11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kesehatan Bank Bank diwajibkan melakukan penilaian tingkat kesehatan bank umum secara individual dan konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko (RiskBased Bank Rating). Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/1/PBI/2011, penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko mencakup penilaian atas faktor-faktor seperti profil risiko, Good Corporate Governance (GCG), rentabilitas (earning), dan permodalan (capital). Penilaian profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren, kualitas penerapan manajemen risiko, dan tingkat risiko dalam operasional bank. Jenis risiko yang wajib dinilai terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko strategis, risiko kepatuhan, risiko hukum, dan risiko reputasi (PBI nomor 5/8/PBI/2003). Penilaian risiko inhern merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik risiko inheren bank ditentukan oleh faktor eksternal maupun internal, antara lain kondisi makro ekonomi, industri dimana bank melakukan aktivitas usaha, strategi bisnis, dan kompleksitas produk dan aktivitas bank. Penilaian atas risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter atau indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penetapan tingkat risiko inheren dari masing-masing jenis risiko 11 12 mengacu pada prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank umum yang dikategorikan menjadi peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high). Penilaian kualitas penerapan manajemen risiko mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko yang meliputi seluruh cakupan penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia (PBI nomor 5/8/PBI/2001). Penilaian kualitas manajemen risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang saling terkait yaitu tata kelola risiko, kerangka manajemen risiko, proses manajemen risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem informasi manajemen, dan kecukupan sistem pengendalian risiko dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Tata kelola risiko terkait dengan evaluasi terhadap risk appetite, risk tolerance, dan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi (PBI nomor 1/6/PBI/1999). Kerangka manajemen risiko mencakup evaluasi terhadap kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan tanggung jawab, dan kecukupan kebijakan manajemen risiko, prosedur dan penetapan limit risiko terkait dengan strategi manajemen risiko yang searah dengan risk appetite dan risk tolerance. Penilaian faktor Good Corporate Governance (GCG) merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG (PBI nomor 8/4/PBI/2006). Prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip GCG mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku 13 mengenai GCG bagi bank umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas bank. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis yang komperhensif dan terstruktur terhadap hasil penilaian prinsip-prinsip GCG bank dan informasi lain yang terkait. Peringkat faktor GCG dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yaitu: Peringkat 1 (satu), peringkat 2 (dua), peringkat 3 (tiga), peringkat 4 (empat), dan peringkat 5 (lima). Urutan peringkat faktor GCG yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG bank yang lebih baik. Penilaian tingkat kesehatan bank ditentukan salah satunya dari faktor rentabilitas meliputi evaluasi kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, sustainability rentabilitas bank dengan mempertimbangkan aspek tingkat, struktur, dan stabilitas dengan memperhatikan kinerja serta manajemen rentabilitas bank, baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik dan kompleksitas usaha bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki (BPP Penilaian Tingkat Kesehatan Bank BPD Bali, 2012). Rentabilitas diartikan oleh Munawir (2004:86) sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Martono (2001:18) menjelaskan bahwa rentabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan membandingkan antara laba dengan aktiva atau modal untuk menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas dalam pengertian maksimalisasi tingkat laba (profit maximation) merupakan jalan untuk meningkatkan nilai perusahaan yang pada 14 akhirnya meningkatkan kekayaan pemilik (wealth maximation). Keuangan perusahaan (corporate financial) menjadi salah satu sumber daya perusahaan yang dapat diusahakan memaksimalkan tingkat laba. Keuangan perusahaan wajib dirancang, diarahkan, dikendalikan dan dievaluasi menurut fungsi keuangan sebagai kegiatan penggunaan dana (allocation of funds) maupun pendanaan (raising of funds). Kedua fungsi keuangan ini harus dikelola secara efektif dan efisien (Suad Husnan, 2004:4). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas bank adalah ROA, ROE, dan BOPO. Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), ROA merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Menurut Mardiyanto (2009:196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Lestari dan Sugiharto (2007:196) menyatakan bahwa ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Menurut Harahap (2004:305), ROE adalah rasio rentabilitas yang menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari pemilik modal. Sutrisno (2005:239) menyatakan bahwa ROE adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari modal sendiri yang dimiliki. Sawir 15 (2005:20) menyatakan ROE adalah rasio yang sering dipergunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan. ROE mengukur besarnya tingkat pengembalian modal dari perusahaan. Tambun (2007:146) menyatakan ROE digunakan untuk mengukur Rate of Return atau tingkat imbal hasil ekuitas, semakin tinggi return yang dihasilkan sebuah perusahaan, semakin tinggi harganya. BOPO merupakan salah satu rasio rentabilitas. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:67-68). Menurut Dendawijaya (2005:118) rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio BOPO sering disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). 2.2 Manajemen Risiko Manajemen risiko menurut Djohanputro (2008) diartikan sebagai proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan memonitor serta mengendalikan penanganan risiko. Dorfman (1998:9) menyatakan bahwa 16 manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian. Bank Indonesia menyatakan bahwa risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (event) tertentu. Risiko dalam kontek perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko juga dapat dianggap sebagai kendala atau penghambat pencapaian suatu tujuan. Dengan kata lain, risiko adalah kemungkinan yang berpotensi memberikan dampak negatif kepada sasaran yang ingin dicapai. Penerapan proses manajemen risiko dilakukan dengan pertama bank harus dapat mengidentifikasi risiko dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks), termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang dan perusahaan anak (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/8/PBI/2003 dan perubahannya PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum, terdapat 8 (delapan) risiko yang harus dikelola bank. Kedelapan jenis risiko tersebut adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis. Manajemen risiko pada hakekatnya merupakan serangkaian metode dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. dan 17 Manajemen risiko merupakan upaya untuk mengelola risiko agar peluang mendapatkan keuntungan dapat diwujudkan secara berkelanjutan. Bank Indonesia menyatakan bahwa esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metode pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas yang dapat diterima serta menguntungkan bank. Mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh bank. Setiap bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko bank (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Implementasi manajemen risiko pada dunia perbankan diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements melalui Basel Committee on Banking Supervision sebagaimana diwajibkan oleh Bank Indonesia tentang penerapan manajemen risiko. Rekomendasi tersebut merupakan standar bagi dunia perbankan untuk beroperasi secara lebih berhatihati dan implementasinya disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur pendukung maupun sumber daya manusia. Esensi penerapan sistem manajemen risiko tersebut adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali pada batas atau limit yang dapat diterima serta menguntungkan bank (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). 18 Mengacu kepada hal dimaksud bank menyusun Risk Management Framework yang mencakup kebijakan, organisasi, proses dan infrastruktur. Penyusunan kebijakan manajemen risiko harus selaras dengan visi dan misi, risk appetite, kemampuan permodalan, sember daya manusia, dan kapasitas pendanaan. Organisasi mencakup desain struktur organisasi yang berfokus kepada efektifitas pelaksanaan prisip four eyes principles dan reporting, penetapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas setiap unit kerja dan karyawan dalam setiap aktivitas. Proses manajemen risiko harus dilaksanakan dengan efektif, bank juga membentuk grup manajemen risiko dan komite-komite manajemen risiko dan komite pemantau di tingkat Dewan Komisaris (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Proses identifikasi risiko dilakukan terhadap seluruh kegiatan termasuk identifikasi produk dan aktivitas baru. Proses pengukuran dimaksudkan agar bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat dan memperkirakan dampak permodalan yang seharusnya dipelihara. Metode pengukuran permodalan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia. Proses pengendalian risiko dilakukan dengan cara antara lain penambahan modal lindung nilai dan teknis mitigasi risiko lainnya. Penggunaan teknologi informasi yang mendukung proses dan metode manajemen risiko merupakan upaya pemenuhan standar penerapan tersebut yang dilakukan secara bertahap dengan tetap berpedoman kepada roadmap penerapan Basel yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). 19 Penetapan peringkat faktor profil risiko berdasarkan BPP Manajemen Risiko PT Bank Pembangunan Daerah Bali tahun 2011 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Penetapan tingkat risiko dari masing-masing risiko. 2) Penetapan tingkat risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan manajemen risiko komposit, dengan memperhatikan signifikansi masingmasing risiko terhadap profil risiko secara keseluruhan. 