BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan cuaca, khususnya peralihan musim kering dan musim
penghujan, atau sebaliknya sering menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap
berbagai macam penyakit. Seringkali penyakit yang muncul adalah batuk, pilek
dan flu yang dapat meningkatkan produksi mukus. Potensi tanaman obat di
Indonesia cukup besar. Aset bangsa tersebut perlu digali, diteliti, dikembangkan,
dan dioptimalkan pemanfaatannya, sehingga peranannya dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Banyak penelitian telah dikembangkan
untuk menciptakan obat baru dengan menggunakan tanaman obat di Indonesia.
Bunga kembang sepatu merupakan tanaman yang memiliki potensi untuk
mengobati berbagai penyakit salah satunya adalah sebagai peluruh dahak
(Anonim, 1985). Pemanfaatan bunga kembang sepatu sebagai obat batuk menurut
Handoko (2008) dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu: cara panas dan
cara dingin. Pemanfaatan dengan cara panas dilakukan dengan merebus 20 gram
bunga kembang sepatu selama 15 sampai 20 menit, kemudian rebusan disaring
dan air rebusan diminum setelah dingin. Sedangkan pengolahan bunga kembang
sepatu dengan cara dingin adalah dengan melumatkan bunga pada mortar dan
ditambahkan setengah gelas air matang kemudian diangin-anginkan selama
semalam. Rasa pahit dari bunga kembang sepatu dapat ditutupi dengan
menambahkan air gula atau madu pada ramuan. Ekstrak etanolik bunga kembang
1
2
sepatu warna merah berefek sebagai mukolitik dan mengandung alkaloid yang
larut dalam air sebagai senyawa penanda (Murrukmihadi, 2010). Alkaloid yang
terdapat dalam tumbuhan ada yang dalam bentuk basa bebas dan ada yang dalam
bentuk garamnya, karena belum diketahui alkaloid jenis apa yang memiliki efek
mukolitik dalam bunga kembang sepatu warna merah muda, maka digunakan
pelarut yang bersifat semipolar agar dapat melarutkan alkaloid-alkaloid tersebut.
Sirup merupakan bentuk sediaan yang menyenangkan untuk pemberian
suatu obat yang rasanya tidak enak. Zat pemanis yang ada dalam sirup dapat
menutupi rasa tidak enak dari sediaan obat. Sirup merupakan campuran homogen,
cepat diabsorbsi, cocok untuk yang sukar menelan, dan dapat mengurangi resiko
terjadinya iritasi pada lambung (Aulton, 2007). Bentuk sirup diharapkan dapat
memberikan efek lokal guna membantu ekskresi mukus pada penderita batuk.
Maka dari itu penelitian ini, dibuat dalam bentuk sediaan sirup.
Adanya
penelitian
ilmiah
tentang
obat
tradisional
diharapkan
mempercepat penerimaan oleh masyarakat luas dan kalangan medis sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sekaligus membantu kelestariannya.
Untuk menguji khasiat mukolitik dari bunga kembang sepatu dapat dilakukan
menggunakan metode in vitro sederhana melalui pengukuran efek senyawa
terhadap viskositas mukus usus sapi. Asetilsistein 0,1% digunakan sebagai
pembanding dalam uji ini (Anonim, 1991).
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Apakah ekstrak etanolik bunga kembang sepatu warna merah muda
memiliki aktivitas mukolitik secara in vitro pada mukus usus sapi?
2. Bagaimana pengaruh variasi kadar ekstrak etanolik bunga kembang sepatu
warna merah muda terhadap aktivitas mukolitik secara in vitro pada
mukus usus sapi ?
3. Pada kadar berapa ekstrak etanolik bunga kembang sepatu warna merah
muda memiliki aktivitas mukolitik sebanding dengan sirup Asetilsistein
0,1%?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas mukolitik ekstrak etanolik bunga kembang sepatu
warna merah muda terhadap mukus usus sapi secara in vitro.
2. Mengetahui pengaruh variasi kadar ekstrak etanolik bunga kembang
sepatu warna merah muda terhadap aktivitas mukolitik secara in vitro pada
mukus usus sapi.
