalan militer. Gus Dur membuka peluang selebar-lebarnya kepada berbagai aliran agama, kebudayaan dan ideologi, yang semasa Orde Baru mendapat perlakuan diskriminatif, untuk mengembangkan diri secara wajar, sebagaimana tradisi, kebudayaan, dan aliran agama yang bebas berkembang di negeri ini. Adapun tindakan atau sikap yang dilakukan Gus Dur yang menimbulkan kontroversial adalah: 1. Selama masa jabatan kedua sebagai ketua Nahdatul Ulama, Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju dengan ide Liberal yang dilakukannya. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994 serta mencoba membuka hubungan dagang dengan Israel 13 2. Gus Dur menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983 dan menjadi ketua juri festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 dan 1987 yang tidak pernah dilakukan oleh ulama pada umumnya 3. Mendukung Ahmadiyah dengan alasan HAM (Hak Asasi Manusia) 4. Gus Dur membela kasus Ajinomoto merek penyedap masakan dari Jepang 5. Gus Dur tour keliling dunia yang menghabiskan anggaran sekitar 105 Miliar untuk menjalin kerja sama dengan negara lain 6. Menyelesaikan kasus Islam vs Kristen Ambon yang penyelesaian kasusnya kembali ke masyarakat Maluku Sebagai presiden, Gus Dur tidak pernah melarang masyarakat untuk membangun opini dengan dirinya, baik positif maupun negatif. Ketika Gus Dur menjadi presiden, banyak kritikan yang dilontarkan masyarakat kepada dirinya, tetapi Gus Dur tidak marah terhadap mereka, tidak menyuruh mereka untuk berhenti mengkritik lagi, apalagi sampai menangkap mereka dan memenjarakannya agar tidak mengkritik lagi. Meskipun umur kepresidenanya tak lama, tetapi kita tetap bisa menemukan garis merah konseptual dari segenap kebijakan politik yang konon sering kontroversial. Dalam hal ini, studi tentang filsafat negara Gus Dur menjadi titik muara, karena ia tidak hanya merujuk pada domain politik, tetapi terlebih budaya. Dalam discourse negara, pemikiran Gus Dur bisa diletakkan secara menyeluruh, sejak Orde Baru hingga sekarang, titik bidik Gus Dur adalah negara, tepatnya oposisi 14 terhadap negara, bahkan ketika ia “menjelma” negara. Sayangnya, ketiadaan perumusan sistemik, serta pengangkatan Gus Dur pada level politik budaya, akan meniadakan gerak dan watak Gus Dur yang sejak awal sudah political. Pemerintahan Gus Dur yang berlangsung pada awal Reformasi ini menjadikan pemerintahan Gus Dur menghadapi tantangan yang berat. pemerintahan Gus Dur dituntut untuk mampu mengawal Reformasi agar berjalan sesuai dengan agenda reformasi dan mampu membersihkan sisa-sisa otoriterisme Orde Baru dan menciptakan pemerintahan yang bersih serta terlepas dari sistem yang telah diwariskan oleh Orde Baru serta mewujukan kebebasan yang pada zaman Soeharto dibatasi. Kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum didalam konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 pasca Amandemen kedua telah diatur dalam pasal 28E ayat (3) yang menyatakan: “setiap orang berhak atas mengeluarkan pendapat”. kebebasan berserikat, berkumpul, dan Maksud dari setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri. 15 Kebebasan berpendapat merupakan salah satu kebebasan yang dijabarkan dalam undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM). Sejarah membuktikan bahwa kesadaran manusia terhadap hak-hak asasi akan meningkat bila terjadi pelanggaranpelanggaran kemanusiaan seperti ketidakadilan. Perjuangan atas pengakuan dan usaha menegakan hak-hak asasi manusia dari berbagai bangsa banyak dituangkan dalam berbagai konvensi, kontitusi, perundang-undangan, teori, dan hasil-hasil pemikiran yang pernah hadir dimuka bumi ini. Presiden ke-4 Indonesia ini telah mewariskan banyak pemikiran-pemikiran bagi bangsa Indonesia, Sebagai generasi berikutnya semoga kita bisa mengambil pemikiran-pemikiran beliau dan bisa mengambil pemikiran-pemikiran yang baik dan menyingkirkan pemikiran yang kurang baik dari beliau. Kebebasan dalam demokrasi janganlah dimaknai untuk bebas merebut kekuasaan yang sudah sah dan terpilih secara demokratis, apalagi dijalankan sesuai dengan undang-undang, tentunya yang paling elok untuk dilakukan dalam alam demokrasi adalah membantu Sang pemimpin membangun bangsa, bukan