BAB II LANDASAN TEORI A. Corporate Social Responsibility (CSR

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Corporate Social Responsibility (CSR)
1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tindakan-tindakan dan
kebijakan-kebijakan perusahaan dalam berinteraksi dengan lingkungannya
yang didasarkan pada etika (Poerwanto, 2006; 83). Pengungkapam tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dan kemampuan dunia usaha
untuk memberi kepedulian, melaksanakan kewajiban sosial, membangun
kebersamaan, melakukan program atau kegiatan kesejahteraan sosial atau
pembangunan sosial sebagai wujud kesetiakawanan sosial dan menjaga
keseimbangan ekosistem di sekelilingnya (Departemen Sosial RI, 2007 dalam
Majalah Bisnis dan CSR, 2007; 28).
Menurut Yusuf Wibisono (2007) definisi mengenai tanggung jawab
sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku
kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negative dan
memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan
lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan
Menurut Budiarsih (2005), menunjukkan beberapa definisi mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan yang dikemukakan oleh beberapa
penelitian sebelumnya antara lain:
4
“Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan praktek bisnis transparan
yang didasarkan pada nilai-nilai etika, dengan memberikan perhatian kepada
karyawan, masyarakat, dan lingkungan serta dirancang untuk dapat
melestarikan masyarakat secara umum dan juga para pemegang saham (CSR
wire, 2005)”.
“Tanggung jawab sosial adalah penerimaan manajemen terhadap
kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan
kesejahteraan soaial sebagai nilai yang sepadan dalam mengevaluasi kinerja
perusahaan (Boone dan Kurtz, 2002)”.
Terdapat hal menarik dari konsep CSR yang diterapkan berbagai
perusahaan, CSR ternyata belum mempunyai definisi tunggal. The World
Business Council of Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan
CSR sebagai berikut:
“Continuing commitment by business to behave ethically and contribute
to economic development while improving the quality of life of the
workface and their families as well as of the local community and society
at large.”
Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan kewajiban perusahaan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan lainya di luar kegiatan tujuan operasional perusahaan untuk
melindungi dan meningkatkan kesejahteran lingkungan masyarakat dengan
tetap memenuhi prinsip-prinsip ekonomi dan hukum.
2. Tujuan Corporate Social Responsibility (CSR)
Di dalam penerapan CSR pada suatu perusahaan, terlebih dahulu
harus diketahui apa yang menjadi tujuan dari CSR itu sendiri. Pada dasarnya
tujuan CSR adalah menyediakan informasi yang mungkin dilakukan evaluasi
pengaruh kegiatan perusahaan kepada masyarakat. Pengaruh kegiatan
perusahaan ini bisa negatif, yang berarti menimbulkan biaya sosial pada
masyarakat, atau positif, yang berarti menimbulkan manfaat sosial pada
masyarakat. Untuk lebih jelasnya tujuan CSR adalah untuk mengukur biaya
dan manfaat sosial dan kemudian melaporkan sehingga dapat diadakan
pengaturan seperlunya agar keuntungan sosial dapat menjadi maksimal.
Menurut Robert N. Anthony dan Roger H. Hermanson (2001: 57)
dikemukakan
bahwa
tujuan
CSR
adalah
membebani
pusat
pertanggungjawaban dengan biaya yang dikeluarkannya.
Berdasarkan tujuan-tujuan yang dikemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari CSR adalah mengadakan evaluasi hasil kerja
suatu pusat pertanggungjawaban untuk meningkatkan operasi-operasi
perusahaan di waktu yang akan datang.
3. Prinsip-Prinsip CSR
Penerapan CSR haruslah memiliki landasan yang kuat sehingga
dengan demikian tidak ada suatu alasan apapun yang dapat membiaskan
pemahaman terhadap CSR sebagai suatu tuntutan untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik bagi dunia. CSR sebagai suatu konsep pada
aplikasinya telah didasarkan pada berbagai prinsip-prinsip yang telah
distandarisasikan oleh perkembangan dunia usaha dan pemerhati lingkungan
hidup bahkan sampai organisasi dunia. Hal ini tentu saja memberikan
pembatasan terhadap prinsip CSR baik itu yang melatarbelakangi lahirnya
CSR maupun prinsip dalam penerapan CSR itu sendiri. Beberapa standarisasi
prinsip CSR dapat diuraikan sebagai berikut :
1. GCG (Good Corporate Governance)
GCG memliki kaitan yang erat dengan CSR. GCG menekankan pada
tindakan perusahaan bertanggung jawab terhadap dampak eksternal yang
pada akhirnya mengarahkan kepada pertanggung-jawaban sosial.
Menurut Yusuf Wibisono (2007: 11-12), secara garis besar GCG ini
terdiri dari 5 prinsip yakni :
a.
Keterbukaan informasi (Transparancy)
Secara sederhana, bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.
Dalam mewujudkan prinsip ini perusahaan dituntut untuk
menyediakan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu kepada
stakeholdesr-nya.
b.
Akuntabilitas (Accountability)
Merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung
jawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara
efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan
wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan
komisaris dan dewan direksi.
c.
Pertanggungjawaban (Responsibility)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku , kebiasaan dan etika binis. Dengan
demikian prinsip ini diharapkan menyadarkan perusahaan bahwa
kegiatan
usahanya
harus
dipertanggungjawaban
kepada
shareholders maupun kepada stakeholders.
d.
