BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati, 2010). Kriteria penggunaan obat rasional meliputi tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat penilaian kondisi pasien, waspada terhadap efek samping, efektif, tepat tindak lanjut, tepat penyerahan obat dan pasien patuh (Depkes, 2008). Tepat dosis meliputi tepat jumlah, tepat cara pemberian, tepat frekuensi waktu pemberian, tepat takaran dosis dan tepat lama pemberian obat. Apabila salah satu dari lima hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai (Depkes, 2008). Antibiotik merupakan salah satu obat yang apabila digunakan secara tidak rasional dapat menyebabkan resistensi. Meningkatnya prevalensi penggunaan antibiotik yang tidak rasional di berbagai bidang Ilmu Kedokteran termasuk Ilmu Kesehatan Anak merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi yang di dapat. Hasil penelitian dari studi Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN study) tahun 2000-2004 menunjukan bahwa terapi antibiotik diberikan tanpa indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang sebanyak 20-53% dan antibiotik profilaksis tanpa indikasi sebanyak 43-81%. Dalam penelitian tim AMRIN study juga mendapatkan peresepan antibiotik 1 2 terjadi pada anak dengan prevalensi tinggi yaitu 76%. Untuk itu penggunaan antibiotik pada anak memerlukan perhatian khusus oleh karena absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat termasuk antibiotik pada anak berbeda dengan dewasa, serta tingkat maturasi organ yang berbeda sehingga dapat terjadi perbedaan respons terapeutik atau efek sampingnya (Febiana, 2012 cit. WHO, 2004) Perkembangan resistensi terhadap antibiotik dan munculnya patogen multi resisten telah membangkitkan kepedulian kalangan medis di dunia. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten dikaitkan dengan angka perawatan rumah sakit yang lebih tinggi, masa perawatan rumah sakit yang lebih lama, serta tingkat kesakitan dan kematian yang lebih tinggi (HTA Indonesia, 2005). Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi dan merupakan golongan antibiotik yang paling sering diresepkan oleh dokter. Antibiotik ini mempunyai spektrum antibakteri yang luas dan lebih resisten terhadap βlaktamase daripada penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibiotik ini (Sudjadi, 2008). Cefixime merupakan salah satu antibiotik golongan sefalosporin yang paling banyak diresepkan oleh dokter, khususnya untuk penderita ISPA dan demam typhoid. Cefixime memiliki spektrum antibakteri yang luas terhadap mikroorganisme gram-positif dan gram-negatif. Dibandingkan dengan sediaan oral sefalosforin lain, cefixime khususnya memiliki aktivitas yang poten terhadap organisme gram-positif seperti Streptococcus sp, 3 Streptococcus pneumoniae dan gram-negatif seperti branhamella catarrhalis, Escherichia coli, proteus sp, Haemophillus influenzae. Cara kerjanya adalah sebagai bakterisidal. Cefixime sangat stabil dan memiliki aktifitas yang baik terhadap β-laktamase yang dihasilkan banyak organisme (AHFS, 2010). Pemberian cefixime di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan ini diberikan untuk infeksi saluran nafas dan demam typhoid. Cefixime merupakan kemoterapeutik yang bersifat antibakteri, dimana harus tepat dosis, aturan pakai maupun cara penggunaannya. Penggunaan cefixime banyak diresepkan pada pasien di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan yang kebanyakan frekuensi waktu pemberian berbeda, yaitu ada yang tiga kali sehari dan ada yang dua kali sehari serta dosis yang tidak sesuai dengan umur serta berat badan pasien. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Ketepatan Dosis dan Frekuensi Pemberian Antibiotik Cefixime Berdasarkan Studi Literatur Drug Information Handbook (DIH) di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan Tahun 2013”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu berapa besar persentase (%) ketepatan dosis (meliputi underdose dan overdose) dan frekuensi pemberian antibiotik cefixime berdasarkan studi literatur Drug Information Handbook (DIH) di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan tahun 2013 ? 4 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan dari rumusan masalah diatas maka peneliti hanya membatasi penelitian ini pada: 1. Tepat dosis dan tepat frekuensi pemberian sesuai dengan DIH (Drug Information Handbook) 2011 dan sesuai dengan berat badan (BB) dan usia pasien. 2. Sediaan cefixime yang diamati adalah seluruh bentuk sediaan. 3. Resep di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan yang mengandung antibiotik cefixime tahun 2013. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ketepatan dosis dan frekuensi pemberian antibiotik cefixime berdasarkan studi literatur Drug Information Handbook (DIH) di Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Marabahan tahun 2013, yaitu: 1. Mengetahui persentase ketepatan dosis yang meliputi underdose dan overdose 2. Mengetahui presentase ketepatan frekuensi pemberian. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Apotek Nazhan Kurnia Handil Bakti Menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam mengembangkan ilmu kefarmasian dan kesehatan terutama dalam pemberian informasi penggunaan obat yang tepat agar mudah dipahami oleh masyarakat. 5 2. Bagi Institusi Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bahan kepustakaan untuk mengembangkan wawasan serta pengetahuan. 3. Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan serta mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan rasionalitas peresepan obat di Apotek.