3) Penetapan peringkat faktor profil risiko atas hasil penetapan tingkat rsiko dan tingkat tingkat risiko inheren komposit dan tingkat kualitas penerapan manajemen risiko komposit berdasarkan hasil analisis secara komprehensif dan terstruktur, dengan memperhatikan signifikansi masingmasing risiko terhadap profil risiko secara keseluruhan. 2.2.1 Manajemen Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Penerapan manajemen risiko kredit mengacu pada Risk Manajemen Framework, dimana Risk Based Audit untuk pengujian model manajemen resiko kredit oleh tim audit intern yang secara berkala dievaluasi oleh komite audit di level Dewan Komisaris. Penyusunan dan penyempurnaan kebijakan dan SOP perkreditan yang terdokumentasi dengan baik yang disosialisasikan kepada seluruh unit kerja (termasuk penetapan rasio agunan dan penetapan standar proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko kredit. 20 Penerapan Manajemen Risiko Kredit pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali didasarkan pada Inherent risk dari risiko kredit dimana hasil analisis komposisi portofolio asset dan tingkat konsentrasi bank memiliki predikat lowmod, hal ini disebabkan karena rasio asset per akun terhadap total asset di PT Bank Pembangunan Daerah Bali pada periode Maret 2012 adalah sebesar 64,51% artinya asset sebagian besar berupa kredit yang diberikan sehingga sumber daya yang lebih banyak difokuskan pada asset kredit yang memberikan laba paling tinggi. Rasio kredit pada debitur inti dibandingkan dengan total kredit di PT Bank Pembangunan Daerah Bali adalah 2,69% artinya pemberian kredit kepada debitur inti tidak signifikan dibandingkan dengan total kredit. Rasio kredit per sektor ekonomi dibandingkan dengan total kredit sebesar 67,81% artinya kredit didominasi dengan kredit konsumsi. Rasio kredit per katagori portofolio sebesar 58,77% hal ini disebabkan oleh bank sebagai pemegang kas daerah. Bank memiliki risiko low berdasarkan analisis kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan. Rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit bermasalah sebesar 0,25% hal ini disebabkan rasio kredit bermasalah di Bank BPD Bali sangat kecil. Strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana adalah low, hal ini disebabkan oleh karena bank telah melakukan manajemen portofolio penyediaan dana yang relative tidak berpengaruh dengan perubahan faktor eksternal, melakukan manajemen asset untuk mendukung operasional dan pertumbuhan asset sangat baik dari tahun ke tahun. 21 Hasil analisis faktor eksternal bank memiliki predikat low. Dalam menghadapi risiko faktor eksternal, bank mengambil langkah-langkah memperkuat posisi segmen pasar, menetapkan rasio NPL (Non Performing Loan) debitur yang sangat rendah, melakukan evaluasi secara periodik terhadap teknologi dan kebijakan pemberian kredit. Kualitas penerapan manajemen risiko dinilai berdasarkan beberapa faktor yaitu tata kelola risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi, berdasarkan kerangka manajemen risiko yang terdiri dari pengembangan sistem administrasi kredit, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit, dimana bank memiliki predikat fair. Proses manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia, sistem pengendalian risiko memiliki predikat fair. Kecukupan sistem pengendalian intern berpredikat fair dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen berpredikat satisfactory. Kualitas penerapan manajemen kredit cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Kualitas penerapan manajemen risiko kredit cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain : 22 1) Perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan. 2) Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen risiko kredit. 3) Budaya manajemen risiko kredit cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik pada seluruh level organisasi. 4) Pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. 5) Fungsi manajemen risiko kredit independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang memadai, dan telah berjalan dengan baik. 6) Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan cukup baik. 7) Strategi perkreditan memadai dan sejalan dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit. 8) Kebijakan, prosedur, dan limit risiko kredit cukup memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen risiko kredit, sejalan dengan penerapan dan dipahami dengan baik oleh pegawai. 9) Proses manajemen risiko kredit memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kredit. 10) Proses penyediaan dana secara umum memadai mulai dari proses underwriting hingga penanganan aset bermasalah. 23 11) Sistem pemeringkatan risiko kredit cukup baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami dengan baik oleh pegawai. 12) Sistem informasi manajemen risiko kredit memadai sehingga menghasilkan pelaporan risiko kredit yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi. 13) Secara umum sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen risiko kredit. 14) Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen risiko kredit. 15) Pelaksanaan kaji ulang independen oleh satuan kerja audit internal. 