Kemandirian (Independency)
Intinya agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada
benturan kepentingan dan tanpa adanya tekanan atau intervensi dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.
Kesetaraan dan kewajaran (Fairness)
Adanya perlakuan yang adil dalam pemenuhan hak stakeholder
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat
memonitor dan memberikan jaminan perlakuan adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan.
2. Caux Principles for Business
Caux Principles merupakan sekumpulan rekomendasi yang mencakup
banyak wilayah dari corporate behavior. Rekomendasi-rekomendasi
tersebut “berupaya untuk mengekspresikan standar umum corporate
behavior yang etis dan bertanggung jawab dan ditawarkan sebagai dasar
untuk dibicarakan dan diimplementasikan oleh kalangan bisnis dan
pemimpin di seluruh dunia. Dikeluarkan pada tahun 1994, Principles
disponsori oleh Caux Roundtable (yang terdiri dari pemimpin bisnis
senior dari Eropa, Jepang dan Amerika). Tidak ada mekanisme formal
bagi perusahaan untuk berkomitmen terhadap prinsip-prinsip ini. Sumber
internet www.cauxroundtable.org, adapun prinsip dalam Caux ini yakni:
a.
Penghormatan terhadap Pemegang kepentingan diatas pemegang
saham (Respect Stakeholders Beyond Shareholders)
Business memberikan nilai kepada masyarakat melalui kekayaan
dan menciptakan lapangan kerja dan dipasarkan produk dan jasa
yang
memberikan
bertanggung jawab
kepada
karena
konsumen.
Sebuah
mempertahankan
bisnis
kesehatan
yang
dan
kelangsungan hidup ekonomi untuk mempertahankan nilai bukan
hanya bagi para pemegang saham, tetapi juga untuk stakeholder
lain, mengakui bahwa sendiri hidup bukan satu-satunya tujuan
perusahaan
yang
bertanggung
jawab.
Sebuah
bisnis
yang
bertanggung jawab juga menghargai kepentingan, dan bertindak
dengan kejujuran dan keadilan untuk para pelanggan, karyawan,
pemasok, pesaing, dan masyarakat luas untuk memastikan
kelangsungan hidup ekonomi mereka.
b.
Berpartisipasi dalam Kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan
(Contribute to Economic, Social, and Environmetal Development)
Bisnis tidak dapat secara lestari/ sejahtera dalam masyarakat yang
gagal.Sebuah bisnis yang bertanggung jawab sehingga berpengaruh
terhadap ekonomi dan sosial dan lingkungan pengembangan
masyarakat
di
mana
ia
beroperasi,
dalam
rangka
untuk
mempertahankan esensial ‘operasi' modal - sosial, manusia,
keuangan dan segala bentuk niat baik. Sebuah bisnis yang
bertanggung jawab dapat meningkatkan efektifitas masyarakat
melalui penggunaan sumber daya bijaksana, gratis dan kompetisi
yang adil, serta inovasi dalam teknologi, metode produksi,
pemasaran, dan komunikasi.
c.
Menaati Hukum Tersurat dan Tersirat (Respect Both The Letter and
The Spirit of The Law)
Beberapa perilaku bisnis, walaupun sah, memiliki konsekuensi yang
merugikan. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab mematuhi
semangat dan maksud di balik hukum, serta hukum yang tersurat,
yang memerlukan perilaku yang melampaui kewajiban hukum
minimal. Terbuka, kejujuran, transparansi, dan menjaga janji-janji
dalam pengambilan keputusan bisnis selalu diperlukan.
d.
Mentaati Peraturan dan Kovensi (Respect the Rules and Conventions)
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab menghormati budaya lokal
dan tradisi dalam masyarakat di mana beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar keadilan dan kesetaraan. Sebuah bisnis yang
bertanggung jawab juga menghormati semua peraturan yang relevan
dan konvensi pada saat melakukan perdagangan yang adil,
kompetitif, dan dengan perlakuan yang sama bagi semua.
e.
Mendukung Globalisasi (Support Responsible Globalisation)
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab ikut serta dalam pasar global
dan mendukung keterbukaan dan keadilan sistem perdagangan
multilateral.Sebuah bisnis yang bertanggung jawab berusaha untuk
memiliki peraturan domestik dan peraturan berubah, di mana
perlakuan yang tidak wajar dapat menghambat perdagangan global
untuk semua.
f.
Penghormatan Terhadap Lingkungan (Respect The Environment)
Sebuah bisnis yang bertanggung jawab memastikan bahwa operasi
yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Sebuah binis
yang bertanggung jawab mengemban tanggung jawab untuk
melindungi dan jika mungkin meningkatkan kualitas lingkungan,
sementara menghindari pemborosan penggunaan sumber daya.
g.
Penghindaran Perbuatan Ilegal (Avoid Illicit Activities)
Sebuah binis yang bertanggung jawab tidak berpartisipasi dalam
atau membiarkan praktek korupsi, penyuapan pencucian uang, atau
kegiatan terlarang lainnya. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab
tidak berpartisipasi atau memfasilitasi perdagangan bahan apapun
yang akan digunakan untuk kegiatan teroris, perdagangan narkoba
atau kriminal lain usaha. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab
secara aktif terlibat dalam pengurangan dan pencegahan dari semua
tindakan illegal.
