Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Laporan Kasus: Psoriasis Pustulosa Generalisata dengan Kejadian Berulang pada Kehamilan Hingga Masa Nifas yang Diterapi dengan Siklosporin 1,2 Nia Ayu Saraswati1, Eva Krishna Sutedja2 Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Submitted: January 2017 |Accepted: February 2017 |Published: March 2017 Abstrak Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) adalah salah satu varian psoriasis pustulosa akut. PPG dapat dipicu berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan. Penyakit ini pada kehamilan dapat menyebabkan komplikasi maternal dan mengancam keselamatan janin. Penanganan kasus PPG pada kehamilan memerlukan pemilihan terapi efektif yang juga aman bagi janin dan bayi saat fase menyusui, salah satunya adalah siklosporin. Dilaporkan sebuah kasus PPG yang diinduksi kehamilan pada kehamilan kedua seorang wanita berusia 21 tahun yang telah mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang dan mengalami hipokortisol. Manifestasi klinis timbul sejak usia kehamilan memasuki trimester kedua dan berlanjut setelah melahirkan hingga masa nifas berakhir. Pasien memiliki riwayat PPG berulang sejak enam tahun yang lalu. Siklosporin diberikan pada masa postpartum dengan dosis awal 0,8 mg/kgBB/hari setelah mengalami rekalsitran terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dosis tinggi saat kehamilan. Perbaikan klinis terjadi setelah pemberian siklosporin dengan dosis 2,5 mg/kgBB/hari selama satu minggu. Pemberian kortikosteroid tetap diberikan dengan penurunan dosis secara bertahap dan dihentikan pada pengamatan hari ke-101. Perubahan hormonal dan imunitas selama kehamilan berperan penting dalam mencetuskan PPG. Selama kehamilan terjadi perubahan rasio estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi keadaan sistem imunitas selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik menjadi pilihan terapi utama pada kasus PPG berat dalam kehamilan, namun siklosporin dapat digunakan pada kasus refrakter terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Pada pasien ini PPG mengalami perbaikan setelah pemberian siklosporin 2,5 mg/kgBB/hari dan kortikosteroid sistemik tetap diberikan karena adanya kondisi hipokortisol. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapar memberikan efek samping berupa moon face, hipertrikosis, atrofi kulit, dan osteoporosis. Selain itu gangguan maternal dapat terjadi, bayi pada kasus ini lahir dengan berat badan lahir rendah karena penggunaan kortikosteroid selama kehamilan. Kata Kunci: Psoriasis pustulosa generalisata, rekurensi, kehamilan Abstract Generalized pustular psoriasis (GPP) is a distinctive acute variant of psoriasis. GPP is characterized by fever as prodormal manifestation that lasts several days and a sudden generalized eruption of sterile pustules. One of the provocating factor is hormonal alteration during pregnancy. A 21 years old woman came with generalized pustular psoriasis manifestation and hypocortisol condition. The clinical manifestations arised in first trimester and recurred during second and third trimester of pregnancy which persisted after delivery and puerperium period. The patient had 3 times recurrent GPP history when she was not pregnant in the last six years. Cyclosporine was administered 0,8 mg/kgbw/day after recalcitrant treatment of high dose systemic corticosteroid but clinical resolution appeared after one weeks administration of 2,5mg/kgbw/day cyclosporine. Systemic corticosteroid was continued with gradual dose reduction until 101st day follow up. Alteration of estrogen and progesterone ratio affect to immunological condition during pregnancy and puerperium trigering GPP. Systemic corticosteroid is the major treatment for this condition, but when the recalcitrant cases to high dose corticosteroid happened, cyclosphorine is one of the effective and safe treatment. In this patient, the generalised pustular disappeared after one week administration of 2,5 mg/kgbw/day cyclosporine and systemic corticosteroid was continued due to hypocortisol condition. Long term high dose corticosteroid side effect appeared such as moon face, hypertrichosis, striae atrophy, and osteoporosis. There were no maternal disturbance, but the baby girl born with low birth weight due to systemic corticosteroid exposure during pregnancy. Keywords: Generalized pustular psoriasis, Recurrant, Pregnancy Korespondensi : [email protected] 85 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Pendahuluan PPG sehingga sering tumpang tindih dalam penegakan diagnosisnya.7 PPG dan IH dapat Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) atau dikenal juga dengan Psoriasis Von dibedakan Zumbuch adalah salah satu varian psoriasis diinduksi oleh kehamilan, selalu memiliki pustulosa yang akut dan berat.1 Psoriasis riwayat pustulosa generalisata dapat timbul pada sebelumnya diluar periode kehamilan dan semua usia, sering terjadi pada usia 15-30 biasanya memiliki riwayat keluarga dengan tahun dan jarang terjadi pada usia dibawah penyakit psoriasis.1,2 Hal ini berbeda dengan 10 