11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kesehatan Bank Bank

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tingkat Kesehatan Bank
Bank diwajibkan melakukan penilaian tingkat kesehatan bank umum
secara individual dan konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko (RiskBased Bank Rating). Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor
13/1/PBI/2011, penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko mencakup
penilaian atas faktor-faktor seperti profil risiko, Good Corporate Governance
(GCG), rentabilitas (earning), dan permodalan (capital). Penilaian profil risiko
merupakan penilaian terhadap risiko inheren, kualitas penerapan manajemen
risiko, dan tingkat risiko dalam operasional bank. Jenis risiko yang wajib dinilai
terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko
strategis, risiko kepatuhan, risiko hukum, dan risiko reputasi (PBI nomor
5/8/PBI/2003).
Penilaian risiko inhern merupakan penilaian atas risiko yang melekat
pada kegiatan bisnis bank, baik yang dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang
berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik risiko inheren bank
ditentukan oleh faktor eksternal maupun internal, antara lain kondisi makro
ekonomi, industri dimana bank melakukan aktivitas usaha, strategi bisnis, dan
kompleksitas produk dan aktivitas bank. Penilaian atas risiko inheren dilakukan
dengan memperhatikan parameter atau indikator yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Penetapan tingkat risiko inheren dari masing-masing jenis risiko
11
12
mengacu pada prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum yang
dikategorikan menjadi peringkat 1 (low),
peringkat 2 (low to moderate),
peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high).
Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko mencerminkan penilaian
kecukupan sistem pengendalian risiko yang meliputi seluruh cakupan penerapan
manajemen risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia (PBI
nomor 5/8/PBI/2001). Penilaian kualitas manajemen risiko merupakan penilaian
terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu tata kelola risiko, kerangka
manajemen risiko, proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia,
dan kecukupan sistem informasi manajemen, dan kecukupan sistem pengendalian
risiko dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Tata
kelola risiko terkait dengan evaluasi terhadap risk appetite, risk tolerance, dan
pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi (PBI nomor 1/6/PBI/1999).
Kerangka manajemen risiko mencakup evaluasi terhadap kecukupan
perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko secara
efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab, dan kecukupan
kebijakan manajemen risiko, prosedur dan penetapan limit risiko terkait dengan
strategi manajemen risiko yang searah dengan risk appetite dan risk tolerance.
Penilaian faktor Good Corporate Governance (GCG) merupakan
penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip
GCG (PBI nomor 8/4/PBI/2006). Prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap
pelaksanaan prinsip GCG mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
13
mengenai GCG bagi bank umum dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas bank. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan
analisis yang komperhensif dan terstruktur terhadap hasil penilaian prinsip-prinsip
GCG bank dan informasi lain yang terkait. Peringkat faktor GCG dikategorikan
dalam 5 (lima) peringkat yaitu: Peringkat 1 (satu), peringkat 2 (dua), peringkat 3
(tiga), peringkat 4 (empat), dan peringkat 5 (lima). Urutan peringkat faktor GCG
yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG bank yang lebih baik.
Penilaian tingkat kesehatan bank ditentukan salah satunya dari faktor
rentabilitas meliputi evaluasi kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas,
sustainability
rentabilitas bank dengan mempertimbangkan aspek tingkat,
struktur, dan stabilitas dengan memperhatikan kinerja serta manajemen
rentabilitas bank, baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam
menentukan peer group, bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik dan
kompleksitas usaha bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki (BPP
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank BPD Bali, 2012).
Rentabilitas diartikan oleh Munawir (2004:86) sebagai kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Martono (2001:18)
menjelaskan bahwa rentabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba dengan membandingkan antara laba dengan
aktiva atau modal untuk menghasilkan laba tersebut.
Rentabilitas dalam pengertian maksimalisasi tingkat laba (profit
maximation) merupakan jalan untuk meningkatkan nilai perusahaan yang pada
14
akhirnya meningkatkan kekayaan pemilik (wealth maximation). Keuangan
perusahaan (corporate financial) menjadi salah satu sumber daya perusahaan yang
dapat diusahakan memaksimalkan tingkat laba. Keuangan perusahaan wajib
dirancang, diarahkan, dikendalikan dan dievaluasi menurut fungsi keuangan
sebagai kegiatan penggunaan dana (allocation of funds) maupun pendanaan
(raising of funds). Kedua fungsi keuangan ini harus dikelola secara efektif dan
efisien (Suad Husnan, 2004:4).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001, rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas bank
adalah ROA, ROE, dan BOPO.
Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), ROA merupakan rasio keuangan
perusahaan
yang
berhubungan
dengan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham
tertentu. Menurut Mardiyanto (2009:196) ROA adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal
dari aktivitas investasi. Lestari dan Sugiharto (2007:196) menyatakan bahwa ROA
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh
dari penggunaan aktiva.
Menurut Harahap (2004:305), ROE adalah rasio rentabilitas yang
menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari pemilik modal.
Sutrisno (2005:239) menyatakan bahwa ROE adalah kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan dari modal sendiri yang dimiliki. Sawir
15
(2005:20) menyatakan ROE adalah rasio yang sering dipergunakan oleh
pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE
mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Tambun
(2007:146) menyatakan ROE digunakan untuk mengukur Rate of Return atau
tingkat imbal hasil ekuitas, semakin tinggi return yang dihasilkan sebuah
perusahaan, semakin tinggi harganya.
