BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Sistem perdagangan yang digunakan di Bursa Efek Indonesia adalah order driven market system dan sistem lelang kontinyu (continues auction system) (Jogiyanto, 2013). Order driven market system maksudnya pembeli dan penjual sekuritas atau investor melakukan transaksi dengan perantara pialang saham. Pialang melakukan transaksi di bursa sesuai dengan permintaan investor atau untuk membentuk portofolionya sendiri. Sistem lelang kontinyu maksudnya harga transaksi ditentukan oleh penawaran dan permintaan dari investor. Sistem otomatisasi JATS (Jakarta Automated Trading System) memungkinkan pialang memasukkan bid price (harga penawaran pembelian) atau ask price (harga penawaran penjualan) ke workstation JATS, kemudian JATS akan menentukan harga yang sesuai berdasarkan price/time priority. Maksudnya JATS akan memprioritaskan investor dengan harga yang terbaik (harga terendah untuk ask price dan harga tertinggi untuk bid price), dan jika ada lebih dari satu investor memiliki harga yang sama maka akan diprioritaskan investor dengan waktu tercepat. Sistem ini dilaksanakan secara kontinyu sampai waktu perdagangan di Bursa Efek Indonesia berakhir. Ask price dan bid price harus berdasarkan pada kelipatan tertentu yang disebut dengan fraksi harga saham. Di Indonesia, fraksi harga saham yang berlaku disesuaikan dengan ketetapan Bursa Efek Indonesia. Selisih ask price 12 13 dan bid price pada suatu saham tertentu akan menimbulkan bid-ask spread. Bid-ask spread menunjukkan besarnya excecution cost (biaya pelaksanaan), atau biaya yang dikeluarkan untuk mengubah suatu sekuritas menjadi kas atau sebaliknya. Semakin besar bid-ask spread, semakin besar biaya pelaksanaan yang harus dikeluarkan, likuiditas menjadi semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil bid ask spread, biaya pelaksanaan menjadi semakin kecil, dan likuiditas meningkat. Likuiditas saham adalah kemampuan saham untuk diperdagangkan dalam jumlah yang besar dan biaya yang rendah secara cepat (Harris, 2003). Jumlah saham yang ditransaksikan pada saat ask price terendah dan bid price tertinggi disebut dengan depth. Depth menunjukkan jumlah transaksi yang dapat diserap pasar tanpa mengubah harga saham (Ekaputra dan Okta, 2006). Semakin besar depth, likuiditas semakin besar, sebaliknya, semakin kecil depth, likuiditas juga semakin kecil. Ketika bid-ask spread dan depth menghasilkan nilai yang kontradiktif, likuiditas suatu saham dapat dilihat dari perbandingan Depth To Relative Spread (DRS). Angka DRS menunjukkan apakah perubahan Depth lebih besar ataukah lebih kecil daripada perubahan spread. Jumlah keseluruhan saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia disebut dengan volume perdagangan. Semakin besar volume perdagangan saham, dapat dikatakan semakin tinggi likuiditas saham tersebut. Penggunaan sistem lelang kontinyu di Bursa Efek Indonesia dapat menimbulkan volatilitas. Volatilitas menunjukkan peluang terjadinya perubahan harga saham secara tidak terduga. Semakin besar volatilitas, 14 semakin besar peluang perubahan harga saham terjadi secara tidak terduga. Sebaliknya, semakin kecil volatilitas, semakin kecil peluang perubahan harga saham terjadi secara tidak terduga atau dapat dikatakan harga saham menjadi semakin stabil. 