sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi dalam menanggulangi

advertisement
SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI
PENANGGULANGAN AIDS (KPA)
KOTA TANJUNGPINANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Oleh :
RAJA MUNARNI
NIM. 080569201059
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI
PENANGGULANGAN AIDS (KPA)
KOTA TANJUNGPINANG
Tanggung Jawab Yuridis Material Pada :
RAJA MUNARNI
NIM. 080569201059
Disetujui oleh :
Ketua Pembimbing
Sekretaris
Suryaningsih, M.Si
NIDN. 1016076901
Jamhur Poti, M.Si
NIDN. 1010016404
Disahkan oleh :
DEKAN,
Drs. Son Haji, M.Si
NIP. 19591206 1988031004
SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI
PENANGGULANGAN AIDS (KPA)
KOTA TANJUNGPINANG
RAJA MUNARNI
NIM. 080569201059
Telah dipertahankan di Tanjungpinang di depan tim penguji
Pada Tanggal 26 Februari 2016
Dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan
Susunan Tim Penguji
Suryaningsih, S.Sos. M.Si
NIDN. 1016076901
Ketua
________________________
Jamhur Poti, M.S.i
NIDN. NIDN. 1010016404
Sekretaris
________________________
Sri Wahyuni, S.Pd, M.Si
NIDN. 1016047701
Penguji Utama _______________________
Marisa Elsera, S.Sos.M.Si
NIDN. 00191087017
Penguji Kedua _______________________
Tri Samnuzulsari, S.Sos,MA
NIDN. 0018068402
Penguji Prodi ________________________
Disahkan Oleh
DEKAN,
Drs. Son Haji, M.Si
NIP. 19591206 1988031004
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
1.
Nama
:
Raja Munarni
2.
NIM
:
080569201059
3.
Program Studi
:
Sosiologi
4.
Judul Skripsi
:
Sosialisasi Pencegahan Infeksi Menular Seksual
( IMS )IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang
Dengan ini menyatakan bahwa :
1.
Judul skripsi sebagaimana tersebut diatas bukan merupakan dan tidak
menunjukkan adanya indikasi persamaan judul dan lokasi/tempat penelitian
terdahulu.
2.
Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan hasil karya
orang lain (plagiat).
3.
Bersedia dilakukan pembatalan hasil ujian dan dikenakan sanksi yang
ditetapkan oleh pihak fakultas/universitas apabila ketentuan pada butir 1, 2
diatas tidak dapat dipenuhi.
Demikianlah surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Tanjungpinang, 26 Februari 2016
Yang Menyatakan
RAJA MUNARNI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku ingin menjadi batu karang
Yang tetap tegar dihantam gelombang
Aku akan menjadi pohon yang rindang
Yang selalu memberikan naungan
Aku ibarat sungai yang jernih
Yang beriak memberi kehidupan
Aku adalah kecantikan dan keindahan
Yang selamanya akan memberikan kekuatan
Dengan ilmu akan mengabdi diri
Dengan ketegaran kuhadapi dunia
Dengan kencantikan kuhiasi jagat raya
Skripsi ini kupersembahkan
Kepada Alm. Ayah Bunda ku
Yang menghadirkan ku ke dunia ini
Serta Ananda ku Tony Chandra Winata
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberi rahmat, karunia
dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga skripsi dengan judul “SOSIALISASI
PENCEGAHAN
INFEKSI
MENULAR
SEKSUAL
(IMS)
DI
LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA)
KOTA TANJUNGPINANG” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini,
penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dengan ketulusan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Suryaningsih, M.Si selaku Dosen
Pembimbing I dan Bapak Jamhur Poti, selaku Dosen Pembimbing II atas arahan,
bimbingan dan petunjuknya selama penelitian dalam penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak lain yang selama ini memberi pengaruh besar dan baik
bagi kelangsungan perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini, diantaranya :
1.
Bapak Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc selaku Rektor Maritim Raja Ali Haji.
2.
Drs. Son Haji, M.Si selaku Dekan Fisip
3.
Ibu Nanik Rahmawati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP
UMRAH.
4.
Ibu Suryaningsih, M.Si selaku Penasehat Akademik penulis sekaligus Dosen
Pembimbing I. Kepada beliau penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas kesabaran dalam membimbing saya menyelesaikan skripsi ini
dan telah meluangkan waktu dalam memberikan kritikan yang membangun
dan
masukan
dalam
penulisan
dan
bersedia
memberikan
ilmu
pengetahuannya.
5.
Seluruh Dosen dan Staf pengajar FISIP-UMRAH, yang telah bersedia berbagi
pengalaman dan pengetahuan akademis.
6.
Seluruh Pegawai FISIP-UMRAH, terima kasih atas bantuannya.
7.
Teman-teman seangkatan penulis : Roni Frantika S.Sos, Weldan Arif
Abdullah S.Sos, M. Al-Zulfikar, Deni Yuda Setiawan, Heriyanto Syahputra,
Syafrianto, Dedi Wizani, Sry Fatimah Mandasari, Mely, Dela Sriziana dan
masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mereka
yang telah banyak membantu, mengingatkan dan mendukung serta
memberikan kritik yang membangun selama studi dan penulisan skripsi ini.
8.
Untuk yang teristimewa kedua orang tuaku tercinta Alm Raja Abdul Rahman
dan Almh Raja Kamariah, yang memberi kasih sayang sewaktu kecil hingga
dewasa. Kalianlah yang selama ini mendukung juga memberi nasehat yang
bijaksana untuk anaknya tercinta. Serta kepada saudara-sekandungku
tersayang : kakakku Raja Maisyarah, Ramlah dan
serta adik-adikku
Raja Fariza, Raja Muhammad Farizal, Raja Siti Zuraita, dan adik bungsuku.
Raja Deny Effrianty yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil
dan do‟a selama studi penulis.
9.
Untuk seseorang yang tersayang, yang sempat mengisi harihariku dalam
sedih maupun senang dan membantu serta memberikan dorongan selama
studi dan dalam penulisan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabatku : Tony Chandra Winata , Muhammad Dimas Prayoga,
Devisyahfira Yanti dan yang lainnya yang telah banyak membantu dan
memberikan dorongan serta motivasi selama studi dan penulisan skripsi ini.
11. Kepada seluruh informan penelitian yang bersedia memberikan informasi
seakurat mungkin sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Serta semua
pihak yang telah membantu dan mendukung selama studi yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kemajuan dan pengembangan penelitian ini
nantinya. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita
semua.
Tanjungpinang, 26 Februari 2016
Penulis,
RAJA MUNARNI
ABSTRAK
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai
peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang
harus dijalankan oleh individu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Sosialisasi
Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Untuk mengetahui apakah
hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan
suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J. Cohen sosialisasi bertujuan untuk: 1.
Memberi keterampilan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di masyarakat.
2. Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara. 3.
Melatih pengendalian fungsi mawas diri yang tepat. 4. Membiasakan individu
dengan nilai - nilai dan kepercayaan pokok yang ada dalam masyarakat.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
mencoba menjelaskan, dan memahami secara mendetail bagaimana Sosialisasi
Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids
(KPA) Kota Tanjungpinang. Informan dalam penelitian ini berjumlah berjumlah 4
orang, dan menjadikan Kepala Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Kota Tanjungpinang sebagai Informan Key.
Kesimpulannya adalah Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang dari hasil wawancara
dan observasi dinilai belum berjalan dengan baik atau Belum Maksimal.
Kata Kunci : Sosialisasi, pencegahan Aids
ABSTRACT
Socialitation is a process in planting and transfering the behaviour or value and
rule from one generation to otners in a group or society. A number of sociolog
said that socialitation as a teory about the role. Because in process of
socialitation, it is tought about the role that should be ran by individu.
The purpose of the research is to know the socialitation prevention of Sexually
Transmitted Infections at km 15 by KPA Tanjungpinang city. According to Bruce
J. Cohen, said the socialitation's purpose to : 1) Give skill that needed by
individu for their life in society. 2) Teach the individu to able in communicative
effectively and develop their ablelity in reading,writing and speaking. 3) To train
in controlling the fungtion of self guidience correctly. 4) to make the invidu
become usuall with values and main believe that exist in society.
This type of the research is descriptive with qualitative approach .This research
try to understand closely with how the socialitation prevention of Sexually
Transmitted Infections at km 15 by KPA Tanjungpinang city. Informan in this
result is 4 peoples and use the chief of Program Komisi Penanggulangan AIDS
Tanjungpinang city as the informan key.
The conclusion was socialitation prevention of Sexually Transmitted Infections at
km 15 by KPA Tanjungpinang city from interview result till observation is
considered to be not running well and not ready maximized.
Keywords : socialization, Aids prevention
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
ix
ABSTRACT ....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR GARFIK ........................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL...........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...........................................
10
D. Konsep Operasional ...............................................................
11
E. Metode Penelitian...................................................................
13
1.
Jenis Penelitian................................................................
13
2.
Lokasi Penelitian .............................................................
13
3.
Populasi dan Sampel .......................................................
14
BAB II
BAB III
BAB IV
4.
Sumber dan Jenis Data ....................................................
14
5.
Teknik Pengumpulan Data ..............................................
15
6.
Teknik Analisa Data........................................................
16
LANDASAN TEORI ...................................................................
19
A. Sosialisasi ...............................................................................
19
1.
Proses Sosialisasi ............................................................
20
2.
Tujuan Sosialisasi ...........................................................
22
3.
Macam-Macam Sosialisasi .............................................
25
4.
Media Sosialisasi.............................................................
25
B. Infeksi Menular Seksual (IMS) ..............................................
28
1. Gejala-Gejala HIV ..........................................................
33
2. Tahapan AIDS.................................................................
33
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................
36
A. Sejarah Lokalisasi Batu 15 Tanjungpinang...........................
36
SOSIALISASI PENCEGAHAN PMS DI LOKALISASI BATU 15
OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA
TANJUNGPINANG ....................................................................
39
A. Identitas Informan ..................................................................
39
B. Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang ................
1.
40
Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
individu untuk hidupnya di masyarakat ..........................
42
2.
Mengajarkan Individu Untuk Mampu Berkomunikasi Secara
Efektif..............................................................................
3.
Melatih Pengendalian Fungsi-Fungsi Organik Melalui
Latihan-Latihan Mawas Diri yang Tepat ........................
4.
BAB IV
48
50
Membiasakan Individu Dengan Nilai-Nilai Dan Kepercayaan
Pokok yang Ada Dalam Masyarakat ...............................
54
PENUTUP ....................................................................................
62
A. Kesimpulan ............................................................................
62
B. Saran.......................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GARFIK
Grafik 1.1
Jumlah kasus HIV di Prov. Kepri Tahun 2000 - 2014 ................
3
Grafik 1.2
Jumlah kasus AIDS di Prov. Kepri Tahun 2000 - 2014 .............
4
Grafik 1.3
Kasus HIV Berdasarkan Faktor Risiko Tahun 2014 ..................
5
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 Penyakit HIV/AIDS Di Kota Tanjungpinang Tahun 2002
s/d 2014 .......................................................................................
6
TABEL 1.2 Jumlah Kunjungan Klinik IMS Wanita Pekerja Seks (Wps)
Batu 15 Tahun 2010 s/d 2014 .....................................................
7
TABEL 1.3 Jumlah Kasus HIV Di Kota Tanjungpinang Berdasarkan Kelompok
Resiko Periode Januari-Desember 2014 .....................................
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang .............................
38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergeseran struktur sosial yang serba bebas dan terbuka mengarahkan
Indonesia dalam jurang masalah yang cukup luas. Pergeseran nilai budaya
membuat tindakan menjajakan seks sebagai suatu bentuk sensasi, mencari
kepuasaan hingga yang bermotif ekonomi. Munculnya lokalisasi prostitusi
sebagai akibat dari munculnya modernisasi, yang menitikberatkan pada
permasalahan sosial lainnya.