3.
United Nations Global Compact
GC (Global Compact) dalam peta praktik dan panduan CSR hanyalah
salah satu model yang diadopsi oleh banyak perusahaan dunia. Di
Indonesia, GC relatif kurang popular dibandingkan misalnya, CAUX
Principles atau CERES Principles,. Meski demikian, dalam catatan
resmi di websitenya, peserta GC yang dipelopori oleh PBB sudah
tercatat sebanyak 4.700 perusahaan di seluruh dunia yang menjadi
partisipannya. Untuk Indonesia saja, ditemukan sebanyak 160
partisipan terdaftar di GC (per 15 Februari 2009). Prinsip-prinsip yang
didorong oleh GC untuk para pebisnis dunia meliputi empat wilayah
utama: HAM, tenaga kerja, lingkungan, dan anti korupsi. Keempat
agenda ini dibungkus dalam sepuluh prinsip GC yang menjadi semacam
ten commandments buat para pelaku bisnis dunia global.
Dikutip dari internet http://www.legalitas.org/?q=content/islam-dancorporate-social-responsibility-csr, prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1. HAM
a. Prinsip
1:
bisnis
harus
mendukung
dan
menghormati
perlindungan hak asasi manusia internasional menyatakan;
b. Prinsip 2: pastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam
pelanggaran hak asasi manusia.
2. Standar Perburuhan
a. Prinsip 3: Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat
dan pengakuan yang efektif terhadap hak untuk berunding
bersama;
b. Prinsip 4: penghapusan semua bentuk kerja paksa dan wajib
c. Prinsip 5: efektif penghapusan pekerja anak dan
d. Prinsip 6:penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan
jabatan.
3. Lingkungan
a. Prinsip 7: Bisnis harus mendukung pendekatan pencegahan
terhadap tantangan-tantangan lingkungan hidup;
b. Prinsip 8: mengambil inisiatif untuk mempromosikan tanggung
jawab lingkungan yang lebih besar.
c. Prinsip 9: mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang
ramah lingkungan.
4. Anti-Korupsi
Prinsip 10: Perusahaan harus bekerja melawan korupsi dalam
segala bentuknya, termasuk pemerasan dan penyuapan.
Keseluruhan prinsip CSR yang tersebar di berbagai
komunitas kemasyrakatan baik itu yang bersifat profit ataupun yang
bersifat non-profit pada dasarnya menekankan pada satu tujuan
dimana eksistensi CSR pada saat sekarang ini bukan hanya sebagai
konsep yang harus dilaksanakan secara sukarela (Voluntary)
melainkan merupakan suatu urgensi yang harus segera mendapatkan
pengakuan dan dasar yang lebih kuat untuk merealisasikan CSR ini
kedalam dunia nyata.
4.
Manfaat Penerapan CSR
Menurut Eka Tjipta Foundation, CSR akan menjadi strategi bisnis yang
inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing
melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra
perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif
perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya
pertumbuhan
keinginan
dari
konsumen
untuk
membeli
produk
berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah
perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan CSR
adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan
demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak
(true win-win situation), konsumen mendapatkan produk unggul yang
ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang
pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak
langsung.
Menurut Yusuf Wibisono dalam bukunya Membedah Konsep dan
Aplikasi CSR (2007; 12) mengungkapkan keuntungan dari penerapan CSR
adalah perusahaan dapat memperhatikan dan mendongkrak reputasi dan
brand image perusahaan, layak mendapatkan social lisence to operate,
mereduksi resiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya,
mereduksi
biaya,
memperbaiki
hubungan
dengan
stakeholders,
memperbaiki hubungan dengan regulator, membentang akses menuju
market, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan dan peluang
mendapatkan penghargaan.
5. Komponen Corporate Social Responsibility
CSR
merupakan
kumpulan
praktek
dan
kebijakan
yang
berhubungan erat dengan proteksi lingkungan, jaminan kerja, Hak Asasi
Manusia, dan lain-lain. Menurut The World Bank Institute dalam Tanaya
(2004) yang dikutip Nurmansyah (2006), komponen CSR terdiri dari:
1. Proteksi Lingkungan
Fokusnya terletak pada menemukan solusi penggunaan sumber daya
alam yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak perusahaan
terhadap lingkungan. Tanggung jawab lingkungan perusahaan meliputi
suatu pendekatan menyeluruh atas operasional, produk dan fasilitas
perusahaan
dalam
menilai
produk,
proses,
dan
jasa
bisnis;
menghapuskan limbah dan emisi; memaksimalkan efisiensi dan
produktivitas dari semua asset dan sumber daya; dan memperkecil
praktek yang mungkin mempengaruhi kemampuan generasi masa
depan dalam memanfaatkan sumber daya alam.
2. Jaminan Kerja
Meliputi kebebasan berisikan dan pengenalan yang efektif akan hak
untuk berunding secara kolektif; penghapusan semua bentuk kerja
wajib maupun kerja paksa; penghapusan buruh anak-anak; dan
penghapusan diskriminasi menyangkut pekerjaan dan kedudukan.
3. Hak Asasi Manusia
Fokus utama terletak dalam mengembangkan tempat kerja yang bebas
dari diskriminasi dimana kreativitas dan pembelajaran dapat mewarnai
etika professional, dan keseimbangan antara pekerjaan dan aspek lain
kehidupan.
