Buku Abd Qadir.indd

advertisement
MENATAP
MASA DEPAN
BANGSA
(Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia
Dalam Menopang Masa Depan Bangsa)
Menatap Masa Depan Bangsa | i
ii | Abdul Qadir Jailani
MENATAP
MASA DEPAN
BANGSA
(Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia
Dalam Menopang Masa Depan Bangsa)
Penulis:
Abd. Qadir Jailani
Menatap Masa Depan Bangsa | iii
MENATAP MASA DEPAN BANGSA
(Sebuah Catatan Untuk Bangsa Indonesia Dalam Menopang Masa Depan
Bangsa)
Penulis
: Abd. Qadir Jailani
Supervisi
Desain
: Moh. Hamzah Arsa
: Langit Putra Cahya
Cetakan : Pertama, Juli 2010
Penerbit:
Kajian Waraal Qitor (KWQ)
Sekretariat : Gedung Pusdilam No. 01
TMI Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan,
Sumenep Madura Indonesia 69465
Telp./Faks. (0328) 821.777 Mobile: 081703581866
E-mail: [email protected]
Didukung Oleh:
Pusat Studi Islam (Pusdilam) Al-Amien
Sekretariat : Gedung Pusdilam No. 01
TMI Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan,
Sumenep Madura Indonesia 69465
Telp./Faks. (0328) 821.777
ISBN : 978-602-97144-2-5
Hak cipta dilindungi undang-undang
Hak cipta ada pada penulis
iv | Abdul Qadir Jailani
MENATAP MASA DEPAN BANGSA
(Sebuah Pengantar Dari Penulis)
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, ucapan itulah yang terus tercipta
dalam setiap derap dan langkah penulis. Pasrah secara totalitas kepada
sang pencipta, Allah Swt., merupakan sikap seorang hamba (‘abd)
sejati setelah usaha direalisasikannya. Karena, segala sesuatu di dunia
ini datangnya dari Allah Swt., dan akan kembali kepadaNya pula. Juga,
kepada sang proklamator dunia yang telah merubah tatanan kehidupan
manusia, dari yang mulanya penuh dengan dunia kejahiliahan menuju
dunia yang cerah dengan nur ilahi yaitu dengan adanya Iman, Islam dan
Ihsan. Subhanallah...!
Sudah barang tentu, tradisi ilmiah pesantren harus selalu
mengakar dalam ranah dan paradigma berpikir santri. Hal ini seharusnya
tidak hanya menjadi pola pikir saja, melainkan bisa mereka realisasikan
dalam kehidupan mereka di pesantren. Sejarah peradaban Islam telah
membuka lebar pola berpikir kita, tentang tradisi ilmiah Islam yang
telah bermula ribuan tahun yang lalu. Di mana para ilmuan dan pakar
saintis telah menghabiskan umur mereka untuk memperjuangkan tradisi
ilmiah Islam ini.
Dengan tradisi ilmiah Islam ini, kita bisa mengenal Bapak
Kimia Yang Sufi, Jabir Ibn Hayyan (721-815 M). Ia dilahirkan di
Menatap Masa Depan Bangsa | v
Khurasan, Iran. Ia adalah pendiri Laboratorium Kimia Pertama Dalam
Sejarah untuk keperluan eksperimen-eksperimen empiris terhadap
zat-zat kimia. Ia menulis lebih dari 500 risalah di bidang keagamaan,
kimia; fisika, astromomi, astrologi, matematika, musik, kedokteran,
dan sufisme.
Di samping itu, kita juga bisa megnenal Al-Kindi (801-873 M)
sebagai filsuf-saintis muslim pertama. Semasa mudanya, ia telah gemar
mengkaji agama, filsafat, matematika, sains alam terutama kimia.
Sehingga ia dinobatkan sebagai filsuf-saintis Muslim pertama. Dan Ia
menulis sekitar 270 karya ilmiah tentang keagamaan, logika, filsafat,
fisika, kimia, farmasi, matematika, musik, dan zoologi.
Begitu pula, kita juga bisa mengenal Al-Khwarizmi (780863 M). Ia mempunyai nama lengkap Ja’far Muhammad bin Musa alKhwarizmi, dan ia lahir di Khwarizmi, Iran. Namun, di dunia Barat
(Eropa) ia lebih dikenal dengan nama Algorism. Ia bekerja dalam
sebuah observatorium dan menekuni studi matematika dan astronomi.
Dan ilmu Aljabar yang kita kenal sekarang adalah berasal dari karya
tersohor al-Khwarizmi yang berjudul al-Jabr wal-Muqabalah (Al-Jabar
dan Persamaan).
Dan kita juga bisa mengenal ’sang jenius dan rajanya para
dokter’, Ibnu Sina (980-1037 M). Semenjak ia berumur 10 tahun,
ia telah hafal Al-Qur’an dan menguasai gramatika sastra dan teologi.
Di Barat, ia lebih dikenal dengan sebutan Avicenna dan mendapatkan
julukan ”Pangeran Para Dokter”. Kitab Qanun fith Thibb (Aturan
Pengobatan), merupakan ikhtisar pengobatan, dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan menjadi buku referensi utama sampai abad ke18 M., di universitas-universitas Barat. Ia menulis karya ilmiah tidak
kurang dari 276 tulisan yang meliputi bidang keagamaan, teologi,
syair, logika, filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, musik, politik,
matematika, fisika, kimia, sastra, kosmologi, dan geologi.
Tidak bisa dipungkiri, lahirnya suatu peradaban yang tengah
berdampingan bersama kita saat ini, adalah karena manusia sendiri ingin
memperjuangkan nilai-nilai kebenaran untuk mencapai kehidupan sejati.
Begitu juga dengan lahirnya suatu bangsa yang berasaskan terhadap nilai
pancasila ini--Bangsa Indonesia. Dalam sebuah kesempatan Soekarno
vi | Abdul Qadir Jailani
pernah berkata bahwa ”Suatu bangsa apabila kehilangan jati dirinya,
maka bangsa tersebut tidak akan mampu bertahan hidup. Bahkan akan
punah”. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana keadaan bangsa kita
saat ini, bagaimana seharusnya bangsa ini menghadapi era globalisai
dan modernisasi, dan bagaimana bangsa Indonesia di masa depan?
Nah, tentunya suatu kata pengantar singkat ini tidak akan
pernah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas. Dan kata
pengantar singkat ini, hanya sekedar memperkenalkan bagaimana
sebenarnya suatu bangsa yang tengah carut-marut ini. Baik itu dari
sektro pendidikan, politik, sosial, ekonomi maupun budaya yang ada.
Oleh karena itu, buku ”Menatap Masa Depan Bangsa” yang
tengah ada di tangan pembaca, akan membahas tuntas berbagai
problematika dan polemik yang terjadi di tengah kehidupan Bangsa
ini. Buku ini, merupakan kumpulan tulisan penulis, baik yang dimuat
di media massa maupun tulisan yang telah berhasil menjuarai dalam
even lomba kepenulisan ilmiah, selama penulis nyantri di PP. Al-Amien
Prenduan.
Pondok Pesantren inilah yang telah merubah paradigma berpikir
penulis, yang awalnya berpikiran bahwa; dunia pesantren merupakan
dunia yang paling membosankan, menjenuhkan dan santrinya merupakan
anak buangan para orang tua yang malas mendidik anaknya, sehingga
ditampung dalam Pondok Pesantren. Dan ternyata pola pikir penulis
yang awalnya sangat menganatemekan Pondok Pesantren, ternyata
salah. Padahal Pondok Pesantren yang ada merupakan institusi yang
akan melahirkan dan melejitkan cendikiawan-cendikiawan muslim di
berbagai bidang ilmu pengetahuan maupun di bidang lainnya.
Selanjutnya, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada
Ayah dan Ibunda tercinta (Hayyan-Armoni) yang telah mendidikan,
membimbing, mengayomi dan menjadi sahabat sejati penulis dalam
kehidupan ini, baik dalam suka maupun duka. Tak ada kata yang
sebanding untuk bisa diucapkan seorang anak kepada Ayah dan Ibundanya, dan tak ada perbuatan dan amal apapun yang bisa membalas budi
mereka. Karena, mereka telah menjadikan kita ada dan mendidik kita
semenjak kita kecil (awjadana warabbayana sighara). Dan hanya
dengan amal jariyah saja (anak sholeh yang mendoakan kedua orang
Menatap Masa Depan Bangsa | vii
tuanya) yang mungkin sedikit akan bisa membalas budi mereka kepada
kita.
Penulis haturkan banyak terima kasih kepada Pimpinan dan
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, KH. Moh. Idris
Jauhari, beserta wakilnya KH. Maktum Jauhari, MA., Mudir ’Aam
TMI Al-Amien Prenduan, KH. Moh. Khoiri Husni, S.Pd.I, beserta
wakilnya, KH. Ja’far Shodiq, MM., KH. Ghozi Mubarok, MA., Mudir
Ma’had Putra, KH. Abd. Warits, S.Pd.I., Mudir MA Putra, Ust. H. Bakri
Sholihin, S.Pd.I., dan Mudir Mts. Putra, Ust. Hamzah Arsa, Mpd., yang
telah meluangkan waktu mereka untuk menjadikan penulis seperti
sekarang, dengan didikan mereka. Dan penulis juga ucapkan banyak
terima kasih kepada Musyrif, sekaligus kakak dan ayah yang selalu
setia mendengarkan keluh dan kesah penulis (Ust. Luqman Hakim,
Ust. Khuzaie), sehingga penulis bisa menemukan solusi dalam berbagai
masalah dan problem hidup penulis.
Begitu pula penulis haturkan kepada Ust. Hamid Afif, Ust. Ali
Ibnu Anwar, Ust. Sohehuddin, Ust. Agus Saliem, Ust. Agus Romli, Ust.
Nasrullah MH., Ust. Syukrim Tohir, Ust. Amien Turiman, Ust. Ruslan
Efendi, Ust. Munif, Ust. Nurcholis Majid, Ust. Iwan Kuswandi, Ust.
Shodiqil Hafil, Ust. Hasan Sanjuri, Ust. Anwar Nuris dan beberapa
rekan-rekan Ustadz lainnya yang tak sempat penulis tulis namanya.
Dan tak lupa, penulis haturkan kepada kawan-kawan dan rekan-rekan
setia penulis yang telah banyak membantu demi terselesainya buku
”Menatap Masa Depan Bangsa” ini. Khususnya kepada rekan-rekan
dan kawan-kawan aktifis Kajian Waraal Qitor (KWQ), yang setiap
waktu selalu mengajak penulis untuk tetap eksis Membaca, Menulis,
dan Berdiskusi. Sehingga dari sanalah penulis mempunyai bekal untuk
bisa terus berdakwah lewat media tulisan.
Dan tak kalah pentingnya, penulis juga haturkan buat sang
pelita hati, yang telah begitu banyak memberikan inspirasi dan motivasi
kepada penulis untuk terus berkarya dan selalu tetap berdakwah lewat
media tulisan. Begitu juga ketika saat berdiskusi dan memperbincangkan
mengenai buku ini, beberapa saat yang lalu. Harapan penulis, supaya
inspirasi dan motivasi ini akan terus menggiring penulis menuju citacita dan cinta sejati, demi masa depan nanti.
viii | Abdul Qadir Jailani
Sebenarnya, masih begitu banyak orang-orang yang ikut
terlibat demi terbitnya buku ini. Akan tetapi, karena keterbatasan
dan kemampuan penulis sehingga tidak mungkin bagi penulis, untuk
menulis sedemikian banyak orang-orang yang telah banyak terlibat
demi terbitnya buku ini. Namun pada intinya, penulis ucapkan terima
kasih yang begitu banyak tanpa batas dan ujung kepada siapa saja yang
telah berjasa dan terlibat demi terbitnya buku ini, jazakumullah khairon
katsiron. Amien!
Namun, penulis sadari. Sebenarnya tidak ada karya monumental
pun yang terlepas dari kesalahan dan keteledoran. Untuk itulah penulis
mengharapkan banyak masukan, kritikan dan saran yang membangun
bagi penulis demi perbaikan dan evaluasi ke depan.
Akhirnya, penulis hanya bisa ucapkan selamat Membaca,
Menulis dan Berdiskusi...!
Sumenep, 30 Juni 2010
Penulis
Abd. Qadir Jailani
Menatap Masa Depan Bangsa | ix
x | Abdul Qadir Jailani
DAFTAR ISI
Menatap Masa Depan Bangsa (Sebuah Pengantar Dari Penulis)...... i
Daftar Isi .......................................................................................... iv
Merindukan Pendidikan Islam Berbentuk Pondok Pesantren
Sebagai Basis Kemajuan Peradaban................................................. 1
Sofistikasi Pendidikan dalam UAN
Di Balik Tangan Birokrasi ............................................................... 8
Integritas Pendidikan Pesantren Modern ....................................... 13
Membaca Kiprah Pendidikan Nasional
Berlabel UAN Di Balik Tangan Birokrasi...................................... 17
Pondok Pesantren-Institusi Pendewasaan Diri............................... 24
Menuju Pendidikan Nasional yang Membangun .......................... 27
Kodifikasi Haram Merokok Harus Direalisasikan ......................... 30
MOS Dan Peran Komite Sekolah sebagai Media Utama
Pembentukan Mental Pelajar ......................................................... 35
Wanita: Antara Kodrat Ilahi dan Emansipasi ................................ 38
Bencana Alam dan Rediintegrasi Amal ......................................... 43
Fenomena Bencana Alam Antara Takdir dan Peringatan Tuhan ... 47
Suramadu dan Meditasi Moral Pemuda ........................................ 50
Kenakalan dan Anarkisme Remaja ................................................ 53
Biodata Penulis .............................................................................. 56
Menatap Masa Depan Bangsa | xi
xii | Abdul Qadir Jailani
MERINDUKAN PENDIDIKAN ISLAM
BERBENTUK PONDOK PESANTREN
SEBAGAI BASIS KEMAJUAN
PERADABAN
(Sebuah Upaya Menuju Pendidikan Bermutu Internasional Sebagai
Asas Kemajuan Peradaban Berbangsa Dan Bernegara)
S
ebuah teori pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam
menyatakan, bahwa Islam memandang pendidikan sebagai
pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang.
Oleh karena itu, Islam menetapkan bahwa pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang wajib hukumnya bagi pria dan wanita,
dan berlangsung seumur hidup tanpa batas usia.
Perjalanan pendidikan Islam yang sudah menuai di berbagai
belahan dunia, merupakan sebuah corak dan identitas dari majunya suatu
peradaban yang tidak terlepas dari peranan pendidikan Islam. Semenjak
lahirnya pendidikan Islam beberapa puluhan tahun silam, dengan
ditandai lahirnya ulama-ulama di berbagai bidang pendidikan Islam.
Sebut saja, Ibnu Sina dengan ilmu pendidikan Islam kedokterannya
yang telah membawanya sebagai penggagas pertama ilmu kedokteran.
Dalam dunia kajian filsafat Islam, kita temui Al-Kindi sebagai ahli
pikir pertama yang telah mengenalkan filsafat di kalangan umat
Islam. Sedangkan di Negara kita Indonesia kita bisa mengenal Bapak
Pendidikan, Ki Hajar Dewantoro yang telah mengusung pendidikan
nasional berlabel Boarding School (pondok pesantren) pada awalnya.
Menatap Masa Depan Bangsa | 1
Sehingga, kesimpulan sementara adalah pendidikan Islam merupakan
asas dari majunya suatu peradaban.
Namun, setelah pendidikan nasional tidak merunut terhadap
pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu pendidikan
Boarding School (pondok pesantren), pendidikan nasional kehilangan
jati dirinya. Dan bisa dibilang pendidikan nasional telah gagal
mencerdaskan kehidupan bangsa. Padahal, amanat pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
tentang urgensi program
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan diperkuat dengan batang tubuh
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (yang telah diamandemen) Bab
XIII tentang pendidikan dan kebudayaan, maka pembangunan sektor
pendidikan bangsa merupakan program Nasional yang sangat strategis
untuk mengisi makna-makna esensial dari proklamasi kemerdekaan RI
pada tanggal 17 Agustus 1945 yang lalu.
