Karunia-Karunia Roh

advertisement
Bab Tujuh-Belas (Chapter Seventeen)
Karunia-Karunia Roh (The Gifts of the Spirit)
Alkitab berisi banyak contoh tentang Roh Kudus yang tiba-tiba memberi kemampuan
adikodrati kepada orang-orang. Dalam Perjanjian Baru, semua kemampuan adikodrati ini
dinamakan “karunia-karunia Roh.” Karunia-karunia itu tidak dapat diperoleh. Tetapi, kita
tidak boleh lupa bahwa Allah meninggikan orang yang Dia percayai. Yesus berkata,
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara
besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga
dalam perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10). Jadi kita mengharapkan agar karuniakarunia Roh lebih besar kemungkinan diberikan kepada mereka yang telah membuktikan
kesetiaannya di hadapan Allah. Adalah penting agar setiap orang sepenuhnya disucikan
dan menyerah kepada Roh Kudus, karena Allah lebih mungkin memakai orang-orang
seperti itu secara adikodrati. Di lain pihak, Allah pernah memakai seekor keledai untuk
bernubuat, sehingga Ia dapat memakai siapapun yang Ia sukai. Jika Ia harus menunggu
sampai seseorang jadi sempurna untuk dipakai, maka Ia tak dapat memakai siapapun!
Dalam Perjanjian Baru, karunia-karunia Roh terdapat dalam 1 Korintus 12, yang
seluruhnya ada sembilan karunia:
Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan
hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata
dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang
seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain
Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan
karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia
memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain
Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (1 Korintus 12:8-10).
Mengetahui cara mendefiniskan setiap karunia bukanlah hal penting bagi orang untuk
dipakai Allah dalam karunia-karunia roh. Dalam Perjanjian Lama, para nabi, imam, dan
raja, juga penjala ikan di zaman awal gereja Perjanjian Baru mempraktekkan karuniakarunia Roh tanpa tahu cara membuat kategori atau definisinya. Tetapi, karena dalam
Perjanjian Baru karunia-karunia Roh dibuatkan kategori, pasti itulah yang Allah ingin
kita pahami. Memang, Paulus menulis, “Sekarang tentang karunia-karunia Roh. Aku
mau, saudara-saudara, supaya kamu mengetahui kebenarannya. (1 Korintus 12:1).
Kategorisasi Sembilan Karunia (The Nine Gifts Categorized)
Kini, sembilan karunia Roh dikategorikan dalam tiga kelompok: (1) karunia-karunia
ucapan, yakni berbahasa lidah, penafsiran bahasa lidah, dan nubuatan; (2) karuniakarunia pewahyuan, yakni: kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, dan kepekaan
mengenali roh-roh; dan (3) karunia-karunia kuasa, yakni: pekerjaan mujizat-mujizat,
iman khusus, dan karunia-karunia kesembuhan. Ketiga kelompok karunia itu mengatakan
sesuatu; mengungkapkan sesuatu; dan melakukan sesuatu. Semua karunia itu
termanifestasi dalam perjanjian lama kecuali berbahasa lidah dan penafsiran bahasa lidah,
di mana kedua karunia ini adalah hal-hal unik dalam perjanjian baru.
Perjanjian Baru tidak memberi petunjuk tentang penggunaan yang benar dari “karuniakarunia roh” dan sangat sedikit petunjuk penggunaan yang benar “karunia-karunia
pewahyuan.” Tetapi, Paulus banyak memberi petunjuk tentang penggunaan yang benar
dari “karunia-karunia ucapan”, dan ada dua alasan untuk itu.
Pertama, karunia-karunia ucapan paling sering termanifestasi dalam pertemuan jemaat,
sedangkan karunia-karunia pewahyuan jarang termanifestasi, dan karunia-karunia kuasa
paling jarang termanifestasi. Karena itu, kita perlukan lebih banyak petunjuk tentang
karunia-karunia yang paling sering termanifestasi dalam pertemuan jemaat.
Kedua, tampaknya karunia-karunia ucapan memerlukan kerjasama maksimal antarsesama manusia, dan karena itu, karunia-karunia ini sangat mungkin ditangani secara
keliru. Jauh lebih mudah menambahkan dan melenyapkan suatu nubuatan dibandingkan
melenyapkan karunia-karunia kesembuhan.
Sesuai Kehendak Roh (As the Spirit Wills)
Perlu disadari bahwa karunia-karunia Roh diberikan sesuai kehendak Roh dan bukan
sesuai kehendak manusia manapun. Alkitab memperjelas hal terebut:
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendaki-Nya. (1 Korintus 12:11, tambahkan penekanan).
Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan
oleh berbagai-bagai penyataan kekuasaan dan karena Roh Kudus, yang dibagibagikan-Nya menurut kehendak-Nya. (Ibrani 2:4, tambahkan penekanan).