16) Secara umum terdapat kelemahan yang tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen. 17) Tindak lanjut atas kaji ulang independen dilaksanakan dengan cukup memadai. 2.2.2 Manajemen Risiko Likuiditas Bank menjaga likuiditas dengan mempertahankan jumlah aktiva likuid yang cukup untuk membayar simpanan para nasabah, dan menjaga agar jumlah aktiva yang jatuh tempo pada setiap periode dapat menutupi jumlah kewajiban yang jatuh tempo. Hal utama yang dilakukan bank dalam mengelola risiko likuiditas adalah dengan melakukan identifikasi seluruh sumber risiko likuiditas baik langsung maupun tidak langsung pada neraca maupun off balance sheet. Atas 24 hasil identifikasi, bank melakukan pengukuran proyeksi arus kas, maturity profile, stress testing dan rasio likuiditas. Pemetaan profil maturitas dilakukan dengan mengklasifikasikan asset dan liabilitas berdasarkan jatuh tempo kontraktual dan asumsi behavior guna mengetahui kebutuhan arus kas. Pola kontraktual dan asumsi behavior liability akan membentuk core fun yang sifatnya stabil dan dapat digunakan untuk pembiayaan kredit berdurasi panjang (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Analisis risiko likuiditas pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali terdiri dari inherent risk dan kualitas penerapan manajemen risik. Inherent risk dilihat dari komposisi asset, kewajiban dan transaksi rekening administratif bank berpredikat low, hal ini disebabkan oleh asset likuid primer dan asset likuid sekunder dibagi total asset sebesar 17,54%. Asset likuid primer dan asset likuid sekunder dibagi pendanaan jangka pendek di Bank BPD Bali adalah sebesar 20,53%. Hal ini menggambarkan kredit yang diberikan dengan jangka panjang, sedangkan sumber dana lebih banyak berasal dari jangka dibawah satu tahun. Pendanaan non inti dikurangi asset likuid primer dan sekunder dibagi total aktiva produktif dikurangi asset likuid primer dan sekunder sebesar 25,10% hal ini menggambarkan bahwa asset likuid primer dan sekunder cukup memadai terhadap total aktiva produktif dalam mengcover likuiditas bank. Konsentrasi asset dan kewajiban bank memiliki predikat low, hal ini disebabkan bank melakukan analisis manajemen asset yang dikonsentrasikan pada asset produktif yaitu kredit dan bank telah melakukan penyiapan dana yang 25 memadai, penyedia dana memiliki sensitivitas kecil terhadap peringkat kredit dan suku bunga dan melakukan penyiapan dana yang memadai untuk mengantisipasi penarikan dalam jumlah besar. Kerentanan pada kebutuhan pendanaan bank memiliki predikat lowmod, hal ini disebabkan oleh ketentuan pendanaan dibuat secara rinci, dan dengan cara memasuki pasar yang menjanjikan. Bank melakukan kerjasama dengan bank lain sebagai sumber pendanaan dengan melakukan transaksi money market dalam bentuk penempatan uang antar bank maupun investasi, surat-surat berharga dengan limit sesuai dengan credit line masing-masing koresponden. Akses pada sumber-sumber pendanaan berpredikat low, hal ini disebabkan oleh bank telah melakukan langkah-langkah untuk menjaga reputasi, bekerja sama dengan bank lain sebagai sumber pendanaan, bank menjual likuidnya dengan janji suatu saat akan dibeli kembali. Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari risiko likuiditas tergolong rendah selama periode waktu mendatang. 1) Bank memiliki asset likuid berkualitas tinggi yang memadai untuk menutup kewajiban jatuh waktu. 2) Sumber pendanaan yang berupa pendanaan tidak stabil kurang signifikan. 3) Volume transaksi rekening administrative dan/atau komitmen pendanaan intra group kurang signifikan. 4) Konsentrasi pada sumber pendanaan yang tidak stabil kurang signifikan. 26 5) Bank mampu memenuhi kewajiban dan kebutuhan arus kas pada kondisi normal maupun skenario krisis. 6) Arus kas yang berasal dari asset dan kewajiban dapat saling tutup dengan baik. 7) Akses pada sumber pendanaan memadai dibuktikan oleh reputasi bank yang baik. Risiko likuiditas dilihat dari kualitas penerapan manajemen risiko, berdasarkan strategi manajemen risiko bank berpredikat fair, dari kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi berpredikat satisfactory. Hasil analisis tata kelola risiko bank berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh adanya strategi manajemen risiko yang cukup memadai, pengawasan aktif dari Dewan Komisaris dan Direksi yang cukup memadai. Hasil analisis kerangka manajemen risiko, bank memiliki predikat satisfactory. Terdiri dari 3 (tiga) indikator yaitu strategi manajemen risiko berpredikat fair, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko berpredikat strong, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit berpredikat fair. Hal ini disebabkan oleh strategi manajemen, risiko likuiditas yang cukup memadai, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko, cukup memadainya kebijakan, prosedur dan penetapan limit. Hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi, dan SDM, yang terdiri dari proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko 27 dan kecukupan sistem informasi manajemen risiko serta kecukupan kuantitas dan kualitas SDM dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko, bank memiliki predikat bank memiliki predikat fair, hal ini disebabkan oleh cukup memadainya proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko cukup memadai. Hasil analisis sistem pengendalian risiko, bank berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh adanya sistem intern yang cukup memadai dan memadainya kaji ulang oleh pihak independen. Analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan sistem pengendalian intern dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh adanya sistem pengendalian intern yang cukup memadai dan cukup memadainya kaji ulang oleh pihak independen. 