Begitu menyedihkan, ketika pendidikan nasional telah
kehilangan jati dirinya, dan dengan Ujian Nasional (UN) yang menjadi
program unggulan dari pendidikan nasional tersebut harus jadi cemoohan
dari berbagai kalangan, lebih-lebih dari praktisi pendidikan sendiri,
dikarenakan pendidikan nasional yang berada di balik tangan birokrasi
belum berhasil merealisasikan amanat dari pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Sekilas Perjalanan (Sejarah) Pendidikan Islam
Berbicara mengenai pendidikan Islam, tanpa sadar kita
akan terbawa untuk menyelami sejarah peradaban dunia, khususnya
peradaban Islam. Dan bahkan ada sebuah perkataan yang mengembang
di kalangan umat Islam yaitu, “suatu peradaban maju tidak akan
pernah terlepas dari paradigma pendidikan Islam”. Dalam lintasan
sejarah peradaban Islam, pendidikan Islam sungguh berperan penting
terhadap kejayaan Islam pada masanya. Hal ini dapat kita saksikan,
di mana pendidikan Islam benar-benar mampu membentuk peradaban
dunia Islam. Sehingga, peradaban Islam menjadi peradaban terdepan
sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat
hingga Eropa Timur.
2 | Abdul Qadir Jailani
Sebenarnya, penanaman kesadaran tentang urgensi ilmu
pengetahuan sudah dimulai semenjak masa Muhammad Ibnu ‘Abdillah
Saw., dan bahkan pada akhir masa sebelum Muhammad Ibnu ‘Abdillah
wafat, kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan telah mendarah
daging di kalangan umat Islam. Akan tetapi, lahirnya sebuah institusi
pendidikan Islam dimulai semenjak pemerintahan Umar bin Khattab.
Pada waktu itu, khalifah Umar secara khusus, mengirimkan
utusan khusus ke berbagai daerah kekuasaan Islam di berbagai belahan
dunia. Utusan khusus tersebut mayoritas bermukim di masjid atau
semacam takmir di masa sekarang. Mereka kemudian mengajarkan
ajaran agama Islam kepada masyarakat dengan membentuk halaqohhalaqoh (majelis) ta’lim.
Jelang beberapa tahun kemudian, pendidikan Islam tidak hanya
terbatas memperbincangkan dan mengkaji mengenai ajaran agama Islam
saja. Melainkan, segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia juga
dikaji dalam halaqoh-halaqoh (majelis) ta’lim ini. Seperti diajarkannya
disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam
hal ini, juga diajarkan kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu,
sorof maupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat
pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana ‘pendidikan’, yakni
adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang
digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini
kemudian dikenal sebagai Maktab. Dan kemudian Maktab inilah yang
dapat dikatakan sebagai cikal bakal dari lahirnya institusi pendidikan
Islam (Nasr, 1994).
Pendidikan Islam di berbagai belahan dunia mengalami
perkembangan pesat, ini merupakan sebuah perkembangan dan
kemajuan suatu peradaban Islam yang cukup perfektif. Di Bagdad
pada tahun 815, salah satu Khalifah Daulah Abbasyiah Al-Ma’mun
mendirikan Bait al-Hikmah. Bait al-Hikmah, merupakan sebuah institusi
yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan, karena Bait alHikmah ini menyediakan berbagai macam ruang kajian, perpustakaan
dan observatorium atau yang lebih dikenal dengan sebutan laboratorium.
Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai
sebuah institusi pendidikan yang ‘cukup sempurna’, karena sistem
Menatap Masa Depan Bangsa | 3
pendidikannya pada waktu itu masih sekedarnya saja. Dalam majelismajelis kajian dan belum terdapat “Kurikulum Pendidikan” yang
diberlakukan di dalamnya.
Sementara institusi pendidikan yang mulai menggunakan
sistem pendidikan modern muncul pada sekitar akhir abad X masehi,
dimulai dengan berdirinya perguruan tinggi (Universitas) al-Azhar di
Kairo yang diprakarsai oleh Jendral Jauhar as-Sigli, seorang panglima
perang dari Daulat Bani Fatimiyyah pada tahun 972 M. Selain itu,
juga terdapat institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam
lainnya, yaitu Perguruan Tinggi (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini
diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk perdana menteri pada
kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah pada tahun 1066/1067 M., di
Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk.
Madrasah atau atau yang lebih dikenal dengan Perguruan
Tinggi Nizamiyah sebenarnya didirikan sebagai upaya membendung
arus propaganda syi’ah yang berpusat di Kairo dengan al-Azharnya.
Madrasah Nizamiyah pun telah memiliki spesifikasi khusus sebagai
sebuah institusi pendidikan dengan spesifikasi pada teologi dan
hukum Islam. Dan karena spesifikasi ini pulalah Madrasah Nizamiyah
sering disebut sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam
(Nakosteen, 1996).
Terlepas dari semua itu, di negara kita Indonesia. Pendidikan
nasional yang ada saat ini tidak terlepas dari peranan pendidikan Islam.
Pendidikan pesantren merupakan khas dari pendidikan Indonesia,
Clifford Geertz menyebutkan bahwa pendidikan pesantren sebagai
subkultural masyarakat Indonesia. Pendidikan pesantren atau yang lebih
dikenal dengan Pondok Pesantren, berdiri sezaman dengan masuknya
Islam ke Indonesia, dan merupakan hasil dari proses akulturasi damai
antara ajaran Islam yang dibawa para wali dan pedagang Islam yang
umumnya bernuansa mistis, dengan budaya asli (indigenous culture )
bangsa Indonesia yang bersumber dari agama Hindu dan Budha.
Seperti itulah, betapa pendidikan Islam secara esensial telah
mengisi peradaban di berbagai belahan dunia. Namun, setelah pendidikan
Islam mengalami distorsi besar-besaran semenjak jatuhnya Bagdad
pada tahun 1258 M, dan pendidikan Islam mengalami kemunduran
4 | Abdul Qadir Jailani
dan kejumudan. Akan tetapi, dengan semangat membangun kembali
pendidikan Islam dengan paradigma yang progresif dan dengan
dilandasi keinginan untuk menegakkan ajaran agama Islam, bukan tidak
mungkin pendidikan Islam akan kembali menjadi basis dari kemajuan
suatu peradaban.
Pendidikan Pondok Pesantren
Ajip Rosidi, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya
Sunda I di Bandung pada tahun 2001, mengatakan bahwa: “Sistem
pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu
dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa
membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …..”
Jika kita merenung sesaat mengenai perkataan Ajip Rosidi di
atas, kita akan betul-betul menyadari bahwa memang sistem pendidikan
nasional yang ada saat ini merupakan warisan dari sistem kolonial.
Maka, tidak salah jika pendidikan nasional yang ada masih belum bisa
memberikan kontribusi progresif terhadap intelektual anak didik.
Beda halnya dengan sistem pendidikan Islam yang berbentuk
pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan
masa depan yang akan membawa kedamaian dan keselarasan umat.
Pada dasarnya menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani dalam
“Falsafah Tarbiyah al-Islamiyah” [1979] menyatakan bahwa pendidikan
pondok pesantren telah mencakup tiga hal; tujuan individual, tujuan
sosial, dan tujual profesional. Dalam tujuan individual, pesantren telah
membangun karakter santri yang independen, pribadi yang sholih baik
dunia dan akhirat.
Mendiskusikan tentang pendidikan, Rupert C. Lodge dalam
bukunya “Philosphy of Education” menyatakan bahwa life is education
and education is life, dalam artian pendidikan itu adalah proses hidup
dan kehidupan manusia. Secara potensial, pendidikan pondok pesantren
telah membawa kehidupan para santrinya menuju kehidupan damai dan
sentosa. Karena hakekat dari pendidikan pondok pesantren, sasarannya
adalah hati (heart education). Itulah makna sebenarnya dari pendidikan
pondok pesantren.
Dan yang perlu dipahami mengenai pondok pesantren adalah,
Menatap Masa Depan Bangsa | 5
pondok pesantren memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Pondok
pesantren telah berhasil menjadi transformasi budaya local dan benteng
terakhir tradisi. Terbukti dengan terjadinya proses islamisasi di bangsa
kita oleh pawa wali (wali songo) dengan melalui sistem pendidikan
pondok pesantren.
Di samping itu pula, secara mendasar dan menyeluruh pondok
pesantren yang ada di negara kita indonesia seharusnya memiliki
landasan institusional (Mabadi’ Ma’hadiyah).Yang mencakup NilaiNilai Dasar, Visi dan Misi, Orientasi Pendidikan dan Falsafah/Motto
Pendidikan. Dengan rincian sebagai berikut:
Pertama, Nilai-Nilai Dasar. Nilai-nilai dasar dari adanya
pondok pesantren ada empat macam. Yaitu, Nilai Keislaman, Nilai
Keindonesiaan, Nilai Kepesantrenan dan Nilai Kejuangan.
Kedua, Visi dan Misi Lembaga Pondok Pesantren. Pondok
pesantren pada umumnya memiliki visi dan misi lembaga. Sehingga
dengan visi dan misi tersebut bisa mengiplementasikan fungsi dari
lembaga pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren. Dan
nantinya diharapkan bisa merealisasikan amanat dari pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
tentang urgensi program
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ketiga, Orientasi Pendidikan. Orientasi dari adanya
pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren meliputi Orientasi
Kemasyarakatan, Orientasi Keulama’an dan Kecendikiaan, Orientasi
Kepemimpinan dan Orientasi Keguruan.
Keempat, Falsafah dan Motto. Pada intinya Falsafah dan Motto
dari adanya pondok pesantren meliputi Kependidikan dan Pembelajaran,
Kemasyarakatan, Keulama’an, Kepemimpinan dan Keguruan dan
meliputi juga Falsafah dan Motto Kelembagaan.
Untuk itulah, pendidikan Islam yang berbentuk pondok
pesantren jika bisa direalisasikan di berbagai institusi pendidikan, lebihlebih di negara kita Indonesia. Maka, akan menghasilkan suatu institusi
pendidikan yang bisa mengantarkan peradaban menuju peradaban maju.
Baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.
Maka dari itu, momentum Hari Pendidikan Nasional
(hardiknas) merupakan moment yang tepat untuk menjadikan
6 | Abdul Qadir Jailani
pendidikan Islam yang berbentuk Pondok Pesantren menjadi sistem
pendidikan nasional.
Akhirnya, kalau boleh penulis berandai penulis ingin mendengar
lagi sosok manusia seperti Muhammad Quthb. Seorang pakar atau
pemikir Muslim yang cukup terkenal dan kesohor di dunia, dan beliau
juga seorang pemikir pendidikan Islam. Sejalan dengan itu semua,
penulis jadi teringat terhadap Yusuf al-Qardhawi, beliau mengatakan
bahwa: Hakikat Pendidikan Islam adalah Pendidikan manusia seutuhnya;
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya.
Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam
keadaan damai dan perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan
pahitnya.
Sehingga, kemajuan suatu peradaban bisa terlaksana dengan
sistem pendidikan Islam yang berbentuk pondok pesantren.
Menatap Masa Depan Bangsa | 7
L
SOFISTIKASI PENDIDIKAN
DALAM UAN
DI BALIK TANGAN
BIROKRASI
ahirnya pendidikan di Indonesia yang diawali berdirinya
institusi pendidikan pondok pesantren yang dibawa para wali,
ternyata memberikan konstribusi hangat bagi perkembangan
intelektualitas penduduk Indonesia. Terbukti dengan lahirnya
banyak cendikiawan muslim yang merupakan tembusan/alumni
pondok pesantren. Bahkan cendikiawan sekaliber Gusdur, Prof. Dr.
Din Syamsuddin dan bahkan Alm. KH. Moh. Tijani Jauhari, MA
mantan Sekjen Rabithoh alam al-Islamiyah organisasi islam terbesar
dunia merupakan abituren pondok pesantren. Pondok pesantren yang
ada merupakan pondok pesantren yang berada dalam ranah pendidikan
kiyaiisme yang menjunjung tinggi nilai barokah dan ridho dari seorang
kiyai.
Pendidikan merupakan sektor pendidikan yang cukup penting
demi kemajuan suatu bangsa. Undang-Undang No. 20 Tahun 2004
menyatakan bahwa: pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik
melalui proses pembelajaran. Umumnya pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi anak didik, supaya anak didik memiliki
kekuatan, baik dalam intelektual, spiritual, sosial dan moral.
Pendidikan dan pembelajaran memiliki korelesi yang
tak terpisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling
berkesinambungan. Pendidikan secara khusus diartikan sebagai
pembentukan watak (karakter dan kepribadian) anak didik, sementara
pembelajaran diartikan sebagai penyaluran materi pendidikan kedalam
otak (mind) anak didik. Untuk itulah penulis mengatakan bahwa
antara pendidikan dan pembelajaran saling berkesinambungan, karena
keduanya merupakan syarat terbentuknya manusia yang berpotensial
tinggi di bebagai bidang.
Akan tetapi, ketika pendidikan Indonesia berada di balik tangan
8 | Abdul Qadir Jailani
birokrasi segala sesuatu yang menjadi harapan semua pihak tidak bisa
tercapai. Karena, yang menjadi acuan paling utama adalah pelaksanaan
UAN. Apabila para siswa/siswi di seluruh Indonesia bisa menjawab soal
dengan benar pada pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) maka ia
akan lulus dalam UAN tersebut. Nah, di sinilah sebenarnya lemahnya
pendidikan Indonesia saat ini.
Lain halnya, ketika pendidikan Indonesia berada di tangan para
kiyai. Abituren pondok pesantren mayoritas bisa menjadi cendikiwan
muslim yang memiliki moralitas tinggi. Hal ini tentunya, bukan
dikarenakan pendidikan yang berada di bawah takdir UAN melainkan,
kemampuan dalam berpikir, barokah ilmu dan kiyai yang mereka
peroleh ketika mereka berada pada jenjang pendidikan di pondok
pesantren. Namun, disadari atau tidak pendidikan pondok pesantren
acap kali disebut sebagai pendidikan yang individualis oleh kalangan
birokrasi, dan bahkan yang lebih memalukan lagi pondok pesantren
hanya dianak tirikan oleh pendidikan nasional.
Padahal, bapak pendidikan Indonesia ki Hajar Dewantara, telah
menyarankan agar pendidikan pondok pesantren dijadikan sebagai
sistem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan supaya siswa/siswi
yang berdomisili di Indonesia yang mengenyam pendidikan tidak
terhegemoni akan budaya moderenisasi, hedonis dan glamour yang
dibawa kaum zionis Israel dan Barat.
Saat ini ketika UAN terhegemoni oleh tangan birokrasi, bangsa
Indonesia seakan kehilangan jati dirinya yang dulunya memiliki banyak
intelektualis dan cendikiwan-cendikiawan. Disadari atau tidak, ternyata
pelaksanaan UAN yang berada di balik tangan birokrasi memiliki lebih
banyak dampak negatif dibandingkan dampak positif yang ada.
Sofistikasi Pendidikan Berlabel UAN dan Ijazah
UAN termasuk ujian sumatif, di mana seorang siswa/siswi
harus kempeten dalam menjawab soal ujian. Dalam artian jika tidak
bisa kompeten dalam menjawab soal maka bisa dipastikan siswa/siswi
tersebut tidak bisa lulus. Jika tidak lulus dalam UAN maka tidak akan
dapat ijazah atau dalam bahasa lain tidak bisa melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Seperti yang penulis sampaikan tadi, UAN
Menatap Masa Depan Bangsa | 9
yang ada saat ini memiliki lebih banyak dampak negatif dibandingkan
positif. Pertama, dari segi psikologis bisa dipastikan siswa/siswi
yang tidak lulus dalam UAN maka akan berdampak buruk terhadap
perkemabangan psikisnya. Bisa jadi ia akan mengakhiri hidupnya
karena ia malu tidak lulus dalam UAN.
Kedua, bisa dipastikan dari banyaknya kasus yang terjadi di
negara ini, khususnya tindak kriminal dan tempat prostitusi atau cewek
bisa pakai (bispak) yang terjadi mayoritas disebabkan karena siswa/
siswi yang tidak lulus dalam UAN. Sehingga mereka putus sekolah
dan menjadi pengangguran sebab mereka tidak punya tujuan hidup.
