Psoriasis Pustulosa Generalisata dengan Kejadian Berulang pada

advertisement
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Laporan Kasus:
Psoriasis Pustulosa Generalisata dengan Kejadian Berulang
pada Kehamilan Hingga Masa Nifas yang Diterapi
dengan Siklosporin
1,2
Nia Ayu Saraswati1, Eva Krishna Sutedja2
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Fakultas Kedokteran Universitas
Pajajaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Submitted: January 2017
|Accepted: February 2017
|Published: March 2017
Abstrak
Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) adalah salah satu varian psoriasis pustulosa akut. PPG dapat
dipicu berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan. Penyakit ini pada kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi maternal dan mengancam keselamatan janin. Penanganan kasus PPG pada kehamilan
memerlukan pemilihan terapi efektif yang juga aman bagi janin dan bayi saat fase menyusui, salah satunya
adalah siklosporin. Dilaporkan sebuah kasus PPG yang diinduksi kehamilan pada kehamilan kedua
seorang wanita berusia 21 tahun yang telah mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang dan mengalami
hipokortisol. Manifestasi klinis timbul sejak usia kehamilan memasuki trimester kedua dan berlanjut
setelah melahirkan hingga masa nifas berakhir. Pasien memiliki riwayat PPG berulang sejak enam tahun
yang lalu. Siklosporin diberikan pada masa postpartum dengan dosis awal 0,8 mg/kgBB/hari setelah
mengalami rekalsitran terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dosis tinggi saat kehamilan.
Perbaikan klinis terjadi setelah pemberian siklosporin dengan dosis 2,5 mg/kgBB/hari selama satu minggu.
Pemberian kortikosteroid tetap diberikan dengan penurunan dosis secara bertahap dan dihentikan pada
pengamatan hari ke-101. Perubahan hormonal dan imunitas selama kehamilan berperan penting dalam
mencetuskan PPG. Selama kehamilan terjadi perubahan rasio estrogen dan progesteron yang akan
mempengaruhi keadaan sistem imunitas selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik menjadi pilihan terapi
utama pada kasus PPG berat dalam kehamilan, namun siklosporin dapat digunakan pada kasus refrakter
terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Pada pasien ini PPG mengalami perbaikan setelah pemberian
siklosporin 2,5 mg/kgBB/hari dan kortikosteroid sistemik tetap diberikan karena adanya kondisi
hipokortisol. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapar memberikan efek samping berupa moon
face, hipertrikosis, atrofi kulit, dan osteoporosis. Selain itu gangguan maternal dapat terjadi, bayi pada
kasus ini lahir dengan berat badan lahir rendah karena penggunaan kortikosteroid selama kehamilan.
Kata Kunci: Psoriasis pustulosa generalisata, rekurensi, kehamilan
Abstract
Generalized pustular psoriasis (GPP) is a distinctive acute variant of psoriasis. GPP is characterized by
fever as prodormal manifestation that lasts several days and a sudden generalized eruption of sterile
pustules. One of the provocating factor is hormonal alteration during pregnancy. A 21 years old woman
came with generalized pustular psoriasis manifestation and hypocortisol condition. The clinical
manifestations arised in first trimester and recurred during second and third trimester of pregnancy which
persisted after delivery and puerperium period. The patient had 3 times recurrent GPP history when she
was not pregnant in the last six years. Cyclosporine was administered 0,8 mg/kgbw/day after recalcitrant
treatment of high dose systemic corticosteroid but clinical resolution appeared after one weeks
administration of 2,5mg/kgbw/day cyclosporine. Systemic corticosteroid was continued with gradual dose
reduction until 101st day follow up. Alteration of estrogen and progesterone ratio affect to immunological
condition during pregnancy and puerperium trigering GPP. Systemic corticosteroid is the major treatment
for this condition, but when the recalcitrant cases to high dose corticosteroid happened, cyclosphorine is
one of the effective and safe treatment. In this patient, the generalised pustular disappeared after one week
administration of 2,5 mg/kgbw/day cyclosporine and systemic corticosteroid was continued due to
hypocortisol condition. Long term high dose corticosteroid side effect appeared such as moon face,
hypertrichosis, striae atrophy, and osteoporosis. There were no maternal disturbance, but the baby girl
born with low birth weight due to systemic corticosteroid exposure during pregnancy.
Keywords: Generalized pustular psoriasis, Recurrant, Pregnancy
Korespondensi : [email protected]
85
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Pendahuluan
PPG sehingga sering tumpang tindih dalam
penegakan diagnosisnya.7 PPG dan IH dapat
Psoriasis pustulosa generalisata (PPG)
atau dikenal juga dengan Psoriasis Von
dibedakan
Zumbuch adalah salah satu varian psoriasis
diinduksi oleh kehamilan, selalu memiliki
pustulosa yang akut dan berat.1 Psoriasis
riwayat
pustulosa generalisata dapat timbul pada
sebelumnya diluar periode kehamilan dan
semua usia, sering terjadi pada usia 15-30
biasanya memiliki riwayat keluarga dengan
tahun dan jarang terjadi pada usia dibawah
penyakit psoriasis.1,2 Hal ini berbeda dengan
10 tahun.2 Manifestasi klinis PPG ditandai
IH, yang hanya dipicu oleh adanya perubahan
dengan munculnya erupsi pustula steril,
hormonal selama kehamilan, postpartum,
berukuran
distribusi
masa post menapause ataupun penggunaan
generalisata yang terasa nyeri dan didahului
kontrasepsi hormonal. IH tidak timbul diluar
dengan
demam
periode kehamilan dan tidak ditemukan
tinggi.1,2 Pada awalnya kelainan kulit berupa
riwayat keluarga dengan penyakit psoriasis.1,8
makula eritema dengan sejumlah pustula
PPG yang diinduksi oleh kehamilan
2-3
gejala
mm,
dengan
sistemik
berupa
dari
anamnesis.
