EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT DAN NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA Dwi Oktaviana Prodi Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak, Jl. Ampera No.88 Pontianak e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TGT atau NHT; (2) prestasi belajar matematika tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis; (3) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis; dan (4) pada masingmasing tipe kepribadian, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TGT atau NHT. Alat pengumpulan data yaitu dokumentasi, tes, dan angket. Uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari NHT; (2) siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, maupun phlegmatis memiliki prestasi belajar matematika yang sama; (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, maupun phlegmatis memiliki prestasi belajar matematika yang sama; dan (4) pada masing-masing tipe kepribadian, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari NHT. Kata kunci: TGT, NHT, prestasi belajar, tipe kepribadian siswa. Abstract This research aimed to reveal: (1) which one gives a better mathematics achievement, cooperative learning model of TGT type or cooperative learning model of NHT type; (2) the students with personality types of sanguinis, melancholis, choleris or phlegmatis; (3) in each learning models, which one has a better mathematics achievement, the students with personality types of sanguinis, melancholis, choleris or phlegmatis; and (4) in each category of personality types, which one gives a better mathematics achievement, cooperative learning model of TGT type or cooperative learning model of NHT type. The data collection technique was include the documentation method, achievement test, and questioner. The data was analyzed using analysis of variance. Based on these results it can be concluded: (1) the mathematics achievement using cooperative learning model of TGT type is better than NHT; (2) For students with personality types of Sanguinis, Melancholis, Choleris,or Phlegmatis have the same mathematics achievement; (3) In each learning models, for students with personality types of Sanguinis, Melancholis, Choleris, or Phlegmatis have the same mathematics achievement; (4) In each categories of personality types, the mathematics achievement using cooperative learning model of TGT type is better than NHT. Keywords: TGT, NHT, achievement, personality types. 20 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 PENDAHULUAN Matematika merupakan suatu pelajaran yang konsepnya tersusun secara hirarkis dari yang mudah atau sederhana meningkat ke yang sulit atau rumit. Dengan demikian, jika peserta didik belum menguasai konsep-konsep yang mendasar, maka akan mengalami kesulitan untuk menguasai konsep yang lebih lanjut. Hal tersebut banyak dirasakan oleh peserta didik sehingga muncul anggapan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran yang sulit. Sebagai akibatnya, peserta didik cenderung menunjukkan minat belajar dan motivasi berprestasi yang rendah dalam matematika. Padahal matematika seharusnya menjadi pelajaran yang menantang sehingga menarik minat belajar dan rasa ingin tahu yang besar dari dalam diri peserta didik. Kenyataan yang sering dijumpai pada umumnya di sekolah menengah menunjukkan bahwa pembelajaran matematika diberikan secara klasikal melalui ceramah tanpa melihat kemungkinan penerapan model lain sesuai dengan materi yang diajarkan. Akibatnya, siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, siswa tidak tertarik mengikuti pelajaran, dan tidak adanya kesadaran akan pentingnya pelajaran matematika. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kemampuan matematika siswa rendah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Feza-Piyose (2012: 62) yang menyebutkan bahwa ”Two factors have been highlighted in research that impedes mathematics learning: teacher content knowledge and irrelevant teaching strategies”. Feza-Piyose menyimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dianggap menghambat pembelajaran matematika, yaitu pengetahuan guru dan strategi mengajar yang tidak relevan. Mengacu pada hasil survei yang dilakukan PISA, yang mengukur prestasi matematika, membaca, dan sains untuk siswa sekolah berusia 15 tahun di 65 negara. Berdasarkan hasil survei pada tahun 2012 menunjukan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-64 dengan rata-rata skor yang didapat yaitu 375 untuk matematika. Skor tersebut masih jauh dari target dari PISA yaitu untuk mencapai nilai rata-rata membutuhkan score 494. Data lainnya juga diperoleh dari hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 yang juga melakukan survei. Trends in International Mathematicsand Science 21 Study (TIMSS) menetapkan skor 500 untuk standar internasional dengan standar deviasi 100. Berdasarkan hasil survei tersebut, ternyata Indonesia mendapatkan skor 386. Hal tersebut menunjukkan kalau tingkat penguasaan matematika di Indonesia masih berada pada level rendah karena belum mencapai standar yang diberikan. Berdasarkan data yang bersumber dari Puspendik Balitbang Tahun 2013 menunjukkan bahwa nilai matematika siswa SMA Negeri di Kota Pontianak pada UN memiliki rata-rata 6,5. Dari sumber yang sama, distribusi nilai siswa sebesar 36,4% siswa memperoleh nilai masih di bawah rata-rata. Salah satunya dari persentase penguasaan materi soal matematika UN SMA pada materi program linear. Perolehan persentase penguasaan materi menyelesaikan masalah program linear pada tingkat