berusaha menjatuhkannya. Konsep kebebasan berpendapat dalam pemerintahan Gus Dur ini beliau memadukan antara spiritualitas dan rasionalitas yang tak terbatas, pemikiran keagamaan yang Inklusif dan Pluralis, serta mengharmoniskan hubungan antar agama. Penulis mengambil tokoh Gus Dur dalam pembuatan skripsi ini dikarenakan tertarik dengan karakteristik yang dimiliki oleh beliau. Gus Dur selain merupakan tokoh yang nyeleneh dan kontroversial karena kebijakan-kebijakannya yang berani 16 mengambil resiko yang malah akan menjerumuskan dirinya , tetapi Gus Dur juga pemimpin visioner, mendukung kaum marginal yang selama ini dipandang sebelah mata dan dikungkung dalam kekuasaan pribadi atas manusia, tanpa menghiraukan ada aspek lain yang harus dituju, sehingga membuat manusia tidak dapat bergerak dalam menentukan langkah dan fitrahnya yang memiliki kebebasan berpendapat. Pemikiran Gus Dur banyak dipengaruhi para pemikir Barat maupun Timur. Secara rasa maupun praktik prilaku yang Sufistik, pengaruh para Kiai yang mendidik dan membimbingnya banyak memiliki andil besar dalam kepribadian Gus Dur. Kisah tentang Kiai Fattah dari Tambak Beras-Jombang, Kiai Chudori dari TegalrejoMagelang, Kiai Ma‟sum dari Krapyak telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat peka pada sentuhan-sentuhan kemanusiaan. Mahatma Gandi, pejuang anti kekerasan dari India, adalah guru sekaligus idola gerakannya. Gus Dur, sebagaimana Ghandi, adalah sosok yang tidak bosanbosannya mengingatkan bahaya ancaman kekerasan politik yang dapat saja terjadi dengan mengedepankan sentimen agama. Ia juga dikenal sebagai orang yang gigih mengenalkan arti penting sikap non-sektarian dan toleransi antaragama didalam kehidupan bangsa Indonesia yang plural ini. Gus dur memang dikenal memiliki sikap yang sangat toleran, ia menerapkan implikasi dalam hubungan manusia dengan Tuhan-Nya maupun hubungan manusia dengan manusia, bila kedua hubungan itu baik maka manusia tidak perlu terlalu meributkan perbedaan, yang mana selama ini kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat dengan beragam suku, agama dan ras. 17 Mencermati realitas tersebut, pemikiran mengenai kebebasan berpendapat terutama bagi bangsa Indonesia yang majemuk menurut pandangan tokoh yang sangat mengedepankan demokrasi, baik pemikirannya yang diaktualisasikan dalam bentuk tulisan di berbagai media, maupun bentuk sikap dan tindakan riil yang dilakukannya, entah itu ketika menjabat sebagai presiden , sebelum maupun sesudah menjabat, sangatlah menarik untuk dikaji. Untuk penelitian ini, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang demokrasi ditinjau dalam perspektif kebebasan berpendapat, sehingga penelitian ini diberi judul PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG DEMOKRASI (STUDI KEBEBASAN DI RANAH AGAMA BUDAYA EKONOMI DAN POLITIK). B. KONSEP TEORITIS 1. Teori Demokrasi Demokrasi secara umum diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat. Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat dan bisa dijalankan oleh wakil-wakilnya yang mereka pilih secara langsung dengan sistem pemilihan yang bebas, rahasia, jujur dan adil. Tujuannya adalah memperjuangkan kepentingan rakyat. Nilai dasar demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan, yang dalam praktiknya muncul berbagai varian. Gidden dalam Fattah (2011:1), demokrasi mengandung makna suatu sistem politik dengan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, bukan raja atau kaum bangsawan. Demokrasi berarti kebebasan, keadilan, kesetaraan, check and balance, 18 persamaan derajat, transparansi, serta keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Demokrasi dalam arti sempit menurut Joseph Schumpeter, sebuah metode politik dan sebuah mekanisme untuk memilih pemimpin politik, warga negara diberikan kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara. Dan pada pemilihan berikutnya, warga negara dapat mengganti wakil mereka yang dipilih sebelumnya. Kemampuan untuk memilih diantara pemimpin-pemimpin politik pada masa pemilihan inilah yang disebut dengan “demokrasi”, (Sorensen, 2003:14). Ahli filsafat Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa yang hakiki dalam demokrasi itu, pertama kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat. Rahman, (2014:64). Henry B . Mayo dalam buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi sebagai berikut: “Sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (A democratic political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom”). Budiardjo, (2008:117). 