Pemanfaatan dua ekstrak tumbuhan sebagai

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengujian Ekstrak A. squamosa terhadap S. zeamais
Pada pengujian ekstrak A. squamosa dengan metode perlakuan setempat,
mortalitas S. zeamais mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya dosis
dan
waktu
pengamatan.
Perlakuan
ekstrak
A.
squamosa
pada
dosis
200 µg/serangga menunjukkan kematian tertinggi yaitu sebesar 98% dan berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya pada 72 JSP (Tabel 1).
Tabel 1 Rata-rata persen kematian S. zeamais yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode perlakuan setempat
Dosis
(µg/serangga)
Rata-rata persen kematian(%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
75,50 ± 24,01 a
98,00 ± 4,47 a***
200
60,50 ± 27,18 a
100
26,00 ± 20,74 bc 48,00 ± 19,24 b
70,00 ± 14,14 b
50
46,44 ± 29,19 ab 56,89 ± 19,96 ab
64,89 ± 21,92 b
25
14,00 ± 13,42 c
24,00 ± 16,73 c
50,67 ± 21,92 bc
10
8,00 ± 8,37 c
16,00 ± 15,17 c
40,67 ± 22,04 c
Kontrol
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
2,00 ± 4,47 d
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Perlakuan dengan metode residu pada konsentrasi 3% menyebabkan
kematian sebesar 50% pada 48 JSP dan 78% pada 72 JSP. Sementara itu
perlakuan pada konsentrasi 1% tidak memberikan efek kematian pada serangga
uji hingga 24 JSP dan hanya memberikan efek kematian 8% pada 72 JSP. Persen
kematian tertinggi yaitu sebesar 78% hanya terjadi pada perlakuan ekstrak dengan
konsentrasi 3% pada pengamatan 72 JSP (Tabel 2). Perlakuan konsentrasi 3%
menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada semua
waktu pengamatan. Perlakuan 2,5% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 2%. Sementara itu perlakuan 2,5% menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dengan perlakuan 1% dan 1,5% pada 72 JSP.
Tabel 2 Rata-rata persen kematian S. zeamais yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode residu
Konsentrasi (%)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
3
8,00 ± 8,37 a
50,00 ± 21,21 a
78,00 ± 22,80 a***
2,5
0,00 ± 0,00 b
18,00 ± 16,43 b
54,00 ± 24,08 b
2
2,00 ± 4,47 b
18,00 ± 13,04 b
36,00 ± 16,73 bc
1,5
2,00 ± 4,47 b
8,00 ± 8,37 b
18,00 ± 16,73 cd
1
0,00 ± 0,00 b
6,00 ± 8,94 b
8,00 ± 8,37 d
Kontrol
0,00 ± 0,00 b
0,00 ± 0,00 b
0,00 ± 0,00 d
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Perlakuan dengan metode surface spraying menunjukkan peningkatan
persen kematian apabila dilihat dari lama pengamatan dan peningkatan dosis.
Pada perlakuan dengan dosis 4 ml/karung menyebabkan
rata-rata kematian
14,67% pada 72 JSP. Kematian tertinggi sebesar 78,67% terjadi pada perlakuan
dengan dosis 8 ml/karung. Pada perlakuan 8 ml/karung menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada 72 JSP (Tabel 3).
Kematian S. zeamais pada dosis 8 ml/karung cukup tinggi pada 24 JSP
bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kematian S. zeamais terus
meningkat hingga 72 JSP dan tingkat kematiannya berbanding lurus dengan dosis
yang diuji (Tabel 3).
Tabel 3 Rata-rata persen kematian S. zeamais yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode surface spraying
Dosis (ml/karung)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
8
46,67 ± 44,22 a
60,00 ± 41,10 a
78,67 ± 26,42 a***
6
1,33 ± 2,98 b
13,43 ± 15,59 bc
26,95 ± 14,76 bc
4
1,33 ± 0,00 b
2,67 ± 3,65 c
14,67 ± 9,89 cd
14,67 ± 2,98 b
34,67 ± 10,95 ab
36,00 ± 8,94 b
1,33 ± 2,98 b
1,33 ± 2,98 c
1,33 ± 2,98 d
Pembanding
Kontrol
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Pengujian Ekstrak A. squamosa terhadap T. castaneum
Pengujian ekstrak A. squamosa dengan metode perlakuan setempat,
perlakuan pada dosis 10 µg/serangga menyebabkan mortalitas T. castaneum
sebesar 32,67% pada 72 JSP, sementara itu pada perlakuan dengan dosis
25 µg/serangga mengakibatkan kematian yang tinggi yaitu 82,22% pada 48 JSP
dan meningkat sampai 90,22% pada 72 JSP. Perlakuan ekstrak A. squamosa
dengan dosis 200 µg/serangga menyebabkan kematian tertinggi yaitu sebesar 96%
pada 24 JSP. Perlakuan ekstrak A. squamosa dengan dosis 25 µg/serangga
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50; 100 dan
200 (µg/serangga) pada 72 JSP (Tabel 4).