2.2.3 Manajemen Risiko Pasar Risiko pasar ini terekspos ketika variabel pasar (kurs dan suku bunga) bergerak kearah yang berlawanan dengan instrumen bank. Sesuai peraturan Bank Indonesia tentang penerapan manajemen risiko, bank diwajibkan untuk mengalokasikan modal (capital changer) dalam perhitungan CAR atau KPMM karena antara lain memiliki asset di atas Rp. 10 Triliun. Bank juga wajib mengelola risiko pasar terhadap eksposur banking book yang sensitif terhadap fluktuasi suku bunga. Dalam mengelola dampak potensial loss terhadap pendapatan dan ekses modal. Analisis risiko pasar didasarkan pada Inherent risk yang terdiri dari analisis volume dan komposisi portofolio, bank memiliki predikat lowmod. Hal ini 28 disebabkan oleh rasio asset trading, derivatif, adalah sebesar 19,13% artinya posisi FVO (Fair Value Option) cukup tinggi terutama dari kredit yang diberikan, repo dan surat berharga. Rasio kewajiban trading, Derivatif, dan FVO (Fair Value Option) terhadap total kewajiban bi Bank BPD Bali pada periode Maret 2012 adalah sebesar 20,72% artinya FVO (Fair Value Option) cukup besar, walaupun pergerakan perubahan suku bunga yang fluktuatif. Rasio total struktur produk terhadap total aset sebesar 28,92%. Hal ini disebabkan karena DPK (dana pihak ketiga) cukup besar dan pergerakannya cukup stabil. Rasio PDN (posisi devisa neto) terhadap total modal sebesar 0,78%. Asset keuangan dengan sisa jatuh tempo diatas satu tahun sebesar 786,24%. Hal ini disebabkan karena terjadinya missmatch antara asset dan kewajiban bank dengan jatuh tempo diatas satu tahun, berupa kredit PNS yang mempunyai tenor waktu lebih 5 tahun sampai dengan 10 tahun. Berdasarkan strategi dan kebijakan bisnis terkait karakteristika trading bank memiliki predikat lowmod, hal ini disebabkan oleh posisi bank dalam industritier atau niche player menduduki posisi niche player namun perlu dilakukan analisis. Memposisikan diri dalam industri tier sangat penting untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan. Mempertahankan posisi dalam industri dilakukan dengan pengembangan dari posisi sebelumnya. Strategi dan kebijakan bisnis terkait karakteristik bisnis terkait risiko bunga dan banking book dan kerugian potensial bank dalam predikat lowmod. 29 Risiko Pasar berdasarkan kualitas penerapan manajemen risiko terdiri dari analisis tata kelola risiko bank memiliki predikat fair, analisis kerangka manajemen risiko berpredikat fair, analisis proses manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia, bank memiliki predikat fair, dan sistem pengendalian risiko berpredikat fair. Tata kelola risiko terdiri dari strategi manajemen risiko yang berpredikat fair dan kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi berpredikat Satisfactory. Hal ini disebabkan oleh strategi manajemen risiko yang cukup memadai dan adanya pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi yang cukup memadai. Hasil analisis kerangka manajemen risiko, bank memiliki predikat fair, hal ini disebabkan oleh adanya cukup memadainya strategi manajemen risiko pasar, cukup memadainya kebijakan, prosedur dan penetapan limit. Analisis proses manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia, bank berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh belum optimalnya dilakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, cukup memadainya sistem informasi manajemen risiko pasar, kuantitas, dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko. Analisis sistem pengendalian risiko bank memiliki predikat fair. Hasil analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan sistem pengendalian intern dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen, bank 30 berpredikat fair, hal ini disebabkan oleh cukup memadainya sistem pengendalian intern dan cukup memadainya kaji ulang oleh pihak independen. Kualitas penerapan manajemen risiko pasar cukup memadai. Meskipun peryaratan minimum terpenuhi, terdapat beberapa kelemahan yang membutuhkan perhatian manajemen. Contoh karakteristik bank yang termasuk peringkat ini antara lain sebagai berikut : 1) Perumusan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit cukup memadai dan telah sejalan dengan sasaran strategis dan strategi bisnis bank secara keseluruhan. 2) Dewan Komisaris dan Direksi memiliki awareness dan pemahaman yang cukup baik mengenai manajemen risiko kredit. 3) Budaya manajemen risiko kredit cukup kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup baik pada seluruh level organisasi. 4) Pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dan Direksi secara keseluruhan cukup memadai. 5) Fungsi manajemen risiko kredit independen, memiliki tugas dan tanggung jawab yang memadai, dan telah berjalan dengan baik. 6) Delegasi kewenangan dikendalikan dan dipantau secara berkala, dan telah berjalan dengan cukup baik. 7) Strategi perkreditan memadai dan sejalan dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko kredit. 