BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang penelitian Pada tanggal 31 Oktober 2015 masyarakat dunia di kejutkan dengan berita jatuhya pesawat airbus milik Rusia di gurun sinai, yang menyebabkan 224 penumpangnya tewas. Peristiwa ini dipublikasikan oleh media masa yang beredar di berbagai negara. Paparan peristiwa yang menyebabkan korban jiwa pada individu menonjolkan pikiran yang berhubungan dengan kematian pada individu dan menumbuhkan kesadaran bahwa kematian dapat datang setiap saat tanpa dapat dikendalikan oleh individu. Kondisi ini berdasarkan perspektif teori manajemen teror disebut sebagai kondisi saliansi mortalitas tinggi. Kajian mengungkapkan bahwa Saliansi mortalitas mempengaruhi perilaku individu. Dalam penelitian Arndt et al., (2003) dipaparkan bahwa dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi minat individu berolah raga meningkat ketika individu menganggap kebugaran adalah hal penting untuk memelihara perasaan berharga. Kemudian Landau dan Greenberg (2006) memaparkan bahwa kondisi saliansi mortalitas dan perasaan berharga pada individu saling berinteraksi dan memberikan efek kepada pengambilan keputusan mengenai level risiko yang berbeda. Saliansi mortalitas menyebabkan individu yang berada dalam kondisi memiliki perasaan berharga yang tinggi sehingga cenderung memiliki perilaku risk preference, dibandingkan dengan individu dalam kondisi perasaan berharga rendah akan berperilaku lebih Risk averse. Kajian penelitian dalam ranah perilaku konsumen mengungkapkan bahwa saliansi mortalitas juga mempengaruhi keputusan individu sebagai konsumen. Mendel dan Heine (1999) mengungkapkan bahwa dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi, 1 partisipan menilai produk high status lebih positif dibandingkan dengan partisipan kelompok kontrol. Saliansi mortalitas juga dibuktikan memberikan efek yang positif terhadap perilaku individu. Temuan penelitian Goldenberg, Arndt dan Brown (2004) juga mendukung temuan ini dalam eksperimennya Goldenberg, Arndt dan Brown (2004) melakukan manipulasi saliansi mortalitas sebelum menawarkan pada partisipan makanan yang memiliki cita rasa enak namun mengandung lemak tinggi temuan studi ini menunjukan kelompok partisipan wanita yang memiliki berat badan berlebih membatasi makan makanan tersebut karena merasa belum dapat memenuhi berat badan ideal. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya efek saliansi mortalitas telah banyak di uji dalam perilaku konsumen, namun belum ditemukan beberapa penelitian yang memaparkan tentang hubungan saliansi mortalitas dengan keputusan investasi berisiko yang dilakukan oleh investor. Bagaimanakah perilaku investor yang risk averse dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi dibandingkan pada kondisi saliansi mortalitas rendah. Persepsi terhadap risiko dapat mempengaruhi sikap individu di berbagai belahan dunia, terlebih dalam dunia investasi, terutama dalam stock market yang berarti investor yang bermain di pasar tersebut berasal dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang kebudayaan dan sikap yang berbeda – beda. Dimenssion of Culture dari Hofstede (1997) menjelaskan bahwa kebudayaan terbagi menjadi lima bagian dan salah satunya adalah tentang kebudayaan yang menganut paham weak & strong uncertainty averse, indonesia termasuk dalam negara yang memiliki kebudayaan masyarakat yakni strong uncertainty averse dan mempengaruhi pandangan budaya masyarakat terhadap risiko. Sehingga dalam hal ini masyarakat yang berada dalam budaya collectivism dan strong uncertainty averse secara normatif akan bersikap sebagai risk averse. Asumsi ini dibuktikan oleh Hsee dan Weber (1998) 2 bahwa cross cultural background dapat menimbulkan persepsi yang berbeda terhadap risk preference dan risk attitude antara mahasiswa partisipan yang berasal dari China dibandingkan dengan mahasiswa partisipan dari US. Hsee dan Weber (1998) menemukan partisipan yang berasal dari china secara signifikan berperilaku less risk averse dibandingkan dengan partisipan yang berasal dari US dalam menentukan keputusan untuk memilih produk yang memiliki risiko return dan loss yang berbeda. less risk averse adalah perilaku dimana mereka memilih untuk mendapatkan return yang rendah dengan tingkat risiko yang kecil dibandingkan dengan mendapatkan return tinggi namun dengan peluang risiko yang tidak menentu. Bontempo et al., (1997) melakukan observasi mengenai cross cultural differences persepsi terhadap risiko dari sebuah financial games, membandingkan mahasiswa dan analisis sekuritas dari