Sungguh jahat UAN yang ada saat ini. Ketiga, jika mereka lulus dalam
UAN mereka akan acap kali memandang bahwa pendidikan Indonesia
yang ada hanya sebatas money politic. Artinya siapa yang memiliki
banyak uang maka mereka dipastikan bisa lulus, karena UAN bukanlah
ujian resmi siswa/siswi melainkan ujian guru yang sudah jelas-jelas
memberikan kunci jawaban terhadap siswa/siswinya.
Di sinilah sebetulnya, kenapa penulis menganggap gagal
pendidikan Indonesia, karena sofistikasi pendidikan yang berlabel
UAN dan ijazah itulah yang melatar belakanginya. Memang kelebihan
yang dimiliki dari pelaksanaan UAN itu bisa mengukur mutu dan
kualitas sekolah yang ada di Indonesia. Namun, sebenarnya bukan itu
yang dibutuhkan sekarang ini melainkah hasil nyata dari pendidikan
nasional. Bukti nyatanya adalah UAN masih belum bisa melahirkan
manusia sekaliber mantan presiden BJ. Habibi, Gusdur, Prof. Dr. Din
Syamsuddin dan bahkan masih belum bisa melahirkan cendikiawan
muslim dunia sekaliber Alm. KH. Moh. Tijani Jauhari, MA.
Pada tahun sebelumnya, ada salah satu sekolah negeri di
daerah Gresik yang seluruh siswa/siswinya tidak lulus dalam UAN. Ini
membuktikan bahwa UAN yang dicanangkan oleh pemerintah telah
gagal menjadi sistem pendidikan nasional.
Beberapa waktu yang lalu situs bataviase.co.id mengabarkan
tentang para penolak diadakannya UAN baik dari kalangan pelajar
maupun masyarakat mengadakan unjuk rasa di bundaran hotel Indonesia,
jakarta. Bahkan para penolak juga membuat akun di situs jejaring
sosial facebook. Dengan akun yang tertera “Hapus Ujian Nasioanal”
10 | Abdul Qadir Jailani
dan tercatat hingga saat ini lebih dari dua ribu penggemar, ”Relawan
Facebookers Mendukung MA meniadakan Ujian Nasional” sebanyak
74.532 penggemar, ”Gerakan 10.000.000 Siswa Siswi Indonesia Tolak
Ujian Nasional” sebanyak 57.922 penggemar, dan ”Dukung Mahkamah
Agung Menolak Ujian Nasional” sebanyak 526 penggemar.
Padahal pada pembahasan sebelumnya, penulis menyatakan
bahwa pendidikan tidak hanya terfokus terhadap penyampaian materi
pendidikan kedalam otak (mind) saja. Melainkan, pendidikan juga
harus bisa membentuk karakter dan kepribadian anak didik. Tentu
tidak salah, jika kebanyakan yang gagal dalam UAN bertindak tidak
senonoh. Bukan merekalah yang salah, melainkan pemerintah yang
dengan sewenang-wenangnya menentukan sistem pendidikan nasional
yang seperti ini. Jika hal demikian terus berlangsung, maka siap-sialah
bangsa indonesia akan mewariskan generasi intelektual gadungan dan
tidak bermutu tinggi. Dan bukan tidak mungkin bangsa indonesia akan
menjadi negara cemoohan para tetangga, karena tidak bisa mengatur
sistem pendidikan dan kurikulum dengan baik.
Langkah Solutif
Kreadibilitas masyarakat Indonesia terhadap pendidikan
nasional semakin memudar. Pasalanya pendidikan nasional saat ini
tengah berada di puncak keterpurukan dengan sistem dan kurikulum
yang tidak karuan. Dengan hanya mengandalkan UAN dalam evaluasi
pendidikan anak dan sekaligus sebagai pengganti EBTANAS (Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional). Telah membawa kejumudan dan
ketidak beraturan pendidikan. Fenomena seperti inilah yang nantinya
berdampak negatif dan tidak bisa dipungkiri, pendidikan kita berada
jauh di bawah pendidikan Negara tetangga. Sebut saja Malaysia.
Dalam peranannya, komisi UNESCO melaporkan tentang
pendidikan nasional di abad XXI yang harus meliputi empat pilar
pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together (Delors, 1996: 85). Ketika pendidikan nasional
telah meliputi empat pilar tersebut, tentunya akan membawa anak didik
kepada pencapaian pendidikan yang cukup membanggakan. Dan bisa
dipastikan potensi diri yang dimiliki anak didik akan bisa dikembangkan
demi keinginan dan cita-cita masa depannya.
Menatap Masa Depan Bangsa | 11
Pelaksanaan UAN di Indonesia menurut Rully berdasarkan
hukum pelaksanaan ujian nasional yang termaktub dalam Undang.Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 58 ayat (1) dan (2). Tetapi
teknis penentuan kelulusan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan
pemerintah, siswa telah menyelesaikan semua mata pelajaran, lulus ujian
akhir sekolah untuk mata pelajaran eksakta, lulus ujian akhir sekolah
untuk mata pelajaran non-eksakta, serta siswa lulus ujian nasional.
Ada yang mengatakan untuk memperbaiki mutu pendidikan
di Indonesia, naikkan anggaran pendidikan sehingga fasilitas dan guru
dapat diperbaiki mutunya. Itu benar, tapi tak ada jaminan. Lagi pula,
kapan itu terjangkau. Kita harus realistis dengan kemampuan keuangan.
Sekarang banyak anggaran pendidikan yang dihabiskan para pengelola
di pusat dan daerah untuk kegiatan penataran, kunjungan dan rapatrapat atau apapun namanya yang hasilnya tidak berdampak ke sekolah.
Setiap tahun ada proyek pembaharuan kurikulum di departemen
pendidikan yang biayanya milyaran rupiah dengan kampanye gegap
gempita. Hasilnya, sama saja dengan yang sebelumnya, bahkan tambah
buruk.
Memang sampai sekarang masih belum ada solusi untuk
mengganti UAN, Sebelum ada pengganti, UAN perlu dilanjutkan,
dan para penantang UAN berhentilah menjadi ’’pahlawan gadungan’’.
Kepada Mendiknas, tetaplah dalam putusan sekarang, lakukan
sosialisasi yang gencar, jangan ragu-ragu, lakukan persiapan dini dan
sosialisasikan segera bahwa UAN akan dilanjutkan. Jika DPR memaksa,
sayonara pendidikan Indonesia. Matilah rakyat jelata yang tidak punya
dana mengirim anaknya sekolah ke luar negeri karena pendidikan
luar negeri jauh lebih baik daripada pendidikan kita saat ini. Dalam
pendidikan, sekali salah, susah diubah dan sayangnya dampaknya baru
terasa beberapa tahun kemudian.
12 | Abdul Qadir Jailani
D
INTEGRITAS PENDIDIKAN
PESANTREN MODERN
alam hal pendidikan, Islam menetapkan bahwa pendidikan
merupakan kegiatan wajib yang harus dialami oleh seluruh
manusia baik itu pria maupun wanita. Pendidikan telah
memberikan warna bagi tatanan kehidupan manusia,
sehingga dengan warna tersebut manusia bisa beradaptasi dengan
lingkungan dan era yang tengah mereka jalani. Hal tersebut secara tidak
langsung menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang tak terpisahkan
dengan tatanan kehidupan manusia. Dalam artian antara pendidikan dan
dan tatanan kehidupan manusia memiliki korelasi sejajar.
Untuk itulah Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai
salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life), salah satu fungsi
sosial (a social function), sebagai bimbingan (as direction), sebagai
sarana pertumbuhan (as means of growth), yang mempersiapkan dan
membentuk disiplin hidup.
Begitu halnya dengan pendidikan Pondok Pesantren. Pondok
Pesantren merupakan institusi yang tidak cukup hanya dibilang sebagai
perguruan pengajian Islam saja, melainkan sebuah institusi yang perlu
dipahami secara komprehensif.
Sebagai sebuah institusi yang berjiwa dan berbentuk Pondok
Pesantren, tentu misi utama dan pertama dari Pondok Pesantren tersebut
adalah pendidikan. Pondok Pesantren bisa dibilang sebagai mubtadi’
Menatap Masa Depan Bangsa | 13
dari lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia yang cendrung
mengikuti pola “Barat” yang modern. Oleh karena itu, pendidikan
pondok pesantren acap kali dijuluki sebagai basis pendidikan tradisional
yang merupakan khas pendidian bangsa Indonesia. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Clifford Geertz bahwa pendidikan Pondok Pesantren
sebagai subkultural masyarakat Indonesia.
Sejarah Pondok Pesantren
Pondok pesantren berdiri sezaman dengan masuknya Islam
ke Indonesia, dan merupakan hasil dari proses akulturasi damai antara
ajaran Islam yang dibawa para wali dan pedagang yang umumnya
bernuansa mistis, dengan budaya asli (indigenous culture ) bangsa
Indonesia yang bersumber dari agama Hindu dan Budha.
Mulanya Pondok Pesantren adalah perkembangan dari
padepokan atau petapaan pada masa pra-Islam. Yaitu, tempat di mana
Kiai sebagai pusatnya (dahulu pertapa atau resi) memberikan pelajaran
tentang kebenaran, keyakinan, agama, ilmu kesaktian, dan lain-lain.
Setelah memeluk Islam, dengan berbagai penyesuaian, padepokan
menjadi pesantren. Yaitu, tempat para santri yang sering datang dari
tempat yang jauh belajar di bawah bimbingan Kiai.
Di samping itu, pendidikan Pondok Pesantren merupakan sarana
yang dirancang khusus oleh para ulama’ (dulu) untuk membentuk pola
fikir yang produktif dan progresif, dengan tujuan untuk bisa menampung
dan melahirkan cendikiawan-cendikiawan muslim. Dengan adanya
pola fikir yang produkif dan progresif tersebut, maka nantinya akan
menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang nantinya diharapkan dapat
merealisasikan sumbangsih pemikiran yang begitu besar terhadap
agama dan bangsa. Sehingga, pendidikan yang berada dalam lingkup
Pondok Pesantren tersebut bisa menjadi suatu hal yang sangat urgen
sekali untuk dikonsumsi oleh berbagai kalangan, khususnya di Negeri
kita ini.
Ketika zaman sudah mulai merancang pola kehidupan
modernnya seperti sekarang ini, dengan modernisasi dan globalisasi
yang ada. Pendidikan dituntut untuk bisa menjawab berbagai problem
sosiety di kalangan masyarakat. Sejarah bangsa kita terlah memaparkan
14 | Abdul Qadir Jailani
dengan jelas, bagaimana sosok alumni pesantren bisa bermain
dipanggung sejarah. Kita kenal Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jamal D Rahman
sebagai Pimpinan Redaksi majalah sastra terpopuler di Indonesia yaitu
majalah Horison, Maftuh Basuni (mantan mentri agama) dan yang lebih
mengembirakan lagi adalah sesosok KH. Moh. Tijani Jauhari, MA.,
beliau bisa menjadi Sekretaris Jendral (sekjend) di organisasi Islam
terbesar di dunia (Robitoh alam al-Islamiyah), dan tentunya mereka
adalah alumni Pondok Pesantren.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Sistem pendidikan Pondok Pesantren sudah terbukti bisa
mencetak para santrinya menjadi pribadi-pribadi unggul, produktif dan
progresif. sehingga, anggapan pemerintah yang seringkali menganak
tirikan pendidikan Pondok Pesantren itu sebenarnya anggapan yang
salah. Untuk itulah perlu adanya rediintegrasi tentang anggapan miring
pemerintah tersebut. Karena realita yang ada para alumni Pondok
Pesantren justru memiliki peran penting terhadap kemajuan bangsa ini.
Baik itu dari sektor politik, ekonomi, pemimpin umat yang mempunyai
karismatik tinggi, lebih-lebih dalam sektor pendidikan.
Dengan berkembangnya zaman dari tahun ketahun, menandakan
bahwa pendidikan Pondok Pesantren itu harus mengadakan suatu evaluasi
sistem pendidikan. Salah satunya dengan memasukkan pendidikan
umum kedalam sistem pendidikan Pondok Pesantren. Dalam artian
pendidikan Pondok Pesantren modern. Penambahan sistem tersebut
tentunya dengan tidak menghapus kebiasaan-kebiasaan dari sistem
pendidikan Pondok Pesantren, yaitu pengkajian kitab kuning (turots).
Penambahan-penambahan sistem pendidikan tersebut seperti halnya
ilmu-ilmu mantiq dan ilmu-ilmu umum lainnya yang biasa diterapkan di
sekolah-sekolah umum pada umumnya. Pendidikan Pondok Pesantren
seperti inilah, yang nantinya diharapkan bisa melawan arus globalisasi
dan modernisasi yang berasal dari budaya barat.
Sistem pendidikan Pondok Pesantren modern, merupakan
acuan yang harus dikembangkan. Pendidikan Pondok Pesantren modern
seperti yang tersebut di atas, tidak hanya mengajarkan anak didiknya
Menatap Masa Depan Bangsa | 15
supaya bisa baca kita kuning (turots) saja dan ilmu-ilmu umum lainnya,
melainkan juga diajari bagaimana berinteraksi dengan masyarakat.
Nah, inilah sebetulnya yang menjadi corak dari pendidikan pesantren
modern. Karena, kita tidak mungkin menemukan sistem seperti ini
selain di pesantren modern.
Pendidikan diluar pesantren seperti yang kita ketahui hanya
bisa menyajikan bagaimana anak didiknya bisa dan ahli dalam ilmu
mantiq, matematika, sosiologi dan ilmu-ilmu umum lainnya. Pada
dasarnya pendidikan itu bukan hanya berakar kepada pendidikan umum
saja, melainkan berbagai sektor pendidikan harus diajarkan.
Untuk itulah pendidikan Pondok Pesantren modern, merupakan
sarana pendidikan yang paling komunikatif untuk dijadikan konsumsi
bagi masyarakat Indonesia. Sehingga, masyarakat Indonesia bisa
dibentuk menjadi pribadi-pribadi unggul, produktif dan progresif. Dan
seyogyanyalah bagi kita untuk mengimplementasikan sistem pendidikan
Pondok Pesantren modern tersebut. Supaya anatomi pemerintah yang
menganak tirikan pendidikan Pondok Pesantren modern itu bisa
terhapus di negeri Inodonesia ini.
16 | Abdul Qadir Jailani
MEMBACA KIPRAH
PENDIDIKAN NASIONAL
BERLABEL UAN
DI BALIK TANGAN BIROKRASI
Mula Kata
Masih terekam jelas dalam benak saya, pelaksanaan Ujian Akhir
Nasional (UAN) yang pernah saya rasakan semasa duduk di bangku
Madrasah Tsanawiyah (MTs.), hanyalah sebatas ujian formal untuk
memperolah ijazah resmi dari pemerintah. UAN yang saya rasakan
beberapa tahun lalu, menyisakan kenangan pahit yang begitu sakit
saya rasakan. Karena, saya sudah berbuat sesuatu yang tak semestinya
saya lakukan. Manipulasi jawaban, menyontek dari selembaran kertas
jawaban yang disediakan oleh pengawas ruangan, dan begitu banyak
kebohongan yang talah saya lakukan dalam pelaksanaan UAN tempo
lalu.
Sayangnya, saya baru menyadarinya di kemudian hari. Ketika
saya terlepas dalam genggaman pendidikan berlabel UAN ini. Yaitu,
ketika saya melanjutkan studi saya di lembaga pendidikan yang tidak
menganut sistem pendidikan Nasional yang berlabel UAN. Melainkan
menganut sistem pendidikan Mu’allimien yang tidak mengedepankan
idealisme sesaat. Pendidikan Nasional saat ini berada dalam ranah
carut-marut yang tak pernah henti-hentinya menimbulkan berbagai
permasalahan (problem), konflik dan polemik. Lebih-lebih ketika
Menatap Masa Depan Bangsa | 17
realisasi UAN dilaksanakan. sampai saat ini masih belum ada kejelasan
terhadap pendidikan Nasional yang ada.
Pendidikan Nasional acapkali menimbulkan banyak
permasalahan, perdebatan sosial dan polemik yang terjadi dari kalangan
yang berstrata rendah hingga yang berstrata tinggi. Lebih-lebih dengan
direalisasikannya UAN yang sudah menjadi salah satu sistem pendidikan
Nasional yang ditangani oleh kalangan birokrasi.