31 8) Kebijakan, prosedur, dan limit risiko kredit cukup memadai dan tersedia untuk seluruh area manajemen risiko kredit, sejalan dengan penerapan dan dipahami dengan baik oleh pegawai. 9) Proses manajemen risiko kredit memadai dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kredit. 10) Proses penyediaan dana secara umum memadai mulai dari proses underwriting hingga penanganan asset bermasalah. 11) Sistem pemeringkatan risiko kredit cukup baik, diterapkan secara konsisten dan dipahami dengan baik oleh pegawai. 12) Sistem informasi manajemen risiko kredit memadai sehingga menghasilkan pelaporan risiko kredit yang komprehensif dan terintegrasi kepada Dewan Komisaris dan Direksi. 13) Secara umum sumber daya manusia memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kompetensi pada fungsi manajemen risiko kredit. 14) Sistem pengendalian intern cukup efektif dalam mendukung pelaksanaan manajemen risiko kredit. 15) Pelaksanaan kaji ulang independen oleh satuan kerja audit internal. 16) Secara umum terdapat kelemahan yang tidak signifikan berdasarkan hasil kaji ulang independen. 17) Tindak lanjut atas kaji ulang independen dilaksanakan dengan cukup memadai. 32 2.2.4 Manajemen Risiko Operasional Dewan Direksi dan senior manajemen harus mengembangkan keseluruhan kebijakan dan strategi untuk mengelola risiko operasional. Sementara risiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan teknologi, manajemen atas risiko ini lebih komplek lagi. Senior manajemen perlu menetapkan standar manajemen risiko dan pedoman pelaksanaan yang jelas, yang dapat mereduksi risiko operasional ini. Perhatian juga perlu ditekankan pada risiko aspek manusia, proses, dan teknologi yang bisa muncul dalam lembaga. Tetap memperhatikan sumber-sumber munculnya risiko operasional, standar identifikasi dan manajemen yang dibutuhkan juga perlu dikembangkan. Ketelitian juga perlu ditekankan untuk mengatasi risiko operasional yang muncul dari departemen atau unit organisasi akibat faktor manusia, proses, dan teknologi. Pedoman dan aturan juga harus dirinci dengan jelas. Pihak manajemen juga perlu mengembangkan katalog risiko operasional dimana peta dari proses bisnis dari tiap departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya proses bisnis yang berhubungan dengan nasabah dan investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja dapat mengidentifikasi dan menilai risiko operasional, tetapi juga dapat dipakai sebagai bukti transparansi oleh pihak manajemen dan auditor. Risiko operasional ini memang cukup komplek sehingga sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran risiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai jenis laporan dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga. 33 Analisis risiko operasional pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali, didasarkan pada inherent risk yaitu karakteristik dan kompleksitas bisnis, bank memiliki predikat lowmod, dilihat dari sumber daya manusia, teknologi informasi dan infrastruktur pendukung bank berpredikat moderate, fraud dan kejadian eksternal bank berpredikat moderate. Hal ini disebabkan karena kompleksitas sistem teknologi informatika bank, perubahan, Maturity sistem teknologi informatika, kegagalan sistem teknologi informatika, dan keandalan infrastruktur pendukung. Hasil analisis kualitas penerapan manajemen risiko yang terdiri dari tata kelola risiko, bank memiliki predikat fair, hal ini disebabkan oleh strategi manajemen risiko berupa toleransi risiko yang diambil sebagian sudah mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis bank. Hal ini berarti tingkat risiko yang diambil tercermin dalam strategi dan sasaran bisnis bank dan sebagian sudah ditetapkan oleh bank sesuai arahan yang jelas dari direksi pada kebijakan manajemen risiko, dan pengawasan aktif dari Dewan Komisaris dan Direksi terhadap risiko operasional cukup memadai, dengan memperhitungkan dampak risiko operasional terhadap permodalan. Analisis kerangka manajemen risiko bank memiliki predikat fair. Hal ini disebabkan oleh strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko cukup memadai, dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko, cukup optimalnya kebijakan, prosedur dan penetapan limit. Berdasarkan hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi dan SDM, bank memiliki predikat fair. Hal tersebut disebabkan oleh proses identifikasi, 34 pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko cukup memadai, sistem informasi manajemen risiko yang cukup memadai, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko. Analisis sistem pengendalian risiko bank berpredikat fair, disebabkan karena cukup memadainya sistem pengendalian intern dan cukup memadainya kaji ulang oleh pihak independen. Hasil analisis dari inherent risk yang terdiri dari komposisi aset, kewajiban dan transaksi rekening administratif, berdasarkan konsentrasi aset dan kewajiban, kerentanan pada kebutuhan pendanaan, dan akses pada sumber pendanaan bank berpredikat low. Hasil dari kualitas manajemen risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi bank memiliki predikat