Perkembangan yang pesat pada dunia prostitusi diimbangi pula oleh
peningkatan penularan penyakit menular seksual. Dimana pengaruh gonta-ganti
pasangan inilah yang menjadi pangkal masalah munculnya penyakit menular
seksual. Salah satu penyakit yang mengerikan dan sangat mematikan ialah HIV
merupakan virus yang menyebabkan AIDS. Dimana AIDS sendiri merupakan
sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV, sehingga tubuh
tidak dapat memerangi penyakit. Tren itulah yang kini merebak dalam lingkup
lokalisasi prostitusi akibat dari gonta-ganti pasangan ketika melakukan hubungan
seksual.
Penyakit menular seksual akan semakin merebak apabila kesadaran dari
pelaku seks komersial yang rendah atas penggunaan kondom. Untuk memerangi
Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam industri prostitusi penggunaan kondom
sebagai alat pengaman seksual menjadi hal yang mutlak. Kondom merupakan alat
pengaman seksual yang berbahan lateks tidak berpori dapat mencegah terjadinya
pertukaran cairan ketika berhubungan seksual. Selain sebagai alat pengaman,
penggunaan kondom juga bisa memberikan kenikmatan lebih saat berhubungan
intim, dengan pelicin, serta aroma dan bentuk yang beragam. Untuk itu, sosialisasi
pencegahan AIDS dalam penggunaan kondom dalam industri seks komersial
harus terus dan gencar dilakukan agar penyebaran IMS yang lebih meluas dapat
dicegah.
Dengan adanya Infeksi Menular Seksual (IMS) maka HIV akan dapat
lebih mudah menular karena luka IMS menjadi pintu masuk HIV yang sudah
terpadat pada cairan vagina atau cairan sperma. Tidak semua IMS dapat diobati.
HIV/AIDS, Hepatitis B&C, Herpes dan Jengger Ayam termasuk jenis-jenis IMS
yang tidak dapat disembuhkan
Untuk mengatasi IMS dan penyebaran HIV / AIDS dalam industri seks
komersil diperlukan sosialisasi untuk menyadarkan pelaku seks komersil dalam
penggunaan kondom saat berhubungan seksual. Selain bertujuan sebagai
pelindung diri, yang juga dapat mengurangi laju penularan penyakit seksual.
Dalam melakukan sosialisasi penggunaan kondom pada industri seks komersil
diperlukan strategi yang tepat agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dilihat dari kecenderungan peningkatan kasus HIV-AIDS dari tahun
ketahun hingga desember 2014 jumlah kasus HIV 5961, AIDS 2.688 Kasus dan
meninggal 886 (KPA Propinsi Kepulauan Riau). Faktor risiko penularan HIV di
kepulauan Riau lebih didominasi oleh penularan melalui transmisi seksual.
Kasus AIDS pertama kali ditemukan di Provinsi Kepulauan Riau pada
tahun 1992,
bertempat di Pulau Mat Belanda (dulu bernama: Pulau Babi)
Kecamatan Belakang Padang - Kota Batam, dan saat ini sudah ada disemua
Kabupaten/ Kota lainnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan
Riau, hingga desember 2014 telah dilaporkan sebanyak 5.961 kasus HIV.
(Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau).
Grafik1.1
JUMLAH KASUS HIV DI PROV. KEPRI
TAHUN 2000 - 2014
JUMLAH KASUS HIV DI PROV. KEPRI
S.D. TAHUN Desember 2014
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
5961
5106
4254
98 128
98
30
180
32
262 429
82
728
1751
2227
1376
3407
6947
HIV
kumulatif
1068
986
704 852 855
476 621
167 299 340 308 375
2
Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2014
Perkembangan kasus HIV di Provinsi Kepri terus meningkat dalam 5
tahun terakhir dimana pertambahan kasus baru pertahun diatas 500 kasus dan
belum menunjukan tanda penurunan. Prevalensi HIV di Kepulauan Riau
dikategorikan sebagai epidemi terkonsentrasi karena prevalensi pada populasi
kunci sudah diatas 5%, terutama pada Wanita Pekerja Seks (Sumber : Subdit
AIDS Kemenkes, 2012).
Grafik 1.2
JUMLAH KASUS AIDS DI PROV. KEPRI
S.D. DESEMBER 2014
JUMLAH KASUS AIDS DI PROV. KEPRI
S.D. Desember 2014
3000
2688
2500
2382
2000
2014
1749
1500
839
1000
500
0
10
10
19
9
53
34
111
222
333
111
111
AIDS
kumulatif
559
434
280
58
1180 1484
101
341
304
265
368
429
306
125
<2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Data AIDS 2013 di kirim hanya beberapa RS
5
Sumber : KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2014
Program pencegahan dan penanggulangan epidemi HIV-AIDS di Provinsi
Kepulauan Riau sudah dimulai sejak tahun 1996 (saat wilayah Kepulauan Riau
secara adminisratif masih berada dibawah Pemerintahan Provinsi Riau), namun
mulai tertata dan terdata rapi di tahun 2000. Lalu setelah Provinsi Kepulauan Riau
resmi berdiri di tahun 2004, Program mulai lebih digalakkan dan dilaporkan atas
nama Provinsi Kepulauan Riau, kendati pada masa itu jumlah kasus maupun
sebarannya semakin meluas dan meningkat.
Penanganan penularan HIV melalui transmisi seksual selama ini masih
terbatas, tidak komprehensif dan belum terpadu. Hal ini dapat dilihat cakupan
program terhadap populasi kunci. Penularan HIV di Kepulauan Riau sebagian
besar melalui hubungan seksual terutama kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS).
Populasi kunci adalah kelompok yang memegang kunci keberhasilan
program penjegahan dan pengobatan bila mereka berperan aktif secara bermakna
dalam penanggulangan HIV dan AIDS, baik bagi dirinya, pasangannya maupun
orang lain. Populasi kunci ini adalah :
1. Orang-orang beresiko tertular atau rawan tertular karena perilaku seksual
berisiko yang terlindungi dan atau bertukar alat suntik tidak steril.
2. ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS), yaitu orang yang sudah terinfeksi
HIV dan berisiko menularkan kepada orang lain melalui hubungan seks,
penggunaan alat suntik bersama, atau
3. Mereka rentan kalau berprilaku berisiko. (Sumber :Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional. 2010. Pedoman Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi
Seksual)
Grafik 1.3
KASUS HIV BERDASARKAN FAKTOR RESIKO
KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014
Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2015
Dari Grafik 1.4 diatas Wanita Pekerja Seksual (WPS) dengan persentase
18% merupakan kelompok berisko tinggi karena mereka terlibat langsung prilaku
seks berisiko dengan berganti pasangan yang merupakan salah satu faktor
penyebab HIV dan AIDS. Penularan HIV di Kota Tanjungpinang di karenakan
penyimpangan prilaku seksual pelanggan WPS, yang menggambarkan keterkaitan
setiap kelompok beresiko baik pelanggan WPS, maupun pasangan pelanggan.
Kelompok beresiko merupakan kelompok masyarakat yang berperilaku resiko
tinggi seperti penjaja seks dan pelanggannya, penyalahguna Napza suntik, dan
narapidana. Sehingga sosialisasi penggunaan kondom oleh KPA Kota
Tanjungpinang di Lokalisasi Batu 15 perlu mendapat perhatian khusus dalam
menanggulangi penularan HIV/AIDS.
TABEL 1.1
PENYAKIT HIV/AIDS DI KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2002 S/D 2014
TAHUN
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Total
Hidup
0
14
31
7
20
50
55
59
122
133
130
111
92
824
Meninggal
2
6
6
6
17
11
13
25
21
14
36
23
31
211
AIDS
2
4
10
10
33
45
50
45
37
47
58
49
84
474
HIV
2
20
37
13
37
61
68
84
143
147
166
134
207
1119
Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2015
Perkembangan HIV di Kota Tanjungpinang terus meningkat setiap tahun.
Dari Tabel 1.1 Jumlah penderita HIV. Tahun 2002 hanya 2 kasus. Kemudian
tahun 2007 meningkat menjadi 61 kasus. Tahun 2014 bertambah menjadi 207
kasus. Jumlah keseluruhan 1119 kasus HIV yang akan berkembang menjadi
AIDS.
Komisi penaggulangan AIDS di Kota Tanjungpinang dibentuk tahun 2007
melalui Surat Keputusan Walikota No 263 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Pengurus Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tanjungpinang yang merupakan
Implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional, dan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2007
Tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan
Pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di
daerah.
TABEL 1.2
JUMLAH KUNJUNGAN KLINIK IMS
WANITA PEKERJA SEKS (WPS) BATU 15
TAHUN 2010 s/d 2014
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah WPS
192
157
129
145
128
Jumlah Kunjungan
96
86
38
60
46
50%
55%
30%
42%
36%
Persentase
Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014
Kesadaran Wanita Pekerja Seks (WPS) untuk datang ke layanan kesehatan
masih rendah. Tahun 2014 jumlah WPS di Lokalisasi Batu 15 Kota
Tanjungpinang yang mangunjungi klinik IMS untuk pemeriksaan hanya 36%,
demikian juga dengan tingkat pemakaian kondom masih jauh dari harapan. Hal ini
dapat dilihat dari tingkat kunjungan ke klinik IMS yang difasilitasi oleh Dinas
Kesehatan masih rendah dan belum menunjukkan penurunan prevalensi IMS
maupun peningkatan pemakaian kondom.
Kondisi seperti ini menjadi perhatian serius dari Pemerintah Kota
Tanjungpinang. Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Walikota Tanjungpinang No. 294 tahun 2010 tertanggal 1 Juli 2010, tentang
Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Pemeriksaan Berkala bagi Wanita
Pekerja Seks dan Pemakaian Alat Pelindung Diri Bagi Pelanggannya.
TABEL 1.3
JUMLAH KASUS HIV DI KOTA TANJUNGPINANG
BERDASARKAN KELOMPOK RESIKO
Periode Januari-Desember 2014
KELOMPOK RESIKO
Tahun
WPS
Waria
s/d 2010
51
2011
Pelanggan
Lain2
(IRT)
2
93
44
190
36
1
55
40
132
2012
27
4
1
76
57
165
2013
47
3
2
5
83
73
213
2014
37
2
4
3
78
72
196
198
12
7
8
385
286
896
Total
LSL
(Lelaki seks
Lelaki)
WBP (Warga
Binaan Permasya
rakatan)
Total
Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014
Melihat situasi serta perkembangan HIV-AIDS di Kota Tanjungpinang
serta mempertimbangkan faktor risiko penularan maka sosialisasi penggunaan
kondom oleh KPA Kota Tanjungpinang terhadap populasi kunci yaitu Wanita
Pekerja Seks (WPS) harus menjadi perhatian serius dalam menanggulangi
penyebaran HIV-AIDS.
Kondom merupakan alat kontrasepsi dengan proteksi ganda yaitu terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)
khususnya HIV/ AIDS. Penggunaan kondom adalah cara akhir untuk pencegahan
penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual.
Sehubungan dengan hal tersebut berdasarkan pengamatan awal terdapat
beberapa permasalahan tentang Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15
Oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Tanjungpinang antara lain :
1.
Kurang terampilnya Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam menegosiasikan
penggunaan kondom kepada pelanggan.
2.
Wanita Pekerja Seks (WPS) belum mampu berkomunikasi secara efektif
tentang penggunaan kondom dalam menanggulangi HIV/AIDS.
3.
Kurangnya kesadaran diri bahwa diri mereka (WPS) sangat berisiko
disebabkan kurangnya pengetahuan tentang bahaya HIV/AIDS.
4.
Wanita Pekerja Seks (WPS) tidak selalu menganjurkan pelanggan untuk
selalu menggunakan kondom sehingga penularan HIV/AIDS terus meningkat.
Sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin bagi
WPS dan kewajiban pemakaian kondom 100% bagi pelanggan yang ada di Batu
15 tersebut, maka disusunlah sebuah Aturan Lokal (Alok) yang mengatur secara
detail langkah kegiatan serta peran dan kewajiban masing-masing instansi,
institusi, dan individu yang terlibat. Tujuan umum dari Aturan Lokal (Alok) ini
adalah untuk menurunkan prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui
pemakaian kondom secara konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan
pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Berdasarkan uraian diatas yang menjelaskan bahwa Wanita Pekerja Seks
(WPS) merupakan populasi kunci dalam penyebaran virus HIV/AIDS, penulis
tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh tentang hasil dari
pelaksanaan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Batu 15 Kota
Tanjungpinang
dengan
mengangkat
sebuah
judul
:
“SOSIALISASI
PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) DI LOKALISASI
BATU 15 OLEH KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) KOTA
TANJUNGPINANG”
B. Perumusan Masalah
Tingginya perkembangan HIV-AIDS di Kota Tanjungpinang serta
mempertimbangkan faktor risiko penularan maka sosialisasi pencegahan AIDS
oleh KPA Kota Tanjungpinang terhadap populasi kunci yaitu Wanita Pekerja Seks
(WPS) harus menjadi perhatian serius dalam menanggulangi penyebaran HIVAIDS.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan :
1.
Bagaimana Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang.
2.
Faktor
risiko
penularan
sehingga
pentingnya
pencegahan
dalam
menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.
C. Tujuan dan Kegunaan Peneltian
1.
Tujuan Penelitian
Penelitan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara
empiris mengenai hal-hal sebagai berikut :
a.
Mengetahui Sosialisasi Pencegahan AIDS Di Lokalisasi Batu 15
Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang.
b.
Mengetahui manfaat yang didapat WPS dengan adanya Sosialisasi
Pencegahan
AIDS
Penanggulangan
Di
Aids
Lokalisasi
(KPA)
Batu
Kota
15
Oleh
Tanjungpinang
Komisi
dalam
menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS.
2.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi tentang bahaya virus HIV/AIDS serta pentingnya pencegahan
dalam menanggulangi penyebaran virus HIV/AIDS.
D.
KONSEP OPERASIONAL
Konsep operasional digunakan untuk mempermudah memberikan
batasan suatu penelitan, agar masing-masing konsep yang digunakan dalam
penelitian tidak terjadi salah tafsir serta memberikan penjelasan bagaimana suatu
variable diukur. Sebagaimana menurut Narboko dan Achmadi (2010: 140-141)
konsep merupakan hal yang abstrak maka perlu diterjemahkan dalam kata-kata
sedemikian rupa sehingga dapat diukur secara empiris.
Untuk mengetahui apakah hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, maka diperlukan suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J.
Cohen seperti dikutip Murdiyatmoko sosialisasi bertujuan untuk :
1.
Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan individu untuk
hidupnya di masyarakat.
Keterampilan dan pengetahuan dalam penelitian ini adalah bagaimana KPA
Kota Tanjungpinang memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada
WPS tentang bahaya IMS serta pencegahan IMS dan HIV/AIDS.
2.
Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara.
Komunikasi secara efektif dalam penelitian ini adalah bagaimana Wanita
Pekerja Seks (WPS) mampu berkomunikasi secara efektif kepada pelanggan
dalam rangka pencegahan IMS.
3.
Melatih pengendalian fungsi - fungsi organik melalui latihan - latihan
mawas diri yang tepat.
Melalui sosialiasasi mengajarkan kepada WPS tentang perlunya memeriksa
kesehatan diri.
4.
Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat.
Mereka menyadari pekerjaan WPS tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
kepercayaan pokok yang ada di dimasyarkat
E. METODE PENELITIAN
1.
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian deskriptif.
Menurut Sugiyono (2006:11) penelitian deskriptif adalah “Penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara satu
variabel dengan variabel yang lain”. Adapun penelitian ini berusaha
untuk menjelaskan dan memahami secara mendetail apakah Sosialisasi
Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan
Aids (KPA) Kota Tanjungpinang sudah berjalan sebagaimana mestinya
dan apa yang menjadi harapan KPA dapat tercapai.
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lokaliasi Batu 15.
Adapun alasan
pemilihan lokasi ini antara lain :
a.
Kota tanjungpinang sebagai pusat ibu kota propinsi kepulauan Riau.
b.
Situasi penularan IMS terutama HIV dan AIDS di Kota
Tanjungpinang
sudah
sampai
pada
tahap
yang
sangat
memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan angka
penularan IMS dan HIV/AIDS setiap tahunnya.
3.
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena
penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi
sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi,
tetapi ditransferkan ketempat lain pada situasi sosial yang memiliki
kesamaan
dengan
(Sugiyono,2009:216).
situasi
sosial
pada
kasus
yang
dipelajari
Sampel dalam penelitian ini tidak dinamakan sebagai responden,
melainkan disebut dengan sebutan informan, partisipan ataupun nara
sumber. Informan penelitian adalah subyek yang memahami informasi
obyek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami
obyek penelitian (Bungin, 2009:76). Informan dalam penelitian ini
berjumlah 5 orang yang terdiri dari VR, ST, HS, MR dan Informan Key
yaitu Pengelola Program KPA Kota Tanjungpinang.
4.
Sumber dan Jenis Data
Data dalam penelitian ini mencakup:
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari informan mengenai
Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen seperti jumlah
WPS, data KPA Kota Tanjungpinang melakukan sosialisasi di
lokalisasi
Batu
15
Tanjungpinang,
dan
dokumen-dokumen
penunjang lainnya..
5.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah
metode dan instrumen penelitian yang sesuai dengan jenis dan
pendekatan penelitian kuantitatif. Metode atau cara pengumpulan data
yang penulis pergunakan dalam penelitian ini antara lain :
a.
Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pembicaraan berupa tanya jawab secara langsung dengan
WPS
serta
Pengelola
Program
KPA
Kota
Tanjungpinang.
Wawancara dilakukan dengan alat pengumpulan data berupa
Pedoman wawancara yang berisi tentang pertanyaan seputar
“Sosialisasi Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota
Tanjungpinang di Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang dalam
rangka penanggulangan penyebaran IMS terutama HIV/AIDS”.
b. Observasi
yaitu peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap
obyek yang akan diteliti yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS) di
Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang. Sedangkan instrumen
pengumpul data dapat dipergunakan wawancara.
c.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengutipan atau mencatat data
dari berbagai sumber. Dokumentasi dapat berupa foto-foto, suratsurat dan catatan lain yang berhubungan dengan penelitian.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data
tertulis dan nyata yang dibutuhkan dan berkaitan dengan penelitian
ini.
6.
Teknik Analisa Data
Analisa data yang peneliti gunakan untuk menganalisa data-data
yang didapat dari penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif.
Data kualitatif yaitu data yang berupa kumpulan berwujud kata-kata,
kalimat, uraian-uraian serta dapat juga berupa cerita pendek, bahkan pada
data-data tertentu dapat menunjukkan perbedaan dalam bentuk jenjang
atau tingkatan, walaupun tidak jelas batasnya. Jadi dalam analisis
kualitatif ini peneliti tidak akan menggunakan peralatan matematik atau
teknik statistik sebagai alat bantu analisis, tetapi hanya menggunakan
penjelasan secara deskriptif tentang apa yang di tanyakan kepada
informan.
Proses kerja analisis ini akan dimulai dengan menelaah seluruh
data
yang
telah
tersedia
dari
berbagai
sumber
seperti
dari
observasi/pengamatan, wawancara, serta tanggapan dari informan akan
dianalisa secara deskriptif kualitatif yang menyediakan secara sistematis
dan akurat mengenai fakta-fakta dan fenomena yang ada dengan
menggambarkan dan menguraikan keadaan yang sebenar-benarnya.
Dalam penelitian ini dilakukan dimana proses tersebut terjadi bersamaan
sebagai suatu yang saling terkait pada saat sebelum, selama dan setelah
pengumpulan data. Analisis dalam penelitian ini dilakukan menjadi
empat langkah yaitu melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Empat tahap proses
analisis tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
Data yang dimaksud adalah data-data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi yang dicatat dalam catatan
lapangan yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan dan
juga temuan tentang apa saja yang di jumpai selama penelitian. Bentuk
data-datanya antara lain seperti data monografi yang diperoleh dari KPA
Kota Tanjungpinang, data-data informan, hasil wawancara dengan para
informan beserta foto dokumentasi.
b. Reduksi data
Yaitu suatu proses dimana peneliti melakukan pemilahan dan
penyederhanaan data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan proses
tranformasi data, yaitu perubahan data yang dari awal data bersifat kasar
menjadi data bersifat halus dan siap pakai setelah dilakukan penyeleksian
dengan membuang data yang tidak diperlukan. Data yang sudah di
reduksi juga akan memberikan gambaran yang dapat mempermudah
peneliti untuk mencari kembali data yang diperlukan nantinya. Data yang
direduksi seperti hasil wawancara dengan para informan yang sesuai
dengan permasalahan penelitian.
c. Penyajian data
Tahap penyajian data ini yaitu sekumpulan informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat
dilakukan. Sajian ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara
logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan bisa mudah dipahami
sehingga menjadi panduan informasi tentang apa yang terjadi dan data
yang disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.
d. Penarikan kesimpulan
Tahap penarikan kesimpulan ini menyangkut interprestasi
peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan.
Penarikan kesimpulan merupakan usaha untuk mencari atau memahami
data yang diperoleh. Peneliti berupaya untuk mencari makna dibalik data
yang dihasilkan dalam penelitian, serta menganalisa data dan membuat
kesimpulan. Sebelum membuat kesimpulan, peneliti harus mencari pola
hubungan, persamaan dan sebagainya antar detail yang ada kemudian
dipelajari, dianalisis dan kemudian disimpulkan. Proses menyimpulkan
merupakan proses yang membutuhkan pertimbangan yang matang.
Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan
mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar
memperoleh pemahaman yang lebih tepat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sosialisasi
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran-pemikiran
teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana dan mengapa
variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakana sebagai
sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang
cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan halhal yang sangat penting dalam menghasilkan partisifasi sosial yang efektif.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang terus terjadi selama hidup kita.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transper kebiasaan atau nilai dan
aturan dari datu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosilaisasi sebagai teori mengenai
peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang
harus dijalankan oleh individu.
Sosialisasi merupakan proses di mana individu ditransformasikan pihak
luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg,
1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun
individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan
organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya,
sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan
organisasi yang bersangkutan.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana
seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup,
nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat
diterima oleh masyarakatnya.
Tujuan
sosiologi
dalam
mempelajari
sosialisasi
karena
dengan
mempelajari bagaimana orang berinteraksi maka kita dapat memahami orang lain
dengan lebih baik. Dengan memperhatikan orang lain, diri sendiri dan posisi kita
di masyarakat maka kita dapat memahami bagaimana kita berpikir dan bertindak.
Dari definisi sosialisasi diatas, disimpulkan bahwa sosialisasi merupakan suatu
kegiatan belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui proses
pendidikan dan pengajaran.
1.
Proses Sosialisasi
George Herbeth Mead (dalam Riyadi Soeprapto, 2002) berpendapat bahwa
sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
a.
Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap
ini
dialami
sejak
manusia
dilahirkan,
saat
seorang
anak
mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk
memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
b.
Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan
peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai
terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orangtuanya,
kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak.
Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi
seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti
(Significant other).
3.
Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran
yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.
Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja
sama dengan temantemannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin
banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku
di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan
itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
4.
Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage / Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat
menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain,
ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi
dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari
pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain
yang tidak dikenalnya-secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
2.