Negara-negara
diharapkan
dapat
mendukung
dan
menghormati perlindungan HAM. Membayar upah yang layak dan
melindungi pekerja dari pelecehan mungkin akan mengakibatkan biaya
lebih dalam jangka pendek, tetapi jika hal tersebut meningkatkan
semangat kerja dan mengurangi employee turnover maka akan
menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang. Oleh karenanya,
praktik manajemen yang bertangung jawab dapat berkontribusi secara
langsung terhadap perolehan laba.
4.
Standar Bisnis
Standar bisnis mencakup suatu area luas dari aktivitas perusahaan
seperti etika, imbalan keuangan, perlindungan lingkungan, standar
kerja, dan HAM. Standar tersebut umumnya diterima pada tingkat
perusahaan, asosiasi bisis, industry atau nasional. Peningkatan
perdagangan
international,
globalisasi,
dan
komunikasi
telah
mendorong meningkatnya tekanan dari berbagai kelompok untuk
membentuk standar perlakuan bisnis global.
5. Pasar
Mencakup antara lain distribusi, etika pemasaran, penetapan harga,
penagihan, pengenalan produk, kualitas dan keamanan produk, yang
menggambarkan hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya.
6. Keterlibatan dalam Komunitas
Keterlibatan perusahaan dalam masyarakat mengacu pada suatu
cakupan luas tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
memaksimalkan dampak dari donasi uang, waktu, produk, jasa,
pengaruh, pengetahuan manajemen dan sumber daya lainnya yang jika
dirancang dan dilaksanakan dengan baik dan strategis. Prakarsa ini
tidak hanya member nilai ke penerima, tetapi juga meningkatkan
reputasi, merek, nilai, dan produk perusahaan dalam masyarakat local
dan global dimana mereka empunyai kepentingan komersial yang
signifikan.
7. Pengembangan Ekonomi dan Badan Usaha
Meliputi antara lain daya saing, pengembangan UKM local,
kewirausahaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan keuangan
mikro. Kewirausahaan dalam Negara dapat menjadi katalisator bagi
suatu lingkaran pertumbuhan ekonomi. Seruan kepada perusahaan
multinasional dengan keunggulan keuangan, manajerial, dan teknis
untuk mendukung usaha local semakin meningkat.
8. Proteksi Kesehatan
Tempat kerja merupakan salah satu factor untuk meakukan promosi
kesehatan di negara-negara industry, di mana perusahaan dapat
berperan sebagai mitra dalam pengembangan kesehatan.
9. Pengembangan Kepemimpinan dan Pendidikan
Karena pendidikan adalah salah satu unsur kunci dari pembangunan
berkelanjutan dan pertumbuhan yang berpihak pada kelompok miskin,
maka bisnis kerjasama dengan masyarakat sipil dan badan public dapat
memberikan kontribusi penting yaitu menyediakan akses pendidikan
berkualitas
bagi
masyarakat.
Lebih
lanjut,
perusahaan
dapat
memberikan dampak yang lebih kritis pada proses pemberdayaan
melalui peningkatan standar pengembangan kepemimpinan dan
pendidikan dalam perusahaan, dan menularkan praktik-praktik terbaik
kepada mitra mereka yang berada dalam perekonomian berkembang
maupun tradisional.
10. Bantuan Bencana Kemanusiaan
Perusahaan bekerja sama dengan badan public, masyarakat sipil, dan
organisasi
international,
memainkan
peranan
penting
dalam
mendukung operasi bantuan kemanusiaan, Oleh karena meningkatnya
biaya, ancaman dan kompleksitas dari bencana alam besar terhadap
masyarakat, maka tantangan utamanya adalah untuk melampaui
konsep “respons proaktif” dan memusatkan pada pencegahan di mana
kerangka CSR dapat membantu pemain kunci untuk lebih mengguakan
pendekatan pemberdayaan.
6. Kategori Pelaksanaan Program CSR
Kotler dan Lee (2006) menyebutkan enam kategori program CSR.
Pemilihan program alternative CSR yang akan dilaksanakan oleh
perusahaan sangat bergantung kepada tujuan pelaksanaan CSR yang ingin
dicapai perusahaan. Keenam jenis program CSR tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Cause Promotion
Dalam program ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya
lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap suatu masalah sosial atau untuk mendukung
pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat, atau perekrutan tenaga
sukarela untuk suatu kegiatan tertentu.
2. Cause Related Marketing
Dalam
program
ini,
perusahaan
memiliki
komitmen
untuk
menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu
kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini
biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka
waktu tertentu, serta untuk aktivitas tertentu.
3. Corporate Social Marketing
Dalam program ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesehatan dan keselamatan public, menjaga kelestarian
lingkungan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Corporate Philantrophy
Dalam program ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung
dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan
tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, paket
bantuan, atau pelayanan secara cuma-cuma.
5. Community Volunteering
Dalam program ini, perusahaan mendukung serta mendorong para
karyawan, para pemegang franchise atau rekan pedagang eceran untuk
menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasiorganisasi masyarakat local maupun masyarakat yang menjadi sasaran
program.
6. Socially Responsible Business Practice (Community Development)
Dalam program ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis
melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta
melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan komounitas dan memelihara lingkungan
hidup.
