SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Oleh : RAJA MUNARNI NIM. 080569201059 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG Tanggung Jawab Yuridis Material Pada : RAJA MUNARNI NIM. 080569201059 Disetujui oleh : Ketua Pembimbing Sekretaris Suryaningsih, M.Si NIDN. 1016076901 Jamhur Poti, M.Si NIDN. 1010016404 Disahkan oleh : DEKAN, Drs. Son Haji, M.Si NIP. 19591206 1988031004 SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG RAJA MUNARNI NIM. 080569201059 Telah dipertahankan di Tanjungpinang di depan tim penguji Pada Tanggal 26 Februari 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan Susunan Tim Penguji Suryaningsih, S.Sos. M.Si NIDN. 1016076901 Ketua ________________________ Jamhur Poti, M.S.i NIDN. NIDN. 1010016404 Sekretaris ________________________ Sri Wahyuni, S.Pd, M.Si NIDN. 1016047701 Penguji Utama _______________________ Marisa Elsera, S.Sos.M.Si NIDN. 00191087017 Penguji Kedua _______________________ Tri Samnuzulsari, S.Sos,MA NIDN. 0018068402 Penguji Prodi ________________________ Disahkan Oleh DEKAN, Drs. Son Haji, M.Si NIP. 19591206 1988031004 SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama : Raja Munarni 2. NIM : 080569201059 3. Program Studi : Sosiologi 4. Judul Skripsi : Sosialisasi Pencegahan Infeksi Menular Seksual ( IMS )IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang Dengan ini menyatakan bahwa : 1. Judul skripsi sebagaimana tersebut diatas bukan merupakan dan tidak menunjukkan adanya indikasi persamaan judul dan lokasi/tempat penelitian terdahulu. 2. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain (plagiat). 3. Bersedia dilakukan pembatalan hasil ujian dan dikenakan sanksi yang ditetapkan oleh pihak fakultas/universitas apabila ketentuan pada butir 1, 2 diatas tidak dapat dipenuhi. Demikianlah surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Tanjungpinang, 26 Februari 2016 Yang Menyatakan RAJA MUNARNI HALAMAN PERSEMBAHAN Aku ingin menjadi batu karang Yang tetap tegar dihantam gelombang Aku akan menjadi pohon yang rindang Yang selalu memberikan naungan Aku ibarat sungai yang jernih Yang beriak memberi kehidupan Aku adalah kecantikan dan keindahan Yang selamanya akan memberikan kekuatan Dengan ilmu akan mengabdi diri Dengan ketegaran kuhadapi dunia Dengan kencantikan kuhiasi jagat raya Skripsi ini kupersembahkan Kepada Alm. Ayah Bunda ku Yang menghadirkan ku ke dunia ini Serta Ananda ku Tony Chandra Winata KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberi rahmat, karunia dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga skripsi dengan judul “SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG” ini dapat terselesaikan dengan baik. Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Suryaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Jamhur Poti, selaku Dosen Pembimbing II atas arahan, bimbingan dan petunjuknya selama penelitian dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang selama ini memberi pengaruh besar dan baik bagi kelangsungan perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini, diantaranya : 1. Bapak Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc selaku Rektor Maritim Raja Ali Haji. 2. Drs. Son Haji, M.Si selaku Dekan Fisip 3. Ibu Nanik Rahmawati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP UMRAH. 4. Ibu Suryaningsih, M.Si selaku Penasehat Akademik penulis sekaligus Dosen Pembimbing I. Kepada beliau penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas kesabaran dalam membimbing saya menyelesaikan skripsi ini dan telah meluangkan waktu dalam memberikan kritikan yang membangun dan masukan dalam penulisan dan bersedia memberikan ilmu pengetahuannya. 5. Seluruh Dosen dan Staf pengajar FISIP-UMRAH, yang telah bersedia berbagi pengalaman dan pengetahuan akademis. 6. Seluruh Pegawai FISIP-UMRAH, terima kasih atas bantuannya. 7. Teman-teman seangkatan penulis : Roni Frantika S.Sos, Weldan Arif Abdullah S.Sos, M. Al-Zulfikar, Deni Yuda Setiawan, Heriyanto Syahputra, Syafrianto, Dedi Wizani, Sry Fatimah Mandasari, Mely, Dela Sriziana dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mereka yang telah banyak membantu, mengingatkan dan mendukung serta memberikan kritik yang membangun selama studi dan penulisan skripsi ini. 8. Untuk yang teristimewa kedua orang tuaku tercinta Alm Raja Abdul Rahman dan Almh Raja Kamariah, yang memberi kasih sayang sewaktu kecil hingga dewasa. Kalianlah yang selama ini mendukung juga memberi nasehat yang bijaksana untuk anaknya tercinta. Serta kepada saudara-sekandungku tersayang : kakakku Raja Maisyarah, Ramlah dan serta adik-adikku Raja Fariza, Raja Muhammad Farizal, Raja Siti Zuraita, dan adik bungsuku. Raja Deny Effrianty yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil dan do‟a selama studi penulis. 9. Untuk seseorang yang tersayang, yang sempat mengisi harihariku dalam sedih maupun senang dan membantu serta memberikan dorongan selama studi dan dalam penulisan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabatku : Tony Chandra Winata , Muhammad Dimas Prayoga, Devisyahfira Yanti dan yang lainnya yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan serta motivasi selama studi dan penulisan skripsi ini. 11. Kepada seluruh informan penelitian yang bersedia memberikan informasi seakurat mungkin sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung selama studi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kemajuan dan pengembangan penelitian ini nantinya. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Tanjungpinang, 26 Februari 2016 Penulis, RAJA MUNARNI ABSTRAK Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Sosialisasi Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Untuk mengetahui apakah hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J. Cohen sosialisasi bertujuan untuk: 1. Memberi keterampilan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat. 2. Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara. 3. Melatih pengendalian fungsi mawas diri yang tepat. 4. Membiasakan individu dengan nilai - nilai dan kepercayaan pokok yang ada dalam masyarakat. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mencoba menjelaskan, dan memahami secara mendetail bagaimana Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Informan dalam penelitian ini berjumlah berjumlah 4 orang, dan menjadikan Kepala Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Tanjungpinang sebagai Informan Key. Kesimpulannya adalah Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang dari hasil wawancara dan observasi dinilai belum berjalan dengan baik atau Belum Maksimal. Kata Kunci : Sosialisasi, pencegahan Aids ABSTRACT Socialitation is a process in planting and transfering the behaviour or value and rule from one generation to otners in a group or society. A number of sociolog said that socialitation as a teory about the role. Because in process of socialitation, it is tought about the role that should be ran by individu. The purpose of the research is to know the socialitation prevention of Sexually Transmitted Infections at km 15 by KPA Tanjungpinang city. According to Bruce J. Cohen, said the socialitation's purpose to : 1) Give skill that needed by individu for their life in society. 2) Teach the individu to able in communicative effectively and develop their ablelity in reading,writing and speaking. 3) To train in controlling the fungtion of self guidience correctly. 4) to make the invidu become usuall with values and main believe that exist in society. This type of the research is descriptive with qualitative approach .This research try to understand closely with how the socialitation prevention of Sexually Transmitted Infections at km 15 by KPA Tanjungpinang city. Informan in this result is 4 peoples and use the chief of Program Komisi Penanggulangan AIDS Tanjungpinang city as the informan key. The conclusion was socialitation prevention of Sexually Transmitted Infections at km 15 by KPA Tanjungpinang city from interview result till observation is considered to be not running well and not ready maximized. Keywords : socialization, Aids prevention DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR GARFIK ........................................................................................ xiv DAFTAR TABEL........................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 10 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................... 10 D. Konsep Operasional ............................................................... 11 E. Metode Penelitian................................................................... 13 1. Jenis Penelitian................................................................ 13 2. Lokasi Penelitian ............................................................. 13 3. Populasi dan Sampel ....................................................... 14 BAB II BAB III BAB IV 4. Sumber dan Jenis Data .................................................... 14 5. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 15 6. Teknik Analisa Data........................................................ 16 LANDASAN TEORI ................................................................... 19 A. Sosialisasi ............................................................................... 19 1. Proses Sosialisasi ............................................................ 20 2. Tujuan Sosialisasi ........................................................... 22 3. Macam-Macam Sosialisasi ............................................. 25 4. Media Sosialisasi............................................................. 25 B. Infeksi Menular Seksual (IMS) .............................................. 28 1. Gejala-Gejala HIV .......................................................... 33 2. Tahapan AIDS................................................................. 33 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 36 A. Sejarah Lokalisasi Batu 15 Tanjungpinang........................... 36 SOSIALISASI PENCEGAHAN PMS DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG .................................................................... 39 A. Identitas Informan .................................................................. 39 B. Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang ................ 1. 40 Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat .......................... 42 2. Mengajarkan Individu Untuk Mampu Berkomunikasi Secara Efektif.............................................................................. 3. Melatih Pengendalian Fungsi-Fungsi Organik Melalui Latihan-Latihan Mawas Diri yang Tepat ........................ 4. BAB IV 48 50 Membiasakan Individu Dengan Nilai-Nilai Dan Kepercayaan Pokok yang Ada Dalam Masyarakat ............................... 54 PENUTUP .................................................................................... 