Tujuan Sosialisasi
Setiap proses sosial pasti memiliki tujuan. Demikian juga sosialisasi.
Untuk mengetahui apakah hasil sosialisasi tersebut sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, maka diperlukan suatu proses sosialisasi. Menurut Bruce J. Cohen
seperti dikutip Murdiyatmoko sosialisasi bertujuan untuk :
a. Memberi keterampilan yang dibutuhkan individu untuk hidupnya di
masyarakat.
b. Mengajarkan individu untuk mampu berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara.
c. Melatih pengendalian fungsi - fungsi organik melalui latihan - latihan mawas
diri yang tepat.
d. Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat.
Dari tujuan-tujuan sosialisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
memiliki tujuan yaitu :
a.
Memberikan keterampilan, melalui proses sosialisasi. dapat memberikan
ketrampilan
dan
pengetahuan
yang
dibutuhkan
seseorang
untuk
melangsungkan kehidupan seseorang kelak di tengah-tengah masyarakat
dimana dia akan menjadi salah sàtu anggotanya. Artinya melalui sosialisasi.
seorang individu akan menjadi mengerti dengan bekal yang ia miliki untuk
berperan dalam masyarakat
b.
Komunikasi secara efektif, proses sosialisasi dapat mengembangkan
kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien serta
mengembangkan kemampuannya untuk membaca. menulis dan bercerita.
Dengan melakukan komunikasi. berbagai informasi mengenai masyarakat
akan diperoleh untuk kelangsungan hidup‟ seorang individu sebagai anggota
masyarakat.
c.
Mawas diri, mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsifungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. merupakan
tujuan berikutnya dan sosialisasi. Artinva dengan adanya proses sosialisasi
ini, seorang individu dapat memahami hal-hal yang baik dan diajurkan
dalam masyarakat untuk dilakukan. Apabila buruk. sebaiknya dihindari, dan
tidak dilakukan. Dengan begitu akan dibutuhkan kemampuan untuk mawas
dir dan mengendalikan diri untuk hidup bermasyarakat dan
d.
Membiasakan individu atau kelompok berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
dan kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat. Dengan adanya proses
sosialisasi, ditemukan adanya upaya untuk menanamkan kepada seseorang
nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat. Sebenarnya
proses sosialisasi ini merupakan sebuah proses untuk menularkan nilai dan
norma yang menjadi kepercayaan pokok masyarakat. yang mana menjadi
bekal dan individu untuk melangsungkan kegiatan hidup bermasyarakat.
Dari proses sosialisasi seseorang menjadi mengerti bagaimana ia harus
bertingkah laku di tengah - tengah masyarakat dan lingkungannya. Dari keadaan
belum mengerti atau belum tersosialisasi, akan menjadi manusia yang
bermasyarakat dan beradab. Kepribadian melalui proses sosialisasi dapat
terbentuk di mana kepribadian itu merupakan suatu komponen penyebab atau
pemberi warna dari wujud tingkah laku sosial manusia.
Dapat disimpulkan bahwa Sosialisasi Pencegahan AIDS Di Lokalisasi
Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang adalah
suatu hasil proses pelaksanaan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi di
Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang yang dilaksanakan oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang dalam menanggulangi
penyebaran virus HIV/AIDS.
3.
Macam-Macam Sosialisasi
Robert MZ. Lawang membagi sosialisaisi menajdi dua Macam yaitu :
a.
Sosialisasi Primer
yaitu proses sosialisasi yang terjadi pada saat usia seseorang masih usia
balita. Pada fase ini, seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang
yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi, seperti ayah,
ibu, kakak, dan anggota keluarga lainya. Ia dibekali kemampuan untuk
mengenali dirinya, yaitu membedakan antara dirinya dengan orang lain.
b.
Sosialisasi Sekunder
yaitu sosialisasi yang berlangsung setelah sosialisasi primer, yaitu semenjak
usia empat hingga selama hidupnya. Jika proses sosialisasi primer dominasi
peran keluarga sangat kuat, akan tetapi dalam sosialisasi sekunder proses
pengenalan akan tata kelakuan adalah lingkungan sosialnya, seperti teman
sepermainan, teman sejawat, sekolah, orang lain yang lebih dewasa hingga
pada proses pengenalan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosilanya.
4.
Media Sosialisasi
Menurtu Elly M. Setiadi dan Usman Kolip dalam bukunya Pengantar
Sosiologi mengatakan Sosialisasi tidak akan berjalan jika tida ada peran media
sosialiasasi. Adapaun media sosialisasi yang otomoatis memiliki peran tersebut
adalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan
serangkaian peran menanamkan nilai-nilai dari norma-norma. Lemabaga-lembaga
yang saling berhubungan tersbut memerankan sebagai agen sosialisasi atau media
sosialisasi, beberapa agen sosialisasi diantaranya :
a.
Keluarga
Keluarga merupakan institusi yang penting pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi. Hal ini dimungkingkan sebab berbagai kondisi keluarga; pertama,
keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara
anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya.
Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya,
sehingga menimbulkan hubungan emisional yang hubungan ini sangat
memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka
dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses
sosialisasi kepada anak.
b.
Kelompok
Kelompok bermain disebut juga dengan pree group. Pada usia anak-anak,
kelompok bermain mencakup teman-teman tetangga, keluarga, dan kerabat. Pada
usia remaja, kelompok sepermainan berkembang menjadi kelompok persahabatan
yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan karena bertambahnya
luas ruang lingkup pergaulan remaja, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Teman dan persahabatan merupakan pengelompokan sosial yang melibatkan
orang-orang behubungan relatif akrab satu sama lain. Diantara kelompok
persahabatan, andakalanya terbentuk suatu kelompok remaja yang dikenal dengan
sebutan geng. Dimana geng adalah sekelompok remaja yang terkenal karena
kesamaan latarbelakang sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya.
c.
Lingkungan Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh perintah
untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk mempersiapkan potensi anak
dalam
rangka
membangun
negara.
Melalui
lembaga
pendidikan
anak
diasahkecerdasan dan keahliannya. Akan tetapi, selain potensi akademik dengan
pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak didik juga dibina untuk
memiliki kecerdasan, dia dituntut untuk memiliki moralitas yang baik serta
komitmen kepada bangsa dan negara.
d.
Keagamaaan
Agama merupakan salah satu lembaga sosial yang didalamnya terdapat
norma-norma yang dipatuhi. Akan tetapi, noram agama tidak terdapat sanksi
secara langsung, sebab ia hanya berisi tata cara praktik ibadah, atau praktik
penyembahan keapda Tuhan semata, tetapi didalamnya terdapat pola kelakuan
yang berisi perintah dan larangan. Agama sebagai suatu lembaga sosial, sebab
dalam ajaran agama , manusia diharuskan hidup dalam keteraturan sosial.
e.
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah tempat atau suasana dimana sekelompok orang
merasa sebagai anggotanya. Seperti lingkungan kerja, lingkungan RT, lingkungan
pendidikan, lingkungan pesantern, dan sebagainya. Dilingkungan mana pun
seseorang pasti akan tersosialisasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan
tersebut.
f.
Media Massa
Media massa memiliki andil besar dalam menyebarluaskan informasi dari
dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti undang-undang, peraturan daerah, dan
berbagai kebijakan public lainya. Sosialisasi anak melaui acata-acara fillm, malah
anak-anak, radio sangat bepengaruh pada proses pembentukan karakter
kepribadian anak. (Setiadi & Kolip, 2011: 176 -182)
B. Infeksi Menular Seksual ( IMS)
IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual (vaginal,
oral ataupun anal). Infeksi menular seksual akan lebih berisiko bila melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, apalagi tanpa menggunakan
kondom, terlebih apabila dilakukan dengan pasangan yang sudah tertular.
Semakin sering kita berganti-ganti pasangan seks, maka semakin besar
kemungkinan tertular (bisa saja tertular berbagai macam virus, bakteri, jamur, dan
protozoa dalam tubuh kita). Ada jenis yang efeknya terasa dalam hari sesudah
terkena, ada pula yang membutuhkan waktu lama. Sebaiknya IMS cepat diobati
karena dapat menjadi pintu gerbang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. (Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) : IMS dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin).
Bila tidak diperiksakan dan diobati secara cepat dan tepat, infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan sakit berkepanjangan, kemandulan dan bahkan
kematian. Risiko bagi remaja perempuan untuk terkena IMS lebih besar daripada
laki-laki sebab alat reproduksi perempuan lebih rentan dan tersembunyi. Dan
seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali,
sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih parah.
IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada perempuan.
Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejalagejala umum sebagai berikut :
1.
Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang dapat berupa cairan,
nanah atau darah.
2.
Rasa perih, nyeri atau panas saat buang air kecil atau setelah buang air kecil.
3.
Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut (nyeri
ataupun tidak).
4.
Terdapat kutil, benjolan seperti jengger ayam atau bunga kol pada alat
kelamin.
5.
Gatal-gatal di sekitar alat kelamin.
6.
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe (getah bening) yang terdapat pada
lipatan paha.
7.
Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri.
8.
Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan (tetapi tidak ada
hubungannya dengan haid).
9.
Nyeri sewaktu hubungan seksual.
Bila tidak diobati sampai tuntas, maka IMS dapat menyebabkan:
1.
Penyakit menjadi kronis dan menahun.
2.
Kemandulan (tidak dapat hamil).
3.
Kanker kelamin.
4.
Sering keguguran.
5.
Menularkan penyakit pada bayi yang dikandungnya.
6.
Gangguan kehamilan.
7.
Infeksi HIV karena adanya perlukaan di alat kelamin.
8.
Kematian.
Tidak semua IMS dapat diobati. HIV dan AIDS, Hepatitis B&C, Herpes
dan Jengger Ayam termasuk jenis-jenis IMS yang tidak dapat disembuhkan. HIV
yang palling berbahaya karena selain tidak dapat disembuhkan, HIV merusak
kekebalan tubuh manusia untuk melawan penyakit apapun. Akibatnya, orang yang
terkena HIV dapat menjadi sakit-sakitan dan bila masuk ke tahap AIDS dapat
meninggal karenanya. HIV akan lebih mudah menular jika seseorang terkena
IMS.
Berikut ini ada beberapa jenis-jenis Infeksi Menular (IMS) yang sering
terjadi, antara lain : Sifilis, Gonore, Ulkus mole,Limfogranuloma venereum,
Granuloma inguinale, Herpes genitalis, Uritritis Non Spesifik, Trichomoniasis,
Candidasis, Kandiloma Akuminata, Moluskus Kontangiosum, Scabies dan
Pediculus pubis, Tinea inguinalis, AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome), Hepatitis.
Hepatitis merupakan peradangan yang dapat merusak hingga hati tidak
dapat berfungsi dengan baik. Hepatitis B dapat dicegah dengan melakukan
vaksinasi, tetapi Hepatitis C hingga kini belum ada vaksinnya. Kedua penyakit ini
bila tidak dirawat dengan baik dapat berubah menjadi kanker hati atau kerusakan
hati total.
Herpes sering kambuh dan sangat nyeri jika sedang kambuh. Pada herpes
yang dapat diobati hanya gejala luarnya saja, tetapi bibit peyakitnya akan tetap
hidup dalam tubuh penderita selamanya.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan
cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi,
antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika
Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS
bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan
kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni
1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak
2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di
antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika
Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan
kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya
dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses
terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang
hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau
sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS
(ODHA). (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS)
HIV merupakan singkatan dari ‟human immunodeficiency virus‟. HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama
sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi
virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. (KPA Nasional)
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang
yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan
terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang
yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik”
karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang
melemah. (KPA Nasional)
AIDS adalah singkatan dari „acquired immunodeficiency syndrome‟ dan
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS.
Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. (KPA Nasional)
1.
Gejala-Gejala HIV
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena
tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang
mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman (disertai
panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat
terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi
akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah
terjadinya infeksi.
Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang
terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satusatunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah
melalui tes HIV.
Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan
tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat
menyebabkan berkembangnya AIDS.
2.
Tahapan AIDS
Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling
lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan,
akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS
diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak
dikategorikan sebagai AIDS.
Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi
saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh).
Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang
berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru),
atau
Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran
tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru
(bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai
indikator AIDS.
Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila
diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.
3.
Perkembangan HIV Menjadi AIDS
Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain.
Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit
karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih
lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan
menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi. (Komisi
Penanggulangan HIV/AIDS Nasional)
Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan:

Berpantang seks

Hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi

Seks non-penetratif

Penggunaan kondom secara konsisten dan benar
Cara tambahan yang lain untuk menghindari infeksi:
Bila anda seorang pengguna narkoba suntikan, selalu gunakan jarum
suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan
sebelum digunakan kembali.
Pastikan bahwa darah dan produk darah telah melalui tes HIV dan
standar standar keamanan darah dilaksanakan.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokalisasi Batu 15 Tanjungpinang
Lokalisasi Batu 15 terletak di Kelurahan Air Raja Kecamatan
Tanjungpinang timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pada
awalnya tempat ini diperuntukkan untuk pemukiman penduduk pada tahun dan
digarap pada tahun 1990 didiami 20 KK. Seiring berkembangnya penduduk pada
tahun 1993 lokasi batu 12 dan batu 16 yang merupakan lokalisasi prostitusi liar
digusur oleh pemerintah dan dimasukkan ke lokasi batu 15, inilah cikal bakal
lahirnya lokalisasi batu 15.Pada tahun 2007 Melihat perkembangan kasus HIV di
Tanjungpinang yang disinyalir berasal dari para WPS di Lokasi Batu 15,
pemerintah mengalih fungsikan lokasi ini menjadi pujasera,dengan membangun
pujasera di tengah pemukiman, namun usaha ini gagal karena bisnis prostitusi
lebih menggiurkan dari pada jualan di pujasera. Rumah-rumah penduduk yang
semula
untuk pemukiman berubah menjadi
rumah-rumah bordir yang
mempekerjakan para Wanita Pekerja Seks komersial. Kebanyakan WPS
berpendidikan rendah yaitu SD dan SMP ,usia rata-rata WPS 21-42 tahun.Para
WPS datang dari seluruh daerah di Indonesia, tetapi 80 % mereka berasal dari
daerah Jawa Barat dari total WPS 128 orang. Para WPS dituntut juga untuk
menjual minuman yang disediakan oleh mami dan papi sebelum melayani para
lelaki hidung belang, ada 2 jenis WPS yang ada di batu 15 yaitu :
1.
Anak Potong
WPS yang mendapatkan penghasilan dari menerima tamu dalam melakukan
transaksi seks diberikan kepada mami/ mucikari yang pada akhir bulan akan
diperhitungkan antara mami dengan WPS bersangkutan sedangkan
2.
Anak Sewa
adalah WPS yang hanya menyewa tempat/kamar pada pemilik wisma yang
dibayar setiap bulannya sedangkan penghasilan dari transaksi seks dikelola
oleh WPS itu sendiri.
Pendidikan terakhir WPS di KM 15 adalah Sekolah Dasar dan sebagian
kecil SMP dan SMA. Sebanyak 25 mucikari yang ada di KM 15 dan beberapa
diantaranya tergabung dalam Team Pelaksana Program PPK 100% mempunyai
komitmen yang sama dalam mendukung Program pencegahan penularan PMS di
lokasi KM 15. Untuk persediaan kondom dilokasi dikelola oleh Team Pelaksana
PPK 100% yang mendapatkan kondom dari KPA Kota Tanjungpinang. kondom
yang beredar di lokasi KM 15 adalah Merk Sutra.
Program Pencegahan dan Penularan HIV/AIDS di KM 15 dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan yang sangat signifikan ditandai
dengan pencanangan PPK 100% di lokasi dan keluarnya Surat Keputusan
Walikota tentang pemeriksaan rutin ke klinik bagi setiap WPS dan Penggunaan
Alat Pelindung Diri (Kondom) menunjukkan kemajuan pelaksanaan program
yang ada di KM 15.
Gambar 3.1
Peta Lokalisasi Batu 15 Kota Tanjungpinang
Sumber : KPA Kota Tanjungpinang 2014
BAB IV
SOSIALISASI PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
( IMS ) DI LOKALISASI BATU 15 OLEH KOMISI
PENANGGULANGAN AIDS (KPA)
KOTA TANJUNGPINANG
A. Identitas Informan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis
dalam penelitian ini, maka secara mendalam akan dipaparkan secara deskripsi,
dengan mengenengahkan indikator. Indikator yang telah diteliti yaitu mengenai
Sosialisasi Pencegahan infeksi menular seksual ( IMS )Di Lokalisasi Batu 15
Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang. Sebelum
membahas permasalahan yang ada, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai
karakteristik dari Informan
1.
Usia Informan
Umur informan berdasarkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Usia Informan
Umur
Informan
Jumlah
(Dalam Tahun)
1.
23
ST
1
2.
25
HS
1
3.
21
VR
1
4.
26
MR
1
Jumlah
4
(Sumber : Hasil Olahan dari wawancara Identitas Informan Tahun 2015)
No.
Data yang diperoleh dilapangan, dari segi usia informan rata-rata
menunjukan umur dalam usia dewasa, usia informan berada pada usia yang
produktif dalam bekerja.
2.
Pendidikan Formal
TABEL 4.2. Pendidikan Formal Informan
No.
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
1.
SD
WPS
1
2.
SMP
WPS
3
4.
S1
Pengelola Program KPA
1
Jumlah Keseluruhan
5
(Sumber : Hasil Olahan dari wawancara Identitas Informan Tahun 2015)
Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa tingkat pendidikan informan 1 orang
berpendidikan Sekolah Dasar. 2 orang informan berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan 3 orang informan berpendidikan SLTA.
B. Sosialisasi Pencegahan IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang
Situasi penularan HIV dan AIDS di Kota Tanjungpinang sudah
sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan
adanya peningkatan angka penularan IMS dan HIV/AIDS setiap tahunnya.
Diantara sosialisasi yang diberikan adalah memberikan keterampilan
sehingga terampil dalam menegosiasikan penggunaan kondom kepada
pelanggan, kemudian mengkomunikasikan secara efektif tentang penggunaan
kondom dalam menanggulangi HIV/AIDS, memberikan kesadaran diri bahwa
diri mereka (WPS) sangat berisiko disebabkan kurangnya pengetahuan
tentang
bahaya
HIV/AIDS,
menganjurkan
pelanggan
untuk
selalu
menggunakan kondom sehingga penularan HIV/AIDS.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang menunjukkan, dari
2005 sampai dengan bulan Juni 2010 secara kumulatif telah ditemukan
sebanyak 395 pengidap HIV, 218 AIDS dan 100 diantaranya sudah
meninggal dunia.
Komisi penaggulangan AIDS di Kota Tanjungpinang dibentuk tahun
2007 melalui Surat Keputusan Walikota No 263 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Pengurus Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tanjungpinang
yang merupakan Implementasi dari Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun
2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Sebagai pedoman
dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin bagi WPS dan kewajiban
pemakaian kondom 100% bagi pelanggan yang ada di Batu 15 tersebut, maka
disusunlah sebuah Aturan Lokal (Alok) yang mengatur secara detail langkah
kegiatan serta peran dan kewajiban masing-masing instansi, institusi, dan
individu yang terlibat. Berkenaan dengan itu, maka pada tanggal 19-21 Juli
2010 untuk pertama kalinya digelar pertemuan untuk mengembangkan Alok
yang akan diterapkan di Batu 15. (KPA Kota Tanjungpinang : Aturan Lokal
Batu 15 Pelaksanaan Kewajiban Pemeriksaan Berkala Bagi Wanita Pekerja
Seks Dan Pemakaian Alat Pelindung Diri (Kondom) Bagi Pelanggannya.
Hasil wawancara dengan Informan Key tentang latar belakang
berdirnya KPA Kota Tanjungpinang karena tingginya kasus HIV di Kota
Tanjungpinang Tahun 2005. Dan yang menjadi sasaran adalah kelompok
berisiko (WPS, LSL, Waria, HRM / pelanggan). Dalam mengidentifikasi
kasus data yang diperoleh dari layanan kesehatan (Rumah Sakit, Klinik,
Puskesmas yang ditunjuk sebagai mitra untuk IMS dan HIV.
Informan Key mengatakan dalam wawancara tentang kapan
sosialisasi penggunaan kondom dalam menanggulangi penyebaran virus
HIV/AIDS di Lokalisasi Batu 15 ini dilakukan, adakah jadwal khusus atau
moment tersendiri.
“Dilakukan setiap bulan 4 kali bergilir setiap bar/rumah,
bekerjasama dengan LSM dan klinik puskesmas serta ada
jadwalnya”. (wawancara tanggal 13 Mei 2015).
Untuk mengetahui tentang apakah sosialisasi yang dilakukan Oleh
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Tanjungpinang telah sesuai
dengan yang diharapkan, maka dapat dilihat dari analisis berikut :
1.
Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan individu
untuk hidupnya di masyarakat
Kemampuan dan keterampilan bersosialisasi mutlak diperlukan dan
harus dimiliki oleh setiap individu manusia. Perubahan perilaku untuk
pemberdayaan pekerja seks agar masing-masing sadar akan hak dan tanggung
jawabnya melindungi kesehatan diri mereka sendiri serta pengetahuan dan
keterampilan mereka untuk dapat mempromosikan penggunaan kondom dan
memantau kesehatannya sendiri. Karena proses sosialisasi didasari oleh
pengetahuan nilai dan norma serta keterampilan hidup dan menguntungkan
seorang berprilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku bagi
masyarakat dan menjadikan keterampilan sebagai dasar untuk berpartisipasi
dalam kehidupan.
a.
Memberikan Keterampilan Kepada WPS
Memberikan
menegosiasikan
keterampilan
penggunaan
sehingga
kondom
mengkomunikasikan secara efektif
kepada
WPS
terampil
pelanggan,
dalam
kemudian
tentang penggunaan kondom dalam
menanggulangi IMS dan HIV/AIDS.
Dalam wawancara yang dilakukan dengan Informan Key tentang
keterampilan apa saya yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang dalam
menanggulangi IMS di Lokalisasi Batu 15 ini.
“Keterampilan dalam hal pemakaian kondom dan negosiasi kepada
tamu untuk selalu pakai kondom”. (wawancara tanggal 13 Mei
2015).
Berdasarkan tujuan umum dalam aturan lokal yang dikeluarkan oleh
KPA Kota Tanjungpinang tujuan dari sosialisa ini adalah menurunkan
prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui pemakaian kondom secara
konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan pemeriksaan kesehatan
secara rutin.
Informan “ST” dalam wawancara tentang keterampilan apa saja
yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini mengatakan :
“Cara penggunaan kondom, cara merayu tamu pakai kondom dan
informasi dasar tentang penyakit HIV/AIDS, IMS dan juga kalau
kita sakit harus berobat kemana, mereka kasi tahu”. (wawancara
tanggal 15 Mei 2015)
Sedangkan Informan “HS” mengatakan :
“Cara menggunakan kondom, cara merawat organ reproduksi, cara
supaya terhindar dari penyakit HIV dengan rutin periksa kesehatan
supaya terdeteksi penyakitnya”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
KPA Kota Tanjungpinang juga rutin melakukan sosialisasi dari café
ke café yang ada di lokallisasi Batu 15 ini. Seperti kutipan wawancara dengan
informan “MR” dibawah ini.