BOPO merupakan salah satu rasio rentabilitas. Keberhasilan bank
didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur
dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional
(Kuncoro dan Suhardjono, 2002:67-68). Menurut Dendawijaya (2005:118) rasio
biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio BOPO sering disebut rasio
efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil
rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang
bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
2.2 Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut Djohanputro (2008) diartikan sebagai proses
terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan,
mengembangkan
alternatif
penanganan
risiko,
dan
memonitor
serta
mengendalikan penanganan risiko. Dorfman (1998:9) menyatakan bahwa
16
manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk
memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
Bank Indonesia menyatakan bahwa risiko adalah potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa (event) tertentu. Risiko dalam kontek perbankan
merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated)
maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif
terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko juga dapat dianggap sebagai
kendala atau penghambat pencapaian suatu tujuan. Dengan kata lain, risiko adalah
kemungkinan yang berpotensi memberikan dampak negatif kepada sasaran yang
ingin dicapai. Penerapan proses manajemen risiko dilakukan dengan pertama bank
harus dapat mengidentifikasi risiko dan memahami seluruh risiko yang sudah ada
(inherent risks), termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang dan
perusahaan anak (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011).
Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/8/PBI/2003 dan
perubahannya PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi
bank umum, terdapat 8 (delapan) risiko yang harus dikelola bank. Kedelapan jenis
risiko tersebut adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko
likuiditas, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis.
Manajemen risiko pada hakekatnya merupakan serangkaian metode dan prosedur
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi,
mengukur,
memantau,
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.
dan
17
Manajemen risiko merupakan upaya untuk mengelola risiko agar peluang
mendapatkan keuntungan dapat diwujudkan secara berkelanjutan. Bank Indonesia
menyatakan bahwa esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan
prosedur dan metode pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat
terkendali (manageable) pada batas yang dapat diterima serta menguntungkan
bank. Mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas
usaha bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal
untuk seluruh bank. Setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko
sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko bank (BPP Manajemen
Risiko BPD Bali, 2011).
Implementasi manajemen risiko pada dunia perbankan diarahkan sejalan
dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements
melalui Basel Committee on Banking Supervision sebagaimana diwajibkan oleh
Bank Indonesia tentang penerapan manajemen risiko. Rekomendasi tersebut
merupakan standar bagi dunia perbankan untuk beroperasi secara lebih berhatihati dan implementasinya disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan
kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur
pendukung maupun sumber daya manusia. Esensi penerapan sistem manajemen
risiko tersebut adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko
sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali pada batas atau limit yang
dapat diterima serta menguntungkan bank (BPP Manajemen Risiko BPD Bali,
2011).
18
Mengacu kepada hal dimaksud bank menyusun Risk Management
Framework yang mencakup kebijakan, organisasi, proses dan infrastruktur.
Penyusunan kebijakan manajemen risiko harus selaras dengan visi dan misi, risk
appetite, kemampuan permodalan, sember daya manusia, dan kapasitas
pendanaan. Organisasi mencakup desain struktur organisasi yang berfokus kepada
efektifitas pelaksanaan prisip four eyes principles dan reporting, penetapan
wewenang dan tanggung jawab yang jelas setiap unit kerja dan karyawan dalam
setiap aktivitas. Proses manajemen risiko harus dilaksanakan dengan efektif, bank
juga membentuk grup manajemen risiko dan komite-komite manajemen risiko
dan komite pemantau di tingkat Dewan Komisaris (BPP Manajemen Risiko BPD
Bali, 2011).
Proses identifikasi risiko dilakukan terhadap seluruh kegiatan termasuk
identifikasi produk dan aktivitas baru. Proses pengukuran dimaksudkan agar bank
mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat dan memperkirakan dampak
permodalan yang seharusnya dipelihara. Metode pengukuran permodalan
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia. Proses pengendalian risiko
dilakukan dengan cara antara lain penambahan modal lindung nilai dan teknis
mitigasi risiko lainnya. Penggunaan teknologi informasi yang mendukung proses
dan metode manajemen risiko merupakan upaya pemenuhan standar penerapan
tersebut yang dilakukan secara bertahap dengan tetap berpedoman kepada
roadmap penerapan Basel yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BPP
Manajemen Risiko BPD Bali, 2011).
19
Penetapan peringkat faktor profil risiko berdasarkan BPP Manajemen
Risiko PT Bank Pembangunan Daerah Bali tahun 2011 dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1) Penetapan tingkat risiko dari masing-masing risiko.
2) Penetapan tingkat risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan
manajemen risiko komposit, dengan memperhatikan signifikansi masingmasing risiko terhadap profil risiko secara keseluruhan.
3) Penetapan peringkat faktor profil risiko atas hasil penetapan tingkat rsiko
dan tingkat tingkat risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan
manajemen
risiko
komposit
berdasarkan
hasil
analisis
secara
komprehensif dan terstruktur, dengan memperhatikan signifikansi masingmasing risiko terhadap profil risiko secara keseluruhan.