United States, Belanda, Hongkong dan Taiwan. Penelitian ini menemukan bahwa latar belakang kebudayaan dari responden adalah faktor yang secara signifikan mempengaruhi persepsi terhadap risiko dibandingkan dengan faktor pekerjaan dan pendapatan, persepsi risiko antara responden yang berasal dari akar kebudayaan asia yang sama yaitu Taiwan dan Hongkong lebih risk averse dibandingkan dengan responden dari negara Eropa. Hofstede, G. (1980) Cultures and Organizations dalam penelitiannya mengenai sebuah multinational organization yang beroperasi di lebih dari 53 negara, menemukan tentang collectivism – individualism. Dalam budaya yang menganut socially – collectivist seperti China, India dan Indonesia, keluarga atau menjadi bagian dari sebuah kelompok akan membantu meringankan kecemasan individu setelah mengambil keputusan yang berhubungan dengan peluang kerugian yang besar dan berisiko, sedangkan dalam kebudayaan yang individualis seperti United States dan Eropa hasil dari setiap pengambilan keputusan yang merugikan maupun menguntungkan adalah tangung jawab mereka sendiri. Temuan penelitian 3 sebelumnya memaparkan risk attitude investor secara signifikan dipengaruhi oleh latar belakang pandangan budaya dan lingkungan, sehingga memiliki persepsi tentang risiko yang berbeda namun belum ditemukan penelitian yang membahas tentang bagaimana persepsi individu di indonesia yang memiliki latar belakang kebudayaan colectivism, strong uncertainty averse (risk averse) dibandingkan dengan individu yang memiliki latar belakang, individualism, weak uncertainty averse (risk preference) seperti di United States dan Eropa dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi dibandingkan pada kondisi saliansi mortalitas rendah. Teori keuangan konvesional (efficient market hypothesis) mengasumsikan bahwa investor bertindak dipengaruhi oleh rasa rasionalitas terhadap pasar yang efisien pada proses pengambilan keputusan, Temuan penelitian sebelumnya telah menguji hubungan antara risiko dan return dalam pasar saham dengan mempertimbangkan prinsip investor yaitu logika investasi The high risk, high return dan low risk, low return oleh Hunjra et al., (2011) namun dalam ranah teori behavioural finance perilaku investor tidak selalu rasional, faktor kognitif dan emosional dapat menjadi faktor yang mempengaruhi persepsi mereka terhadap risiko sehingga tidak mampu mengevaluasi risiko dan return secara objektif dan dipengaruhi oleh expected return yang diharapkan, Hunjra et al., (2011). Pada situasi tertentu individu yang berperilaku sebagai risk – seeker akan berfokus pada return yang tinggi dan memiliki persepsi risiko yang rendah, dibandingkan dengan individu risk averse yang memiliki persepsi yang tinggi terhadap risiko dan mempengaruhi perilaku investasi, Fischer & Jordan (2006). Berdasarkan eksperimen oleh Kahneman dan Tversky (1979), mereka menawarkan partisipan untuk memilih antara lotre yang menawarkan 25% kesempatan untuk memenangkan 3000 dan lotre yang menawarkan 20% kesempatan 4 untuk mendapatkan 4000, 65% dari respoden memilih lotere yang menawarkan (20%,4000). Eksperimen lain memberikan hasil yang berbeda ketika partisipan diminta untuk memilih antara 100% peluang untuk mendapatkan 3000 dan 80% peluang untuk mendapatkan 4000, 80% partisipan memilih peluang (100%,3000). expected utility teori memaparkan individu seharusnya tidak memiliki pilihan yang berbeda diantara beberapa pilihan yang ditawarkan (karena pilihan kedua memiliki return yang sama dan konstan), namun dalam Prospect Theory memberikan gambaran bahwa individu memiliki preferensi untuk hasil tertentu atau “Certainty Effect” Expected Utility teori tidak dapat sepenuhnya menjelaskan fenomena keputusan individu yang dipengaruhi oleh perceive risk (attitude toward risk) perilaku individu terhadap risiko, sehingga kemudian berkembang prospect theory yang memaparkan bahwa perubahan yang terjadi pada keputusan investasi juga dipengaruhi risk attitude terhadap peluang hasil investasi. Model asumsi preferensi investor hanya didasarkan pada expected return dan risk dari portofolio yang secara implisit menganggap investor mempunyai fungsi utilitas yang sama Markowitz, (1952) dalam chou (2007). Preferensi investor terhadap portofolio dapat berbeda karena investor mempunyai fungsi utilitas yang berbeda, portofolio optimal untuk masing-masing investor akan dapat berbeda, model Markowitz tidak mempertimbangkan hal ini, karena fokusnya terletak pada nilai portofolio dengan risiko terkecil untuk expected return tertentu. Investor yang risk averse