1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang populer dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaanperusahaan multinasional ratusan tahun lalu. CSR yang dicetuskan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an pada awalnya adalah usaha untuk melindungi buruh dari penindasan yang dilakukan perusahaan. Saat ini banyak definisi yang menjelaskan makna CSR, yang juga terus berubah seiring berjalannya waktu. CSR antara lain didefinisikan sebagai komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.1 Berbeda dengan kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan 1 CSR: Meeting Changing Expectations, 1999 http://antoniuspatianom.wordpress.com. Diakses tanggal 09 mei 2012 2 Namun amat disesalkan dari hasil survei yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan sosial (39 perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan). Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri.2 Salah satu yang menjadi penyebab minimnya pelaksanaan CSR di Indonesia adalah adanya anggapan bahwa perusahaan telah memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak yang nantinya pajak tersebut akan dipergunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.3 Jadi sesungguhnya tanggung jawab dalam meningkatkan kehidupan sosial bukan tanggung jawab perusahaan melainkan sepenuhnya adalah kewajiban perusahaan dianggap pemerintah dalam kesejahteraan social pemerintah. Tanggung jawab sosial suatu alibi untuk menutupi ketidak mampuan melaksanakan dan kewajibannya melestarikan dalam lingkungan. meningkatkan Sebagai contoh, pengusaha pertambangan yang telah menjalankan kewajiban membayar biaya reklamasi yang telah ditetapkan pemerintah, namun ternyata tidak dipakai untuk pemulihan alam. 2 3 Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dan iklim penanaman modal, http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-bisnis/84-tanggung-jawab-sosial-perusahaancorporate-social-responsibility-dan-iklim-penanaman-modal.html (diakses tanggal 21 April 2012) Suprapto, Siti Adipringadi Adiwoso, 2006, Pola Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Lokal di Jakarta, Galang vol. 1 No. 2, Januari 2006. (diakses tanggal 21 April 2012) 3 Pengusaha juga dibebani kewajiban membayar dana infrastruktur untuk pembangunan jalan, namun infrastruktur tetap dibangun sendiri oleh pengusaha, karena menunggu kerja pemerintah tidak bisa diharapkan. Jika kondisi sudah demikian parah, sehingga terjadi kebakaran hutan, banjir, kecelakaan, maka dengan mudah pengusaha menjadi sasaran tembak organisasi peduli lingkungan. Hampir tidak pernah ada aktivis lingkungan mendemo birokrat soal kerusakan lingkungan, atau pers yang tajam mengkritisi pemerintah karena lalai melakukan reklamasi. Ujung-ujungnya pasti kalangan pengusaha yang disalahkan.4 Ada juga anggapan mengenai pelaksanaan CSR bukan suatu kewajiban berdasarkan penafsiran terminologi yang terdapat dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang untuk selanjutnya disebut UUPT). Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.5 Dari segi istilah komitmen sama sekali tidak mengindikasikan suatu kewajiban yang diharuskan oleh negara (bersifat sukarela), namun berasal dari luar diri yang melakukan (bersifat memaksa).6 4 Ikhlas, CSR, Antara itikad dan Implementasi, www.kabarindonesia.com, (diakses tanggal 21 April 2012) 5 Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. (diakses tanggal 21 April 2012) 6 Ali, Perusahaan Harus jalankan CSR www.hukumonline.com/detail. diakses pada tanggal 25 April 4 Pada dasarnya, tujuan utama dari pendirian perusahaan adalah mencari profit. Tetapi, dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menaati semua peraturan hukum yang berlaku di sebuah negara, mulai dari aturan perburuhan hingga aturan kelestarian lingkungan. CSR adalah pilihan yang dilandasi kesadaran dari perusahaan. Dalam berbisnis, CSR tak hanya memiliki kewajiban kepada shareholder (pemegang saham). CSR juga harus memenuhi harapan para stakeholder (pemangku kepentingan); yakni karyawan, rekanan bisnis, pemerintah, dan masyarakat sekitar. CSR adalah kegiatan sukarela. Tetapi, perkembangan global saat ini menuntut CSR menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari. Suka atau tidak suka, CSR harus dikerjakan sebagai bentuk tanggungjawab kepada stakeholder.7 Korporasi pada saat ini bukan lagi hanya berorientasi keuntungan saja melainkan wajib memperhatikan kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan. Korporasi harus menyadari bahwa dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat yang lebih luas, Sehingga peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungannya secara tidak langsung juga meningkatkan kualitas dari korporasi itu sendiri. Perseroan Terbatas (PT) sebagai korporasi yang melakukan kegiatan bisnis dan berorientasi pada profit wajib dalam mengimplementasikan CSR berdasarkan UUPT. Jenis PT yang diwajibkan untuk melaksanaakan CSR ini dibatasi oleh jenis kegiatan bisnis PT itu sendiri yaitu PT yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam.8 7 8 Ismin Hadad, CSR Bukanlah Public Relation, www.sfeduresearch.org diakses tgl 25 April 2012. Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5 Sekedar gambaran perusahaan yang berkaitan langsung dengan sumber daya alam adalah perusahaan dibidang pertambangan, isu CSR semakin menarik perhatian kalangan perusahaan. Ide dasar CSR sebenarnya sederhana, yaitu pentingnya sikap sosial perusahaan tambang kepada masyarakat disekitar wilayah pertambangan. Ide ini tentu tergolong mulia, sebab umumnya perusahaan penambangan terkesan lebih banyak berurusan dengan permasalahan permodalan dan kalkulasi target keuntungan. Secara umum, perhatian para pembuat kebijakan terhadap CSR saat ini telah menunjukkan adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari suatu kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap bersifat kondusif terhadap iklim usaha. Konsep dan praktik CSR sudah menunjukkan gejala baru sebagai keharusan yang realistis diterapkan. Para pemilik modal tidak lagi menganggap CSR sebagai pemborosan. Masyarakat pun menilai hal tersebut sebagai suatu yang perlu, ini terkait dengan meningkatnya kesadaran sosial kemanusiaan dan lingkungan. CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan tersebut diatas yang biasanya mengabaikan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan dan penduduk sekitar wilayah perusahaan. Latar belakang inilah yang dimaksudkan sebagai bahan pembahasan dalam tulisan ini, dengan judul “Kewajiban Corporate Social Responsbility bagi Perseroan Terbatas di Indonesia”. 