Perlakuan dengan metode residu menyebabkan kematian T. castaneum
yang cukup tinggi pada konsentrasi 3%, yaitu berturut-turut sebesar 60% dan 62%
pada 48 dan 72 JSP. Perlakuan ekstrak A. squamosa dengan konsentrasi 3%
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1,5; 2; dan 2,5%
(Tabel 5). Ekstrak biji srikaya pada konsentrasi 5% efektif terhadap T. castaneum
dan
memiliki
(Suryatini 1987).
daya
bunuh
yang
lebih tinggi daripada
ekstrak daun
Tabel 4 Rata-rata persen kematian T. castaneum yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode perlakuan setempat
Dosis
(µg/serangga)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP*
200
96,00 ± 5,48 a
96,00 ± 5,48 a
96,00 ± 5,48 a***
100
88,00 ± 5,48 a
92,00 ± 13,04 a
94,00 ± 8,94 a
50
92,00 ± 13,04 ab 92,00 ± 13,04 a
92,00 ± 13,04 a
25
78,00 ± 21,68 b
82,22 ± 22,04 a
90,22 ± 8,94 a
10
22,67 ± 9,25 c
22,67 ± 9,25 b
32,67 ± 13,00 b
2,00 ± 4,47 c
4,00 ± 5,48 c
Kontrol
2,00 ± 4,47 d
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Tabel 5 Rata-rata persen kematian T. castaneum yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode residu
Konsentrasi (%)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
52,00 ± 19,24 a
2,5
46,00 ± 5,48 ab 54,00 ± 8,94 a
62,00 ± 10,95 a
2
48,00 ± 23,87 ab 54,00 ± 20,74 a
60,00 ± 25,50 a
1,5
28,89 ± 18,72 bc 46,89 ± 22,82 a
57,33 ± 25,50 a
1
10,00 ± 12,25 cd 14,00 ± 11,40 b
14,00 ± 11,40 b
Kontrol
0,00 ± 0,00 d
60,00 ± 18,71 a
62,00 ± 17,89 a***
3
0,00 ± 0,00 b
0,00 ± 0,00 b
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Pengujian ekstrak A. squamosa dengan metode surface spraying terhadap
T. castaneum menyebabkan kematian serangga uji yang meningkat sejalan dengan
meningkatnya dosis dan waktu pengamatan. Rata-rata persen kematian pada dosis
6 ml/karung mencapai 92,00% pada 24 JSP dan meningkat sampai 97,33% pada
72 JSP. Perlakuan ekstrak A. squamosa pada dosis 8 ml/karung menunjukkan
kematian tertinggi yaitu sebesar 100,00% pada 48 JSP. Perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan dosis 6 ml/karung menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata dengan perlakuan 8 ml/karung pada semua waktu pengamatan (Tabel 6).
Tabel 6 Rata-rata persen kematian T. castaneum yang diberi perlakuan ekstrak
A. squamosa dengan metode surface spraying
Dosis (ml/karung)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
8
97,33 ± 5,96 a
100,00 ± 0,00 a
100,00 ± 0,00 a***
6
92,00 ± 8,69 a
94,67 ± 8,69 a
97,33 ± 3,65 a
4
2,67 ± 8,20 b
49,33 ± 2,79 b
57,62 ± 9,75 b
Pembanding
2,67 ± 5,96 c
2,67 ± 5,96 c
9,33 ± 8,94 c
Kontrol
0,00 ± 0,00 c
2,67 ± 3,65 c
2,67 ± 3,65 c
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Pengujian Ekstrak A. muricata terhadap S. zeamais
Pada pengujian ekstrak A. muricata dengan metode perlakuan setempat,
mortalitas S. zeamais menunjukkan peningkatan sejalan dengan meningkatnya
dosis dan waktu pengamatan. Perlakuan pada dosis 10 µg/serangga tidak
menyebabkan kematian serangga uji hingga 72 JSP, sementara itu perlakuan pada
dosis 25 µg/serangga menunjukkan kematian serangga sebesar 12,44% pada
72 JSP. Persen kematian lebih besar lagi terjadi pada perlakuan dengan dosis
50 µg/serangga yaitu sebesar 32% pada 72 JSP dan rata-rata persen kematian
pada dosis 100 µg/serangga sebesar 32% pada 72 JSP. Persen kematian 72% pada
perlakuan ekstrak A.muricata pada dosis 200 µg/serangga merupakan persen
kematian tertinggi. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata dengan
perlakuan lainnya pada semua waktu pengamatan (Tabel 7).