Sofistifikasi pendidikan berlabel UAN-Ijazah
Ujian Akhir Nasional (UAN) yang ada saat ini termasuk ujian
sumatif yang mana siswa/siswi harus kompeten dalam melaksanakan
UAN ini. Artinya, jika siswa/siswi peserta UAN tidak bisa kompeten
dalam menjawab soal UAN maka bisa dipastikan siswa/siswi tersebut
tidak bisa lulus. Jika tidak lulus dalam UAN maka tidak akan dapat ijazah
resmi dari pemerintah, jika tidak dapat ijazah resmi dari pemerintah
maka tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
UAN yang kita laksanakan selalu saja menimbulkan banyak
kontroversi di berbagai kalangan, lebih-lebih di kalangan remaja. Ada
yang mendukung direalisasikannya UAN, ada juga yang menolak
direalisasikannya UAN. Saya jadi bingung dengan pendidikan Nasional
saat ini.
Disadari atau tidak, sistem pendidikan Nasional sering kali
menimbulkan masalah ketika UAN dijadikan sistem pendidikan
Nasional. Apalagi, ketika hal ini ditangani oleh kalangan birokrasi.
Karena, kebanyakan ketika urusan pendidikan berada di balik tangan
birokrasi. Bukan hasil yang didapatkan, melainkan musibah bagi
siswa/siswi peserta UAN juga orang tua terkait. Kalau saya bahasakan,
pendidikan Nasional saat ini telah terhegemoni oleh kalangan birokrasi
dengan label UAN dan Ijazah.
Beberapa waktu yang lalu, setelah mengadakan unjuk rasa di
bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Para facebooker’s dan masyarakat
yang menolak terhadap direalisasikannya UAN membuat akun di
jejaring facebook Dengan akun “Hapus Ujian Nasional” mendapat
apresiasi yang cukup provokatif dari berbagai pihak, khususnya di
kalangan para remaja sendiri.
18 | Abdul Qadir Jailani
Berita ini cukup banyak menyita waktu saya. Saya harus berlama-lama
di depan komputer untuk mengkaji berita ini. Karena, berita ini telah
menggedor dinding berpikir saya tentang apakah memang UAN harus
dipertahankan menjadi sistem pendidikan Nasional? ataukah UAN
harus diganti dengan sistem pendidikan lain, dan jika harus diganti
dengan sistem pendidikan yang lain, lantas sistem pendidikan apakah
yang sesuai dengan keadaan Negeri kita saat ini.? Jelas saja saya sangat
tidak sudi jika Negeri gemah ripah loh jinawi ini luluh lantak dengan
sistem pendidikan yang kehilangan jati dirinya.
Orasi dan unjuk rasa yang digelar oleh kalangan masyarakat dan
remaja yang menolak Ujian Nasional itu merupakan sandaran pertama
(hanging page) dan bukti nyata bahwa sistem pendidikan Nasional yang
telah berjalan saat ini telah gagal melahirkan cendikiawan-cendikiawan
sekaliber mantan Presiden Ir. Soekarno, Soeharto, Bj. Habibi, KH.
Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, yang
merupakan abituren pendidikan yang tidak menganut sistem pendidikan
yang berlabel Ujian Akhir Nasional (UAN).
Sistem pendidikan yang berlabel UAN ini, sering kali
menjadikan siswa/siswi yang tidak lulus UAN akhirnya kehilangan
semangat hidupnya. Bahkan ada yang sampai mengakhiri hidup mereka
dengan dalih mereka malu tidak bisa lulus dalam UAN. Di samping itu
pula, banyak dari mereka yang dilahirkan melalui sistem pendidikan
berlabel UAN menjadi ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli
pertanian palsu, insinyur palsu dan masih banyak lagi jabatan-jabatan
palsu yang mereka emban. Apakah pendidikan seperti ini yang kita
harapkan? Tentunya tidak.
Saya jadi teringat Petikan puisi R. Sarjono mungkin cocok
merefleksikan kegagalan pendidikan berlabel UAN ini:
“…Masa sekolah demi masa sekolah berlalu,
merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu,
ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuan, atau seniman palsu.
Dan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu…”
Menatap Masa Depan Bangsa | 19
Hal ini tidak mengherankan, karena memang realisasi UAN
yang ada saat ini, siswa/siswi peserta UAN mulai sejak dini sudah
diajari dan dibina bagaimana berbohong, memanipulasi jawaban dan
masih banyak lagi kecurangan-kecurangan yang diajarkan kepada
siswa/siswi peserta UAN. Maka, jangan salah jika banyak lahir para
ekonom-ekonom palsu, guru, ilmuan, atau seniman palsu. Dan masih
banyak jabatan palsu yang mereka emban. Nah, inilah yang kemudian
disuarakan sebagai sofistifikasi pendidikan Nasional di balik tangan
birokrasi yang hanya mengedepankan idealismenya.
Padahal manusia itu memiliki multiple intelejensi yang
seharusnya dikuasai oleh seluruh siswa/siswi di Negeri ini. Salah
satunya adalah intelejensi kinestetis, intelejensi matematis logis,
intelejensi musikal, intelejensi linguisitik dan lain sebaginya. Saya
sempat tercengang, terdiam dan tertunduk ketika saya membaca surat
kabar yang memberitakan salah satu dari sekolah Negeri yang seluruh
siswa/siswinya tidak lulus dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) 2009
lalu. Sungguh sangat memprihatinkan jika melihat keadaan pendidiakan
Nasional saat ini. Apalagi ditopang dengan tingkat minimnya siswa/
siswi di Negeri ini dalam ghiroh qiroatil kutub (semangat membaca
buku) Sangat minim sekali. Ini merupakan salah satu penyebab
terbelakangnya pendidikan Nasional.
Dapat dibenarkan karena tradisi membaca, terutama menulis,
tidak pernah ditekankan di lembaga pendidikan. Dalam analisis
terbaru, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini sedang
kesulitan mencari generasi-generasi pemikir dan peneliti. Karena pasca
mundurnya para peneliti senior, tradisi penelitian di LIPI tidak lagi
menggigit dan memunculkan ilmuan besar, seperti Taufik Abdullah.
Pendidikan tidak lagi memainkan perannya sebagai wahana dalam
membangkitkan gairah membaca siswa. Yang terjadi kemudian, para
siswa tidak hanya menderita penyakit—meminjam istilah Darek
Wood—’disleksia’ (lambat baca) akut, tapi juga kegagalan pendidikan.
Sebuah kegagalan yang tidak saja dimaknai sebagai putus sekolah dan
pembodohan tersistematis, tapi juga kegagalan pendidikan yang mulia.
Apalagi, dalam dekade sepuluh tahun terakhir ini, media
televisi mengisi hampir 50 persen dari waktu senggang malam hari
20 | Abdul Qadir Jailani
masyarakat Indonesia yang berpendidikan sekolah menengah. Sampaisampai M. Mushthafa, editor freelance untuk penerbit Serambi
Jakarta dan editor buku non fiksi pada penerbit Bentang Yogyakarta,
menyebut masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang bergerak
cepat; dari suatu keadaan pre-literer ke dalam keadaan pra-literer, dari
suatu lingkungan masyarakat yang tak pernah membaca ke dalam
suatu lingkungan yang tak hendak membaca. Di mana, media televisi
mengisi hampir 50 persen dari waktu senggang malam hari masyarakat
Indonesia yang berpendidikan sekolah menengah.
Padahal, menurut Sadli, ”Buku adalah yang paling insightful
dan kaya. Media TV dan radio bisa memberi kilasan-kilasan pendek
(short insight) yang cuma bisa memperkaya wacana, cukup untuk
updating”. Lalu, masihkah UAN di Negeri ini dipertahankan dengan
sistem yang ada saat ini.?
Bagaimana Seharusnya Pendidikan Nasional ke Depan
Berkaca kepada pendidikan masa lalu yang telah banyak
melahirkan cendikiawan-cendikiawan dan politikus-politikus
handal sekaliber mantan-mantan presiden kita dimuali sejak mantan
presiden Soekarno sampai pada presiden kita saat ini Susilo Bambang
Yudhoyono. Mereka semuanya, tidak lahir dari sistem pendidikan yang
berlabel UAN. Lantas yang terbayang dalam benak saya saat ini adalah
apa yang salah dengan sistem pendidikan Nasional yang berlabel UAN,
apakah memang sistemnya yang salah atauhkah yang menjalankan
sistem tersebut yang salah?
Sekelumit pertanyaan terekam jelas dalam benak saya dan
mengganjal seperti benalu pada reranting pepohonan. Yang sesegera
mungkin harus dimusnahkan supaya tidak menjadi penyakit berbahaya
yang bisa mematikan pepohonan itu. Begitu juga dengan sistem
pendidikan yang berlabel UAN ini, kembali kepada tujuan awal dari
sebuah pendidikan yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berbudi
pekerti luhur.
Sebetulnya saya bingung dengan sistem pendidikan Nasional
yang ada saat ini. Sangat sulit digambarkan dan diprediksi masa
depannya. Jangankan bicara masalah mutu, masalah angka-angka saja
Menatap Masa Depan Bangsa | 21
sudah sangat memusingkan. Saya begitu prihatin melihat fonomena
yang ada, banyak gedung-gedung sekolah yang runtuh, kekurangan
guru pengajar, kekurangan buku mata pelajaran, banyaknya fonomena
alam yang menghambat jalannya pendidikan, biaya pendidikan yang
cukup mahal dan masih banyak lagi penghambat terlaksananya
pendidikan. Saya jadi iba terhadap mereka yang kurang mampu.
Dari mana orang tua siswa/siswi bisa menyekolahkan anaknya jika
biaya yang ditetapkan oleh pemerintah cukup mahal, belum lagi uang
sumbangan dan penyuluhan para guru yang harus dibayar.
Jika boleh saya bilang pendidikan Nasional yang berlabel
UAN merupakan diskriminasi pendidikan yang sejatinya harus
ditangguhkan. Saya jadi teringat ucapan Confocius (551-479 SM)
yang mengatakan bahwa “in education there is no discrimination”.
Saya sangat tidak setuju dengan diskriminasi pendidikan ini. Karena,
tidak semua penduduk Negeri ini memiliki cukup biaya. Oleh karena
itu, seharusnya diskriminasi pendidikan ini harus dirubah dengan nondiskriminasi pendidikan. Dengan tujuan supaya lapisan masyarakat bisa
mengenyam dan mengakses dunia pendidikan tanpa harus terbebankan
dengan urusan biaya mahal yang dicanangkan pemerintah.
Untuk itulah, dunia pendidikan kita yang berlabel UAN yang
tengah gencar-gencarnya menimbulkan berbagai perdebatan sosial,
polemik dan sebagainya. Seharusnya melakukan beberapa perbaikan
demi terealisasinya pendidikan yang diharapkan oleh banyak pihak
yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berbudi pekerti luhur. Pertama,
sistem pendidikan yang berlabel UAN harus mengembalikan citra
dari pendidikan itu sendiri yaitu mencerdaskan anak bangsa yang
berbudi pekerti luhur, bukan malah membobrok dan memilukan dunia
pendidikan Nasional. Salah satunya dengan merediintegrasi kualitas
guru dan gedung-gedung sekolah. Kedua, institusi-institusi pendidikan
harus menetapkan bahwa seluruh siswa/siswi yang lulus dalam UAN
harus mempunyai dan menguasai bidang-bidang multiple intelejensi.
Dalam artian siswa/siswi tersebut tidak hanya bersandar terhadap
label UAN yang telah dicanangkan oleh birokrasi sebelumnya. Ketiga,
kebijakan diskrimanatif tersebut harus dirubah dengan kebijakan nondiskriminatif seperti yang saya sebut di atas dengan mengusahakan agar
22 | Abdul Qadir Jailani
seluruh lapisan masyarakat bisa mengakses pendidikan sesuai dengan
semangat: mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbudi pekerti luhur.
Keempat, pemerintah harus menekankan budaya baca dan menulis di
lembaga-lembaga pendidikan di Negeri tercinta ini. Dengan tujuan,
supaya bisa mencerdaskan anak bangsa dengan budaya membaca dan
menulis tadi. Wallahu A’lam Bis Showab.
Menatap Masa Depan Bangsa | 23
PONDOK PESANTREN-INSTITUSI
PENDEWASAAN DIRI
D
alam ranah kehidupan manusia, hal yang paling berharga
dan yang paling dicari adalah kesenangan dan kebahagiaan
hakiki. Mustahil dari segala upaya yang mereka perbuat
hanya ingin mendapatkan materi yang merupakan unsur dari
tercapainya kesenangan dan kebahagiaan sesaat, karena tak selamanya
materi yang kita peroleh membawa dampak positif yang akan membawa
diri kita kepada kesenangan dan kebahagiaan hakiki.
Contoh kecilnya saja, banyak orang yang kaya akan materi
di dunia ini yang stress dan menyebabkan mereka harus masuk
rumah sakit gara-gara penyakit yang mereka derita. Tentunya, untuk
membawa segala upaya yang kita perbuat terhadap kesenangan dan
kebahagiaan hakiki adalah rasa puas dan bangga akan apa yang telah
kita perbuat, pastinya kita tidak mungkin mendapatkan kepuasan itu
tanpa menejemen waktu. Karena, dengan menejemen waktu yang
tepatlah upaya untuk menjadikan segala upaya yang kita perbuat bisa
kita nikmati dengan rasa puas dan rasa bangga. Dalam artian puas disini
adalah antara keinginan yang timbul dari hati nurani kita bisa tercapai.
Menejemen waktu yang tidak tepat kita lakukan, akan
membawa dampak negatif yaitu dampak buruk yang akan ditimbulkan.
Utamanya sikap kurang dewasa yang akan kita alami. Alasannya
sederhana saja, bagaimana kita akan melaksanakan tugas kita sebagai
manusia dengan baik dan istiqomah jika kita tidak memenej waktu
dengan baik?. Terbengkalailah segala aktifitas yang akan kita kerjakan.
jika menejemen waktu dalam kehidupan kita tidak dilaksanakan dengan
baik dan istiqomah.
Tentunya, institusi-institusi pendidikan sangat berperan sekali
dalam pelaksanaan menejemen waktu yang tepat dan mengarah. Tapi,
tidak semua institusi-institusi pendidikan itu bisa berperan dengan
baik dalam mengatur menejemen waktu anak didik. Ironisnya banyak
institusi pendidikan di tanah air khususnya, memandang menejemen
waktu hanya cukup direalisasikan dalam ruang kelas saja. Terbukti,
24 | Abdul Qadir Jailani
ketika siswa ataupun siswi di lembaga pendidikan Negeri setelah mereka
keluar dari ruang kelas, lembaga pendidikan Negeri lepas tangan tanpa
tanggung jawab dari apa yang mereka perbuat.
Maka tidak salah, jika banyak para pelajar yang tidak bisa
mengatur waktu dengan baik dan istiqomah rusak moralnya. Anarkisme
dikalangan remaja pelajar terjadi di mana-mana, pergaulan bebas yang
mengarah kepada seks bebas menjadi kegiatan rutinitas mereka di luar
sekolah. Jika moral remaja kita rusak maka jangan diharapkan untuk
menjadi generasi penerus bangsa yang kuat.
Beda halnya dengan institusi pendidikan yang disebut Pondok
Pesantren. Tidak hanya pendidikan agama saja yang dipelajari,
melainkan yang ditanamkan adalah bagaimana menejemen waktu jadi
prioritas utama dari pesantren. Berangkat sekolah tepat waktu, shalat
jama’ah dengan istiqomah dan mengikuti kegiatan Pondok Pesantren
juga berdasarkan waktu yang telah diatur dan dirancang sedemikian
rupa.
Menejemen waktu di Pondok Pesantren lebih dikenal dengan
sebutan disiplin waktu, jika disiplin waktu berjalan dengan baik dan
istiqomah maka segala aktifitas di Pondok Pesantren akan terlaksana
dengan baik dan mengarah. Beribadah, Belajar, Berlatih dan Berprestasi
(B4) akan terealisasi, intinya jika hidup kita ingin lebih bermakna B4
itu jadi kunci utamanya dengan berlandaskan kepada disiplin waktu.