penyakit
psoriasis
pustulosa
biasanya
pus. Erupsi timbul terutama pada badan,
kehamilan, namun dapat juga terjadi pada
ekstremitas, bantalan kuku, telapak tangan,
usia kehamilan lebih awal. Gambaran klinis
dan telapak kaki.1 Diagnosis PPG dapat
berupa gejala sistemik dan lesi yang timbul
ditegakkan dengan
sesuai
klinis
yang
histopatologi.3
khas
dan
pemeriksaan
PPG dapat
menyebabkan
dengan
Penyakit
ini
pada
yang
yang kemudian menyatu membentuk lake of
anamnesis, gambaran
terjadi
PPG
trimester
klinis
PPG.1
kehamilan
dapat
gambaran
pada
ketiga
menyebabkan abortus spontan, lahir mati dan
komplikasi yang mengancam jiwa seperti
kelahiran
prematur,
pada keadaan hipokalsemia, superinfeksi
perhatian
dalam
bakteri, sepsis, dan dehidrasi.1
pencegahan
sehingga
prioritas
pengelolaannya
komplikasi
maternal
adalah
dan
pemantauan keselamatan janin.1,8
Etiologinya hingga saat ini belum
Berdasarkan
diketahui dengan pasti, namun dikaitkan
data
rawat
inap
dengan predisposisi genetik.1,4 PPG diduga
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
dipicu oleh infeksi, stres psikis, iritasi
Kelamin (IKKK), Rumah Sakit dr. Hasan
pengobatan
Sadikin (RSHS) Bandung, selama dua tahun
topikal,
dan
penghentian
mendadak terapi kortikosteroid sistemik.1,4-6
terakhir,
Selain itu, PPG dapat juga diinduksi oleh
Desember 2014 terdapat 4 kasus PPG yang
perubahan
pada
diinduksi kehamilan dan 2 kasus IH. Berikut
kehamilan.4 Kasus PPG pada kehamilan telah
dilaporkan satu kasus psoriasis pustulosa
banyak
hormonal,
dilaporkan.4
seperti
Beberapa
pada
periode
Januari
2013-
generalisata pada seorang wanita G2P0A1
kasus
berusia 21 tahun.
dilaporkan sebagai impetigo herpetiformis
(IH).7,8 Gambaran klinis IH serupa dengan
86
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Laporan Kasus
didiagnosis
dengan
psoriasis
pustulosa
Seorang wanita, 21 tahun, suku Sunda,
generalisata berdasarkan hasil biopsi dan
Islam, pendidikan terakhir SMA (tamat), ibu
mendapatkan terapi metotreksat tablet 3x2,5
rumah tangga, dirawat dua kali di bagian
mg hingga 3x5 mg, selang 12 jam/minggu.
IKKK RSHS di bulan September 2014
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
selama 14 hari dan November 2014 selama
tanda vital dan status gizi dalam batas
30 hari. Pasien dirawat dengan keluhan utama
normal. Status generalis
timbulnya
atas dan bawah terdapat Pitting nail (+/+).
bercak
kemerahan
disertai
dermatologikus
pada ekstremitas
beruntus-beruntus berisi cairan keruh yang
Status
didapatkan
lesi
telah ada sebelumnya pada lengan atas kanan
dengan distribusi generalisata, pada hampir
dan kiri meluas ke perut, dada dan hampir
seluruh bagian tubuh kecuali kulit kepala
seluruh tubuh yang terasa nyeri.
berambut, kedua telapak tangan dan telapak
Pada perawatan pertama, sejak tujuh
kaki, multipel, sebagian konfluens, sebagian
hari sebelum masuk rumah sakit pasien
bentuk bulat, sebagian tidak teratur, ukuran
mengeluhkan kelainan kulit berupa bercak
terkecil 0,1x0,1x0,1 cm dan ukuran terbesar
kemerahan disertai beruntus-beruntus berisi
6x5x0,2cm, batas tegas, sebagian besar
cairan keruh di lengan atas kanan yang
menimbul, kering, berupa makula eritema,
kemudian
menyatu membentuk kumpulan
dengan pustula pada permukaannya, skuama
beruntus yang luas. Keluhan disertai demam
kolaret, krusta pustulosa dan lake of pus (+)
dan nyeri pada bagian kulit yang mengalami
pada lengan atas kanan kiri. Pada payudara
kelainan sejak dua hari sebelum beruntus-
dan pinggang tampak lesi multipel, diskret,
beruntus muncul. Keluhan tidak disertai rasa
bentuk
gatal. Saat itu pasien sedang hamil kedua
3x0,2x0,1
dengan usia kehamilan 26-27 minggu.
7x0,2x0,1cm, batas tegas, menimbul, kering,
memanjang,
cm
hingga
ukuran
terkecil
ukuran
terbesar
berupa strie gravidarum.
Pasien merasa cemas kehamilan saat ini
Hasil
akan mengalami keguguran seperti kehamilan
mikroskopis
pustula
rambut diakui. Riwayat adanya keluhan
pewarnaan Gram ditemukan banyak sel
bercak tebal menimbul, berlapis dengan dasar
polimorfonuklear
kulit kemerahan disertai sisik seperti mika
ditemukan bakteri Gram negatif maupun
yang hilang timbul di daerah siku, lutut,
Gram
lengan ataupun bokong pernah dialami saat
didapatkan
berusia 15 tahun. Riwayat keluarga dengan
banyak, bakteri (+), kristal (+). Pemeriksaan
keluhan
histopatologis
beruntus-beruntus
berisi
lengan
positif.
kanan
atas
dari
pertamanya. Riwayat sering berketombe pada
berupa
di
langsung
(PMN)
Hasil
leukosit
dan
urinalisis
banyak,
didapatkan
sel
dengan
tidak
rutin
epitel
gambaran
cairan keruh di seluruh tubuh seperti yang
psoriasiform ringan pada epidermis, adanya
dikeluhkan pasien diakui, yaitu nenek pasien.
eksositosis sel radang PMN pada epidermis
Sejak enam tahun terakhir pasien sudah tujuh
mulai dari lapisan spinosum sampai lapisan
kali di rawat inap dengan keluhan yang sama,
korneum membentuk mikroabses Kogoj dan
87
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Gambar 1. Tampak r eaksi psor iasifor mis r ingan epider mis, ekositosis sel r adang
PMN pada epidermis mulai dari stratum spinosum membentuk spongiosiformis
pustule of kogoj sampai lapisan stratum korneum membentuk mikroabses Monroe
Monroe,
pada
papila
tampak
klinis didapatkan berupa mulai mengeringnya
pelebaran pembuluh darah disertai sebukan
lesi lama dan tidak timbul lesi baru, setelah
masif sel radang PMN, sehingga disimpulkan
hari ke-3 pemberian deksametason. Penderita
sebagai
diperkenankan
PPG.
dermis
Hasil
pemeriksaan
pulang
pada
hari
ke-13
histopatologis dapat dilihat pada Gambar 1.
perawatan, dengan pengobatan rawat jalan
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah
berupa metil prednisolon 32 mg/hari PO
psoriasis
untuk tiga hari pertama, selanjutnya dosis
pustulosa
generalisata
pada
G2P0A1 26-28 minggu.
diturunkan menjadi 16 mg/hari PO dan
Pasien mendapatkan terapi
topikal
diberikan juga sulfat ferrosus tablet 300mg
berupa kompres terbuka dengan larutan NaCl
satu tablet/hari PO, kalsium laktat tablet
0,9% 2x sehari pada lesi pustula dan krim
500mg satu tablet/hari PO.