fair. Berdasarkan analisi kerangka manajemen risiko bank memiliki predikat satisfactory. Risiko Operasional dari inherent risk yang terdiri dari analisis tata kelola risiko bank memiliki predikst fair. Analisis kerangka manajemen risiko, bank memiliki predikat fair. Hasil analisis proses manajemen risiko, sistem informasi dan sumber daya manusia, bank memiliki predikat fair. Analisis sistem pengendalian risiko,bank memiliki predikat fair. 2.2.5 Manajemen Risiko Hukum Manajemen risiko hukum bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko hukum. Dalam rangka memitigasi risiko hukum divisi kepatuhan memiliki fungsi dan tugas utama untuk memantau 35 pelaksanaan komitmen bank dengan Bank Indonesia guna memastikan komitmen tersebut telah dijalankan oleh bank, melaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan unit kerja pengenalan nasabah, menginventarisir dan memastikan seluruh aktifitas bank didukung oleh sistem dan prosedur pelaksanaan, mengawasi, mengarahkan dan memastikan kebijakan, sistem dan prosedur bank telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik intern maupun ekstern, divisi kepatuhan juga mengevaluasi dan mengkaji perjanjian atau kontrak antara bank dengan pihak lainnya dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi bank, melakukan pembahasan, penilaian dan memberikan saran atau pertimbangan kepada direksi serta unit kerja lain mengenai masalah hukum yang dihadapi oleh bank, dan melakukan sosialisasi kepada seluruh unit kerja kantor pusat dan kantor cabang terhadap ketentuan, peraturan, dan perundangundangan (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Risiko hukum dari inherent risk yang didasarkan pada faktor litigasi bank berpredikat lowmod, dari faktor kelemahan perikatan bank berpredikat low, dari faktor ketiadaan atau perubahan perundang-undangan bank berpredikat low. Dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank kemungkinan kerugian yang dihadapi bank tergolong sangat rendah. Analisis risiko hukum berdasarkan kualitas penerapan manajemen risiko yang terdiri dari tata kelola risiko bank dan berpredikat fair. Tata kelola risiko terdiri dari strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang diambil dan toleransi risiko, kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Kerangka manajemen risiko terdiri dari strategi manajemen risiko searah 36 dengan tingkat risiko yang akan diambil, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit. Berdasarkan proses manajemen risiko, sistem informasi dan SDM yang terdiri dari proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, kecukupan sistem informasi manajemen risik, dan kecukupan kualitas dan kuantitas SDM dalam mendukung efektivitas proses manajemen risiko, bank berpredikat marginal. Hasil analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan pengendalian risiko, dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank berpredikat fair. Hal ini disebabkan karena sistem pengendalian intern yang memadai namun kecukupan kaji ulang oleh pihak independen masih perlu disempurnakan terutama dalam proses pelaksanaan di masing-masing unit kerja. 2.2.6 Manajemen Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau persepsi negatif terhadap bank. Penilaian atas risiko reputasi dilakukan dengan menggunakan parameterparameter antara lain frekuensi keluhan dan publikasi negatif serta pencapaian penyelesaian keluhan. Organisasi pendukung yang secara khusus menangani risiko reputasi terdiri dari Departemen Sekretariat dan Humas di Grup Sekretariat dan Umum, unit kerja kantor cabang. Disamping itu, bank juga telah menetapkan Pedoman Penyelesaian Pengaduan Nasabah (P3N). Analisis risiko reputasi dilihat dari inherent risk yang terdiri dari indikator pengaruh reputasi dari pemilik bank dan perusahaan terkait, pelanggaran 37 etika bisnis, kompleksitas produk dan kerja sama bisnis bank, frekuensi, materialitas dan eksposur pemberitaan negatif bank, dan frekuensi, materialitas keluhan nasabah, bank berpredikat lowmod. Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain: 1) Terdapat pengaruh reputasi negatif dari pemilik bank dan perusahaan terkait namun skala pengaruhnya kecil dan dapat dimitigasi dengan baik. 2) Pelanggaran atau potensi pelanggaran etika bisnis minimal dan bank memiliki reputasi sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi etika bisnis. 3) Produk bank sederhana sehingga relatif tidak memerlukan pemahaman khusus dari nasabah. 4) Kerjasama bisnis yang dilakukan dengan mitra bisnis yang jumlahnya minimal. 5) Frekuensi pemberitaan negatif terhadap bank minimal, pemberitaan negatif sifatnya tidak material, ruang lingkup pemberitaan yang kecil relative terhadap skala bank. 6) Frekuensi penyampaian keluhan yang minimal dan tidak material. Hasil analisis kualitas penerapan manajemen risiko berdasarkan tata kelola risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, dan kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi, bank berpredikat fair. 38 Analisis kerangka manajemen risiko yang terdiri dari strategi manajemen risiko searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya manajemen risiko, dan kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, bank berpredikat fair. Analisis tentang kerangka manajemen risiko bank berpredikat sehat. Hasil analisis proses manajemen risiko, kecukupan sistem. 