Lebih lagi sikap mandiri atau dalam bahasa lain sikap dewasa akan bisa
kita raih, sikap dewasa ini bukan ditentukan oleh umur. Karena umur
tidak menentukan kita bisa bersikap dewasa.
Dalam pepatah barat menyebutkan bahwa the time is moneywaktu adalah uang. Sedangkan Hasan al-Banna menyatakan bahwa
alwaqtu kalhayah---waktu adalah kehidupan. Meskipun antara the
time is money dan alwaqtu kalhayah substasninya tidak jauh berbeda,
namaun alwaqtu kalhayah memiliki makna yang lebih dalam dari
sekedar the time is money. Dengan tertatanya waktu dengan baik
(manajemen waktu) tadi sikap mandiri akan mudah kita capai.
Sikap mandiri juga menjadi prioriatas utama Pondok Pesantren.
Tidak bisa dipungkiri, hidup dan sikap mandiri jadi dambaan setiap
manusia, namun tidak semua manusia bisa meraih kemandiriannya
Menatap Masa Depan Bangsa | 25
jika tidak dilatih mulai dini. Akan tetapi, Pondok Pesantren telah
merealisasikannya dengan baik semenjak berabad-abad silam. Santrinya
diajari bagaiaman beribadah, belajar, berlatih dan berprestasi dengan
baik. Artinya, segala bentuk pola hidup semuanya diajari di Pondok
Pesantren. Makanya bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara sangat
menjunjung tinggi nilai pendidikan Pondok Pesantren.
Institusi pendidikan yang berlebel Islam (Pondok Pesantren)
ini, mempunyai pandangan yang cerah kedepan yaitu untuk mencetak
generasi muda yang kuat diberbagai bidang. Baik dalam khuluqiyahnya,
sosial, ekonomi dan pendidikan, melalui jalinan komunikasi dan
koordinasi sambil mengusung semangat izzul Islam wal Muslimiin
(kemuliaan Islam dan kaum Muslim) secara konsisten. Karena, AlQur’an telah dengan jelas-jelas mengingatkan kita supaya jangan
meninggalkan generasi yang lemah baik dalam keimanan, materi,
kesehatan, maupun pendidikan (QS. 4:9). Hal ini sudah sewajarnya
memicu kaum Muslim.
Akan tetapi, institusi Pendidikan Yang berlebel Islam (Pondok
Pesantren) masih dianggap tabu oleh segelintir orang dan kurang
diperdulikan oleh kalangan pemerintah. Apalagi Pondok Pesantren
yang benar-benar tidak menggunakan sistem pendidikan Nasional
dan masih setia dengan sistem lokalnya (mu’allimien). Bisa dijamin
pemerintah setempat khususnya, akan bertindak yang tidak senonoh
dengan memberi kabar miring ijazah tidak diakui dan lain sebagainya.
Sebenarnya pemerintah yang berbuat dan bersikap seperti itu adalah
pemerintah bodoh yang memandang ijazah sebagai tolak ukur
kesuksesan manusia hidup, padahal tidak.
Oleh karenanya, sebelum penulis mengakhiri tulisan ini perlu
kiranya belajar lebih dewasa lagi untuk menyikapi segala persoalan
hidup. Khususnya bagi kalangan yang memandang ijazah sebagai tolak
ukur kesuksesah hidup. Wallahu A’lam Bisshowab.
26 | Abdul Qadir Jailani
MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL
YANG MEMBANGUN
H
asil Ujian Nasional (UN) yang baru di gelar, ternyata jauh
dari harapan banyak pihak. Khususnya kalangan pelajar.
Banyak harapan peserta didika yang ingin melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi, harus kandas karena
“ditakdirkan” menerima hasil tidak lulus UN.
Masalah yang hingga kini belum juga bisa dijawab pemerintah
sebagai penanggung jawab urusan pendidikan negara, adlah
disinyalirnya telah terjadi penyalahan pembukaan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 tentang urgensi program mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (yang
telah diamandemen) bab 13 tentang pendidikan dan kebudayaan.
Padahal, pembangunan sektor pendidikan bangsa merupakan program
Nasional yang sangat strategis untuk mengisi makna-makna esensial
dari proklamasi kemerdekaan RI.
Pendidikan Nasional seharusnya mengalami kemajuan secara
perfektif dari tahun ke tahun, bukan malah mengalami penurunan
seperti yang terjadi beberapa tahun-tahun terakhir. Dalih utama pihak
penyelenggara pendidikan adalah karena tidak relevansinya pendidikan
Nasional dengan program unggulannya, UN. Korelasi antara pendidikan
Nasional dengan filsafat ilmu (epistemologis) sebagai dasar dari
lahirnya ilmu pengetahuan, pun terabaikan.
Orientasi pendidikan Nasional saat ini menurut banyak
kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan
Menatap Masa Depan Bangsa | 27
keterampilan anak didik, tapi juga gagal membentuk karakter dan
kepribadian (nation and character building).
Perspektif Epistemologi
Sejatinya, Pendidikan Nasional yang merupakan agenda utama untuk
merealisasikan pembangunan berkelanjutan, harus mengacu terhadap
akar pendidikan itu sendiri yaitu filsafat ilmu. Korelasi antara pendidikan
Nasional dengan filsafat ilmu harus menjadi acuan utama pemerintah
demi pembangunan berkelanjutan. Karena inti dari pembangunan
Nasional berkelanjutan itu terletak pada sektor pendidikan.
Filsafat ilmu atau (epistemologi), merupakan suatu kajian filsafat
yang membahas tentang ilmu pengetahuan. Dengan kata lain cabang
dari filsafat ilmu ini, mengkaji tentang benar tidaknya ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh. Sehingga, apabila filsafat ilmu dikorelasikan
dengan pendidikan Nasional, maka akan menghasilkan suatu sistem
pendidikan yang diharapkan oleh berbagai pihak.
Sayangnya, banyak metode dan sistem pendidikan yang selalu
berganti dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kondisi ini menjadikan
pendidikan di Tanah Air masih belum menemukan wajah pendidikan
yang sesungguhnya untuk menuju pembangunan berkelanjutan.
Hingga perlu kiranya pendidikan nasional menyusun kembali korelasi
pendidikan nasional dengan filsafat ilmu (epistemologis), agar
lahir “wajah baru” sistem pendidikan yang menuju pembangunan
berkelanjutan di berbagai bidang.
Perayaan hari pendidikan nasional (hardiknas) yang jatuh pada 22
Mei setiap tahunnya, harus menjadi momentum untuk mengubah sistem
yang amburadul ini. Apalagi, pada pertemuan tahunan ke-57 bulan
Desember 2002, PBB mengesahkan satu resolusi (57/254) mengenai
dicanangkannya program Dekade Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan (DPPB), Decade of Education for Sustainability
Development (DESD), yang dimulai 1 Januari 2005 hingga 2014.
UNESCO ditunjuk sebagai organisasi utama yang mempromosikan dan
menyusun draf iplementasi program ini. Tentu negara kita ditantang
untuk juga turut mengimplementasikannya.
28 | Abdul Qadir Jailani
Pembangunan Berkelanjutan
Penyelenggaraan UN tahun ini yang “diupayakan” berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya, tetap ditolak banyak aliansi masyarakat.
Terbukti, UN sekarang teraa “lebih parah” dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
Tradisi memilih jalan pintas dengan berbagai tindakan yang tidak
bermoral, masih saja dilakukan banyak siswa yang ingin lulus. Sulit
dipungkiri, realisasi UN terus menimbulkan dampak negartif terhadap
siswa, dan realisasi pembangunan berkelanjutan yang inti utamanya
adalah pendidikan, pun kian terasa sulit untuk dicapai.
Sudah sepatutnya, perayaan hardiknas tak lagi hanya menjadi
rutinitas tahunan tanpa hasil. Praktisi pendidikan harus bisa menjadikan
hardiknas sebagai momentum membangun korelasipendidikan
nasional dengan epistemologinya, dan mendorongnya menjadi sistem
pendidikan yang “provokatif” untuk mencapai pendidikan nasional
yang bervisi pembangunan berkelanjutan, agar harapan semua pihak
tercapai. Amanat pembukaan UUD pun terealisasikan dengan baik dan
tidak terlanggar.
Selamat hardiknas!
Menatap Masa Depan Bangsa | 29
KODIFIKASI HARAM MEROKOK
HARUS DIREALISASIKAN
T
ulisan ini dilatar belakangi karena, penulis merasa tertarik
untuk menuliskan bantahan terhadap tulisan Sitti Musyrifah
yang berjudul “Mendiskusikan Tembakau dan Hukum
Merokok” Senin kemaren (05/04/10). Dalam paparannya
Musyrifah seakan tidak mengetahui kenyataan yang ada di masyarakat,
khususnya di daerah masyarakat Madura. Tembakau beberapa tahun
terakhir ini masih belum bisa menjawab keluh kesah masyarakat
petani tembakau untuk bisa memperbaiki tatanan ekonomi mereka.
Kenyataannya tembakau malah membuat tatanan ekonomi mereka
tambah buruk dan menambah kehidup masyarakat Madura tambah ruet
saja. Hal ini tidak bisa dipungkiri melihat banyak diktum mengenai
gagalnya petani tembakau dalam mengelola kehidupan ekonomi
mereka.
Rokok yang dihasilkan dari produksi tembakau merupakan
hegemoni ekonomi yang dicanangkan oleh luar negeri sebut saja
(China). Kendatipun demikian, masyarakat kita pada umumnya dan
khususnya masyarakat di daerah Madura sebagai penghasil tembakau
paling besar di Indonesia belum menyadari betul hal tersebut. Bahkan
menjadikan pengusaha tembakau dari luar negeri (China) tersebut
sebagai relasi usaha. Inilah yang salah dalam ekonomi madura saat ini
dan masih belum ada jalan keluarnya.
Kembali kepada masalah merokok. Sitti Musyrifah menyebutkan
ada tiga hukum mengenai merokok. Pertama Mubah, merokok bisa
30 | Abdul Qadir Jailani
dikatakan mubah selama tidak merugikan. Baik bagi diri sendiri
maupun orang lain di sekitarnya. Kedua Makruh, dalam artian merokok
hukumnya makruh apabila sebelum mengkonsumsi rokok kesehatannya
lebih baik dibandingkan setelah mengkonsumsi rokok. Kemudian yang
ketiga Haram, dengan maksud jika merokok bisa menyebabkan fatal
terhadap perokok tersebut yaitu bisa menyebabkan kematian. Nah, dari
berbagai perspektif yang ditawarkan oleh Musyrifah sebenarnya kurang
tepat dan kurang benar. Karena sudah jelas merokok pasti merugikan
(negatif) khususnya terhadap kesehatannya. Tidak ada pernyataan yang
mengatakan bahwa merokok berdampak positif terhadap kesehatannya
setelah mengkonsumsi rokok.
Perlu digaris bawahi, mengkonsumsi rokok tidak bisa kita
samakan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman. Sebab
mengkonsumsi makanan dan minuman adalah suatu kewajiban makhluk
hidup (manusia) yang harus dipenuhi setiap harinya. Jika sehari saja
tidak mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut, penulis bisa jamin
kesehatannya akan melemah dan bahkan bisa menyebabkan kematian.
Beda halnya dengan mengkonsumsi rokok, merokok bukanlah suatu
kewajiban makhluk hidup (manusia) yang harus dipenuhi oleh setiap
individu. Melainkah hanya sebuah hobi dan bisa jadi hanya ingin dipuji
orang lain kalau dia lelaki jantan. Karena memang ada sebuah pribahasa
khususnya bagi kaum lelaki “Barang siapa dari kaum lelaki yang tidak
mengkonsumsi rokok maka ia sama halnya dengan perempuan”. Di
sinilah sebetulnya salah kaprah yang dipahami oleh orang kebanyakan.
tidak mengkonsumi rokok tidak akan melemahkan kesehatan dan
kematian beda halnya dengan mengkonsumi makanan dan minuman
tadi.
Padahal kita ketahui di bungkus rokok jelas disebut bahwa
merokok dapat menyebabkan kangker, serangan jantung, gangguan
kesehatan janin, dan impotensi. Kendatipun demikian hal tersebut hanya
dianggap sebagai tulisan usang yang tak perlu diperhatikan. Merokok
berdampak negatif terhadap perokok tersebut dan juga berbahaya
terhadap perokok pasif (orang yang tidak merokok, tapi menghisap
asap rokok dari perokok).
Di Amerika Serikat (AS), sekitar 442 ribu pendudukanya
Menatap Masa Depan Bangsa | 31
mati tiap tahunnya karena penyakit yang disebabkan rokok. Penyakit
kangker paru-paru yang mematikan sebanyak 90% nya disebabkan oleh
rokok. Di samping itu juga rokok juga meningkatkan serangan Stroke/
jantung hingga 50%. Dan rokok juga mengganggu penderita asam dan
penyakit paru-paru lainnya. Bahkan, di AS bagi perokok pasif kurang
lebih sebanyak 3000 orang mati karena kangker paru-paru dan 35.000
karena serangan jantung setiap tahunnya yang diakibatkan tak sengaja
menghisap asap dari rokok dari perokok. Inilah fenomena yang terjadi
di AS.
Kodifikasi hukum yang dicanangkan oleh Majels Ulama’
Indonesia (MUI), tidak secara serta merta mengeluarkan putusan tentang
haram merokok. Melainkan, telah melalui proses panjang dengan
musyawarah para Ulama’ di seluruh Indonesia. Kodifikasi hukum
haram merokok yang dikeluarkan oleh MUI perlu kita support dan
perlu kita sambut dengan baik. Bukan malah menentangnya, melainkan
kita harus mematuhinya sebagai sebuah kepatuhan terhadap ulil amri.
Ada beberapa kemungkinan kenapa MUI mengeluarkan putusan haram
merokok. Pertama, Tembakau masih belum bisa menjawab dan belum
bisa memenuhi keinginan para petani tembakau untuk bisa memperbaiki
tatanan perekonomiannya. Kedua, rokok sudah jelas-jelas merugikan
bagi yang mengkonsumsinya dan bahkan bagi yang mengisap asap dari
perokok (perokok pasif).
Merokok selain berdampak negatif terhadap perokok juga
berdampak negatif terhadap orang yang mengisap asap dari perokok.
Hal ini dikarenakan Bau dan Asap yang dihasilkan itulah yang
menyebabkannya. Bau dan Asap yang mengganggu orang lain adalah
termasuk dosa besar. Jangankan rokok yang haram, orang yang makan
bawang putih yang halal sekalipun. Tapi karena, baunya mengganggu
dilarang masuk ke dalam masjid seperti apa yang disabdakan oleh
Rasulullah Saw., yang artinya Ibnu Umar ra. berkata: Sesungguhnya
Rasulullah Saw., dalam perang Khaibar pernah bersabda: Barang
siapa makan buah ini (bawang putih), maka janganlah ia memasuki
mesjid. (Shahih Muslim No.870)
Selain itu, Anas ra. Bahwa dia pernah ditanya tentang bawang
putih. Anas menjawab Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda:
32 | Abdul Qadir Jailani
Barang siapa yang makan pohon ini (bawang putih), maka janganlah
ia dekat-dekat kami dan jangan ia ikut shalat bersama kami. (Shahih
Muslim No.872)
Begitu juga dengan Jabir ra. Berkata, Rasulullah Saw., melarang makan
bawang merah dan bawang bakung. Suatu saat kami butuh sekali
sehingga kami memakannya. Beliau bersabda: Barang siapa yang
makan pohon tidak sedap ini, janganlah ia mendekati mesjid kami.
Sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena aromanya)
seperti halnya manusia. (Shahih Muslim No.874)
Merokok sebetulnya tidak jauh beda dengan bawang putih
maupun bawang bakung. Karena, sama-sama memiliki bau yang tidak
sedap dan merugikan diri sendiri juga bagi orang lain yang berada
di sekitarnya. Selain berdampak negatif terhadap kesehatan rokok
juga merupakan pemborosan, baik pemborosan waktu lebih-lebih
pemborosan harta. Orang yang merokok paling tidak menghabiskan 10
menit untuk setiap batang rokok yang dia hisap. Jadi, kalau 12 batang
sehari, dia menghabiskan 120 menit setiap hari untuk hal-hal yang
merusak dirinya dan orang lain.