2.2 Teori Mikrostruktur Pasar S.R. Vishwanath dan C. Krishnamurti (2009) menyatakan bahwa Teori Mikrostruktur Pasar secara umum dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari mekanisme transaksi pada sekuritas keuangan. O'Hara (2003) dari Cornell University menjelaskan Teori Mikrostruktur Pasar sebagai ilmu yang mempelajari proses dan hasil pertukaran aset yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Frensidy (2011) menyebutkan bahwa Teori Mikrostruktur Pasar merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana peraturan yang ditetapkan di dalam pasar modal dapat mempengaruhi outcome, seperti return, volatilitas, likuiditas, efisiensi, serta transaction cost. Teori Mikrostruktur Pasar secara garis besar membahas proses terbentuknya harga saham. Berdasarkan uraian akademisi dan penelitian sebelumnya, ada tiga kelompok pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan harga saham, yaitu pendekatan Model Persediaan (Inventory Model), Model Berdasarkan Informasi (Information Based Model), dan Model Strategi Pedagang (Strategic Trader Model) (Manurung, 2012). Pada model persediaan, proses perdagangan saham adalah masalah keseimbangan dimana bandar menghadapi resiko ketidakseimbangan pasar dengan memanfaatkan harga saham untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan sepanjang 15 waktu. Faktor kunci model ini adalah level persediaan dan ketidakpastian aliran order. Pada model berdasarkan informasi, proses perdagangan saham lebih terlihat sebagai permainan trader dengan informasi asimetris mengenai nilai sebenarnya dari suatu saham. Model strategi pedagang menitikberatkan bahwa informasi privat dapat memberikan manfaat dalam bersikap strategis untuk memaksimalkan keuntungan (Calamia, 1999). Pasar saham di setiap negara mempunyai sistem yang berbeda-beda, sehingga teori yang berlaku di sistem pasar saham negara yang satu belum tentu dapat diaplikasikan di negara lainnya. Di Indonesia, sudah ada beberapa penelitian mengenai teori mikrostruktur saham, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Yohanes (2009) dan Darminto (2010). Yohanes (2009) meneliti tentang interaksi antar agen di Bursa Efek Indonesia dan menghasilkan kesimpulan bahwa setiap agen menggunakan teknik analisis yang berbedabeda, apakah itu analisis fundamental ataupun teknikal. Darminto (2010) meneliti mengenai tingkat intensitas kejadian pada data transaksi di Bursa Efek Indonesia dan memperoleh kesimpulan bahwa data transaksi keuangan secara real time sangat tepat jika menggunakan model multivariate point process terutama untuk mengetahui setiap peristiwa yang terjadi sepanjang waktu perdagangan saham. 2.3 Fraksi Harga Saham (Tick Price) Fraksi harga merupakan batasan nilai tawar menawar harga saham yang ditentukan di dalam bursa efek (Darmadji dan Fakhruddin, 2011). Ada juga yang menyebutkan fraksi harga sebagai penentu harga minimum untuk 16 memperoleh hak pemesanan pada prioritas harga ketika prioritas waktu sudah dilakukan (Wu dan Krehbiel, 2011). Suatu saham dapat ditransaksikan pada harga sahamnya ditambah kelipatan dari fraksi harganya. Misalnya saham seharga Rp.500 dengan fraksi harga Rp.5, saham tersebut dapat dijual atau dibeli dengan harga Rp.500, Rp.505, Rp.510, dan seterusnya. Semakin tinggi kelipatan fraksi harga yang digunakan, semakin besar kesempatan untuk menjual/membeli saham tersebut. Fraksi harga yang terlalu besar dapat menyebabkan selisih penawaran menjadi sangat kompetitif, sedangkan jika fraksi harga yang digunakan terlalu kecil, akan mengurangi market depth dan meningkatkan biaya negosiasi sehingga memperlambat proses penentuan harga kesepakatan (Satiari, 2009). 2.4 Bid-Ask Spread Bid-ask spread adalah selisih antara bid price tertinggi dan ask price terendah yang mampu dibayarkan atas suatu sekuritas. Setyawasih (2011) menulis ada berbagai macam bid-ask spread, yaitu : a. Quoted bid-ask spread, merupakan selisih antara bid price dan ask price yang dikutip pada waktu tertentu atau selisih antara harga penawaran dan harga pembelian yang terlihat di bursa. b. Realized bid-ask spread, merupakan selisih antara harga penawaran dengan harga pembelian sebelumnya atau dapat disebut sebagai spread yang sebenarnya. c. Inside spread, merupakan selisih harga penawaran terbaik dengan harga pembelian terbaik. 