ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF IMAM AL GHAZALI (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: Evi Khusnul Khuluq NIM: 111 12 251 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017 i ii ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF IMAM AL GHAZALI (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: Evi Khusnul Khuluq NIM: 111 12 251 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017 iii PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudari: Nama : Evi Khusnul Khuluq Nim : 11112251 Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul : ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF IMAM ALGHAZALI (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, 20 Maret 2017 Pembimbing Muh. Hafidz, M.Ag. NIP. 19730801 200312 1002 iv KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar salatiga Km. 2 Telepon:(0298) 603136 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah. @iainsalatiga.ac.id SKRIPSI ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF IMAM AL GHAZALI (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) DISUSUN OLEH EVI KHUSNUL KHULUQ NIM : 111 12 251 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 Maret 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Agus Waluyo, M.Ag. Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag. Penguji I : Rovi’in, M.Ag. Penguji II : Supardi, S.Ag., MA __________________ Salatiga, 30 Maret 2017 Dekan Suwardi, M.Pd. NIP. 19670121 199903 1 002 v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : EVI KHUSNUL KHULUQ NIM : 111 12 251 Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan : Tarbiyah Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, buka jiplakan dari hasil karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 20 Maret 2017 Yang Menyatakan, Evi Khusnul Khuluq NIM. 11112251 vi MOTTO Jangan pernah menunda-nunda untuk melakukan suatu pekerjaan Karena tidak ada yang tahu apakan kita dapat bertemu hari esok atau tidak Lakukan yang terbaik, bersikaplah yang baik Maka kau akan menjadi orang yang terbaik vii PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Keluarga besarku terutama pada orang tuaku Bapak Widodo dan Ibu Sri Pareng Hastuti, yang telah melahirkan, membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan mendidik aku hingga saat ini, 2. Suamiku Muryono, yang selalu menemani, memberi nasihat, kasih sayang, bimbingan dan motivasi serta dukungan untuk menyongsong masa depan, 3. Mertuaku Bapak Subedi dan Ibu Sariyah, yang telah mendukung dan membantu membiayai sehingga dapat menyelesaikan skripsi sampai saat ini, 4. Sahabat seperjuanganku, yang selalu menemaniku dari awal kuliah sampai sekarang dan sabar menghadapi segala tingkah lakuku, 5. Teman-temanku di kampus yaitu angkatan tahun 2012, kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN Salatiga. viii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyususnan skripsi ini. 5. Bapak Mukti Ali, S.Ag., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik. ix 6. Bapak Widodo dan Ibu Sri Pareng Hastuti, yang telah melahirkan, membesarkan dan senantiasa mendoakan penulis hingga bisa menjadi seperti yang sekarang ini. 7. Muryono, yang telah mendukung, menyemangati dan selalu menemani demi selesainya skripsi ini. 8. Bapak Subedi dan Ibu Sariyah, yang telah membantu membiayai penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan lancar 9. Keluargaku, teman-temanku, sahabat-sahabatku dan semua pihak yang membantu dalam terselesaikannya skripsi ini serta para pembaca yang budiman dan dimuliakan oleh Allah. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga, 20 Februari 2017 Penulis Evi Khusnul Khuluq NIM. 11112251 x ABSTRAK Khuluq, Evi Khusnul. 2017. Etika Peserta Didik dalam Perspektif Imam Al Ghazali (Telaah Kitab Ihya’ Ulumuddin). Skripsi. Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Muh. Hafidz, M.Ag. Kata Kunci : Etika Peserta Didik Penelitian ini dilatar belakangi oleh sikap-sikap peserta didik yang mulai melenceng. Beberapa peserta didik kurang mengetahui tugas dan kewajiban mereka sehingga sangat berpengaruh dalam perkembangan peserta didik. Di negara kita, buka rahasia lagi bahwa masyarakat mempunyai harapan yang berlebih terhadap peserta didik atau siswa untuk generasi penerus bangsa. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai etika peserta didik perspektif Al-Ghazali telaah dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Yang membanhas mengenai bagaimana pemikiran Al-Ghazali tentang etika peserta didik telaah kitab ihya’ ulumuddin serta relevansi etika peserta didik perspektif Imam Al-Ghazali dalam konteks kekinian. Dalam mengkaji hal ini peneliti menggunakan penelitia literatur. Sumber data yang digunakan adalah buku terjemah kitab ihya’ ulumuddin dan data-data yang diperoleh dari buku-buku lain yang relevan kemudian dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis masalah yang muncul. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data dengan mencari dan mengumpulan buku yang menjadi sumber primer yaitu kitab ihya’ ulumuddin berdasarkan tema atau topik permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa etika peserta didik perspektif imam al ghazali terlah dalam kitab ihya’ ulumuddin yaitu, Seorang peserta didik harus membersihkan / mensucikan jiwanya dari akhlak yang buruk / kotor, seorang peserta didik atau siswa hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi, ia harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras dalam menuntut ilmu, bahkan ia harus menjauh dari keluarga dan kampung halamannya, hendaknya seorang peserta didik jangan menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya dan jangan pula menentang guru atau pengajar, tetapi menyerahkan seluruhnya kepada guru dengan menaruh keyakinan penuh terhadap segala hal yang dinasihatkan terhadap kita, seorang peserta didik atau siswa hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi, hendaknya seorang peserta didik menghindarkan diri dari mendengar perselisihan-perselisihan pendapat dikalangan orang lain, hendaknya ia memusatkan perhatian terhadap ilmu yang terpenting, yaitu ilmu mengenai akhirat, menuntut ilmu bertujuan menghiasi batinya dengan hal-hal yang mengantarkan untuk mengenal Allah dan mendukungnya didekat golongan tertinggi dari kaum Muqorrobiin. xi DAFTAR ISI SAMPUL .................................................................................................. i JUDUL ...................................................................................................... ii LEMBAR LOGO ...................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iv PENGESAHAN KELULUSAN .............................................................. v PENGESAHAN KEASLIAN TULISAN ................................................ vi MOTTO ................................................................................................... vii PERSEMBAHAN .................................................................................... viii KATA PENGANTAR ............................................................................. ix ABSTRAK ............................................................................................... x DAFRAT ISI ............................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian .............................................................. E. Metode Penelitian .................................................................. F. Penegasan Istilah .................................................................... G. Sistematika Penulisan ............................................................ 6 6 9 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Etika Peserta Didik ...................................................... B. 1. Pengertian Etika ............................................................... 12 2. Pengertian Belajar ........................................................... 12 3. Tujuan Pendidikan Menurut Al-Ghazali............................ 14 Konsep Etika Menurut Pandangan Para Filosof Muslim ....... 17 18 BAB III BIOGRAFI AL-GHAZALI A. Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali ........................................... B. Kondisi Sosial Keagamaan Masa Hidup Al-Ghazali .............. C. Karya-karya Imam Al-Ghazali ............................................... xii 23 26 BAB IV: POKOK PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI (TELAAH 31 KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) A. Etika Peserta Didik dalam Ihya’ Ulumuddin ......................... B. Relevansi Etika Peserta Didik Perspektif Imam Al-Ghazali dalam Konteks Kekinian ........................... 36 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 42 B. Saran ................................................................................... 48 51 xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah sarana yang tepat untuk meningkatkan dimensi etika yang ada dalam diri manusia khususnya peserta didik (siswa). Penanaman nilai-nilai etika sejak dini penting untuk dilakukan guna melahirkan generasi penerus yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama (Zuhairini, 1991: 149). Maksudnya adalah mendidik anak didik agar menjadi manusia dewasa yang cakap dan berguna bagi agama, masyarakat, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang. Proses belajar mengajar yang penuh dengan nilai etika sudah semestinya menjadi tujuan utama dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tentang pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fenomena etika di negara yang mayoritas penduduknya muslim ini masih cukup nampak jelas. Dapat diamati di dalam kehidupan sehari-hari seperti