3. Mengetahui kadar ekstrak etanolik bunga kembang sepatu warna merah
muda yang memiliki aktivitas mukolitik sebanding dengan sirup
Asetitsistein 0,1%.
4
D. Tinjauan Pustaka
1. Uraian tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
a. Klasifikasi tanaman kembang sepatu
Gambar 1 . Tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L)
warna merah muda
Kedudukan tanaman kembang sepatu dalam sistematika tumbuhan
tersaji dalam tabel I berikut.
Tabel I. Klasifikasi tanaman kembang sepatu
Divisi
Subdivisi
Class
Ordo
Familia
Spesies
Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledonae
Malvales
Malvaceae
Hibiscus rosa sinensis L
(Steenis, dkk., 2008)
b. Nama daerah
Nama daerah untuk Hibiscus rosa-sinensis L. berbeda-beda untuk
setiap daerah khususnya di Indonesia. Di Sumatera, tanaman kembang
sepatu ini disebut bungong raya (Aceh), bunga-bunga (Batak), soma-
5
soma (Nias), bakeyu (Mentawai) dan bunga raya (Melayu). Di Pulau
Jawa, daerah Jakarta menyebut Hibiscus rosa-sinensis L. adalah
kembang sepatu dan uribang, orang Sunda menyebutnya kembang
wera, di Jawa disebut wora-wari dan di Madura disebut rebhang atau
mandhaleka.
c. Kandungan kimia
Bagian daun mengandung alkaloid, glikosida, flavonoid, protein
dan asam amino (Gupta, dkk., 2009). Bunga kembang sepatu
mengandung tanin, saponin, alkaloid, steroid dan flavonoid (Bhaskar,
dkk., 2011). Komponen utama dari bunga kembang sepatu adalah 2,3heksanadiol, asam n-heksadekanoat, asam 1,2-benzen dikarboksilat
dan skualene (Bhaskar, dkk., 2011). Dalam penelitiannya, Fathonah
(2010) melaporkan bahwa bunga kembang sepatu mengandung
alkaloid yang memiliki gugus karbonil amida, N-H sekunder serta
gugus hidroksil. Bunga kembang sepatu juga dilaporkan mengandung
asam askorbat, diglukosida sianidin, fosfor, kalsium, besi, lemak, serat,
niasin, riboflavin, tiamin dan air (Duke, 2008). Puckaber dkk. (2002)
melaporkan kandungan aglikon utama dalam bunga kembang sepatu
segar yaitu kuersetin dan sianidin.
d. Khasiat
Bagian bunga dimanfaatkan sebagai peluruh dahak, penurun panas,
pelembut kulit (Anonim, 1985). Bunga kembang sepatu merah yang
6
direbus dalam santan dan dibubuhi gula merupakan obat batuk. Resep
ini telah dipakai di Yogyakarta dan Surakarta (Heyne, 1950).
Penelitian-penelitian terhadap bunga kembang sepatu telah
dilakukan.
Ekstrak
etanolik
bunga
kembang
sepatu
mampu
menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis yang sensitif
dan resisten (Gartinah dkk., 2004). Ekstrak etanolik akar bunga
kembang
sepatu
mempunyai
aktivitas
sebagai
antiimplantasi
(Vasudeva dan Sharma, 2008). Ekstrak petroleum eter, hidroalkohol,
dan kloroform bunga kembang sepatu mampu menurunkan tekanan
darah (Siddiqui dkk., 2006). Ekstrak etanolik bunga kembang sepatu
mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans (Skarayadi dkk.,
2004). Gauthaman dkk. (2006) melaporkan khasiat bunga kembang
sepatu dalam menigkatkan senyawa antioksidan endogen miokardial,
sehingga berefek kardioprotektif. Ekstrak etanolik bunga kembang
sepatu berefek sebagai mukolitik secara in vitro menggunakan mukosa
usus sapi dan mengandung golongan alkaloid yang larut dalam air
(Murrukmihadi, 2010).
2. Ekstraksi
Penyarian atau ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang
diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih
dimana zat yang diinginkan larut (Ansel, 2005). Berdasarkan fase yang terlibat,
terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair.