Seseorang dapat sering dipakai dalam karunia-karunia tertentu, tetapi tak seorangpun
memiliki salah-satu karunia. Anda dapat saja diurapi sekali untuk melakukan suatu
mujizat, namun itu bukan petunjuk bahwa anda dapat mengerjakan mujizat kapanpun
anda mau; juga bukan jaminan bahwa anda akan dipakai lagi untuk mengerjakan mujizat.
Kita akan pelajari dengan singkat dan melihat beberapa contoh dalam Alkitab tentang
setiap karunia. Tetapi, mengingat Allah dapat mewujudkan kasih-karuniaNya dan kuasa
dalam banyak cara, maka adalah mustahil membuat definisi dengan tepat bagaimana
setiap karunia bekerja setiap waktu. Lagipula, dalam Alkitab tidak ada definisi dari
kesembilan karunia Roh —yang kita miliki adalah label-labelnya. Jadi, kita hanya dapat
melihat contoh-contoh dalam Alkitab dan mencoba menentukan pada label mana setiap
karunia itu dikelompokkan, yang akhirnya mendefiniskannya menurut perbedaannya
yang nampak. Karena ada banyak cara Roh Kudus dapat memanifestasikan diriNya
melalui karunia-karunia adikodrati, maka tidaklah bijak bila kita bertahan dengan definisi
kita. Sebagian karunia sebenarnya lebih mirip dengan gabungan dari beberapa karunia.
Bersamaan dengan itu, Paulus menulis:
Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu
Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib [atau pekerjaan-pekerjaan], tetapi
Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada
tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (1
Korintus 12:4-7, tambahkan penekanan).
Karunia-karunia Kuasa (The Power Gifts)
1) Karunia-karunia kesembuhan: Karunia-karunia ini terkait dengan penyembuhan
orang-orang sakit. Karunia kesembuhan adalah anugerah adikodrati yang muncul tibatiba untuk menyembuhkan orang-orang sakit fisik, dan saya tak perlu tanya alasan untuk
itu. Pada bab sebelumnya, kita lihat contoh karunia kesembuhan yang termanifesasi
melalui Yesus ketika Ia menyembuhkan orang lumpuh di Kolam Betesda (lihat Yohanes
5:2-17).
Allah memakai Elisa untuk menyembuhkan Naaman orang Siria, si penderita kusta
dan penyembah berhala (lihat 2Ki. 5:1-14). Seperti kita pelajari ketika menyimak
perkataan Yesus dalam Lukas 4:27 tentang kesembuhan Naaman, Elisa tak sanggup
menyembuhkan orang kusta manapun yang ia inginkan. Ia tiba-tiba secara adikodrati
terilhami untuk memerintahkan Naaman masuk ke air Sungai Yordan tujuh kali, dan
ketika akhirnya Naaman taat, ia ditahirkan dari penyakit kusta.
Allah memakai Petrus untuk menyembuhkan orang lumpuh di Gerbang Indah Bait
Allah melalui karunia-karunia kesembuhan (Kisah Para Rasul 3:1-10). Tidak hanya orang
lumpuh yang disembuhkan, tetapi juga tanda adikodrati menarik banyak orang untuk
mendengar Injil dari mulut Petrus, dan hari itu sekitar lima ribu orang bergabung ke
dalam jemaat. Karunia-karunia kesembuhan sering menjadi tujuan ganda dalam
menyembuhkan orang sakit dan menarik orang yang belum diselamatkan kepada Kristus.
Ketika Petrus menyampaikan pesan kepada mereka yang berkumpul hari itu, ia
berkata:
Hai orang Israel, mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan mengapa kamu
menatap kami seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena kuasa atau
kesalehan kami sendiri? (Kisah Para Rasul 3:12).
Petrus mengakui bahwa bukan karena kuasa apapun yang ia miliki, atau karena
kesuciannya, sehingga Allah memakainya untuk menyembuhkan orang lumpuh. Ingatlah,
dua bulan sebelum mujizat itu, Petrus telah menyangkali mengenal Yesus. Kenyataannya
Allah mamakai Petrus dengan ajaib di bagian awal kitab Kisah Para Rasul, dan fakta itu
mendukung keyakinan kita bahwa Allah akan juga memakai kita sesuai kehendakNya.
Ketika Petrus coba menjelaskan bagaimana orang itu disembuhkan, sangat mustahil ia
mengkategorikan hal itu sebagai “karunia-karunia kesembuhan.” Petrus hanya tahu
bahwa ia dan Yohanes sedang berjalan-jalan melewati seorang lumpuh dan ia tiba-tiba
mendapat urapan dengan iman untuk menyembuhkan orang. Sehingga ia memerintahkan
orang itu berjalan dalam nama Yesus, memegangnya dengan tangan kanannya, dan
menariknya berdiri. Orang lumpuh itu mulai “berjalan dan melompat dan memuji
Tuhan.” Petrus menjelaskan hal itu dengan cara berikut:
Dan karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan
orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi
kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua. (Kisah Para Rasul 3:16).