Jadi dari kategori pelaksanaan program CSR yang di pakai oleh PT. BRI
adalah :
-
Cause Related Marketing
-
Corporate Philantrophy, dan
-
Socially Responsible Business Practice ( Community Development )
7. Bentuk-Bentuk CSR
CSR Sebagai bentuk perbuatan baik itu yang dipandang sebagai
bentuk kewajiban ataupun yang dinilai sebagai bentuk kesukarelaan dalam
praktik dunia bisnis memiliki bentuk yang berbeda-beda. Namun
keseluruhan perbedaan tersebut masih dipayungi oleh suatu koridor yang
disebut dengan sosial. Artinya mesikpun belum ada ketentuan tertulis
mengenai bagaimana bentuk-bentuk CSR yang harus dilaksanakan oleh
tiap-tiap perusahaan yang memiliki kegiatan bisnis yang berbeda-beda
pula,
aplikasi CSR haruslah merupakan kegiatan yang bersifat
pengembangan dan pengabdian masyarakat.
Definisi Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan
dimana terdapat kehadiran orang lain. Sosial juga dapat berarti hidup
bersama dalam masyarakat (Living Together in Communities) atau
berkaitan dengan kemasyarakatan (Connected with Society). Pengertian
sosial sendiri memiliki batasan yang sangat luas terhadap ruang gerak dari
bentuk CSR itu sendiri dimana kegiatan CSR dapat dilaksanakan terhadap
segala hal yang berkaitan dengan dan mempengaruhi komponen
masyarakat terkecil yaitu manusia.
•
Bentuk-Bentuk CSR di Indonesia
Pelaksanaan CSR di Indonesia memiliki domain yang tidak terlalu
jauh berbeda satu sama lainnya, meskipun korporasi-korporasi yang
melaksanakan CSR tersebut melaksanakan kegiatan bisnis yang berbedabeda misalnya di sektor perbankan kegiataan CSR banyak difokuskan
pada bidang pendidikan seperti yang dilaksanakan oleh bank Mandiri dan
bank BNI. Beberapa program sosial BNI dalam membantu bidang
pendidikan di antaranya pemberian beasiswa setiap tahun, bantuan sarana
dan prasarana fisik dan alat tulis bagi sekolah/kampus, renovasi sekolah ,
program kewirausahaan mahasiswa, sarana pendukung pendidikan
nonformal dan program edukasi khusus bagi semua kalangan.39 Pada
bidang pendidikan, bank Mandiri memiliki sejumlah sub kegiatan seperti
beasiswa, pembelajaran mengenai perbankan kepada siswa di daerah
terpencil, penyediaan sarana penunjang pendidikan, dan renovasi sekolahsekolah yang rusak. Bank Mandiri juga menaruh perhatian besar pada
masalah yang dihadapi oleh masyarakat karena bencana alam. Pada tiga
bencana besar yang belum lama terjadi di Indonesia yakni tsunami di
Aceh dan Nias, gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan
tsunami di Pangandaran, bank Mandiri dengan sigap segera mengulurkan
bantuannya.
Pada Sektor pertambangan seperti Pertamina, kegiatan CSR
difokuskan pada 4 bagian besar yakni pendidikan, lingkungan,
kesehatan dan kemitraan berkelanjutan.Masih disektor yang sama
perusahaan
pertambangan
batubara
yakni
Bumi
Resources
menitiberatkan kegiatan CSR- nya pada bidang pengembangan
kegiatan ekonomi masyarakat dibidang perikanan, pertanian, dan
perkebunan
serta
pada
bidang
perbaikan
infrasturktur
dan
pemeliharaan kesehatan.
Tidak
sedikit
pula
korporasi
di
Indonesia
yang
sangat
memperhatikan implementasi CSR yakni dengan membentuk yayasan
khusus untuk melaksanakan program CSR secara fokus dan
berkelanjutan. Seperti PT. Unilever Indonesia Tbk melalui yayasan
Unilever Indonesia yang sangat fokus pada pengembangan ekonomi
masyarakat dan PT. HM Sampoerna Tbk melalui yayasan sampoerna
foundation yang fokus pada bidang pendidikan.
•
Bentuk-Bentuk CSR dalam International Business Society
Aplikasi CSR didunia bisnis internasional telah dibangun dari mulai
kegiatan yang bersifat promosi (Branding Image) kemudian bersifat
sukarela
(voluntary)
sampai
dengan
kewajiban
karena
hukum
(obligation). Pelaksanaan CSR Perusahaan multinasional dalam dunia
bisnis lintas negara juga memliki variasi yang inovatif dari waktu
kewaktu. Namun pada abad sekarang ini isu CSR internasional sangat
didominasi oleh permasalahan pemanasan Global (Global Warming).
Meskipun banyak negara-negara di dunia yang belum memperkuat
kedudukan CSR secara detail kedalam perangkat hukum masing-masing
negara, tidak sedikit perusahaan multinasional yang melakasanakan CSR
dan menjadikan CSR sebagai bagian dari bisnis mereka.