2.2.1 Manajemen Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Penerapan manajemen risiko kredit
mengacu pada Risk Manajemen Framework, dimana Risk Based Audit untuk
pengujian model manajemen resiko kredit oleh tim audit intern yang secara
berkala dievaluasi oleh komite audit di level Dewan Komisaris. Penyusunan dan
penyempurnaan kebijakan dan SOP perkreditan yang terdokumentasi dengan baik
yang disosialisasikan kepada seluruh unit kerja (termasuk penetapan rasio agunan
dan penetapan standar proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko kredit.
20
Penerapan Manajemen Risiko Kredit
pada PT Bank Pembangunan
Daerah Bali didasarkan pada Inherent risk dari risiko kredit dimana hasil analisis
komposisi portofolio asset dan tingkat konsentrasi bank memiliki predikat
lowmod, hal ini disebabkan karena rasio asset per akun terhadap total asset di PT
Bank Pembangunan Daerah Bali pada periode Maret 2012 adalah sebesar 64,51%
artinya asset sebagian besar berupa kredit yang diberikan sehingga sumber daya
yang lebih banyak difokuskan pada asset kredit yang memberikan laba paling
tinggi.
Rasio kredit pada debitur inti dibandingkan dengan total kredit di PT Bank
Pembangunan Daerah Bali adalah 2,69% artinya pemberian kredit kepada debitur
inti tidak signifikan dibandingkan dengan total kredit. Rasio kredit per sektor
ekonomi dibandingkan dengan total kredit sebesar 67,81% artinya kredit
didominasi dengan kredit konsumsi. Rasio kredit per katagori portofolio sebesar
58,77% hal ini disebabkan oleh bank sebagai pemegang kas daerah. Bank
memiliki risiko low berdasarkan analisis kualitas penyediaan dana dan kecukupan
pencadangan. Rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit
bermasalah sebesar 0,25% hal ini disebabkan rasio kredit bermasalah di Bank
BPD Bali sangat kecil.
Strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana adalah
low, hal ini disebabkan oleh karena bank telah melakukan manajemen portofolio
penyediaan dana yang relative tidak berpengaruh dengan perubahan faktor
eksternal, melakukan manajemen asset untuk mendukung operasional dan
pertumbuhan asset sangat baik dari tahun ke tahun.
21
Hasil analisis faktor eksternal bank memiliki predikat low. Dalam
menghadapi
risiko
faktor
eksternal,
bank
mengambil
langkah-langkah
memperkuat posisi segmen pasar, menetapkan rasio NPL (Non Performing Loan)
debitur yang sangat rendah, melakukan evaluasi secara periodik terhadap
teknologi dan kebijakan pemberian kredit.
Kualitas penerapan manajemen risiko dinilai berdasarkan beberapa faktor
yaitu tata kelola risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko, kecukupan
pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi, berdasarkan kerangka
manajemen risiko yang terdiri dari pengembangan sistem administrasi kredit,
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen
risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit, dimana bank
memiliki predikat fair.
Proses manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia,
sistem
pengendalian
risiko
memiliki
predikat
fair.
Kecukupan
sistem
pengendalian intern berpredikat fair dan kecukupan kaji ulang oleh pihak
independen berpredikat satisfactory. Kualitas penerapan manajemen kredit cukup
memadai.
Meskipun
persyaratan
minimum
terpenuhi
terdapat
beberapa
kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen.
Kualitas penerapan manajemen risiko kredit cukup memadai. Meskipun
persyaratan
minimum
terpenuhi,
terdapat
beberapa
kelemahan
yang
membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk
dalam peringkat ini antara lain :
22
1) Perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit
cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis bank secara keseluruhan.
2) Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang
cukup baik mengenai manajemen risiko kredit.
3) Budaya manajemen risiko kredit cukup kuat dan telah diinternalisasikan
dengan cukup baik pada seluruh level organisasi.
4) Pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dan Direksi secara keseluruhan
cukup memadai.
5) Fungsi manajemen risiko kredit independen, memiliki tugas dan tanggung
jawab yang memadai, dan telah berjalan dengan baik.
6) Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah
berjalan dengan cukup baik.
7) Strategi perkreditan memadai dan sejalan dengan tingkat risiko yang akan
diambil dan toleransi risiko kredit.
8) Kebijakan, prosedur, dan limit risiko kredit cukup memadai dan tersedia
untuk seluruh area manajemen risiko kredit, sejalan dengan penerapan dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
9) Proses manajemen risiko kredit memadai dalam mengidentifikasi,
mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kredit.
10) Proses penyediaan dana secara umum memadai mulai dari proses
underwriting hingga penanganan aset bermasalah.
23
11) Sistem pemeringkatan risiko kredit cukup baik, diterapkan secara
konsisten dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
12) Sistem
informasi
manajemen
risiko
kredit
memadai
sehingga
menghasilkan pelaporan risiko kredit yang komprehensif dan terintegrasi
kepada Dewan Komisaris dan Direksi.
13) Secara umum sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen risiko kredit.
14) Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan
manajemen risiko kredit.
15) Pelaksanaan kaji ulang independen oleh satuan kerja audit internal.
16) Secara umum terdapat kelemahan yang tidak signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen.
17) Tindak lanjut atas kaji ulang independen dilaksanakan dengan cukup
memadai.