Orang yang memiliki iman khusus harus memegang orang lumpuh dan
mengangkatnya untuk berdiri dan menyuruhnya berjalan! Bersama dengan karuniakarunia kesembuhan itu, diperlukan juga impartasi iman untuk melaksanakannya.
Sebagian orang berpendapat bahwa karunia ini berbentuk jamak (“karunia-karunia”
kesembuhan) karena ada berbagai karunia berbeda yang menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Orang-orang yang sering dipakai dalam karunia-karunia kesembuhan kadangkadang tahu bahwa lebih sering penyakit tertentu, dibanding penyakit lain, disembuhkan
melalui pelayanannya. Misalnya, dalam keadaan tertentu, Filipus si penginjil tampak
berhasil menyembuhkan orang-orang lumpuh dan pincang (Kisah Para Rasul 8:7).
Misalnya, ada beberapa penginjil di abad lalu berhasil menyembuhkan orang-orang buta
atau tuli, atau orang yang bermasalah jantung, dan lain-lain, tergantung pada karuniakarunia kesembuhan mana yang paling sering dimanifestasikan melalui mereka.
2) Karunia iman dan melakukan mujizat: Karunia iman dan karunia melakukan
mujizat tampak sangat mirip. Dengan kedua karunia itu, orang yang diurapi tiba-tiba
menerima iman untuk hal yang mustahil. Perbedaan keduanya sering diuraikan seperti
berikut ini: Dengan karunia iman, orang yang diurapi diberikan iman untuk menerima
mujizat bagi dirinya, sedangkan dengan karunia mengerjakan mujizat, seseorang
diberikan iman untuk mengerjakan mujizat bagi orang lain.
Karunia iman kadang-kadang disebut sebagai “iman khusus” karena karunia itu adalah
impartasi iman yang tiba-tiba yang melampaui iman yang biasa-biasa. Iman yang biasabiasa muncul dari pendengaran akan janji Tuhan, sedangkan iman khusus muncul dari
impartasi tiba-tiba oleh Roh Kudus. Orang yang mengalami karunia iman khusus ini
menyatakan bahwa hal-hal yang mereka anggap mustahil tiba-tiba menjadi mungkin, dan,
mereka sadar hal itu mustahil untuk diragukan. Hal yang sama terjadi juga untuk karunia
untuk mengerjakan mujizat.
Kisah tiga teman Daniel --Sadrakh, Mesakh, dan Abednego—adalah contoh
mengagumkan tentang bagaimana “iman khusus” menjadi tak mungkin diragukan lagi.
Ketika mereka dilempar ke perapian yang menyala-nyala karena menolak untuk
menyembah berhala raja, mereka semua diberikan karunia iman khusus. Hanya orang
dengan iman yang luar biasa dapat bertahan dalam perapian yang sangat panas! Kita
perhatikan iman dari ketiga orang muda yang dtunjukkan di depan raja:
Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada
gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang
kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari
perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi
seandainya tidak [seandainya tuanku tidak melemparkan kami ke perapian yang
menyala-nyala], hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan
memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku diri
kan itu." (Daniel 3:16-18, tambahkan penekanan).
Perhatikan bahwa karunia bekerja bahkan sebelum mereka dibuang ke perapian.
Mereka sudah berpikir bahwa Allah akan membebaskan mereka.
Elia memfungsikan karunia iman khusus ketika ia diberi makan setiap hari oleh
burung gagak selama kelaparan tiga-setengah tahun dari pemerintahan Raja Ahab (lihat 2
Raja-Raja 17:1-6). Seseorang perlu iman luar biasa untuk mempercayai Allah yang
memakai burung untuk membawakan makanan pagi dan petang. Walaupun Allah tidak
berjanji dalam FirmanNya bahwa burung gagak akan membawakan kita makanan setiap
hari, kita dapat memakai iman yang biasa untuk mempercayai Allah dalam memenuhi
kebutuhan kita —karena itulah janji (lihat Matius 6:25-34).
Karya melakukan mujizat bekerja seringkali melalui pelayanan Musa. Ia bekerja dalam
karunia itu ketika ia membelah Laut Merah (lihat Keluaran 14:13-31) dan ketika berbagai
bala penyakit menimpa Mesir.
Yesus melakukan pekerjaan mujizat ketika Ia memberi makan 5.000 orang dengan
melipatgandakan jumlah ikan dan roti (lihat Matius 14:15-21).
Ketika, karena satu alasan, Paulus menyebabkan Elimas si tukang sihir menjadi buta
karena ia menghalangi pelayanan Paulus di pulau Siprus, itu juga contoh pekerjaan
mujizat (lihat Kisah Para Rasul 13:4-12).