6 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis membuat batasan Perumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah pengaturan CSR bagi Perseroan Terbatas menurut perundang-undangan yang berlaku? b. Bagaimanakah penegakan hukum bagi Perseroan Terbatas yang tidak melaksanakan CSR? 3. Penjelasan Judul a. Corporate Social Responsbility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) atau sering diterjemahkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan isu yang terus berkembang dalam praktik bisnis, sejak era tahun 1970-an. Dewasa ini CSR tumbuh menjadi kecenderungan global, khususnya untuk produkproduk ramah lingkungan yang diproduksi dengan memperhatikan kaidahkaidah sosial dan hak asasi manusia, terlebih dengan dikeluarkannya Agenda World Summit di Johannesburg tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan.9 Pada prinsipnya CSR merupakan kegiatan yang berawal dari kesadaran perusahaan dan bersifat sukarela. Cikal bakal CSR bermula dari kegiatan philantropy (sumbangan kemanusiaan) perusahaan yang sering kali bersifat spontanitas dan belum terkelola dengan baik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan dunia usaha serta dengan adanya dorongan eksternal tuntutan masyarakat dan dorongan internal perusahaan 9 www.worldsummit2002.org/ diakses tanggal 27 Agustus 2012 7 agar perusahaan lebih peduli terhadap lingkungannya, maka kegiatan philantropy tersebut mulai berkembang dan mengarah pada kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya.10 Pada awalnya dunia bisnis menganggap bahwa perusahaan hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang perpijak pada single botton line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan pada kondisi keuangan perusahaan semata, namun dalam perkembangannya perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan (triple botton line). Perusahaan tidak lagi sekedar menjalankan kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit (keuntungan) dalam menjaga kelangsungan usahanya, melainkan juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat (sosial) dan lingkungannya.11 b. Kewajiban CSR bagi Perseroan Terbatas Selain bertanggung jawab kepada konsumen, pemegang saham atopun karyawan kini banyak perusahaan yang juga melakukan kegiatan sosial kepada lingkungan sekitar. Program yang dilakukan dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Di Indonesia program CSR mulai marak di tahun 2005-an, sedangkan di negara2 lain sudah bergerak di tahun 1980-an. CSR saat ini sudah ditegaskan dalam UU. Terdapat 2 UU yakni yang menegaskan tentang CSR yakni UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34. Peletakan kewajiban melaksanakan CSR yang selanjutnya disebut dengan Tanggung Jawab 10 A.B.Susanto, Corporate Social Responsibility: A Strategic Management Approach, The Jakarta Consulting Group, Jakarta: 2007, hal. viii 11 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR,Gresik:2007, hal.xxiv 8 Sosial dan Lingkungan (untuk selanjutnya disebut TJSL) bagi perseroan yang bergerak di bidang sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) membawa konsekuensi hukum bagi perusahaan dan pemerintah. Bagi perusahaan yang bersangkutan pelaksanaan TJSL menjadi keharusan yang tidak terelakan. Sedangkan bagi pemerintah ada kewajiban menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan lebih lanjut dari tanggung Jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 74 UU PT. 4. Alasan Pemilihan Judul Corporate Social Responsibility (CSR) atau lebih dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan kewajiban yang diamanahkan pada perseroan terbatas dalam hal ini diatur dalam pasal 74 UU no 40 tahun 2007 yaitu sebagai berikut : a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. b. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9 d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Namun pada faktanya penegakan dan pengawasan pelaksanaan CSR belum diatur dalam peraturan tersendiri sampai saat ini (ditulisnya skripsi ini) hanya sebatas rancangan undang – undang. Sehingga pro kontra terhadap pengaturan CSR belum berjalan secara maksimal. Pada tataran praktek, pelaksanaan TJSL masih sangat tergantung dengan kebijakan pihak top management dan pada umumnya berkaitan erat dengan visi dan misi perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu perlu adanya penegakan dan pengaturan secara tegas oleh pemerintah. Atas dasar inilah maka dalam penulisan ini saya berikan judul “ Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perseroan Terbatas di Indonesia” 5. Tujuan Penelitian Tujuan utama penulisan dalam pembahasan skripsi Penulis yang berjudul “Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) Bagi Perseroan Terbatas Di Indonesia ” adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra. Selain itu penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan CSR dalam dunia bisnis. b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pertanggungjawaban PT dalam pelakasanaan CSR. c. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum bagi Perseroan terbatas yang tidak menjalankan CSR yang telah di atur dalam UU no 40 tahun 2007. 10 6. Manfaat penulisan Sangat diharapkan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaatmanfaat sebagai berikut : a) Dari segi teoritis Diharapkan bahwa pembahasan terhadap masalah-masalah dalam penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran serta informasi dan pemahaman yang lebih mendalam dalam pelaksanaan CSR sehingga dapat dijadikan masukan bagi pelaku bisnis dan pemerintah dalam pelaksanaan CSR serta dalam pembuatan regulasi yang lebih spesifik sehingga memberikan kemudahan dalam pelaksanaan CSR. b) Dari segi praktis. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, pelaku bisnis dan pemerintah dalam menambah pengetahuan tentang CSR sehingga dalam pelaksanaan CSR nantinya dapat memaksimalkan manfaat yang diberikan baik bagi individu, masyarakat, pelaku bisnis, pemerintah dan lingkungan. 7. Metode Penelitian Ilmu hukum memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan bersifat terapan. Sifat preskriptif ilmu hukum merupakan sesuatu yang substansial dalam ilmu hukum. Hal ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh ilmu-ilmu lain yang bukan ilmu hukum, walaupun obyek yang dipelajari sama-sama hukum, misal sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum dan sebagainya. Oleh sebab itu, jenis penelitian ilmu hukumpun berbeda dengan penelitian ilmu non hukum. 11 a. Tipe Penelitian Dalam penulisan hukum terdapat berbagai macam jenis penelitian, akan tetapi dalam penulisan hukum tentang Kewajiban Corporate Social Responsbility bagi Persereoan Terbatas penulis lebih mengkaji pada peraturan perundang-undangan ( yuridis-normatif ) yang telah ada kemudian mencari jawaban atas permasalahan yang belum diatur dalam undang-undang itu sendiri dengan mengkaitkan undang-undang lain yang relevan beserta doktrin-doktrin hukum sehingga bisa memberikan solusi dan penerapan yang efektif terhadap permasalah yang dihadapi dimasa mendatang. b. Pendekatan masalah Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undangundang (statute approach) yaitu mengkaji undang-undang yang berlaku dalam hal ini terkait dengan pengaturan Kewajiban atau tanggung jawab sosial dan lingkungan yang masih menimbulkan pertanyaan tentang pelaksanaan dan penegakan kemudian dikaitkan dengan pendekatan doktrin atau konsep, dengan mempelajari dan memahami pendapat para ahli hukum dalam karya-karya ilmiahnya, misal buku literatur, jurnal hukum, legal opinion, serta paper yang diakses dari internet. Sehingga bisa menjawab rumusan masalah dalam penulisan hukum ini. c. Bahan Hukum Bahan-bahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 12 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengikat dan relevan dengan dengan poko pembahasan tulisan ini 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil penelitian, dan pendapat para ahli hukum. d. Langkah – Langkah kajian Langkah awal yang digunakan adalah pengumpulan bahan-bahan hukum dan menginventarisasi bahan hukum yang terkait dengan menggunakan studi kepustakaan. Kemudian bahan hukum diklasifikasikan dengan cara memilah-milah bahan hukum, dan disusun secara sistematis agar mudah dipahami. Untuk menganalisa bahan-bahan hukum digunakan metode deduksi yaitu suatu metode penelitian yang diawali dengan diskripsi yang bersifat umum dan mengkerucut pada hal-hal yang khusus yang memfokuskan pada pokok bahasan permasalahan. Untuk mencapai jawaban dari permasalahan yang di rusmuskan, maka digunakan penafsiran sistematis terhadap undang-undang yang telah ada dan mengakaitkan dengan peraturan lain, pasal satu dengan pasal yang lainnya sesuai dengan pokok bahasan. 