2.2.2 Manajemen Risiko Likuiditas
Bank menjaga likuiditas dengan mempertahankan jumlah aktiva likuid
yang cukup untuk membayar simpanan para nasabah, dan menjaga agar jumlah
aktiva yang jatuh tempo pada setiap periode dapat menutupi jumlah kewajiban
yang jatuh tempo. Hal utama yang dilakukan bank dalam mengelola risiko
likuiditas adalah dengan melakukan identifikasi seluruh sumber risiko likuiditas
baik langsung maupun tidak langsung pada neraca maupun off balance sheet. Atas
24
hasil identifikasi, bank melakukan pengukuran proyeksi arus kas, maturity profile,
stress testing dan rasio likuiditas.
Pemetaan profil maturitas dilakukan dengan mengklasifikasikan asset
dan liabilitas berdasarkan jatuh tempo kontraktual dan asumsi behavior guna
mengetahui kebutuhan arus kas. Pola kontraktual dan asumsi behavior liability
akan membentuk core fun yang sifatnya stabil dan dapat digunakan untuk
pembiayaan kredit berdurasi panjang (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011).
Analisis risiko likuiditas pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali
terdiri dari inherent risk dan kualitas penerapan manajemen risik. Inherent risk
dilihat dari komposisi asset, kewajiban dan transaksi rekening administratif bank
berpredikat low, hal ini disebabkan oleh asset likuid primer dan asset likuid
sekunder dibagi total asset sebesar 17,54%. Asset likuid primer dan asset likuid
sekunder dibagi pendanaan jangka pendek di Bank BPD Bali adalah sebesar
20,53%. Hal ini menggambarkan kredit yang diberikan dengan jangka panjang,
sedangkan sumber dana lebih banyak berasal dari jangka dibawah satu tahun.
Pendanaan non inti dikurangi asset likuid primer dan sekunder dibagi total aktiva
produktif dikurangi asset likuid primer dan sekunder sebesar 25,10% hal ini
menggambarkan bahwa asset likuid primer dan sekunder cukup memadai terhadap
total aktiva produktif dalam mengcover likuiditas bank.
Konsentrasi asset dan kewajiban bank memiliki predikat low, hal ini
disebabkan bank melakukan analisis manajemen asset yang dikonsentrasikan pada
asset produktif yaitu kredit dan bank telah melakukan penyiapan dana yang
25
memadai, penyedia dana memiliki sensitivitas kecil terhadap peringkat kredit dan
suku bunga dan melakukan penyiapan dana yang memadai untuk mengantisipasi
penarikan dalam jumlah besar.
Kerentanan pada kebutuhan pendanaan bank memiliki predikat lowmod,
hal ini disebabkan oleh ketentuan pendanaan dibuat secara rinci, dan dengan cara
memasuki pasar yang menjanjikan. Bank melakukan kerjasama dengan bank lain
sebagai sumber pendanaan dengan melakukan transaksi money market dalam
bentuk penempatan uang antar bank maupun investasi, surat-surat berharga
dengan limit sesuai dengan credit line masing-masing koresponden.
Akses pada sumber-sumber pendanaan berpredikat low, hal ini
disebabkan oleh bank telah melakukan langkah-langkah untuk menjaga reputasi,
bekerja sama dengan bank lain sebagai sumber pendanaan, bank menjual
likuidnya
dengan
janji
suatu
saat
akan
dibeli
kembali.
Dengan
mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian
yang dihadapi bank dari risiko likuiditas tergolong rendah selama periode waktu
mendatang.
1) Bank memiliki asset likuid berkualitas tinggi yang memadai untuk
menutup kewajiban jatuh waktu.
2)
Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil kurang signifikan.
3)
Volume transaksi rekening administrative dan/atau komitmen pendanaan
intra group kurang signifikan.
4)
Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil kurang signifikan.
26
5)
Bank mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi
normal maupun skenario krisis.
6)
Arus kas yang berasal dari asset dan kewajiban dapat saling tutup dengan
baik.
7)
Akses pada sumber pendanaan memadai dibuktikan oleh reputasi bank
yang baik.
Risiko likuiditas dilihat dari kualitas penerapan manajemen risiko,
berdasarkan strategi manajemen risiko bank berpredikat fair, dari kecukupan
pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi berpredikat satisfactory.
Hasil analisis tata kelola risiko bank berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh
adanya strategi manajemen risiko yang cukup memadai, pengawasan aktif dari
Dewan Komisaris dan Direksi yang cukup memadai.
Hasil analisis kerangka manajemen risiko, bank memiliki predikat
satisfactory. Terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu strategi manajemen risiko
berpredikat fair, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya
manajemen risiko berpredikat strong, kecukupan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit berpredikat fair. Hal ini disebabkan oleh strategi manajemen,
risiko likuiditas yang cukup memadai, kecukupan perangkat organisasi dalam
mendukung terlaksananya manajemen risiko, cukup memadainya kebijakan,
prosedur dan penetapan limit.
Hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi, dan SDM, yang
terdiri dari proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko
27
dan kecukupan sistem informasi manajemen risiko serta kecukupan kuantitas dan
kualitas SDM dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko, bank
memiliki predikat bank memiliki predikat fair, hal ini disebabkan oleh cukup
memadainya proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko cukup memadai. Hasil analisis sistem pengendalian risiko, bank berpredikat
fair, hal ini disebabkan oleh adanya sistem intern yang cukup memadai dan
memadainya kaji ulang oleh pihak independen.
Analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan sistem
pengendalian intern dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank
berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh adanya sistem pengendalian intern yang
cukup memadai dan cukup memadainya kaji ulang oleh pihak independen.
2.2.3 Manajemen Risiko Pasar
Risiko pasar ini terekspos ketika variabel pasar (kurs dan suku bunga)
bergerak kearah yang berlawanan dengan instrumen bank. Sesuai peraturan Bank
Indonesia tentang penerapan manajemen risiko, bank diwajibkan untuk
mengalokasikan modal (capital changer) dalam perhitungan CAR atau KPMM
karena antara lain memiliki asset di atas Rp. 10 Triliun. Bank juga wajib
mengelola risiko pasar terhadap eksposur banking book yang sensitif terhadap
fluktuasi suku bunga. Dalam mengelola dampak potensial loss terhadap
pendapatan dan ekses modal.
Analisis risiko pasar didasarkan pada Inherent risk yang terdiri dari
analisis volume dan komposisi portofolio, bank memiliki predikat lowmod. Hal ini
28
disebabkan oleh rasio asset trading, derivatif, adalah sebesar 19,13% artinya
posisi FVO (Fair Value Option) cukup tinggi terutama dari kredit yang diberikan,
repo dan surat berharga. Rasio kewajiban trading, Derivatif, dan FVO (Fair Value
Option) terhadap total kewajiban bi Bank BPD Bali pada periode Maret 2012
adalah sebesar 20,72% artinya FVO (Fair Value Option) cukup besar, walaupun
pergerakan perubahan suku bunga yang fluktuatif.
Rasio total struktur produk terhadap total aset sebesar 28,92%. Hal ini
disebabkan karena DPK (dana pihak ketiga) cukup besar dan pergerakannya
cukup stabil. Rasio PDN (posisi devisa neto) terhadap total modal sebesar 0,78%.
Asset keuangan dengan sisa jatuh tempo diatas satu tahun sebesar 786,24%. Hal
ini disebabkan karena terjadinya missmatch antara asset dan kewajiban bank
dengan jatuh tempo diatas satu tahun, berupa kredit PNS yang mempunyai tenor
waktu lebih 5 tahun sampai dengan 10 tahun.
Berdasarkan strategi dan kebijakan bisnis terkait karakteristika trading
bank memiliki predikat lowmod, hal ini disebabkan oleh posisi bank dalam
industritier atau niche player menduduki posisi niche player namun perlu
dilakukan analisis. Memposisikan diri dalam industri tier sangat penting untuk
mengoptimalkan kinerja perusahaan. Mempertahankan posisi dalam industri
dilakukan dengan pengembangan dari posisi sebelumnya. Strategi dan kebijakan
bisnis terkait karakteristik bisnis terkait risiko bunga dan banking book dan
kerugian potensial bank dalam predikat lowmod.
29
Risiko Pasar berdasarkan kualitas penerapan manajemen risiko terdiri dari
analisis tata kelola risiko bank memiliki predikat fair, analisis kerangka
manajemen risiko berpredikat fair, analisis proses manajemen risiko, sistem
informasi dan sumber daya manusia, bank memiliki predikat fair, dan sistem
pengendalian risiko berpredikat fair.
Tata kelola risiko terdiri dari strategi manajemen risiko yang berpredikat
fair dan kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi
berpredikat Satisfactory. Hal ini disebabkan oleh strategi manajemen risiko yang
cukup memadai dan adanya pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi
yang cukup memadai.
Hasil analisis kerangka manajemen risiko, bank memiliki predikat fair, hal
ini disebabkan oleh adanya cukup memadainya strategi manajemen risiko pasar,
cukup memadainya kebijakan, prosedur dan penetapan limit. Analisis proses
manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia, bank berpredikat
fair, hal ini disebabkan oleh belum optimalnya dilakukan proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, cukup memadainya sistem
informasi manajemen risiko pasar, kuantitas, dan kualitas sumber daya manusia
dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko. Analisis sistem
pengendalian risiko bank memiliki predikat fair.
Hasil analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan
sistem pengendalian intern dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen, bank
30
berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh cukup memadainya sistem pengendalian
intern dan cukup memadainya kaji ulang oleh pihak independen.
Kualitas penerapan manajemen risiko pasar cukup memadai. Meskipun
peryaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan
perhatian manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk peringkat ini
antara lain sebagai berikut :
1) Perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit
cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi
bisnis bank secara keseluruhan.
2) Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang
cukup baik mengenai manajemen risiko kredit.
3) Budaya manajemen risiko kredit cukup kuat dan telah diinternalisasikan
dengan cukup baik pada seluruh level organisasi.
4) Pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dan Direksi secara keseluruhan
cukup memadai.
5) Fungsi manajemen risiko kredit independen, memiliki tugas dan tanggung
jawab yang memadai, dan telah berjalan dengan baik.
6) Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah
berjalan dengan cukup baik.
7) Strategi perkreditan memadai dan sejalan dengan tingkat risiko yang akan
diambil dan toleransi risiko kredit.
31
8) Kebijakan, prosedur, dan limit risiko kredit cukup memadai dan tersedia
untuk seluruh area manajemen risiko kredit, sejalan dengan penerapan dan
dipahami dengan baik oleh pegawai.