Perlakuan konsentrasi 1% pada pengujian residu menunjukkan rata-rata
kematian S. zeamais sebesar 0% pada 24 JSP dan meningkat hingga 16,22% pada
72 JSP. Sementara itu persen kematian tertinggi hanya mencapai 58% pada
konsentrasi 3% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2,5% pada pengamatan
72 JSP (Tabel 8).
Tabel 7 Rata-rata persen kematian S. zeamais yang diberi perlakuan ekstrak
A. muricata dengan metode perlakuan setempat
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
Dosis
(µg/serangga)
200
54,00 ± 11,40 a
66,00 ± 16,73 a
72,00 ± 14,83 a***
100
20,00 ± 7,07 b
22,00 ± 8,37 b
32,00 ± 13,04 b
50
14,00 ± 11,40 b
22,00 ± 13,04 b
32,00 ± 14,83 b
25
8,44 ± 11,59 bc 10,44 ± 10,59 bc
12,44 ± 14,83 c
10
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
Kontrol
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Tabel 8 Rata-rata persen kematian S. zeamais yang diberi perlakuan ekstrak
A. muricata dengan metode residu
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP*
Konsentrasi (%)
3
30,00 ± 18,71 a
50,00 ± 21,21 a
58,00 ± 19,24 a***
2,5
14,00 ± 15,17 b
26,00 ± 13,42 b
50,00 ± 20,00 a
2
2,00 ± 4,47 b
10,00 ± 12,25 c
22,00 ± 22,80 b
1,5
2,00 ± 4,47 b
8,22 ± 8,45 c
20,44 ± 22,80 bc
1
0,00 ± 0,00 b
6,22 ± 5,70 c
16,22 ± 8,77 bc
Kontrol
0,00 ± 0,00 b
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 c
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Pengujian Ekstrak A. muricata terhadap T. castaneum
Pada pengujian ekstrak A. muricata dengan metode perlakuan setempat,
perlakuan pada dosis
10 µg/serangga menyebabkan mortalitas T. castaneum
sebesar 16,44% pada 72 JSP, sementara itu pada perlakuan dengan dosis 25 dan
100 µg/serangga menyebabkan kematian berturut-turut sebesar 53,33% dan 96%
pada 72 JSP. Persen kematian tertinggi terjadi pada perlakuan ekstrak A.muricata
pada dosis 200 µg/serangga yaitu sebesar 98% pada 72 JSP. Perlakuan
A. muricata 100 µg/serangga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan
perlakuan 200 µg/serangga pada semua waktu pengamatan (Tabel 9).
Tabel 9 Rata-rata persen kematian T. castaneum yang diberi perlakuan ekstrak
A. muricata dengan metode perlakuan setempat
Dosis
(µg/serangga)
Rata-rata persen kematian (%)±SB*
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
200
94,00 ± 5,48 a
98,00 ± 4,47 a
98,00 ± 4,47 a***
100
82,00 ± 8,37 a
86,00 ±11,40 a
96,00 ± 5,48 a
50
50,00 ± 21,21 b
58,00 ±10,95 b
74,00 ± 23,02 b
25
24,67 ± 11,93 c
37,11 ±19,37 c
55,33 ± 23,02 c
10
12,44 ± 8,94 cd
12,44 ± 8,94 d
16,44 ± 9,24 d
0,00 ± 0,00 d
0,00 ± 0,00 d
0,00 ± 0,00 d
Kontrol
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Perlakuan konsentrasi 1% pada pengujian dengan metode residu
menunjukkan rata-rata kematian T. castaneum sebesar 4% pada 24 JSP dan
meningkat hingga 14,44% pada 72 JSP. Perlakuan dengan metode residu dengan
konsentrasi 3% menunjukkan persen kematian yang rendah, yaitu sebesar 46%
pada 48 JSP dan 54% pada 72 JSP. Rata-rata persen kematian pada perlakuan 3%
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan 2,5% pada semua waktu pengamatan
(Tabel 10).