kota/kabupaten 66,34%, tingkat provinsi 53,23%, dan tingkat nasional 67,80%. Data tersebut menunjukkan bahwa persentasi daya serap menyelesaikan masalah program linear masih rendah terutama pada tingkat provinsi masih 53,23%. Oleh karenanya, masih diperlukan perbaikan kualitas pembelajaran matematika untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Hal tersebut menunjukkan pemahaman siswa terhadap materi menyelesaikan masalah program linear masih kurang. Penerapan model pembelajaran yang tepat dapat membuat suasana kelas aktif, menyenangkan, kreatif, baik dalam pembelajaran individual maupun kelompok yang memungkinkan siswa di kelas dapat berpartisipasi dalam mengkomunikasikan gagasannya. Salah satu model pembelajaran yang meningkatkan semangat kerja sama siswa adalah model pembelajaran TGT. Pada model pembelajaran kooperatif TGT, siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya (Huda, 2011: 138). Pada model pembelajaran kooperatif TGT untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 4 sampai 5 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok 22 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan, akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal tersebut dapat ditentukan dengan melihat nilai yang siswa peroleh pada saat permainan. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu. Pada penelitian yang dilakukan, TGT terdiri dari sintaks, yaitu: penyajian informasi akademik, belajar kelompok, games, tournament, dan penghargaan kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Wyk (2011) menunjukkan dengan penerapan model pembelajaran TGT adanya peningkatan sikap pada siswa yaitu sikap menghargai orang lain dan kesopanan. Penelitian yang dilakukan oleh Charlton et al. (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan games dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar dengan model pembelajaran konvensional. Alternatif model pembelajaran lain yang dapat diterapkan oleh guru adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Model pembelajaran NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat (Huda, 2011: 138). Dengan model pembelajaran NHT diharapkan siswa terlibat aktif baik secara individual maupun kelompok, sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan prestasi belajar. Model pembelajaran NHT mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat kerja sama dalam menyelesaikan masalah matematika. Model pembelajaran NHT dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Arends (1998: 322) mengatakan bahwa Numbered Heads Together is an approach developed by Spencer Kagan (1993) to involve more students in the review of materials covered in a lesson and to check their understanding of a lesson’s content. Model pembelajaran NHT melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan 23 memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Model pembelajaran NHT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan teknik penomoran. Lie (2008: 60) menjelaskan langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah penomoran (numbering), pengajuan pertanyaan, berpikir bersama (head together), dan pemberian jawaban (answering). Penelitian yang dilakukan oleh Haydon et al. (2010) menyatakan bahwa “Previous research has demonstrated that Numbered Heads Together, a cooperatic learning strategy, is more effective than traditional teacher-led instruction in academic areas such as social studies and science”. Artinya bahwa Numbered Heads Together. Dengan kata lain, salah satu strategi pembelajaran kooperatif, lebih efektif daripada pengajaran tradisional dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan sains. Maheady et al. (2006) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pemberian penghargaan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kemampuan peserta didik yang berdampak pada meningkatnya prestasi belajar dibandingkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tanpa pemberian penghargaan. Keberhasilan pembelajaran bukan hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran, akan tetapi juga dipengaruhi oleh tipe kepribadian siswa. Kepribadian yang dimaksud adalah suatu ciri khas yang menetap pada diri seseorang dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, mampu membedakan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Hiprocates dan Gelanus (Littauer, 1996: 11) membagi tipe kepribadian berdasarkan zat cair yang ada dalam tubuh seseorang, terdiri dari sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis. Beberapa sumber yang menjelaskan tipe kepribadian Hipocrates-Galenus, menyebutkan bahwa seorang sanguinis pada umumnya memiliki tingkah laku suka berbicara, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, kreatif dan inovatif, mudah bergaul. Seorang melankolis memiliki sifat tekun, perasa terhadap orang lain, penuh pikiran, gigih, dan cermat. Seorang koleris memiliki daya juang besar, berbakat pemimpin, dinamis, aktif, berkemauan kuat, tegas, dan berkembang karena saingan. Seorang phlegmatis memiliki sifat sabar, tenang, mudah bergaul, santai, dan tidak mudah marah. 24 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 Tujuan dari penelitian untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TGT atau NHT; (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis; (3) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis; (4) pada masing-masing tipe kepribadian, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TGT atau NHT. METODE Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimental semu atau quasi eksperimental dengan rancangan faktorial 24. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri di Kota Pontianak. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling sehingga terpilih sampel dari kelompok tinggi yaitu SMA Negeri 3 Pontianak, sedang yaitu SMA Negeri 7 Pontianak dan rendah yaitu SMA Negeri 2 Pontianak. Pengumpulan data pada penelitian menggunakan metode tes, dokumetasi, dan angket. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai matematika siswa pada UN untuk uji keseimbangan. Angket digunakan untuk mengetahui tipe kepribadian siswa. Angket yang digunakan diadopsi dari buku Personality Plus karangan Littauer, yang disesuaikan untuk siswa sekolah menengah. Tes ini mempunyai 40 kriteria kepribadian siswa, masing-masing kriteria kepribadian terdapat 4 pilihan pernyataan yang dapat dipilih sesuai dengan karakter kepribadian siswa. Tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda untuk mengetahui nilai prestasi belajar matematika siswa. Sebelum digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, instrumen tes diuji terlebih dahulu. Instrumen angket dengan uji validitas isi. Untuk instrumen tes, uji tersebut meliputi uji validitas isi, perhitungan daya beda dan indeks kesukaran serta uji reliabilitas. Sebelum eksperimen, terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan kemampuan 25 awal siswa dengan uji t dengan terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas populasi dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi dengan uji Bartlett. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan teknik analisis variansi dua jalan dengan banyaknya baris 2 dan banyaknya kolom 2 dengan sel tak sama dengan terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat untuk anava yaitu uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett (Budiyono, 2013: 170-217). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji prasyarat kemampuan awal menyimpulkan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang homogen. Pada uji keseimbangan diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal yang sama. Setelah dilakukan uji keseimbangan untuk mengetahui kemampuan awal masingmasing kelompok sampel adalah sama, selanjutnya dilakukan uji hipotesis penelitian dengan hipotesisnya menyatakan bahwa H0A adalah tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT, H0B adalah tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis, dan H0AB adalah tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tipe kepribadian diri siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. Rangkuman hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ditunjukkan tabel berikut. Tabel 1. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Keputusan 𝐅𝐨𝐛𝐬 𝐅𝛂 Sumber JK dk RK Uji Model 2703,610 1 2703,610 17,641 3,84 H0A ditolak Pembelajaran (A) Tipe Kepribadian H0B 231,186 3 77,062 0,503 2,60 (B) diterima H0AB Interaksi (AB) 253,316 3 84,439 0,551 2,60 diterima Galat 31110,777 203 153,255 Total 34298,889 210 - 26 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT; (2) tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis; dan (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tipe kepribadian siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dari hasil perhitungan anava diperoleh bahwa H0A ditolak, berarti tidak semua model pembelajaran memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar matematika siswa. Karena model pembelajaran memiliki dua nilai, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut anava dengan menggunakan metode Scheffe untuk mengetahui manakah yang secara signifikan mempunyai rerata yang berbeda. Untuk keperluan tersebut, berikut disajikan rangkuman rerata sel dan rerata marginal. Tabel 2. Deskripsi Data Rerata Sel dan Rerata Marginal Model Pembelajaran (A) TGT (a1) NHT (a2) Rerata marginal Tipe Kepribadian (B) Rerata Sanguinis Melankolis Koleris Phlegmatis Marginal b1 b2 b3 b4 80,57 76,88 82 80,22 79,26 73,55 71,25 70 73,18 72,33 76,92 74,56 74,80 76,78 Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dilihat dari rerata marginal masingmasing kelompok, rerata marginal yang diperoleh siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebesar 79,26, sedangkan rerata marginal yang diperoleh siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebesar 72,33. Karena rerata marginal yang diperoleh siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Rerata prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran meng27 gunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Margono (2014) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT ditinjau dari kecerdasan emosional siswa. Adanya perbedaan prestasi belajar pada kedua model disebabkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Namun, dalam pelaksanaannya siswa lebih banyak tergantung dengan jawaban teman yang lebih pandai dan kurang berusaha memberikan ide pada saat guru memanggil salah satu nomor siswa dalam suatu kelompok. Sebaliknya, pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu membuat siswa lebih tertarik dan tidak merasa bosan belajar matematika. Selain belajar, siswa juga dikelompokkan dalam games atau turnamen sehingga siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Siswa saling berdiskusi dan dapat membantu siswa yang memiliki kesulitan belajar untuk mencapai suatu tingkat pemahaman tentang materi pelajaran. Setiap siswa saling belajar dan mengajar serta termotivasi dengan konsep sebuah tim. Dengan demikian, siswa saling bekerja sama untuk menjadikan semua anggota timnya mendapatkan prestasi yang lebih baik. Dari hasil perhitungan anava diperoleh bahwa H0B diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh tipe kepribadian siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa.Berarti tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatit. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mularsih (2010) yang menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrovert dan introvert. Hal teresebut dimungkinkan terjadi karena secara teori tipe kepribadian dikelompokkan berdasarkan kriteria secara umum, tidak berkaitan dengan pelajaran 28 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 matematika. Hal lain yang mungkin terjadi adalah siswa belum dapat mengisi angket tipe kepribadian dengan baik dan siswa tidak objektif dalam menilai dirinya sendiri karena siswa sekolah menengah atas masih sulit untuk memahami karakter diri masing-masing. Dari hasil perhitungan anava diperoleh bahwa H0AB diterima. Artinya, tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tipe kepribadian siswa terhadap prestasi belajar matematika. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mularsih (2010) bahwa terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian siswa. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena perbedaan teori tipe kepribadian yang digunakan dan mata pelajaran yang berbeda. Secara umum untuk H0AB diterima, berarti pada masing-masing model pembelajaran, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis. Tidak adanya perbedaan prestasi belajar pada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, maupun phlegmatis meskipun diberi model pembelajaran yang berbeda adalah kemungkinan terjadi karena secara teori tipe kepribadian dikelompokkan berdasarkan kriteria secara umum, tidak berkaitan klasikal dengan pelajaran matematika. Hal lain yang mungkin terjadi adalah siswa belum dapat mengisi angket tipe kepribadian dengan baik karena siswa masih sulit untuk memahami karakter diri masing-masing. Karena H0AB diterima, berarti pada masing-masing tipe kepribadian siswa, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan penerapan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan serta mengacu pada perumusan masalah penelitian, dapat disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT; (2) tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, 29 melankolis, koleris, dan phlegmatis; (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, koleris, maupun phlegmatis memiliki prestasi belajar matematika yang sama; dan (4) pada masing-masing tipe kepribadian, prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Berikut adalah beberapa hal yang dapat disarankan: (1) dalam proses pembelajaran di kelas, disarankan guru lebih baik menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT karena akan menghasilkan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT; (2) selain dari model pembelajaran yang digunakan, guru juga dapat memperhatikan masing-masing karakter siswa berdasarkan tipe kepribadian siswa Pada masing-masing tipe kepribadian, guru disarankan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT agar lebih efektif dan menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik; (3) kepada para peneliti lain dapat melanjutkan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT, serta kaitannya dengan tipe kepribadian siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa di SMA dengan memperbaiki instrumen penelitian terhadap tipe kepribadian siswa agar didapat hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Arends. 1998. Learning to Teach (Fourth Edition). Singapura: Mc-Graw Hill. Budiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Charlton, B., Williams, R. L., & McLaughlin, T. F. 2005. Educational Games: A Technique to Accelerate the Acquisition of Reading Skills of Children with Learning Disabilities. International Journal of Special Education. 20 (2): 66-72. Feza-Piyose, N. 2012. Language: A Cultural Capital For Conceptualizing Mathematics Knowledge. Human Sciences Research Council, South Africa. International Electronic Journal of Mathematics Education, 7 (2): 67-79. Haydon, T., Maheady, L., & Hunter, W. 2010. Effects of Numbeed Heads Together on the Daily Quiz Scores and On-Task Behavior of Students with Disabilities. Journal of Behavioral Education, 19 (3): 222-239. Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lie, A. 2008. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Littauer, F. 1996. Personality Plus: (Kepribadian Plus). Jakarta: Binarupa Aksara. 30 Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol.6, No. 1, Juni 2017 Maheady, L., Michielli-Pendl, J., Harper, G. F., & Mallette, B. 2006. The Effects of Numbered Heads Together With and Without an Incentive Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders. Journal of Behavioral Education, 15 (1): 25-39. Margono, A. 2014. EksperimentasiModel Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT) Pada Materi Pokok Operasi Bentuk Aljabar Ditinjau dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VII SMP Negeri Kota Yogyakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Tesis. Surakarta: UNS. Mularsih, H. 2010. Strategi Pembelajaran, Tipe Kepribadian Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Makara, Sosial Humaniora, 14 (1): 65-79. Van Wyk, M. M. 2011. The Effects of Teams-Games-Tournaments on Achievement, Retention, and Attitudes of Economics Education Students. Journal Soc Sci, 26 (3): 183-193. 31