8. Pertanggung Jawaban sistematika Penulisan karya ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disusun secara sistematis Untuk mempermudah penulisan skripsi ini sehingga 13 tersusun secara sistematis maka penulisan skirpsi ini dibagi menjadi beberapa bab yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Skripsi ini terdiri dari empat bab, dimana masing-masing bab tersusun dari beberapa sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Berikut ini garis besar/ sistematika dari penulisan skripsi ini, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah karya ilmiah yang merupakan pengantar dimana didalamnya terdiri dari dan terurai mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, Penjelasan Judul, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Pertanggung Jawaban Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Penjelasan mengenai hal-hal umum mengenai CSR terdapat dalam bab ini, yaitu hal yang berkenaan dengan, Pengertian CSR, Latar belakang Corporate Social Responsibility (CSR) dan perkembangan Community Development (CD) menjadi CSR, Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan CSR dan Dasar hukum CSR. BAB III : PENEGAKAN HUKUM BAGI PERSEROAN TERBATAS YANG TIDAK MELAKSANKAN CSR Akan berisi uraian mengenai Pengertian Perseroan Terbatas, Kewajiban Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang atas pelaksanaan CSR dan penegakan hukum atas pelaksanaan CSR. 14 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan tentang hal-hal yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang dapat diberikan yang mungkin berguna bagi perkembangan dan pelaksanaan CSR dimasa yang akan datang. 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) 1. Pengertian Corporate Social Responsiblity (CSR) Meskipun belum ada defenisi CSR yang dapat diterima secara universal, pada umumnya definisi yang beranekaragam tersebut memiliki ciri-ciri yang sama mengenai cara pandang terhadap inti dari defenisi CSR itu sendiri. Adapun defenisi-defenisi CSR menurut pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain : a. World Business Council for sustainable development : komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. b. Commision of the European Communities : Tanggung jawab sosial perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara suka rela untuk memberikan kontribusi demi mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. c. CSR Asia : Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para pihak yang berkepentingan. 16 d. Business for Social Responsibility : CSR adalah pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan terhadap nilai kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia, masyarakat dan lingkungan. e. Ethics in Action Awards : CSR adalah istilah yang menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada para pihak yang berkepentingan disetiap operasi dan aktivitasnya. f. Khourey : CSR adalah keseluruhan hubungan antara perusahaan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders). g. Indian NGO.com : CSR adalah sebuah proses bisnis dimana institusi dan individual sangat sensitif dan berhati-hati terhadap akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas internal dan eksternal masyarakat, alam dan dunia luar. h. Kicullen dan Kooistra : CSR adalah tingkatan pertanggungjawaban moral yang dianggap berasal dari perusahaan diluar kepatuhan terhadap hukum negara. i. Fraderick et al : CSR dapat diartikan sebagai prinsip yang menerangkan bahwa perusahaan harus dapat bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap tindakan didalam masyarakat maupun lingkungannya.12 Pengertian CSR di Indonesia sendiri telah diangkat dalam peraturan normatif yakni dalam UUPT. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 UUPT, CSR memiliki defenisi yaitu sebagai komitmen perseroan untuk berperan 12 serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna Corporate Social Responsibility and Environmental Management Corp. Soc. Responsib. Environ. Mgmt. (in press)Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com) DOI: 10.1002/csr.132, diakses pada tanggal 2 desember 2009. 17 meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.13 Selain UUPT, terdapat peraturan lain yang menyinggung tentang CSR yakni pada penjelasan Pasal 15 UUPM yang mana didalam penjelasan tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.14 CSR atau istilah lain disebut juga Tanggung Jawab Sosial pada dasarnya adalah sebuah kesadaran yang harus dimiliki oleh perusahaanperusahaan (sebagaimana dimaksud dalam undang-undang). Selain menjalankan kewajibannya sebagai corporate yang mempunyai kepentingan intern, tanggung jawab terhadap negara melalui pajak dan lain sebagainya. Akan tetapi juga masih memiliki tanggung jawab dengan lingkungan sekitar perusahaan demi menjaga keseimbangan dan kesetaraan dengan lingkungan sekitar baik itu sosial masyarakat, budaya serta lingkungan hidup. 2. Latar Belakang Corporate Social Responsibility dan Perkembangan Community Development menjadi Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsbility ( untuk selanjutnya disebut CSR) adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat 13 14 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penjelasan atas Pasal 15 (b) Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 18 sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya. Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998, tetapi pada waktu tersebut belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang konsep CSR. Sementara itu, di Indonesia konsep CSR mulai menjadi isu yang hangat sejak tahun 2001, dimana banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Perkembangan tentang konsep CSR pun pada dasarnya semakin meningkat lebih baik, ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Perusahaanperusahaan yang pada mulanya kurang mempedulikan kewajiban mereka terhadap CSR ternyata lambat laun mulai sadar akan pentingnya program CSR. Hal ini terutama dapat dilihat dan dirasakan ditengah-tengah masyarakat yang diprakarsai terutama perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan juga perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Pada dekade ini juga makin banyak perusahaan mulai mengeser konsep filantropisnya kearah Community Development (untuk selanjutnya disebut CD) yang mana inti kegiatan kedermawanaan yang sebelumnya kental dengan pola kedermawanan ala Robin Hood makin berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat semisal pengembangan kerja sama, memberikan ketrampilan, pembukaan akses pasar, dan sebagainya.15 Gagasan CD dapat ditelusuri sejak sekitar tahun 1925. Ketika itu pernah berhasil dipraktekkan oleh Inggris di beberapa negeri jajahannya sampai tahun 1948. Bila ditelusuri lebih lanjut ke masa sebelumnya, sebenarnya 15 Yusuf Wibisono, Op.Cit,. hal. 6. 19 sejak akhir dekade tahun 1870-an di Amerika Serikat juga telah ada implementasi gagasan senada. Selanjutnya lebih berkembang sejak Undang-undang Smith Lever diundangkan tahun 1914. Di Uni Soviet, sesuai dengan asas komunisme, menyelenggarakan pembangunan dengan perencanaan dan pengendalian yang sentralistik sejak tahun 1920.16 Perkembangan CD menjadi CSR didasari oleh adanya kesadaran terhadap situasi dan waktu yang telah berubah. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan mendukungnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya, perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan maupun biaya sosial. Keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat merupakan kemanfaatan sosial, sedangkan degradasi potensi sumberdaya lingkungan limbah dan pencemaran membawa biaya sosial. Salah satu kesalahan dari pandangan lama (pandangan ekonomis) adalah tentang waktu yaitu mereka hanya memikirkan perolehan laba perusahaan dalam jangka pendek, sehingga tidak peduli terhadap dampak sosial lingkungannya. Akibatnya tidak sedikit perusahaan menjadi tidak aman karena respon masyarakat terhadap dampak negatif yang dialami akibat keberadaan suatu perusahaan. Dalam jangka panjang ternyata perusahaan yang memperhatikan kepentingan sosial, seperti memberi beasiswa kepada anak-anak tidak mampu, membangun sekolah dan tempat ibadah, memasang peralatan penyaring udara dan atau pembersih limbah, serta menerapkan program16 Sumardjo, Sejarah, Perkembangan dan Alternatif Pendekatan Comdev di Indonesia. http://www.create.or.id/?module=articles&action=detail&id=11 diakses pada tanggal 15 mei 2012. 20 program pengembangan masyarakat, ternyata menunjukkan eksistensi yang semakin mengemuka. Hal ini terjadi karena tanggung jawab sosial perusahaan tersebut menciptakan citra dan simpati bagi perusahaan dari masyarakat luas.15 Pada saat sekarang ini, CSR tidak hanya menjadi suatu tradisi yang dilaksanakan oleh perusahaan. Konsep dan eksistensi CSR telah mulai diangkat kedalam posisi yang lebih tinggi, tidak hanya di ruang lingkup privat perusahaan tetapi juga telah menjadi perhatian oleh sektor publik yakni pemerintah. Hal ini dapat dicermati dari adanya isu hangat dunia mengenai pentingnya kontribusi perusahaan dan pemerintah dalam perbaikan, pengembangan dan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat yang dicetuskan dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Perkembangan CSR pada dekade ini pun diikuti dengan diperkuatnya eksistensi CSR tersebut kedalam kewajiban yang bersifat normatif diberbagai negara. Meskipun baru hanya beberapa negara yang berani untuk mengambil tindakan tersebut dimana Indonesia termasuk salah satu negara didalamnya, hasil ini merupakan perkembangan yang sangat positif bagi CSR itu sendiri. 3. Prinsip – Prinsip Corporate Social Responsbility (CSR) Pada berbagai prinsip-prinsip yang telah distandarisasikan oleh perkembangan Penerapan CSR haruslah memiliki landasan yang kuat sehingga dengan demikian tidak ada suatu alasan apapun yang dapat membiaskan pemahaman terhadap CSR sebagai suatu tuntutan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi dunia. CSR sebagai suatu 21 konsep pada aplikasinya telah didasarkan pada dunia usaha dan pemerhati lingkungan hidup bahkan sampai organisasi dunia. Hal ini tentu saja memberikan pembatasan terhadap prinsip CSR baik itu yang melatar belakangi lahirnya CSR maupun prinsip dalam penerapan CSR itu sendiri. Beberapa standarisasi prinsip CSR dapat diuraikan sebagai berikut : a. Good Corporate Governance (GCG) Good Corporate Governance memiliki kaitan yang erat dengan CSR. GCG menekankan pada tindakan perusahaan bertanggung jawab terhadap dampak eksternal yang pada akhirnya mengarahkan kepada pertanggungjawaban sosial. Secara garis besar GCG ini terdiri dari 5 Prinsip yakni :17 1) Keterbukaan Informasi (Transparancy) Secara sederhana, bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu kepada stakeholders-nya. 2) Akuntabilitas (Accountability) Merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. 3) Pertanggungjawaban (Responsibility) yaitu bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, kebiasaan dan etika binis. Dengan demikian prinsip ini diharapkan menyadarkan 17 perusahaan Yusuf Wibisono, Op.Cit., hal.11-12. bahwa kegiatan usahanya harus 22 dipertanggungjawaban kepada shareholders maupun kepada stakeholders. 4) Kemandirian (Independecy) Intinya agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5) Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Adanya perlakuan yang adil dalam pemenuhan hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan. b. Caux Principles for Business Caux Principles Merupakan sekumpulan rekomendasi yang mencakup banyak wilayah dari corporate behavior. Rekomendasi-rekomendasi tersebut “berupaya untuk mengekspresikan standar umum corporate behavior yang etis dan bertanggung jawab dan ditawarkan sebagai dasar untuk dibicarakan dan diimplementasikan oleh kalangan bisnis dan pemimpin di seluruh dunia. Dikeluarkan pada tahun 1994, Principles disponsori oleh Caux Roundtable (yang terdiri dari pemimpin bisnis senior dari Eropa, Jepang dan Amerika). Tidak ada mekanisme formal bagi perusahaan untuk berkomitmen terhadap prinsip-prinsip ini. Adapun prinsip dalam Caux ini yakni :18 18 www.cauxroundtable.org, diakses pada tanggal 12 mei 2012 23 1) Penghormatan terhadap Pemegang kepentingan diatas pemegang saham (Respect Stakeholders Beyond Shareholders) Business memberikan nilai kepada masyarakat melalui kekayaan dan menciptakan lapangan kerja dan dipasarkan produk dan jasa yang memberikan kepada konsumen. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab karena mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidup ekonomi untuk mempertahankan nilai bukan hanya bagi para pemegang saham, tetapi juga untuk stakeholders lain, mengakui bahwa sendiri hidup bukan satu-satunya tujuan perusahaan yang bertanggung jawab. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab juga menghargai kepentingan, dan bertindak dengan kejujuran dan keadilan untuk para pelanggan, karyawan, pemasok, pesaing, dan masyarakat luas untuk memastikan kelangsungan hidup ekonomi mereka. 2) Berpartisipasi dalam Kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan (Contribute to Economic, Social, and Environmetal Development) Bisnis tidak dapat secara lestari/ sejahtera dalam masyarakat yang gagal. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab sehingga berpengaruh terhadap ekonomi dan sosial dan lingkungan pengembangan masyarakat di mana ia beroperasi, dalam rangka untuk mempertahankan esensial ‘operasi’ modal-sosial, manusia, keuangan dan segala bentuk niat baik. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab dapat meningkatkan efektifitas masyarakat melalui penggunaan sumber daya bijaksana, gratis dan kompetisi yang adil, serta inovasi dalam teknologi, metode produksi, pemasaran, dan komunikasi. 24 3) Menaati Hukum Tersurat dan Tersirat (Respect Both The Letter and The Spirit of The Law) Beberapa perilaku bisnis, walaupun sah, memiliki konsekuensi yang merugikan. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab mematuhi semangat dan maksud di balik hukum, serta hukum yang tersurat, yang memerlukan perilaku yang melampaui kewajiban hukum minimal. Terbuka, kejujuran, transparansi, dan menjaga janji-janji dalam pengambilan keputusan bisnis selalu diperlukan. 4) Mentaati Peraturan dan Kovensi (Respect the Rules and Conventions) Sebuah bisnis yang bertanggung jawab menghormati budaya lokal dan tradisi dalam masyarakat di mana beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keadilan dan kesetaraan. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab juga menghormati semua peraturan yang relevan dan konvensi pada saat melakukan perdagangan yang adil, kompetitif, dan dengan perlakuan yang sama bagi semua. 