Karunia Pewahyuan (The Revelatioan Gifts)
1). Kata-kata pengetahuan dan kata-kata hikmat: Karunia kata-kata pengetahuan
ialah impartasi adikodrati yang tiba-tiba tentang informasi tertentu, di masa lalu atau kini.
Allah, pemilik semua pengetahuan, kadang mengimpartasi sebagian kecil pengetahuan
itu, yang menjadi alasan penyebutan kata-kata pengetahuan. Kata adalah bagian kecil
dari kalimat, dan kata pengetahuan adalah bagian kecil dari pengetahuan Allah.
Kata-kata hikmat sangat mirip dengan kata-kata pengetahuan, tetapi kata-kata hikmat
adalah impartasi adikodrati yang tiba-tiba tentang pengetahuan kejadian di masa depan.
Konsep hikmat biasanya termasuk sesuatu tentang masa depan. Dan, definisi-definisi itu
agak spekulatif.
Perhatikan contoh dalam Perjanjian Lama mengenai kata-kata pengetahuan. Setelah
Elisa mentahirkan Naaman, orang Siria, dari penyakit kusta, Naaman menawarkan
banyak uang kepada Elisa sebagai ucapan terima-kasih atas kesembuhannya. Elisa
menolaknya, agar tiap orang menganggap kesembuhan Naaman adalah karena kasihkarunia Allah, bukannya dibeli. Tetapi, hamba Elisa, bernama Gehazi, melihat
kesempatan untuk mendapatkan kekayaan pribadi, dan diam-diam ia menerima sebagian
bayaran dari Naaman. Setelah Gehazi menyembunyikan perak dari hasil tipuan, ia
menghadap Elisa. Lalu kita baca, dan Elisa berkata padanya, “Dari mana, Gehazi?"
Jawabnya: "Hambamu ini tidak pergi ke mana-mana!" Tetapi kata Elisa kepadanya:
"Bukankah hatiku ikut pergi, ketika orang itu turun dari atas keretanya mendapatkan
engkau?” (2 Raja-Raja 5:25b-26a).
Allah, yang tahu benar kecurangan Gehazi, mengungkapan perbuatannya secara
adikodrati kepada Elisa. Tetapi, kisah ini menjelaskan bahwa Elisa tidak “memiliki”
karunia kata-kata pengetahuan; yakni, ia selalu tidak tahu segala sesuatu tentang
siapapun. Jika hal itu jadi masalah, Gehazi tak mungkin pernah membayangkan bahwa ia
dapat menyembunyikan dosanya. Elisa hanya tahu hal-hal secara adikodrati ketika Allah
mengungkapan hal-hal itu padanya. Karunia itu bekerja sesuai kehendak Roh.
Yesus mengerjakan kata-kata pengetahuan ketika Ia berkata kepada wanita di sumur di
Samaria bahwa ia mempunyai lima orang suami (lihat Yohanes 4:17-18).
Petrus dipakai dalam karunia itu ketika ia secara adikodrati tahu bahwa Ananias dan
Safira sedang mendustai jemaat dalam hal memberi kepada jemaat seluruh harga yang
telah mereka terima atas penjualan tanah mereka (lihat Kisah Para Rasul 5:1-11).
Mengenai karunia kata-kata hikmat, kita sering lihat manifestasi karunia itu dari semua
nabi dalam Perjanjian Lama. Kapanpun mereka menubuatkan satu kejadian di masa
depan, kata-kata hikmat bekerja. Yesus juga seringkali diberikan karunia itu. Ia
menubuatkan kehancuran Yerusalem, penyalibanNya, dan kejadian-kejadian yang akan
menimpa dunia sebelum kedatanganNya yang kedua kali (lihat Lukas 17:22-36, 21:6-28).
Rasul Yohanes dipakai dalam karunia itu ketika penghakiman di Masa Kesukaran
diungkapkan kepadanya. Yohanes mencatat hal-hal tersebut dalam seluruh kitab Wahyu.
2). Karunia kepekaan mengenali roh: Karunia ini adalah kemampuan adikodrati
yang mendadak muncul atau, bila tidak, mengetahui apa yang sedang terjadi di alam roh.
Penglihatan, melalui mata atau pikiran orang percaya, dapat diklasifikasikan sebagai
kepekaan mengenali roh. Karunia itu memungkinkan orang percaya untuk melihat
malaikat, roh jahat, bahkan Yesus Sendiri, seperti Paulus pada beberapa kesempatan
(lihat Kisah Para Rasul 18:9-10; 22:17-21; 23:11).
Ketika Elisa dan hambanya dikejar oleh pasukan Siria, mereka terjebak di kota Dotan.