Rokok haram karena merupakan pemborosan harta. Jika
sebungkus rokok harganya mencapai Rp. 8.000, maka sebulan orang
tersebut harus mengeluarkan Rp. 240 ribu untuk hal yang justru merusak
dirinya sendiri dan orang lain. Padahal, uang tersebut bisa dipergunakan
untuk hal-hal yang lebih berguna semisal untuk beli buku dan kegiatan
pendidikan lainnya. Allah Swt., melarang sifat boros yang merusak
seperti itu. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt., yang artinya
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al Israa’:26-27)
Untuk itulah fatwa haram merokok harus kita realisasikan
dan kita patuhi dalam kehidupan sehari-hari, utamanya dalam sektor
pendidikan. Intstitusi-institusi pendidikan baik itu sekolah maupun
Pondok Pesantren seharusnya memasukkan peraturan haram merokok di
lingkungan sokolah maupun Pondok Pesantren. Dengan tujuan supaya
Menatap Masa Depan Bangsa | 33
siswa atau santri tidak terhegemoni oleh rokok dan bisa konsentrasi
dalam menempuh pendidikan dengan baik. Apabila mereka sampai
kecanduan terhadap rokok, bisa dijamin uang SPP yang diberikan
orang tuanya dan seharusnya dibayarkan akan dipergunakannya untuk
membeli sebungkus rokok. Dan jika mereka tidak punya uang, bisa
jadi mereka akan melakukan tindakan yang amoral seperti mencuri dan
sebagainya. Maka dari itu, kepada yang menentang keputusan MUI
mengenai haram merokok berhentilah menjadi “Pahlawan Gadungan”.
Kenyataannya rokok lebih banyak berdampak negatif, baik itu dalam
sektor ekonomi, kesehatan dan lebih-lebih dalam sektor pendidikan.
Wallahu A’lam
34 | Abdul Qadir Jailani
MOS DAN PERAN KOMITE
SEKOLAH SEBAGAI MEDIA UTAMA
PEMBENTUKAN MENTAL PELAJAR
M
asa orientasi siswa atau yang lebih dikenal dengan
sebutan MOS, sudah menjadi tradisi yang tak bisa lepas
dari agenda Organisasi Intra Sekolah (OSIS), di masingmasing institusi pendidikan di seluruh Indonesia. MOS
juga tidak lepas dari peran komite sekolah, hal ini dimaksudkan untuk
mengawasi tindak-tanduk siswa baru, selain untuk mengawasi juga
untuk membina dan mendidik bagaimana seharusnya mental pelajar
masa kini (siswa baru).
MOS yang sudah atau bahkan akan direalisasikan oleh
berbagai institusi-institusi pendidikan di bawah tanggung jawab
OSIS, bisa dikategorikan sebagai media pembentukan mental pelajar.
Karena, dalam realisasinya banyak dipergunakan untuk latihan
mental, sepertihalnya siswa diwajibkan mengenakan tas plastik, siswa
diwajibkan berkalung tutup botol minuman, siswa diwajibkan untuk
memolesi wajah dengan cat atau cairan hitam, dan masih banyak
yang lainnya segala bentuk pelatihan mental. Tentunya hal tersebut,
sebenarnya tidak terlepas dari unsur pendidikan (education).
MOS dalam realisasinya juga bisa ketegorikan sebagai
pendidikan humanis. Pendidikan humanis dalam artiannya adalah
pendidikan yang lebih menekankan kepada pendidkan kemanusiaan. Kita
Menatap Masa Depan Bangsa | 35
mafhum, bahwa pendidikan merupakan aktualisasi moral para pelajar,
meski masih banyak dari kalangan pelajar yang tidak menyadarinya,
dengan membuat kegaduhan dan anarkisme dalam bentuk prilakuprilaku negatif. Namun, kita harus garis bawahi bahwa pendidikan
adalah kunci utama dari sebuah perubahan. Dengan pendidikan, rakyat
yang bodoh menjadi tahu, dari tahu akan dapat mengambil sikap dan
tindakan yang bernilai positif. Model pembelajaran seperti ini akan
terus berulang, dan jika masyarakat sudah semakin terdidik, yang oleh
Nurcholis Madjid disebut sebagai embrio civil society (http://jabier.
blogsome.com).
Di samping itu pula, realisasi MOS juga memberikan kesan
baik bagi pelajar, dalam menopang kehidupannya di masa mendatang.
Salah satunya adalah mereka diajari bagaimana hidup bersosial dengan
teman dan masyarakat di sekitarnya. Sehingga dengan hal tersebut,
dirapkan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka tidak akan
merasa canggung hidup berdampingan bersama masyarakat. Lebihlebih mereka harus mengabdikan diri kepada masyarakat setelah
mereka dianggap cukup berpendidikan.
Dalam bahasa pesantren, sebelum mereka terjun kepada
masyarakat. Mereka, para pelajar (santri) diuji coba dengan adanya
Kuliah Kerja Nyata (KKN). Setelah mereka dianggap cukup dan siap
maka mereka bisa langsung dilepas untuk terjun langsung ke masyarkat
untuk mengabdikan diri mereka dan mengamalkan apa yang telah
diperoleh semasa berada di bangku pendidikan. Dalam kaitannya,
Muhammad Rahmat Kurnia membagi menjadi tiga hal dalam sektor
pendidikan yaitu sekolah/kampus, rumah dan masyarakat.
Terlepas dari itu semua, peran komite sekolah juga begitu
signifikan dalam pendidikan mental pelajar. Selain yang tersebut di
atas, peran komite sekolah begitu menentukan terhadap sukses dan
tidaknya MOS yang diadakan oleh OSIS. Apabila peran komite sekolah
bisa berjalan dengan baik, maka akan tercipta lingkungan pendidikan
yang kondusif dan asosiatif antara komite sekolah dan OSIS.
Pelatihan mental dalam bentuk MOS, bisa membentuk dan
menanamkan kecerdasan emosianal (emotional intelligence) pelajar.
Kecerdasan emosional merupakan lawan dari IQ (Intelligence
36 | Abdul Qadir Jailani
Quotient), beberapa pakar menyatkan bahwa orang yang memiliki
IQ tinggi akan mendapatkan kesuksesan lebih cepat dibandingkan
dengan orang yang memiliki IQ rendah atau rata-rata. Kemudian,
permasalahannya sekarang adalah bagaimana mereka yang mempunyai
tingkat IQ rendah dan rata-rata. Ternyata setelah ada beberapa penelitian
yang menghasilkan, bahwa tidaklah orang yang ber-IQ tinggi yang
akan mendapatkan kesuksesan lebih cepat dibandingkan yang ber-IQ
rendah. Akan tetapi, yang ber-IQ rendah pun bisa mencapai kesuksesan
tersebut jika mereka bisa memiliki kecerdasan emosional (emotional
intelligence).
Kecerdasan Emosional (emotional intelligence) merupakan
kemampuan seseorang untuk mengatur setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental (psikologis) yang
hebat atau meluap-luap dengan baik dan teratur. Sehingga, apabila
Kecerdasan Emosional ini bisa direalisasikan dengan baik maka
seseorang akan mencapai kesuksesan dalam kehidupannya. Tidak
jauh berbeda dengan MOS, karena dalam pelaksanaannya para pelajar
dituntut untuk bisa menguasai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,
perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental (psikologis) yang hebat
atau meluap-luap seperti yang termaktub di atas.
Dalam bahasa lain, bisa dikatakan untuk ja’lul fikr qowiyan
fi kulli amrin. Sehingga Posisi pendidikanpun sangat sentral dan
tidak bisa lepas dari pengolahan fikiran dan pengolahan mental
pelajar, karena yang menjadi iming-iming dari pendidikan adalah
kemakmuran hidup masa depan.
Sebagaimana yang dikatan
oleh sang proklamator dunia Nabi besar Muhmmad SAW., Barang
siapa yang menginginkan kehidupan dunia maka dengan ilmu, barang
siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka dengan ilmu dan
barang siapa yang menginginkan keduanya maka dengan ilmu (AlHadits). Wallahu A’lam Bis Sowab.!
Menatap Masa Depan Bangsa | 37
B
WANITA:
ANTARA KODRAT ILAHI
DAN EMANSIPASI
erbicara mengenai wanita, kita tidak akan menemukan batas
dan ujung pembicaraan, sebab berbicara mengenai wanita
merupakan topik yang selalu hangat untuk diperbincangkan
khususnya di kalangan para remaja saat ini. Ia menjadi isu
sosial yang selalu menarik untuk didiskusikan sejak dulu, sekarang hingga
masa yang akan datang. Posisi wanita sejak dulu acapkali dianggap
sebagai sesuatu yang hina dan menghinakan, ia juga sering kali disebut
sebagai penyebab dari datangnya mala petaka. Namun kedatangan
wanita juga sering ditunggu dan dipuja oleh para lelaki hidung belang
yang tidak bertanggung jawab. Lantas bagaimana dengan emansipasi
wanita yang sampai saat ini masih belum menemukan benang merah
untuk bisa dijadikan sebagai landasan hukum bagi kalangan wanita?
Dalam catatan sejarah umat manusia, permasalahan yang selalu
mendeskriminasi wanita tak pernah usai baik dari yang selalu mengklaim
bahwa wanita merupakan sumber dari datangnya mala petaka, bahkan
pada masa jahiliyah mereka yang mempunyai anak wanita merupakan
aib besar, maka dari itu pada masanya orang yang melahirkan wanita
banyak yang dibunuh. Wanita dianggap sebagai makhluk yang lebih
berbahaya dari ular berbisa dan api tidaklah lebih berbahaya daripada
seorang wanita (baca:wanita).
Nah, sebenarnya anggapan dan klaim seperti ini merupakan
provokasi dari kaum sekuler dan pemahaman salah dari agama-agama
selain Islam. Pandangan agama-agama non Islam terhadap wanita
bermacam-macam. Seperti halnya agama kristen yang memandang
hina terhadap wanita, sebagaimana dikatakan pendeta Paus Tertulianus,
“ Wanita merupakan pintu gerbang syeitan, masuk ke dalam diri laki38 | Abdul Qadir Jailani
laki untuk merusak tatanan ilahi dan mengotori wajah tuhan yang
ada pada laki-laki.” Sedangkan paus sustam mengatakan, “ Wanita
secara otomatis membawa kejahatan, malapetaka yang menimbulkan
kebingungan.” Jelasnya wanita memang betul-betul dianggap hina oleh
kalangan non Islam dan tidak mempunyai tempat terhormat sekalipun.
Mayoritas dari pandangan non Islam terhadap wanita
memandang bahwa wanita merupakan sesuatu yang siap menghancurkan
segalanya di dunia ini khususnya para laki-laki. Lain halnya dengan
Islam, masuknya agama Islam terhadap tatanan kehidupan manusia
membawa posisi wanita terhadap posisi yang begitu terhormat dan
tidak terlecehkan. Hal ini terbukti dari banyaknya statemen yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang begitu mengangkat
derajat seorang wanita. Namun, meski sejatinya wanita berada dalam
derajat yang sanagat terhormat akan tetapi wanita masih saja tetap
sengsara. Karena masih saja wanita dipandang dari segi keindahan dan
kemolekan tubuhnya saja.
Eksistensi Wanita Dan Pacaran Islami
Sejatinya wanita adalah makhluk ciptaan Allah yang begitu
menarik dan begitu indah dipandangan mata, sehingga tidak salah jika
Rasulullah menyatakan dalam sebagian hadistnya bahwa siapa yang
harus kita hormati terlebih dahulu dan Rasulullah menyatakan sampai
tiga kali bahwa wanita-lah yang harus kita hormati terlebih dahulu,
dalam artian wanita disini adalah seorang ibu.
Sedangkan di mata Allah, Dia tidak membeda-bedakan antara lakilaki dan perempuan yang akan mendapat ridho-Nya dan yang akan
mendapatkan tempat terhormat di akhirat kelak, melainkan antara lakilaki dan perempuan dipandang-Nya dari sisi ketakawaannya sebagai
hamba (‘abid). Oleh karenanya, baik laki-laki maupun perempuan yang
melakukan kebaikan maka ia akan mendapatkan tempat yang paling
terhormat di akhirat kelak yaitu surga (jannah), sebagaimana yang
difirmankan-Nya ”Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik lakilaki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk
surga ...” (QS. 4:124, 40:40).
Maka dari itu, penulis sempat risih dan kaget ketika wanita
Menatap Masa Depan Bangsa | 39
dipandang sebagai sosok hantu yang sangat menakutkan oleh sebagian
orang. Padahal Allah telah dengan begitu jelasnya menyatakan dalam
Kitab-Nya bahwa antara laki-laki dan perempuan itu diukur dari tolak
ukur keta’atan mereka terhadap perintah-Nya, dan seberapa besar
mereka menjaga dan memelihara kehormatannya dan juga seberapa
besar mereka mempertahankan hakekatnya sebagai hamba (‘abid)
Allah.
Dalam hal ini Allah telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an
yang artinya “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang
tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang khusu’, lakilaki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
(QS. Al-Azhab. 35).
Eksistensi wanita dalam ranah perkembangan pemikiran Islam
dunia dianggap sebagai sesuatu yang begitu terhormat, maka dari itu
salah besar jika ada seseorang yang mendiskriminasi eksistensi wanita
dengan menyatakan bahwa wanita adalah penyebab dari timbulnya
berbagai problem (mala petaka), begitu juga dengan menyatakan bahwa
wanita juga dipandang sebagai sosok hantu yang begitu menakutkan.
Hal ini, kalau kita mengkajinya secara teliti dan ilmiah merupakan
faham kaum sekuler atau kalau masa Rasulullah disebut kaum jahiliyah
yang begitu dipopulerkan.
Pastinya kita bertanya-tanya kenapa seorang wanita dipandang
sebagai sosok yang begitu terhormat dalam Islam, hal ini disebabkan
karena wanita memiliki kelebihan yang tidak bisa dimiliki oleh lakilaki yang disebut sebgai kodrat ilahi yaitu, Haid, Hamil, Melahirkan
dan Menyusui. Nah, empat kepemilikan yang dimiliki oleh wanita
inilah yang menjadikan mereka mempunyai kelebihan yang melebihi
dari kaum adam (laki-laki).
Namun, memang dalam benak kita sebagai muslim yang
berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits kita pastinya
merasa sedih dan risih dengan banyaknya tempat prostitusi dan tempat
40 | Abdul Qadir Jailani
pelacuran yang berkembang dari waktu kewaktu yang dalam hal ini
wanita-lah yang menjadi pemeran utamanya. Juga, banyaknya praktek
pergaualan bebas dan hubungan antar non muhrim (dikalangan remaja)
yang mengatas namakan hubungannya sebagai pacaran Islami.
Padahal, jika kita benar-benar memahami Islam tidak ada
ceritanya Pacaran Islami yang ada hanyalah Ta’aruf (perkenalan) antar
lawan jenis yang sudah mempunyai keinginan matang dan kesiapan
mental untuk menjalani mahligai rumah tangga. Tentunya yang namanya
pacaran itu merupakan gaya baru yang tak lepas dari realisasi curhatcurhatan (free talk), ngedate, tak and give dan bahkan bisa sampai
kepada situasi yang paling berbahaya yaitu seks bebas.
Padahal, Jika memang mempunyai niatan baik untuk melangkah
kepada suatu hubungan yang serius yaitu pada tingkatan pernikahan
alangkah baiknya, jika hubungan itu bisa diketahui oleh kedua orang tua
belah pihak khususnya kedua orang tua perempuan, sebab jika pacaran
ini tetap berlanjut—maka pihak wanitalah yang paling dirugikan dari
hubungan tersebut.
Lantas bagaimana jalan keluarnya jika kita sudah terlanjur
berpacaran? Alangakah baiknya jika hubungan itu cepat-cepat
diselesaikan tanpa ada yang merasa disakiti, karena ditakutkan jika
hubungna tersebut tetap berlangsung akan membawa dampak yang
membawa kepada kekafiran—karena dari saking banyaknya khalwat
yang dipraktekkan, atau kalau tidak memutuskan hubungan itu
diharapkan hubungan tersebut segera diresmikan (khitbah) melalui
orang tua kedua belah pihak.