Penderita kontrol ke RSHS setiap satu
hidrokortison 2,5% 2x/hari pada wajah.
Penderita
Kedokteran
pencetus,
dikonsulkan
Ilmu
minggu sekali. Mulai hari ke-7 rawat jalan
Jiwa untuk mencari faktor
dosis metil prednisolon diturunkan menjadi
didapatkan
ke
bagian
adanya
gangguan
12mg/hari PO, namun pada hari ke-19 rawat
penyesuaian, mendapatkan terapi amitriptilin
jalan
1x12,5mg/hari per oral (PO).
kembali, awalnya di lengan dan kemudian
Pengobatan
yang
diberikan
keluhan
beruntus-beruntus
muncul
meluas hampir ke seluruh tubuh, sehingga
deksametason dengan dosis 10 mg/hari IV
pasien kembali dirawat inap.
(5mg-0-5mg) disertai pemberian ranitidin
Pada rawat inap ke-2, penderita juga
2x50mg/hari IV (50mg-0-50mg). Perbaikan
mengeluhkan adanya keputihan yang banyak,
88
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
terasa gatal, berwarna putih seperti susu
Pada hari ke-20 perawatan penderita
pecah dan tidak berbau menyengat yang
mengalami
dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Penderita
dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio
didiagnosis kerja sebagai psoriasis pustulosa
caesaria keesokan harinya atas indikasi gawat
generalisata + kandidiasis vulvovaginalis +
janin. Penderita melahirkan bayi perempuan,
G2P0A1 gravida
34-35 minggu. Penderita
berat badan lahir 2005 gram, skor apgar 1
mendapatkan terapi topikal berupa kompres
menit= 5, skor apgar 5 menit= 9. Penderita
terbuka dengan Nacl 0,9% 2x/hari untuk lesi
sempat mengalami kejang tonik klonik dua
®
ketuban
pecah
dini,
dan
pustula, krim Decubal 2x/hari untuk kulit
kali
yang kering dan terapi sistemik berupa
jam setelah operasi di ruangan pemulihan dan
deksametason 10 mg/hari IV (10-0-0 mg),
5 jam setelah operasi di bangsal rawat inap.
ranitidin 2x50 mg IV serta flukonazol 150 mg
Penderita
tab PO (single dose). Penderita masih
bagian
mengeluhkan adanya keputihan hingga hari
bangkitan parsial tidak spesifik dan diberikan
ke-7 paska pemberian flukonazol, Penderita
terapi diazepam 5mg IV serta disarankan
mendapatkan diagnosis kerja berupa bakterial
untuk melakukan CT Scan dan EEG.
masing-masing selama 1 menit, satu
kemudian
Neurologi,
dikonsultasikan
didiagnosis
ke
sebagai
vaginosis dan diberikan terapi metronidazol
Penderita mengalami perbaikan klinis
2x500 mg/hari PO, selama tujuh hari. Hasil
setelah persalinan dan diperkenankan untuk
pemeriksaan kadar kortisol serum pagi 1,09
pulang pada hari ke-30 perawatan setelah
mg/dL,
mendapatkan
penderita
didiagnosis
sebagai
penurunan
bertahap
dosis
hipokortisol ec. supresi adrenal eksogen. Lesi
deksametason, mulai 15mg/hari hingga 10
kulit baru masih timbul sehingga dosis
mg/hari. Saat penurunan dosis deksametason
deksametason dinaikan menjadi
mulai dilakukan, lesi mulai muncul kembali
2x10mg
(15-0-5 mg)/hari IV.
dan didapatkan hasil pemeriksaan fisik
Gb.2a
Gb.2b
Gambar 2. (2a) Tampak str iae atr ofi dan
(2b) Moon face dan hipertrikosis akibat efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang
89
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Gb.3b
Gb.3a
Gambar 3. (3a) Lesi kulit sebelum pengobatan. Tampak lak e of pus ditunjukkan tanda
panah. (3b) Perbaikan lesi setelah pengobatan, lesi menyembuh dengan makula hiperpigmentasi.
Diskusi
generalis berupa kepala: moonface (+),
hipertrikosis(+), ekstremitas atas dan bawah:
Psoriasis
pustulosa
generalisata
telangiektasi (+), dada: strie atrofi (+).
merupakan varian dari psoriasis pustulosa
Kemudian
dosis
yang dapat terjadi akut,1,2 subakut, ataupun
inisial siklosporin 50 mg, setelah didapatkan
kronis.2 PPG dapat timbul pada semua usia,
hasil pemeriksaan laboratorium darah dan
namun paling sering terjadi pada usia 15-30
urin yang normal. Terapi saat pulang
tahun.1 PPG pada kasus ini terjadi pada
mendapatkan metil prednisolon 64 mg/hari
seorang wanita berusia 21 tahun.
penderita
mendapatkan
PO yang diturunkan bertahap dan siklosporin
Sebagian besar pasien PPG, menderita
kaplet 1x50mg/hari. Hingga pengamatan hari
psoriasis vulgaris sebelum manifestasi klinis
ke 14 rawat jalan, perbaikan klinis tidak
PPG timbul.2 Manifestasi klinis PPG dipicu
optimal, masih ditemukan lesi kulit baru.
oleh
Keluhan moon face dan strie atrofi makin
hipokalsemia
menonjol dikeluhkan pasien.