Di tempat itu, hambanya Elisa mengawasi tembok kota dan menjadi kuatir, ketika
melihat banyaknya tentara yang berbaris:
Jawabnya [Elisa]: "Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada
yang menyertai mereka." Lalu berdoalah Elisa: "Ya TUHAN: Bukalah kiranya
matanya, supaya ia melihat." Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia
melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling
Elisa” (2 Raja-Raja 6:16-17).
Apakah anda tahu bahwa pasukan malaikat mengelilingi kuda-kuda rohani dan dalam
kereta-kereta rohani? Anda akan melihat mereka suatu hari nanti di sorga, tetapi
hambanya Elisa diberikan kemampuan melihat kuda-kuda itu di bumi.
Melaui karunia itu, seorang percaya dapat mengenali roh jahat yang menekan
seseorang dan memiliki kemampuan untuk mengenali jenis roh itu.
Karunia itu meliputi penglihatan ke alam roh dan juga jenis pengenalan lain ke dalam
alam roh. Bisa juga termasuk mendengar sesuatu dari alam roh, seperti suara Tuhan.
Akhirnya, seperti anggapan beberapa orang, karunia itu bukanlah “karunia kepekaan
mengenali.” Orang yang menyatakan bahwa ia punya karunia itu terkadang menganggap
dirinya dapat membedakan motif-motif dalam diri orang, tetapi karunianya lebih tepat
digambarkan sebagai “karunia mengritik dan menilai orang lain.” Sebenarnya, anda
mungkin memiliki “karunia” itu sebelum anda diselamatkan, dan sekarang sudah
diselamatkan, Allah ingin membebaskan anda dari karunia itu selamanya!
Karunia Ucapan (The Utterance Gifts)
1). Karunia nubuatan: Karunia nubuatan adalah kemampuan adikodrati yang tibatiba untuk berbicara dengan ilham ilahi dalam bahasa yang diketahui oleh orang yang
berbicara. Karunia ini selalu dimulai dengan, “Lalu berkatalah Tuhan.”
Karunia nubuatan bukan menyampaikan khotbah atau mengajar. Khotbah dan
pengajaran yang diilhami benar-benar mengandung unsur nubuatan karena setiap
khotbah dan pengajaran diurapi oleh Roh, tetapi khotbah dan pengajaran pada dasarnya
bukanlah nubuatan. Banyak kali pengkhotbah atau guru yang diurapi akan mengatakan
hal-hal melalui ilham yang tiba-tiba tanpa direncanakannya ketika berbicara, tetapi hal itu
memang bukan nubuatan, walaupun menurut saya hal itu dapat disebut profetik.
Karunia nubuatan dengan sendirinya membangun, menasihati dan menghibur:
Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun,
menasihati dan menghibur. (1 Korintus 14:3).
Jadi karunia nubuatan sendiri tidak mengandung pewahyuan. Yakni, karunia ini tidak
mengungkapkan apapun tentang masa lalu, masa sekarang, atau masa depan, seperti
halnya kata-kata hikmat dan kata-kata pengetahuan. Tetapi, seperti saya sebutkan
sebelumnnya, karunia-karunia Roh dapat saling bekerja bersama, dan demikian pula
dengan kata-kata hikmat atau pengetahuan yang dapat disampaikan dengan cara
nubuatan.
Ketika kita dengar orang yang bernubuat dalam sebuah pertemuan yang meramalkan
kejadian di masa depan, kita sebenarnya tidak mendengar hanya nubuatan; kita
mendengar kata-kata hikmat yang disampaikan melalui karunia nubuatan. Karunia
nubuatan sederhana akan tampak seolah-olah seseorang membaca peringatan dari
Alkitab, seperti “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya”
dan, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan
engkau.”
Sebagian orang yakin bahwa nubuatan dalam Perjanjian Baru tidak berisikan apapun
yang “negatif”, jika tidak maka nubuatan itu dianggap tidak sesuai dengan parameter
“pengajaran dan peringatan dan penghiburan.” Tetapi, hal itu tidak benar. Membatasi apa
yang Allah mungkin katakan kepada umatNya, dengan hanya mengizinkanNya untuk
mengatakan apa yang mereka anggap “positif” meskipun mereka layak mendapat
teguran, adalah ungkapan yang memuliakan diri sendiri di atas Allah. Teguran tentu bisa
dikategorikan atas pengajaran dan peringatan. Saya perhatikan pesan-pesan Tuhan
kepada tujuh gereja di Asia, yang dicatat dalam Kitab Wahyu yang ditulis oleh Yohanes,
sudah tentu berisi unsur teguran. Apakah kita akan membuangnya? Saya tidak
sependapat.