“KPA selalu rutin sosialisasi IMS dan HIV dari café ke café,
kadang kami dikumpulkan ke aula”. (wawancara tanggal 15 Mei
2015).
Informan “VR” dalam wawancara tentang keterampilan apa saja
yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini mengatakan :
“KPA selalu menyarankan untuk berobat ke klinik rutin setiap
bulan, sakit atau tidak sakit harus berobat untuk mendeteksi
penyakit lebih awal. Kemudian KPA mengajarkan cara merayu tamu
untuk pakai kondom”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Ada juga pelatihan keterampilan salon dan menjahit yang
dilaksanakan di Lokasi Batu 15 yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, seperti
kutipan wawancara dengan informan key dibawah ini :
“Keterampilan lain dilakukan oleh Dinas Sosial, yaitu pelatihan
salon dan menjahit. Terapannya setelah mereka keluar dari
lokalisasi agar dapat berwirausaha. KPA hanya sifatnya
mengkoordinasikan lapangan, sedangkan dinas yang punya
kegiatan, dengan melakukan sendiri”. (wawancara tanggal 13 Mei
2015)
Dari penjelasan infoman key diatas dijelaskan bahwa ada pelatihan
menjahit dan salon kepada WPS yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, pihak
KPA Kota Tanjungpinang hanya mengkoordinir lapangan saja. Sedangkan
kegiatan itu secara keseluruhan dilaksankaan oleh Dinas Sosial.
Seperti kutipan wawancara dengan informan “ST” mengatakan ada
pelatihan menjahit, tetapi yang mengikuti pelatihan WPS yang sudah lama
berada disana.
“Saya belum pernah ikut, karena saya baru disini. Biasanya anak
yang lama-lama yang dikasi pelatihan menjahit”. (wawancara
tanggal 15 Mei 2015).
Informan “HS” selalu ikut pelatihan dan penyuluhan yang
dilaksanakan oleh KPA Kota Tanjungpinang tetapi belum pernah mengikuti
pelatihan menjahit yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial, seperti kutipan
wawancara dibawah ini :
“Saya selalu ikut pelatihan dan penyuluhan, belum pernah ikut
pelatihan menjahit”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Informan “MR” pernah mengikuti pelatihan salon seperti kutipan
awancaran dibawah ini :
“Aku pernah ikut pelatihan salOn dari Dinas Sosial tetapi tidak
sampai akhir”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Pelatihan keterampilan menjahit dan salon yang dilaksanakan oleh
Dinas Sosial dilakukan pada siang hari sehingga banyak yang tidak bisa
mengikuti. Karena pada siang hari WPS sebagian besar tidur karena mereka
bekerja dari malam sampai dini hari.
Seperti kutipan wawancara dengan informan “ VR” dibawah ini :
Tidak pernah, karena tidak ada waktu. Saya ngantuk sekali.
Pelatihan siang hari, semalaman tidak tidur jadi saya tidak ikut”.
(wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Dari sejumlah wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
keterampilan yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang kepada WPS adalah
keterampilan tetang penggunaan kondom kepada pelanggan. Sedangkan
keterampilan lainnya untuk bekal mereka (WPS) seperti keterampilan
menjahit dan membuka salon dilaksanakan oleh Dinas Sosial.
b. Memberikan Pengetahuan Kepada WPS tentang Bahaya IMS
Tingkat pengetahuan Wanita Pekerja Seks (WPS) tentang Infeksi
Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta cara pencegahan dan
pengobatan sangat diperlukan dalam penanggulangan IMS di lokalisasi Batu
15.
Dalam sosialisasi pencegahan IMS yang dilaksanakan oleh KPA
Kota Tanjungpinang juga telah memberikan pengetahuan kepada WPS
tentang Infeksi Menular Seksual (IMS). Seperti kutipan wawancara dengan
Informan Key tentang apa tujuan KPA melalukan sosialsasi di Lokalisasi
Batu 15 ini :
“Memberikan pengetahuan kepada para WPS tentang IMS, HIV dan
AIDS dan cara pencegahannya. Memberikan pemahaman kepada
muncikari tentang kepedulian mereka memantau para PSK dalam
pemakaian kondom. Ada yang dijadikan peer edukator”.
(wawancara tanggal 13 Mei 2015).
Peer Edukator berasal dari sesama WPS, karena WPS sendiri
memiliki kecendurungan menutup diri, namun lebih terbuka dengan
lingkungannya, khususnya sesama WPS.
Sosialisasi penggunaan kondom bagi para Wanita Penjaja Seks
(WPS) tidak semudah mensosialisasikannya pada kelompok masyarakat
lainnya. Sikap skeptis ditunjukkan WPS akibat tanggapan masyarakat atas
pekerjaan mereka. Hadirnya Peer Educator (PE) yang merupakan WPS juga,
dalam program peer education diharapkan dapat membantu mempersuasi
WPS untuk mencegah IMS dan HIV/AIDS.
Wawancara dengan informan “ST” mengatakan bawah IMS itu
contoh sifilis dan kencing nanah, seperti kutipan dibawah ini :
“Ya, saya tahu. IMS penyakit kelamin yang menular. Kalau AIDS,
belum ada obatnya, virus yang mematikan”. (wawancara tanggal 15
Mei 2015)
Inforrman “HS” mengatakan bahwa IMS itu gampang sembuh asal
mau berobat, seperti kutipan wawancaran dibawah ini :
“Ya, saya mengetahui. IMS bisa disembuhkan tetapi HIV belum ada
obatnya. Kalau IMS itu gampang sembuh asal kita mau berobat”.
(wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Informan “MR” telah mengetahui salah satu gejala-gejala IMS yaitu
seperti terasa panas saat buang air kecil. Seperti kutipan wawancara ini :
“IMS adalah infeksi menular seksual yang gejalanya sakit atau
panas saat buang air, harus cepat diobati biar tak jadi parah. Aids
virus yang mematikan belum ada obatnya”. (wawancara tanggal 15
Mei 2015).
Sedangkan informan “VR” mengatakan IMS bisa disembuhkan
dengan minum antibiotik.
“Saya hanya tahu bahwa IMS itu bisa disembuhkan dengan minum
antibiotik. Kalau HIV/AIDS tidak bisa sembuh dan tidak ada
obatnya”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Dari wawancara diatas tentang pengetahuan WPS tentang IMS dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan WPS tentang IMS sangan rendah. WPS
hanya mengetahui bahwa IMS itu adalah penyakit seperti sifilis dan kencing
nanah dan IMS bisa disembuhkan. WPS hanya mengetahui HIV/AIDS saja
yang berbahaya dan mengakibatkan kematian.
WPS tidak mengetahui bahwa tidak semua Infeksi Menular Seksual
(IMS) bisa disembuhkan seperti Hepatitis B&C, Herpes serta Jengger Ayam
(Candiloma Akuminata). HIV/AIDS termasuk salah satu Infeksi Menular
Seksual (IMS) paling berbahaya dan belum ada obatnya.
2. Mengajarkan Individu Untuk Mampu Berkomunikasi Secara Efektif
Keberhasilan program sangat bergantung pada kerjasama yang baik
antara pelaksana lapangan. Seluruh pelaksana lapangan memiliki kaitan satu
sama lain dan harus saling mendukung. Bila satu pelaksana lapangan tidak
berperan dengan baik akan mempengaruhi jalannya program di lokasi.
Menurur Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981), Komunikasi
adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2007:20).
Komunikasi secara efektif dalam penelitian ini adalah bagaimana
Wanita Pekerja Seks (WPS) mampu berkomunikasi secara efektif tentang
pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Hasil wawancara dengan Informan Key tentang apakah KPA
mengajarkan WPS agar mampu berkomunikasi secara efektif dalam
penggunaan kondom kepada pelanggan.
“ya, diajarkan dalam setiap pertemuan. Bagaimana komunikasi
dengan tamu baik secara verbal dan nonverbal, biar tamu mau
pakai kondom.” (wawancara tanggal 13 Mei 2015).
Dalam wawancara dengan informan “VR” bagaimana cara
berkomunikasi kepada pelanggan dalam penggunaan kondom.
Informan
mengatakan “
“memberikan pemahaman kepada pelanggan bahwa pemakaian
kondom dapat menjaga kemungkinan buruk dari penyakit kelamin
dan aids.” (wawancara tanggal 15 Mei 2015)
Informan “ST” dalam wawancara tentang cara komunikasi kepada
pelanggan dalam penggunaan kondom mengatakan :
“sesopan mungkin agar tidak menyinggung pelanggan dan
mengingatkan akan pentingnya penggunaan kondom” (wawancara
tanggal 15 Mei 2015)
Sedangkan informan “HS” mengatakan dalam wawancara tentang
bagaimana berkomunikasi secara efektif dalam penggunaan kondom kepada
pelanggan mengatakan :
“begini mbak, saya harus pandai dan gerti cara ngerayu gitu”.
(wawancara tanggal 15 Mei 2015)
Lain lagi dengan informan “MR” yang jawabannya pada intinya
sama yang mengatakan :
“membicarakan atau merayu kepada pelangan untuk pakai kondom.
Kadang pelanggan gak mau pakai. Tetapi lama-lama mau juga”.
(wawancara tanggal 15 Mei 2015)
Untuk keselamatan dan kesehatan diri mereka supaya terhindar dari
Infeksi Menular Seksual (IMS), WPS selalu menawarkan pemakaian kondom
kepada pelanggan. Mereka menyadari bahwa dengan menggunakan kondom
maka akan mencegah penularan IMS. Penggunaan kondom tidak hanya dapat
mencegah kehamilan tetapi juga dapat mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
Penggunaan kondom yang konsisiten (selalu menggunakan kondom dalam
setiap hubungan seksual) merupakan perilaku yang efektif untuk mencegah
penularan IMS.
3.
Melatih Pengendalian Fungs-Fungsi Organik Melalui Latihanlatihan Mawas Diri yang Tepat
Mawas diri menurut Kamus Beasar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
Balai Pustaka 1993, ialah melihat (memeriksa dan mengoreksi) diri sendiri
secara jujur, instropeksi, kita harus mawas diri agar kita janagan membuat
kesalahan yang sama.
Mawas diri menurut Marbangun Hardjowirogo ialah meninjau ke
dalam hati nurani kita guna mengetahui benar tidaknya suatu tindakan yang
telah di ambil.
Menurut Bruce J. Cohen salah dari implementasi sosialisasi adalah
“melatih pengendalian fungs-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas
diri yang tepat”. Mawas diri dalam penelitian ini yaitu WPS menyadari
tentang perlunya memeriksan kesehatan diri ke klinik IMS.
Di dalam tujuan umum Aturan Lokal (ALOK) di Batu 15 yang
dikeluarkan oleh KPA Kota Tanjungpinang yaitu selain menurunkan
prevalensi IMS dan HIV di kalangan WPS melalui pemakaian kondom secara
konsisten pada setiap hubungan seks berisiko, juga dilaksanakan pemeriksaan
kesehatan secara rutin kepada WPS.
Hasil wawancara dengan Informan Key mengatakan bahwa klinik
IMS yang ditunjuk adalah Puskesmas Batu 9, pihak kesehatan dari
Puskesmas Batu 9 langsung datang ke Lokalisasi Batu 15 setiap 2 minggu
dengan sistem mobile klinik.
“Setiap 2 minggu ada mobile klinik dari Puskesmas Batu 9 yang
datang ke lokasi, jadi WPS tinggal datang dan tempatnya dekat
dengan bar/café mereka bekerja”. (wawancara tanggal 13 Mei
2015).
Sanksi apa yang diberikan kepada WPS yang tidak memeriksa
kesehatan di klinik IMS ?