9) Proses manajemen risiko kredit memadai dalam mengidentifikasi,
mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kredit.
10) Proses penyediaan dana secara umum memadai mulai dari proses
underwriting hingga penanganan asset bermasalah.
11) Sistem pemeringkatan risiko kredit cukup baik, diterapkan secara
konsisten dan dipahami dengan baik oleh pegawai.
12) Sistem
informasi
manajemen
risiko
kredit
memadai
sehingga
menghasilkan pelaporan risiko kredit yang komprehensif dan terintegrasi
kepada Dewan Komisaris dan Direksi.
13) Secara umum sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kuantitas
maupun kompetensi pada fungsi manajemen risiko kredit.
14) Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan
manajemen risiko kredit.
15) Pelaksanaan kaji ulang independen oleh satuan kerja audit internal.
16) Secara umum terdapat kelemahan yang tidak signifikan berdasarkan hasil
kaji ulang independen.
17) Tindak lanjut atas kaji ulang independen dilaksanakan dengan cukup
memadai.
32
2.2.4 Manajemen Risiko Operasional
Dewan
Direksi
dan
senior
manajemen
harus
mengembangkan
keseluruhan kebijakan dan strategi untuk mengelola risiko operasional. Sementara
risiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan
teknologi, manajemen atas risiko ini lebih komplek lagi. Senior manajemen perlu
menetapkan standar manajemen risiko dan pedoman pelaksanaan yang jelas, yang
dapat mereduksi risiko operasional ini. Perhatian juga perlu ditekankan pada
risiko aspek manusia, proses, dan teknologi yang bisa muncul dalam lembaga.
Tetap memperhatikan sumber-sumber munculnya risiko operasional,
standar identifikasi dan manajemen yang dibutuhkan juga perlu dikembangkan.
Ketelitian juga perlu ditekankan untuk mengatasi risiko operasional yang muncul
dari departemen atau unit organisasi akibat faktor manusia, proses, dan teknologi.
Pedoman dan aturan juga harus dirinci dengan jelas. Pihak manajemen juga perlu
mengembangkan katalog risiko operasional dimana peta dari proses bisnis dari
tiap departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya proses bisnis yang
berhubungan dengan nasabah dan investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja
dapat mengidentifikasi dan menilai risiko operasional, tetapi juga dapat dipakai
sebagai bukti transparansi oleh pihak manajemen dan auditor. Risiko operasional
ini memang cukup komplek sehingga sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar
teknik pengukuran risiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan
bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat mengumpulkan informasi
tentang berbagai jenis laporan dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga.
33
Analisis risiko operasional pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali,
didasarkan pada inherent risk yaitu karakteristik dan kompleksitas bisnis, bank
memiliki predikat lowmod, dilihat dari sumber daya manusia, teknologi informasi
dan infrastruktur pendukung bank berpredikat moderate, fraud dan kejadian
eksternal bank berpredikat moderate. Hal ini disebabkan karena kompleksitas
sistem teknologi informatika bank, perubahan, Maturity sistem teknologi
informatika, kegagalan sistem teknologi informatika, dan keandalan infrastruktur
pendukung.
Hasil analisis kualitas penerapan manajemen risiko yang terdiri dari tata
kelola risiko, bank memiliki predikat fair, hal ini disebabkan oleh strategi
manajemen risiko berupa toleransi risiko yang diambil sebagian sudah
mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis bank. Hal ini berarti tingkat risiko
yang diambil tercermin dalam strategi dan sasaran bisnis bank dan sebagian sudah
ditetapkan oleh bank sesuai arahan yang jelas dari direksi pada kebijakan
manajemen risiko, dan pengawasan aktif dari Dewan Komisaris dan Direksi
terhadap risiko operasional cukup memadai, dengan memperhitungkan dampak
risiko operasional terhadap permodalan.
Analisis kerangka manajemen risiko bank memiliki predikat fair. Hal ini
disebabkan oleh strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang akan
diambil dan toleransi risiko cukup memadai, dalam mendukung terlaksananya
manajemen risiko, cukup optimalnya kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
Berdasarkan hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi dan SDM,
bank memiliki predikat fair. Hal tersebut disebabkan oleh proses identifikasi,
34
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko cukup memadai, sistem
informasi manajemen risiko yang cukup memadai, kuantitas dan kualitas sumber
daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko. Analisis
sistem pengendalian risiko bank berpredikat fair, disebabkan karena cukup
memadainya sistem pengendalian intern dan cukup memadainya kaji ulang oleh
pihak independen.
Hasil analisis dari inherent risk yang terdiri dari komposisi aset,
kewajiban dan transaksi rekening administratif, berdasarkan konsentrasi aset dan
kewajiban, kerentanan pada kebutuhan pendanaan,
dan akses pada sumber
pendanaan bank berpredikat low. Hasil dari kualitas manajemen risiko yang terdiri
dari strategi manajemen risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan
Komisaris dan Direksi bank memiliki predikat fair. Berdasarkan analisi kerangka
manajemen risiko bank memiliki predikat satisfactory.
Risiko Operasional dari inherent risk yang terdiri dari analisis tata kelola
risiko bank memiliki predikst fair. Analisis kerangka manajemen risiko, bank
memiliki predikat fair. Hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi
dan sumber daya manusia, bank memiliki predikat fair. Analisis sistem
pengendalian risiko,bank memiliki predikat fair.