2. Kebebasan Berpendapat Diantara beberapa nilai yang disandingkan dengan demokrasi, tampaknya tak ada yang lebih sering dilekatkan kepadanya selain nilai kebebasan, kebebasan adalah 19 dasar dari konstitusi demokratis kata aristoteles. Maka kebebasan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan bebas melakukan sesuatu maka akan membuat manusia bisa mengekspresikan dirinya tanpa ada yang melarangnya, tetapi hal tersebut pun harus dengan hukum yang berlaku. Menurut Isaiah Berlin terdapat dua konsep kebebasan, yakni kebebasan negatif dan kebebasan positif. Kebebasan dalam makna “negatif” (negatif liberty) merupakan kebebasan dari (freedom from). Dalam makna ini, seseorang dapat dikatakan bebas sejauh pilihannya, baik yang potensial maupun yang aktual, tidak dihalang-halangi atau tidak dicampur tangani, jadi semakin luas wilayah kehidupan, disitu seseorang individu tidak dihalang-halangi atau tidak dicampur tangani semakin luas pula wilayah kebebasannya. Sementara kebebasan dalam makna positif adalah kebebasan untuk (freedom to), adalah jawaban dari pertanyaan apa dan siapa, yang merupakan sumber kontrol atau campur tangan yang dapat menentukan seseorang untuk melakukan atau menghendaki hal ini dan bukan hal itu. Seseorang dapat dikatakan bebas dalam makna positif bila ia bebas untuk mengatur kehidupannya sendiri. Tingkat kebebasannya tergantung pada sejauh mana ia menjadi pemilik, pengatur, dan pelaksana kehidupannya sendiri, dan tidak dimiliki, diatur, atau menjadi sarana untuk kehendak orang lain. Gus Dur mengartikan demokrasi sebagai kondisi karena kebebasan berpendapat yang benar-benar dijamin undang-undang. Sebab kebebasan merupakan 20 salah satu esensi demokrasi. Adanya kebebasan untuk beragama, berpolitik, seni budaya dan ekonomi tanpa harus dikaitkan oleh masalah politik. C. Hasil Penelitian Abdurrahman Wahid adalah salah seorang intelektual Indonesia yang menonjol dan sangat disegani. Tokoh yang sudah lebih dari 15 tahun menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU), organisasi kaum tradisionalis ini sering menghiasi halaman-halaman koran. Gus Dur menjadi kontroversial ketika dia berusaha melerai pihak-pihak yang terlibat kekerasan. Dari sana lah beliau banyak melakukan gubrakan yang membuat banyak orang yang pro dan kontra terhadap dirinya. Menurut Kamaruddin Saleh (2014), Pemikiran Gus Dur ini cenderung kontroversial kebanyakan pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren. Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal, dan struktural. Sementara pengembaraannya ke Timur Tengah telah mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikiran agama, dari yang konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang radikal-liberal. Dalam bidang kemanusiaan, fikiran-fikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir Barat dengan filsafat humanisme. 1. Kebebasan diranah agama Kebebasan beragama ala Gus Dur dimulai ketika beliau menjadi seorang presiden, Gus Dur menerbitkan Keppres no.6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No 21 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat china. Dalam keputusan tersebut, Gus Dur merasa bahwa Pancasila harus diperankan dalam pengakuan hakhak sipil penganut Konghucu, seperti memberi keleluasaan untuk merayakan Imlek dan beribadah sesuai dengan keimanannya. Gus Dur termasuk satu-satunya Presiden Indonesia yang rajin melontarkan gagasan keislaman dan keindonesiaan. Pemikiran kontroversi Gus Dur ternyata tidak berhenti meskipun beliau menjadi Presiden. Gus Dur merujuk pada kasus perbedaan pandangan antara deklarasi HAM PBB dan Fiqh tentang perpindahan agama, terutama perpindahan orang Islam ke agama lain (Murtad). Gus Dur mengatakan: dalam ushul fiqh dikenal kaidah bahwa hukum bisa berubah sesuai dengan sebabnya ada atau tidak adanya hukum itu sendiri. Prinsip hukum Islam itu tidak mengenal