tahun.2 Manifestasi klinis PPG ditandai IH, yang hanya dipicu oleh adanya perubahan dengan munculnya erupsi pustula steril, hormonal selama kehamilan, postpartum, berukuran distribusi masa post menapause ataupun penggunaan generalisata yang terasa nyeri dan didahului kontrasepsi hormonal. IH tidak timbul diluar dengan demam periode kehamilan dan tidak ditemukan tinggi.1,2 Pada awalnya kelainan kulit berupa riwayat keluarga dengan penyakit psoriasis.1,8 makula eritema dengan sejumlah pustula PPG yang diinduksi oleh kehamilan 2-3 gejala mm, dengan sistemik berupa dari anamnesis. penyakit psoriasis pustulosa biasanya pus. Erupsi timbul terutama pada badan, kehamilan, namun dapat juga terjadi pada ekstremitas, bantalan kuku, telapak tangan, usia kehamilan lebih awal. Gambaran klinis dan telapak kaki.1 Diagnosis PPG dapat berupa gejala sistemik dan lesi yang timbul ditegakkan dengan sesuai klinis yang histopatologi.3 khas dan pemeriksaan PPG dapat menyebabkan dengan Penyakit ini pada yang yang kemudian menyatu membentuk lake of anamnesis, gambaran terjadi PPG trimester klinis PPG.1 kehamilan dapat gambaran pada ketiga menyebabkan abortus spontan, lahir mati dan komplikasi yang mengancam jiwa seperti kelahiran prematur, pada keadaan hipokalsemia, superinfeksi perhatian dalam bakteri, sepsis, dan dehidrasi.1 pencegahan sehingga prioritas pengelolaannya komplikasi maternal adalah dan pemantauan keselamatan janin.1,8 Etiologinya hingga saat ini belum Berdasarkan diketahui dengan pasti, namun dikaitkan data rawat inap dengan predisposisi genetik.1,4 PPG diduga Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan dipicu oleh infeksi, stres psikis, iritasi Kelamin (IKKK), Rumah Sakit dr. Hasan pengobatan Sadikin (RSHS) Bandung, selama dua tahun topikal, dan penghentian mendadak terapi kortikosteroid sistemik.1,4-6 terakhir, Selain itu, PPG dapat juga diinduksi oleh Desember 2014 terdapat 4 kasus PPG yang perubahan pada diinduksi kehamilan dan 2 kasus IH. Berikut kehamilan.4 Kasus PPG pada kehamilan telah dilaporkan satu kasus psoriasis pustulosa banyak hormonal, dilaporkan.4 seperti Beberapa pada periode Januari 2013- generalisata pada seorang wanita G2P0A1 kasus berusia 21 tahun. dilaporkan sebagai impetigo herpetiformis (IH).7,8 Gambaran klinis IH serupa dengan 86 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Laporan Kasus didiagnosis dengan psoriasis pustulosa Seorang wanita, 21 tahun, suku Sunda, generalisata berdasarkan hasil biopsi dan Islam, pendidikan terakhir SMA (tamat), ibu mendapatkan terapi metotreksat tablet 3x2,5 rumah tangga, dirawat dua kali di bagian mg hingga 3x5 mg, selang 12 jam/minggu. IKKK RSHS di bulan September 2014 Hasil pemeriksaan fisik didapatkan selama 14 hari dan November 2014 selama tanda vital dan status gizi dalam batas 30 hari. Pasien dirawat dengan keluhan utama normal. Status generalis timbulnya atas dan bawah terdapat Pitting nail (+/+). bercak kemerahan disertai dermatologikus pada ekstremitas beruntus-beruntus berisi cairan keruh yang Status didapatkan lesi telah ada sebelumnya pada lengan atas kanan dengan distribusi generalisata, pada hampir dan kiri meluas ke perut, dada dan hampir seluruh bagian tubuh kecuali kulit kepala seluruh tubuh yang terasa nyeri. berambut, kedua telapak tangan dan telapak Pada perawatan pertama, sejak tujuh kaki, multipel, sebagian konfluens, sebagian hari sebelum masuk rumah sakit pasien bentuk bulat, sebagian tidak teratur, ukuran mengeluhkan kelainan kulit berupa bercak terkecil 0,1x0,1x0,1 cm dan ukuran terbesar kemerahan disertai beruntus-beruntus berisi 6x5x0,2cm, batas tegas, sebagian besar cairan keruh di lengan atas kanan yang menimbul, kering, berupa makula eritema, kemudian menyatu membentuk kumpulan dengan pustula pada permukaannya, skuama beruntus yang luas. Keluhan disertai demam kolaret, krusta pustulosa dan lake of pus (+) dan nyeri pada bagian kulit yang mengalami pada lengan atas kanan kiri. Pada payudara kelainan sejak dua hari sebelum beruntus- dan pinggang tampak lesi multipel, diskret, beruntus muncul. Keluhan tidak disertai rasa bentuk gatal. Saat itu pasien sedang hamil kedua 3x0,2x0,1 dengan usia kehamilan 26-27 minggu. 7x0,2x0,1cm, batas tegas, menimbul, kering, memanjang, cm hingga ukuran terkecil ukuran terbesar berupa strie gravidarum. Pasien merasa cemas kehamilan saat ini Hasil akan mengalami keguguran seperti kehamilan mikroskopis pustula rambut diakui. Riwayat adanya keluhan pewarnaan Gram ditemukan banyak sel bercak tebal menimbul, berlapis dengan dasar polimorfonuklear kulit kemerahan disertai sisik seperti mika ditemukan bakteri Gram negatif maupun yang hilang timbul di daerah siku, lutut, Gram lengan ataupun bokong pernah dialami saat didapatkan berusia 15 tahun. Riwayat keluarga dengan banyak, bakteri (+), kristal (+). Pemeriksaan keluhan histopatologis beruntus-beruntus berisi lengan positif. kanan atas dari pertamanya. Riwayat sering berketombe pada berupa di langsung (PMN) Hasil leukosit dan urinalisis banyak, didapatkan sel dengan tidak rutin epitel gambaran cairan keruh di seluruh tubuh seperti yang