pergaulan bebas, tindak kriminal, kekerasan, korupsi, manipulasi, penipuan, serta perilaku yang tidak terpuji lainnya. Sehingga sifat-sifat terpuji 1 seperti rendah hati, toleransi, kejujuran, kesetiaan, kejujuran, kepedulian, saling membantu, tenggang rasa, dan etika terhadap guru yang merupakan jati diri bangsa Indonesia. Namun perhatian dari dunia pendidikan Nasional terhadapa akhlak atau budi pekerti dapat dikatakan masih sangat kurang, karena orientasi pendidikan masih cenderung mengutamakan pengetahuan. Yaitu mengutamakan kecerdasan intelektual dan ketrampilan fisik, namun kurang menekankan nilai-nilai etika dan spiritual, serta kecerdasan emosional. Akibatnya, banyak pelajar yang terlibat tawuran, tindakan kriminal, pencurian, penodongan, penyimpangan seksual, penyalah gunaan obat-obat terlarang dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar jika seorang pendidik lepas dari nilai-nilai etis yang mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka hasil yang akan diraih adalah etika yang seperti halnya kita lihat dijaman sekarang ini. Tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil, secara umum inti tanggung jawab tersebut adalah menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didik (Tafsir,2007:160) guna mengarahkan kepada etika maupun budi pekerti yang mulia, sehingga dapat memelihara dan mengembangkan fitrah serta sumber daya insani menuju terbentuknya insan kamil sesuai dengan norma Islami. Untuk itu peserta didik harus mempunyai etika atau akhlak yang baik. Etika sering disamakan dengan pengertian akhlak dan moral dan ada pula 2 ulama yang mengatakan bahwa akhlak merupakan etika islam. Sedangkan etika sendiri berasal dari kata Latin ethics yang artinya adalah kebiasaan. Namun, lambat laun pengertian etika berbah, seperti sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia (Rahmaniyah, 2010:57). Etika dalam perkembangan di era modern seperti sekarang menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan. Apabila anak didik mempunyai etika yang baik, maka akan sejahtera lahir dan batin. Tetapi apabila etika tersebut buruk, maka rusak lahir dan batinnya. Dalam hadis Rasulullah Muhammad SAW. beliau bersabda: Menceritakan kepada kami Muawiyyah bin Hisyam, dari Hisyam bin Sa’d, dari Zaid bin Aslama, berkata: bersabda Rasulullah SAW: “Sesunggunya aku diutus untuk menyempurnakan etika yang buruk” Berdasarkan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa Sabda Rasulullah tersebut mempunyai arti bahwa Rasulullah diutus ke muka bumi ini untuk memperbaiki etika, yaitu etika yang merupakan komponen penting dalam ajaran Islam. Karena etika yang baik tidak datang secara tiba-tiba, melainkan perlu adanya pengamalan dan pembelajaran, agar etika tersebut dapat menyatu ke dalam jiwa dan pikiran, serta tingkah laku setiap umam Muslim. Al-Ghazali mengatakan bahwa pokok-pokok pembahasan etika meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok (masyarakat). Al-Ghazali menulis dalam bukunya “Ihya’Ulumuddin”, jilid II halaman 63 yang dikutip oleh M. Athiyah 3 al Abrasyi menyatakan: Anak-anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya, hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya, maka apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, maka ia akan besar dengan sifatsifat baik serta akan berbahagia dunia akhirat. Sebaliknya jika terbiasa dengan adat-adat buruk, tidak diperdulikan seperti halnya hewan, ia akan hancur dan binasa (Al-Abrasyi,1970:144). Dunia pendidikan merupakan periode penting dalam memberikan budi pekerti dan pembiasaan akan tingkah laku yang baik khususnya pada anak usia dini. Karena pembentukan yang utama ialah di waktu kecil, maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang tidak baik/kurang baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaan, maka akan susah untuk memperbaikinya. Penanaman etika sejak dini menjadi penting untuk dilakukan guna melahirkan generasi penerus yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Di era reformasi saat ini, Al-Ghazali merupakan salah satu dari sekian banyak pemikir dalam Islam yang menyinggung tentang pentingnya etika dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar. Tujuan peserta didik dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan dan mendahulukan kesucian jiwa dari kerendahan etika dan sifat-sifat yang tercela. Karena ilmu pengetahuan adalah kebaktian hati, shalatnya jiwa dan mendekatkan batin kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Al-Ghazali tidak diragukan lagi keilmuannya, dengan sebutan gelar-gelar mulai dari gelar Hujjatul Islam, seorang teolog, seorang 4 filsafat seorang sufi, seorang pendidik, serta karya-karyanya yang sangat banyak. Dari pemikiran seperti ini, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian sejarah secara lebih mendalam, dalam rangka memperkaya dari keseluruhan etika peserta didik yang sudah disinggung oleh tokoh yang berbeda. Untuk itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang “Etika Peserta Didik Dalam Perspektif Imam Al Ghazali (Telaah Kitab Ihya’ Ulumuddin)”. B. Rumusan Masalah Dari paparan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam bahasan ini adalah: 1. Bagaimana pemikiran Imam Al-Ghazali tentang etika peserta didik (telaah kitab Ihya’ Ulumuddin)? 