stratifikasi. Artinya, hukum secara praktis harus dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan manusia, bukan dengan keadaan zaman. Gus Dur mendorong umat Islam agar cerdas mengaitkan syariat Islam dengan hukum nasional, boleh berbeda bentuk dan beragam namun isinya satu. Dalam melihat hubungan antara Islam dan hak asasi manusia, Gus Dur mempersoalkan klaim sejumlah pemikir dan pemimpin dunia Islam yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang paling demokratis dan amat menghargai hak asasi manusia. Ironisnya, kenyataan yang ada justru berbeda dari klaim mereka. Pemikiran yang tergolong berani tentang hak asasi manusia justru disuarakan oleh Gus Dur tentang ketidak sesuaian pandangan fiqh dengan deklarasi universal hak asasi manusia. Jika deklarasi HAM mengakui kebebasan untuk berpindah agama, hukum 22 Islam sebaliknya memberikan ancaman hukuman yang keras terhadap mereka yang berpindah agama atau murtad. Orang yang murtad dapat dihukum mati, lalu Gus Dur berkata: “kalau ketentuan fiqh diberlakukan di negara kita maka lebih dari 20 juta manusia Indonesia yang murtad sejak tahun 1965 haruslah dihukum mati”. Menurut Gus Dur pembaruan fiqh sangat perlu diberlakukan. Wahid, (2011:xxiv-xxv). Menurut Gusdur Islam harus merawat tiga ikatan persaudaraan, yaitu “ukhuwah islamiyah” (persaudaraan keislaman), “ukhuwah wathaniyah” (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariah” (persaudaraan kemanusiaan). Jika mampu merawat tiga ikatan persaudaraan ini, islam akan menjadi berkah bagi alam semesta. (Gus Dur mengutip wejangan K.H. Ahmad Siddiq), Fatoni Sulton dan Fr Wijdan (2014:39). Wujud dari penyampaiannya itu tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menghormati dan menghargai ajaran-ajaran agama yang ada di sekitarnya. Beliau tidak pernah membeda-bedakan agama yang satu dengan yang lain, malahan beliau memberikan ruang bagi kaum minoritas untuk bisa dengan terbuka menampakkan identitasnya sebagai agama yang di akui oleh negara. 2. Kebebasan diranah budaya Menurut Gus Dur, (Fatoni dan Fr Wijdan, 2014:138-139), kebudayaan adalah seni hidup yang mengatur kelangsungan hidup dan menjadi pilar-pilar untuk menjaga tatanan sosial. Dengan kata lain kebudayaan adalah suatu yang luas 23 mencakup inti hidup dari kehidupan suatu masyarakat atau penemuan suatu masyarakat dalam arti buah yang hidup dari interaksi sosial antara manusia-manusia, kelompok dan kelompok, dan kebudayaan hanya menjadi kebudayaan kalau ia hidup dan mengacu pada kehidupan. Gus Dur tidak anti dengan perubahan, tetapi Gus Dur juga tidak rela apabila nilai-nilai lama yang masih sangat relevan, bahkan tidak bisa digantikan dengan nilainilai baru saat ini. seperti, kesabaran yang merupakan ciri khas masyarakat tradisional, tidak bisa diganti dengan nilai pragmatis kaum modern, yang dampaknya bisa membuat kita menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, masa lalu dan masa depan bagi Gus Dur sama-sama penting. Orang tidak harus selamanya berjalan lurus kedepan, tetapi sekali-kali harus menoleh ke belakang, jangan-jangan ada kearifan lokal yang tertinggal. Nilai-nilai budaya tradisional khas Indonesia yang perlu dilestarikan, menurut Gus Dur, seperti sikap bijaksana, taruhlah keserasian tanpa menghilangkan kreativitas perorangan, kesediaan berkorban untuk mengorbankan kepentingan sendiri untuk kepentingan orang lain, melakukan banyak hal untuk orang lain tanpa mengharapkan imbalan (sepi ing pamrih, rame ing gawe), kesabaran di hadapan kesulitan, penderitaan dan lain-lainnya. Gus Dur menegaskan, yang “paling Indonesia” di antara semua nilai yang diikuti oleh warga bangsa ini adalah pencarian tak berkesudahan akan sebuah perubahan sosial tanpa memutuskan sama sekali ikatan dengan masa lampau. Kita dapat saja menamainya sebagai pencarian harmoni, walaupun dengan begitu bersikap 24 tidak adil terhadap pencarian besar dengan peranan dinamisnya dalam pengembangan cara hidup bangsa dan menyalurkannya ke jalan baru tanpa menghancurkan jalan lama, semuanya dalam proses yang berurutan. Gus Dur adalah penjaga tradisi, dimana menurut pandangannya, agama dan budaya mempunyai independensi masing-masing, tetapi keduanya mempunyai wilayah tumpang tindih. Manusia tidak bisa beragama tanpa budaya, karena kebudayaan merupakan kreativitas manusia yang bisa menjadi salah satu bentuk ekspresi keberagaman. Tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa agama adalah kebudayaan. Diantara keduanya terjadi tumpah tindih dan saling mengisi namun tetap memiliki beberapa perbedaan. 