2.2.5 Manajemen Risiko Hukum
Manajemen risiko hukum bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan risiko hukum. Dalam rangka memitigasi risiko
hukum divisi kepatuhan memiliki fungsi dan tugas utama untuk memantau
35
pelaksanaan komitmen bank dengan Bank Indonesia guna memastikan komitmen
tersebut telah dijalankan oleh bank, melaksanakan pemantauan terhadap
pelaksanaan kegiatan unit kerja pengenalan nasabah, menginventarisir dan
memastikan seluruh aktifitas bank didukung oleh sistem dan prosedur
pelaksanaan, mengawasi, mengarahkan dan memastikan kebijakan, sistem dan
prosedur bank telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik intern
maupun ekstern, divisi kepatuhan juga mengevaluasi dan mengkaji perjanjian atau
kontrak antara bank dengan pihak lainnya dan memberikan solusi atas masalah
yang dihadapi bank, melakukan pembahasan, penilaian dan memberikan saran
atau pertimbangan kepada direksi serta unit kerja lain mengenai masalah hukum
yang dihadapi oleh bank, dan melakukan sosialisasi kepada seluruh unit kerja
kantor pusat dan kantor cabang terhadap ketentuan, peraturan, dan perundangundangan (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011).
Risiko hukum dari inherent risk yang didasarkan pada faktor litigasi bank
berpredikat lowmod, dari faktor kelemahan perikatan bank berpredikat low, dari
faktor ketiadaan atau perubahan perundang-undangan bank berpredikat low.
Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank kemungkinan
kerugian yang dihadapi bank tergolong sangat rendah.
Analisis risiko hukum berdasarkan kualitas penerapan manajemen risiko
yang terdiri dari tata kelola risiko bank dan berpredikat fair. Tata kelola risiko
terdiri dari strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang diambil
dan toleransi risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan
Direksi. Kerangka manajemen risiko terdiri dari strategi manajemen risiko searah
36
dengan tingkat risiko yang akan diambil, kecukupan perangkat organisasi dalam
mendukung terlaksananya manajemen risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur,
dan penetapan limit. Berdasarkan proses manajemen risiko, sistem informasi dan
SDM yang terdiri dari proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko, kecukupan sistem informasi manajemen risik, dan kecukupan
kualitas dan kuantitas SDM dalam mendukung efektivitas proses manajemen
risiko, bank berpredikat marginal.
Hasil analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan
pengendalian risiko, dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank
berpredikat fair. Hal ini disebabkan karena sistem pengendalian intern yang
memadai namun kecukupan kaji ulang oleh pihak independen masih perlu
disempurnakan terutama dalam proses pelaksanaan di masing-masing unit kerja.
2.2.6 Manajemen Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi
negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau persepsi negatif terhadap bank.
Penilaian atas risiko reputasi dilakukan dengan menggunakan parameterparameter antara lain frekuensi keluhan dan publikasi negatif serta pencapaian
penyelesaian keluhan. Organisasi pendukung yang secara khusus menangani
risiko reputasi terdiri dari Departemen Sekretariat dan Humas di Grup Sekretariat
dan Umum, unit kerja kantor cabang. Disamping itu, bank juga telah menetapkan
Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah (P3N).
Analisis risiko reputasi dilihat dari inherent risk yang terdiri dari
indikator pengaruh reputasi dari pemilik bank dan perusahaan terkait, pelanggaran
37
etika bisnis, kompleksitas produk dan kerja sama bisnis bank, frekuensi,
materialitas dan eksposur pemberitaan negatif bank, dan frekuensi, materialitas
keluhan nasabah, bank berpredikat lowmod. Contoh karakteristik bank yang
termasuk dalam peringkat ini antara lain:
1) Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik bank dan perusahaan
terkait namun skala pengaruhnya kecil dan dapat dimitigasi dengan
baik.
2) Pelanggaran atau potensi pelanggaran etika bisnis minimal dan bank
memiliki reputasi sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi etika
bisnis.
3) Produk
bank
sederhana
sehingga
relatif
tidak
memerlukan
pemahaman khusus dari nasabah.
4) Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis yang jumlahnya
minimal.
5) Frekuensi pemberitaan negatif terhadap bank minimal, pemberitaan
negatif sifatnya tidak material, ruang lingkup pemberitaan yang kecil
relative terhadap skala bank.
6) Frekuensi penyampaian keluhan yang minimal dan tidak material.
Hasil analisis kualitas penerapan manajemen risiko berdasarkan tata
kelola risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko searah dengan tingkat
risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, dan kecukupan pengawasan aktif
oleh Dewan Komisaris dan Direksi, bank berpredikat fair.
38
Analisis kerangka manajemen risiko yang terdiri dari strategi manajemen
risiko searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko,
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen
risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, bank berpredikat
fair. Analisis tentang kerangka manajemen risiko bank berpredikat sehat. Hasil
analisis proses manajemen risiko, kecukupan sistem.