Perusahaan multinasional yang berkedudukan di Amerika Serikat
misalnya, seperti perusahaan minyak Exxon Mobile, perusahaan financial
Citigroup, perusahaan industry retail Wal Mart, dan perusahaan computer
IBM. Exxon Mobile memfokuskan kegiatan CSR-nya kedalam bidang
pendidikan, pelayanan kesehatan yakni antara lain sebagai sponsor dari
the United Nations Development Programme (UNDP), the United
Nations Children's Fund (UNICEF) dalam pemberantasan malaria,
lingkungan, HAM, dan kebijakan publik.45 Wal Mart menitiberatkan
CSR-nya pada bidang pendidikan, kesehatan masyarakat seperti sebagai
donatur pada American Cancer Society, the American Red Cross,
olahraga, lingkungan, bantuan bencana, kegiatan amal, dan kesejahteraan
anak.46 CSR IBM terfokus pada pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan
pengembangan masyarakat.47 Sedangkan Citigroup, selain fokus kepada
bidang kesehatan, lingkungan, dan pengembangan masyarakat, Citigroup
juga menaruh perhatian khusus pada bidang kredit usaha kecil.
Bank HSBC yang berpusat di Inggris juga menfokuskan kegiatan
CSR-nya pada bidang pendidikan, lingkungan seperti sebagai sponsor
pada Botanic Gardens Conservation International (BGCI), Earthwatch
Institute and WWF , bantuan bencana, pembiayaan, dan kredit usaha
kecil.49 Perusahaan elektronik Toshiba pun berusaha untuk membuat
CSR merupakan bagian integral dari operasi bisnis sehari-hari untuk
masing masing divisi dan setiap bisnis dan karyawan. Berdasarkan
prinsip-prinsip dasar menurut prioritas tertinggi bagi kehidupan manusia
dan keselamatan dan kepatuhan hukum dalam semua kegiatan bisnis,
Toshiba Group menitiberatkan CSR pada persoalan hak asasi manusia,
pengelolaan
lingkungan,
peningkatan
kepuasan
pelanggan
dan
perusahaan kewarganegaraan.50 Perusahaan Kosmetik ternama L'Oréal
memfokuskan kegiatan CSR-nya pada kegiatan pendidikan dan pelatihan
The L'Oréal-Unesco Awards, The Unesco-L'Oréal Fellowships, dan The
National Initiatives. Selain itu L'Oréal juga focus pada program
kesehatan dan lingkungan.51 Program CSR Perusahaan financial Jerman
yakni Deutsche Bank AG juga memiliki kesamaan dengan industri
perbankan lainnya yaitu berorientasi pada kredit usaha kecil seperti pada
program Global Commercial Microfinance Consortium Ltd, dan
Deutsche Bank Microcredit Development Fund. Kesenian, lingkungan,
pengembangan masyarakat, dan pendidikan juga menjadi titik fokus
program CSR oleh Deutsche Bank AG.
B. Pengungkapan (Disclosure)
1. Pengertian Pengungkapan
Pengungkapan (disclosure) didefinisikan sebagai suatu istilah yang
relative, akan tetapi merupakan tujuan dasar laporan keuangan setelah
menentukan untuk siapa dan untuk tujuan apa informasi keuangan itu
disajikan (Hendriksen, 1997) dalam Marianty (2005). Menurut Chairil dan
Ghozali (2003: 235) kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak
menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan
keuangan, pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus
memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas
suatu unit usaha.
2. Tujuan Pengungkapan
Tujuan
dari
pengungkapan
dinyatakan
sebagai
berikut
(Belkaoui,2004:338) pengungkapan bertujuan untuk menguraikan hal-hal
yang yang diakui dan untuk memberikan pengukuran yang relevan atas
hal- hal di luar pengukuran yang di gunakan dalam laporan keuangan,
untuk menguraikan hal-hal yang diakui dan untuk memberikan
pengukuran yang bermanfaat bagi hal-hal tersebut, untuk memberikan
informasi yang akan membantu investor dan kreditor menilai resiko dan
potensial dari dari hal-hal yang diakui dan tidak diakui, untuk memberikan
informasi penting yang memungkinkan para pengguna laporan keuangan
untuk melakukan perbandingan dalam satu tahun dan di antara beberapa
tahun, untuk memberikan informasi mengenai arus kas masuk atau keluar
di masa depan dan untuk membantu para investor menilai pengembalian
dari investor mereka.
Banyaknya teori menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk
mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan
dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut Gray et al (1995), dalam
utomo (2000) menyebutkan tiga studi, yaitu:
1. Decision Userfulnes studies
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bukti
bahwa informasi sosial di butuhkan oleh user seperti analisis, bahkan
dari pihak- pihak lain yang terlibat penelitian tersebut menyebutkan
bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi
moderately.
2. Economic Theory Studies
Studi dalam corporate responbility reporting ini, mendasari pada
economic agency theory dan accounting positivism theory yang
menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal,
Principal diartikan sebagai pemegang saham/ traditional user lain.
Namun, pengertian user tersebut telah berkembang menjadi seluruh
interest group pers yang bersangkutan.
3. Social and Political Theory Studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi
dan teori economic public. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa
perusahaan berusaha mencari pembenaran dalam menjalankan operasi
perusahaanya. Pengeran teori legitimasi dapat di pahami dari definisi
yang ditawarkan oleh Lindblom dalam Utomo (2000) sebagai berikut:
‘’...a conditionor status which exist when on entity’s valve system
is congrvent with the valve system of the large social system of
which the entity is a part. When a disparity actual or potential,
Exist betwen the two valve system, There is a threat to the entity
legitimancy.”