3. Kebebasan diranah ekonomi Kondisi bangsa ini sungguh sangat memprihatinkan, sekalipun dalam satu tahun bangsa ini seratus kali ganti presiden, tidak ada yang mampu memulihkan perekonomian kita, yang memang sudah sangat terpuruk ini dalam waktu yang singkat. Gagasan ekonomi Islam terlalu memfokuskan pada aspek-aspek normatif, dan kurang mempedulikan aplikasinya dalam praktik, yang justru diperlukan bagi implementasi nilai-nilai tersebut di masyarakat. Fokus kajian ekonomi Islam lebih banyak diarahkan pada persoalan sekitar bunga bank, asuransi, dan sejenisnya. Prinsip ekonomi Islam adalah pendekatan parsial yang memanfaatkan kata Islam sebagai predikat atau simbol saja. Padahal yang terpenting bukanlah nama atau simbol itu sendiri, tetapi substansinya. Target 25 yang harus dicapai adalah membangun ekonomi rakyat. Karena, jika ekonomi rakyat tidak dibangun sedemikian rupa, maka yang akan terjadi adalah kesenjangan sosial. Upaya pembangunan Indonesia jika hanya bertumpu pada penegakan demokrasi dan hukum, tanpa memperhatikan sistem ekonomi yang sekarang timpang, yang hanya mementingkan konglomerat tidak akan ada hasilnya. Yang paling penting bagi pengembangan ekonomi rakyat adalah dukungan modal melalui kredit murah bagi usaha kecil dan menengah. Perekonomian Indonesia akan maju jika dikelola dengan baik. Karena Allah telah memberikan kepada bangsa Indonesia kekayaan alam yang berlimpah dalam bentuk pertambangan, kehutanan dan kekayaan laut. Keberhasilan semua itu, tergantung dari pemimpin-pemimpin bangsa. Seperti kata ushul fiqh dalam Fatoni dan Fr. Wijdan (2014:302), yang artinya tindakan atau kebijakan pemimpin terhadap rakyat yang dipimpin, harus langsung terkait dengan kesejahteraan rakyat. Ini paling pokok, bukan kesejahteraan pemimpin, jika hal itu dilaksanakan berarti kita melaksanakan ajaran agama kita. Pembukaan UUD 1945 menyatakan negara melayani hajat hidup orang banyak dan bukan malah menaikkan harga tanpa melalui kenaikkan pendapatan. Menaikkan harga berarti bukan melayani kebutuhan orang banyak, malah menyengsarakan orang banyak. 26 Upaya mementingkan usaha rakyat hanya sebatas kata-kata saja. Ada fasilitas dari pemerintah kepada pengusaha besar, tetapi tidak kepada pengusaha kecil. Contoh, soal angkutan kota pemerintah tidak mengurus, tukang cukur tidak diurus, tukang becak juga tidak diurus dan malahan dilarang sedangkan pemilik-pemilik modal besar saja dilayani. Pembangunan dimulai dari keterbukaan untuk memberantas korupsi. Tanpa korupsi diberantas, akibatnya hukum tidak berjalan karena pemberantasan korupsi bagian mutlak dari sebuah pembangunan. Sebuah varian lain dari pendekatan sosialekonomis ini perlu juga dicatat disini, yaitu pendekatan “kekirian” yang menganggap bahwa segala sesuatunya akan menjadi beres apabila semacam “demokrasi ekonomi” dapat ditegakkan dimana-mana, (Wahid Abdurrahman, 2010:93). 4. Kebebasan diranah politik Kebebasan politik pada seorang warga negara adalah ketenangan jiwa yang timbul dari prinsip bahwa masing-masing orang dijamin keamanannya dan agar supaya orang mempunyai kebebasan ini, pemerintah harus berbuat bergitu rupa sehingga seorang warga negara tidak usah merasa takut terhadap warga negara lain, Charles De Montesquieu dalam Diane dan Abigail, (2005:80). Gus Dur adalah pejuang gigih untuk menegakkan demokrasi dan kedamaian di bumi. Hal ini terlihat dari upaya-upayanya untuk mereformasi sistem pemerintahan yang otoriter, mengganti hukum yang diskriminatif, dan melindungi rakyat yang tertindas. Beliau selalu mencari cara agar perjuangannya dalam 27 menegakkan demokrasi tidak memakan korban misalnya, ditengah-tengah banyaknya masyarakat yang mengecam Soeharto agar segera turun, Gus Dur tidak menggerakkan massanya untuk bersama-sama masyarakat yang turun ke jalan menggempur Soeharto. Hal ini ia lakukan dengan alasan untuk mencari jalan damai dan memilih