psoriasiform ringan pada epidermis, adanya dikeluhkan pasien diakui, yaitu nenek pasien. eksositosis sel radang PMN pada epidermis Sejak enam tahun terakhir pasien sudah tujuh mulai dari lapisan spinosum sampai lapisan kali di rawat inap dengan keluhan yang sama, korneum membentuk mikroabses Kogoj dan 87 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Gambar 1. Tampak r eaksi psor iasifor mis r ingan epider mis, ekositosis sel r adang PMN pada epidermis mulai dari stratum spinosum membentuk spongiosiformis pustule of kogoj sampai lapisan stratum korneum membentuk mikroabses Monroe Monroe, pada papila tampak klinis didapatkan berupa mulai mengeringnya pelebaran pembuluh darah disertai sebukan lesi lama dan tidak timbul lesi baru, setelah masif sel radang PMN, sehingga disimpulkan hari ke-3 pemberian deksametason. Penderita sebagai diperkenankan PPG. dermis Hasil pemeriksaan pulang pada hari ke-13 histopatologis dapat dilihat pada Gambar 1. perawatan, dengan pengobatan rawat jalan Diagnosis kerja pada pasien ini adalah berupa metil prednisolon 32 mg/hari PO psoriasis untuk tiga hari pertama, selanjutnya dosis pustulosa generalisata pada G2P0A1 26-28 minggu. diturunkan menjadi 16 mg/hari PO dan Pasien mendapatkan terapi topikal diberikan juga sulfat ferrosus tablet 300mg berupa kompres terbuka dengan larutan NaCl satu tablet/hari PO, kalsium laktat tablet 0,9% 2x sehari pada lesi pustula dan krim 500mg satu tablet/hari PO. Penderita kontrol ke RSHS setiap satu hidrokortison 2,5% 2x/hari pada wajah. Penderita Kedokteran pencetus, dikonsulkan Ilmu minggu sekali. Mulai hari ke-7 rawat jalan Jiwa untuk mencari faktor dosis metil prednisolon diturunkan menjadi didapatkan ke bagian adanya gangguan 12mg/hari PO, namun pada hari ke-19 rawat penyesuaian, mendapatkan terapi amitriptilin jalan 1x12,5mg/hari per oral (PO). kembali, awalnya di lengan dan kemudian Pengobatan yang diberikan keluhan beruntus-beruntus muncul meluas hampir ke seluruh tubuh, sehingga deksametason dengan dosis 10 mg/hari IV pasien kembali dirawat inap. (5mg-0-5mg) disertai pemberian ranitidin Pada rawat inap ke-2, penderita juga 2x50mg/hari IV (50mg-0-50mg). Perbaikan mengeluhkan adanya keputihan yang banyak, 88 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 terasa gatal, berwarna putih seperti susu Pada hari ke-20 perawatan penderita pecah dan tidak berbau menyengat yang mengalami dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Penderita dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio didiagnosis kerja sebagai psoriasis pustulosa caesaria keesokan harinya atas indikasi gawat generalisata + kandidiasis vulvovaginalis + janin. Penderita melahirkan bayi perempuan, G2P0A1 gravida 34-35 minggu. Penderita berat badan lahir 2005 gram, skor apgar 1 mendapatkan terapi topikal berupa kompres menit= 5, skor apgar 5 menit= 9. Penderita terbuka dengan Nacl 0,9% 2x/hari untuk lesi sempat mengalami kejang tonik klonik dua ® ketuban pecah dini, dan pustula, krim Decubal 2x/hari untuk kulit kali yang kering dan terapi sistemik berupa jam setelah operasi di ruangan pemulihan dan deksametason 10 mg/hari IV (10-0-0 mg), 5 jam setelah operasi di bangsal rawat inap. ranitidin 2x50 mg IV serta flukonazol 150 mg Penderita tab PO (single dose). Penderita masih bagian mengeluhkan adanya keputihan hingga hari bangkitan parsial tidak spesifik dan diberikan ke-7 paska pemberian flukonazol, Penderita terapi diazepam 5mg IV serta disarankan mendapatkan diagnosis kerja berupa bakterial untuk melakukan CT Scan dan EEG. masing-masing selama 1 menit, satu kemudian Neurologi, dikonsultasikan didiagnosis ke sebagai vaginosis dan diberikan terapi metronidazol Penderita mengalami perbaikan klinis 2x500 mg/hari PO, selama tujuh hari. Hasil setelah persalinan dan diperkenankan untuk pemeriksaan kadar kortisol serum pagi 1,09 pulang pada hari ke-30 perawatan setelah mg/dL, mendapatkan penderita didiagnosis sebagai penurunan bertahap dosis hipokortisol ec. supresi adrenal eksogen. Lesi deksametason, mulai 15mg/hari hingga 10 kulit baru masih timbul sehingga dosis mg/hari. Saat penurunan dosis deksametason deksametason dinaikan menjadi mulai dilakukan, lesi mulai muncul kembali 2x10mg (15-0-5 mg)/hari IV. dan didapatkan hasil pemeriksaan fisik Gb.2a Gb.2b Gambar 2. (2a) Tampak str iae atr ofi dan (2b) Moon face dan hipertrikosis akibat efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang 89 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Gb.3b Gb.3a Gambar 3. (3a) Lesi kulit sebelum pengobatan. Tampak lak e of pus ditunjukkan tanda panah. (3b) Perbaikan lesi setelah pengobatan, lesi menyembuh dengan makula hiperpigmentasi. Diskusi generalis berupa kepala: moonface (+), hipertrikosis(+), ekstremitas atas dan bawah: Psoriasis pustulosa generalisata telangiektasi (+), dada: strie atrofi (+). merupakan varian dari psoriasis pustulosa Kemudian dosis yang dapat terjadi akut,1,2 subakut, ataupun inisial siklosporin 50 mg, setelah didapatkan kronis.2 PPG dapat timbul pada semua usia, hasil pemeriksaan laboratorium darah dan namun paling sering terjadi pada usia 15-30 