1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara
sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses kenaikan pendapatan total
dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan
pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini menjadi salah satu
bagian terpenting dari pembangunan nasional. Dengan demikian diperlukan
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang salah satunya dapat dilakukan melalui
proses industrialisasi. Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial
ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri. Proses tersebut meliputi interaksi antara perkembangan
teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi di Indonesia dimulai dengan pengembangan industriindustri substitusi impor yang berlangsung sejak tahun 1970an hingga
pertengahan dasawarsa 1980an, atau selama Pelita pertama hingga pertengahan
Pelita ketiga. Produk-produk yang dihasilkan terutama adalah barang konsumtif
yang sebelumnya dibeli dari luar negeri. Selama masa substitusi impor itu,
kebijaksanaan industri dan perdagangan sangat protektif. Struktur proteksi yang
demikian menyebabkan para pengusaha dan para industriawan Indonesia
cenderung bersikap “enggan ekspor”. Akibatnya, para pengusaha lebih suka
menanamkan modalnya dalam industri yang bersaing dengan impor dari pada
2
dalam industri yang berorientasi ekspor. Baru pertengahan tahun 1980an, ketika
penerimaan devisa dari ekspor migas kian goyah, industrialisasi di Indonesia
berubah orientasi ke promosi ekspor.
Mulai tahun 1987 penerimaan devisa dari ekspor nonmigas telah
melampaui penerimaan dari hasil ekspor migas, lebih kurang 47 persen devisa
yang diperoleh pada tahun 1987 disumbang oleh sektor industri. Peranan sektor
industri pengolahan dalam perolehan devisa terus meningkat. Pada tahun 1991,
nilai ekspor terus meningkat sekitar 51 persen dari devisa total. Terbukti dalam
perkembangannya industrialisasi di Indonesia hingga tahun 1993, sektor industri
mampu menyerap lebih dari 8,5 juta orang tenaga kerja.
Di Indonesia proses industrialisasi menurun sejak terjadi krisis ekonomi
tahun 1998. Kemunduran ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap impor barang modal dan bahan baku. Sementara itu, nilai tukar rupiah
mengalami depresiasi yang besar terhadap dolar AS dan banyak perusahaan
manufaktur di dalam negeri terpaksa mengurangi volume produksinya. Maka dari
itu, Indonesia harus mampu menghadapi dan mengantisipasi datangnya kembali
krisis ekonomi dengan penguatan industri dalam negeri.
Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia sejalan dengan
kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara di
dunia. Perubahan sektor industri yang pesat beberapa tahun terakhir telah
menggeser peranan sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional
maupun regional. Kontribusi sektor ini memberikan nilai tambah terbesar di antara
sembilan sektor ekonomi lainnya, perkembangan tersebut sejalan dengan
meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik
3
domestik maupun internasional. Walaupun secara absolut sektor pertanian juga
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, namun secara relatif sektor pertanian
mengalami penurunan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri. Hal ini
menunjukkan semakin mengecilnya kontribusi sektor pertanian dalam struktur
ekonomi nasional.
Kegiatan pembangunan regional pada dasarnya akan melibatkan berbagai
kegiatan yang saling berkaitan di dalamnya. Namun, kegiatan ekonomi merupakan
faktor yang sifatnya langsung berhubungan dengan masyarakat. Struktur ekonomi
suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi
dalam memproduksi barang dan jasa. Hal ini dapat digambarkan dari besarnya
sumbangan suatu sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Besarnya sumbangan terhadap PDRB dapat dijadikan
sebagai gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang memiliki peranan
yang sangat penting di daerah tersebut sehingga dapat terus dikembangkan dan
dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang.
Kota Bontang sebagai Kota Administratif yang terletak di wilayah
Provinsi Kalimantan Timur yang kaya akan potensi alam dan telah mengalami
pertumbuhan pada berbagai sektor ekonomi. Kota Bontang merupakan salah satu
kota industri nasional dengan dua perusahaan penggerak perekonomian yaitu PT
Badak NGL dan PT Pupuk Kaltim Tbk.