hipoparatiroidisme, penghentian mendadak
Dosis siklosporin dinaikan menjadi
berbagai
kortikosteroid
faktor
seperti
yang
sistemik,2,4
infeksi,1
disebabkan
kortikosteroid
2x100 mg/hari PO dengan metil prednisolon
topikal poten yang diberikan secara oklusif,
diberikan dengan tappering off, penurunan
penghentian mendadak obat siklosporin1,2 dan
sebesar 10-20 mg metil prednisolon per
iritasi terapi topikal, seperti tar coal dan
minggu. Pengamatan hari ke 25 rawat jalan,
dithranol.1 Pasien sudah mengalami gejala
yaitu
pemberian
PPG berulang sejak 6 tahun yang lalu, diawali
siklosporin dosis 2x100 mg/hari didapatkan
dengan gejala psoriasis vulgaris berupa plak
perbaikan klinis berupa tidak timbulnya lesi
eritema di daerah predileksi yang berulang,
kulit baru dan mengeringnya sebagian lesi.
dan kelainan kulit timbul biasanya karena
Metil
dipicu oleh stres psikis dan infeksi.
satu
minggu
prednisolon
setelah
dihentikan
setelah
penurunan bertahap pada pengamatan hari
ke-101.
90
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Psoriasis pustulosa generalisata juga
melahirkan.1,11,12 Kasus ini bukan IH karena
dapat diinduksi oleh kehamilan.1,2,4 Murase
pasien telah mengalami gejala PPG sejak usia
dkk,
psoriasis
15 tahun, telah berulang sebanyak 4 kali di
mengalami perburukan saat kehamilan dan
luar masa kehamilan, dan terus berlanjut
65% kasus mengalami perburukan saat
setelah masa nifas. Pasien juga memiliki
melaporkan
23%
kasus
9
periode post partum. Pada kedua penelitian
riwayat keluarga yang mendukung PPG yaitu
ini, perburukan terjadi pada usia kehamilan
nenek pasien juga memiliki kelainan kulit
trimester ketiga.9,10 Psoriasis yang timbul
berulang
pada kehamilan juga dapat terjadi pada usia
generalisata.
kehamilan
nifas,
1,2
lebih
1,2,11
awal,
Perubahan
berupa
pustula
dan
imunitas
hormonal
selama kehamilan berperan penting dalam
Pada kasus ini, terjadi pada
mencetuskan psoriasis.13 Kadar sitokin yang
seorang ibu dengan G2P1A0 yang telah
dihasilkan sel Th2 mengalami penurunan
timbul gejala PPG sejak usia kehamilan
progresif selama kehamilan trimester dua dan
12-14 minggu dan berulang pada tiap
tiga, yang akan menyebabkan peningkatan sel
trimester kehamilan hingga kelahiran dan
Th1. Sel Th1 akan memproduksi mediator
masa nifas.
proinflamasi seperti IL2, IFN-γ dan IL 12
1
penggunaan
periode
kronis
kontrasepsi
hormonal.
dan
pada
dan
Psoriasis pustulosa pada kehamilan
yang menyebabkan kerusakan jaringan, antara
didefinisikan oleh beberapa peneliti sebagai
lain pada epidermis dan dermis pasien
impetigo
herpetiformis
(IH),
2,4
psoriasis.14
namun
sebagian peneliti lainnya membedakan kedua
Estrogen
1
selama
kehamilan
juga
diagnosis ini. IH didefinisikan pertama kali
menstimulasi produksi IL-2, IL-10, IFN-γ dan
oleh Von Hebra pada tahun 1872 sebagai
menghambat
produksi
dermatosis pustulosa primer pada wanita
mononuklear
di
hamil,
Progesteron
pada
sedangkan
PPG
pertama
kali
dideskripsikan oleh Von Zumbusch pada
TNF
peredaran
pada
darah
kehamilan
sel
tepi.
bersifat
imunosupresif, yang akan menurunkan respon
4
tahun 1910. Hingga saat ini masih banyak
proliferasi sel T. Selama kehamilan terjadi
perdebatan diantara para peneliti dalam
perubahan rasio estrogen dan progesteron,
mendefinisikan IH dan psoriasis pustulosa
yang akan mempengaruhi keadaan sistem
dalam kehamilan.1
imunitas
selama
hormonal
yang
Pasien dengan diagnosis IH tidak
memiliki
kehamilan,
riwayat
1,12
psoriasis
terdapat
kehamilan.9
terjadi
gangguan proliferasi keratinosit dan memicu
kecenderungan
inflamasi di epidermis dan dermis, namun
mekanisme
pastinya
setiap kehamilan, tidak memiliki faktor
penelitian
lebih
pencetus
lain,
tidak
menyebabkan
sebelum
mengalami gejala psoriasis pustulosa pada
1
Fluktuasi
memiliki
masih
dalam.3
memerlukan
Boyd
dkk
riwayat
menyatakan progesteron berperan langsung
keluarga yang menderita psoriasis dan akan
dalam proliferasi keratinosit.15 Murase dkk
mengalami resolusi
menyatakan adanya perbaikan klinis psoriasis
yang cepat setelah
91
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
selama
kehamilan
yang
disebabkan
manifestasi klinis khas PPG berupa keluhan
peningkatan kadar estrogen. Pada kehamilan
prodormal yaitu demam dan nyeri pada lesi
ini, pasien mengalami rekurensi penyakit
dua
sebanyak 5 kali. Selain karena fluktuasi
generalisata timbul. Pustula dengan dasar
hormonal yang fisiologis terjadi, rekurensi
kulit eritema awalnya timbul di lengan,
pada pasien juga disebabkan faktor lain yaitu
badan dan meluas ke hampir seluruh tubuh,
stres psikis dan adanya infeksi. Kehamilan
namun tidak terdapat pustula pada telapak
saat ini merupakan kehamilan kedua bagi
tangan dan telapak kaki. Lesi pustula
pasien, dengan riwayat abortus sebelumnya
kemudian meluas membentuk lake of pus.
sehingga pasien sangat mengkhawatirkan
Setelah terapi kompres terbuka dilakukan,
kehamilannya.
pada
pustula mengering dalam satu hingga dua
kandidiasis
hari meninggalkan skuama kolaret dan
vaginosis
makula hiperpigmentasi. Lesi baru yang akan
menjadi salah satu pemicu perburukan klinis
timbul selalu didahului dengan makula
PPG pada rawat inap kedua.
eritema disertai gejala demam dan nyeri.