urin yang normal. Terapi saat pulang tahun.1 PPG pada kasus ini terjadi pada mendapatkan metil prednisolon 64 mg/hari seorang wanita berusia 21 tahun. penderita mendapatkan PO yang diturunkan bertahap dan siklosporin Sebagian besar pasien PPG, menderita kaplet 1x50mg/hari. Hingga pengamatan hari psoriasis vulgaris sebelum manifestasi klinis ke 14 rawat jalan, perbaikan klinis tidak PPG timbul.2 Manifestasi klinis PPG dipicu optimal, masih ditemukan lesi kulit baru. oleh Keluhan moon face dan strie atrofi makin hipokalsemia menonjol dikeluhkan pasien. hipoparatiroidisme, penghentian mendadak Dosis siklosporin dinaikan menjadi berbagai kortikosteroid faktor seperti yang sistemik,2,4 infeksi,1 disebabkan kortikosteroid 2x100 mg/hari PO dengan metil prednisolon topikal poten yang diberikan secara oklusif, diberikan dengan tappering off, penurunan penghentian mendadak obat siklosporin1,2 dan sebesar 10-20 mg metil prednisolon per iritasi terapi topikal, seperti tar coal dan minggu. Pengamatan hari ke 25 rawat jalan, dithranol.1 Pasien sudah mengalami gejala yaitu pemberian PPG berulang sejak 6 tahun yang lalu, diawali siklosporin dosis 2x100 mg/hari didapatkan dengan gejala psoriasis vulgaris berupa plak perbaikan klinis berupa tidak timbulnya lesi eritema di daerah predileksi yang berulang, kulit baru dan mengeringnya sebagian lesi. dan kelainan kulit timbul biasanya karena Metil dipicu oleh stres psikis dan infeksi. satu minggu prednisolon setelah dihentikan setelah penurunan bertahap pada pengamatan hari ke-101. 90 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 Psoriasis pustulosa generalisata juga melahirkan.1,11,12 Kasus ini bukan IH karena dapat diinduksi oleh kehamilan.1,2,4 Murase pasien telah mengalami gejala PPG sejak usia dkk, psoriasis 15 tahun, telah berulang sebanyak 4 kali di mengalami perburukan saat kehamilan dan luar masa kehamilan, dan terus berlanjut 65% kasus mengalami perburukan saat setelah masa nifas. Pasien juga memiliki melaporkan 23% kasus 9 periode post partum. Pada kedua penelitian riwayat keluarga yang mendukung PPG yaitu ini, perburukan terjadi pada usia kehamilan nenek pasien juga memiliki kelainan kulit trimester ketiga.9,10 Psoriasis yang timbul berulang pada kehamilan juga dapat terjadi pada usia generalisata. kehamilan nifas, 1,2 lebih 1,2,11 awal, Perubahan berupa pustula dan imunitas hormonal selama kehamilan berperan penting dalam Pada kasus ini, terjadi pada mencetuskan psoriasis.13 Kadar sitokin yang seorang ibu dengan G2P1A0 yang telah dihasilkan sel Th2 mengalami penurunan timbul gejala PPG sejak usia kehamilan progresif selama kehamilan trimester dua dan 12-14 minggu dan berulang pada tiap tiga, yang akan menyebabkan peningkatan sel trimester kehamilan hingga kelahiran dan Th1. Sel Th1 akan memproduksi mediator masa nifas. proinflamasi seperti IL2, IFN-γ dan IL 12 1 penggunaan periode kronis kontrasepsi hormonal. dan pada dan Psoriasis pustulosa pada kehamilan yang menyebabkan kerusakan jaringan, antara didefinisikan oleh beberapa peneliti sebagai lain pada epidermis dan dermis pasien impetigo herpetiformis (IH), 2,4 psoriasis.14 namun sebagian peneliti lainnya membedakan kedua Estrogen 1 selama kehamilan juga diagnosis ini. IH didefinisikan pertama kali menstimulasi produksi IL-2, IL-10, IFN-γ dan oleh Von Hebra pada tahun 1872 sebagai menghambat produksi dermatosis pustulosa primer pada wanita mononuklear di hamil, Progesteron pada sedangkan PPG pertama kali dideskripsikan oleh Von Zumbusch pada TNF peredaran pada darah kehamilan sel tepi. bersifat imunosupresif, yang akan menurunkan respon 4 tahun 1910. Hingga saat ini masih banyak proliferasi sel T. Selama kehamilan terjadi perdebatan diantara para peneliti dalam perubahan rasio estrogen dan progesteron, mendefinisikan IH dan psoriasis pustulosa yang akan mempengaruhi keadaan sistem dalam kehamilan.1 imunitas selama hormonal yang Pasien dengan diagnosis IH tidak memiliki kehamilan, riwayat 1,12 psoriasis terdapat kehamilan.9 terjadi gangguan proliferasi keratinosit dan memicu kecenderungan inflamasi di epidermis dan dermis, namun mekanisme pastinya setiap kehamilan, tidak memiliki faktor penelitian lebih pencetus lain, tidak menyebabkan sebelum mengalami gejala psoriasis pustulosa pada 1 Fluktuasi memiliki masih dalam.3 memerlukan Boyd dkk riwayat menyatakan progesteron berperan langsung keluarga yang menderita psoriasis dan akan dalam proliferasi keratinosit.15 Murase dkk mengalami resolusi menyatakan adanya perbaikan klinis psoriasis yang cepat setelah 91 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 selama kehamilan yang disebabkan manifestasi klinis khas PPG berupa keluhan peningkatan kadar estrogen. Pada kehamilan prodormal yaitu demam dan nyeri pada lesi ini, pasien mengalami rekurensi penyakit dua sebanyak 5 kali. Selain karena fluktuasi generalisata timbul. Pustula dengan dasar hormonal yang fisiologis terjadi, rekurensi kulit eritema awalnya timbul di lengan, pada pasien juga disebabkan faktor lain yaitu badan dan meluas ke hampir seluruh tubuh, stres psikis dan adanya infeksi. Kehamilan namun tidak terdapat pustula pada telapak saat ini merupakan kehamilan kedua bagi tangan dan telapak kaki. Lesi pustula pasien, dengan riwayat abortus sebelumnya kemudian meluas membentuk lake of pus. sehingga pasien sangat mengkhawatirkan Setelah terapi kompres terbuka dilakukan, kehamilannya. pada pustula mengering dalam satu hingga dua kandidiasis hari meninggalkan skuama kolaret dan vaginosis makula hiperpigmentasi. Lesi baru yang akan menjadi salah satu pemicu perburukan klinis timbul selalu didahului dengan makula PPG pada rawat inap kedua. eritema disertai gejala demam dan nyeri. 