PT Badak NGL di Kota Bontang
merupakan perusahaan penghasil gas alam cair terbesar di Indonesia dan sebagai
penghasil devisa terpenting di Kota Bontang. PT Pupuk Kaltim Tbk yang terletak
di Kota Bontang merupakan perusahaan penghasil Produk Urea, Amoniak, dam
NPK yang disalurkan ke berbagai daerah di dalam negeri. Kontribusi ekonomi
4
dari kedua perusahaan tersebut sangat mendominasi perkembangan ekonomi di
Kota Bontang. Dalam lima tahun terakhir dominasi sumbangannya rata-rata
pertahun mencapai 88,01 persen dari total PDRB Kota Bontang.
Struktur ekonomi Kota Bontang selama kurun waktu sepuluh tahun
terakhir masih didominasi oleh sektor industri pengolahan khususnya sektor
industri gas alam cair dan industri pupuk, kimia, dan barang karet. Jika dengan
migas kontribusi sektor ini mecapai 94,96 persen dari total PDRB sedangkan
tanpa migas kontribusi sektor ini tetap mendominasi yaitu sebesar 67,62 persen
dari total PDRB.
Pertumbuhan ekonomi Kota Bontang tahun 2010 secara makro dapat
digambarkan melalui PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan nilai
mencapai 22,96 triliun rupiah, nilai ini mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yaitu 23,78 triliun rupiah. Dengan kata lain bahwa pada
tahun 2010, perekonomian Kota Bontang mengalami perlambatan pertumbuhan
sebesar -3,44
persen. Kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai -1,54 persen per tahun.
Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh produksi gas alam cair di
Kota Bontang yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2002 dan terus
berlanjut hingga saat ini. Dengan turunnya total produksi tersebut berdampak pada
perekonomian Kota Bontang yang masih sangat bertumpu pada sektor migas
khususnya hasil industri pengolahan gas alam cair. Namun disisi lain,
perkembangan ekonomi Kota Bontang tanpa migas pada tahun 2010 mencapai
8,26 triliun rupiah. Perkembangan PDRB tanpa unsur migas sangat dipengaruhi
oleh produksi subsektor industri pengolahan pupuk, amonia, dan industri kimia
5
lainnya. Perkembangan perekonomian tanpa migas mengalami pertumbuhan yang
terus positif meskipun melambat namun diharapkan mampu menggerakkan
perekonomian Kota Bontang secara berkelanjutan.
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bontang dengan Migas Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun
2007 - 2010 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
Pertanian
27.750,85
28.266,84
27.896,41
28.028,63
Pertambangan dan
Penggalian
55.233,91
55.429,48
53.791,13
53.103,78
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Minum
Bangunan
/Konstruksi
Perdagangan,
Hotel,dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
TOTAL PDRB
22.751.337,67 22.808.665,43 21.990.997,84 21.094.471,95
11.703,60
12.062,77
13.249,15
14.809,83
862.467,79
901.556,56
943.918,01
987.484,09
397.083,43
417.100,42
434.001,62
451.648,15
95.584,82
99.490,42
104.594,53
109.434,17
104.731,63
110.023,01
116.494,34
123.014,72
84.506,04
86.797,30
91.086,41
95.713,87
24.315.447,82 24.519.392,22 23.776.029,45 22.957.709,19
Sumber : BPS Kota Bontang, 2011
Secara umum dapat dikatakan bahwa sektor industri pengolahan
khususnya aktivitas yang dilakukan oleh PT. Badak LNG dan PT Pupuk Kaltim
memegang peranan yang penting dalam perekonomian Kota Bontang.
Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan subsektor pembentuk industri
pengolahan dan sektor-sektor perkonomian lainnya di Kota Bontang juga perlu
6
dikembangkan secara berencana melalui peningkatan keterkaitan antarsektor dan
lintas sektoral.
1.2
Perumusan Masalah
Semakin
besarnya
peranan
sektor
industri
pengolahan
dalam
perekonomian Indonesia khususnya Kota Bontang akan membawa dampak yang
besar terhadap struktur perekonomian secara keseluruhan. Dampak dari
pertumbuhan yang melambat di sektor industri pengolahan migas alam cair tahun
2010 sebesar -4,74 persen secara nyata sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Kota Bontang dengan migas sebesar -3,44 persen. Hal ini merupakan
tantangan tersendiri yang dihadapi Kota Bontang dimasa yang akan datang, karena
hingga saat ini perekonomian Kota Bontang masih sangat bergantung pada sektor
migas terutama hasil industri gas alam cair yang sumbernya tidak dapat
diperbahurui.