5) Mendukung Globalisasi (Support Responsible Globalisation) Sebuah bisnis yang bertanggung jawab ikut serta dalam pasar global dan mendukung keterbukaan dan keadilan sistem perdagangan multilateral. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab berusaha untuk memiliki peraturan domestik dan peraturan berubah, di mana perlakuan yang tidak wajar dapat menghambat perdagangan global untuk semua. 25 6) Penghormatan Terhadap Lingkungan (Respect The Environment) Sebuah bisnis yang bertanggung jawab memastikan bahwa operasi yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Sebuah binis yang mengemban tanggung jawab untuk melindungi dan jika mungkin meningkatkan kualitas lingkungan, sementara menghindari pemborosan penggunaan sumber daya. 7) Penghindaran Perbuatan Ilegal (Avoid Illicit Activities) Sebuah binis yang bertanggung jawab tidak berpartisipasi dalam atau membiarkan praktek korupsi, penyuapan pencucian uang, atau kegiatan terlarang lainnya. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab tidak berpartisipasi atau memfasilitasi perdagangan bahan apapun yang akan digunakan untuk kegiatan teroris, perdagangan narkoba atau kriminal lain usaha. Sebuah bisnis yang bertanggung jawab secara aktif terlibat dalam pengurangan dan pencegahan dari semua tindakan illegal. c. United Nations Global Compact Global Compact (untuk selanjutnya disebut GC) dalam peta praktik dan panduan CSR hanyalah salah satu model yang diadopsi oleh banyak perusahaan dunia. Di Indonesia, GC relatif kurang popular dibandingkan misalnya, CAUX Principles atau CERES Principles. Meski demikian, dalam catatan resmi di websitenya, peserta GC yang dipelopori oleh PBB sudah tercatat sebanyak 4.700 perusahaan di seluruh dunia yang menjadi partisipannya. Untuk Indonesia saja, ditemukan sebanyak 160 partisipan terdaftar di GC (per 15 Februari 2009). Prinsip-prinsip yang didorong oleh GC untuk para pebisnis dunia meliputi empat wilayah 26 utama: HAM, tenaga kerja, lingkungan, dan anti korupsi. Keempat agenda ini dibungkus dalam sepuluh prinsip GC yang menjadi semacam ten commandments buat para pelaku bisnis dunia global. Prinsip-prinsip tersebut yaitu :19 1. Hak Asasi Manusia (HAM) a. Prinsip 1: Bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia internasional menyatakan; b. Prinsip 2: pastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. 2. Standar Perburuan a. Prinsip 3 : Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan pengakuan yang efektif terhadap hak untuk berunding bersama; b. Prinsip 4 : penghapusan semua bentuk kerja paksa dan wajib; c. Prinsip 5 : efektif penghapusan pekerja anak dan d. Prinsip 6 : penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. 3. Lingkungan a. Prinsip 7 : Bisnis harus mendukung pendekatan pencegahan terhadap tantangan-tantangan lingkungan hidup; b. Prinsip 8 : mengambil inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar dan c. Prinsip 9 : mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang ramah lingkungan. 19 http://www.legalitas.org/?q=content/islam-dan-corporate-social-responsibility-csr, diakses tanggal 20 mei 2012. pada 27 4. Anti-Korupsi Prinsip 10 : Perusahaan harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuknya, termasuk pemerasan dan penyuapan. Keseluruhan prinsip CSR yang tersebar di berbagai komunitas kemasyarakatan baik itu yang bersifat profit ataupun yang bersifat nonprofit pada dasarnya menekankan pada satu tujuan dimana eksistensi CSR pada saat sekarang ini bukan hanya sebagai konsep yang harus dilaksanakan secara sukarela (Voluntary) melainkan merupakan suatu urgensi yang harus segera mendapatkan pengakuan dan dasar yang lebih kuat untuk merealisasikan CSR ini kedalam dunia nyata. 4. Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Hukum Positif CSR di Indonesia telah diangkat kedalam suatu hukum positif yang memiliki kosekuensi secara yuridis dalam pelaksanaannya. Hal ini merupakan suatu terobosan dalam perkembangan CSR dimana hanya beberapa negara saja di dunia yang telah mengangkat CSR kedalam suatu kedudukan yang lebih memiliki kepastian eksistensi. Pengaturan CSR dalam hukum positif Indonesia terdapat dalam 3 Undang-Undang yaitu UndangUndang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal (untuk selanjutnya disebut UUPM), dan Undang-Undang Pengelolaan lingkungan Hidup. Adapun rincian pengaturan CSR dalam ketiga Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Terdapat pada bagian Menimbang huruf a, Bab I Pasal 1 angka 3, Bab IV Pasal 66 ayat (2), dan Bab V Pasal 74 ayat (1), (2), (3), dan (4), Penjelasan bagian I (Umum). 28 2. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Terdapat pada bagian Menimbang huruf a, b, Pasal 3, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 34, Penjelasan bagian umum I (Umum). 3. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Tedapat pada bagian Menimbang huruf b, c, d, Pasal 1 angka 2, 3, 5, 7, 9, 12, 14, 15, 20, 21, 23, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 17 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35 ayat (1) dan (2), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 45. Ketentuan mengenai pelaksanaan CSR hanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT, pada mulanya peraturan menegenai CSR yang ada hanya melekat atau bertumpuh pada undang-undang lain dimana CSR hanyalah instrumen pelengkap dari suatu peraturan utama. Disinilah sangat dibutuhkan peran pemerintah dalam mengoptimalkan pelaksanaan CSR melalui pengaturan perundang-undangan, yaitu dengan cara membuat regulasi baru maupun perubahan serta menyerasikan undang-undang yang satu dan lainnya sehingga tidak lagi menimbulkan kerancauan dalam pelaksanaan CSR. 29 BAB III PENEGAKAN HUKUM BAGI PERSEROAN TERBATAS YANG TIDAK MELAKSANKAN CSR 1. Pengertian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai Badan Hukum, PT dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan. Untuk menjadi Badan Hukum, PT harus memenuhi persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perseroan terbatas (untuk selanjutnya disebut UUPT), yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Rincian Pengaturan CSR dalam UUPT dapat dilihat sebagai berikut :20 Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian. Sebagai sebuah perjanjian, pendirian PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia. Notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah kerjanya sesuai dengan domisili perseroan. Agar sah menjadi Badan Hukum, akta notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.21 Dalam Undang-Undang No. 40 20 21 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. http://legalakses.com/pengertian-perseroan-terbatas/ diakses tanggal 28 Juni 2012 30 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Pasal 74) mewajibkan perusahaan di Indonesia untuk melakukan CSR. Lebih khusus lagi, dalam ayat 1 Undang Undang tersebut, disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumberdaya alam, dikenai kewajiban untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan.22 Perusahaan yang menjalankan usaha yang berkaitan dengan sumberdaya alam secara langsung adalah sebagai contoh perusahaan yang aktivitasnya melakukan penggalian pasir, penambangan batu kapur, pertambangan minyak dan gas dan lain sebagainya. Menurut UndangUndang tentang Perseroan Terbatas, perusahaan-perusahaan tersebut wajib untuk melaksanakan CSR. Lain halnya dengan perusahaan yang bidang usahanya tidak berkaitan dengan sumber daya alam. Di titik ini, kita tidak dapat hanya bersandar pada undang-undang semata. Perusahaanperusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam seharusnya berpijak pada urgensi dan manfaat dari CSR itu sendiri, tanpa harus diwajibkan pun, pada dasarnya perusahaan membutuhkan CSR. Perusahaan-perusahaan yang telah sadar akan pentingnya reputasi tak akan lagi berpikir untuk menjalankan CSR sebatas untuk memenuhi peraturan. Karena salah satu manfaat utama dari CSR ialah bahwa ia berpotensi untuk menjadi solusi bagi permasalahan yang kerap terjadi dalam hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. 