62 A. Kesimpulan ............................................................................ 62 B. Saran....................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GARFIK Grafik 1.1 Jumlah kasus HIV di Prov. Kepri Tahun 2000 - 2014 ................ 3 Grafik 1.2 Jumlah kasus AIDS di Prov. Kepri Tahun 2000 - 2014 ............. 4 Grafik 1.3 Kasus HIV Berdasarkan Faktor Risiko Tahun 2014 .................. 5 DAFTAR TABEL TABEL 1.1 Penyakit HIV/AIDS Di Kota Tanjungpinang Tahun 2002 s/d 2014 ....................................................................................... 6 TABEL 1.2 Jumlah Kunjungan Klinik IMS Wanita Pekerja Seks (Wps) Batu 15 Tahun 2010 s/d 2014 ..................................................... 7 TABEL 1.3 Jumlah Kasus HIV Di Kota Tanjungpinang Berdasarkan Kelompok Resiko Periode Januari-Desember 2014 ..................................... 8 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Peta Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang ............................. 38 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran struktur sosial yang serba bebas dan terbuka mengarahkan Indonesia dalam jurang masalah yang cukup luas. Pergeseran nilai budaya membuat tindakan menjajakan seks sebagai suatu bentuk sensasi, mencari kepuasaan hingga yang bermotif ekonomi. Munculnya lokalisasi prostitusi sebagai akibat dari munculnya modernisasi, yang menitikberatkan pada permasalahan sosial lainnya. Perkembangan yang pesat pada dunia prostitusi diimbangi pula oleh peningkatan penularan penyakit menular seksual. Dimana pengaruh gonta-ganti pasangan inilah yang menjadi pangkal masalah munculnya penyakit menular seksual. Salah satu penyakit yang mengerikan dan sangat mematikan ialah HIV merupakan virus yang menyebabkan AIDS. Dimana AIDS sendiri merupakan sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV, sehingga tubuh tidak dapat memerangi penyakit. Tren itulah yang kini merebak dalam lingkup lokalisasi prostitusi akibat dari gonta-ganti pasangan ketika melakukan hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan semakin merebak apabila kesadaran dari pelaku seks komersial yang rendah atas penggunaan kondom. Untuk memerangi Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam industri prostitusi penggunaan kondom sebagai alat pengaman seksual menjadi hal yang mutlak. Kondom merupakan alat pengaman seksual yang berbahan lateks tidak berpori dapat mencegah terjadinya pertukaran cairan ketika berhubungan seksual. Selain sebagai alat pengaman, penggunaan kondom juga bisa memberikan kenikmatan lebih saat berhubungan intim, dengan pelicin, serta aroma dan bentuk yang beragam. Untuk itu, sosialisasi pencegahan AIDS dalam penggunaan kondom dalam industri seks komersial harus terus dan gencar dilakukan agar penyebaran IMS yang lebih meluas dapat dicegah. Dengan adanya Infeksi Menular Seksual (IMS) maka HIV akan dapat lebih mudah menular karena luka IMS menjadi pintu masuk HIV yang sudah terpadat pada cairan vagina atau cairan sperma. Tidak semua IMS dapat diobati. HIV/AIDS, Hepatitis B&C, Herpes dan Jengger Ayam termasuk jenis-jenis IMS yang tidak dapat disembuhkan Untuk mengatasi IMS dan penyebaran HIV / AIDS dalam industri seks komersil diperlukan sosialisasi untuk menyadarkan pelaku seks komersil dalam penggunaan kondom saat berhubungan seksual. Selain bertujuan sebagai pelindung diri, yang juga dapat mengurangi laju penularan penyakit seksual. Dalam melakukan sosialisasi penggunaan kondom pada industri seks komersil diperlukan strategi yang tepat agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dilihat dari kecenderungan peningkatan kasus HIV-AIDS dari tahun ketahun hingga desember 2014 jumlah kasus HIV 5961, AIDS 2.688 Kasus dan meninggal 886 (KPA Propinsi Kepulauan Riau). Faktor risiko penularan HIV di kepulauan Riau lebih didominasi oleh penularan melalui transmisi seksual. Kasus AIDS pertama kali ditemukan di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 1992, bertempat di Pulau Mat Belanda (dulu bernama: Pulau Babi) Kecamatan Belakang Padang - Kota Batam, dan saat ini sudah ada disemua Kabupaten/ Kota lainnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, hingga desember 2014 telah dilaporkan sebanyak 5.961 kasus HIV. (Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau). Grafik1.1 JUMLAH KASUS HIV DI PROV. KEPRI TAHUN 2000 - 2014 JUMLAH KASUS HIV DI PROV. KEPRI S.D. TAHUN Desember 2014 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 5961 5106 4254 98 128 98 30 180 32 262 429 82 728 1751 2227 1376 3407 6947 HIV kumulatif 1068 986 704 852 855 476 621 167 299 340 308 375 2 Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 Perkembangan kasus HIV di Provinsi Kepri terus meningkat dalam 5 tahun terakhir dimana pertambahan kasus baru pertahun diatas 500 kasus dan belum menunjukan tanda penurunan. Prevalensi HIV di Kepulauan Riau dikategorikan sebagai epidemi terkonsentrasi karena prevalensi pada populasi kunci sudah diatas 5%, terutama pada Wanita Pekerja Seks (Sumber : Subdit AIDS Kemenkes, 2012). Grafik 1.2 JUMLAH KASUS AIDS DI PROV. KEPRI S.D. DESEMBER 2014 JUMLAH KASUS AIDS DI PROV. KEPRI S.D. Desember 2014 3000 2688 2500 2382 2000 2014 1749 1500 839 1000 500 0 10 10 19 9 53 34 111 222 333 111 111 AIDS kumulatif 559 434 280 58 1180 1484 101 341 304 265 368 429 306 125 <2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Data AIDS 2013 di kirim hanya beberapa RS 5 Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 Program pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV-AIDS di Provinsi Kepulauan Riau sudah dimulai sejak tahun 1996 (saat wilayah Kepulauan Riau secara adminisratif masih berada dibawah Pemerintahan Provinsi Riau), namun mulai tertata dan terdata rapi di tahun 2000. Lalu setelah Provinsi Kepulauan Riau resmi berdiri di tahun 2004, Program mulai lebih digalakkan dan dilaporkan atas nama Provinsi Kepulauan Riau, kendati pada masa itu jumlah kasus maupun sebarannya semakin meluas dan meningkat. Penanganan penularan HIV melalui transmisi seksual selama ini masih terbatas, tidak komprehensif dan belum terpadu. Hal ini dapat dilihat cakupan program terhadap populasi kunci. Penularan HIV di Kepulauan Riau sebagian besar melalui hubungan seksual terutama kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS). Populasi kunci adalah kelompok yang memegang kunci keberhasilan program penjegahan dan pengobatan bila mereka berperan aktif secara bermakna dalam penanggulangan HIV dan AIDS, baik bagi dirinya, pasangannya maupun orang lain. Populasi kunci ini adalah : 1. Orang-orang beresiko tertular atau rawan tertular karena perilaku seksual berisiko yang terlindungi dan atau bertukar alat suntik tidak steril. 2. ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS), yaitu orang yang sudah terinfeksi HIV dan berisiko menularkan kepada orang lain melalui hubungan seks, penggunaan alat suntik bersama, atau 3. Mereka rentan kalau berprilaku berisiko. (Sumber :Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Pedoman Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual) Grafik 1.3 KASUS HIV BERDASARKAN FAKTOR RESIKO KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014 Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2015 Dari Grafik 1.4 diatas Wanita Pekerja Seksual (WPS) dengan persentase 18% merupakan kelompok berisko tinggi karena mereka terlibat langsung prilaku seks berisiko dengan berganti pasangan yang merupakan salah satu faktor penyebab HIV dan AIDS. Penularan HIV di Kota Tanjungpinang di karenakan penyimpangan prilaku seksual pelanggan WPS, yang menggambarkan keterkaitan setiap kelompok beresiko baik pelanggan WPS, maupun pasangan pelanggan. Kelompok beresiko merupakan kelompok masyarakat yang berperilaku resiko tinggi seperti penjaja seks dan pelanggannya, penyalahguna Napza suntik, dan narapidana. Sehingga sosialisasi penggunaan kondom oleh KPA Kota Tanjungpinang di Lokalisasi Batu 15 perlu mendapat perhatian khusus dalam menanggulangi penularan HIV/AIDS. TABEL 1.1 PENYAKIT HIV/AIDS DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2002 S/D 2014 TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Total Hidup 0 14 31 7 20 50 55 59 122 133 130 111 92 824 Meninggal 2 6 6 6 17 11 13 25 21 14 36 23 31 211 AIDS 2 4 10 10 33 45 50 45 37 47 58 49 84 474 HIV 2 20 37 13 37 61 68 84 143 147 166 134 207 1119 Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2015 Perkembangan HIV di Kota Tanjungpinang terus meningkat setiap tahun. Dari Tabel 1.1 Jumlah penderita HIV. Tahun 2002 hanya 2 kasus. Kemudian tahun 2007 meningkat menjadi 61 kasus. Tahun 2014 bertambah menjadi 207 kasus. Jumlah keseluruhan 1119 kasus HIV yang akan berkembang menjadi AIDS. Komisi penaggulangan AIDS di Kota Tanjungpinang dibentuk tahun 2007 melalui Surat Keputusan Walikota No 263 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pengurus Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tanjungpinang yang merupakan Implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, dan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di daerah. TABEL 1.2 JUMLAH KUNJUNGAN KLINIK IMS WANITA PEKERJA SEKS (WPS) BATU 15 TAHUN 2010 s/d 2014 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah WPS 192 157 129 145 128 Jumlah Kunjungan 96 86 38 60 46 50% 55% 30% 42% 36% Persentase Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014 Kesadaran Wanita Pekerja Seks (WPS) untuk datang ke layanan kesehatan masih rendah. Tahun 2014 jumlah WPS di Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang yang mangunjungi klinik IMS untuk pemeriksaan hanya 36%, demikian juga dengan tingkat pemakaian kondom masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kunjungan ke klinik IMS yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan masih rendah dan belum menunjukkan penurunan prevalensi IMS maupun peningkatan pemakaian kondom. Kondisi seperti ini menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kota Tanjungpinang. Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang No. 294 tahun 2010 tertanggal 1 Juli 2010, tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Pemeriksaan Berkala bagi Wanita Pekerja Seks dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Bagi Pelanggannya. TABEL 1.3 JUMLAH KASUS HIV DI KOTA TANJUNGPINANG BERDASARKAN KELOMPOK RESIKO Periode Januari-Desember 2014 KELOMPOK RESIKO Tahun WPS Waria s/d 2010 51 2011 Pelanggan Lain2 (IRT) 2 93 44 190 36 1 55 40 132 2012 27 4 1 76 57 165 2013 47 3 2 5 83 73 213 2014 37 2 4 3 78 72 196 198 12 7 8 385 286 896 Total LSL (Lelaki seks Lelaki) WBP (Warga Binaan Permasya rakatan) Total Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014 Melihat situasi serta perkembangan HIV-AIDS di Kota Tanjungpinang serta mempertimbangkan faktor risiko penularan maka sosialisasi penggunaan kondom oleh KPA Kota Tanjungpinang terhadap populasi kunci yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS) harus menjadi perhatian serius dalam menanggulangi penyebaran HIV-AIDS. Kondom merupakan alat kontrasepsi dengan proteksi ganda yaitu terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) khususnya HIV/ AIDS. Penggunaan kondom adalah cara akhir untuk pencegahan penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual. Sehubungan dengan hal tersebut berdasarkan pengamatan awal terdapat beberapa permasalahan tentang Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Tanjungpinang antara lain : 1. Kurang terampilnya Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam menegosiasikan penggunaan kondom kepada pelanggan. 