7
Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi padat-cair melalui
tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di dalam
dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah
pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan ekstrak. Ekstraksi padat-cair
dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan
banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1987).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua macam,
yaitu cara dingin dan cara panas. Cara dingin terdiri dari maserasi dan perkolasi.
Sedangkan cara panas terdiri dari refluks, soxhletasi, digesti, infus, dan dekok
(Anonim, 2000).
Pemilihan larutan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah
diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap
dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang
dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Anonim, 1986).
a. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan alat
dari gelas yang bekerja secara berkesinambungan menggunakan
pelarut yang selalu baru. Umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000). Cairan
penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik ke atas
melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan
8
oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil
melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu (Anonim, 1986).
b. Infundasi
Infundasi adalah proses penyaringan yang umumnya digunakan
untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahanbahan nabati. Penyaringan dengan cara ini menghasilkan sari yang
tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab
itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari
24 jam (Anonim, 1986).
c. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyaringan yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
pengari. Maserasi merupakan proses penyarian yang sederhana dan
banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk
simplisia yang halus. Simplisia direndam dalam cairan penyari yang
ditempatkan pada wadah bejana bermulut besar, ditutup rapat
kemudian dikocok berulang-ulang, sehingga memungkinkan pelarut
masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia (Ansel, 1989). Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang
di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
9
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).
d. Perkolasi
Perkolasi
adalah
cara
penyarian
yang
dilakukan
dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah
dibasahi. Gerak ke bawah dari cairan penyari dikarenakan oleh gaya
beratnya sendiri dan cairan yang berada di atasnya, sedangkan daya
kapiler justru cenderung menahan aliran (Anonim, 1986)
3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).
Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang
sebagai bahan awal, bahan antara, maupun bahan jadi. Ekstrak sebagai bahan
awal, apabila ekstrak digunakan sebagai bahan baku obat yang akan diolah
dengan teknologi fitofarmasi menjadi produk jadi. Ekstrak yang diproses menjadi
fraksi-fraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan
ekstrak lain ketika ekstrak dipandang sebagai bahan antara. Ekstrak digunakan
sebagai bahan jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap
digunakan oleh pasien (Anonim, 2000).
10
4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi
Lapis
Tipis
adalah
metode
pemisahan
senyawa
menggunakan fase diam berupa serbuk halus yang dilapiskan secara merata pada
lempeng kaca, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan
berupa
bercak
atau
pita
dan
pemisahan
terjadi
selama
perambatan
(pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan
atau dideteksi. Untuk campuran yang tidak diketahui lapisan pemisah dan sistem
larutan pengembang harus dipilih dengan tepat karena keduanya bekerjasama
untuk mencapai pemisahan (Stahl, 1985).
Metode KLT ini sangat cocok untuk analisis di labotarorium farmasi
karena hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan, menggunakan
waktu singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit) dan memerlukan
jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 gram) (Stahl, 1985).
Keberhasilan metode ini ditentukan oleh fase diam, fase gerak, bejana
pemisah, cuplikan, cara dan jumlah penotolan, pembuatan cuplikan, dan deteksi
senyawa yang dipisahkan (Harborne, 1987).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007).
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh jika penotolan sampel
dilakukan dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Penotolan sampel
11
yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia, fisika maupun
biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan suatu pereaksi melalui penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas
(Gandjar dan Rohman, 2007).
5. Alkaloid
Alkaloid umumnya dinyatakan sebagai senyawa basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen yang merupakan bagian dari sistem siklik
(Suradikusumah, 1989). Saat ini alkaloid dapat dinyatakan sebagai senyawa
organik alami yang mengandung atom nitrogen yang merupakan bagian dari
sistem siklik, bersifat basa, penyebarannya terbatas, dan memiliki sifat
farmakologis pada dosis rendah (Bruneton, 1993) .