2.2.7 Manajemen Risiko Strategik
Sebagai upaya terhadap kemungkinan timbulnya risiko strategik, maka
pada tahapan perencanaan penerbitan produk dan aktivitas baru terlebih dahulu
dituangkan atau dicantumkan dalam rencana bisnis bank. Dengan mencantumkan
setiap rencana aktivitas dan produk baru dalam rencana bisnis bank akan
memudahkan bank untuk melakukan monitoring atas implementasi. Hal tersebut
dibarengi dengan upaya monitoring untuk memperoleh feedback guna
penyempurnaan dan identifikasi kelemahan secara dini (BPP Manajemen Risiko
BPD Bali, 2011).
Yunfeng (2008) menyatakan bahwa manajemen risiko bank umum
merupakan bagian penting dari kegiatan operasi bank umum. Pengembangan
manajemen risiko bank umum di dunia adalah proses dari manajemen risiko
tunggal untuk manajemen risiko terintergrasi, sedangkan teknologi manajemen
risiko telah dikembangkan dari analisis kualitatif untuk pengukuran yang
komprehensif dan analisis dengan berbagai metode kuantitatif. Bank komersial di
39
dunia telah mengembangkan sistem yang matang mengenai manajemen risiko,
sedangkan di Indonesia hal ini masih terus dikembangkan.
Analisis risiko strategik berdasarkan inherent risk yang didasarkan pada
kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis, strategi berisiko tinggi dan
strategi beresiko rendah, posisi bisnis bank, dan pencapaian rencana bisnis bank,
bank berpredikat lowmod. Mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan
bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank tergolong rendah selama periode
waktu tertentu di masa yang akan datang, bank berpredikat lowmod. Contoh
karekteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain:
1) Strategi bank beresiko rendah namun dengan tren meningkat.
2) Produk/kegiatan
usaha
bank
tergolong
tidak
kompleks
dan
terdiversifikasi.
3) Bank melanjutkan strategi yang sama atau memiliki beberapa strategi
baru namun masih dalam core bisnis dan kompetensi bank.
4) Bank memiliki keunggulan kompetitif dan ancaman kompetititor
tergolong minor.
5) Pencapian rencana bisnis bank memadai.
Berdasarkan hasil analisis tata kelola risiko, bank memiliki predikat fair
dimana penilaian didasarkan pada strategi manajemen searah dengan tingkat
risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, dan kecukupan pengawasan aktif
oleh Dewan komisaris dan Direksi.
40
Hasil analisis kerangka manajemen risiko bank memilki predikat fair.
Analisis proses manajemen risiko, sistem informasi, dan SDM, bank memiliki
predikat fair. Analisis sistem pengendalian risiko memiliki predikat fair. Analisis
sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan sistem pengendalian
intern, dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank berpredikat fair.
2.2.8 Manajemen Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan merupakan risiko yang timbul karena bank tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan atau ketentuan lain yang berlaku.
Parameter yang digunakan untuk menilai risiko kepatuhan adalah tingkat
kepatuhan bank dalam memenuhi peraturan dan ketentuan lain seperti Kewajiban
Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP),
Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Minimun Pemberian
Kredit (BMPK) dan besarnya finalty atau denda. Dalam rangka melakukan
mitigasi terhadap risiko kepatuhan, grup kepatuhan melakukan compliance review
atas setiap rancangan kebijakan dan keputusan serta produk atau aktivitas baru
dengan mengacu pada peraturan dan ketentuan lain yang berlaku, terutama
Peraturan Bank Indonesia.
Hagerman (1998) menyatakan bahwa seorang banker harus fokus pada
setidaknya 5 (lima) wilayah risiko yaitu risiko manajemen, arsitektur, integritas,
keamanan dan ketersediaan. Isu-isu manajemen dan teknis merupakan tantangan
yang signifikan terhadap lembaga keuangan. Perencanaan kontinjensi sebuah
perusahaan termasuk langkah-langkah perbaikan sistem, rencana pemulihan bisnis
dan strategi komunikasi sangat penting.
41
Osborne (2004) menyoroti tentang tata kelola keuangan dan akuntansi
perusahaan yang telah mengalami pergeseran dalam kepatuhan terhadap peraturan
yang berlaku khususnya di bidang jasa keuangan. Penertiban kepatuhan di jasa
keuangan dengan dibuatkan aturan yang jelas tentang hal tersebut.
Devine (2006) menyatakan bahwa semua bank memiliki eksposur risiko
kredit yang dialihkan kepada perusahaan asuransi, dan dan jumlah total kredit
yang berisiko dapat menyamai modal bank. Hal itu dilakukan untuk pertimbangan
keselamatan dan kesehatan, dan sebagai bagian dari manajemen risiko bank.
Bobo (2007) menyatakan bahwa menyikapi pangsa pasar perusahaan
perbankan yang cenderung terkonsentrasi pada sektor real estate maka strategi
jangka panjang terbaik yang diterapkan bank adalah menerapkan manajemen
risiko yang sehat.
Crawford (2004) menyatakan untuk mengukur manajemen operasional
seperti pengukuran kinerja, analisis, tata kelola perusahaan, kepatuhan terhadap
perusahaan, dan indikator lainnya Bank of New York menawarkan untuk
mensponsori jasa atau alat pengukuran manajemen risiko. Lee (2002) menyatakan
bahwa bank yang memiliki reputasi baik dan penghargaan untuk bank yang
memiliki manajemen risiko terbaik di dunia adalah Deutsche
merupakan pemenang dari Euromoney Award for Excellence 2002.
Bank, yang
Download