akan memilih sesuai tanggapan model Markowitz, sedangkan investor yang risk seeker akan memilih risiko yang tinggi dengan kesempatan return yang tinggi pula, Arrozi, (2003) dan Hartono, (2005). Kahneman dan Tversky (2002) dalam prospect theory kemudian menemukan istilah Fourfold Pattern of Risk Attitude yaitu karakteristik individu dalam ranah 5 prospect theory dimana individu dapat menjadi seorang risk averse jika mereka dihadapkan pada peluang return dalam probabilitas yang tinggi, 95% peluang untuk memenangkan 10.000 maka individu yang berjudi cenderung akan menerima hasil yang kurang dari expected value yang diharapkan untuk menghindari perasaan kecewa ketika tidak mendapatkan apa–apa, tetapi ketika individu dihadapkan pada peluang 95% kerugian sebesar 10000 maka individu akan bertindak sebagai risk seeking agar sebisa mungkin menghindari kerugian, sebaliknya individu dapat menjadi risk seeker pada kondisi potensi keuntungan yang memiliki probabilitas yang rendah, Lotre yang menawarkan 5% peluang untuk memenangkan 10.000, maka individu akan membeli lotre dengan harapan memenangkan 10.000, Individu akan menjadi risk averse pada kondisi yang memberikan peluang rugi dalam probabilitas rendah, 5% peluang untuk kehilangan 10.000, maka demi menghindari rasa takut akan potensi kehilangan yang besar maka individu akan menjadi risk averse. Penemuan penelitian sebelumnya dari ranah Terror manajemen teori oleh Pyszczynki et al., (1998). Self Esteem akan meningkat secara signifikant ketika individu hidup dalam standar yang sesuai dengan pandangan budaya mereka. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa mortality salience dapat meningkatkan persepsi individu terhadap risiko (risk averse), secara umum individu bertindak sebagai risk averse tidak melakukan aktivitas bersiko yang mencederai self esteem karena hal tersebut mempengaruhi pandangan orang lain terhadap kemampuan mereka dalam mengambil keputusan Josephs et al., (1992). Sistem ekonomi kapitalis yang semakin berkembang menimbulkan Culture of Consumption Ideologi yang mengkondisikan individu layak untuk menjadi anggota kelompok dan merasa diterima dalam kelompok diukur dari seberapa banyak konsumsi dan seberapa banyak uang yang dihasilkan, Kasser and Sheldon (2000). 6 Sifat materialisme yang berhubungan dengan perasaan berharga individu dapat muncul serta mempengaruhi perilaku individu secara khusus. Penelitian Rindfleisch et al., (2009) dalam ranah perilaku konsumen memaparkan pengaruh materialisme terhadap brand connection yang melekat pada diri konsumen, penelitian ini memaparkan individu yang memiliki sifat materialisme yang melekat pada diri akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap merek atas respon terhadap perasaan aman untuk menjaga eksistensi. Temuan ini sesuai dengan penelitian Kasser dan Sheldon (2001) bahwa individu yang lebih materilistik akan lebih sering bermimpi tentang kematian mereka dibandingkan dengan individu yang memiliki sifat materialistik rendah. Materialisme dalam perspektif individual mengacu pada sifat individu yang menghargai objek material secara berlebihan, dengan kata lain individu yang memiliki sifat materialisme akan mengejar objek material dan menginginkan akumulasi kekayaan dan pendapatan yang terus bertambah Richins dan Dawson (1992). Temuan penelitian sebelumnya lebih banyak membahas tentang pengaruh materialisme dalam ranah consumer behaviour atau perilaku konsumen terhadap, produk, advertising, dan consumer ethnocentrism, serta memaparkan pengaruh Mortality Salience pada perilaku konsumsi individu. Kajian studi oleh Mendel dan Heine (1999) memprediksikan bahwa produk yang menyimbolkan status akan dibeli oleh partisipan yang telah dimanipulasi dalam kondisi saliansi mortalitas dibandingkan mereka yang berada dalam kondisi normal, partisipan yang berada dalam kondisi SM tinggi menunjukan ketertarikan pada merek mewah seperti Lexus dan rolex. Hal ini menyiratkan bahwa meterialisme membantu meringankan kecemasan dengan meningkatkan perasaan berharga (self esteem). Penelitian Kasser dan Sheldon (2000) memaparkan mengenai sikap pengusaha perhutanan dalam 7 kondisi saliansi mortalitas dengan melakukan eksperimen induksi saliansi mortalitas terhadap dua kelompok dimana mereka dikondisikan dalam keadaan saliansi mortalitas tinggi dimana kondisi yang buruk dapat terjadi. Experimen penelitian menunjukan bahwa kelompok individu yang yang berada kondisi saliansi mortalitas tinggi menebang lebih banyak pohon dibandingkan dengan mereka yang berada dalam kondisi saliansi