2. Wanita Pekerja Seks (WPS) belum mampu berkomunikasi secara efektif tentang penggunaan kondom dalam menanggulangi HIV/AIDS. 3. Kurangnya kesadaran diri bahwa diri mereka (WPS) sangat berisiko disebabkan kurangnya pengetahuan tentang bahaya HIV/AIDS. 4. Wanita Pekerja Seks (WPS) tidak selalu menganjurkan pelanggan untuk selalu menggunakan kondom sehingga penularan HIV/AIDS terus meningkat. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin bagi WPS dan kewajiban pemakaian kondom 100% bagi pelanggan yang ada di Batu 15 tersebut, maka disusunlah sebuah Aturan Lokal (Alok) yang mengatur secara detail langkah kegiatan serta peran dan kewajiban masing-masing instansi, institusi, dan individu yang terlibat. Tujuan umum dari Aturan Lokal (Alok) ini adalah untuk menurunkan prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui pemakaian kondom secara konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Berdasarkan uraian diatas yang menjelaskan bahwa Wanita Pekerja Seks (WPS) merupakan populasi kunci dalam penyebaran virus HIV/AIDS, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh tentang hasil dari pelaksanaan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang dengan mengangkat sebuah judul : “SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG” B. Perumusan Masalah Tingginya perkembangan HIV-AIDS di Kota Tanjungpinang serta mempertimbangkan faktor risiko penularan maka sosialisasi pencegahan AIDS oleh KPA Kota Tanjungpinang terhadap populasi kunci yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS) harus menjadi perhatian serius dalam menanggulangi penyebaran HIVAIDS. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan : 1. Bagaimana Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. 2. Faktor risiko penularan sehingga pentingnya pencegahan dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. C. Tujuan dan Kegunaan Peneltian 1. Tujuan Penelitian Penelitan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara empiris mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Mengetahui Sosialisasi Pencegahan AIDS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. b. Mengetahui manfaat yang didapat WPS dengan adanya Sosialisasi Pencegahan AIDS Penanggulangan Di Aids Lokalisasi (KPA) Batu Kota 15 Oleh Tanjungpinang Komisi dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS. 2. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi tentang bahaya virus HIV/AIDS serta pentingnya pencegahan dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS. D. KONSEP OPERASIONAL Konsep operasional digunakan untuk mempermudah memberikan batasan suatu penelitan, agar masing-masing konsep yang digunakan dalam penelitian tidak terjadi salah tafsir serta memberikan penjelasan bagaimana suatu variable diukur. Sebagaimana menurut Narboko dan Achmadi (2010: 140-141) konsep merupakan hal yang abstrak maka perlu diterjemahkan dalam kata-kata sedemikian rupa sehingga dapat diukur secara empiris. Untuk mengetahui apakah hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J. Cohen seperti dikutip Murdiyatmoko sosialisasi bertujuan untuk : 1. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat. Keterampilan dan pengetahuan dalam penelitian ini adalah bagaimana KPA Kota Tanjungpinang memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada WPS tentang bahaya IMS serta pencegahan IMS dan HIV/AIDS. 2. Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara. Komunikasi secara efektif dalam penelitian ini adalah bagaimana Wanita Pekerja Seks (WPS) mampu berkomunikasi secara efektif kepada pelanggan dalam rangka pencegahan IMS. 3. Melatih pengendalian fungsi - fungsi organik melalui latihan - latihan mawas diri yang tepat. Melalui sosialiasasi mengajarkan kepada WPS tentang perlunya memeriksa kesehatan diri. 4. Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat. Mereka menyadari pekerjaan WPS tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada di dimasyarkat E. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2006:11) penelitian deskriptif adalah “Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain”. Adapun penelitian ini berusaha untuk menjelaskan dan memahami secara mendetail apakah Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang sudah berjalan sebagaimana mestinya dan apa yang menjadi harapan KPA dapat tercapai. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di lokaliasi Batu 15. Adapun alasan pemilihan lokasi ini antara lain : a. Kota tanjungpinang sebagai pusat ibu kota propinsi kepulauan Riau. b. Situasi penularan IMS terutama HIV dan AIDS di Kota Tanjungpinang sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan angka penularan IMS dan HIV/AIDS setiap tahunnya. 3. Populasi dan Sampel Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ketempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan (Sugiyono,2009:216). situasi sosial pada kasus yang dipelajari Sampel dalam penelitian ini tidak dinamakan sebagai responden, melainkan disebut dengan sebutan informan, partisipan ataupun nara sumber. Informan penelitian adalah subyek yang memahami informasi obyek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami obyek penelitian (Bungin, 2009:76). Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari VR, ST, HS, MR dan Informan Key yaitu Pengelola Program KPA Kota Tanjungpinang. 4. Sumber dan Jenis Data Data dalam penelitian ini mencakup: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari informan mengenai Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen seperti jumlah WPS, data KPA Kota Tanjungpinang melakukan sosialisasi di lokalisasi Batu 15 Tanjungpinang, dan dokumen-dokumen penunjang lainnya.. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah metode dan instrumen penelitian yang sesuai dengan jenis dan pendekatan penelitian kuantitatif. Metode atau cara pengumpulan data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pembicaraan berupa tanya jawab secara langsung dengan WPS serta Pengelola Program KPA Kota Tanjungpinang. Wawancara dilakukan dengan alat pengumpulan data berupa Pedoman wawancara yang berisi tentang pertanyaan seputar “Sosialisasi Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang di Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang dalam rangka penanggulangan penyebaran IMS terutama HIV/AIDS”. b. Observasi yaitu peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang akan diteliti yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS) di Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang. Sedangkan instrumen pengumpul data dapat dipergunakan wawancara. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengutipan atau mencatat data dari berbagai sumber. Dokumentasi dapat berupa foto-foto, suratsurat dan catatan lain yang berhubungan dengan penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data tertulis dan nyata yang dibutuhkan dan berkaitan dengan penelitian ini. 6. Teknik Analisa Data Analisa data yang peneliti gunakan untuk menganalisa data-data yang didapat dari penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang berupa kumpulan berwujud kata-kata, kalimat, uraian-uraian serta dapat juga berupa cerita pendek, bahkan pada data-data tertentu dapat menunjukkan perbedaan dalam bentuk jenjang atau tingkatan, walaupun tidak jelas batasnya. Jadi dalam analisis kualitatif ini peneliti tidak akan menggunakan peralatan matematik atau teknik statistik sebagai alat bantu analisis, tetapi hanya menggunakan penjelasan secara deskriptif tentang apa yang di tanyakan kepada informan. Proses kerja analisis ini akan dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah tersedia dari berbagai sumber seperti dari observasi/pengamatan, wawancara, serta tanggapan dari informan akan dianalisa secara deskriptif kualitatif yang menyediakan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan fenomena yang ada dengan menggambarkan dan menguraikan keadaan yang sebenar-benarnya. Dalam penelitian ini dilakukan dimana proses tersebut terjadi bersamaan sebagai suatu yang saling terkait pada saat sebelum, selama dan setelah pengumpulan data. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menjadi empat langkah yaitu melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Empat tahap proses analisis tersebut dijelaskan sebagai berikut : a. Pengumpulan Data Data yang dimaksud adalah data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang dicatat dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan dan juga temuan tentang apa saja yang di jumpai selama penelitian. Bentuk data-datanya antara lain seperti data monografi yang diperoleh dari KPA Kota Tanjungpinang, data-data informan, hasil wawancara dengan para informan beserta foto dokumentasi. b. Reduksi data Yaitu suatu proses dimana peneliti melakukan pemilahan dan penyederhanaan data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan proses tranformasi data, yaitu perubahan data yang dari awal data bersifat kasar menjadi data bersifat halus dan siap pakai setelah dilakukan penyeleksian dengan membuang data yang tidak diperlukan. Data yang sudah di reduksi juga akan memberikan gambaran yang dapat mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperlukan nantinya. Data yang direduksi seperti hasil wawancara dengan para informan yang sesuai dengan permasalahan penelitian. c. Penyajian data Tahap penyajian data ini yaitu sekumpulan informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan bisa mudah dipahami sehingga menjadi panduan informasi tentang apa yang terjadi dan data yang disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. d. Penarikan kesimpulan Tahap penarikan kesimpulan ini menyangkut interprestasi peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan. Penarikan kesimpulan merupakan usaha untuk mencari atau memahami data yang diperoleh. Peneliti berupaya untuk mencari makna dibalik data yang dihasilkan dalam penelitian, serta menganalisa data dan membuat kesimpulan. Sebelum membuat kesimpulan, peneliti harus mencari pola hubungan, persamaan dan sebagainya antar detail yang ada kemudian dipelajari, dianalisis dan kemudian disimpulkan. Proses menyimpulkan merupakan proses yang membutuhkan pertimbangan yang matang. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. BAB II LANDASAN TEORI A. Sosialisasi Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran-pemikiran teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakana sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan halhal yang sangat penting dalam menghasilkan partisifasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan suatu proses yang terus terjadi selama hidup kita. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transper kebiasaan atau nilai dan aturan dari datu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosilaisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Sosialisasi merupakan proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan. Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. Tujuan sosiologi dalam mempelajari sosialisasi karena dengan mempelajari bagaimana orang berinteraksi maka kita dapat memahami orang lain dengan lebih baik. Dengan memperhatikan orang lain, diri sendiri dan posisi kita di masyarakat maka kita dapat memahami bagaimana kita berpikir dan bertindak. Dari definisi sosialisasi diatas, disimpulkan bahwa sosialisasi merupakan suatu kegiatan belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui proses pendidikan dan pengajaran. 1. Proses Sosialisasi George Herbeth Mead (dalam Riyadi Soeprapto, 2002) berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Tahap Persiapan (Preparatory Stage) Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. b. Tahap Meniru (Play Stage) Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orangtuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other). 3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage) Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan temantemannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya. 4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage / Generalized other) Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. 2. Tujuan Sosialisasi Setiap proses sosial pasti memiliki tujuan. Demikian juga sosialisasi. Untuk mengetahui apakah hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J. Cohen seperti dikutip Murdiyatmoko sosialisasi bertujuan untuk : a. Memberi keterampilan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat. b. Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara. c. Melatih pengendalian fungsi - fungsi organik melalui latihan - latihan mawas diri yang tepat. d. Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat. Dari tujuan-tujuan sosialisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sosialisasi memiliki tujuan yaitu : a. Memberikan keterampilan, melalui proses sosialisasi. dapat memberikan ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melangsungkan kehidupan seseorang kelak di tengah-tengah masyarakat dimana dia akan menjadi salah sàtu anggotanya. Artinya melalui sosialisasi. seorang individu akan menjadi mengerti dengan bekal yang ia miliki untuk berperan dalam masyarakat b. Komunikasi secara efektif, proses sosialisasi dapat mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien serta mengembangkan kemampuannya untuk membaca. menulis dan bercerita. Dengan melakukan komunikasi. berbagai informasi mengenai masyarakat akan diperoleh untuk kelangsungan hidup‟ seorang individu sebagai anggota masyarakat. c. Mawas diri, mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsifungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. merupakan tujuan berikutnya dan sosialisasi. Artinva dengan adanya proses sosialisasi ini, seorang individu dapat memahami hal-hal yang baik dan diajurkan dalam masyarakat untuk dilakukan. Apabila buruk. sebaiknya dihindari, dan tidak dilakukan. Dengan begitu akan dibutuhkan kemampuan untuk mawas dir dan mengendalikan diri untuk hidup bermasyarakat dan d. Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat. Dengan adanya proses sosialisasi, ditemukan adanya upaya untuk menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat. Sebenarnya proses sosialisasi ini merupakan sebuah proses untuk menularkan nilai dan norma yang menjadi kepercayaan pokok masyarakat. yang mana menjadi bekal dan individu untuk melangsungkan kegiatan hidup bermasyarakat. Dari proses sosialisasi seseorang menjadi mengerti bagaimana ia harus bertingkah laku di tengah - tengah masyarakat dan lingkungannya. Dari keadaan belum mengerti atau belum tersosialisasi, akan menjadi manusia yang bermasyarakat dan beradab. Kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk di mana kepribadian itu merupakan suatu komponen penyebab atau pemberi warna dari wujud tingkah laku sosial manusia. Dapat disimpulkan bahwa Sosialisasi Pencegahan AIDS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang adalah suatu hasil proses pelaksanaan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi di Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang yang dilaksanakan oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS. 3. Macam-Macam Sosialisasi Robert MZ. Lawang membagi sosialisaisi menajdi dua Macam yaitu : a. Sosialisasi Primer yaitu proses sosialisasi yang terjadi pada saat usia seseorang masih usia balita. Pada fase ini, seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi, seperti ayah, ibu, kakak, dan anggota keluarga lainya. Ia dibekali kemampuan untuk mengenali dirinya, yaitu membedakan antara dirinya dengan orang lain. b. Sosialisasi Sekunder yaitu sosialisasi yang berlangsung setelah sosialisasi primer, yaitu semenjak usia empat hingga selama hidupnya. Jika proses sosialisasi primer dominasi peran keluarga sangat kuat, akan tetapi dalam sosialisasi sekunder proses pengenalan akan tata kelakuan adalah lingkungan sosialnya, seperti teman sepermainan, teman sejawat, sekolah, orang lain yang lebih dewasa hingga pada proses pengenalan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosilanya. 4. Media Sosialisasi Menurtu Elly M. Setiadi dan Usman Kolip dalam bukunya Pengantar Sosiologi mengatakan Sosialisasi tidak akan berjalan jika tida ada peran media sosialiasasi. Adapaun media sosialisasi yang otomoatis memiliki peran tersebut adalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan serangkaian peran menanamkan nilai-nilai dari norma-norma. Lemabaga-lembaga yang saling berhubungan tersbut memerankan sebagai agen sosialisasi atau media sosialisasi, beberapa agen sosialisasi diantaranya : a. Keluarga Keluarga merupakan institusi yang penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Hal ini dimungkingkan sebab berbagai kondisi keluarga; pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emisional yang hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi kepada anak. b. Kelompok Kelompok bermain disebut juga dengan pree group. Pada usia anak-anak, kelompok bermain mencakup teman-teman tetangga, keluarga, dan kerabat. Pada usia remaja, kelompok sepermainan berkembang menjadi kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan karena bertambahnya luas ruang lingkup pergaulan remaja, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Teman dan persahabatan merupakan pengelompokan sosial yang melibatkan orang-orang behubungan relatif akrab satu sama lain. Diantara kelompok persahabatan, andakalanya terbentuk suatu kelompok remaja yang dikenal dengan sebutan geng. Dimana geng adalah sekelompok remaja yang terkenal karena kesamaan latarbelakang sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya. c. Lingkungan Pendidikan Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh perintah untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk mempersiapkan potensi anak dalam rangka membangun negara. Melalui lembaga pendidikan anak diasahkecerdasan dan keahliannya. Akan tetapi, selain potensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak didik juga dibina untuk memiliki kecerdasan, dia dituntut untuk memiliki moralitas yang baik serta komitmen kepada bangsa dan negara. d. Keagamaaan Agama merupakan salah satu lembaga sosial yang didalamnya terdapat norma-norma yang dipatuhi. Akan tetapi, noram agama tidak terdapat sanksi secara langsung, sebab ia hanya berisi tata cara praktik ibadah, atau praktik penyembahan keapda Tuhan semata, tetapi didalamnya terdapat pola kelakuan yang berisi perintah dan larangan. Agama sebagai suatu lembaga sosial, sebab dalam ajaran agama , manusia diharuskan hidup dalam keteraturan sosial. e. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah tempat atau suasana dimana sekelompok orang merasa sebagai anggotanya. Seperti lingkungan kerja, lingkungan RT, lingkungan pendidikan, lingkungan pesantern, dan sebagainya. Dilingkungan mana pun seseorang pasti akan tersosialisasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. f. Media Massa Media massa memiliki andil besar dalam menyebarluaskan informasi dari dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti undang-undang, peraturan daerah, dan berbagai kebijakan public lainya. Sosialisasi anak melaui acata-acara fillm, malah anak-anak, radio sangat bepengaruh pada proses pembentukan karakter kepribadian anak. (Setiadi & Kolip, 2011: 176 -182) B. Infeksi Menular Seksual ( IMS) IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual (vaginal, oral ataupun anal). Infeksi menular seksual akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, apalagi tanpa menggunakan kondom, terlebih apabila dilakukan dengan pasangan yang sudah tertular. Semakin sering kita berganti-ganti pasangan seks, maka semakin besar kemungkinan tertular (bisa saja tertular berbagai macam virus, bakteri, jamur, dan protozoa dalam tubuh kita). Ada jenis yang efeknya terasa dalam hari sesudah terkena, ada pula yang membutuhkan waktu lama. Sebaiknya IMS cepat diobati karena dapat menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. (Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) : IMS dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin). Bila tidak diperiksakan dan diobati secara cepat dan tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan sakit berkepanjangan, kemandulan dan bahkan kematian. Risiko bagi remaja perempuan untuk terkena IMS lebih besar daripada laki-laki sebab alat reproduksi perempuan lebih rentan dan tersembunyi. Dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih parah. IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada perempuan. Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejalagejala umum sebagai berikut : 1. Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang dapat berupa cairan, nanah atau darah. 2. Rasa perih, nyeri atau panas saat buang air kecil atau setelah buang air kecil. 3. Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut (nyeri ataupun tidak). 4. Terdapat kutil, benjolan seperti jengger ayam atau bunga kol pada alat kelamin. 5. Gatal-gatal di sekitar alat kelamin. 6. Terjadi pembengkakan kelenjar limfe (getah bening) yang terdapat pada lipatan paha. 7. Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri. 8. Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan (tetapi tidak ada hubungannya dengan haid). 