Sifat basa dari alkaloid bervariasi tergantung pada sepasang elektron bebas
dari atom nitrogen (N). Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan aton N
adalah gugus pendorong elektron maka elektron pada atom N akan bertambah
rekatif sehingga kebasaan akan meningkat. Tetapi jika gugus yang berdekatan
adalah gugus penarik elektron maka elektron pada atom N akan berkurang
kereaktifannya sehingga alkaloid menjadi netral atau sedikit asam (Sudaryono,
1996).
12
Pengujian sederhana untuk mengetahui adanya alkaloid pada tumbuhan
adalah adanya rasa pahit dilidah jika salah satu bagian tumbuhan tersebut
dikunyah (Harbone, 1987).
6. Mukus
Mukus adalah sekret yang dikeluarkan membrane mukosa, terdiri dari air,
garam, dan jenis protein, yaitu musin, yang member sifat lengket pada sekret
(Pearce, 1979). Komposisi mukus manusia adalah 95% air dan 5% glikoprotein
(DiPiro dkk., 2002). Mukus memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat perangsang
(dahak, debu, peradangan), yang dapat merangsang batuk (Tjay dan Rahardja,
2003). Komponen kimia yang penting dari mukus adalah mukopolisakarida yang
dihubungkan dengan mukoprotein (Comroe, 1970).
7. Batuk
Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk
mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat
perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian, batuk merupakan suatu
mekanisme perlindungan (Tjay dan Rahardja, 2003).
Berdasarkan ada atau tidaknya dahak, batuk dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu batuk produktif atau batuk berdahak dan batuk kering (Ikawati, 2006). Batuk
produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan
zat-zat asing dan dahak dari batang tenggorokan. Salah satu obat yang dapat
mengencerkan dahak sehingga dahak mudah keluar adalah mukolitik.
13
Produksi mukus meningkat pada beberapa kondisi, seperti asma,
bronchitis dan infeksi saluran nafas. Pada kondisi tersebut mukus menjadi kental.
Perubahan ini menghambat kerja silia, sehingga menyulitkan saluran napas untuk
mengeluarkan mukus (Hitner dan Nagle, 1999).
8. Mukolitik
Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan secret saluran napas
dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari
sputum (Ganiswara dkk. 2005).
Gambar 2. Tipe ikatan yang terdapat pada mukus (Zayas, dkk., 2005)
Pada mukus terdapat berbagai macam jenis ikatan antar molekul. Ikatan
antar molekul inilah yang menjadi target pengobatan mukolitik. Dengan memutus
ikatan-ikatan antarmolekul maka dapat mengurangi viskositas mukus.
14
Gugus sulfidril (-SH) bebas pada mukolitik berdaya mengurangi
kekentalan dahak (Tjay dan Rahardja, 2003). Golongan mukolitik bekerja
menurunkan viskositas mukus, sehingga memudahkan ekpektorasi.
Gambar 3. Pemutusan ikatan disulfida oleh mukolitik (Zayas, dkk., 2005)
Salah satu obat golongan mukolitik adalah asetilsistein. Asetilsistein
menurunkan viskositas sekret paru pada pasien radang paru dan mampu
memperbaiki gerakan bulu getar (Tjay dan Rahardja, 2003). Adanya gugus –SH
pada asetilsisten dapat memutus ikatan disulfida pada mukus sehingga dapat
menurunkan viskositas mukus.
Gambar 4. Struktur asetilsistein (Anonim, 2014)
Inhalasi asetilsistein pada terapi mukolitik dapat memperbaiki kondisi
saluran pernafasan dengan mengurangi produksi mukus yang kental. Asetilsistein
15
digunakan pada penyakit bronkitis, TBC, pneumonia, dan penyakit kronis saluran
pernafasan. Penggunaan asetilsistein secara oral juga dapat digunakan sebagai
mukolitik pada kasus yang tidak berat (Anonim, 2014).
9. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya (Martin dkk., 1993).
Perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang cairan dipisahkan oleh suatu jarak
yang kecil sekali (dr). Perbedaan ini dinamakan rate of shear, dv/dr (Martin dkk.,
1993). Untuk menyebabkan aliran diperlukan gaya per satuan luas, F’/A (shearing
stress). Makin besar viskositas suatu cairan, maka makin besar shearing stress
yang diperlukan untuk menghasilkan rate of shear tertentu (Martin dkk., 1993).