mortalitas rendah. Temuan penelitian ini juga menemukan munculnya sifat individu yang merasa tidak puas, serakah dan egois serta mengkonsumsi lebih banyak sumber daya dibandingkan jumlah normal. Penelitian terdahulu tidak banyak yang menguji tentang Materialisme pada perilaku investasi investor, sikap materialisme ditimbulkan oleh isyarat lingkungan sosial ekternal sehingga kelompok investor dapat terbagi kedalam sikap materialisme rendah dan materialisme tinggi yang menimbulkan sisi negatif yaitu memaksimal keputusan yang menguntungkan untuk meningkatkan self estem dan mengatasi kekhawatiran yang dirasakan akibat kondisi mortality salience. Kondisi ini akan mengakibatkan munculnya dua bentuk emosi psikologi, yaitu greed and fear dan mempengaruhi kecenderungan prilaku mereka sebagai risk preference yaitu pemilihan bentuk inventasi yang berisiko namun memberikan return yang tinggi atau risk averse yakni memilih investasi yang tidak berisiko dengan return yang tidak terlalu besar. Saliansi mortalitas di asumsikan sebagai variabel moderator yang mempengaruhi variabel materialisme pada pilihan investor terhadap produk investasi dan return yang diharapkan dengan probabilitas yang berbeda dan menawarkan return yang berbeda dengan mengasumsikan expected value adalah konstan. Persepsi individu terhadap risiko tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan external dan kebudayaan, gender, dan usia. Smith, Terry et al., (2007) dalam penelitianya menemukan keputusan perilaku dipengaruhi sifat dan perilaku 8 individu yaitu attitude, norms dan perceived control, seperti yang dipaparkan oleh Greenberger dan Strasser (1991) perceived control adalah bagian dari Internal locus control yakni salah satu dimensi faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, Rotter (1966) dan Furnham (1986) memaparkan bahwa Internal locus control mengukur sejauh mana individu percaya bahwa hasil dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu adalah karena usaha mereka secara personal, berlawanan dengan pengaruh dari faktor eksternal yaitu luck, change, fate atau intervensi dan pengaruh dari faktor lain. Sehgal dan Singh (2012) dalam studi yang dilakukan menemukan bahwa faktor psikologi memiliki dampak langsung terhadap perilaku individu terhadap keputusan investasi di Vietnam Stock Exchange. Studi yang sama dilakukan oleh Salamanca et al., (2013) dengan menggunakan informasi panel data pada Dutch Central Bank Household Survey (DHS) menguji hubungan Internal locus control pada pengambilan keputusan untuk berinvestasi pada aset berisiko yang menyatakan bahwa Internal locus control berhubungan positif mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap investasi pada aset dan investasi yang dipersepsikan memiliki risiko, hal ini berdasarkan pada individu dengan Internal locus control akan merasakan risiko yang lebih rendah dibandingkan individu dengan External locus control sehingga akan mengambil keputusan berisiko pada investasi. Risiko dipersepsikan berdasarkan aspek emosional dan kognitif menimbulkan dua jenis persepsi yaitu risk averse dan risk preference yang muncul akibat individu berada di dalam kondisi dan kontek yang berbeda Olsen (2007). Dalam penelitian mengenai TMT, Internal locus control dianggap mempengaruhi persepsi individu dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan yang berisiko, Higbee (1972) dalam studi pada pengambilan keputusan di dunia militer menemukan individu yang merasa mereka berada dalam posisi kontrol akan 9 membuat pilihan yang lebih berisiko dibandingkan dengan individu yang tidak berada pada posisi memiliki kontrol. Sesuai dengan Slovic (1992) dan Riechard dan Peterson (1998) beragumen bahwa perceived risk atau risiko yang dirasakan oleh individu akan menjadi lebih rendah ketika mereka merasa bahwa memiliki kontrol atas situasi. Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya tentang locus control dalam ranah perilaku konsumen, dan teori manajemen teror, penelitian ini ingin menguji apakah terdapat perbedaan sikap individu terhadap pilihan investasi bagi investor dengan Internal locus control dan External locus control dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi dibandingkan pada kondisi saliansi mortalitas rendah. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan peristiwa diatas maka penelitian ingin menguji bagaimana saliansi mortalitas sebagai variabel moderator mempengaruhi independen variabel, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah individu investor dengan sikap risk averse akan berinvestasi pada produk investasi dengan risiko rendah dibandingkan dengan individu yang bersikap risk preference pada kondisi saliansi mortalitas rendah. Apakah dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi pilihan investasi investor yang memiliki Internal locus control lebih banyak pada produk investasi yang berisiko tinggi dibandingkan dengan individu investor yang memiliki External locus control. Apakah dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi pilihan investasi investor yang berada pada kondisi materialisme tinggi akan berbeda dibandingkan dengan individu investor yang berada kondisi saliansi mortalitas rendah. 1.3. Pertanyaan penelitian Berdasarkan paparan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijabarkan mengenai sikap investor terhadap risiko dalam Traditional Finance 10 Theory, Prospect Theory, Materialism dan kondisi Saliansi Mortalitas dalam aplikasi manajemen teror maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: • Apakah dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi individu dengan sikap risk averse lebih banyak jumalahnya yang berinvestasi pada produk investasi dengan risiko rendah dibandingkan dengan individu yang bersikap risk preference pada kondisi saliansi mortalitas rendah. • Apakah dalam kondisi saliansi mortalitas tinggi kelompok individu investor yang menganut paham materialisme tinggi lebih banyak jumlahnya yang memilih produk investasi yang berisiko tinggi dengan return yang besar dibandingkan dengan kelompok individu investor yang menganut paham materialisme rendah pada kondisi saliansi mortalitas rendah? • Apakah dalam kondisi mortalitas saliansi tinggi pilihan individu investor dengan Internal locus control lebih banyak pada saham yang berisiko tinggi dibandingkan individu investor dengan External locus control pada kondisi saliansi mortalitas rendah. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui apakah perubahan pilihan investasi dipengaruhi oleh kondisi psikologi sosial serta karakteristik individu investor dalam aplikasi teori manajemen terror dalam Saliansi Mortalitas, berimplikasi terhadap persepsi individu terhadap risiko dan mempengaruhi perilaku investor dalam pemilihan produk investasi berdasarkan Expected Return yang diharapkan dan risiko yang bersedia untuk diambil. 1.5. Manfaat penelitian Manfaat penelitian Secara Akademik 11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pilihan investasi dalam kondisi Saliansi Mortalitas tinggi akan berbeda dibandingkan dengan kondisi MS rendah, serta bagaimana pilihan investor yang bersifat materialism tinggi dibandingkan dengan sifat materialism rendah dan bagaimana individu investor merespon induksi saliansi mortalitas yang beperngaruh pada perubahan perilaku mereka terhadap risiko dan implikasinya dalam pemilihan produk financial dan pengambilan keputusan terhadap Investasi. Manfaat penelitian bagi Managerial Penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan praktisi agar memahami efek yang terjadi dari perilaku yang dipengaruhi oleh induksi saliansi mortalitas implikasi dari induksi tersebut terhadap keputusan pemilihan produk investasi, sehingga manager dapat memahami bagaimana mengatasi dan mengelola situasi dan informasi dengan baik sehingga dapat meningkatkan penjualan produk investasi. 1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Batasan masalah penelitian ini hanya menguji efek variabel locus control, materialisme, dan risk attitude pada pengambilan keputusan investasi individu yang dimoderasi oleh saliansi mortalitas dari perspektif teror manajemen teori karena kondisi yang uncertainty dapat mempengaruhi perspektif individu dalam pengambilan keputusan. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab sebagai berikut : BAB 1 PENDAHUALUAN 12 Bab ini terdiri dari latar belakang yang menjadi dasar dilakukannya penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan teori-teori dan penelitian sebelumnya yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian serta hipotesis yang ingin diuji statistik dalam penelitian ini. BAB III METODA PENELITIAN Bab ini berisikan populasi dan sampel, data penelitian, model empiris, definisi operasional dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan deskripsi data, perhitungan analisis crosstab, hasil pengujian dan pembahasan hipotesis. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini penulis berusaha menarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan penulis juga memberikan saran yang dapat digunakan dalam penyempurnaan penelitian sebelumnya. 13