Dari hasil pengamatan, tingkat toksisitas pengujian untuk perlakuan
setempat terhadap T. castaneum dihasilkan nilai LD50 dan LD95 berturut-turut
sebesar 11,02 dan 100,32 µg/serangga (Tabel 11), sedangkan untuk pengujian
residu dihasilkan nilai LC50 dan LC95 berturut-turut sebesar 1,84 dan 8,23%
(Tabel 12).
Tabel 10 Rata-rata persen kematian T. castaneum yang diberi perlakuan ekstrak
A. muricata dengan metode residu
Konsentrasi (%)
Rata-rata persen kematian (%)±SB *
24 JSP
48 JSP
72 JSP**
3
38,00 ± 24,90 a
46,00 ± 23,02 a
54,00 ± 25,10 a***
2,5
38,00 ± 22,80 a
38,00 ± 22,80 ab
46,00 ± 21,91 ab
2
18,00 ± 17,89 ab
20,00 ± 15,81 bc
32,00 ± 13,04 abc
1,5
12,00 ± 16,43 b
16,00 ± 18,17 bc
22,00 ± 24,90 bcd
1
4,00 ± 5,48 b
6,00 ± 8,94 c
4,44 ± 13,04 cd
Kontrol
0,00 ± 0,00 b
0,00 ± 0,00 c
0,00 ± 0,00 d
*
SB : Simpangan baku
JSP: Jam setelah perlakuan
***
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf nyata 5%
**
Tabel 11 Tingkat toksisitas A. squamosa dengan metode perlakuan setempat
(topical application)
LD50
(µg/serangga)
LD95
(µg/serangga)
S. zeamais
21,32
447,78
T. castaneum
11,02
100,32
Hama
Tabel 12 Tingkat toksisitas A. squamosa dengan metode residu
LC50
(%)
LC95
(%)
S. zeamais
2,26
5,15
T. castaneum
1,84
8,23
Hama
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa ekstrak A. squamosa dengan metode
surface spraying lebih toksik terhadap T. castaneum. Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai LD50 sebesar 3,90 ml/karung dan LD95 sebesar 5,63 ml/karung.
Tabel 13 Tingkat toksisitas A. squamosa dengan metode surface spraying
LD50
(ml/karung)
LD95
(ml/karung)
S. zeamais
6,51
12,16
T. castaneum
3,90
5,63
Hama
Tingkat toksisitas ekstrak A. muricata dengan perlakuan setempat terhadap
T. castaneum dihasilkan nilai LD50 dan LD95 berturut-turut sebesar 24,64 dan
125,96 µg/serangga (Tabel 14). Pada pengujian dengan metode residu terhadap
S. zeamais dihasilkan nilai LC50 dan LC95 berturut-turut sebesar 2,80 dan 11,24%
(Tabel 15).
Tabel 14
Tingkat toksisitas A. muricata dengan metode perlakuan setempat
(topical application)
Hama
S. zeamais
T. castaneum
LD50
(µg/serangga)
LD95
(µg/serangga)
116,16
814,08
24,64
125,96
Tabel 15 Tingkat toksisitas A. muricata dengan metode residu
LC50
(%)
LC95
(%)
S. zeamais
2,80
11,24
T. castaneum
2,99
16,86
Hama
Pembahasan
Secara umum pengujian aktivitas ekstrak A. squamosa dan A. muricata
terhadap kematian serangga uji menunjukkan tingkat toksisitas yang bervariasi
pada setiap spesies serangga. Prijono (2007) menyatakan bahwa ekstrak
dinyatakan efektif apabila perlakuan dengan ekstrak tersebut dapat mengakibatkan
tingkat kematian ≥ 80% pada dosis yang serendah mungkin. Hal tersebut dapat
dievaluasi dari nilai LD/LC50 dan LD/LC95 yang didapatkan berdasarkan dosis
atau konsentrasi ujinya.