Sedangkan mengenai teori ekonomi politik, Jackson dalam Utomo
(2000) menjelaskan sebagai berikut
“ ...the study of the interplay of power, the goals of poerwielders
and the productive exchane system ( zald,1970,p,233), as a
framework, political economy does not concentrate exclusively
market exchange . Rather it first of all analysis exchange whatever
institutions such goverment, Low and property rights, each
fortifled by power and economy i.e. the system of and exchanging
goods and service.”
Dengan melakukan sosial disclosure, perusahaan keberadaan dan
aktivitasnya
terlegitimasi,
menghindarkan
dalam
aktivitasnya
prespektif
terlegitimasi.
ini
Dalam
perusahaan
prespektif
akan
ini,
perusahaan akan menghindarkan adanya peregulasian suatu aspek, yang
dirasakan akan lebih berat sisi cost dari pada mereka melakukannya secara
sukarela.
3. Tingkat Pengungkapan
Semakin banyak tema dan item atau unsur yang diungkapkan oleh
suatu perusahaan maka dikatakan bahwa tingkat pengungkapan tanggung
jawab
sosialnya
semakin
luas.
Dengan
kata
lain,
tingkat/luas
pengungkapan berarti banyaknya jumlah item-item yang diungkapkan oleh
suatu perusahaan dibandingkan dengan junlah keseluruhan item yang
selayaknya diungkapkan.
Berkaitan dengan tingkat pengungkapan, hasil penelitian Zeghal
dan Shadrudin (1991), Cooke (1992), Gamble et.al. (1995), dan Kolk
(2003) menunjukkan pengungkapan dalam laporan tahunan tidak sama
antara satu kelompok industri dengan kelompok lainnya. Gamble et.al.
menyatakan beberapa industri khususnya pertambangan dan manufaktur
menunjukkan kualitas ungkapan yang lebih tinggi dibanding perusahaan
dengan jenis industri lainnya. Cooke menyatakan perusahaan manufaktur
mengungkapkan informasi secara signifikan lebih tinggi dibanding industri
tipe lainnya.
4. Tema Pengungkapan
Zuhroh dan Sukmawati (2003) menyebutkan tema-tema yang
termasuk dalam akuntansi pertanggung jawaban sosial adalah :
kemasyarakatan, ketenagakerjaan, produk dan konsumen, dan lingkungan
hidup. Hasil penelitian Yayasan Mitra Mandiri Pekalongan (Media
Akuntansi,
Edisi
27/Juli-Agustus
2002),
menunjukkan
bahwa
pengungkapan tanggung jawab sosial umumnya berkaitan dengan tema
ketenagakerjaan. Sejalan dengan hasil tersebut, penelitian Masnila (2006)
menunjukkan penelusuran pada 69 laporan tahunan perusahaan sampel
menunjukkan
bahwa seluruh
perusahaan
(100%) mengungkapkan
tanggung jawab sosial berkaitan dan ketenagakerjaan. Sebanyak 80%
mengungkapkan tanggung jawab. perusahaan berkaitan dengan produk dan
konsumen. Sebesar 61% mengungkapkan tanggung jawab perusahaan
berkaitan
dengan
kemasyarakatan.
Selanjutnya
sekitar
48%
mengungkapkan tanggung jawab social berkaitan dengan permasalahan
lingkungan hidup.
5. Tipe Pengungkapan
Pengungkapan tanggung jawab sosial bisa dilakukan dengan cara
kualitatif naratif, kuantitatif non-moneter, dan kuantitatif moneter. Bentuk
narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angka-angka pendukung disebut
dengan pengungkapan dengan tipe kualitatif naratif. Tipe pengungkapan
kuantitatif non-moneter dinyatakan dalam bentuk angka-angka namun
tidak dalam satuan uang/moneter, dan tipe kuantitatif moneter dinyatakan
dalam bentuk angka-angka dan dalam satuan uang/moneter.
6. Lokasi Pengungkapan
Lokasi pengungkapan
berarti merujuk pada tempat dimana
pengungkapan tersebut dilakukan. Menurut Utomo (2000:107) ada
beberapa bagian atau lokasi pengungkapan dalam laporan tahunan yaitu
overview, surat dari dewan komisaris, surat dari dewan direksi, catatan
atas laporan keuangan, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari tempat atau
lokasinya dalam laporan tahunan, maka lokasi yang paling banyak
digunakan untuk pengungkapan adalah Catatan atas Laporan Keuangan.
Penelitian
perusahaan
Utomo (2000) yang membandingkan pengungkapan sosial
dengan
kelompok
industri
high
dan
low
profile
mengungkapkan bahwa tema yang paling banyak digunakan oleh kedua
industri tersebut adalah tema ketenagakerjaan. Sejalan dengan penelitian
Yayasan Mitra Mandiri, Muslim utomo dalam penelitiannya pun
menemukan bahwa lokasi yang paling banyak dimanfaatkan sebagai
tempat pengungkapan sosial adalah di bagian Catatan atas Laporan
Keuangan.
C. Akuntansi yang Berlaku Umum
1. Latar Belakang Timbulnya Prinsip Akuntansi Berlaku Umum
Timbulnya prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP) dapat dilihat dari peran akuntansi
yaitu menyajikan informasi kepada berbagai pihak. Secara khusus GAAP
mengatur akuntansi keuangan yang menyajikan informasi kepada pihak di
luar organisasi. Akan tetapi, informasi yang disajikan tersebut tidak hanya
berguna untuk pihak di luar perusahaan tetapi juga pihak intern organisasi.