pendekatan persuasif. Bagi Gus Dur, nyawa seorang manusia sangat berharga. Pemikiran Gus Dur ketika menjabat sebagai Ketua Umum Nahdatul Ulama juga menuai pro dan kontra di kalangan NU itu sendiri. Menjabat sebagai Ketua Umum PBNU selama tiga periode berturut-turut. Dalam masa jabatannya Gus Dur mendapatkan tekanan dari pemerintah Orde Baru. Pemikiran kontroversial Gus Dur saat menjabat ketua PBNU dalam berbagai bidang, yakni: bidang politik, seperti kembalinya NU ke Khittah 1926, diterimanya Pancasila sebagai asas NU, mendirikan Fordem dan pembentukan PKB, bidang sosial-pendidikan, seperti pembentukan LSM untuk memajukan pendidikan pesantren, dan pembentukan forum diskusi halaqah, bidang budaya dan agama, seperti pemikiran Arabisasi bukan Islamisasi dan bidang ekonomi, seperti bekerja sama dengan bank Summa. Pemikiran kontroversi Abdurrahman Wahid mengundang respon dari berbagai kalangan masyarat baik pro maupun kontra. Respon masyarakat tersebut hanyalah adanya rasa suka dan ketidaksukaan, ataupun dibalik adanya kepentingan yang lebih besar dari rasa suka atau tidak suka terhadap pemikiran Gus Dur. 28 Gus Dur meninggalkan Indonesia menuju Kiro pada akhir 1963 dan kembali pada pertengahan 1971. Jadi Gus Dur tidak mengalami atau merasakan suasana permusuhan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi dibawahnya. Gus Dur juga punya akses terhadap informasi tentang Gerakan 30 September (G30S) yang bertentangan dengan informasi yang beredar di Indonesia. Amat mungkin Gus Dur pernah berjumpa dan berdialog dengan warga PKI yang tak bisa kembali ke Indonesia dan tinggal di sejumlah negara Eropa. Wajar kalau perbedaan itu membuat Gus dur punya pandangan dan sikap berbeda terhadap PKI dan warganya dibandingkan warga dan tokoh NU yang mengalami gesekan dengan warga PKI. Sebagai orang yang punya keberanian luar biasa, Gus Dur tidak ragu-ragu untuk meminta maaf kepada keluarga korban 1965. Gus Dur juga berani melontarkan gagasan untuk mencabut Tap MPR No XXV/1966. Gus Dur tidak menghitung untung rugi akibat mengeluarkan pernyataannya. Kompas (1951/1952) Pada awal tahun 1998, Gus Dur mengerahkan massanya untuk demonstrasi di jalanan selama masa-masa terakhir pemerintahan soeharto, dengan alasan konfrontasi seharusnya dihindari, harga manusia yang harus dibayar terlalu mahal untuk prestasi apapun yang bisa diperoleh. Kemudian bahkan pada masa setelah jatuhnya Soeharto pada akhir tahun 1998. Masih terngiang-ngiang ketika Gus Dur berkata, “Di dunia ini, tidak ada jabatan yang pantas diperjuangkan secara matimatian”. 29 Sikap politik Gus Dur ini tidak mempunyai pijakan dalam referensi politik modern. Bahkan sangat bertentangan dengan adagium para politikus Machiavellian yang mengorbankan apa saja demi mewujudkan kepentingan politiknya. Referensi politik Gus Dur yang mengalah walau benar demi kemaslahatan yang lebih besar, berpihak dari ajaran tasawuf. Di saat Imam Khomeini di sorot banyak orang dari sisi politik, Gus Dur hadir memberikan pemahaman lain tentang sisi spiritualitas Bapak Revolusi Islam Iran dari kacamata tasawuf. Meskipun diungkapkan Gus Dur beberapa tahun yang lalu, tetapi perspektif beliau ini menemukan signifikansi baru saat ini ditengah gencarnya provokasi sektarian Sunni-Syiah di Tanah Air. Menziarahi makam-makam keramat ulama sebagaimana yang dilakukan Gus Dur menjadi sebuah bentuk rekonsiliasi politik yang damai. Faktanya, ketika konflik politik masih berkecamuk di Aceh di era Orde Baru, kunjungan Gus Dur ke makammakam ulama dan tokoh-tokoh Aceh yang saat itu dijaga oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi sebuah pendekatan baru untuk merekatkan NKRI. Visi sufistik Gus Dur telah menunjukkan sebuah metode, “penyelesaian masalah tanpa masalah” dari problematika kebangsaan dan pola bernegara. Selain itu juga keterkaitan Gus Dur dengan segala hal Israel adalah kooperatif. Gus Dur menegaskan dirinya tetap membela dan memperjuangkan kepentingan bangsa arab, terutama Palestina. Hanya saja Gus Dur lebih tertarik menggunakan jalannya sendiri yang kerap kali dianggap kontroversial oleh orang lain, yakni tetap 30 mengadakan kontrak dengan Pemerintahan Tel Aviv. Baginya kedamaian dengan pendasaran keteraturan