Hubungan ini bisa dinyatakan melalui persamaan berikut :
𝐹′
𝐴
𝑑𝑣
= 𝜂 𝑑𝑟
(1)
Persamaan di atas seringkali ditulis sebagai berikut :
𝐹
𝜂=𝐺
(2)
Hasil plot F vs G merupakan suatu rheogram (Martin dkk., 1993).
Berdasarkan tipe aliran dan deformasi, bahan digolongkan menjadi dua,
yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton. Pemilihan ini bergantung pada sifatsifat alirannya apakah sesuai dengan hukum aliran Newton atau tidak. Pada sistem
Newton, rate of shear berbanding langsung dengan shearing stress. Semakin
besar viskositas suatu cairan, akan makin besar pula gaya per satuan luas
16
(shearing stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu rate of shear tertentu.
Sistem non-Newton artinya zat-zat tidak mengikuti persamaan aliran Newton
(Martin dkk., 1993).
10. Viskometer Ostwald
Viskometer Ostwald merupakan viskometer kapiler, dimana viskositas
ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk
lewat di antara dua tanda ketika ia mengalir karena pengaruh gravitasi melalui
suatu tabung kapiler vertikal.
Gambar 5 . Viskometer Ostwald (Gohel, 2007)
Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang
dibutuhkan bagi suatu cairan yang viskositasnya diketahui (biasanya air) (Martin
dkk., 1993).
Viskositas cairan diperoleh dengan mensubstitusi harga percobaan dalam
persamaan (Martin dkk, 1993),
𝜂1
𝜂2
𝜌1 𝑡1
𝑡2
= 𝜌2
(3)
Persamaan (3) berdasarkan pada hukum Poiseuille untuk suatu cairan
yang mengalir melalui suatu tabung kapiler,
17
𝜂=
𝜋.𝑟4.𝑡.𝛥𝑃
8.𝑙.𝑉
(4)
dimana r adalah jari-jari dari dalam kapiler tersebut, t adalah waktu aliran. 𝛥𝑃
adalah tekanan dimana cairan tersebut mengalir, l adalah panjang kapiler dan V
adalah volume cairan yang mengalir (Martin, dkk. , 1993). Penampang melintang,
panjang, dan volume dari viskometer kapiler yang digunakan tidak berbeda maka
bisa digabung ke dalam suatu konstanta, K. Maka persamaan (4) dapat di tulis
menjadi,
𝜂 = 𝐾. 𝑡. 𝛥𝑃
(5)
Tekanan 𝛥𝑃 bergantung pada kerapatan 𝜌 dari cairan yang akan diukur,
percepatan gravitasi, dan perbedaan tinggi batas cairan yang akan diukur (Martin,
dkk., 1993). Percepatan gravitasi merupakan suatu konstanta dan jika batas dalam
kapiler dijaga konstan untuk semua cairan, maka dapat digabungkan menjadi
suatu konstanta dan persamaan (5) bisa ditulis :
𝜂 = 𝐾′. 𝑡1. 𝜌1
(6)
𝜂 = 𝐾′. 𝑡2. 𝜌2
(7)
Oleh karena itu jika periode alir bagi kedua cairan dibandingkan dalam
viskometer kapiler yang sama, persamaan (6) dibagi persamaan (7) akan
menghasilkan persamaan (3).
11. Sirup
Sirup atau sirupi adalah sediaan cair kental untuk pemakaian dalam,
minimal mengandung 50% sakarosa. Kebanyakan sirup-sirup mengandung
sebagian besar sukrosa, biasanya 60 sampai 80%, tidak hanya disebabkan karena
18
rasa manis dan kekentalan yang diinginkan, tapi juga karena sifat stabilitasnya
yang berbeda dengan sifat larutan encer sukrosa yang tidak stabil (Ansel, 1989).