Bagaimana Seharusnya Wanita
Perkembangan zaman yang semakin maju dan dengan budayabudaya yang semakin glamour dan hedonis
merupakan era yang
tidak bisa kita elakkan dan kita tolak keberadaannya sebab hal itu pasti
terjadi. Dalam kaitannya, wanita harus bisa melawan arus globalisasi ini
dengan berbagai prestasi-prestasi yang mengusung atas nama Islam.
Kenapa wanita, karena wanita itu merupakan sorotan awal dalam
Islam yang harus kita jaga betul-betul karena wanita lebih berharga dari
keindahan seluruh isi alam ini sebagaimana Rasulullah bersabda bahwa
Menatap Masa Depan Bangsa | 41
“Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita
sholehah.” (HR. Muslim) —Maka dari itu seorang wanita harus bisa
menjaga kehormatannya dengan baik dan bisa melaksanakan prestasi
menjadi wanita sholehah yang harus dicapainya.
Haid, Hamil, Melahirkan dan Menyusui merupakan tugas dan
fungsi seorang wanita, yang tidak bisa digantiikan oleh seorang lakilaki sehingga wanita terlepas dari tanggung jawab mencari nafkah
untuk keluarga dan anak-anaknya. Kemudian bagaimana dengan
adanya emansipasi wanita dan wanita karir yang sekarang ini marak
diberitakan di berbgai media yang banyak direalisasikan oleh kalangan
wanita?.
Berbicara masalah Emansipasi wanita dan wanita karir
tentunya kedua hal tersebut harus disikapi secara betul-betul positif
dan proporsional dengan tanpa meninggalkan kodrat ilahi yang telah
ditetapkan kepada seorang wanita yaitu Haid, Hamil, Melahirkan dan
Meyusui.
Oleh karenanya, sebelum penulis mengakhiri tulisan ini.
Penulis berpesan dan berharap kepada kalangan wanita supaya bisa
menjadi wanita yang sholehah yang menjaga kehormatannya dengan
baik dan jika berkeiginan untuk menjadi wanita karir misalnya menjadi
dokter, penulis dan sebagainya, alangkah baiknya untuk minta izin
kepada keluarganya (orang tuanya) khususnya kepada suaminya jika
sudah berkeluarga.
Jika sudah direstui oleh kedua belah pihak maka hal itu
diharapkan untuk dijalani atas dasar Islam. Karena mayoritas ketika
wanita sudah terjun kepada dunia karir mereka, mereka lupa akan kodrat
ilahi yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT., sehingga tidak salah jika
banyak para kalangan artis yang bercerai demi mempertahankan dunia
karir mereka masing-masing karena dianggap wanita juga mempunyai
hak yang sama untuk bisa memenuhi nafkah dan berkarir sepertihalnya
laki-laki. Apakah hal itu yang kita inginkan? Tentu saja tidak. Semoga
kita bisa menjadi remaja yang tidak terperosok kepada pergaulan
bebas—juga semoga kita bisa menjadi suami dan istri yang ta’at kepada
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semoga! Wallahu A’lam
Bisshowab.
42 | Abdul Qadir Jailani
BENCANA ALAM
DAN REDINTEGRASI AMAL
D
alam beberapa detik terakhir ini, berbagai persoalan atau
problem hidup yang menimpa negeri tercinta ini tiada
lain merupakan sebuah tolak ukur seberapa besar tingkat
keimanan dan ketaqwaan kita terhadap Allah dan Rasulnya.
Dalam pribahasa Islam persoalan hidup itu lebih dikenal dengan
sebutan musibah. Apabila tingkat ketaqwaan dan keimanan kita bisa
kita kendalikan dengan sebaik-baknya, maka berbagai persoalan hidup
itu akan lebih terasa bermakna dan penuh hikmat sehingga tujuan hidup
manusia di dunia ini bisa terpenuhi, yaitu mencari kebahagiaan sejati.
Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah
yang menimpa manusia berdasarkan logika berfikir yang bersifat
rasional dan terlepas dari tuntunan wahyu ilahi. Seperti halnya krisis
yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan berbagai macam dampak
negatif dalam ranah kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat
tidak merasakan kehidupan aman, tentram dan sejahtera. Hal ini
disebabkan karena cara pandang masyarakat terhadap musibah yang
terjadi, hanya berdasar kepada sudut pandang logika rasional saja.
Begitu juga dengan terjadinya banyak bencana alam berupa
tsunami, letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan,
kelaparan dan lain-lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang
bisa dijelaskan secara rasional sebab-sebabnya. Sehingga, solusi-solusi
yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama
yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada
Allah Swt., Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditangan-Nyalah seluruh
kebaikan dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan.
Padahal, jika ditilik dari sudut pandang Islam. Prilaku dan
Menatap Masa Depan Bangsa | 43
pandangan manusia yang hanya mengedepankan idiologi berfikir saja
tanpa memandang dari sudut pandang Islam maka pandangan mereka
terhadap suatu persoalan tersebut sangat mustahil benar. Oleh karena
itu, perlu kiranya memandang suatu persoalan hidup berdasar pada
pandangan Islam baru kemudian dipadukan dengan idiologi berfikir
manusia sehingga nantinya bisa menjadi suatu kesatuan yang utuh
(baca: dakwah)
Penyebab Terjadinya Bencana
Sebenarnya bukan hal yang tabu lagi untuk kita ketahui dan
kita fahami secara mendetail. Sebagai umat muslim yang bepegang
teguh terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dan di negeri yang mayoritas
berpenduduk muslim ini tentunya kita merasa heran dan bertanya-tanya
kenapa musibah terjadi bertubi-tubi menimpa negeri ini, seperti halnya
gempa bumi berkekuatan 7,9 SR yang menimpa Sumatra barat tepatnya
di kota padang pada Rabu (30/0909) lalu.
Jawabannya sederhana saja, hal ini dikarenakan tidak
ditegakkannya kewajiban yang agung dari Allah Swt., yaitu amar ma’ruf
nahi mungkar, secara serius baik oleh perorangan (individu) maupun
oleh pemerintah setempat yang merupakan sebuah institusi resmi yang
paling bertanggung jawab. Jika amar ma’ruf dan nahi mungkar ini bisa
terlaksana dengan baik maka berbagai musibah akan bisa diminimalisir.
Akan tetapi, yang namanya hidup segala sesuatu itu pasti terjadi tanpa
bisa direka dan dikira-kira. Begitu juga dengan takdir, takdir tidak akan
bisa dirubah semuanya akan tetap berjalan dengan kehendak Allah
Swt.
Meskipun secara gambling, Allah Swt., telah menjelaskannya
baik dalam Al-Qur’an maupun dalam bentuk peringatan-peringatan
seperti Bencana Alam tadi. Manusia masih tetap saja memandang segala
persoalan dan musibah hidup itu biasa-biasa saja dan pasti terjadi. Dan
menganggap tidak perlu adanya redintegrasi amal (perbuatan), sehingga
bencana alam bukan malah terminimalisir melainkan makin bertambah
banyak dan seringkali terjadi.
Hal ini juga terlihat dari banyaknya bencana alam yang terjadi,
terhitung sejak tahun 2000 Gempa yang melanda Bengkulu dengan
44 | Abdul Qadir Jailani
magnitude 7.3 atau Mw 7.9 yang menyebabkan korban jiwa sebanyak
100 orang lebih, disusul dengan Tsunami, Gempa Tektonik, Lumpur
Lapindo, kebakaran dan berbagai macam bencana alam lainnya yang
terjadi di seluruh penjuru negeri tercinta ini. Dan bahkan sampai Gempa
Bumi yang terjadi Rabu 30 September 2009 lalu.
Dari berbagai macam bencara alam tadi sebenarnya sudah
tertulis sejak berabad-abad yang lalu dalam Al-Qur’an secara
mendetail yaitu, seperti yang terletak dalam QS An-Nisaa 79 bahwa,
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”.
Berdasarkan firman Allah Swt., tadi bisa diambil kesimpulan sementara.
Artinya, segala sesuatu yang terjadi dan bersifat kurang enak dan
menyengsarakan. Termasuk bencana alam yang terjadi, dan tak lain
disebabkan oleh perbuatan diri kita sendiri sebagai manusia. Begitu
halnya dengan banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri tercinta
ini kemungkinan besar memang disebabkan oleh prilaku masyarakat
Indonesia itu sendiri.
Boleh dibilang, barangkali bencana alam yang terjadi ini salah
satunya dilatar belakangi situasi dan keadaan Indonesia saat ini yang
sedang panas, baik karena urusan Politik (Money Politic), kerusuhan
terjadi di mana-mana, perampokan, pemerkosaan, pergaulan bebas yang
mengarah kepada prilaku seks bebas, anarkisme di kalangan remaja,
demo, tawuran masal, letusan bom oleh teroris, banyaknya orang yang
saling bersilang pendapat, dan bahkan timbulnya banyak faham dan
kelompok sesat yang mengatas namakan dirinya Islam dan padahal
ajarannya bukan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits,
dan masih banyak berbagai kasus yang terjadi yang mungkin bisa
kita konsumsi tiap hari di negeri tercinta ini, yang menjadi penyebab
terjadinya bencana alam.
Jalan Keluar
Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam ranah
kehidupan manusia saat ini, menjadikan manusia lupa akan hakekat
diciptakannya manusia yaitu beribadah kepadaNya. Begitu juga dengan
banyaknya bencana alam yang terjadi di negeri ini, seperti Gempa
Menatap Masa Depan Bangsa | 45
Bumi di Sumatra Barat yang menelan ribuan nyawa, jangan sekali-kali
dianggap sebagai fenomena alam yang bersifat alamiah saja. Tapi perlu
difahami secara lahiriah bahwa segala persoalan yang ada di dunia ini
datangnya dari Allah Swt., untuk itulah kita perlu introspeksi diri akan
apa yang telah kita kerjakan.
Segala sesuatu yang terjadi seperti musibah di atas, harus kita
pandang dari kacamata iman, bahwa musibah yang terjadi tiada lain
datangnya dari Allah Swt., sebagaimana yang difirmankanNya “Tidak
ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah.” (QS. At-Taghaabuun: 11)
Beberapa pakar seperti Charles Cohen dan Eric Werker dari
Harvard Business School menulis sebuah paper menarik berjudul The
Political Economy of “Natural” Disasters. Mereka berpendapat bahwa
bencana alam cenderung terjadi lebih sering dan beragam pada negara
miskin yang dikelola dengan sistem politik yang buruk. Sejauh mana
intervensi politik yang terjadi ternyata juga mempengaruhi intensitas
bencana alam tersebut.
Pemerintah, menurut Cohen dan Werker, dapat melakukan
distribusi kekuatan politik melalui pembelanjaan untuk menangani
bencana alam. Pemerintah yang tak punya pendanaan bagus akan
terkena racket effect, yaitu secara sengaja memanipulasi populasi
korban untuk menarik (dan juga mencuri) bantuan dari luar. Yang
menarik, lembaga donor internasional juga sudah “biasa” memberi
toleransi atas susutnya bantuan tersebut. Hal ini memicu desperation
effect, di mana pemerintahan yang korup punya kemampuan lebih
untuk menggandakan “penyusutan” tersebut (baca:gempa).
Oleh karenanya, Pertama, kita perlu meyakini bahwa musibah
seperti bencana alam yang terjadi datangnya dari Allah Swt. Kedua, kita
harus betul-betul menyadari musibah yang terjadi diakibatkan karena
tidak dilaksanakannya perintah-perintah Allah Swt., dan Rasulnya
dengan baik. Ketiga, perlu kiranya kita introspeksi diri dan memperbaiki
amal perbuatan dan ibadah kita yang sebelumnya mungkin tidak pernah
kita lakukan.
46 | Abdul Qadir Jailani
FENOMENA BENCANA ALAM
ANTARA TAKDIR
DAN PERINGATAN TUHAN
“Setiap orang diantara kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin
akan dimintai pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya (AlAyat)”
P
emimpin adalah imam bagi umatnya. Segala sesuatu yang terjadi
terhadap umatnya maka pemimpinlah yang bertanggung jawab.
Itulah nilai filosofis dari seorang pemimpin. Dalam kaitannya
pemimpin di sini bisa dikategorikan sebagai pemerintah karena
pemerintah merupakan institusi resmi yang bertanggung jawab penuh
terhadap keamanan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat yang
berdomisili di bawah naungan pemerintah tersebut seperti halnya di
negeri tercinta ini. Berdasarkan firman Allah Swt., di atas kita sebagai
muslim tulen bisa memahami bahwa setiap orang di dunia ini adalah
pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya dan
kelak akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan bagaimana
amanah yang diembannya sebagai seorang pemimpin.
Permasalahannya sekarang adalah kenapa diabad 21 ini
mayoritas pemimpin atau pemerintah mengingkari tanggung jawabnya,
salah satunya dengan obral janji hanya demi politik, ketika kampanye
calon legislatif (caleg) menyuarakan akan merealisasikan janji mereka,
akan tetapi setelah mereka resmi menjadi pemimpin terpilih janjiMenatap Masa Depan Bangsa | 47
janji yang pernah diucapkan tidak mereka tepati. Kedua, banyak kita
temukan di kalangan pemerintah banyak yang menyelewengkan tugas
wajib mereka korupsi terjadi di mana-mana, berbagai kerusuhan,
perampokan, pemerkosaan dan bahkan hal yang sangat prinsipil
sekalipun jika urusannya dengan uang maka pemerintah akan bertekuk
lutut tanpa kata. Dan masih banyak lagi berbagai tindak susila yang
dilakukan oleh pemerintah dan tidak ada tindakan serius sama sekali
apakah ini pemimpin yang harus kita acungi jempol?
Tentu saja tidak, jikalau hal tersebut yang penulis paparkan
tidak bisa ditindak secara serius maka jangan disalahkan jika banyak
musibah yang terjadi utamanya bencana alam yang baru-baru ini
terjadi di Sumatera Barat, Gempa Bumi yang menurut kabar terakhir
menewaskan ribuan korban jiwa (30/09/09). Lantas siapa yang
harus disalahkan dengan berbagai musibah yang terjadi di tanah air
ini? Tentunya seperti yang dipaparkan penulis di atas yang paling
bertanggung jawab adalah pemerintah karena pemerintah-lah yang
bertanggung jawab penuh terhadap segala sesuatu yang terjadi.
Logikanya seperti ini, jika dikalangan pemerintah segala tugas
dilaksanakan dengan baik dan terarah, urusan agama terlaksana dengan
istiqomah maka seluruh jajaran di tanah air khususnya maka tanah air
kita Indonesia akan aman, tentram dan sejahtera. Namun demikian jika
dikalangan pemerintah sendiri sudah melakukan tindakan kerusakan
maka bisa dijamin bawahannya akan mengikuiti tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Pasalnya, kejadian gempa di sumatera barat tepatnya di kota
Padang yang berkekutan 7,9 SR dan merenggut ribuan jiwa, disadari
atau tidak memang di sana berbagai tindak kemaksiatan bisa kita
temukan Pelacuran, Perjudian dan lain-lain. Akan tetapi pemerintah
setempat tidak bergerak secara serius untuk meminimalisir berbagai
kasus yang menyimpang dari aturan pancasila dan agama pada
khususnya melainkan membiarkannya tetap berjalan dengan seenaknya
saja dan mungkin saja tidak jauh kemungkinan sebagian pemerinth juga
ikut berkecimpung dalam hal kemaksiatan itu.
Pada posisi seperti ini, ada dua kemungkinan besar yaitu manusia
dihadapkan kepada posisi takdir dan peringatan tuhan terhadap prilaku
48 | Abdul Qadir Jailani
yang direalisasikan oleh manusia. Dalam posisi takdir sepenuhnya tidak
bisa dirubah oleh tangan manusia begitu juga dengaa peringatan tuhan
terhadap mereka yang melakukan kerusakan dan dosa terhadapNya.
Dalam situasi seperti itu wajar saja jika tuhan menakdirkan
bencana alam berupa gempa di daerah terasebut. Hal ini tiada lain
sebagai peringatan terhadap masyarakat dan pemerintah daerah tersebut
untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa terhadap tuhan yang maha
esa. Dan sebagai bukti bahwa tuhan masih peduli terhadap kita sebagai
hambanya.