2). Karunia berbahasa lidah dan penafsiran bahasa lidah: Karunia berbagai
bahasa lidah adalah kemampuan adikodrati yang tiba-tiba untuk berbicara bahasa yang
tak diketahui oleh orang yang mengalami bahasa lidah. Karunia ini biasanya dilakukan
melalui karunia penafsiran bahasa lidah, yang merupakan kemampuan adikodrati yang
tiba-tiba menafsirkan perkataan dalam suatu bahasa yang tak diketahui.
Karunia ini dinamakan penafsiran bahasa lidah dan bukan penerjemahan bahasa
lidah. Jadi, kita tidak memerlukan terjemahan kata-per-kata dari pesan-pesan dalam
bahasa lidah. Karena itulah, kita mungkin saja mendapat “pesan singkat dalam bahasa
lidah” dan penafsiran yang lebih panjang, dan sebaliknya.
Karunia penafsiran bahasa lidah sangat mirip dengan nubuatan, karena karunia itu juga
tidak berisi pewahyuan dan biasanya untuk pengajaran, peringatan dan penghiburan.
Menurut 1 Korintus 14:5, kita dapat berkata bahwa bahasa lidah ditambah penafsirannya
sama dengan nubuatan:
Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata
dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat
dapat dibangun.
Seperti saya sebutkan sebelumnnya, tidak ada instruksi dalam Alkitab mengenai cara
mengerjakan karunia-karunia kuasa, sangat sedikit instruksi tentang cara mengerjakan
karunia-karunia pewahyuan, tetapi cukup banyak instruksi yang diberikan mengenai cara
mengerjakan karunia-karunia ucapan. Karena di jemaat Korintus ada kebingungan
mengenai mengerjakan karunia-karunia ucapan, Paulus membahas masalah tersebut pada
hampir keseluruhan pasal 14 dari kitab I Korintus.
Masalah yang paling menonjol berhubungan dengan penggunaan yang tepat bahasabahasa lidah yang lain, karena seperti kita sudah pelajari pada bab Baptisan Roh Kudus,
setiap orang percaya yang dibaptis dengan Roh Kudus mampu untuk berdoa dalam
bahasa lidah kapanpun ia mau. Jemaat Korintus sering berbahasa lidah selama ibadah
jemaat, tetapi banyak yang tidak teratur.
Penggunaan Berbeda untuk Bahasa Lidah lain (The Different Uses of other
Tongues)
Sangatlah penting kita pahami perbedaan antara penggunaan bahasa lidah yang tak
diketahui di depan banyak orang. Walaupun setiap orang percaya yang dibaptis dengan
Roh Kudus dapat berbahasa lidah kapan saja, itu tak berarti Allah akan memakainya
dalam karunia berbahasa lidah di depan umum. Penggunaan utama bahasa lidah adalah
kehidupan pribadi setiap orang percaya yang tunduk padaNya. Tetapi, jemaat Korintus
melakukannya secara bersama dan serentak berbahasa lidah tanpa ada penafsiran, dan,
tentu, tak seorangpun dibantu atau dibimbing olehnya (lihat 1 Korintus 14:6-12, 16-19,
23, 26-28).
Satu cara membedakan antara penggunaan bahasa lidah di depan banyak orang dan
penggunaan bahasa lidah secara pribadi adalah klasifikasi penggunaan pribadi sebagai
berdoa dalam bahasa lidah dan penggunaan di depan publik sebagai berbicara bahasa
lidah lain. Paulus menyebutn dua penggunaan itu dalam 1 Korintus 14. Apa bedanya?
Ketika kita berdoa dalam bahasa lidah, roh kita berdoa kepada Allah (lihat 1 Korintus
14:2, 14). Namun, ketika seseorang tiba-tiba diurapi dengan karunia bahasa lidah, maka
itulah pesan dari Allah kepada jemaat (lihat 1 Korintus 14:5), dan pesan itu dipahami
ketika diberikan tafsirannya.
Menurut Alkitab, kita dapat berdoa dalam bahasa lidah sesuai kemauan kita (lihat 1
Korintus 14:15), tetapi karunia berbagai bahasa lidah hanya bekerja sesuai kehendak Roh
Kudus (lihat 1 Korintus 12:11).
Karunia berbahasa lidah biasanya disertai dengan karunia penafsiran bahasa lidah.
Tetapi, penggunaan doa secara pribadi dalam bahasa lidah biasanya tidak ditafsirkan.
Paulus berkata bahwa ketika ia berdoa dalam bahasa lidah, pikirannya tidak berfungsi
(lihat 1 Korintus 14:14).
Ketika seseorang berdoa dalam bahasa lidah, ia mendapat bimbingan (lihat 1 Korintus
14:4), dan juga seluruh jemaat dibimbing ketika karunia berbahasa lidah bermanifestasi
dengan karunia penafsiran bahasa lidah yang menyertainya (lihat 1 Korintus 14:4b-5).