9
genitalia
Selain
interna
vulvovaginalis
dan
itu
infeksi
yaitu
bakterial
hari
sebelum
erupsi
pustulosa
Manifestasi klinis PPG diawali dengan
Kelainan yang timbul pada PPG dapat
demam beberapa hari disertai mialgia dan
juga menyerang kuku seperti pitting nail, oil
mual10 sebelum erupsi kulit timbul, kemudian
drop dan salmon patches, hiperkeratosis
diikuti timbulnya secara mendadak erupsi
subungual,
pustula steril generalisata berukuran 2-3 cm.
4
onikolisis
1
haemmorhages.
dan
splinter
Pitting nail dilaporkan
Dasar pustula berupa makula eritema yang
sebagai kelainan kuku terbanyak yang terjadi
kemudian menyatu, menandakan bertambah
pada psoriasis.16 Kelainan ini menandakan
beratnya penyakit.1 Lesi dapat menyebar
adanya keratinisasi abnormal pada kuku,
terutama di badan, ekstremitas bagian fleksor
dimulai dengan adanya fokus-fokus sel
dan dapat juga menyerang telapak tangan,
parakeratosis di matriks kuku yang kemudian
telapak kaki, serta genitalia.2
menjalar ke lempeng kuku seiring dengan
Pustula yang timbul dapat menyatu dan
pertumbuhan kuku. Saat mencapai lempeng
membentuk kumpulan pus yang disebut lake
kuku superfisial, fokus sel parakeratotik akan
of pus, kemudian akan mulai mengering
mengalami
dalam beberapa hari meninggalkan skuama
sehingga menunjukan gambaran lekukan
kolaret
makula
dangkal pada lempeng kuku.17 Pada pasien
hiperpigmentasi.1 Pustula baru dapat timbul
ini hanya ditemukan pitting nail sebagai
saat makula eritema muncul dan didahului
kelainan kuku, yang telah ada sejak keluhan
gejala
awal PPG timbul. Mukosa bukal dan lidah
atau
krusta
prodormal
berupa
dan
demam
yang
deskuamasi
dan
terlepas,
menonjol.2 Gambaran klinis ini menimbulkan
dapat
pola gejala yang khas pada PPG
berupa
geographic tongue dan fissure tongue yang
demam dan erupsi pustula yang muncul
menetap.2 Pada pasien ini tidak pernah
bergantian.1
ditemukan
Pada pasien ini didapatkan
92
mengalami
adanya
kelainan,
keterlibatan
berupa
mukosa
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
dan lidah.
radang PMN. Gambaran ini sangat khas
Pemeriksaan laboratorium PPG pada
kehamilan
biasanya
leukositosis
akan
dengan
sesuai gambaran histopatologi PPG.
ditemukan
neutrofilia
Diagnosis
banding
PPG
adalah
dan
subcorneal pustular dermatosis (SCPD),
limfopenia, peningkatan laju endap darah,
merupakan suatu kelainan kulit yang berulang
anemia
dan kronis ditandai dengan adanya lesi
defisiensi
zat
besi
serta
hipoalbuminemia. Kelainan lain yang dapat
pustula
ditemukan
berupa
dasar kulit eritema. SCPD banyak terjadi pada
hipokalsemia
dan
hipoparatiroid,
kecil, kendur dan diskret dengan
kadar
usia tua.18 Lesi kulit terutama mengenai
vitamin D.1 Pada kasus ini didapatkan
batang tubuh dan meluas ke hampir seluruh
leukositosis dan hipoalbuminemia ringan
tubuh. Telapak tangan dan telapak kaki dapat
serta anemia. Pustula pada PPG bersifat
terkena. Lesi dapat berbentuk anular, sirsinar
steril, namun jika ditemukan bakteri maka
atau bizzare. Lesi pustula akan pecah dalam
diperkirakan adanya infeksi sekunder. Hasil
beberapa
pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan
meninggalkan skuama, krusta dan makula
Gram dari pus di lengan atas kanan pasien
hiperpigmentasi.
tidak didapatkan adanya bakteri, sehingga
kelainan laboratorium rutin jarang ditemukan
tidak
pada
ada
penurunan
infeksi
sekunder
dan
tidak
membutuhkan terapi antibiotik.
Gambaran
didapatkan
lalu
mengering
Gejala
SCPD.1,18
dan
prodormal
Gambaran
dan
histopatologi
SCPD akan ditemukan pustula subkorneum
histopatologis
adanya
hari
akantolisis
PPG
yang terisi leukosit PMN, dengan sedikit
pada
esinofil
dan
jarang
ditemukan
adanya
epidermis. Neutrofil kemudian berkumpul di
akantolisis. Infiltrat neutrofil dan eosinofil
stratum korneum hingga bagian atas stratum
terdapat
spinosum. Neutrofil yang berkumpul dalam
SCPD tidak ditemukan pada pasien ini,
rongga
mengalami
sehingga diagnosis SCPD dapat disingkirkan.
akantolisis, disebut spongioform pustule of
Terapi pilihan pertama pada PPG dalam
epidermis
yang
18
Kogoj dan abses Monroe.
Selain itu, dapat
didalam
kehamilan
dermis.19 Karakteristik
meliputi
siklosporin,
ditemukan parakeratosis, pemanjangan rete
kortikosteroid sistemik dan terapi topikal.
ridges serta infiltrat limfosit dan neutrofil
Terapi topikal dapat berupa kortikosteroid
pada
dermis.1,2
Hasil
topikal
pemeriksaan
dan
kalsipotrien
histopatologis pasien didapatkan gambaran
Kortikosteroid
psoriasiform ringan pada epidermis, adanya
vasokontriksi dan antiiflamasi lokal serta
eksositosis sel radang PMN pada epidermis
mengurangi proliferasi epidermis, sehingga
mulai dari lapisan spinosum membentuk
dapat diberikan untuk mengurangi eritema,
spongioform pustule of Kogoj sampai lapisan
skuama dan rasa gatal pada kasus PPG ringan
korneum membentuk mikroabses Monroe,
dan sedang.1,20 Hidrokortison 1-2,5% dapat
pada
diberikan
papila
dermis
tampak
pelebaran
topikal
sebagai
berperan
topikal.13
kortikosteroid
sebagai
potensi
rendah yang merupakan pilihan kortikosteroid
pembuluh darah disertai sebukan masif sel
93
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
topikal yang aman untuk pemakaian jangka
panjang.