17 d. Outside spread, merupakan spread yang ada di benak value traders selain quoted spread. e. Equilibrium spread, merupakan spread di mana trader bebas menentukan akan menggunakan limit order ataupun market order. Penurunan fraksi harga diharapkan dapat menurunkan bid-ask spread, karena kelipatan yang harus ditambahkan ke harga saham kecil, maka selisih antara harga penawaran dan pembelian akan berkurang. Misalnya saham seharga Rp.200 yang dulunya berfraksi Rp.5, kini fraksinya Rp.1, jika dihitung kenaikan fraksi harganya satu kali lipat, maka bid-ask spread lama sebesar 5 dan bid-ask spread baru sebesar 1, sehingga dapat dihitung penurunan bid-ask spread sebesar 20%. Bid-ask spread merupakan faktor penting dalam menentukan strategi pembelian saham, apakah menggunakan market order atau limit order (Harris, 2003). Market order merupakan strategi pembelian saham dengan pembelian sesuai dengan harga yang berlaku di bursa, sedangkan limit order merupakan strategi pembelian saham dengan pembelian berdasarkan range harga tertentu. Ketika bid-ask spread besar, biaya immediacy atau biaya yang diperlukan agar saham tersebut dapat terjual dengan cepat menjadi lebih mahal, sehingga investor lebih tertarik menggunakan limit order. Sebaliknya ketika bid-ask spread kecil, market order menjadi lebih menguntungkan karena biaya immediacy yang kecil. Bid-ask spread juga merupakan faktor penting dalam menentukan likuiditas saham. Likuiditas saham adalah kemampuan saham untuk 18 diperdagangkan dalam jumlah yang besar dan biaya yang rendah secara cepat (Harris, 2003). Semakin kecil bid-ask spread, maka semakin timggi likuiditas saham tersebut. Bid-ask spread dapat dihitung dengan formula berikut (Satiari, 2009) : � − Keterangan : � − �,� � �,� N �,� = ∑� �= �,� �, − ���, �, + ���, � / × % ..........................................% : Rata-rata bid-ask saham i pada saat t : Harga jual terendah saham i pada saat t : Harga beli tertinggi saham i pada saat t : Jumlah bulan perdagangan Penelitian empiris mengenai pengaruh perubahan fraksi harga terhadap bid-ask spread pernah dilakukan oleh Ahn et al. (1996), Hendrik Bessembinder (2000), Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad (2007), serta Fitria Satiari (2009). Ahn et al. (1996) menyelidiki pengaruh perngurangan fraksi harga terhadap bid-ask spread dengan studi kasus pengurangan fraksi harga dari $1/8 menjadi $1/16 pada harga saham diantara $1 dan $5 yang terjadi di American Stock Exchange (AMEX) pada 3 September 1992. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengurangan spread yang terjadi akibat pengurangan fraksi harga dari $1/8 menjadi $1/16 di AMEX. Hendrik Bessembinder (2000) melakukan penelitian terhadap penggunaan fraksi harga $1/8 untuk harga saham di atas $10 dan fraksi harga $1/32 untuk harga saham di bawah $10 di NASDAQ (National Association of Securities Dealers Automated Quotations). Hasil penelitiannya mengindikasikan adanya penurunan bid-ask spread pada fraksi harga yang lebih kecil. Ekaputra dan 19 Ahmad (2007) melakukan penelitian terhadap implementasi fraksi harga baru, yaitu Rp.10 untuk saham dengan rentang harga Rp.500 - Rp.2000 yang sebelumnya menggunakan fraksi harga Rp.25. Perubahan fraksi harga ini berlaku pada 3 Januari 2005 di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pengurangan fraksi harga mengurangi bid-ask spread. Satiari (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Perbedaan Sistem Fraksi Harga Saham Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, dan Volume Perdagangan (Studi Pada Fraksi Harga Rp.10, Rp.25, Rp.50 di Bursa Efek Indonesia) juga menyelidiki tentang pengaruh perubahan fraksi harga saham terhadap variabel bid-ask spread. Hasil penelitiannya menunjukkan semakin kecil fraksi harga yang diberlakukan, bid-ask spread juga semakin kecil. 