Setiap orang percaya hendaknya berdoa dalam bahasa lidah setiap hari sebagai bagian
dari persekutuan harian dengan Tuhan. Yang mengagumkan tentang berdoa dalam bahasa
lidah adalah doa itu tak perlu menggunakan pikiran anda, yang berarti anda dapat berdoa
dalam bahasa lidah bahkan ketika pikiran anda tersita oleh pekerjaan anda atau hal-hal
lain. Paulus berkata kepada jemaat Korintus, “Aku mengucap syukur kepada Allah,
bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua.” (1 Korintus
14:18, tambahkan penekanan). Pasti ia telah meluangakn banyak waktu dengan berbahasa
lidah untuk melebihi seluruh Jemaat Korintus!
Paulus juga menulis bahwa ketika kita berdoa dalam bahasa lidah, kita kadang-kadang
“memberkati Tuhan” (1 Korintus 14:16-17). Tiga kali saya mengalami “bahasa doa”
yang dimengerti oleh seseorang yang hadir yang tahu bahasa yang sedang saya panjatkan.
Tiga kali saya berbicara bahasa Jepang. Pernah saya berkata kepada Tuhan dalam bahasa
Jepang, “Engkau sangat baik.” Lain kali saya katakan, “Terima kasih banyak.” Di saat
lain saya katakan, “Cepatlah datang, cepatlah datang; saya sedang menunggu.” Bukankah
hal ini mengagumkan? Tak pernah saya belajar sebuah katapun bahasa Jepang, tetapi
sedikitnya tiga kali saya telah “memberkati Tuhan” dalam bahasa Jepang!
Petunjuk Paulus untuk Berbahasa Lidah (Paul’s Instructions for Speaking in
Tongues)
Petunjuk Paulus kepada jemaat Korintus sangat khusus. Dalam pertemuan tertentu,
jumlah orang yang dibolehkan berbahasa lidah di muka umum adalah dua atau tiga orang.
Mereka tak boleh berbicara serentak, tetapi harus menunggu dan berbicara secara bergilir
(lihat 1 Korintus 14:27).
Paulus tidak secara langsung bermaksud hanya dibolehkan tiga “pesan dalam bahasa
lidah”, tetapi tidak boleh lebih dari tiga orang berbahasa lidah dalam ibadah tertentu.
Sebagian orang menganggap bahwa jika sudah lebih dari tiga orang yang sering dipakai
dalam karunia berbahasa lidah, salah seorang dari mereka dapat berserah kepada Roh,
dan dengan asumsi “pesan dalam bahasa lidah” yang Roh ingin manifestasikan di gereja.
Jika tidak demikian, instruksi Paulus sebenarnya akan membatasi Roh Kudus dengan cara
membatasi jumlah pesan dalam bahasa lidah yang dapat dimanifestasikan dalam ibadah
tertentu. Jika Roh Kudus tak pernah memberikan lebih dari tiga karunia bahasa lidah
dalam sebuah pertemuan, maka Petrus tak perlu memberi intstruksi tersebut.
Hal yang sama bisa juga berlaku untuk penafsiran bahasa lidah. Ada pendapat bahwa
ada lebih dari satu orang dalam jemaat bisa berserah kepada Roh dan menafsirkan “pesan
dalam bahasa lidah.” Orang-orang demikian dianggap sebagai “penafsir” (lihat 1
Korintus 14:28), karena mereka sering dipakai dalam karunia penafsiran bahasa lidah.
Jika hal itu benar, mungkin ini yang Paulus sebutkan ketika ia menginstruksikan, “harus
ada seorang lain untuk menafsirkannya” (1 Korintus 14:27). Mungkin ia tidak berkata
bahwa hanya satu orang yang boleh menafsirkan semua pesan dalam bahasa lidah;
sebaliknya ia ingatkan untuk melawan “penafsiran saingan” dari pesan yang sama. Jika
seorang penafsir menafsirkan pesan dalam bahasa lidah, maka penafsir lain tidak boleh
menafsirkan pesan yang sama, meskipun ia anggap ia dapat memberi penafsiran yang
lebih baik.
Umumnya, segala sesuatu hendaklah dilakukan ”dengan sopan dan teratur” pada
pertemuan jemaat — tak boleh ada campur-aduk ucapan-ucapan yang serentak, bersaing
dan membuat bingung. Lagipula, orang-orang percaya harus peka terhadap orang-orang
yang tak percaya yang mungkin hadir pada pertemuan itu, seperti yang Paulus tuliskan:
Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkatakata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang
tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila? (1 Korintus
14:23).
Persis itulah yang jadi masalah di Korintus —setiap orang berbahasa lidah secara
serentak, dan sering tanpa ada penafsiran.