20
masih menjadi perdebatan mengingat banyak
Pasien diberikan hidrokortison
faktor perancu seperti adanya obat lain yang
2,5% sebagai terapi topikal, terutama pada
dikonsumsi, penyakit komorbid yang diderita
lesi di wajah.
hingga
paparan
lingkungan
dan
faktor
Kortikosteroid sistemik dapat langsung
genetik.21 Kejadian malformasi orofacial tidak
diberikan pada kasus PPG berat dalam
terbukti disebabkan pemberian kortikosteroid
kehamilan.
13
Umumnya dibutuhkan dosis
di trimester kedua dan ketiga. Risiko orofacial
sebesar 15-30 mg/hari, namun terkadang
cleft meningkat dari 1 per 1000 kehamilan
dibutuhkan hingga 60-80 mg/hari. Dosis
menjadi 3 dari 1000 kehamilan dari ibu yang
dapat diturunkan perlahan untuk mencegah
mendapatkan terapi kortikosteroid sistemik
1
eksaserbasi. Pada pasien awalnya diberikan
selama kehamilan.6 Penelitian retrospektif
dosis deksametason 10 mg/hari yang setara
telah membuktikan adanya hubungan antara
dengan prednison 1 mg/kgbb (73 mg). Dosis
penggunaan kostkosteroid sistemik selama
deksametason kemudian dinaikan menjadi
kehamilan dengan kejadian berat badan lahir
20mg/hari,
didapatkan
rendah, low gestational age dan prematur.22
perbaikan klinis. Peningkatan dosis tetap
Dampak berupa berkurangnya berat badan,
tidak memberikan hasil optimal, sehingga
panjang badan dan lingkar kepala pada bayi-
diduga adanya refrakter terhadap pengobatan
bayi
kortikosteroid sistemik. Siklosporin mulai
kortikosteroid juga pernah dilaporkan.23,24
diberikan untuk mengurangi efek samping
Pada kasus ini, pasien melahirkan anak
kortikosteroid pada pasien ini sebagai sparing
perempuan cukup bulan dengan berat badan
theraphy, dengan dosis 0,8 mg/kgbb/hari.
2005 gram, yang termasuk dalam berat badan
Dosis
mulai
lahir rendah disertai gangguan pertumbuhan
diturunkan bertahap, namun hingga satu
janin saat kehamilan. Diduga dampak ini
minggu terapi belum didapatkan perbaikan
merupakan efek samping dari pemberian
klinis.
kortikosteroid sistemik jangka panjang yang
setelah
kortikosteroid
tidak
sistemik
Kortikosteroid disetujui oleh Food and
prematur
diterima
dari
pasien
kehamilan
sejak
usia
terpapar
kehamilan
Drug Administration (FDA) termasuk dalam
memasuki trimester kedua hingga persalinan.
obat kategori C bagi ibu hamil dan menyusui.
Tidak
Obat jenis ini telah dibuktikan tidak terdapat
pasien.
efek samping penggunaannya pada penelitian
hewan, namun
ditemukan
Penggunaan
malformasi
pada
kortikosteroid
bayi
sistemik
belum terbukti terhadap
lebih dari 3-4 minggu akan meningkatkan
Dampak kortikosteroid sistemik
risiko timbulnya efek samping lokal. Efek
pada janin hingga saat ini masih dalam
yang timbul dapat berupa atrofi, purpura, strie,
perdebatan. Beberapa penelitian menyatakan
hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan erupsi
adanya hubungan pemberian kortikosteroid
akneiformis.25
sistemik selama kehamilan trimester pertama
hipertrofi pada lengan, paha, dan perut. Selain
dengan kejadian bibir sumbing.21,22 Hal ini
efek
manusia.
13
94
pemberian
Pasien
mengalami
kortikosteroid,
strie
pengaruh
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
hormonal pada kehamilan turut berperan
<10 mg/dl.20 Kadar kortisol fisiologis adalah
menimbulkan strie gravidarum. Selain itu,
5-30
mg/dL,
dapat
meningkat
25
hingga
pada payudara pasien juga terdapat strie
60 mg/dl jika ada stres fisik.
atrofi
ditemukan kadar kortisol serum pagi sebesar
yang
merupakan
efek
samping
pemberian kortikosteroid.
1,09 mg/dl. Hal ini mengindikasikan adanya
Efek samping lain dari pemberian
kortikosteroid
Pada kasus ini
sistemik
dapat
insufisiensi adrenal karena kortikosteroid
berupa
eksogen. Pasien belum menunjukan tanda-
gangguan metabolik seperti meningkatnya
tanda klinis krisis adrenal seperti atralgia dan
nafsu makan, hiperglikemia, peningkatan
mialgia, gangguan mood, sakit kepala, lemah
lipolisis berupa dislipidemia dan gangguan
dan letargi ataupun tanda-tanda krisis berat
menstruasi.
seperti
Efek mineralokortikoid dapat
anoreksia,
mual
timbul berupa hipertensi, gagal jantung
hipotensi
kongestif, hipokalemia, peningkatan berat
kehilangan sejumlah besar sodium.
badan dengan manifestasi moon face dan
buffalo
hump.
Osteoporosis
postural,
dan
Faktor
dan
muntah,
hipokalemia
risiko
seperti
dan
hipertensi,
dislipidemia, ulkus peptikum dan infeksi
hipokalsemia merupakan gangguan tulang
sistemik
yang dapat terjadi. Ulkus peptikum, katarak,
memulai terapi karena dapat meningkatkan
psikosis, neuropati perifer dan timbulnya
risiko
infeksi oportunistik juga merupakan efek
anamnesis,
25
perlu
diidentifikasi
terjadinya
efek
sebelum
samping.20 Hasil
pemeriksaan
fisik
dan
Gejala
laboratorium penunjang menunjukan bahwa
moonface ditemukan pada pasien pada hari
pasien tidak memiliki faktor-faktor risiko
ke-27
tersebut.
samping
yang
rawat
tersebut
sering
inap
timbul.
kedua.Efek
didapatkan
samping
setelah
pasien
Dosis prednison 30-40 mg/hari dapat
mendapatkan terapi kortikosteroid lebih dari
efektif untuk terapi PPG jika dikombinasikan
tiga bulan.