hidup semua agama adalah yang paling fundamen, jangan hanya berhenti pada pos umat Islam. Pertemuannya dengan Ramin, sahabat Yahudi Gus Dur ketika Gus Dur melanjutkan studi ke Iraq, agaknya turut mempengaruhi persepsi Yahudi di mata Gus Dur. Kemajuan yang diperoleh Yahudi saat ini tidaklah didapat dengan mudah, berbagai macam kepedihan mereka rasakan. Mulai dari pengucilan selama berabadabad di Eropa, sampai pembunuhan missal yang mereka sempat alami. Orang Yahudi mempunyai modal dasar yang mengikatnya selama berabad-abad, sejak mereka tercecer, disudutkan oleh pergaulan Internasional hingga menjadi umat pioneer penggerak zaman seperti saat ini. mereka memelihara semacam kolektif yang dari titik itu, mereka seakan terikat ke kesatuan nasib yang meliputi orang Yahudi dari belahan manapun, sekalipun terpisah oleh lain benua. Sebenarnya, Gus Dur pun seorang tokoh yang tidak menyetujui tindakan konfrontatif Israel atas Palestina. Hanya saja Gus Dur terkesan lebih mawas diri. Dengan cover menjalin kerjasama bilateral dengan Israel akan membuka pintu lebih lebar guna mendekati baik dalam tataran aksi maupun batin untuk dapat mempengaruhi kebijakan Israel atas Palestina. Israel, disadari Gus Dur merupakan suatu negara yang mempunyai pengaruh yang besar dalam peta ekonomi dunia. Selain sebagai sarana memperjuangkan kepentingan rakyat Palestina, hubungan diplomatik dengan Israel, dipandangnya 31 dapat menjadi presiden bagi fajar baru rekonstruksi ekonomi dalam negeri. Pemikiran demikian, walaupun menurut Gus Dur dipandang cukup solutif, tetapi juga berpotensi menyulut protes keras di dunia Islam, khususnya di tanah air. Sampai sekarang, Israel tetap dianggap sebagai musuh Islam, karena secara riil, mereka telah melakukan tindakan represif terhadap bangsa Palestina. D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah maka dapat diambil kesimpulan bahwa Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya bagi setiap orang tanpa terkecuali untuk bisa mengeluarkan pendapatnya baik di bidang agama, budaya, ekonomi dan politik. Diera kepemimpinan gusdur terdapat empat garis besar bentuk perwujudan dari kebebasan diantaranya, kebebasan diranah agama, kebebasan diranah politik, kebebasan diranah budaya dan kebebasanan diranah ekonomi. Kebebasan diranah politik yang dilakukan Gus Dur berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya, beliau memiliki ciri khas tersendiri untuk mensejahterakan rakyatnya, yang tidak akan terfikirkan oleh tokoh-tokoh lainnya. Pendekatan politik yang beliau lakukan berlandaskan kepada perdamaian. Salah satu contohnya ketika beliau pengunjungi Iran salah satu yang menjadi agenda penting kunjungan beliau adalah berziarah kemakan salah satu pendiri Republik Islam Iran Imam Khomeini. Di saat Imam Khomeini di sorot banyak orang dari sisi politik, Gus Dur hadir memberikan pemahaman lain tentang 32 sisi spiritualitas Bapak Revolusi Islam Iran. Contoh lainnya ketika konflik politik masih berkecamuk di Aceh di era Orde Baru, kunjungan Gus Dur ke makam-makam ulama dan tokoh-tokoh Aceh yang saat itu dijaga oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi sebuah pendekatan baru untuk merekatkan NKRI. Visi sufistik Gus Dur telah menunjukkan sebuah metode, “penyelesaian masalah tanpa masalah” dari problematika kebangsaan dan pola bernegara. Beliau pergi ke makam-makam ulama dengan alasan perdamaian dunia. Gus Dur telah memberi teladan untuk mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan golongan. Adanya kebebasan diranah budaya. Dalam hal ini Gus Dur dikenal karena sikapnya yang konsisten membela minoritas dan perjuangan untuk bisa diterimanya pluralisme sosial dan budaya yang betul-betul ada dalam masyarakat Indonesia modern. Beliau memberikan kran kebebasan terhadap kaum Tionghoa untuk bisa merayakan hari Imlek dan menjadi hari libur nasional sampai saat ini. Kebebasan diranah agama dengan memberikan kebebasan yang sebesarbesarnya kepada tiap-tiap warga negara untuk dapat memeluk agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan yang tertuang didalam Undang-undang dasar 1945. Terutama terhadap agama konghucu, pada waktu itu konghucu di kebiri dan tidak dianggap keberadaanya. Terakhir adanya kebebasan diranah ekonomi yang pada saat itu berkonsentrasi kepada ekonomi kerakyatan. Pada masa itu target utama dari perekonomian adalah ekonomi masyarakat, karena, jika ekonomi rakyat tidak dibangun sedemikian rupa, maka yang akan terjadi adalah kesenjangan sosial. Beliau juga memberikan 33 kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya. Berani bersikap dan tegas juga pada sektor-sektor ekonomi. 