9 genitalia Selain interna vulvovaginalis dan itu infeksi yaitu bakterial hari sebelum erupsi pustulosa Manifestasi klinis PPG diawali dengan Kelainan yang timbul pada PPG dapat demam beberapa hari disertai mialgia dan juga menyerang kuku seperti pitting nail, oil mual10 sebelum erupsi kulit timbul, kemudian drop dan salmon patches, hiperkeratosis diikuti timbulnya secara mendadak erupsi subungual, pustula steril generalisata berukuran 2-3 cm. 4 onikolisis 1 haemmorhages. dan splinter Pitting nail dilaporkan Dasar pustula berupa makula eritema yang sebagai kelainan kuku terbanyak yang terjadi kemudian menyatu, menandakan bertambah pada psoriasis.16 Kelainan ini menandakan beratnya penyakit.1 Lesi dapat menyebar adanya keratinisasi abnormal pada kuku, terutama di badan, ekstremitas bagian fleksor dimulai dengan adanya fokus-fokus sel dan dapat juga menyerang telapak tangan, parakeratosis di matriks kuku yang kemudian telapak kaki, serta genitalia.2 menjalar ke lempeng kuku seiring dengan Pustula yang timbul dapat menyatu dan pertumbuhan kuku. Saat mencapai lempeng membentuk kumpulan pus yang disebut lake kuku superfisial, fokus sel parakeratotik akan of pus, kemudian akan mulai mengering mengalami dalam beberapa hari meninggalkan skuama sehingga menunjukan gambaran lekukan kolaret makula dangkal pada lempeng kuku.17 Pada pasien hiperpigmentasi.1 Pustula baru dapat timbul ini hanya ditemukan pitting nail sebagai saat makula eritema muncul dan didahului kelainan kuku, yang telah ada sejak keluhan gejala awal PPG timbul. Mukosa bukal dan lidah atau krusta prodormal berupa dan demam yang deskuamasi dan terlepas, menonjol.2 Gambaran klinis ini menimbulkan dapat pola gejala yang khas pada PPG berupa geographic tongue dan fissure tongue yang demam dan erupsi pustula yang muncul menetap.2 Pada pasien ini tidak pernah bergantian.1 ditemukan Pada pasien ini didapatkan 92 mengalami adanya kelainan, keterlibatan berupa mukosa Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 dan lidah. radang PMN. Gambaran ini sangat khas Pemeriksaan laboratorium PPG pada kehamilan biasanya leukositosis akan dengan sesuai gambaran histopatologi PPG. ditemukan neutrofilia Diagnosis banding PPG adalah dan subcorneal pustular dermatosis (SCPD), limfopenia, peningkatan laju endap darah, merupakan suatu kelainan kulit yang berulang anemia dan kronis ditandai dengan adanya lesi defisiensi zat besi serta hipoalbuminemia. Kelainan lain yang dapat pustula ditemukan berupa dasar kulit eritema. SCPD banyak terjadi pada hipokalsemia dan hipoparatiroid, kecil, kendur dan diskret dengan kadar usia tua.18 Lesi kulit terutama mengenai vitamin D.1 Pada kasus ini didapatkan batang tubuh dan meluas ke hampir seluruh leukositosis dan hipoalbuminemia ringan tubuh. Telapak tangan dan telapak kaki dapat serta anemia. Pustula pada PPG bersifat terkena. Lesi dapat berbentuk anular, sirsinar steril, namun jika ditemukan bakteri maka atau bizzare. Lesi pustula akan pecah dalam diperkirakan adanya infeksi sekunder. Hasil beberapa pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan meninggalkan skuama, krusta dan makula Gram dari pus di lengan atas kanan pasien hiperpigmentasi. tidak didapatkan adanya bakteri, sehingga kelainan laboratorium rutin jarang ditemukan tidak pada ada penurunan infeksi sekunder dan tidak membutuhkan terapi antibiotik. Gambaran didapatkan lalu mengering Gejala SCPD.1,18 dan prodormal Gambaran dan histopatologi SCPD akan ditemukan pustula subkorneum histopatologis adanya hari akantolisis PPG yang terisi leukosit PMN, dengan sedikit pada esinofil dan jarang ditemukan adanya epidermis. Neutrofil kemudian berkumpul di akantolisis. Infiltrat neutrofil dan eosinofil stratum korneum hingga bagian atas stratum terdapat spinosum. Neutrofil yang berkumpul dalam SCPD tidak ditemukan pada pasien ini, rongga mengalami sehingga diagnosis SCPD dapat disingkirkan. akantolisis, disebut spongioform pustule of Terapi pilihan pertama pada PPG dalam epidermis yang 18 Kogoj dan abses Monroe. Selain itu, dapat didalam kehamilan dermis.19 Karakteristik meliputi siklosporin, ditemukan parakeratosis, pemanjangan rete kortikosteroid sistemik dan terapi topikal. ridges serta infiltrat limfosit dan neutrofil Terapi topikal dapat berupa kortikosteroid pada dermis.1,2 Hasil topikal pemeriksaan dan kalsipotrien histopatologis pasien didapatkan gambaran Kortikosteroid psoriasiform ringan pada epidermis, adanya vasokontriksi dan antiiflamasi lokal serta eksositosis sel radang PMN pada epidermis mengurangi proliferasi epidermis, sehingga mulai dari lapisan spinosum membentuk dapat diberikan untuk mengurangi eritema, spongioform pustule of Kogoj sampai lapisan skuama dan rasa gatal pada kasus PPG ringan korneum membentuk mikroabses Monroe, dan sedang.1,20 Hidrokortison 1-2,5% dapat pada diberikan papila dermis tampak pelebaran topikal sebagai berperan topikal.13 kortikosteroid sebagai potensi rendah yang merupakan pilihan kortikosteroid pembuluh darah disertai sebukan masif sel 93 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 topikal yang aman untuk pemakaian jangka panjang. 