22 http://www.republika.co.id/berita/csr/tanya-jawab-csr/11/11/02/lu10s8-perusahaan-sekelasapakah-yang-berkewajiban-mengeluarkan-dana-csr diakses tanggal 28 Juni 2012 31 Permasalahan tentang pelaksanaan CSR ini sering menimbulkan salah paham antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Penerapan program yang baik akan menimbulkan keterkaitan yang konstruktif antara perusahaan dengan lingkungan. Hal ini dapat menjadi trigger bagi publik untuk memiliki persepsi yang baik terhadap perusahaan. Dengan demikian, emotional appeal dari publik akan mengarah pada pembangunan reputasi yang baik terhadap perusahaan itu sendiri. Sebaliknya, publik pun mendapat bantuan yang 'sincere' atau tulus dari perusahaan. Nah, di sinilah uniknya CSR. Publik kini cukup cerdas untuk menyeleksi program-program artifisial yang hanya mengharap pamrih semata. Ketidak seriusan dalam menjalankan program CSR justru akan melahirkan resistensi masyarakat. Apalagi jika perusahaan dinilai tidak transparan, atau justru program tersebut malah merusak tatanan pranata sosial maupun lingkungan yang ada. Alih-alih mendapatkan nama baik, perusahaan justru harus menelan pil pahit dari programnya itu. Alhasil, dana pun terbuang mubazir tanpa membawa manfaat dan maslahat. 2. Penegakan Hukum CSR atas Perseroan Terbatas Corporate Social Responsibility menjadi salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang yang disahkan tanggal 20 Juli 2007 ini merupakan revisi atas Undang-undang 32 Perseroan Terbatas sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985. 23 Selain diatur dalam undang-undang perseroan, CSR juga ditegaskan dalam undang-undang pasar modal, dan secara tegas kini CSR telah diatur dalam peraraturan pemerintah (PP) nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT. Adapun secara jelas tentang penegakan CSR akan diuraikan berikut ini : a. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Rincian Pengaturan CSR dalam UUPT dapat dilihat sebagai berikut :24 1. Bagian Menimbang huruf a Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dari konsideran UUPT tersebut dapat dilihat bahwa tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah tidak lain untuk kesejahteraan masyarakat atau warga negara. Kesejahteraan tersebut dapat dicapai tentunya dengan kerjasama dari berbagai pihak terutama mulai dari pemerintah pelaku usaha serta masyarakat itu sendiri. Pemerintah sebagai fungsi kontrol dan pengatur terhadap kebijakan. Pelaku usaha sebagi pemeran utama dalam roda bisnis 23 24 Corporate Social Responsibility PT PJB Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 33 serta pembangunan harus menjalan kan prinsip kerjanya dengan baik (Good Governance) serta masyarakat sebagai kontrol sosial harus selalu mengawal perkembangan pembangunan nasional secara adil dan proporsional. 2. Pasal 1 angka 3 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Tanggung jawab sosial yang dimaksud adalah CSR yang menjadi komitmen oleh perseroan terbatas dalam rangka manjaga keseimbangan pembangunan dan tetap menjaga dan kelestarian lingkungan. Hal ini perlu diperhatikan guna mencapai tujuan dari perekonomian nasional yang berkelanjuatan. 3. Pasal 66 ayat 2 Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya: a. Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; b. Laporan mengenai kegiatan Perseroan; c. Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; 34 d. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang rnempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; e. Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f. Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; g. Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. Didalam pasal ini jelas bahwa dalam lingkup internal perusahaan (PT) itu sendiri juga ditegaskan bahwa tanggung jawab sosial merupakan suatu hal keharusan yang harus dilaksanakan dan dimintai pertanggung jawabkan dalam rapat tahunan perseroan yang diawasin oleh Dewan komisaris perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya CSR merupakan hal dasar yang memang telah melekat dalam perseroan 4. Pasal 74 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 35 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah Pada Pasal 74 ayat (1) lebih lanjut diterangkan dalam penjelasan yaitu : Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam" adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya Yang dimaksud dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam" adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan surnber daya alam. Pada pasal ini telah diklasifikasi secara khusus terhadap perusahaan yang wajib melaksanakan CSR khusunya dalam tanggung jawabnya menjaga kelestarian alam. Perusahaan yang dimaksud secara khusus ialah perusahaan yang bidang usahanya berkaitan secara langsung dengan alam. Pada Pasal 74 ini sudah mulai diatur mengenai sanksi yaitu yang dimaksud dengan "dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. 36 5. Penjelasan bagian I (umum) Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelenjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau melaksanakan berkaitan Tanggung dengan Jawab sumber Sosial dan daya alam wajib Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dalam diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan 37 perundang-undangan. Tata cara tersebut antara lain pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri. Sebagai persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri PT berkewajiban untuk mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai bentuk penyertaan modal. Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya pada modal atau saham yang dimasukkanya ke dalam perseroan (limited liability). Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakkan kepada harta kekayaan pribadi para pemegang saham, melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham itu yang disetorkan kepada perseroan. Tujuan CSR jelas agar perusahaan yang berproduksi memanfaatkan sumber daya alam memperhatikan dampak yang timbul terhadap kerusakan kelestarian lingkungan sehingga menganggu kehidupan sosial masyarakat. Eksploitasi terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan lingkungan mampu merusak ekosistem yang mengancam kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakat karena tercemarnya fungsi sungai sebagai sumber kehidupannya dalam bertani atau mencari ikan. Perusahaan diminta memprogramkan pembangunan lingkungan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat seperti membangun sarana kesehatan, sekolah dan bantuan bea siswa dan modal bagi UKM sehingga memperkecil kesenjangan sosial antara kehidupan karyawan dan penduduk asli. 38 Kepedulian kehidupan sosial perusahaan masyarakat terhadap dan lingkungan aspek dari pelestarian aspek lingkungan memberikan image positif kepada masyarakat. Image positif yang dibangun melalui CSR memberikan dampak kebaikan kepada perusahaan dikarenakan akan memperkuat brand image perusahaan atau merek yang pada akhirnya merupakan media promosi yang produktif atas produk-produk yang mereka jual kepasaran CSR merupakan kewajiban perusahaan harus mengalokasikan anggaran setiap tahun, namun bagi perusahaan anggaran CSR bukan merupakan sumbangan sosial tetapi dihitung sebagai biaya perseroaan artinya perusahaan tidak merugi bahkan dapat diperhitungkan biaya waktu menghitung pajak perusahaan. Bagi perusahaan yang melanggar kewajiban CSR dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Kelemahan penerapan sanksi saat ini dikarenakan sampai sekarang pemerintah belum mengeluarkan peraturan pemerintah tentang sanksi. b. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal Kebijakan program CSR juga diwajibkan bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal. Kewajiban tersebut diatur dalam UU No.25 tahun 2007 tentang Pasar Modal (untuk pasal 15 ayat b yang menegaskan setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan pasal 16 ayat d mengatakan setiap penanaman modal bertanggung jawab menjaga 39 kelestarian lingkungan. berkewajiban Artinya memprogramkan perusahaan kegiatan CSR penanaman modal sehingga dapat meningkatkan jaminan kelangsungan aktivitas perusahaan karena adanya hubungan yang serasi dan saling ketergantungan antara pengusaha dan masyarakat.25 Rincian pengaturan CSR dalam Undang-undang Pasar Modal (UUPM) dapat dilihat sebagai berikut : 26 1. Bagian Menimbang huruf a Bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara. Pembangunan ekonomi nasional bisa tercapai dengan baik apabila semua aspek yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan tujuan demi kemakmuran warga negara. Hal tersebut bisa tercapai tentunya harus tersusun dan terselenggara berdasarkan amanah konstitusi. Secara konkrit hal tersebut dapat terwujud melalui perilakuperilaku yang mencerminkan kebijakan yang berpihak terhadap rakyat dan tidak mengabaikan lingkungan sosial. 2. Bagian Menimbang huruf b Bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis 25 26 Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/05/15/tanggung-jawab-sosial-csr-memperkuat-brandimage-perusahaan/ diakses tanggal 28 Juni 2012 undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang pasar modal 40 XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Perkembangan dunia pasar modal di Indonesia cukup pesat hal tersebut ditandai dengan banyaknya investor asing yang berinvestasi di Indonesia. Pemerintah dalam rangka mencapai kesejahteraan yang merata diwujudkan dengan kebijakan program kemitraan. Yaitu mewajibkan perusahaan besar untuk bermitra dengan perusahaan mikro demi mencapai kesejahteraan nasional yang lebih mementingkan semua aspek. 3. Pasal 3 (1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; e. kebersamaan; f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan; h. berwawasan lingkungan; i. kemandirian; dan j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (2) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 41 Kedekatan sebuah perusahaan dengan lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi, seharusnya kesadaran akan kewajiban untuk peduli terhadap lingkungan muncul dengan sendirinya, dengan atau tanpa diminta. Pemerintah sendiri sudah melakukan “pemaksaan” dengan mewajibkan semua perusahaan di Indonesia melakukan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) sebagaimana telah terurai dalam Pasal 3 ayat (1) poin (f) Undang-Undang Pasar Modal bahwa penanaman modal harus sesuai dengan wawasan lingkungan, artinya selain mencari keuntungan perusahaan dituntut juga ikut serta menjaga dan melestarikan lingkungan. 4. Pasal 10 (1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. (2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara 42 Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan 5. Pasal 13 (1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. (2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. 6. Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan. Pada Pasal 15 huruf b UUPM ini terdapat defenisi tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana diterangkan dalam penjelasan Pasal yaitu yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, 43 seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. 7. Pasal 17 Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan CSR berwawasan lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini menurut analisa penulis, diantaranya lebih merujuk pada program recovery atau pebaikan terhadap lingkungan disekitarnya yang telah mengalami perubahan akibat adanya perusahaan tersebut. Misalnya penghijauan, melakukan penanaman pohon, membangun taman kota atau menerapkan green process yaitu proses produksi yang memakai prinsip reduce (pengurangan), reuse (pengunaan kembali), recycle (daur ulang), retrieve energy(pemulihan kembali energi), dan recover (pemulihan). 8. Pasal 34 (1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; 44 c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penegakan hukum dalam pelaksanaan CSR baru ditemui dalam pasal 34 undang-undang Pasar Modal. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa bagi perusahaan atau penanam modal yang tidak melaksanakan program CSR dapat dikenai sanksi administrasi. Sanksi administrasi bisa melalui peringatan, pembatasan usaha hingga pembekuan usaha. Penegakan sanksi administrasi ini bisa dilakukan oleh Instansi atau pejabat terkait. Misalnya terkait izin industri, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Selain sanksi administrasi dalam pasal ini juga dijelaskan mengenai sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dicermati secara perspektif penegakan hukum, tentunya sanksi lain seperti ketentuan perdata maupun pidana bisa saja dikenakan dalam pelanggaran atau tidak dilaksanakannya program CSR ini. Akan tetapi tidak dijelaskan secara eksplisit dalam pasal ini. 9. Penjelasan Bagian I (Umum) Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas 45 kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 34 UUPM badan usaha atau perseorangan yang tidak melaksanakan CSR dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal tersebut. Namun pada dasarnya pengaturan UUPM ditujukan pada investor asing dan belum mengatur secara detail mengenai ruang lingkup perusahaan domestik. c. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada 16 Agustus 2007, baru 4 April 2012 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT. PP ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 April 2012. Penerbitan PP ini adalah amanat dari Pasal 74 ayat (4) UU PT. Setidaknya ada tujuh hal termuat dalam PP ini. Pertama, mengenai CSR itu sendiri. Berlakunya PP ini menjadikan setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan 46 lingkungan. Hal itu tertuang dalam Pasal 2 PP 47/2012. Pada Pasal 3 ayat (1) menyatakan CSR menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam. Kedua, aturan PP ini menyatakan seperti Pasal 3 ayat (2) kewajiban CSR dilakukan baik di dalam maupun di luar lingkungan perseroan. PP ini menjelaskan mengenai kalimat perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam dan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. 1. Kalimat pertama, seperti pada bagian penjelasan Pasal 3, adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. 