9. Nyeri sewaktu hubungan seksual. Bila tidak diobati sampai tuntas, maka IMS dapat menyebabkan: 1. Penyakit menjadi kronis dan menahun. 2. Kemandulan (tidak dapat hamil). 3. Kanker kelamin. 4. Sering keguguran. 5. Menularkan penyakit pada bayi yang dikandungnya. 6. Gangguan kehamilan. 7. Infeksi HIV karena adanya perlukaan di alat kelamin. 8. Kematian. Tidak semua IMS dapat diobati. HIV dan AIDS, Hepatitis B&C, Herpes dan Jengger Ayam termasuk jenis-jenis IMS yang tidak dapat disembuhkan. HIV yang palling berbahaya karena selain tidak dapat disembuhkan, HIV merusak kekebalan tubuh manusia untuk melawan penyakit apapun. Akibatnya, orang yang terkena HIV dapat menjadi sakit-sakitan dan bila masuk ke tahap AIDS dapat meninggal karenanya. HIV akan lebih mudah menular jika seseorang terkena IMS. Berikut ini ada beberapa jenis-jenis Infeksi Menular (IMS) yang sering terjadi, antara lain : Sifilis, Gonore, Ulkus mole,Limfogranuloma venereum, Granuloma inguinale, Herpes genitalis, Uritritis Non Spesifik, Trichomoniasis, Candidasis, Kandiloma Akuminata, Moluskus Kontangiosum, Scabies dan Pediculus pubis, Tinea inguinalis, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), Hepatitis. Hepatitis merupakan peradangan yang dapat merusak hingga hati tidak dapat berfungsi dengan baik. Hepatitis B dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi, tetapi Hepatitis C hingga kini belum ada vaksinnya. Kedua penyakit ini bila tidak dirawat dengan baik dapat berubah menjadi kanker hati atau kerusakan hati total. Herpes sering kambuh dan sangat nyeri jika sedang kambuh. Pada herpes yang dapat diobati hanya gejala luarnya saja, tetapi bibit peyakitnya akan tetap hidup dalam tubuh penderita selamanya. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS) HIV merupakan singkatan dari ‟human immunodeficiency virus‟. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. (KPA Nasional) Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah. (KPA Nasional) AIDS adalah singkatan dari „acquired immunodeficiency syndrome‟ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. (KPA Nasional) 1. Gejala-Gejala HIV Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi. Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satusatunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV. Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS. 2. Tahapan AIDS Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut: Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS. Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh). Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS. Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati. 3. Perkembangan HIV Menjadi AIDS Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi. (Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nasional) Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan: Berpantang seks Hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi Seks non-penetratif Penggunaan kondom secara konsisten dan benar Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi: Bila anda seorang pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali. Pastikan bahwa darah dan produk darah telah melalui tes HIV dan standar standar keamanan darah dilaksanakan. BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Lokalisasi Batu 15 Tanjungpinang Lokalisasi Batu 15 terletak di Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pada awalnya tempat ini diperuntukkan untuk pemukiman penduduk pada tahun dan digarap pada tahun 1990 didiami 20 KK. Seiring berkembangnya penduduk pada tahun 1993 lokasi batu 12 dan batu 16 yang merupakan lokalisasi prostitusi liar digusur oleh pemerintah dan dimasukkan ke lokasi batu 15, inilah cikal bakal lahirnya lokalisasi batu 15.Pada tahun 2007 Melihat perkembangan kasus HIV di Tanjungpinang yang disinyalir berasal dari para WPS di Lokasi Batu 15, pemerintah mengalih fungsikan lokasi ini menjadi pujasera,dengan membangun pujasera di tengah pemukiman, namun usaha ini gagal karena bisnis prostitusi lebih menggiurkan dari pada jualan di pujasera. Rumah-rumah penduduk yang semula untuk pemukiman berubah menjadi rumah-rumah bordir yang mempekerjakan para Wanita Pekerja Seks komersial. Kebanyakan WPS berpendidikan rendah yaitu SD dan SMP ,usia rata-rata WPS 21-42 tahun.Para WPS datang dari seluruh daerah di Indonesia, tetapi 80 % mereka berasal dari daerah Jawa Barat dari total WPS 128 orang. Para WPS dituntut juga untuk menjual minuman yang disediakan oleh mami dan papi sebelum melayani para lelaki hidung belang, ada 2 jenis WPS yang ada di batu 15 yaitu : 1. Anak Potong WPS yang mendapatkan penghasilan dari menerima tamu dalam melakukan transaksi seks diberikan kepada mami/ mucikari yang pada akhir bulan akan diperhitungkan antara mami dengan WPS bersangkutan sedangkan 2. Anak Sewa adalah WPS yang hanya menyewa tempat/kamar pada pemilik wisma yang dibayar setiap bulannya sedangkan penghasilan dari transaksi seks dikelola oleh WPS itu sendiri. Pendidikan terakhir WPS di KM 15 adalah Sekolah Dasar dan sebagian kecil SMP dan SMA. Sebanyak 25 mucikari yang ada di KM 15 dan beberapa diantaranya tergabung dalam Team Pelaksana Program PPK 100% mempunyai komitmen yang sama dalam mendukung Program pencegahan penularan PMS di lokasi KM 15. Untuk persediaan kondom dilokasi dikelola oleh Team Pelaksana PPK 100% yang mendapatkan kondom dari KPA Kota Tanjungpinang. kondom yang beredar di lokasi KM 15 adalah Merk Sutra. Program Pencegahan dan Penularan HIV/AIDS di KM 15 dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang sangat signifikan ditandai dengan pencanangan PPK 100% di lokasi dan keluarnya Surat Keputusan Walikota tentang pemeriksaan rutin ke klinik bagi setiap WPS dan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Kondom) menunjukkan kemajuan pelaksanaan program yang ada di KM 15. Gambar 3.1 Peta Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014 BAB IV SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA TANJUNGPINANG A. Identitas Informan Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis dalam penelitian ini, maka secara mendalam akan dipaparkan secara deskripsi, dengan mengenengahkan indikator. Indikator yang telah diteliti yaitu mengenai Sosialisasi Pencegahan infeksi menular seksual ( IMS )Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Sebelum membahas permasalahan yang ada, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai karakteristik dari Informan 1. Usia Informan Umur informan berdasarkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Usia Informan Umur Informan Jumlah (Dalam Tahun) 1. 23 ST 1 2. 25 HS 1 3. 21 VR 1 4. 26 MR 1 Jumlah 4 (Sumber : Hasil Olahan dari wawancara Identitas Informan Tahun 2015) No. Data yang diperoleh dilapangan, dari segi usia informan rata-rata menunjukan umur dalam usia dewasa, usia informan berada pada usia yang produktif dalam bekerja. 2. Pendidikan Formal TABEL 4.2. Pendidikan Formal Informan No. Tingkat Pendidikan Pekerjaan Jumlah 1. SD WPS 1 2. SMP WPS 3 4. S1 Pengelola Program KPA 1 Jumlah Keseluruhan 5 (Sumber : Hasil Olahan dari wawancara Identitas Informan Tahun 2015) Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa tingkat pendidikan informan 1 orang berpendidikan Sekolah Dasar. 2 orang informan berpendidikan Sekolah Menengah Pertama dan 3 orang informan berpendidikan SLTA. B. Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang Situasi penularan HIV dan AIDS di Kota Tanjungpinang sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan angka penularan IMS dan HIV/AIDS setiap tahunnya. Diantara sosialisasi yang diberikan adalah memberikan keterampilan sehingga terampil dalam menegosiasikan penggunaan kondom kepada pelanggan, kemudian mengkomunikasikan secara efektif tentang penggunaan kondom dalam menanggulangi HIV/AIDS, memberikan kesadaran diri bahwa diri mereka (WPS) sangat berisiko disebabkan kurangnya pengetahuan tentang bahaya HIV/AIDS, menganjurkan pelanggan untuk selalu menggunakan kondom sehingga penularan HIV/AIDS. Data dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang menunjukkan, dari 2005 sampai dengan bulan Juni 2010 secara kumulatif telah ditemukan sebanyak 395 pengidap HIV, 218 AIDS dan 100 diantaranya sudah meninggal dunia. Komisi penaggulangan AIDS di Kota Tanjungpinang dibentuk tahun 2007 melalui Surat Keputusan Walikota No 263 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pengurus Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tanjungpinang yang merupakan Implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin bagi WPS dan kewajiban pemakaian kondom 100% bagi pelanggan yang ada di Batu 15 tersebut, maka disusunlah sebuah Aturan Lokal (Alok) yang mengatur secara detail langkah kegiatan serta peran dan kewajiban masing-masing instansi, institusi, dan individu yang terlibat. Berkenaan dengan itu, maka pada tanggal 19-21 Juli 2010 untuk pertama kalinya digelar pertemuan untuk mengembangkan Alok yang akan diterapkan di Batu 15. (KPA Kota Tanjungpinang : Aturan Lokal Batu 15 Pelaksanaan Kewajiban Pemeriksaan Berkala Bagi Wanita Pekerja Seks Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (Kondom) Bagi Pelanggannya. Hasil wawancara dengan Informan Key tentang latar belakang berdirnya KPA Kota Tanjungpinang karena tingginya kasus HIV di Kota Tanjungpinang Tahun 2005. Dan yang menjadi sasaran adalah kelompok berisiko (WPS, LSL, Waria, HRM / pelanggan). Dalam mengidentifikasi kasus data yang diperoleh dari layanan kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas yang ditunjuk sebagai mitra untuk IMS dan HIV. Informan Key mengatakan dalam wawancara tentang kapan sosialisasi penggunaan kondom dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS di Lokalisasi Batu 15 ini dilakukan, adakah jadwal khusus atau moment tersendiri. “Dilakukan setiap bulan 4 kali bergilir setiap bar/rumah, bekerjasama dengan LSM dan klinik puskesmas serta ada jadwalnya”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Untuk mengetahui tentang apakah sosialisasi yang dilakukan Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang telah sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dilihat dari analisis berikut : 1. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat Kemampuan dan keterampilan bersosialisasi mutlak diperlukan dan harus dimiliki oleh setiap individu manusia. Perubahan perilaku untuk pemberdayaan pekerja seks agar masing-masing sadar akan hak dan tanggung jawabnya melindungi kesehatan diri mereka sendiri serta pengetahuan dan keterampilan mereka untuk dapat mempromosikan penggunaan kondom dan memantau kesehatannya sendiri. Karena proses sosialisasi didasari oleh pengetahuan nilai dan norma serta keterampilan hidup dan menguntungkan seorang berprilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku bagi masyarakat dan menjadikan keterampilan sebagai dasar untuk berpartisipasi dalam kehidupan. a. Memberikan Keterampilan Kepada WPS Memberikan menegosiasikan keterampilan penggunaan sehingga kondom mengkomunikasikan secara efektif kepada WPS terampil pelanggan, dalam kemudian tentang penggunaan kondom dalam menanggulangi IMS dan HIV/AIDS. Dalam wawancara yang dilakukan dengan Informan Key tentang keterampilan apa saya yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang dalam menanggulangi IMS di Lokalisasi Batu 15 ini. “Keterampilan dalam hal pemakaian kondom dan negosiasi kepada tamu untuk selalu pakai kondom”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Berdasarkan tujuan umum dalam aturan lokal yang dikeluarkan oleh KPA Kota Tanjungpinang tujuan dari sosialisa ini adalah menurunkan prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui pemakaian kondom secara konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Informan “ST” dalam wawancara tentang keterampilan apa saja yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini mengatakan : “Cara penggunaan kondom, cara merayu tamu pakai kondom dan informasi dasar tentang penyakit HIV/AIDS, IMS dan juga kalau kita sakit harus berobat kemana, mereka kasi tahu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Sedangkan Informan “HS” mengatakan : “Cara menggunakan kondom, cara merawat organ reproduksi, cara supaya terhindar dari penyakit HIV dengan rutin periksa kesehatan supaya terdeteksi penyakitnya”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). KPA Kota Tanjungpinang juga rutin melakukan sosialisasi dari café ke café yang ada di lokallisasi Batu 15 ini. Seperti kutipan wawancara dengan informan “MR” dibawah ini. “KPA selalu rutin sosialisasi IMS dan HIV dari café ke café, kadang kami dikumpulkan ke aula”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Informan “VR” dalam wawancara tentang keterampilan apa saja yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini mengatakan : “KPA selalu menyarankan untuk berobat ke klinik rutin setiap bulan, sakit atau tidak sakit harus berobat untuk mendeteksi penyakit lebih awal. Kemudian KPA mengajarkan cara merayu tamu untuk pakai kondom”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Ada juga pelatihan keterampilan salon dan menjahit yang dilaksanakan di Lokasi Batu 15 yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, seperti kutipan wawancara dengan informan key dibawah ini : “Keterampilan lain dilakukan oleh Dinas Sosial, yaitu pelatihan salon dan menjahit. Terapannya setelah mereka keluar dari lokalisasi agar dapat berwirausaha. KPA hanya sifatnya mengkoordinasikan lapangan, sedangkan dinas yang punya kegiatan, dengan melakukan sendiri”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015) Dari penjelasan infoman key diatas dijelaskan bahwa ada pelatihan menjahit dan salon kepada WPS yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, pihak KPA Kota Tanjungpinang hanya mengkoordinir lapangan saja. Sedangkan kegiatan itu secara keseluruhan dilaksankaan oleh Dinas Sosial. Seperti kutipan wawancara dengan informan “ST” mengatakan ada pelatihan menjahit, tetapi yang mengikuti pelatihan WPS yang sudah lama berada disana. “Saya belum pernah ikut, karena saya baru disini. Biasanya anak yang lama-lama yang dikasi pelatihan menjahit”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Informan “HS” selalu ikut pelatihan dan penyuluhan yang dilaksanakan oleh KPA Kota Tanjungpinang tetapi belum pernah mengikuti pelatihan menjahit yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, seperti kutipan wawancara dibawah ini : “Saya selalu ikut pelatihan dan penyuluhan, belum pernah ikut pelatihan menjahit”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Informan “MR” pernah mengikuti pelatihan salon seperti kutipan awancaran dibawah ini : “Aku pernah ikut pelatihan salOn dari Dinas Sosial tetapi tidak sampai akhir”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Pelatihan keterampilan menjahit dan salon yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dilakukan pada siang hari sehingga banyak yang tidak bisa mengikuti. Karena pada siang hari WPS sebagian besar tidur karena mereka bekerja dari malam sampai dini hari. Seperti kutipan wawancara dengan informan “ VR” dibawah ini : Tidak pernah, karena tidak ada waktu. Saya ngantuk sekali. Pelatihan siang hari, semalaman tidak tidur jadi saya tidak ikut”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Dari sejumlah wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang kepada WPS adalah keterampilan tetang penggunaan kondom kepada pelanggan. Sedangkan keterampilan lainnya untuk bekal mereka (WPS) seperti keterampilan menjahit dan membuka salon dilaksanakan oleh Dinas Sosial. b. Memberikan Pengetahuan Kepada WPS tentang Bahaya IMS Tingkat pengetahuan Wanita Pekerja Seks (WPS) tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta cara pencegahan dan pengobatan sangat diperlukan dalam penanggulangan IMS di lokalisasi Batu 15. Dalam sosialisasi pencegahan IMS yang dilaksanakan oleh KPA Kota Tanjungpinang juga telah memberikan pengetahuan kepada WPS tentang Infeksi Menular Seksual (IMS). Seperti kutipan wawancara dengan Informan Key tentang apa tujuan KPA melalukan sosialsasi di Lokalisasi Batu 15 ini : “Memberikan pengetahuan kepada para WPS tentang IMS, HIV dan AIDS dan cara pencegahannya. Memberikan pemahaman kepada muncikari tentang kepedulian mereka memantau para PSK dalam pemakaian kondom. Ada yang dijadikan peer edukator”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Peer Edukator berasal dari sesama WPS, karena WPS sendiri memiliki kecendurungan menutup diri, namun lebih terbuka dengan lingkungannya, khususnya sesama WPS. Sosialisasi penggunaan kondom bagi para Wanita Penjaja Seks (WPS) tidak semudah mensosialisasikannya pada kelompok masyarakat lainnya. Sikap skeptis ditunjukkan WPS akibat tanggapan masyarakat atas pekerjaan mereka. Hadirnya Peer Educator (PE) yang merupakan WPS juga, dalam program peer education diharapkan dapat membantu mempersuasi WPS untuk mencegah IMS dan HIV/AIDS. Wawancara dengan informan “ST” mengatakan bawah IMS itu contoh sifilis dan kencing nanah, seperti kutipan dibawah ini : “Ya, saya tahu. IMS penyakit kelamin yang menular. Kalau AIDS, belum ada obatnya, virus yang mematikan”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Inforrman “HS” mengatakan bahwa IMS itu gampang sembuh asal mau berobat, seperti kutipan wawancaran dibawah ini : “Ya, saya mengetahui. IMS bisa disembuhkan tetapi HIV belum ada obatnya. Kalau IMS itu gampang sembuh asal kita mau berobat”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Informan “MR” telah mengetahui salah satu gejala-gejala IMS yaitu seperti terasa panas saat buang air kecil. Seperti kutipan wawancara ini : “IMS adalah infeksi menular seksual yang gejalanya sakit atau panas saat buang air, harus cepat diobati biar tak jadi parah. Aids virus yang mematikan belum ada obatnya”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Sedangkan informan “VR” mengatakan IMS bisa disembuhkan dengan minum antibiotik. “Saya hanya tahu bahwa IMS itu bisa disembuhkan dengan minum antibiotik. Kalau HIV/AIDS tidak bisa sembuh dan tidak ada obatnya”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Dari wawancara diatas tentang pengetahuan WPS tentang IMS dapat disimpulkan bahwa pengetahuan WPS tentang IMS sangan rendah. WPS hanya mengetahui bahwa IMS itu adalah penyakit seperti sifilis dan kencing nanah dan IMS bisa disembuhkan. WPS hanya mengetahui HIV/AIDS saja yang berbahaya dan mengakibatkan kematian. WPS tidak mengetahui bahwa tidak semua Infeksi Menular Seksual (IMS) bisa disembuhkan seperti Hepatitis B&C, Herpes serta Jengger Ayam (Candiloma Akuminata). HIV/AIDS termasuk salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) paling berbahaya dan belum ada obatnya. 2. Mengajarkan Individu Untuk Mampu Berkomunikasi Secara Efektif Keberhasilan program sangat bergantung pada kerjasama yang baik antara pelaksana lapangan. Seluruh pelaksana lapangan memiliki kaitan satu sama lain dan harus saling mendukung. Bila satu pelaksana lapangan tidak berperan dengan baik akan mempengaruhi jalannya program di lokasi. Menurur Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981), Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2007:20). Komunikasi secara efektif dalam penelitian ini adalah bagaimana Wanita Pekerja Seks (WPS) mampu berkomunikasi secara efektif tentang pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS). Hasil wawancara dengan Informan Key tentang apakah KPA mengajarkan WPS agar mampu berkomunikasi secara efektif dalam penggunaan kondom kepada pelanggan. “ya, diajarkan dalam setiap pertemuan. Bagaimana komunikasi dengan tamu baik secara verbal dan nonverbal, biar tamu mau pakai kondom.” (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Dalam wawancara dengan informan “VR” bagaimana cara berkomunikasi kepada pelanggan dalam penggunaan kondom. Informan mengatakan “ “memberikan pemahaman kepada pelanggan bahwa pemakaian kondom dapat menjaga kemungkinan buruk dari penyakit kelamin dan aids.” (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Informan “ST” dalam wawancara tentang cara komunikasi kepada pelanggan dalam penggunaan kondom mengatakan : “sesopan mungkin agar tidak menyinggung pelanggan dan mengingatkan akan pentingnya penggunaan kondom” (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Sedangkan informan “HS” mengatakan dalam wawancara tentang bagaimana berkomunikasi secara efektif dalam penggunaan kondom kepada pelanggan mengatakan : “begini mbak, saya harus pandai dan gerti cara ngerayu gitu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Lain lagi dengan informan “MR” yang jawabannya pada intinya sama yang mengatakan : “membicarakan atau merayu kepada pelangan untuk pakai kondom. Kadang pelanggan gak mau pakai. Tetapi lama-lama mau juga”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Untuk keselamatan dan kesehatan diri mereka supaya terhindar dari Infeksi Menular Seksual (IMS), WPS selalu menawarkan pemakaian kondom kepada pelanggan. Mereka menyadari bahwa dengan menggunakan kondom maka akan mencegah penularan IMS. Penggunaan kondom tidak hanya dapat mencegah kehamilan tetapi juga dapat mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. Penggunaan kondom yang konsisiten (selalu menggunakan kondom dalam setiap hubungan seksual) merupakan perilaku yang efektif untuk mencegah penularan IMS. 3. Melatih Pengendalian Fungs-Fungsi Organik Melalui Latihanlatihan Mawas Diri yang Tepat Mawas diri menurut Kamus Beasar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka 1993, ialah melihat (memeriksa dan mengoreksi) diri sendiri secara jujur, instropeksi, kita harus mawas diri agar kita janagan membuat kesalahan yang sama. Mawas diri menurut Marbangun Hardjowirogo ialah meninjau ke dalam hati nurani kita guna mengetahui benar tidaknya suatu tindakan yang telah di ambil. Menurut Bruce J. Cohen salah dari implementasi sosialisasi adalah “melatih pengendalian fungs-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat”. Mawas