Larutan
gula
yang
pekat
akan
resisten
terhadap
pertumbuhan
mikroorganisme (Ansel, 1989). Dalam hal sirup antitusif, sirup manis yang kental
mempunyai efek menyejukkan pada tenggorokan yang terganggu begitu obat
melalui tenggorokan (Ansel, 1989). Sejauh sirup tidak merupakan suspense,
haruslah tampak jernih. Jika setelah pembuatannya tidak dihasilkan sirup yang
jernih, maka cairan yang masih panas diperas melalui kain lena atau flannel,
selain itu jika perlu disaring (Voigt, 1984).
Sebagian besar sirup mengandung komponen-komponen berikut selain air
murni dan zat-zat obat : (1) gula, untuk memberi rasa manis dan kental, (2)
pengawet antimikroba, (3) pembau, dan (4) pewarna. Juga banyak sirup terutama
yang dibuat dalam perdagangan mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu
kelarutan, pengental dan stabilisator.
12. Sifat-sifat Fisik Sirup
a. Kekentalan atau Viskositas
Uji sifat alir perlu dilakukan untuk mengetahui viskositas dari
sirup. Cara uji sifat alir sirup adalah menggunakan viskometer Ostwald
dan piknometer. Replikasi tiga kali dan dihitung rata-rata serta standar
deviasinya. Penentuan viskositas sediaan dilakukan untuk mengetahui
viskositas dari formula sirup yang dibuat. Viskositas penting dalam
mutu sirup karena bila sirup ditelan, hanya sebagian obat yang larut
19
yang benar-benar kontak dengan ujung pengecap, sisa obat yang
terbawa melewati kerongkongan dalam bungkusan sirup yang pekat
(Ansel, 1989).
b. Tanggap rasa
Rasa merupakan parameter stabilitas fisik yang penting untuk
sediaann oral karena mempengaruhi acceptability pasien terhadap
sediaan tersebut. Uji tanggap rasa dilakukan untuk mengamati rasa dari
sirup yang telah dibuat. Cara pelaksanaannya adalah dipilih sejumlah
orang responden untuk menilai rasa dan aroma dari sirup ekstrak
bunga kembang sepatu. Masing-masing responden diberi satu buah
kuesioner dan mereka dapat mengisi kuesioner setelah merasakan sirup
ekstrak bunga kembang sepatu.
c. Derajat keasaman
Menurut Allen (2002), pH yg dipersyaratkan untuk sediaan oral
adalah yang cenderung asam.
Nilai pH yang cenderung asam
bertujuan untuk meningkatkan acceptability pasien. Uji derajat
keasaman dilakukan untuk mengetahui kadar keasaman dari formula
sirup yang biduat. Uji derajat keasaman dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan replikasi 3 kali dan
dihitung rata-rata.
20
E. Landasan Teori
Bunga kembang sepatu memiliki khasiat antara lain sebagai peluruh dahak
(Anonim, 1985). Penggunaan bunga kembang sepatu warna merah merah muda
secara tradisional yang direbus dalam santan serta dibubuhi gula merupakan obat
batuk (Heyne, 1950).
Ekstrak etanolik bunga kembang sepatu varietas warna merah berefek
sebagai
mukolitik
secara
in
vitro
menggunakan
mukosa
usus
sapi
(Murrukmihadi, 2010). Berdasarkan penelitian Lande (2009), ekstrak etanolik
bunga kembang sepatu warna merah memiliki aktivitas mukolitik pada
konsentrasi 1,25% dan 1,5% secara in vitro.
Sirup merupakan campuran homogen, cepat diabsorbsi, cocok untuk yang
sukar menelan, dan dapat mengurangi resiko terjadinya iritasi pada lambung
(Aulton, 2007). Bentuk sirup diharapkan dapat memberikan efek lokal guna
membantu ekskresi mukus pada penderita batuk. Asetilsistein 0,1% digunakan
sebagai kontrol positif (Anonim, 1991). Asetilsistein mampu melepaskan ikatan
disulfida mukoprotein, sehingga menurunkan viskositas sputum (Ganiswara dkk.,
2005).
F. Hipotesis
Sirup ekstrak etanolik bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.)
warna merah muda memiliki aktivitas mukolitik secara in vitro, dan pada kadar
tertentu memiliki aktivitas mukolitik yang sebanding dengan sirup asetilsistein
0,1%.
Download