2. Sedangkan penjelasan kalimat kedua, adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Termasuk pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan penjelasan “berdasarkan undang-undang”, adalah segala undang-undang beserta peraturan pelaksana mengenai sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam. Ditambah, etika menjalankan perusahaan lain seperti termuat dalam peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian, kehutanan, minyak dan gas bumi, badan usaha milik negara, usaha panas bumi, sumber daya air, pertambangan mineral dan batu bara, ketenagalistrikan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 47 larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, serta perlindungan konsumen. 3. Ketiga, CSR dilaksanakan oleh direksi perseroan berdasarkan rencana kerja tahunan setelah disetujui dewan komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal itu dilakukan sesuai dengan anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Demikian Pasal 4 ayat (1) dan pada ayat (2) rencana kerja tahunan memuat rencana kerja kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk CSR. 4. Keempat, penyusunan dan penetapan rencana kerja tahunan perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam, diharuskan untuk memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Realisasi anggaran guna CSR diperhitungkan sebagai biaya perseroan. 5. Kelima, pelaporan kegiatan CSR, seperti Pasal 6, dimuat dalam laporan tahunan perseroan. Kemudian dipertanggung jawabkan pada RUPS. 6. Kemudian, hal keenam, seperti termuat dalam Pasal 7 menyatakan perseroan yang tidak melakukan kegiatan CSR dikenai sanksi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yaitu segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait. 7. Sebaliknya, isu ketujuh dalam PP ini, terutama Pasal 9 mengamanatkan agar perseroan yang telah melaksanakan CSR dapat diberi penghargaan oleh instansi berwenang. Pada tahun 48 2008, Walhi melakukan riset dan akhirnya dijadikan buku yang terbit setahun kemudian. Riset dilakukan pada lima perusahaan yang dinilai berhasil menerapkan CSR dan mendapat penghargaan baik pada tingkat nasional maupun internasional. Ternyata, hasil penelitian Walhi, CSR yang mereka lakukan hanya sebagai alat ‘cuci tangan’ dari kejatahan yang dilakukan. Bahkan, CSR disalurkan pada masyarakat setempat atau melalui instansi pemerintah, saat kasus kejahatan yang dilakukan perseroan terungkap. Dari ketiga regulasi tersebut jelas bahwa bagi perusahaan yang tidak menjalankan kegiatan CSR dapat dikenakan sanksi tegas. Mulai peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan kegiatan usaha. Selain sanksi administrasi juga dapat dimungkinkan sanksi hukum yang lainnya sebagaimana telah dtentukan dalam UUPM. Sanksi lain seperti ketentuan perdata maupun pidana bisa saja dikenakan dalam pelanggaran atau tidak dilaksanakannya program CSR ini. Akan tetapi tidak dijelaskan secara eksplisit dalam ketiga undang-undang tersebut. 49 BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pembahasan mengenai kewajiban CSR bagi Perseroan Terbatas telah kami uraikan mulai bab I hingga bab 3, maka sampailah kepada pengajuan kesimpulan yang merupakan intisari dari keseluruhan pembahasan skripsi ini, adapun kesimpulan yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu : 1. Corporate Social Responsbility merupakan sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana aplikasi dari konsep tersebut telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya. CSR merupakan wujud dari kesadaran perusahaan terhadap lingkungan sosial. Kesadaran tersebut muncul dari adanya perubahan lingkungan sosial yang diakibatkan oleh kehadiran perusahaan yang dimaksud. Sadar akan banyaknya perubahan lingkungan khususnya terkait kerusakan alam akibat dari eksistensi perusahaan maka CSR menjadi perhatian bisnis internasional. Kemudian CSR mulai diperhatikan di Indonesia mulai sadar akan pentingnya program CSR. Kemudian CSR mulai dibahas dalam bagian Undangundang yaitu Undang-undang Perseroan terbatas dan pasar Modal. Hal ini tentunya perlu ada instrumen dan perhatian khusus dari pemerintah mengingat pentingnya pembangunan ekonomi nasional yang berwawasan lingkungan, salah satunya adalah melalui program CSR. 2. CSR pada prinsipnya ialah tanggung jawab sosial yang seharusnya dijalankan oleh perusahaan-perusahaan yang telah diatur dalam undang- 50 undang. Yaitu perusahaan yang kegiatannya terkait dengan sumberdaya alam atau berdampak pada perusakan lingkungan. CSR secara internal perusahaan sebenarnya harus dimasukan dalam program kerja dan anggaran suatu perusahaan. Meski telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan program kerja CSR dapat dijatuhkan sanksi administrasi. 2. Saran Adapun saran yang muncul setelah dilakukan pembahasan terhadap masalah yang dihadapi yang mungkin dapat diberikan sebagai bahan pertimbangan agar pelaksanaan CSR di Indonesia dapat dilaksanakan lebih baik lagi, antara lain : 1. Perlu adanya tindakkan yang segera untuk membuat Undang-undang yang mengatur tentang CSR di Indonesia yang menjelaskan detail dan menyeluruh tentang : a. Bidang Usaha yang wajib melaksanakan CSR b. Bentuk CSR secara jelas sebagai pedoman bagi perusahaan dalam melaksanakan CSR c. Ukuran yang menjelaskan tentang kapan suatu perusahaan dapat dikatakan telah melaksanakan CSR 2. Pemerintah seharusnya memeberikan sanksi secara tegas terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan CSR. Adapun sanksi tersebut bisa dijatuhkan sesuai pelanggaran yang dilakukan oleh perseroan terkait permasalahan CSR yaitu berupa sanksi secarara administrasi. Sanksi administrasi bisa melalui peringatan, pembatasan usaha hingga 51 pembekuan usaha. Penegakan sanksi administrasi ini bisa dilakukan oleh Instansi atau pejabat terkait. Misalnya terkait izin industri, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Selain itu juga dapat dikenakan sanksi lebih berat lagi yaitu secara Perdata maupun Pidana terhadap perusahaan yang fatal tidak melaksanakan maupun menyelewengkan kegiatan CSR. 52 DAFTAR BACAAN A.B.Susanto, Corporate Social Responsibility: A Strategic Management Approach, Jakarta, Penerbit The Jakarta Consulting Group, 2007. Suprapto, Siti Adipringadi Adiwoso, Pola Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Lokal di Jakarta, Jakarta, Penerbit Galang, 2006. Team, Corporate Social Responsibility PT PJB, Surabaya, diterbitkan oleh Subdit Humas dan CD PT PJB, 2008. Wibisono, Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik, Penerbit Fhasco Publishing, 2007. Dr. Hendrik Budi Untung, S.H. C.N. M.M, Corporate Social Responsibility (CSR), Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2008. Prof. Dr. Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility: Transformasi Konsep Sustainability Management Dan Implementasi Di Indonesia, Jakarta, Penerbit Rafika Aditama, 2009. Jackie Ambadar, CSR dalam Praktik di Indonesia, Jakarta, Penerbit Elex Media Komputindo, 2008. Rahmatullah, Trianita Kurniati, Pedoman Praktis Pengelolaan CSR, Jakarta, Penerbit Samudera Biru, 2011. Fuady, Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002. Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung, PT Alumni, 1986. 53 1. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Pasar Modal 2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 3. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT www.interscience.wiley.com www.kabarindonesia.com www.djpp.depkumham.go.id www.hukumonline.com www.worldsummit2002.org/