diri dalam penelitian ini yaitu WPS menyadari tentang perlunya memeriksan kesehatan diri ke klinik IMS. Di dalam tujuan umum Aturan Lokal (ALOK) di Batu 15 yang dikeluarkan oleh KPA Kota Tanjungpinang yaitu selain menurunkan prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui pemakaian kondom secara konsisten pada setiap hubungan seks berisiko, juga dilaksanakan pemeriksaan kesehatan secara rutin kepada WPS. Hasil wawancara dengan Informan Key mengatakan bahwa klinik IMS yang ditunjuk adalah Puskesmas Batu 9, pihak kesehatan dari Puskesmas Batu 9 langsung datang ke Lokalisasi Batu 15 setiap 2 minggu dengan sistem mobile klinik. “Setiap 2 minggu ada mobile klinik dari Puskesmas Batu 9 yang datang ke lokasi, jadi WPS tinggal datang dan tempatnya dekat dengan bar/café mereka bekerja”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Sanksi apa yang diberikan kepada WPS yang tidak memeriksa kesehatan di klinik IMS ? “Diaturan lokal memang ada sanksi, tapi biasanya papi dan mami maksa mereka untuk wajib periksa, mereka biasanya menurut. Kalau ada yang menolak mereka akan disuruh keluar dari lokalisasi”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015). Hasil wawacaran dari penelitian, apakah WPS selalu memeriksa kesehatan dan dimana tempatnya. Berapa biayanya? Dan pemeriksaan VCT berapa biaya yang dikeluarkan diuraikan dalam hasil wawancara berikut ini : Informan “ST” mengatakan bahwa ia selalu memeriksa kesehatan, pemeriksaan kesehatan dilaksanakan di aula, bergilir setiap selasa dan kamis. Setiap kali pemeriksaan dikanakan biaya 10 ribu rupiah, jika terkena IMS dikenakan biaya tambahan 50 ribu rupiah untuk pengobatan. “Ya, saya selalu periksa. Dokter yang datang ke sini. Mereka di aula setiap selasa dan kamis. Kami kesana bergilir tiap café. Bayar 10 ribu rupia, tapi kalau ada penyakit sipilis tambah 50 ribu sampai sembuh. Periksa VCT Bayar Rp. 10.000 saja. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Voluntary Conseling and Testing (VCT) adalah salah satu bentuk upaya pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui peningkatan akses perawatan dan dukungan pada penderita dan keluarganya. VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Informan “HS” mengatakan dalam wawancara bahwa ia selalu melakukan pemeriksaan rutin sekali dalam sebulan, karena pelanggan yang dialayaninya kadang tidak mau memakai kondom. “Saya rutin periksa sekali sebulan, untuk mendeteksi apakah ada virus atau tidak, karena tamuku kadang tidak mau pakai kondom. Tempatnya di aula dekat café, petugas dari Puskesmas datang kesini (bt.15). Bayar 10 ribu sebagai biaya administrasi. VCT Bayar 10 ribu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015). Informan “MR” melakukan cek kesehatan kalau merasa sakit, kalau tidak merasa sakit tidak memeriksakan diri ke klinik IMS, seperti dalam kutipan wawancara berikut ini : “Saya periksa kalau ada sakit saja. Kalau tidak merasa sakit saya tidak periksa. Periksan di klinik IMS Bayar 10 ribu. Periksa VCT Bayar 10 ribu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Sedangkan informan “VR” mengatakan kadang memeriksakan kesehatan kadang tidak. Ini terjadi karena pihak klinik IMS datang pagi. Sedang WPS ada yang masih tidur dan mengantuk karena berkerja dari malam sampai subuh. Seperti kutipan wawancara berikut ini : “Saya kadang periksa, kadang tidak, waktunya tak pas. Orang kliniknya datang pagi, kadang saya masih ngantuk. Jadi tak berobat. Kadang minum saja obat kawan atau berobat diluar kalau saya demam. Bayar 10 ribu. Tergantung penyakitnya. Kalau kena infeksi, obat bayarnya lebih mahal, bisa 50 ribu.VCT bayar 10 ribu untuk biaya adminstrasi. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Hasil wawancara dengan informan “VR” tersebut juga dibenarkan oleh Informan Key dalam wawancara tentang penyebab rendahnya kunjungan klinik IMS tahun 2014 dengan jumlah WPS 128 orang dan yang melaksanakan pemeriksaan di klinik IMS hanya berjumlah 46 orang. “Jumlah kunjungan rendah karena mobile klinik datang terlaku pagi, sementara WPS banyak yang masih tidur”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015) Dari wawancara diatas Informan Key mengatakan mobile klinik datang terlalu pagi, sementara WPS banyak yang tidur. Perubahan perilaku pekerja seks agar masing-masing sadar akan hak dan tanggung jawabnya untuk melindungi kesehatan diri mereka sendiri sangat penting guna tercapainya tujuan dari sosialisasi pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dilaksanakan oleh KPA Kota Tanjungpinang. Peningkatan kegiatan yang mendukung kemandirian, tanggung jawab pribadi dan kelompok dalam mencegah penularan kepada orang lain dan ketaatan memeriksakan diri ke klinik IMS yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan sangat penting guna terlaksanakanya sosialiasasi pencegahan IMS ini. Manajemen waktu yang tepat antara klinik IMS dan waktu WPS haruslah sejalan guna tercapainya maksud dan tujuan bersama. 4. Membiasakan Individu Dengan Nilai-Nilai Dan Kepercayaan Pokok yang Ada Dalam Masyarakat Dengan adanya proses sosialisasi, ditemukan adanya upaya untuk menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat. Proses sosialisasi merupakan sebuah proses untuk menularkan nilai dan norma yang menjadi kepercayaan pokok masyarakat, yang mana menjadi bekal dan individu untuk melangsungkan kegiatan hidup bermasyarakat. Dari proses sosialisasi seseorang menjadi mengerti bagaimana ia harus bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungannya. Dari keadaan belum mengerti atau belum tersosialisasi, akan menjadi manusia yang bermasyarakat dan beradab. Kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk di mana kepribadian itu merupakan suatu komponen penyebab atau pemberi warna dari wujud tingkah laku sosial manusia. a. Penyebab Berprofesi Sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS) Berlangsungnya perbahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensiona atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah hirukpikuk alam pembangunan, khususnya di Indonesia ((Dr. Kartini Kartono. Patologi Sosial : hal 242). Menurut Dr. Kartini Kartono pelacuran yang terjadi dapat digolongkan dalam dua kategori : 1. Mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan suka rela berdasarkan motivasi-motivasi tertentu. 2. Mereka yang melakukan tugas melacur karena ditawan / dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri atas penjahat-penjahat, calo-calo dan anggota-anggota organisasi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil dengan bujukan dan janji manis, ratusan bahkan ribua gadis-gadis dipikat dengan janji akan mendapatkan pekerjaan terhormat dengan gaji besar. Namun akhirnya mereka dijebloskan kedalam rumah-rumah pelacuran yang dijaga ketat. Dalam penelitian ini Informan “ST” bercerita tentang bagaimana awal mula berprofesi sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS). Informan “ST” mengungkapkan sebagai berikut : “Ceritanya panjang. Sat saya berusia 12 tahun saya merantau ke Jakarta dan menjadi pembantu rumah tangga. Satu bulan di Jakarta saya pulang ke Bandung karena saya tidak betah jadi pembatu rumah tangga. Di Bandung saya kerja di rumah makan. Awal malapetaka terjadi saat saya berkenalan dengan seorang cowok, saya akhirnya hamil. Kehamilan saya tidak diinginkan, saya pengen menggugurkan tapi sudah terlambat. Saya melahirkan pada saat usia saya masih 15 tahun. Anak itu saya titipkan ke orangtua saya di Sukabumi. Pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain saya jalani. Sampai akhirnya teman saya mengajak saya bekerja di Jakarta. Di Jakarta saya kerja di Pub untuk memenuhi biaya hidup dan kiriman ke orang tua. Saya juga mau di boking dengan bayaran dari tamu. Karena ada masalah dengan teman saya akhirnya keluar dari Pub dan bekerja di lokalisasi di Jakarta. Sampai akhirnya teman mengajak saya ke Tanjungpinang, tetap bekerja sebagai WPS demi memenuhi biaya hidup orang tua, anak dan adik saya. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Dari hasil wawancara dengan informan “ST” dapat disimpulkan bahwa awal terjadinya pekerjaan sebagai WPS diakibatkan salah pergaulan sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas saat usia masih remaja. Konflikkonflik yang terjadi dalam kehidupan pribadi tersebut memudahkan individu menggunakan pola-pola menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku dalam masyarakat, dalam hal ini adalah pola pelacuran. Informan “HS” bercerita tentang bagaimana awal mula berprofesi sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS). Informan “HS” mengungkapkan sebagai berikut : “Saya dijual oleh tetangga saya kepada pria hidung belang seharga Rp. 200.000. waktu itu usiaku 18 tahun. Jujur saya sudah tidak perawan lagi pada saat itu karena sudah pacaran dan melakukan hubungan terlarang dengan pacar. Sampai saya tidak tamat SMP karena pergaulan. Jujur orang tua ku orang tak mampu. Saya tulang punggung keluarga. Pacar saya menikah dengan orang lain. Disinilah awal mula saya membenci laki-laki. Saya akhirnya kerja di Lokalisasi Saritem Bandung. 5 tahun berpindah-pindah lokalisasi sampai akhirnya ada yang ajak ke Batam. Di Batam saya bekerja di Sintai, 2 tahun bekerja disana. Saya pindah ke Tanjungpinang dan sekarang saya bekerja di Bt. 15. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Dr. Kartini Kartono (2007) mengatakan pelacur-pelacur profesional dari kelas mengengah renah dan menengah kebanyakan berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah. Mereka pada umumnya tidak mempunyai keterampilan / skill khusus, dan kurang pendidikannya. Berikut ini kutipan wawancara dengan Informan “VR” mengatakan bahwa profesi WPS terjadi karena terjebak dengan janji akan mendapatkan pekerjaan, tetapi akhirnya dipekerjakan sebagai WPS, dan akhirnya memiliki hutang dengan muncikari. Seperti kutipan wawancara dibawah ini : “Awalnya saya ditawari tetangga untuk bekerja di restoran di Batam, ternyata sampai di Batam saya malah dipekerjakan sebagai WPS. Saya pertama berontak, tapi “papi” bilang harus bayar utang ongkos saya ke Batam. Saya tak punya pilihan, terpaksa jadi WPS. Saya janda 2 anak, suami saya sudah kawin lagi. 2 tahun di Sintai saya diajak teman ke Tanjungpinang. Dulu saya kerja di Batu 24, tapi sekarang saya di batu 15 karena di batu 15 lebih banyak pelanggan. Saya hanya tamanata SD. Tak ada pilihan untuk cepat dapat uang selain jadi WPS. Saya tidak punya keterampilan”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Karena kebutuhan hidup dan terjerat hutang Informan “MR” menjalani kehidupannya dengan berprofesi sebagai WPS. Penuturannya dalam wawancara berikut ini : “Saya masuk dunia prostitusi saat mencari kerja di kota Bandung. Sesampai disana, saya bertemu teman yang berprofesi sebagai WPS. Awalnya saya tidak mau, saya memilih bekerja di toko, tapi gajinya kecil. Saya tak mampu kirim uang dan bayar kontrakan. Saya bertemu seseorang yang menawari saya bekerja di café di Jl. Dewi Sartika Bandung. Ternyata di jalan itu tempat WPS nongkrong. Karena kebutuhan lama-lama saya mau melayani tamu. Saya terjerat utang kepada pemilik café sehingga saya tidak bisa keluar. Tahun 2011 saya kabur ke Jakarta. Di Jakarta saya bekerja jadi WPS. Karena persaingan saya memutuskan ikut teman ke Tanjungpinang, juga untuk menghindari “papi” yang terus mencari saya karena utang”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Dari kutipan wawancara dengan informan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa informan menjadi WPS karena salah pergaulan atau akibat pergaulan bebas sehingga mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan dan terus terjerumus karena salah mengambil jalan hidup akibat merasa diri mereka tidak berharga. Pada dasarnya pergaulan bebas dan kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut "kenakalan". Dan bahwa pergaulan bebas adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Usaha preventif untuk mencegah terjadinya pelacuran seperti ini haruslah dilaksanakan seperti memperluas lapangan pekerjaan bagi kaum wanita dan disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, membentuk badan atau tim untuk menanggulangi pelacuran serta pencegahan penyebaran praktik pelacuran. b. Tidak Disukai Masyarakat dan Agama Reaksi sosial bisa bersifat menolak sama sekali dan mengutuk keras pelacuran. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci, ngeri, jijik dan marah. Adajuga sikap yang masa bodoh dan acuh tak acuh. Dan ada juga yang bisa menerima dengan rasa simpati. Noda sosial yang dieksploitasi dalam bentuk komersialisasi seks yang semula dikutuk kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala yang umum. Tingkah laku pelacuran yang semula dianggap sebagai noda bagi kehidupan normal dan mengganggu sistem yang sudah ada, yang semula ditolak mulai diterima sebagai gejala yang wajar. Demikian pula halnya dengan pelacuran saat ini. Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan informan sebagai pelaku langsung pekerjaan pelacuran mereka mengatakan bahwa pekerjaan mereka sebagai WPS merupakan pekerjaan yang tidak baik. Sebagai makhluk beragama mereka mengetahui jalan hidup mereka telah salah jalan dan tidak menginginkan lagi pekerjaan ini. Tetpi mereka telah terjerumus dan tidak tau harus berbuat apa lagi. Informan “ST” mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap lingkungan masyarakat mengenai profesi sebagai WPS. “Saya sudah biasa hidup keras, saya tidak perduli dengan omongan orang, sejauh saya tidak membuat mereka rugi. Di lokalisasi ini semuanya WPS jadi tak masalah. Kecuali saya keluar, kadang malu lihat orang. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan agama. Informan “ST” menjawab: “Saya tahu, tapi masyarakat juga tidak peduli dengan saya, jadi untuk apa saya pusingkan. Saya hanya takut kepada Allah, terkadang rasa penyesalan ada, tapi tak tau jalan keluarnya. Saya tidak punya ijazah, mau cari kerja susah. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Informan “HS” dalam wawancara mengatakan malu untuk bergabung dengan masyarakat dan merasa tidak ada harga lagi. Pekerjaan yang dilakukannya merupakan dosa dan bertentangan dengan nilai masyarakat dan norma agama. “Saya merasa tidak ada harga lagi, malu mau bergabung dengan masyarakat. Dilokalisasi ini enak, senasib. Jadi saya merasa lebih nyaman”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan agama. Informan “HS” menjawab: “Tahu, makanya kalau keluar lokalisasi saya berpakaian tertutup. Saya juga menangis, saat sholat. Saya takut, saya banyak dosa, tapi tak bisa apa-apa”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Profesi sebagai WPS juga tidak disukai oleh kaum ibu yang ada dilingkungan masyarakat. Seperti wawancara dengan informan “MR”, karena pekerjaan mereka dianggap menggoda suami mereka, padahal para suami itu yang datang kepada mereka. Seperi kutipan wawancara dibawah ini : “Kadang malu, makanya saya jarang keluar rumah. Keluar rumah saya pakai pakaian tertutup. Biar orang sekitar jangan curiga bahwa saya adalah WPS”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan agama. Informan “MR” menjawab: “Saya tahu, terutama para ibu. Mereka berpikir kami menggoda suami mereka, padahal laki-laki itu yang datang kesini. Saya tahu pekerjaan ini tidak disukai oleh Allah, tapi tak ada pilihan untuk bertahan hidup”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Sedangkan Informan “VR” mengatakan bahwa perasaan mereka mengatakan bahwa masyarakat menganggap bahwa mereka adalah sampah masyarakat. WPS juga manusia dan ingin dihargai. “Say tak peduli omongan mereka, saya tak pernah ganggu mereka, kecuali saya mengganggu. Saya baik-baik disini, melayani tamu minum dan melayani laki-laki yang butuh kepuasan. Saya santai saja, saya bisa bawa diri kok”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan agama. Informan “VR” menjawab: “Masyarakat menganggap kami sampah, tapi mereka tidak tahu apa yang kami kerjakan. Kami juga manusia yang pingin dihargai. Apalagi ibu-ibu selalu sinis lihat kami”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015) Dari kutipan wawancara dengan iforman diatas disimpulkan bahwa WPS mengakui bahwa pekerjaan mereka tidak baik. Mereka menyadari pekerjaan WPS tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada di dimasyarkat. Ini dibuktikan saat mereka keluar untuk bersosialisasi dengan lingkungan, para WPS merasa malu dan memakai pakaian tertutup. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada Bab IV tentang Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Berdasarkan indikator yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Keterampilan dan pengetahuan yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang dalam penelitian ini yaitu keterampilan pemakaian alat kontrasepsi secara konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan pengetahuan tentang bahaya IMS dan HIV/AIDS. Keterampilan lainnya untuk bekal mereka (WPS) seperti keterampilan menjahit dan membuka salon dilaksanakan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. 2. Komunikasi secara efektif yang laksanakan KPA Kota Tanjungpinang dalam penelitian ini yaitu komunikasi secara verbal dan nonverbal tentang penggunaan alat kontrasepsi kondom untuk pencegahan IMS dan HIV/AIDS. 3. Peningkatan fungsi mawas diri yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang pada Wanita Pekerja Seks (WPS) yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan menganjurkan diri ke klinik IMS. 4. Dengan adanya sosialisasi WPS menyadari bahwa pekerjaan mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepercayaan pokok yang dimasyarkat. ada di B. Saran 1. KPA Kota Tanjungpinang diharapkan melakukan pencegahan IMS dan HIV/AIDS jangka panjang yaitu dengan merubah pola prilaku WPS dengan melakukan kegiatan yang bisa meningkatkan norma agama dan juga norma sosial. 2. Pengguna jasa WPS sebaiknya memiliki pemikiran kritis terhadap masalah-masalah yang mungkin beresiko terhadap dirinya, dan berusaha mencari tahu tentang program-program pemerintah dalam pencegahan HIV/AIDS. 3. Solusi dari mewabahnya IMS dan HIV/ADIS dan seks bebas adalah iman. Peran keluarga sangat diperlukan untuk membekali remaja dan masyarakat dengan iman. Dengan kondisi pergaulan yang sudah bobrok, tanpa ditanamkan iman yang kuat, masyarakat dan remaja akan sangat cepat terpengaruh dengan pergaulan yang negatif. Di samping peran orang tua, peran sekolah juga ikut andil. Para remaja dan masyarakat perlu diberi pengetahuan tentang seks bebas, akibatnya serta bagaimana dampak dan dosa yang diakibatkan oleh seks bebas, jika dipandang dari agama. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 2010. Elly M. Setiadi Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Kencana. Jakarta. Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Murdiyatmoko, Janu, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Jakarta: Grasindo Media Pratama, 2007). Kartini Kartono, DR. 2007. Patologi Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Pedoman Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Penerbit : CV. Aswaja Pressindo. Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada. Singarimbun, Masri dan Soffian Effendi. 1989. Metode Penelitian dan Survei. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Alfabeta. Soekanto, Soejono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS http://www.aidsindonesia.or.id/dasar-hiv-aids Dinas Kesehatan Prov. Kepri Tahun 2011 Laporan Tahunan KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi PEDOMAN WAWANCARA PENGURUS KPA KOTA TANJUNGPINANG I. Identitas Penulis Nama : RAJA MUNARNI NIM : 080569201059 Jurusan : Sosiologi Pedoman wawancara ini, peneliti tujukan kepada responden yaitu Pengurus KPA Kota Tanjungpinang. Untuk itu peneliti mohon kepada informan untuk dapat memberikan jawaban yang selengkap-lengkapnya, mengenai pertanyaan yang akan peneliti ajukan ini. II. Karakteristik Informan. Nama : Jenis kelamin : Pendidikan : Jabatan : 1. Apa latar belakang berdirnya KPA Kota Tanjungpinang? 2. Kapan sosialisasi penggunaan kondom dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS di Lokalisasi Batu 15 ini dilakukan, adakah jadwal khusus atau moment tersendiri? 3. Keterampilan apa saja yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang dalam menanggulangi IMS di Lokalisasi Batu 15 ini? 4. Apakah ada keterampilan untuk wirausaha kalau ada siapa yang melaksanakan . 5. Apa tujuan KPA melaksanakan sosialisasi di batu 15 6. Apakah KPA mengajarkan WPS agar mampu berkomunikasi secara efektif dalam dalam pencegahan IMS? 7. Kemana WPS memeriksa kesehatan terkait masalah IMS, dimana kilinik IMS yang menjadi rujukan KPA. 8. Sanksi apa yang diberikan kepada WPS yang tidak memeriksa kesehatan di klinik IMS 9. Berdasarkan jumlah kunjungan klinik IMS tahun 2014 sangat rendah, apa penyebabnya? PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN I. Identitas Penulis Nama : NIM : Jurusan : Pedoman wawancara ini, peneliti tujukan kepada informan. Untuk itu peneliti mohon kepada informan untuk dapat memberikan jawaban yang selengkap-lengkapnya, mengenai pertanyaan yang akan peneliti ajukan ini. II. Karakteristik Informan. Nama : Pendidikan : Umur : 1. Keterampilan apa saja yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini? 2. Apakah anda selaku mengikuti pelatihan yang diberikan (seperti menjahit)? 3. Apakah anda mengetahui tentang IMS dan AIDS? 4. Bagaimana cara anda berkomunikasi kepada pelanggan dalam penggunaan kondom? 5. Apakah Anda selalu memeriksa kesehatan dan dimana tempatnya. Berapa biayanya? Dan pemeriksaan VCT berapa biaya yang dikeluarkan? 6. Bagaimana awal mula Anda berprofesi seperti ini? 7. Bagaimana perasaan Anda terhadap lingkungan masyarakat mengenai profesi Anda? 8. Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan agama? LAMPIRAN DOKUMENTASI