2. Saran Pemikiran seorang tokoh merupakan manifestasi dari pergolakan yang terjadi pada diri dan lingkungannya dalam ruang dan waktu tertentu. Dengan demikian tidak salah ketika dalam perkembangan pemikirannya tidak konteks lagi. Penyusun menyadari bahwa telaah ini belum cukup mampu mengungkapkan secara detail dan komprehensif mengenai kebebasan dalam pandangan Abdurrahman Wahid ini. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut lagi mengenai kebebasan dalam pandangan Gus Dur ini. Tidak bisa dipungkiri perubahan zaman bisa membuat sudut pandang seseorang berubah juga. Ketika perubahan zaman menuntut bagaiman manusia sulitnya mengimplimentasikan kebebasan bagi persoalan individual, sosial, negara maupun lintas negara. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi. 34 DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Adhayanto, O, (2009). Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam. Tanjungpinang: CV Milaz Grafika. Barton, G. (2010). Prisma Pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang. Budiardjo, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Cahyo, A. N. (2014). Salah Apakah Gus Dur? Jogjakarta: IRCiSoD. Fattah, D. A. (2011). Demokrasi Berkeadaban. Jakarta: PT. Arga Tilanta Fatoni, M. Sulton & Fr. Wijdan. The Wisdom of Gus Dur. Bandung: Imania Iskandar, A. Muhaimin (2010). Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur. Yogyakarta: PT. LKIS Perinting Cemerlang Iqbal, M. (2013). Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. MD, P. D (2003). Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya 35 Muhtadi, A. S (2004). Komunikasi Politik Nahdatul Ulama. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia Mulkhan, Abdul Munir (2010). Perjalanan Politik Gus Dur. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara Panjaitan, Dra Ostina E (1995). Kebebasan dan Globalisasi. Jakarta: Yayasan Sumber Agung Rahman, A. (2014). Gitu Aja Kok Repot. Jogjakarta: Palapa. Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Soemeri W. Setio, Agung, dan Hasyim Asy'ari. (2011). Merancang Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif. Jakarta: Kemitraan Partnership. Suparman, Djadja. (2013). Jejak Kudeta (1997-2005), Catatan Harian Letnan Jenderal (Purn) TNI Djadja Suparman. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia Syafii, I. K. (2010). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT. Rafika Aditama. Thernstrom, Diane Revitch dan Abigail. (2005). Demokrasi Klasik dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Wahid, Abdurrahman. (2011). Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta: Yayasan Ahad Demokrasi 36 Wahid, Abdurrahman. (2010). Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Yogyakarta: Lkis Yogyakarta "Sikap Warga NU terhadap PKI". Kompas, 29 September 2015 B. Jurnal Illah, Muhammad Athoh. (2015). "Pemikiran Kontoversi Abdurrahman Wahid Pada Saat Menjabat Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) di Indonesia". Journal of Islamic Studies. (1-2) Saleh Kamaruddin. (2014). "Gus Dur dan Pemikiran Liberalisme". Journal of Islamic Studies. (283-284) Wahyudhi Johan. (2011). "pandangan Abdurrahman Wahid Terhadap Konflik Palestina-Israel". Journal of Islamic Studies. (106-116) C. Website https://ahmadsidqi.wordpress.com/2012/04/07/makrifat-sang-guru-bangsa-k-habdurrahman-wahid/ http://pkitgusdur-blogspot-com/2014/01/demokratisasi-konstitusional-gusdur.html?=1 37 http://wahidinstitute.org/vi/agenda/detail/?id=410/hl=id/demokrasi-dalam-pemikirangus-dur-tatapan-teori-politik http://ekasandy.wordpress.com http://mas-hanief.blogspot.co.id/2010/12/teori-kebebasan.html http://belajarkomunikasilagi.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-kebebasanmengeluarkan-opini.html www.commongroundnews.org www.gusdurian.net 38