2.2.7 Manajemen Risiko Strategik Sebagai upaya terhadap kemungkinan timbulnya risiko strategik, maka pada tahapan perencanaan penerbitan produk dan aktivitas baru terlebih dahulu dituangkan atau dicantumkan dalam rencana bisnis bank. Dengan mencantumkan setiap rencana aktivitas dan produk baru dalam rencana bisnis bank akan memudahkan bank untuk melakukan monitoring atas implementasi. Hal tersebut dibarengi dengan upaya monitoring untuk memperoleh feedback guna penyempurnaan dan identifikasi kelemahan secara dini (BPP Manajemen Risiko BPD Bali, 2011). Yunfeng (2008) menyatakan bahwa manajemen risiko bank umum merupakan bagian penting dari kegiatan operasi bank umum. Pengembangan manajemen risiko bank umum di dunia adalah proses dari manajemen risiko tunggal untuk manajemen risiko terintergrasi, sedangkan teknologi manajemen risiko telah dikembangkan dari analisis kualitatif untuk pengukuran yang komprehensif dan analisis dengan berbagai metode kuantitatif. Bank komersial di 39 dunia telah mengembangkan sistem yang matang mengenai manajemen risiko, sedangkan di Indonesia hal ini masih terus dikembangkan. Analisis risiko strategik berdasarkan inherent risk yang didasarkan pada kesesuaian strategi dengan kondisi lingkungan bisnis, strategi berisiko tinggi dan strategi beresiko rendah, posisi bisnis bank, dan pencapaian rencana bisnis bank, bank berpredikat lowmod. Mempertimbangkan aktivitas bisnis yang dilakukan bank, kemungkinan kerugian yang dihadapi bank tergolong rendah selama periode waktu tertentu di masa yang akan datang, bank berpredikat lowmod. Contoh karekteristik bank yang termasuk dalam peringkat ini antara lain: 1) Strategi bank beresiko rendah namun dengan tren meningkat. 2) Produk/kegiatan usaha bank tergolong tidak kompleks dan terdiversifikasi. 3) Bank melanjutkan strategi yang sama atau memiliki beberapa strategi baru namun masih dalam core bisnis dan kompetensi bank. 4) Bank memiliki keunggulan kompetitif dan ancaman kompetititor tergolong minor. 5) Pencapian rencana bisnis bank memadai. Berdasarkan hasil analisis tata kelola risiko, bank memiliki predikat fair dimana penilaian didasarkan pada strategi manajemen searah dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, dan kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan komisaris dan Direksi. 40 Hasil analisis kerangka manajemen risiko bank memilki predikat fair. Analisis proses manajemen risiko, sistem informasi, dan SDM, bank memiliki predikat fair. Analisis sistem pengendalian risiko memiliki predikat fair. Analisis sistem pengendalian risiko yang terdiri dari kecukupan sistem pengendalian intern, dan kecukupan kaji ulang oleh pihak independen bank berpredikat fair. 2.2.8 Manajemen Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan merupakan risiko yang timbul karena bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan atau ketentuan lain yang berlaku. Parameter yang digunakan untuk menilai risiko kepatuhan adalah tingkat kepatuhan bank dalam memenuhi peraturan dan ketentuan lain seperti Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Minimun Pemberian Kredit (BMPK) dan besarnya finalty atau denda. Dalam rangka melakukan mitigasi terhadap risiko kepatuhan, grup kepatuhan melakukan compliance review atas setiap rancangan kebijakan dan keputusan serta produk atau aktivitas baru dengan mengacu pada peraturan dan ketentuan lain yang berlaku, terutama Peraturan Bank Indonesia. Hagerman (1998) menyatakan bahwa seorang banker harus fokus pada setidaknya 5 (lima) wilayah risiko yaitu risiko manajemen, arsitektur, integritas, keamanan dan ketersediaan. Isu-isu manajemen dan teknis merupakan tantangan yang signifikan terhadap lembaga keuangan. Perencanaan kontinjensi sebuah perusahaan termasuk langkah-langkah perbaikan sistem, rencana pemulihan bisnis dan strategi komunikasi sangat penting. 41 Osborne (2004) menyoroti tentang tata kelola keuangan dan akuntansi perusahaan yang telah mengalami pergeseran dalam kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku khususnya di bidang jasa keuangan. Penertiban kepatuhan di jasa keuangan dengan dibuatkan aturan yang jelas tentang hal tersebut. Devine (2006) menyatakan bahwa semua bank memiliki eksposur risiko kredit yang dialihkan kepada perusahaan asuransi, dan dan jumlah total kredit yang berisiko dapat menyamai modal bank. Hal itu dilakukan untuk pertimbangan keselamatan dan kesehatan, dan sebagai bagian dari manajemen risiko bank. Bobo (2007) menyatakan bahwa menyikapi pangsa pasar perusahaan perbankan yang cenderung terkonsentrasi pada sektor real estate maka strategi jangka panjang terbaik yang diterapkan bank adalah menerapkan manajemen risiko yang sehat. Crawford (2004) menyatakan untuk mengukur manajemen operasional seperti pengukuran kinerja, analisis, tata kelola perusahaan, kepatuhan terhadap perusahaan, dan indikator lainnya Bank of New York menawarkan untuk mensponsori jasa atau alat pengukuran manajemen risiko. Lee (2002) menyatakan bahwa bank yang memiliki reputasi baik dan penghargaan untuk bank yang memiliki manajemen risiko terbaik di dunia adalah Deutsche merupakan pemenang dari Euromoney Award for Excellence 2002. Bank, yang