2.5 Market Depth Depth dapat didefinisikan sebagai jumlah saham yang diperjualbelikan saat harga penawaran terendah dan harga pembelian tertinggi (Satiari, 2009). Kedalaman pasar menunjukkan jumlah transaksi yang dapat diserap pasar tanpa mengubah harga saham (Ekaputra dan Okta, 2006). Semakin besar depth, semakin banyak saham yang dapat ditransaksikan pada suatu harga, semakin tinggi likuiditas saham tersebut. Perubahan fraksi harga diharapkan dapat meningkatkan kedalaman pasar sehingga market impact (dampak yang ditimbulkan transaksi dengan nilai besar terhadap kondisi pasar modal) dapat dikurangi (Bursa Efek Indonesia, 2013). Market depth dapat dihitung dengan formula berikut (Satiari, 2009) 20 ℎ�,� = ∑� �= Keterangan : ℎ�,� � _ � _ � N �,� �,� �� _ �, +�� _ ���, � ................................................. Lembar Saham : Rata-rata volume saham i pada saat harga jual terendah dan harga beli tertinggi : Volume saham saat harga jual terendah saham i pada saat t : Volume saham saat harga beli tertinggi saham i pada saat t : Jumlah bulan perdagangan Penelitian empiris mengenai pengaruh perubahan fraksi harga terhadap market depth pernah dilakukan oleh Ahn et al. (1996), Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad (2007), serta Fitria Satiari (2009). Pada penelitian Ahn et al. (1996) mengenai pengurangan fraksi harga dari $1/8 menjadi $1/16 pada harga saham diantara $1 dan $5 yang terjadi di American Stock Exchange (AMEX) pada 3 September 1992 diperoleh hasil bahwa market depth tidak mengalami perubahan. Penelitian Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad (2007) mengenai implementasi fraksi harga baru, yaitu Rp.10 untuk saham dengan rentang harga Rp.500 - Rp.2000 yang sebelumnya menggunakan fraksi harga Rp.25 menunjukkan pengurangan fraksi harga mengurangi bid-ask depth. Fitria Satiari (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Perbedaan Sistem Fraksi Harga Saham Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, dan Volume Perdagangan (Studi Pada Fraksi Harga Rp.10, Rp.25, Rp.50 di Bursa Efek Indonesia) menunjukkan semakin kecil fraksi harga yang diberlakukan depth semakin meningkat. 2.6 Volume Perdagangan Volume perdagangan saham merupakan keseluruhan saham yang ditransaksikan oleh para investor di Bursa Efek (Satiari, 2009). Pengurangan 21 fraksi harga saham diharapkan dapat meningkatkan jumlah transaksi di pasar saham sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan. Peningkatan volume perdagangan saham dapat menyebabkan meningkatnya likuiditas saham tersebut. Penelitian empiris mengenai volume perdagangan pernah dilakukan oleh Ahn et al. (1996) serta Fitria Satiari (2009). Pada penelitian Ahn et al. (1996) mengenai pengurangan fraksi harga dari $1/8 menjadi $1/16 pada harga saham diantara $1 dan $5 yang terjadi di American Stock Exchange (AMEX) pada 3 September 1992 diperoleh hasil bahwa volume perdagangan tidak mengalami perubahan dengan adanya peristiwa tersebut. Temuan yang berbeda terlihat pada penelitian Fitria Satiari (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Perbedaan Sistem Fraksi Harga Saham Terhadap Variabel Bid-Ask Spread, Depth, dan Volume Perdagangan (Studi Pada Fraksi Harga Rp.10, Rp.25, Rp.50 di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini menemukan bahwa volume perdagangan menjadi semakin meningkat. 