dengan siklosporin A (CsA) yang dimulai
pada
dengan dosis rendah.13 Siklosporin digunakan
pemberian kortikosteroid sistemik jangka
pada kasus refrakter terhadap kortikosteroid
panjang, antara lain insufisiensi kelenjar
dosis tinggi.26 Dosis CsA 2-4 mg/kgbb/hari
sekunder.20,25
sebagai monoterapi yang diberikan selama
Penggunaan kortikosteroid sistemik lebih
masa laktasi masih aman pada dosis tertentu.
dari tiga minggu dengan dosis diatas kadar
CsA akan ditemukan pada ASI dengan kadar
fisiologis menyebabkan supresi aksis HPA.
yang beragam. Kadar aman yang diterima
Kortikosteroid long-acting, pemberian dosis
bayi tidak lebih dari 0,1mg/kgbb/hari.27 Perlu
terbagi dan pemberian dosis selain pagi hari
pemantauan kadar ureum dan kretinin bayi.
akan lebih meningkatkan resiko terjadinya
Pemakaian
Efek
adrenal
samping dapat
tipe
supresi aksis HPA.
eksogen
25
timbul
serum
pukul
delapan
panjang
disarankan pada ibu menyusui.
Deteksi adanya supresi
Mekanisme
HPA aksis diketahui dengan adanya kadar
kortisol
jangka
pagi
CsA
CsA
tidak
28
belum
diketahui
dengan pasti, namun pada penyakit PPG
95
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
diduga efektif karena efeknya terhadap sel T.
75%
CsA pertama kali ditemukan oleh Borel dari
perbaikan
pengobatan.
®
26
setelah
8-16
minggu
Pasien ini mendapatkan kapsul
laboratorium Sandoz di Basel, Switzerland
Neoral
pada tahun 1970. Siklosporin merupakan
rekalsitran terhadap terapi kortikosteroid dosis
imunomodulator yang bekerja menghambat
tinggi. Neoral diberikan dengan kombinasi
kalsineurin.
25
0,8 mg/kgbb/hari setelah terdapat
CsA akan membentuk suatu
metil prednisolon yang diturunkan bertahap
komplek dengan cyclophilin A (CyPA), yang
sebagai tatalaksana insufisiensi adrenal. Dosis
akan berikatan dengan kalsineurin yang
Neoral dinaikan menjadi 2,5 mg/kgBB/hari
protease.20
yaitu 2x100 mg/hari PO setelah satu minggu
menurunkan
pemberian dosis awal tidak ada perbaikan
merupakan
Inhibisi
serine/threonine
kalsineurin
akan
aktivitas faktor transkripsi nuclear factor of
klinis.
activated T cells (NFAT-1) yang berfungsi
Beberapa efek samping dapat terjadi
mengatur transkripsi gen sitokin terutama
pada pemberian CsA seperti disfungsi renal,
IL-2. IL-2 bertugas untuk mengaktivasi dan
hipertensi, sakit kepala, tremor, parestesia,
memproliferasi sel T-helper (CD4) dan sel T
hipestesia,
sitotoksik (CD8). Saat kadar IL-2 menurun
gastrointestinal
maka jumlah CD4 dan CD8 pun berkurang di
ketidaknyamanan perut dan diare. Kelainan
epidermis. Siklosporin juga memiliki efek
laboratorium yang dapat muncul antara lain
langsung pada antigen presenting cells (sel
hiperkalemia, hiperurisemia, hipomagnesemia
langerhan), sel mast dan keratinosit. Selain
dan hiperlipidemia. Gejala efek samping akan
itu CsA menghambat produksi IFN γ dan
timbul setelah pemakaian dua bulan dan akan
menurunkan produksi intercellular adhesion
hilang setelah penghentian obat. Setelah
molecule 1 (ICAM 1) sehingga bersifat
pemakaian CsA selama 1 bulan, pasien tidak
25
menunjukan gejala efek samping ataupun
sebagai antiinflamasi.
mialgia,
letargi,
gangguan
seperti
mual,
kelainan pada hasil laboratorium.
Pada kasus psoriasis sedang hingga
Psoriasis
berat, CsA menjadi pilihan terapi pertama
pustulosa
generalisata
jika sudah tidak bisa mentoleransi, memiliki
merupakan penyakit kulit yang berat yang
kontraindikasi, dan gagal terhadap terapi
melibatkan
sistemik lain. CsA sangat efektif diberikan
komplikasi yang mengancam jiwa seperti
pada
superinfeksi bakteri, sepsis, hipokalsemia dan
kasus
psoriatik
eritroderma
dan
gejala
sistemik,
memiliki
psoriasis pustula generalisata.26 Idealnya,
dehidrasi.1
CsA diberikan 3-6 bulan hingga paling lama
menjadi ancaman besar bagi keselamatan ibu
12 bulan. Siklosporin tersedia dalam bentuk
dan janin. Ancaman terhadap janin dapat
original formula (Sandimun®) atau formula
terjadi IUGR, berat badan lahir rendah, dan
mikroemulsi
(Neoral®).
Hasil
pada
kehamilan
dapat
persalinan prematur. Sedangkan bagi ibu
penelitian
®
PPG
pada
dapat mengalami preeklampsia, eklamsia,
pasien psoriasis, didapatkan 51% dan 79%
gagal ginjal atau gagal jantung. Komplikasi
pasien dengan dosis titrasi memberikan hasil
pada janin yang terjadi pada kasus ini berupa
dengan pemberian kapsul Neoral
96
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
IUGR
dan
Komplikasi
berat
pada
badan
ibu
lahir
tidak
rendah.
6.
ditemukan,
sehingga prognosis quo ad vitam adalah ad
bonam. Prognosis qua ad functionam adalah
dubia ad malam karena sudah terdapat
7.
fungsi kulit yang terganggu seperti strie
atrofi. PPG dapat timbul kembali jika
didapatkan
faktor
pemicu,
8.
sehingga
prognosis quo ad sanationam adalah dubia ad
malam.
9.
Simpulan
Perubahan hormonal pada kehamilan dapat
mencetuskan psoriasis pustulosa generalisata
10.