20 masih menjadi perdebatan mengingat banyak Pasien diberikan hidrokortison faktor perancu seperti adanya obat lain yang 2,5% sebagai terapi topikal, terutama pada dikonsumsi, penyakit komorbid yang diderita lesi di wajah. hingga paparan lingkungan dan faktor Kortikosteroid sistemik dapat langsung genetik.21 Kejadian malformasi orofacial tidak diberikan pada kasus PPG berat dalam terbukti disebabkan pemberian kortikosteroid kehamilan. 13 Umumnya dibutuhkan dosis di trimester kedua dan ketiga. Risiko orofacial sebesar 15-30 mg/hari, namun terkadang cleft meningkat dari 1 per 1000 kehamilan dibutuhkan hingga 60-80 mg/hari. Dosis menjadi 3 dari 1000 kehamilan dari ibu yang dapat diturunkan perlahan untuk mencegah mendapatkan terapi kortikosteroid sistemik 1 eksaserbasi. Pada pasien awalnya diberikan selama kehamilan.6 Penelitian retrospektif dosis deksametason 10 mg/hari yang setara telah membuktikan adanya hubungan antara dengan prednison 1 mg/kgbb (73 mg). Dosis penggunaan kostkosteroid sistemik selama deksametason kemudian dinaikan menjadi kehamilan dengan kejadian berat badan lahir 20mg/hari, didapatkan rendah, low gestational age dan prematur.22 perbaikan klinis. Peningkatan dosis tetap Dampak berupa berkurangnya berat badan, tidak memberikan hasil optimal, sehingga panjang badan dan lingkar kepala pada bayi- diduga adanya refrakter terhadap pengobatan bayi kortikosteroid sistemik. Siklosporin mulai kortikosteroid juga pernah dilaporkan.23,24 diberikan untuk mengurangi efek samping Pada kasus ini, pasien melahirkan anak kortikosteroid pada pasien ini sebagai sparing perempuan cukup bulan dengan berat badan theraphy, dengan dosis 0,8 mg/kgbb/hari. 2005 gram, yang termasuk dalam berat badan Dosis mulai lahir rendah disertai gangguan pertumbuhan diturunkan bertahap, namun hingga satu janin saat kehamilan. Diduga dampak ini minggu terapi belum didapatkan perbaikan merupakan efek samping dari pemberian klinis. kortikosteroid sistemik jangka panjang yang setelah kortikosteroid tidak sistemik Kortikosteroid disetujui oleh Food and prematur diterima dari pasien kehamilan sejak usia terpapar kehamilan Drug Administration (FDA) termasuk dalam memasuki trimester kedua hingga persalinan. obat kategori C bagi ibu hamil dan menyusui. Tidak Obat jenis ini telah dibuktikan tidak terdapat pasien. efek samping penggunaannya pada penelitian hewan, namun ditemukan Penggunaan malformasi pada kortikosteroid bayi sistemik belum terbukti terhadap lebih dari 3-4 minggu akan meningkatkan Dampak kortikosteroid sistemik risiko timbulnya efek samping lokal. Efek pada janin hingga saat ini masih dalam yang timbul dapat berupa atrofi, purpura, strie, perdebatan. Beberapa penelitian menyatakan hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan erupsi adanya hubungan pemberian kortikosteroid akneiformis.25 sistemik selama kehamilan trimester pertama hipertrofi pada lengan, paha, dan perut. Selain dengan kejadian bibir sumbing.21,22 Hal ini efek manusia. 13 94 pemberian Pasien mengalami kortikosteroid, strie pengaruh Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 hormonal pada kehamilan turut berperan <10 mg/dl.20 Kadar kortisol fisiologis adalah menimbulkan strie gravidarum. Selain itu, 5-30 mg/dL, dapat meningkat 25 hingga pada payudara pasien juga terdapat strie 60 mg/dl jika ada stres fisik. atrofi ditemukan kadar kortisol serum pagi sebesar yang merupakan efek samping pemberian kortikosteroid. 1,09 mg/dl. Hal ini mengindikasikan adanya Efek samping lain dari pemberian kortikosteroid Pada kasus ini sistemik dapat insufisiensi adrenal karena kortikosteroid berupa eksogen. Pasien belum menunjukan tanda- gangguan metabolik seperti meningkatnya tanda klinis krisis adrenal seperti atralgia dan nafsu makan, hiperglikemia, peningkatan mialgia, gangguan mood, sakit kepala, lemah lipolisis berupa dislipidemia dan gangguan dan letargi ataupun tanda-tanda krisis berat menstruasi. seperti Efek mineralokortikoid dapat anoreksia, mual timbul berupa hipertensi, gagal jantung hipotensi kongestif, hipokalemia, peningkatan berat kehilangan sejumlah besar sodium. badan dengan manifestasi moon face dan buffalo hump. Osteoporosis postural, dan Faktor dan muntah, hipokalemia risiko seperti dan hipertensi, dislipidemia, ulkus peptikum dan infeksi hipokalsemia merupakan gangguan tulang sistemik yang dapat terjadi. Ulkus peptikum, katarak, memulai terapi karena dapat meningkatkan psikosis, neuropati perifer dan timbulnya risiko infeksi oportunistik juga merupakan