Petunjuk Mengenai Karunia Pewahyuan (Some Instruction Concerning
Revelation Gifts)
Paulus memberi petunjuk tentang “karunia pewahyuan” terkait dengan manifestasinya
melalui para nabi:
Tentang nabi-nabi--baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang
lain menanggapi apa yang mereka katakan. Tetapi jika seorang lain yang duduk di
situ mendapat penyataan, maka yang pertama itu harus berdiam diri. Sebab kamu
semua boleh bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua dapat belajar
dan beroleh kekuatan. Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. Sebab Allah tidak
menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. Sama seperti dalam semua Jemaat
orang-orang kudus.(1 Korintus 14:29-34a).
Sebagaimana ada anggota tubuh Kristus di Korintus yang tampaknya sering dipakai
dalam karunia penafsiran bahasa lidah yang disebut sebagai “penafsir”, maka ada orang
yang sering dipakai dalam karunia-karunia nubuatan dan pewahyuan yang dianggap
sebagai “nabi.” Nabi-nabi itu tidaklah sama kelasnya dengan nabi-nabi zaman Perjanjian
Lama atau bahkan seperti Agabus dalam Perjanjian Baru (lihat Kisah Para Rasul 11:28;
21:10). Sebaliknya, pelayanan mereka dibatasi pada badan-badan gereja lokal.
Walaupun mungkin lebih dari tiga nabi hadir di pertemuan jemaat, Paulus memberi
batasan kepada pelayanan profetik untuk “dua atau tiga nabi.” Ini menunjukkan bahwa
ketika Roh memberikan karunia-karunia roh di suatu pertemuan, lebih dari satu orang
dapat berserah diri untuk menerima karunia-karunia itu. Jika tidak demikian, petunjuk
Paulus dapat menyebabkan Roh datang memberikan karunia-karunia yang tak pernah
didapat oleh tubuh Kristus, karena ia membatasi jumlah nabi yang dapat berbicara.
Jika lebih dari tiga nabi hadir, maka nabi-nabi lain, walaupun tak dibolehkan berbicara,
dapat membantu menilai apa yang dikatakan. Ini juga menunjukkan kemampuan mereka
untuk mengenali perkataan Roh dan mungkin bermakna bahwa mereka sendiri bisa saja
menyerahkan diri kepada Roh untuk dipakai dalam karunia-karunia itu yang
dimanifestaikan melalui nabi-nabi lain. Jika tidak, mereka bisa saja hanya menilai setiap
nubuatan dan pewahyuan secara umum, dengan memastikan apakah setiap nubuatan dan
pewahyuan itu sesuai dengan pewahyuan yang telah Tuhan berikan (seperti dalam
Alkitab), hal yang dapat dilakukan oleh tiap orang dewasa percaya.
Paulus menyatakan bahwa nabi-nabi itu dapat bernubuat secara berangkai (lihat 1
Korintus 14:31) dan bahwa “karunia nabi takluk kepada nabi-nabi” (1 Korintus 14:32).
Ini menunjukkan bahwa setiap nabi dapat menahan diri agar tidak menggangu nabi lain,
bahkan saat diberikan nubuatan atau pewahyuan dari Roh untuk dibagikan kepada
jemaat. Dan, pada saat yang sama Roh dapat memberikan karunia-karunia kepada
beberapa nabi yang hadir dalam satu pertemuan, tetapi setiap nabi dapat dan harus
melakukan pengawasan ketika pewahyuan atau nubuatan dialami bersama dengan jemaat.
Hal itu berlaku juga dalam karunia ucapan yang dapat dimanifestasikan melalui tiap
orang percaya. Jika, dalam pertemuan, seseorang menerima pesan dalam bahasa lidah
atau nubuatan dari Tuhan, ia dapat menahannya sampai saat yang tepat. Orang lain tak
boleh mengganggu orang yang sedang bernubuat, juga tidak boleh ada yang menggangu
pengajaran untuk memberi anda nubuatan.
Ketika Paulus menyatakan “Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi
seorang”, (1 Korintus 14:31), ingatlah bahwa ia berbicara dalam konteks nabi-nabi yang
telah menerima nubuatan. Sayangnya, sebagian orang memahami perkataan Paulus
keluar dari konteks, yang menyatakan bahwa setiap orang percaya dapat bernubuat di
setiap pertemuan jemaat. Karunia nubuatan diberikan sesuai kehendak Roh.
Kini, seperti masa-masa sebelumnya, gereja perluk pertolongan, kuasa, kehadiran, dan
karunia-karunia dari Roh Kudus. Paulus meminta jemaat di Korintus untuk “usahakanlah
dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat.” (1 Korintus
14:1). Jadi, tingkat keinginan kita terkait dengan manifestasi karunia-karunia Roh, jika
tidak Paulus takkan pernah memberikan instruksinya. Pelayan pemuridan, yang mau
dipakai Tuhan untuk kemuliaanNya, sangat memerlukan karunia-karunia Roh, dan ia
mau mengajar murid-muridNya untuk melakukan hal yang sama.
Download