Pada metode perlakuan setempat ekstrak A. squamosa pada dosis
200 µg/serangga terhadap S. zeamais menunjukkan rata-rata kematian tertinggi
yaitu 98%. Hasil pengujian ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian
Wardhani (2004), yang melaporkan bahwa perlakuan ekstrak A. squamosa pada
dosis 25 µg/serangga mengakibatkan kematian S. zeamais sebesar 42% pada
72 JSP dan mencapai 100% pada dosis 200 µg/serangga pada 72 JSP. Sementara
itu pada penelitian ini aplikasi pada dosis 200 µg/serangga hanya mengakibatkan
kematian 98% pada 72 JSP. Rata-rata persen kematian tertinggi pada pengujian
ekstrak A. muricata dengan metode perlakuan setempat terhadap S. zeamais lebih
rendah dari pengujian ekstrak A. squamosa yaitu sebesar 72% pada dosis
200 µg/serangga. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
A. squamosa lebih efektif
dari pada ekstrak A. muricata dalam mengendalikan S. zeamais. Perlakuan
konsentrasi tinggi mengakibatkan bahan aktif mencapai dosis toksik lebih cepat
terhadap serangga tanpa sempat terjadi proses detoksifikasi yang berarti.
Sementara itu, serangga mungkin mempunyai toleransi terhadap bahan aktif
berkonsentrasi rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam beberapa hari
(Istiaji 1998).
Pada metode perlakuan setempat perlakuan ekstrak A. muricata
memberikan efek mortalitas yang tinggi terhadap T. castaneum pada dosis
200 µg/serangga yaitu 98%. Sementara itu, perlakuan ekstrak A. squamosa
memberikan efek mortalitas terhadap T. castaneum sebesar 96% pada dosis yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak A. muricata lebih efektif
dibandingkan dengan ekstrak A. squamosa untuk mengendalikan T. castaeum.
Ekstrak A. muricata menunjukkan efektivitas rata-rata yang cukup baik terhadap
T. castaneum. Menurut Kardinan (2002), senyawa annonain yang terkandung
dalam biji sirsak dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, repellent dan
antifeedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut. Perlakuan
ekstrak A. squamosa dengan dosis 25 µg/serangga dapat dikatakan efektif
terhadap T. castaneum karena rata-rata persen kematiannya lebih dari 80% dan
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50, 100 maupun 200 µg/serangga pada
72 JSP.
Nilai toksisitas ekstrak A. squamosa dengan metode perlakuan setempat
menunjukkan nilai LD50 dan LD95 yang rendah pada T. castaneum dengan nilai
LD50 sebesar 11,02 µg/serangga dan LD95 sebesar 100,32 µg/serangga. Sementara
itu ekstrak A. muricata terhadap T. castaneum memperlihatkan efektifitas yang
baik
dengan
nilai
LD50
dan
LD95
berturut-turut
sebesar
24,64
dan
125,96 µg/serangga. Ekstrak A. squamosa lebih toksik daripada ekstrak
A. muricata terhadap T. castaneum karena nilai LD50 maupun LD95 dari ekstrak
A. squamosa menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada ekstrak A. muricata.
Pada metode residu ekstrak A. squamosa dan A. muricata pada konsentrasi
3% memberikan pengaruh mortalitas terhadap S. zeamais berturut-turut sebesar
78% dan 58% pada 72 JSP. Kematian S. zeamais pada perlakuan ekstrak
A. muricata lebih rendah karena kandungan asetogenin pada sirsak lebih rendah
daripada srikaya. Kandungan bahan aktif dalam tumbuhan akan beragam,
tergantung keragaman genetik tanaman, keadaan geografi daerah asal tumbuhan
tersebut dan musim saat pemanenan bagian yang mengandung bahan insektisida
(Prijono 1999). Ekstrak A. muricata dan ekstrak A. squamosa menyebabkan
tingkat kematian yang rendah terhadap T. castaneum berturut-turut 54,00% dan
62%. Menurut Rejesus (1986) senyawa sekunder srikaya dapat masuk ke dalam
jaringan tubuh serangga sebagai racun perut maupun racun kontak. Metode residu
yang digunakan pada pengujian ini mengakibatkan tingkat kematian T. castaneum
rendah karena senyawa aktif ekstrak biji srikaya hanya masuk sebagai racun
kontak. Hal ini berbeda dengan pengujian ekstrak biji srikaya dengan metode
celup daun terhadap Plutella xylostella yang menghasilkan persentase kematian
lebih tinggi (Istiaji 1998). Ekstrak biji sirsak pada konsentrasi 0,25% dapat
menyebabkan kematian larva Crocidolomia pavonana sebesar 20%, tetapi
membutuhkan waktu hingga enam hari (Prijono et al. 1995), sedangkan pada
konsentrasi 1% dapat menyebabkan kematian T. castaneum
sebesar 14,44%
dalam waktu 3 hari. Perlakuan ekstrak A. squamosa 1,5% tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan perlakuan 2; 2,5; dan 3% pada 72 JSP. Ekstrak