Ironisnya, realitas suram yang direalisasikan oleh masyarakat
dan pemerintah tadi tidak ditindak secara tegas oleh aparat hukum,
Pemerintah dan aparat hukum yang seharusnya bertindak serius dalam
hal ini sebagai pengabdian diri terhadap Negara malah acuh tak acuh.
Oleh karenanya, perlu adanya singkronisasi kerja antara aparat hukum,
pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk membentuk negeri
yang aman, tentram dan sejahtera salah satunya dengan memperbaiki
sektor ekonomi, hubungan sosial, ibadah terhadap tuhan yang maha esa
dan menanggulangi keruakan terhadap lingkungan.
Meski dipandang secara sekilas antara takdir dan peringatan
tuhan tadi, akan tetapi pada hakekatnya kemabli kepada manusia
itu sendir sebagai pelaksana dan pemeran utama dari drama yang
diperankannya sebagai manusia di bumi ini. Dan tentunya manusia
diciptakan berdasarkan kepada landasan iman dan taqwa jika ingin
selamat di dunia dan akhirat.
Oleh sebab itu, bencana alam yang sering terjadi harus betulbetul serius dipikirkan dan dicari jalan keluarnya salah satunya dengan
memperbaiki hubungan dengan tuhan, melestarikan alam dan penegakan
tugas manusia harus dilaksanakan seara benar dan terarah.
Menatap Masa Depan Bangsa | 49
SURAMADU DAN MEDITASI
MORAL PEMUDA
P
asca peresmian SURAMADU oleh presiden Susilo Bambang
Yudoyono 10 juni lalu. Pulau garam Madura seakan kedatangan
wahana baru bagi perkembangan pendidikan dan penurunan
kualitas moral pemuda madura. Bagaimana tidak, Madura
yang dikenal sebagai pulau yang mendominasi daerah pesantren yang
mengatas namakan pendidikan moral harus digusur dengan kebudayaan
baru yang menyusup pasca peresmian SURAMADU. Hal ini terbukti
dengan pemberitaan miring mengenai cewek Bispak (Bisa Pakai) yang
terjaring dari siswi SMP dan SMA.
Oleh karena itu, penulis menganggap perlu membahas sepintas
melalui tulisan sederhana ini mengenai hal tersebut. Sebenarnya
siapakah yang patut disalahkan terhadap kejadian atau peristiwa
tersebut?. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menganggapi
tentang pertanyaan di atas.
Sebenaarnya, perlu kiranya diusut secara kritis mengenai cewek
Bispak (Bisa Pakai) atau secara kasarnya bisnis esek-esek tersebut oleh
bagian terkait khususnya pemerintah daerah (Pemda) sekitar yang
terjaring bisnis esek-esek tersebut. Yang bertujuan untuk menumpas
habis atau menghapus bisnis esek-esek tersebut. Entah sejak kapan,
penulis juga tidak tahu kapan bisnis esek-esek ini beroperasi. Tapi
yang jelas pasca peresmian SURAMADU-bisnis esek-esek ini baru
terungkap.
50 | Abdul Qadir Jailani
Apakah mungkin apa yang dikatakan sebagian Ulama’ Madura
mengenai SURAMADU. “Jikalau sampai SURAMADU terselesaikan
dan diresmikan menjadi alat penyambung antara Surabaya-Madura,
maka siap-siaplah Madura untuk menghadapi kerusakan moral.
Walaupun pulau Madura ini mendominasi Pendidikan Pesantren tapi
hal itu tidak menjamin keutuhan moral Madura”. Itulah yang bisa
penulis tangkap dari sebagian Ulama’ Madura yang sangat Kontra
terhadap pembangunan SURAMADU.
Tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. SURAMADU
sudah berdiri tegak dan terbentang diatas lautan selat Madura. Maka
dari itu, perlu kiranya diadakan penertiban dan penyuluhan dalam hal ini
tertuju terhadap pendidikan moral untuk mengarahkan dan mensterilkan
pemuda Madura supaya tidak terbuai dengan budaya baru yang bersifat
negatif yang masuk ke pulau Garam Madura ini. Nah, pasitnya yang
paling bertanggung jawab terhadap kerusakan moral pemuda adalah
orang tua. Karena peranan orang tua lebih mendominasi dari peran kiai
dan guru di Madrasah atau sekolahnya masing-masing.
Oleh karenanya, para orang tua perlu ekstra hati-hati dalam
mendidik dan memasukkan anaknya kebangku pendidikan. Perlu diingat,
bahwa pendidikan disekolah itu tidak menjamin kemaslahatan moral
pemuda. Namun, alangkah baiknya jika para orang tua memasukkan
anaknya kepada sektor pendidikan yang mengarah terhadap pendidikan
moral dan akhlakul karimah, dalam hal ini Pondok Pesantren-lah yang
mumpuni.
Sebagimana penulis katakan tadi, bahwa peranan orang tua
sangat signifikan terhadap pemberdayaan pendidikan moral pemuda.
Kemudian, setelah peranan orang tua. Peranan Guru yang berasal dari
bahasa Arab “Mudarris”, dianggap perlu memperketat dalam standar
pengajarannya khususnya dalam pendidikan moral. Karena Guru
(Mudarris) menempati peringkat kedua setelah orang tua dalam hal hal
pendidikan moral. Sedangkan Peranan Pemerintah menempati urutan
ketiga dalam penyuluhan dan pendidikan dalam pembinaan moral
pemuda Madura.
Karena itulah, penulis sangat mengharapkan kepada Pemerintah
Daerah Khususnya (Pemda) untuk mengadakan bimbingan secara
Menatap Masa Depan Bangsa | 51
khusus bagi mereka yang dianggap minim dalam pendidikan agamanya.
Baik melalui sistem pendidikan Pesantren Kilat atau bahkan mereka
diwajibkan untuk mukim (mendiami) pondok pesantren dalam masa
pendidikannya. Kenapa penulis menyatakan seperti itu? Dikarenakan
para cewek Bispak (Bisa Pakai) itu mayoritas dari siswi SMP atau
SMA,dan penulis masih belum menemukan dari santriwati sebuah
pondok pesantren.
Dalam hal ini, KH. Mohammad Tijani Jauhari, MA (Djauhari,
2008:82-84) mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren memiliki
keunggulan yang kompetitif (excellences atau mazaya) dibanding
dengan sistem pendidikan lainnya. Karena Pendidikan pesantren
mengimplementasikan fungsi ibadah kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, sebelum penulis mengakhiri tuilsan sederhana
ini, penulis tegaskan kembali bahwa meditasi atau pendidikan moral
begitu signifikan dan begitu relevan untuk meminimalisir kerusakan
moral pemuda Madura [Amore Tioshi]. Wallahu A’lam Bissowab.
52 | Abdul Qadir Jailani
KENAKALAN DAN ANARKISME
REMAJA
S
emenjak era reformasi disusul demokrasi yang mewarisi bangsa
kita Indonesia, berbagai kemelut dan polemik yang terjadi
juga semakin menjadi-jadi dan terbuka bebas. Misalny, oleh
berbagai kalangan yang mereka berdalih atas nama demokrasi
yang dibarengi dengan aspirasi-aspirasi yang dilontarkan, akan tetapi
hal itu justru lebih menimbulkan kemudharaan dan pergolakan.
Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang ikut merangsang
para remaja hidup dalam gaya glamour, hedonis dan ujung-uungnya
anarkis atau nakal. Dari sinilah timbulnya pertamakali tindakan
anarkisme remaja, khususnya terhadap miras yang dikonsumsi.
Awalnya, para remaja ingin mencoba-coba miras/bir dan
semacamnya atau hanya sekedar buat obat penghilang stress dari
pergaulan problematic yang sedang dialami. Padahal, justru sejatinya
miras/bir itu mendatangan bahaya yang mengancam perkembagan
psikologi/ mental mereka dikarenakan miras/bir dan semacamnya
memang terbukti dari alkohol yang dalam konsep islam diharamkan
untuk dikonsumsi. Dan lebih saying lagi, pada akhirnya mereka
ketagihan.
Maka, karena sangat rentannya para remaja tergiur oleh halahal yang hedonis, glamour dan anarkis kalau boleh dibilang kita tidak
memerlukan bom untuk menghancurkan negeri ini, cukup para remaja/
pemuda saja yang menjadi alatnya. Karena pemuda merupakan tonggak
Menatap Masa Depan Bangsa | 53
estafet bangsa, jika pemudanya rusak maka sebuah Negara akan rusak.
Itulah nilai filosufis dari pada pepatah yang berbunyi “Pemuda adalah
harapan hari esok”.
Kenakalan Remaja
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian yang
khusus sejak dibentuknya suatu peradilan untuk anak-anak nakal atau
juvenile court pada tahun 1899 di Cook County, Illinois, Amerika
Serikat. Pada waktu itu, peradilan tersebut berfungsi sebagai pengganti
orangtua si anak yang memutuskan perkara untuk kepentingan si anak
dan masyarakat. Dalam pandangan umum, kenakalan anak dibawah
umur 13 tahun masih dianggap wajar, sedangkan kenakalan anak di
atas usia 18 tahun dianggap merupakan salah satu bentuk kejahatan.
Kenakalan remaja yang terjadi belakangan ini yang banyak
dimotori oleh para pelajar bukan dikarenakan mereka tidak tahu akibat
negatif yang ditimbulkan, melainkan dorongan rasa keingintahuan
terhadap sesuatau. Keingintahuan ini seringkali dilampiaskan dengan
cara yang salah, seperti rasa ingin tahu terhadap narkotika, seks bebas
dan lainnya. Walaupun akibat dari mengkonsumsi narkotika tersebut
sangat berbahaya seperti yang dikatan Direktorat Reserse Narkoba Polda
Jatim bahwa prilaku mengkonsumsi Narkotika akibatnya Merugikan
Pemakai secara Fisik dan Psikis sekaligus Hukuman penjara UU No.22
Th 1997 UU No tentang pelanggaran hokum: Pertama, Pengguna/
Pemilik Narkotika (Pasal 78) Dihukum penjara paling lama 10 tahun
dan denda 500 juta. Kedua, Pengedar Narkotika (Pasal 82) penjara 20
tahun dan denda 1 milyard. Ketiga, Memproduksi Narkotika (Pasal 80)
dengan ancaman hukuman mati, Penjara se-umur hidup, penjara 20 th
dan denda 2 milyard.
Meski demikian, kenakalan remaja seperti yang tersebut diatas
masih berlangsung normal meski sudah jelas akibat dari hal tersebut.
Oleh karenanya perlu kiranya peranan dari orang tua dan pemerintah
untuk menanggulangi hal tersebut.
Anarkisme
Anarkisme dikalangan remaja sudah menjadi menu utama bagi
54 | Abdul Qadir Jailani
para penegak hukum pada umumnya. Betapa tidak, dari berbagai kasus
yang terjadi seperti Tauran, Narkotika, Kejahatan dan kasus anarkisme
lainnya, mayoritas remaja menjadi pemeran utama dari kasus tersebut.
Dari berbagai kasus yang terjadi tentunya yang harus bertanggung
jawab adalah para orang tua. Karena Orang tua merupakan aktor utama
terhadap pengembangan sifat, sikap dan prilaku remaja. Sehingga,
apabila orang tua berperan aktif maka anarkisme dikalangan remaja
dapat diminimalkan.
Tindakan anarkisme terbebut biasanya merupakan implementasi
terhadap keinginan-keinginan remaja yang tidak tercapai dan tidak
terpenuhi seperti tidak lulus dalam Ujian akhir Nasioanl (UAN),
ditinggal pacar; atau juga karena faktor lingkungan keluarga dan
sekitarnya, seperti brokeh home.
Sebuah Solusi
Oleh karena itu, remaja yang semestinya menjadi tongkat
estafeta para orang tua harus lebih dipertahikan oleh semua pihak,
lebih-lebih pihak orang tua. Karena orang tua merupakan sentral dari
penanggulangan anarkisme yang dilakukan oleh remaja. Tentu juga,
peranan masyarakat dan pemerintah diharapkan dalam hal ini.
Di samping itu, juga harus diperhatikan paling tidak dua hal
berikut: Pertama, pemilihan teman sepermainan, sebab prilaku teman
yang satu dangat memengaruhi kondisi prilaku yang lainnya. Kedua,
memerhatikan dengan seksama budaya-budaya asing yang masuk
sebab budaya-budaya asing di era global ini sangat bebas berkeliaran
di sekitar kita tanpa mengenal ruang dan waktu , sedangkan budaya
itu lebih banyak yang mengusung hal-hal yang berbau nafsu; hidup
hedonis, amoral dan anarkis.
Menatap Masa Depan Bangsa | 55
BIODATA PENULIS
Abd. Qadir Jailani, dilahirkan di desa terpencil di pedalaman kota
Sumenep-Madura. Tepatnya 05 Juni 1990. Setelah menamatkan
pendidikannya (TK, MI dan Mts), di Madrasah Istifadah, ia melanjutkan
studinya di PP. Al-Amien (2006) Prenduan tepatnya di Tarbiyatul
Mu’llimien Al-Islamiyah melalui sistem Intensif. Berkat semangat
dan dukungan penuh dari Ayah dan Ibunda tercinta, juga sahabatsahabatnya, akhirnya ia bisa merubah paradigma pemikirannya dan
jalan hidupnya.
Ia terjun di berbagai organisasi-organisasi dan menempati
posisi yang cukup tidak mengecewakan, salah satunya pernah menjabat
sebagai Ketua Shof I Intensif (Afrizeint), Ketua Kajian Ilmiah KWQ
(Kajian Waraal Qitor), Menjabat Sebagai Sekretaris Umum Organtri
ISMI (Ikatan Santri Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah) pereode
pertama, Menjabat Sebagai Koordinator KILKESTRAM (Keilmuan
Kesenian dan Keterampilan) ISMI pereode kedua. Dan kini ia menjabat
sebagai Pimpinan Redaksi (Pemred) Khazanah sisipan Majalah Qalam
Nasional.
Di samping bergelut dalam Organisasi, ia juga pernah menjadi
delegasi PP. Al-Amien Prenduan dalam rangka lomba Pidato B. Arab
se-Madura yang diadakan Universitas STAIN Pamekasan tahun 2008,
pernah menjadi delegasi dalam Bintal Juang remaja Bahari (BJRB)
yang diadakan TNI Angkatan Laut (AL) yang berdomisili di pangkalan
Laut TNI AL di Surabaya selama lima hari , yang diadakan se-Jawa
Timur tahun 2009, dan pernah menjadi delegasi dalam lomba Debat
Teoritik se-Madura yang diadakan Universitas STAIN Pemekasan
tahun 2010.
Ia aktif menulis Artikel, Opini Puisi, Cerpen, Esai, dan beberapa
tulisan lainnya. Tulisannya dimuat di berbagai media cetak maupun
online seperti Radar Madura (Jawa Pos Group), Majalah Qalam, www.
kaweki.com, www.majalahqalam.com. Tulisannya pernah menjadi
juara II pada lomba menulis Artikel se-Madura yang diadakan Unit
Kegiatan Khusus Lembaga Pers Mahasiswa (UKK-LPM) Activita
STAIN Pamekasan Maret 2010.
56 | Abdul Qadir Jailani
Buku ”Menatap Masa Depan” adalah buku pertamanya. Dan
antologi tunggal puisinya ”Selembar Kertas Purnama Untuk Cinta”
adalah buku kedua yang sama-sama terbit tahun 2010.
Sekarang sedang menyelesaikan studinya di TMI Al-Amien
Prenduan (kelas akhir), dan sedang menyelesaikan Penelitian Ilmiahnya
sebagai syarat kelulusan di PP. Al-Amien Prenduan dengan judul
“Pengaruh Belajar Filsafat Ilmu Terhadap Pola Pikir Mahasiswa
IDIA Semester Tujuh Jurusan Filsafat”. Alamat domisili: PP. ALAMIEN Prenduan Sumenep Madura. E-mail: aq_jeilaniel_a90@yahoo.
com/[email protected]. Penulis juga bisa dihubungi di 081
703 581 866
Menatap Masa Depan Bangsa | 57
58 | Abdul Qadir Jailani
Download