(PPG) dan siklosporin efektif serta aman
sebagai terapi utama pada PPG dalam
11.
kehamilan, terutama pada kasus rekalsitran
terhadap kortikosteroid.
12.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
Gudjonsson, J.E., Elder, J.T. 2012.
Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller SA,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill; h.197-31
Griffiths, C.E., Barker, J.N. 2010.
Psoriasis. Dalam: Burns T, Breathnach
S, Cox N, Griffiths C, penyunting.
Rook’s textbook of dermatology. Edisi
ke-8. New York: Blackwell; h.20.1-60
Ruiz, V., Manubens, E., Puig, L. 2014.
Psoriasis in pregnancy:a review. Actas
Dermosifiliogr;105(8):734-43.
Kerkhof, P.C.M., Schalkwijk, J. 2008.
Psoriasis. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo
JL,
Rapini
RP,
penyunting.
Dermatology.
Edisi
ke-2.
Edinburg:Mosby, h. 9.1-9.
Ceovic, R., Lipozencic, J., Pasic, A.,
Kostavic, K. 2009. Psoriasis in
pregnancy: a review of most important
literature data. Acta Dermato C; 17
(3):193-97
13.
14.
15.
16.
17.
97
Bae, C.Y., Voorhees, A.S., Hsu, S.,
Korman, N.J., et al. 2011. Review of
treatment options for psoriasis in
pregnant or lactating women: from the
medical board of national psoriasis
foundation. J Am Acad Dermatol; 67:459
-77
Yan, F.B. 2008. Impetigo herpetiformis: a
case report and review of literature. Egypt
Derm Onl; 4(1): 1-5
Lim, K.S., Tang, M.B.Y., Ng, P.P.L.
2005. Impetigo herpetiformis-a rare
dermatosis of pregnancy associated with
prenatal complications. Ann Acad Med
Singapore;34:565-8
Murase, J., Chan, K.K., Garite, T.J.,
Cooper, D.M., Weinstein, G.D. 2005.
Hormonal effect on psoriasis in
pregnancy and post partum. Arch
Dermatol; 141:601-6.
Raychaudhuri, S.K., Maverakis, E.,
Raychauduri, S.P. 2014. Diagnosis and
classification of psoriasis. Autoimmun
reviews; 13:490-5.
Heyman, W.R. 2005. Dermatoses of
pregnancy update. J Am Acad Dermatol;
34:565-8.
Henson, T.H., Tull, M., Bushore, D.,
Talanin, N.Y. 2000. Recurrent pustular
rash in a pregnant woman. Arch
Dermatol; 136:1055-60
Robinson, A., Voorhees, A.S., Hsu, S., et
al. 2012. Treatment of pustular psoriasis:
from the medical board of the national
psoriasis foundation. J Am Acad
Dermatol;67:279-88.
Bandoli, G., Johnson, D.L., Jones, K.L.,
Lopez, J., Salas, E., Mirrasoul, N., et al.
2010. Potentially modifiable risk factors
for adverse pregnancy outcomes in
women with psoriasis. Br J Dermatol;
163:334-9.
Boyd, A., Morris, L. 1996. Philips Ch,
Menter A. Psoriasis and pregnancy:
Hormone and immune system interaction.
Int J Dermatol; 35:169-72
Kurtovic, N., Halilovic, E.K. 2013.
Prevalence of nail abnormality in patients
with psoriasis. Our Dermatol Online; 4
(3):272-274
Jiaravuthisan, M.M., Sasseville, D.,
Vender, R.B., Murphy, F., Muhn, C.Y.
2007. Psoriasis of the nail: anatomy,
pathology, clinical presentation, and a
review of the literature on therapy. J Am
Acad Dermatol; 57:1-27.
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
18. Trautinger, F., & Honigsmann, H. 2012.
Subcorneal
pustular
dermatosis
(Sneddon-Wilkinson disease). Dalam:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill; h.562-5.
19. Mobini, N., Tussaint, S., Kamino, H.
2005. Noninfectious erythematous,
papular, and squamous disease. Dalam:
Elder DE, Johnson B, Elentsas R,
penyunting. Lever’s histopathology of
the skin. Edisi ke-9. Philadelphia:
Lippincott
Williams&Wilkins,h.180214.
20. Callen, J.P. 2012. Immunosuppresive
and immunomodulatory drugs. Dalam:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill
21. Pradat, P., Robert-Gnasia, E., Di Tanna,
G.L., Rosano, A., Lisi, A. 2003. First
trimester exposure to corticosteroids and
oral clefts. Birth Defect Res A Clin Mol
teratol; 67:968-70.
22. Wapner, R.J., Sorokin, Y., Mele, L.,
Johnson, F., Dudley, D.J., Spong, C.Y.,
et al. 2007. Long term outcomes after
repeat doses of antenatal corticosteroids.
N Engl J Med; 357:1190-8.
23. O’Shea, T.M., & Doyle, L.W. 2001.
Perinatal glucocorticoid therapy and.
neurodevelopmental
outcome:
an
epidemiologic
perspective.
Semin
Neonatol; 6:293-307
24. Rodrı´guez-Pinilla, E., Prieto-Merino, D.,
Dequino, G., Mejı´as, C., Ferna´ndez, P.,
Martı´nez-Frı´as, M.L. 2006. Grupo del
ECEMC.
Antenatal
exposure
to
corticosteroids for fetal lung maturation
and its repercussion on weight, length
and head circumference in the newborn
infant. Med Clin (Barc); 127:361-7.
25. Wolverton, S.W. 2013. Systemic
Corticosteroids. Dalam: Wolverton SW,
penyunting.
Comprehensive
dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3.
Edinburg:Elseviers Inc, h.143-68
26. Bhutani, T., Lee, C.S., Koo, J.Y.M. 2013.
Cyclosporine. Dalam:Wolverton SW,
penyunting.
Comprehensive
dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3.
Edinburg:Elseviers, h.199-211.
27. Nyberg, G., Haljamae, U., FrisenetteFich, C., Wennegren, M., Kjellmer, I.
1998. Breast feeding during treatment
with
cyclosporine.
Transplantation;
65:253-5
28. Moretti, M.E., Sgro, M., Johnson, D.W.,
Sauve, R.S., Woolgar, M.J., Taddio, A.,
et al. 2003. Cyclosporine excretion into
breast milk. Transplantation, 75:2144-6
98
Download