A. squamosa dengan keempat perlakuan tersebut kurang efektif terhadap
T. castaneum karena rata-rata persen kematian kurang dari 80%.
Perlakuan ekstrak A. muricata dengan metode residu terhadap S. zeamais
menunjukkan nilai toksisitas yang lebih rendah daripada T. castaneum. Hal ini
dapat dilihat dari nilai LC50 pada S. zeamais yaitu sebesar 2,80% dan LC95 sebesar
11,24%. Perlakuan ekstrak A. squamosa lebih toksik terhadap T. castaneum pada
LC50 yaitu 1,84% tetapi kurang toksik pada LC95 yaitu 8,23%. Hal ini dapat dilihat
dari persamaan regresi pada T. castaneum yaitu y = 4,33 + 2,53x dan
persamaan regresi pada S. zeamais yaitu y = 3,36 + 4,61x. Tingkat toksisitas
ekstrak A. muricata dengan metode residu berbanding terbalik dengan metode
perlakuan setempat. Ekstrak tersebut lebih efektif untuk mengendalikan
S. zeamais. Hal ini mungkin disebabkan karena kontak serangga dengan cawan
beresidu lebih banyak sehingga racun yang masuk ke dalam tubuh serangga juga
lebih banyak. Menurut Prijono (1999) efek residu insektisida kontak dipengaruhi
oleh ketersediaan residu yang dapat berpindah ke tubuh serangga, transfer
insektisida dari permukaan ke tubuh serangga, dan respon serangga setelah
terkena insektisida.
Pada metode surface spraying ekstrak A. squamosa terhadap S. zeamais
dan T. castaneum menunjukkan rata-rata kematian tertinggi berturut turut 78%
dan 100% pada dosis 8 ml/karung pada 72 JSP. Perlakuan ekstrak A. squamosa
6 ml/karung sudah efektif terhadap T. castaneum karena menunjukkan rata-rata
persen kematian yang berbeda nyata dengan perlakuan dosis 8 ml/karung. Namun,
perlakuan ekstrak A. squamosa 8 ml/karung dapat menyebabkan mortalitas
T. castaneum sebesar 100% pada 48 JSP. Kematian S. zeamais tidak cukup tinggi
karena beberapa S. zeamais dapat bertahan hidup sampai akhir pengamatan namun
serangga menunjukkan pergerakan yang lebih lamban dan lumpuh. Pengaruh
perlakuan ekstrak biji srikaya terhadap S. zeamais dan T. castaneum terlihat dari
adanya gejala-gejala seperti pergerakannya lamban, pingsan, lumpuh dan akhirnya
mati dalam keadaan kering dan mengkerut (Rejeki 1996). Selain itu, konsentrasi
ekstrak A. squamosa yang digunakan untuk perlakuan terhadap S. zeamais lebih
rendah daripada T. castaneum, sehingga rata-rata kematian T. castaneum lebih
tinggi. Ekstrak A. squamosa efektif mengendalikan T. castaneum dengan metode
surface spraying. Menurut Prijono (2007), ekstrak dikatakan efektif apabila
perlakuan dengan ekstrak tersebut dapat mengakibatkan tingkat kematian ≥ 80%.
Insektisida pembanding yang diuji menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada
perlakuan ekstrak A. squamosa terhadap kedua serangga uji. Hal ini dapat
diartikan bahwa ekstrak A. squamosa lebih efektif mengendalikan S. zeamais dan
T. castaneum dibandingkan dengan insektisida pembanding pada metode surface
spraying. Senyawa aktif utama dalam srikaya yang bersifat insektisida adalah
squamosin (Londershauden et al. 1991). Squamosin dapat menghambat transfer
elektron pada proses respirasi sel sehingga serangga kekurangan energi dan terjadi
hambatan aktivitas untuk bergerak (Rejeki 1996).
Perlakuan ekstrak A. squamosa dengan metode surface spraying terhadap
T. castaneum menunjukkan nilai toksisitas yang lebih rendah daripada S. zeamais.
Hal ini dapat dilihat dari nilai LD50 pada T. castaneum sebesar 3,90 ml/karung dan
nilai LD95 sebesar 5,63 ml/karung.
Download