2.7 Depth To Relative Spread (DRS) Ada dua komponen dalam rasio ini, yaitu depth dan relative spread. Harris (2003) menyatakan bid dan ask depth atau rata-rata dari keduanya menunjukkan kemampuan pasar dalam menyerap sejumlah perdagangan saham. Semakin besar depth, semakin tinggi likuiditas saham karena semakin banyak transaksi yang dapat diserap tanpa merubah harga saham. Relative spread menunjukkan kecepatan dan biaya transaksi. Semakin kecil relative spread dikatakan semakin tinggi likuiditasnya karena semakin kecil biaya 22 transaksi yang dikeluarkan untuk memproses transaksi secara cepat. Rasio DRS menunjukkan perbandingan antara depth dengan relative spread, apakah perubahan depth lebih besar atau lebih kecil daripada perubahan relative spread. Perbandingan ini juga dapat menjelaskan bagaimana perubahan likuiditas yang terjadi. Depth to Relative Spread dapat dihitung dengan formula berikut (Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad, 2007) : �,� Keterangan : �,� � − ℎ�,� �,� = � − ℎ�,� �,� : Rasio depth to spread relative saham i pada saat t : Rata-rata bid-ask saham i pada saat t : Rata-rata volume saham i pada saat harga jual terendah dan harga beli tertinggi Penelitian empiris mengenai rasio DRS pernah dilakukan oleh Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad (2007) serta Rianti Setyawasih (2011). Penelitian Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad (2007) mengenai implementasi fraksi harga baru, yaitu Rp.10 untuk saham dengan rentang harga Rp.500 - Rp.2000 yang sebelumnya menggunakan fraksi harga Rp.25 memperoleh hasil likuiditas meningkat jika dilihat dari width dan immediacy cost, namun jika dilihat dari bid-ask depth, likuiditasnya menurun. Untuk mengatasi hasil yang berlawanan ini, Irwan Adi Ekaputra dan Basharat Ahmad menggunakan rasio DRS (Depth To Relative Spread) sehingga diperoleh bahwa penurunan likuiditas akibat penurunan bid-ask depth tidak mempengaruhi keseluruhan likuiditas saham. Penelitian Rianti Setyawasih (2011) ingin mengetahui dampak penurunan fraksi harga terhadap kualitas 23 Bursa Efek Indonesia dan apakah likuiditas saham Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh variabel harga, frekuensi, dan volatilitas. Rasio DRS merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penelitian ini dan diperoleh hasil bahwa penurunan fraksi harga tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio depth to relative spread. 2.8 Volatilitas Volatilitas adalah kemungkinan perubahan harga saham yang terjadi secara tidak terduga (Harris, 2003). Perubahan harga tersebut merupakan respon dari munculnya informasi baru atau keinginan investor akan likuiditas saham. Berdasarkan sumbernya, ada dua jenis volatilitas, yaitu volatilitas dasar (fundamental volatility) dan volatilitas sementara (transitory volatility). Volatilitas dasar disebabkan oleh perubahan nilai instrumen saham yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya, sedangkan volatilitas sementara disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh investor tidak mempunyai informasi yang cukup tentang kondisi bursa. Volatilitas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan oleh regulator. Volatilitas yang tinggi menunjukkan pasar tidak berfungsi dengan baik karena harga yang akurat sangat penting dalam sistem ekonomi (Harris, 2003). Pengukuran volatilitas berdasarkan model pengukuran yang dikemukan oleh Rogers dan Satchell (1991) serta Rogers, Satchell dan Yoon (1994) menggunakan formula sebagai berikut : � ,� = [ln �� − ln �� ][ln �� − ln � ] + [ln �� − ln �� ][ln �� − ln � ] (%) 24 Keterangan : � ,� �� �� � �� : Volatilitas saham pada saat t : Harga tertinggi saham pada saat t : Harga pembukaan saham pada saat t : Harga penutupan saham pada saat t : Harga terendah saham pada saat t Penelitian empiris mengenai volatilitas pernah dilakukan oleh Rianti Setyawasih (2011). Penelitian Rianti Setyawasih (2011) ingin mengetahui dampak penurunan fraksi harga terhadap kualitas Bursa Efek Indonesia dan apakah likuiditas saham Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh variabel harga, frekuensi, dan volatilitas. Penelitian tersebut menemukan bahwa volatilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap relative spread.