Sehubungan dengan hal itu maka diperlukan strategi agar dapat terus
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan yang didukung
oleh peningkatan ekspor. Berdasarkan perkembangan perekonomian Kota
Bontang tanpa migas hingga tahun 2010 yang semakin meningkat dan diprediksi
untuk tahun mendatang akan semakin membaik, maka strategi dalam
meningkatkan ekspor nonmigas sangat tepat untuk dilakukan mengingat produksi
dari hasil migas Kota Bontang yang terus mengalami penurunan. Selain itu,
Pemerintah Kota Bontang harus proaktif dalam mengelola dan memanfaatkan
seluruh kekuatan ekonomi yang memiliki potensi di wilayahnya baik yang berupa
potensi dari sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) maupun
sumber daya lainnya untuk dijadikan sebagai kekuatan ekonomi yang dapat
7
tumbuh dan berkembang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosial masyarakat..
Pentingnya pertumbuhan sektor industri pengolahan di Kota Bontang
ditujukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah di samping itu
juga untuk kepentingan nasional. Besarnya peranan sektor industri pengolahan
dalam penciptaan PDRB Kota Bontang belum cukup dijadikan sebagai acuan
dalam penentuan bahwa sektor industri pengolahan tersebut merupakan sektor
kunci di Kota Bontang. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana sektor
tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Dengan kata
lain bagaimana peranan pembangunan sektor tersebut dapat memberikan efek
lebih lanjut pada aktivitas pembangunan sektor-sektor lain. Sehingga terjadinya
hubungan timbal balik yang mengarah pada peningkatan pertumbuhan sektorsektor dalam perekonomian secara keseluruhan.
Peran industri pengolahan dalam hubungannya dengan sektor-sektor
perekonomian tersebut dapat dilihat dari bagaimana struktur perekonomiannya
bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dan keterkaitannya dengan sektorsektor lainnya tersebut serta bagaimana kemampuan industri pengolahan dalam
mendorong sektor hulu dan hilirnya.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Kota
Bontang ?
2.
Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor
lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ?
8
3.
Bagaimana dampak penyebaran sektor industri pengolahan terhadap
sektor-sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Kota Bontang ?
4.
Bagaimana efek pengganda yang ditimbulkan sektor industri pengolahan
terhadap output dan pendapatan dalam perekonomian Kota Bontang ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut :
1.
Menganalisis
peranan
sektor
industri
pengolahan
dalam struktur
permintaan, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, net ekspor
dan pembentukan nilai tambah bruto Kota Bontang.
2.
Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor
perekonomian lainnya di Kota Bontang.
3.
Menganalisis dampak penyebaran sektor industri pengolahan dan
bagaimana pengaruhnya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di
Kota Bontang.
4.
Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri
pengolahan
dalam pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dilihat
berdasarkan efek pengganda terhadap output dan pendapatan rumah
tangga.
1.4
Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang diuraikan di atas, maka
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah
dalam
rangka
perencanaan,
pengembangan
dan
penentuan
kebijakan
9
pembangunan Kota Bontang. Selain itu juga bagi pihak-pihak lain yang
berkepentingan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka, informasi dan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada analisis input-output
dengan menggunakan Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 yang
merupakan tabel terbaru yang dikeluarkan oleh BPS Kota Bontang. Data yang
dianalisis dari tabel input-output tersebut adalah data transaksi domestik atas dasar
harga produsen Kota Bontang tahun 2010 dengan klasifikasi 46 sektor yang
kemudian diagregasi menjadi delapan belas sektor dan sembilan sektor. Agregasi
menjadi delapan belas sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan
keterkaitan subsektor industri pengolahan satu sama lain. Sementara itu agregasi
menjadi sembilan sektor dilakukan untuk melihat dampak penyebaran dan
keterkaitan sektor industri pengolahan secara keseluruhan terhadap sektor-sektor
perekonomian lainnya. Dalam penelitian ini tidak melihat efek pengganda tenaga
kerja dari masing-masing sektor, hal ini disebabkan karena keterbatasan data
tenaga kerja yang sesuai dengan klasifikasi sektor-sektor yang terdapat pada Tabel
Input-Output Kota Bontang Tahun 2010.
Sektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh
subsektor yaitu mencakup subsektor industri pengilangan minyak; industri gas
alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas
kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan;
industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam;
industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Dalam
10
penelitian ini, metode analisis input-output yang digunakan adalah metode analisis
input-output terbuka. Artinya, salah satu komponen permintaan akhir yaitu
konsumsi rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen.
Download