efek anamnesis, 25 perlu diidentifikasi terjadinya efek sebelum samping.20 Hasil pemeriksaan fisik dan Gejala laboratorium penunjang menunjukan bahwa moonface ditemukan pada pasien pada hari pasien tidak memiliki faktor-faktor risiko ke-27 tersebut. samping yang rawat tersebut sering inap timbul. kedua.Efek didapatkan samping setelah pasien Dosis prednison 30-40 mg/hari dapat mendapatkan terapi kortikosteroid lebih dari efektif untuk terapi PPG jika dikombinasikan tiga bulan. dengan siklosporin A (CsA) yang dimulai pada dengan dosis rendah.13 Siklosporin digunakan pemberian kortikosteroid sistemik jangka pada kasus refrakter terhadap kortikosteroid panjang, antara lain insufisiensi kelenjar dosis tinggi.26 Dosis CsA 2-4 mg/kgbb/hari sekunder.20,25 sebagai monoterapi yang diberikan selama Penggunaan kortikosteroid sistemik lebih masa laktasi masih aman pada dosis tertentu. dari tiga minggu dengan dosis diatas kadar CsA akan ditemukan pada ASI dengan kadar fisiologis menyebabkan supresi aksis HPA. yang beragam. Kadar aman yang diterima Kortikosteroid long-acting, pemberian dosis bayi tidak lebih dari 0,1mg/kgbb/hari.27 Perlu terbagi dan pemberian dosis selain pagi hari pemantauan kadar ureum dan kretinin bayi. akan lebih meningkatkan resiko terjadinya Pemakaian Efek adrenal samping dapat tipe supresi aksis HPA. eksogen 25 timbul serum pukul delapan panjang disarankan pada ibu menyusui. Deteksi adanya supresi Mekanisme HPA aksis diketahui dengan adanya kadar kortisol jangka pagi CsA CsA tidak 28 belum diketahui dengan pasti, namun pada penyakit PPG 95 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 diduga efektif karena efeknya terhadap sel T. 75% CsA pertama kali ditemukan oleh Borel dari perbaikan pengobatan. ® 26 setelah 8-16 minggu Pasien ini mendapatkan kapsul laboratorium Sandoz di Basel, Switzerland Neoral pada tahun 1970. Siklosporin merupakan rekalsitran terhadap terapi kortikosteroid dosis imunomodulator yang bekerja menghambat tinggi. Neoral diberikan dengan kombinasi kalsineurin. 25 0,8 mg/kgbb/hari setelah terdapat CsA akan membentuk suatu metil prednisolon yang diturunkan bertahap komplek dengan cyclophilin A (CyPA), yang sebagai tatalaksana insufisiensi adrenal. Dosis akan berikatan dengan kalsineurin yang Neoral dinaikan menjadi 2,5 mg/kgBB/hari protease.20 yaitu 2x100 mg/hari PO setelah satu minggu menurunkan pemberian dosis awal tidak ada perbaikan merupakan Inhibisi serine/threonine kalsineurin akan aktivitas faktor transkripsi nuclear factor of klinis. activated T cells (NFAT-1) yang berfungsi Beberapa efek samping dapat terjadi mengatur transkripsi gen sitokin terutama pada pemberian CsA seperti disfungsi renal, IL-2. IL-2 bertugas untuk mengaktivasi dan hipertensi, sakit kepala, tremor, parestesia, memproliferasi sel T-helper (CD4) dan sel T hipestesia, sitotoksik (CD8). Saat kadar IL-2 menurun gastrointestinal maka jumlah CD4 dan CD8 pun berkurang di ketidaknyamanan perut dan diare. Kelainan epidermis. Siklosporin juga memiliki efek laboratorium yang dapat muncul antara lain langsung pada antigen presenting cells (sel hiperkalemia, hiperurisemia, hipomagnesemia langerhan), sel mast dan keratinosit. Selain dan hiperlipidemia. Gejala efek samping akan itu CsA menghambat produksi IFN γ dan timbul setelah pemakaian dua bulan dan akan menurunkan produksi intercellular adhesion hilang setelah penghentian obat. Setelah molecule 1 (ICAM 1) sehingga bersifat pemakaian CsA selama 1 bulan, pasien tidak 25 menunjukan gejala efek samping ataupun sebagai antiinflamasi. mialgia, letargi, gangguan seperti mual, kelainan pada hasil laboratorium. Pada kasus psoriasis sedang hingga Psoriasis berat, CsA menjadi pilihan terapi pertama pustulosa generalisata jika sudah tidak bisa mentoleransi, memiliki merupakan penyakit kulit yang berat yang kontraindikasi, dan gagal terhadap terapi melibatkan sistemik lain. CsA sangat efektif diberikan komplikasi yang mengancam jiwa seperti pada superinfeksi bakteri, sepsis, hipokalsemia dan kasus psoriatik eritroderma dan gejala sistemik, memiliki psoriasis pustula generalisata.26 Idealnya, dehidrasi.1 CsA diberikan 3-6 bulan hingga paling lama menjadi ancaman besar bagi keselamatan ibu 12 bulan. Siklosporin tersedia dalam bentuk dan janin. Ancaman terhadap janin dapat original formula (Sandimun®) atau formula terjadi IUGR, berat badan lahir rendah, dan mikroemulsi (Neoral®). Hasil pada kehamilan dapat persalinan prematur. Sedangkan bagi ibu penelitian ® PPG pada dapat mengalami preeklampsia, eklamsia, pasien psoriasis, didapatkan 51% dan 79% gagal ginjal atau gagal jantung. Komplikasi pasien dengan dosis titrasi memberikan hasil pada janin yang terjadi pada kasus ini berupa dengan pemberian kapsul Neoral 96 Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 IUGR dan Komplikasi berat pada badan ibu lahir tidak rendah. 6. ditemukan, sehingga prognosis quo ad vitam adalah ad bonam. Prognosis qua ad functionam adalah dubia ad malam karena sudah terdapat 7. fungsi kulit yang terganggu seperti strie atrofi. PPG dapat timbul kembali jika didapatkan faktor pemicu, 8. sehingga prognosis quo ad sanationam adalah dubia ad malam. 