Menurut Fess dan Warren (1990;74) informasi akuntansi keuangan yang
disajikan sesuai dengan GAAP memang utamanya ditujukan kepada pihak
luar (external) tetapi juga berguna bagi manajemen untuk mengarahkan
operasi perusahaan. Perusahaan menambah berbagai laporan yang
diperlukan yang tidak harus diatur oleh GAAP yang dibutuhkan oleh
manajemen.
Akuntansi
yang
diselenggarakan
untuk
menghasilkan
informasi kepada pihak eksteral disebut juga dengan akuntansi keuangan
sedangkan akuntansi yang memfokuskan diri pada penyajian laporan untuk
tujuan pengambilan keputusan intern organisasi disebut akuntansi
manajemen. Miller et.al (1985:5) menyatakan ada tiga kelompok orang
yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan yaitu pengguna (users),
penyaji (preparers), dan auditor (auditors). Pengguna adalah individu atau
institusi yang mengandalkan informasi akuntansi keuangan dalam
pengambilan keputusan investasi atau kredit. Dalam kelompok ini termasuk
investor, kreditor, analis keuangan dll. Penyaji adalah pihak yang
menyusun dan menerbitkan laporan keuangan yaitu manajemen. Auditor
adalah pihak yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan untuk
menyatakan pendapat atas kewajarannya. Ketiga pihak yang berpartisipasi
dalam akuntansi keuangan memiliki kepentingan yang berbeda-beda atas
penyajian laporan keuangan. Persepsi masing-masing pihak yang terlibat
juga berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan satu aturan yang disepakati
untuk dapat dijadikan pegangan bagi pengguna, penyaji, dan auditor. Disini
arti penting dan latar belakang munculnya prinsip akuntansi berlaku umum.
2. Konteks Akuntansi yang Berlaku Umum
Dalam konteks standar akuntansi yang berlaku umum, ada dua konsep
yang harus dipenuhi.
1. Konsep entitas usaha, membatasi data ekonomi dalam sistem akuntansi
terhadap data yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Perusahaan dianggap sebuah entitas yang terpisah dari pemilik, kreditur,
dan pihak yang berkepentingan lainnya. Misalnya, seorang konsultan
perorangan yang sekaligus sebagai seorang kepala keluarga, harus
memisahkan antara perusahaannya sebagai konsultan dan keuangan
keluarganya.
2. Konsep biaya. Bahwa nilai suatu aset dicatat berdasarkan nilai
perolehannya. Bukan berdasarkan nilai pasar, atau nilai penawaran.
Konsep biaya ini didukung dengan dua konsep lain, yaitu:
•
Konsep objektivitas, yang melandaskan pencatatan dan pembukuan
laporan akuntansi pada bukti objektif.
•
Konsep unit pengukuran yang mensyaratkan data ekonomi dicatat
dalam satuan mata uang. Bila di Indonesia kita menggunakan rupiah
(Rp.) tetapi di negara lain tentunya disesuaikan dengan jenis mata
uang yang dipegang negara yang bersangkutan.
3.
Prinsip Akuntansi
Selain penerapan asumsi-asumsi dasar dalam praktek akuntansi,
terdapat juga beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dan
diterapkan. Adapun prinsip-prinsip akuntansi tersebut adalah:
1. Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle)
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat
aktiva, utang, modal dan biaya. Misalkan, pada saat kita hendak
membeli sebuah laptop, kita ditawari harga Rp 9.000.000,00, setelah
proses tawar menawar berjalan kita membeli laptop tersebut dengan
harga Rp 8.950.000,00. Dari kondisi di atas yang menjadi harga
perolehan laptop kita adalah Rp 8.950.000,00, sehingga pada pencatatan
kita yang muncul adalah angka Rp 8.950.000,00.
2. Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari
penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha
selama suatu periode tertentu. Dasar yang digunakan untuk mengukur
besarnya pendapatan adalah jumlah kas atau ekuivalennya yang diterima
dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas.
3. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mempertemukan biaya dengan
pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip ini berguna untuk
menentukan besarnya penghasilan bersih setiap periode. Prinsip ini
biasanya diterapkan saat kita membuat jurnal penyesuaian. Dengan
adanya prinsip ini kita harus menghitung berapa besarnya biaya yang
sudah benar-benar menjadi beban kita meskipun belum dikeluarkan, dan
berapa besarnya pendapatan yang sudah benar-benar menjadi hak kita
meskipun belum kita terima selama periode berjalan.
4. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi
harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Konsistensi tidak
dimaksudkan sebagai larangan penggantian metode, jadi masih
dimungkinkan untuk mengadakan perubahan metode yang dipakai. Jika
ada penggantian metode, maka selisih yang cukup berarti (material)
terhadap laba perusahaan harus dijelaskan dalam laporan keuangan,
tergantung dari sifat dan perlakukan terhadap perubahan metode atau
prinsip tersebut.
5. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang
lengkap dalam laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena melalui
laporan keuanganlah kita dapat mengetahui kondisi suatu perusahaan
dan mengambil keputusan atas perusahaan tersebut. Apabila informasi
yang disajikan tidak lengkap, maka laporan keuangan tersebut bisa
menyesatkan para pemakainya.
Download