“Diaturan lokal memang ada sanksi, tapi biasanya papi dan mami
maksa mereka untuk wajib periksa, mereka biasanya menurut. Kalau
ada yang menolak mereka akan disuruh keluar dari lokalisasi”.
(wawancara tanggal 13 Mei 2015).
Hasil wawacaran dari penelitian, apakah WPS selalu memeriksa
kesehatan dan dimana tempatnya. Berapa biayanya? Dan pemeriksaan VCT
berapa biaya yang dikeluarkan diuraikan dalam hasil wawancara berikut ini :
Informan “ST” mengatakan bahwa ia selalu memeriksa kesehatan,
pemeriksaan kesehatan dilaksanakan di aula, bergilir setiap selasa dan kamis.
Setiap kali pemeriksaan dikanakan biaya 10 ribu rupiah, jika terkena IMS
dikenakan biaya tambahan 50 ribu rupiah untuk pengobatan.
“Ya, saya selalu periksa. Dokter yang datang ke sini. Mereka di aula
setiap selasa dan kamis. Kami kesana bergilir tiap café. Bayar 10
ribu rupia, tapi kalau ada penyakit sipilis tambah 50 ribu sampai
sembuh. Periksa VCT Bayar Rp. 10.000 saja. (wawancara tanggal
15 Mei 2015).
Voluntary Conseling and Testing (VCT) adalah salah satu bentuk
upaya pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui peningkatan
akses perawatan dan dukungan pada penderita dan keluarganya. VCT adalah
proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara
sukarela yang bersifat confidental dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV.
Informan “HS” mengatakan dalam wawancara bahwa ia selalu
melakukan pemeriksaan rutin sekali dalam sebulan, karena pelanggan yang
dialayaninya kadang tidak mau memakai kondom.
“Saya rutin periksa sekali sebulan, untuk mendeteksi apakah ada
virus atau tidak, karena tamuku kadang tidak mau pakai kondom.
Tempatnya di aula dekat café, petugas dari Puskesmas datang kesini
(bt.15). Bayar 10 ribu sebagai biaya administrasi. VCT Bayar 10
ribu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015).
Informan “MR” melakukan cek kesehatan kalau merasa sakit, kalau
tidak merasa sakit tidak memeriksakan diri ke klinik IMS, seperti dalam
kutipan wawancara berikut ini :
“Saya periksa kalau ada sakit saja. Kalau tidak merasa sakit saya
tidak periksa. Periksan di klinik IMS Bayar 10 ribu. Periksa VCT
Bayar 10 ribu”. (wawancara tanggal 15 Mei 2015)
Sedangkan informan “VR”
mengatakan kadang memeriksakan
kesehatan kadang tidak. Ini terjadi karena pihak klinik IMS datang pagi.
Sedang WPS ada yang masih tidur dan mengantuk karena berkerja dari
malam sampai subuh. Seperti kutipan wawancara berikut ini :
“Saya kadang periksa, kadang tidak, waktunya tak pas. Orang
kliniknya datang pagi, kadang saya masih ngantuk. Jadi tak berobat.
Kadang minum saja obat kawan atau berobat diluar kalau saya
demam. Bayar 10 ribu. Tergantung penyakitnya. Kalau kena infeksi,
obat bayarnya lebih mahal, bisa 50 ribu.VCT bayar 10 ribu untuk
biaya adminstrasi. (wawancara tanggal 15 Mei 2015)
Hasil wawancara dengan informan “VR” tersebut juga dibenarkan
oleh Informan Key dalam wawancara tentang penyebab rendahnya kunjungan
klinik IMS tahun 2014 dengan jumlah WPS 128 orang dan yang
melaksanakan pemeriksaan di klinik IMS hanya berjumlah 46 orang.
“Jumlah kunjungan rendah karena mobile klinik datang terlaku
pagi, sementara WPS banyak yang masih tidur”. (wawancara
tanggal 15 Mei 2015)
Dari wawancara diatas Informan Key mengatakan mobile klinik
datang terlalu pagi, sementara WPS banyak yang tidur. Perubahan perilaku
pekerja seks agar masing-masing sadar akan hak dan tanggung jawabnya
untuk melindungi kesehatan diri mereka sendiri sangat penting guna
tercapainya tujuan dari sosialisasi pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS)
yang dilaksanakan oleh KPA Kota Tanjungpinang.
Peningkatan kegiatan yang mendukung kemandirian, tanggung
jawab pribadi dan kelompok dalam mencegah penularan kepada orang lain
dan ketaatan memeriksakan diri ke klinik IMS yang difasilitasi oleh Dinas
Kesehatan sangat penting guna terlaksanakanya sosialiasasi pencegahan IMS
ini. Manajemen waktu yang tepat antara klinik IMS dan waktu WPS haruslah
sejalan guna tercapainya maksud dan tujuan bersama.
4.
Membiasakan Individu Dengan Nilai-Nilai Dan Kepercayaan Pokok
yang Ada Dalam Masyarakat
Dengan adanya proses sosialisasi, ditemukan adanya upaya untuk
menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada
pada masyarakat. Proses sosialisasi merupakan sebuah proses untuk
menularkan nilai dan norma yang menjadi kepercayaan pokok masyarakat,
yang mana menjadi bekal dan individu untuk melangsungkan kegiatan hidup
bermasyarakat.
Dari proses sosialisasi seseorang menjadi mengerti bagaimana ia
harus bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungannya. Dari
keadaan belum mengerti atau belum tersosialisasi, akan menjadi manusia
yang bermasyarakat dan beradab. Kepribadian melalui proses sosialisasi
dapat terbentuk di mana kepribadian itu merupakan suatu komponen
penyebab atau pemberi warna dari wujud tingkah laku sosial manusia.
a.
Penyebab Berprofesi Sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS)
Berlangsungnya perbahan-perubahan sosial yang serba cepat dan
perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan
timbulnya
disharmoni,
konflik-konflik
eksternal
dan
internal,
juga
disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa
tersebut memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang
inkonvensiona atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam
hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah hirukpikuk alam pembangunan, khususnya di Indonesia ((Dr. Kartini Kartono.
Patologi Sosial : hal 242).
Menurut Dr. Kartini Kartono pelacuran yang terjadi dapat
digolongkan dalam dua kategori :
1.
Mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan suka rela
berdasarkan motivasi-motivasi tertentu.
2.
Mereka yang melakukan tugas melacur karena ditawan / dijebak dan
dipaksa oleh germo-germo yang terdiri atas penjahat-penjahat, calo-calo
dan anggota-anggota organisasi gelap penjual wanita dan pengusaha
bordil dengan bujukan dan janji manis, ratusan bahkan ribua gadis-gadis
dipikat dengan janji akan mendapatkan pekerjaan terhormat dengan gaji
besar. Namun akhirnya mereka dijebloskan kedalam rumah-rumah
pelacuran yang dijaga ketat.
Dalam penelitian ini Informan “ST” bercerita tentang bagaimana
awal mula berprofesi sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS). Informan “ST”
mengungkapkan sebagai berikut :
“Ceritanya panjang. Sat saya berusia 12 tahun saya merantau ke
Jakarta dan menjadi pembantu rumah tangga. Satu bulan di Jakarta
saya pulang ke Bandung karena saya tidak betah jadi pembatu
rumah tangga.
Di Bandung saya kerja di rumah makan. Awal malapetaka terjadi
saat saya berkenalan dengan seorang cowok, saya akhirnya hamil.
Kehamilan saya tidak diinginkan, saya pengen menggugurkan tapi
sudah terlambat. Saya melahirkan pada saat usia saya masih 15
tahun. Anak itu saya titipkan ke orangtua saya di Sukabumi.
Pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain saya jalani. Sampai
akhirnya teman saya mengajak saya bekerja di Jakarta. Di Jakarta
saya kerja di Pub untuk memenuhi biaya hidup dan kiriman ke orang
tua. Saya juga mau di boking dengan bayaran dari tamu. Karena
ada masalah dengan teman saya akhirnya keluar dari Pub dan
bekerja di lokalisasi di Jakarta.
Sampai akhirnya teman mengajak saya ke Tanjungpinang, tetap
bekerja sebagai WPS demi memenuhi biaya hidup orang tua, anak
dan adik saya. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Dari hasil wawancara dengan informan “ST” dapat disimpulkan
bahwa awal terjadinya pekerjaan sebagai WPS diakibatkan salah pergaulan
sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas saat usia masih remaja. Konflikkonflik yang terjadi dalam kehidupan pribadi tersebut memudahkan individu
menggunakan pola-pola menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku
dalam masyarakat, dalam hal ini adalah pola pelacuran.
Informan “HS” bercerita tentang bagaimana awal mula berprofesi
sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS). Informan “HS” mengungkapkan sebagai
berikut :
“Saya dijual oleh tetangga saya kepada pria hidung belang seharga
Rp. 200.000. waktu itu usiaku 18 tahun. Jujur saya sudah tidak
perawan lagi pada saat itu karena sudah pacaran dan melakukan
hubungan terlarang dengan pacar. Sampai saya tidak tamat SMP
karena pergaulan.
Jujur orang tua ku orang tak mampu. Saya tulang punggung
keluarga. Pacar saya menikah dengan orang lain. Disinilah awal
mula saya membenci laki-laki. Saya akhirnya kerja di Lokalisasi
Saritem Bandung. 5 tahun berpindah-pindah lokalisasi sampai
akhirnya ada yang ajak ke Batam. Di Batam saya bekerja di Sintai,
2 tahun bekerja disana. Saya pindah ke Tanjungpinang dan
sekarang saya bekerja di Bt. 15. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Dr. Kartini Kartono (2007) mengatakan pelacur-pelacur profesional
dari kelas mengengah renah dan menengah kebanyakan berasal dari strata
ekonomi dan strata sosial rendah. Mereka pada umumnya tidak mempunyai
keterampilan / skill khusus, dan kurang pendidikannya.
Berikut ini kutipan wawancara dengan Informan “VR” mengatakan
bahwa profesi WPS terjadi karena terjebak dengan janji akan mendapatkan
pekerjaan, tetapi akhirnya dipekerjakan sebagai WPS, dan akhirnya memiliki
hutang dengan muncikari. Seperti kutipan wawancara dibawah ini :
“Awalnya saya ditawari tetangga untuk bekerja di restoran di
Batam, ternyata sampai di Batam saya malah dipekerjakan sebagai
WPS. Saya pertama berontak, tapi “papi” bilang harus bayar utang
ongkos saya ke Batam. Saya tak punya pilihan, terpaksa jadi WPS.
Saya janda 2 anak, suami saya sudah kawin lagi. 2 tahun di Sintai
saya diajak teman ke Tanjungpinang. Dulu saya kerja di Batu 24,
tapi sekarang saya di batu 15 karena di batu 15 lebih banyak
pelanggan. Saya hanya tamanata SD. Tak ada pilihan untuk cepat
dapat uang selain jadi WPS. Saya tidak punya keterampilan”.
(wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Karena kebutuhan hidup dan terjerat hutang Informan “MR”
menjalani kehidupannya dengan berprofesi sebagai WPS. Penuturannya
dalam wawancara berikut ini :
“Saya masuk dunia prostitusi saat mencari kerja di kota Bandung.
Sesampai disana, saya bertemu teman yang berprofesi sebagai WPS.
Awalnya saya tidak mau, saya memilih bekerja di toko, tapi gajinya
kecil. Saya tak mampu kirim uang dan bayar kontrakan. Saya
bertemu seseorang yang menawari saya bekerja di café di Jl. Dewi
Sartika Bandung. Ternyata di jalan itu tempat WPS nongkrong.
Karena kebutuhan lama-lama saya mau melayani tamu. Saya
terjerat utang kepada pemilik café sehingga saya tidak bisa keluar.