9. Simpulan Perubahan hormonal pada kehamilan dapat mencetuskan psoriasis pustulosa generalisata 10. (PPG) dan siklosporin efektif serta aman sebagai terapi utama pada PPG dalam 11. kehamilan, terutama pada kasus rekalsitran terhadap kortikosteroid. 12. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Gudjonsson, J.E., Elder, J.T. 2012. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller SA, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; h.197-31 Griffiths, C.E., Barker, J.N. 2010. Psoriasis. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-8. New York: Blackwell; h.20.1-60 Ruiz, V., Manubens, E., Puig, L. 2014. Psoriasis in pregnancy:a review. Actas Dermosifiliogr;105(8):734-43. Kerkhof, P.C.M., Schalkwijk, J. 2008. Psoriasis. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. Edinburg:Mosby, h. 9.1-9. Ceovic, R., Lipozencic, J., Pasic, A., Kostavic, K. 2009. Psoriasis in pregnancy: a review of most important literature data. Acta Dermato C; 17 (3):193-97 13. 14. 15. 16. 17. 97 Bae, C.Y., Voorhees, A.S., Hsu, S., Korman, N.J., et al. 2011. Review of treatment options for psoriasis in pregnant or lactating women: from the medical board of national psoriasis foundation. J Am Acad Dermatol; 67:459 -77 Yan, F.B. 2008. Impetigo herpetiformis: a case report and review of literature. Egypt Derm Onl; 4(1): 1-5 Lim, K.S., Tang, M.B.Y., Ng, P.P.L. 2005. Impetigo herpetiformis-a rare dermatosis of pregnancy associated with prenatal complications. Ann Acad Med Singapore;34:565-8 Murase, J., Chan, K.K., Garite, T.J., Cooper, D.M., Weinstein, G.D. 2005. Hormonal effect on psoriasis in pregnancy and post partum. Arch Dermatol; 141:601-6. Raychaudhuri, S.K., Maverakis, E., Raychauduri, S.P. 2014. Diagnosis and classification of psoriasis. Autoimmun reviews; 13:490-5. Heyman, W.R. 2005. Dermatoses of pregnancy update. J Am Acad Dermatol; 34:565-8. Henson, T.H., Tull, M., Bushore, D., Talanin, N.Y. 2000. Recurrent pustular rash in a pregnant woman. Arch Dermatol; 136:1055-60 Robinson, A., Voorhees, A.S., Hsu, S., et al. 2012. Treatment of pustular psoriasis: from the medical board of the national psoriasis foundation. J Am Acad Dermatol;67:279-88. Bandoli, G., Johnson, D.L., Jones, K.L., Lopez, J., Salas, E., Mirrasoul, N., et al. 2010. Potentially modifiable risk factors for adverse pregnancy outcomes in women with psoriasis. Br J Dermatol; 163:334-9. Boyd, A., Morris, L. 1996. Philips Ch, Menter A. Psoriasis and pregnancy: Hormone and immune system interaction. Int J Dermatol; 35:169-72 Kurtovic, N., Halilovic, E.K. 2013. Prevalence of nail abnormality in patients with psoriasis. Our Dermatol Online; 4 (3):272-274 Jiaravuthisan, M.M., Sasseville, D., Vender, R.B., Murphy, F., Muhn, C.Y. 2007. Psoriasis of the nail: anatomy, pathology, clinical presentation, and a review of the literature on therapy. J Am Acad Dermatol; 57:1-27. Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017 18. Trautinger, F., & Honigsmann, H. 2012. Subcorneal pustular dermatosis (Sneddon-Wilkinson disease). Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill; h.562-5. 19. Mobini, N., Tussaint, S., Kamino, H. 2005. Noninfectious erythematous, papular, and squamous disease. Dalam: Elder DE, Johnson B, Elentsas R, penyunting. Lever’s histopathology of the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins,h.180214. 20. Callen, J.P. 2012. Immunosuppresive and immunomodulatory drugs. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill 21. Pradat, P., Robert-Gnasia, E., Di Tanna, G.L., Rosano, A., Lisi, A. 2003. First trimester exposure to corticosteroids and oral clefts. Birth Defect Res A Clin Mol teratol; 67:968-70. 22. Wapner, R.J., Sorokin, Y., Mele, L., Johnson, F., Dudley, D.J., Spong, C.Y., et al. 2007. Long term outcomes after repeat doses of antenatal corticosteroids. N Engl J Med; 357:1190-8. 23. O’Shea, T.M., & Doyle, L.W. 2001. Perinatal glucocorticoid therapy and. neurodevelopmental outcome: an epidemiologic perspective. Semin Neonatol; 6:293-307 24. Rodrı´guez-Pinilla, E., Prieto-Merino, D., Dequino, G., Mejı´as, C., Ferna´ndez, P., Martı´nez-Frı´as, M.L. 2006. Grupo del ECEMC. Antenatal exposure to corticosteroids for fetal lung maturation and its repercussion on weight, length and head circumference in the newborn infant. Med Clin (Barc); 127:361-7. 25. Wolverton, S.W. 2013. Systemic Corticosteroids. Dalam: Wolverton SW, penyunting. Comprehensive dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3. Edinburg:Elseviers Inc, h.143-68 26. Bhutani, T., Lee, C.S., Koo, J.Y.M. 2013. Cyclosporine. Dalam:Wolverton SW, penyunting. Comprehensive dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3. Edinburg:Elseviers, h.199-211. 27. Nyberg, G., Haljamae, U., FrisenetteFich, C., Wennegren, M., Kjellmer, I. 1998. Breast feeding during treatment with cyclosporine. Transplantation; 65:253-5 28. Moretti, M.E., Sgro, M., Johnson, D.W., Sauve, R.S., Woolgar, M.J., Taddio, A., et al. 2003. Cyclosporine excretion into breast milk. Transplantation, 75:2144-6 98