Tahun 2011 saya kabur ke Jakarta. Di Jakarta saya bekerja jadi
WPS. Karena persaingan saya memutuskan ikut teman ke
Tanjungpinang, juga untuk menghindari “papi” yang terus mencari
saya karena utang”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Dari kutipan wawancara dengan informan diatas dapat di tarik
kesimpulan bahwa informan menjadi WPS karena salah pergaulan atau akibat
pergaulan bebas sehingga mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan dan
terus terjerumus karena salah mengambil jalan hidup akibat merasa diri
mereka tidak berharga.
Pada dasarnya pergaulan bebas dan kenakalan remaja menunjuk
pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang hidup di dalam masyarakatnya. Remaja yang nakal itu disebut pula
sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh
pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka
dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut "kenakalan". Dan
bahwa pergaulan bebas adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang
bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
Usaha preventif untuk mencegah terjadinya pelacuran seperti ini
haruslah dilaksanakan seperti memperluas lapangan pekerjaan bagi kaum
wanita dan disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, membentuk badan atau
tim untuk menanggulangi pelacuran serta pencegahan penyebaran praktik
pelacuran.
b. Tidak Disukai Masyarakat dan Agama
Reaksi sosial bisa bersifat menolak sama sekali dan mengutuk keras
pelacuran. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci, ngeri, jijik dan
marah. Adajuga sikap yang masa bodoh dan acuh tak acuh. Dan ada juga
yang bisa menerima dengan rasa simpati.
Noda sosial yang dieksploitasi dalam bentuk komersialisasi seks
yang semula dikutuk kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala yang
umum. Tingkah laku pelacuran yang semula dianggap sebagai noda bagi
kehidupan normal dan mengganggu sistem yang sudah ada, yang semula
ditolak mulai diterima sebagai gejala yang wajar. Demikian pula halnya
dengan pelacuran saat ini.
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan informan sebagai
pelaku langsung pekerjaan pelacuran mereka mengatakan bahwa pekerjaan
mereka sebagai WPS merupakan pekerjaan yang tidak baik. Sebagai makhluk
beragama mereka mengetahui jalan hidup mereka telah salah jalan dan tidak
menginginkan lagi pekerjaan ini. Tetpi mereka telah terjerumus dan tidak tau
harus berbuat apa lagi.
Informan “ST” mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap
lingkungan masyarakat mengenai profesi sebagai WPS.
“Saya sudah biasa hidup keras, saya tidak perduli dengan omongan
orang, sejauh saya tidak membuat mereka rugi. Di lokalisasi ini
semuanya WPS jadi tak masalah. Kecuali saya keluar, kadang malu
lihat orang. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda
ini tidak disukai
masyarakat dan agama. Informan “ST” menjawab:
“Saya tahu, tapi masyarakat juga tidak peduli dengan saya, jadi
untuk apa saya pusingkan. Saya hanya takut kepada Allah,
terkadang rasa penyesalan ada, tapi tak tau jalan keluarnya. Saya
tidak punya ijazah, mau cari kerja susah. (wawancara tanggal 16
Mei 2015)
Informan “HS” dalam wawancara mengatakan malu untuk
bergabung dengan masyarakat dan merasa tidak ada harga lagi. Pekerjaan
yang dilakukannya merupakan dosa dan bertentangan dengan nilai
masyarakat dan norma agama.
“Saya merasa tidak ada harga lagi, malu mau bergabung dengan
masyarakat. Dilokalisasi ini enak, senasib. Jadi saya merasa lebih
nyaman”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda
ini tidak disukai
masyarakat dan agama. Informan “HS” menjawab:
“Tahu, makanya kalau keluar lokalisasi saya berpakaian tertutup.
Saya juga menangis, saat sholat. Saya takut, saya banyak dosa, tapi
tak bisa apa-apa”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Profesi sebagai WPS juga tidak disukai oleh kaum ibu yang ada
dilingkungan masyarakat. Seperti wawancara dengan informan “MR”, karena
pekerjaan mereka dianggap menggoda suami mereka, padahal para suami itu
yang datang kepada mereka. Seperi kutipan wawancara dibawah ini :
“Kadang malu, makanya saya jarang keluar rumah. Keluar rumah
saya pakai pakaian tertutup. Biar orang sekitar jangan curiga
bahwa saya adalah WPS”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda
ini tidak disukai
masyarakat dan agama. Informan “MR” menjawab:
“Saya tahu, terutama para ibu. Mereka berpikir kami menggoda
suami mereka, padahal laki-laki itu yang datang kesini. Saya tahu
pekerjaan ini tidak disukai oleh Allah, tapi tak ada pilihan untuk
bertahan hidup”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Sedangkan Informan “VR” mengatakan bahwa perasaan mereka
mengatakan bahwa masyarakat menganggap bahwa mereka adalah sampah
masyarakat. WPS juga manusia dan ingin dihargai.
“Say tak peduli omongan mereka, saya tak pernah ganggu mereka,
kecuali saya mengganggu. Saya baik-baik disini, melayani tamu
minum dan melayani laki-laki yang butuh kepuasan. Saya santai
saja, saya bisa bawa diri kok”. (wawancara tanggal 16 Mei 2015)
Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda
ini tidak disukai
masyarakat dan agama. Informan “VR” menjawab:
“Masyarakat menganggap kami sampah, tapi mereka tidak tahu apa
yang kami kerjakan. Kami juga manusia yang pingin dihargai.
Apalagi ibu-ibu selalu sinis lihat kami”. (wawancara tanggal 16 Mei
2015)
Dari kutipan wawancara dengan iforman diatas disimpulkan bahwa
WPS mengakui bahwa pekerjaan mereka tidak baik. Mereka menyadari
pekerjaan WPS tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang
ada di dimasyarkat. Ini dibuktikan saat mereka keluar untuk bersosialisasi
dengan lingkungan, para WPS merasa malu dan memakai pakaian tertutup.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab IV tentang Sosialisasi Pencegahan
IMS Di Lokalisasi Batu 15 Oleh Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota
Tanjungpinang. Berdasarkan indikator yang telah dijelaskan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Keterampilan dan pengetahuan yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang
dalam penelitian ini yaitu keterampilan pemakaian alat kontrasepsi secara
konsisten pada setiap hubungan seks berisiko dan pengetahuan tentang
bahaya IMS dan HIV/AIDS. Keterampilan lainnya untuk bekal mereka
(WPS) seperti keterampilan menjahit dan membuka salon dilaksanakan oleh
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.
2.
Komunikasi secara efektif yang laksanakan KPA Kota Tanjungpinang dalam
penelitian ini yaitu komunikasi secara verbal dan nonverbal tentang
penggunaan alat kontrasepsi kondom untuk pencegahan IMS dan HIV/AIDS.
3.
Peningkatan fungsi mawas diri yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang
pada Wanita Pekerja Seks (WPS) yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan
menganjurkan diri ke klinik IMS.
4.
Dengan adanya sosialisasi WPS menyadari bahwa pekerjaan mereka tidak
sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepercayaan pokok yang
dimasyarkat.
ada di
B. Saran
1.
KPA Kota Tanjungpinang diharapkan melakukan pencegahan IMS dan
HIV/AIDS jangka panjang yaitu dengan merubah pola prilaku WPS
dengan melakukan kegiatan yang bisa meningkatkan norma agama dan
juga norma sosial.
2.
Pengguna jasa WPS sebaiknya memiliki pemikiran kritis terhadap
masalah-masalah yang mungkin beresiko terhadap dirinya, dan berusaha
mencari tahu tentang program-program pemerintah dalam pencegahan
HIV/AIDS.
3.
Solusi dari mewabahnya IMS dan HIV/ADIS dan seks bebas adalah
iman. Peran keluarga sangat diperlukan untuk membekali remaja dan
masyarakat dengan iman. Dengan kondisi pergaulan yang sudah bobrok,
tanpa ditanamkan iman yang kuat, masyarakat dan remaja akan sangat
cepat terpengaruh dengan pergaulan yang negatif. Di samping peran
orang tua, peran sekolah juga ikut andil. Para remaja dan masyarakat
perlu diberi pengetahuan tentang seks bebas, akibatnya serta bagaimana
dampak dan dosa yang diakibatkan oleh seks bebas, jika dipandang dari
agama.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media
Group.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,
2010.
Elly M. Setiadi Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Kencana. Jakarta.
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya.
Murdiyatmoko, Janu, Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Jakarta:
Grasindo Media Pratama, 2007).
Kartini Kartono, DR. 2007. Patologi Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Pedoman Program Pencegahan
HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Penerbit : CV. Aswaja
Pressindo.
Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada.
Singarimbun, Masri dan Soffian Effendi. 1989. Metode Penelitian dan Survei.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung:Alfabeta.
Soekanto, Soejono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://www.aidsindonesia.or.id/dasar-hiv-aids
Dinas Kesehatan Prov. Kepri Tahun 2011
Laporan Tahunan KPA Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi
PEDOMAN WAWANCARA PENGURUS KPA
KOTA TANJUNGPINANG
I.
Identitas Penulis
Nama
:
RAJA MUNARNI
NIM
:
080569201059
Jurusan
:
Sosiologi
Pedoman wawancara ini, peneliti tujukan kepada responden yaitu
Pengurus KPA Kota Tanjungpinang. Untuk itu peneliti mohon kepada informan
untuk dapat memberikan jawaban yang selengkap-lengkapnya, mengenai
pertanyaan yang akan peneliti ajukan ini.
II. Karakteristik Informan.
Nama
:
Jenis kelamin
:
Pendidikan
:
Jabatan
:
1.
Apa latar belakang berdirnya KPA Kota Tanjungpinang?
2.
Kapan sosialisasi penggunaan kondom dalam menanggulangi penyebaran
virus HIV/AIDS di Lokalisasi Batu 15 ini dilakukan, adakah jadwal khusus
atau moment tersendiri?
3.
Keterampilan apa saja yang diberikan KPA Kota Tanjungpinang dalam
menanggulangi IMS di Lokalisasi Batu 15 ini?
4.
Apakah ada keterampilan untuk wirausaha kalau ada siapa yang
melaksanakan .
5.
Apa tujuan KPA melaksanakan sosialisasi di batu 15
6.
Apakah KPA mengajarkan WPS agar mampu berkomunikasi secara efektif
dalam dalam pencegahan IMS?
7.
Kemana WPS memeriksa kesehatan terkait masalah IMS, dimana kilinik IMS
yang menjadi rujukan KPA.
8.
Sanksi apa yang diberikan kepada WPS yang tidak memeriksa kesehatan di
klinik IMS
9.
Berdasarkan jumlah kunjungan klinik IMS tahun 2014 sangat rendah, apa
penyebabnya?
PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN
I.
Identitas Penulis
Nama
:
NIM
:
Jurusan
:
Pedoman wawancara ini, peneliti tujukan kepada informan. Untuk itu
peneliti mohon kepada informan untuk dapat memberikan jawaban yang
selengkap-lengkapnya, mengenai pertanyaan yang akan peneliti ajukan ini.
II. Karakteristik Informan.
Nama
:
Pendidikan
:
Umur
:
1.
Keterampilan apa saja yang diberikan KPA dalam sosialisasi IMS ini?
2.
Apakah anda selaku mengikuti pelatihan yang diberikan (seperti menjahit)?
3.
Apakah anda mengetahui tentang IMS dan AIDS?
4.
Bagaimana cara anda berkomunikasi kepada pelanggan dalam penggunaan
kondom?
5.
Apakah Anda selalu memeriksa kesehatan dan dimana tempatnya. Berapa
biayanya? Dan pemeriksaan VCT berapa biaya yang dikeluarkan?
6.
Bagaimana awal mula Anda berprofesi seperti ini?
7.
Bagaimana perasaan Anda terhadap lingkungan masyarakat mengenai profesi
Anda?
8.
Apakah anda tahu bahwa pekerjaan anda ini tidak disukai masyarakat dan
agama?
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Download