2. Bagaimana relevansi etika peserta didik perspektif Imam Al-Ghazali dalam konteks kekinian? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan etika peserta didik perspektif Imam Al-Ghazali (Telaah kitab Ihya’ Ulumuddin). 5 2. Untuk menjelaskan etika peserta didik pemikiran Al-Ghazali (Telaah kitab Ihya’ Ulumuddin) dalam konteks kekinian. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menambah wawasan dan pegetahuan, khususnya bagi penulis, dan secara umumnya bagi pembaca, tentang etika peserta didik dalam perspektif Al-Ghazali. 2. Dengan pembelajaran ini diharapkan masyarakat dapat memahami serta mengoptimalkan bagaimana etika peserta didik dalam proses penelitian yang nantinya diharapkan mampu mencetak manusia yang berbudi pekerti yang luhur. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian pustaka yaitu penelitian yang difokuskan pada penelusuran dan telaah literature serta bahan pustaka lainnya. Literature juga merupakan cara untuk menyelesaikan persoalan dengan menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Penelitian kepustakaan adalah penelitian dengan mencari dan mengumpulkan kepustakaan atau bahan-bahan bacaan untuk mencari dan membandingkan naskah atau pendapat para ahli tafsir dan ahli pendidikan 6 tentang metode pendidikan Islam, kemudian dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Penelitian kepustakaan menghasilkan suatu kesimpulan tentang gaya bahasa buku, kecenderungan isi buku, tata tulis, lay-out, ilustrasi dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11). 2. Sumber Data Yang dimaksud sumber data adalah subjek di mana data itu diperoleh. Sementara itu dalam sebuah kajian, sumber data yang dapat dipakai menurut Mardalis, meliputi catatan atau laporan resmi, barang cetakan, bukuteks, buku-buku referensi, majalah, koran, bulletin, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah, dan lain-lain. Dalam melakukan kajian ini, peneliti menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber primer, yaitu buku yang ada kaitanya langsung dengan judul skripsi, kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. b. Sumber sekunder, yaitu buku-buku yang ditulis pengarang lain (selain Al-Ghazali) yang masih relevan dengan pokok permasalahan yang menjadi kaitan dalam skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber primer yaitu kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, dan sumber data sekunder yaitu buku-buku yang sesuai dengan penelitian ini. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam 7 hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah: a. Deduktif Metode yang digunakan untuk menjelaskan etika peserta didik adalah metode deduktif. Yang dimaksud metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 1987:42). Teknik ini digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari suatu yang umum menjadi khusus. Berdasarkan data yang telah diperoleh, penulis menganalisis kepribadian peserta didik secara umum, kemudian menggolongkannya secara khusus sesuai dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. b. Induktif Metode yang digunakan adalah metode induktif guna mengkaji data yang telah didapat yang terkait dengan etika peserta didik yang telah dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dan dikaitkan dengan relevansi kekinian. Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta peristiwa khusus dan konkrit, kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1987:42). 8 F. Penegasan Istilah Untuk lebih memperjelas dan memberi kemudahan dalam pembahasan, maka peneliti perlu memperjelas istilah etika peserta didik perspektif Imam AL-Ghazali (telaah kitab Ihya’ Ulumuddin) yang ada dalam judul skripsi ini. a. Etika ialah sopan santun, susila, atau moralitas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Achmad, 15) b. Peserta didik atau siswa menurut Al-Ghazali adalah makhluk yang telah dibekali dengan potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah SWT. fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah SWT. sesuai dengan kejadian manusia yang tabi’at dasarnya adalah kepada agama Islam (Nizar: 87) c. Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ia seorang ulama besar dan sekaligus seorang ahli pendidik juga seorang figur ideal yang memiliki pemikiran luas. Sehingga ia menempati sebagai salah seorang pemikir di antara sederetan pemikirpemikir yang paling berpengaruh di sepanjang zaman. d. Kitab Ihya’ Ulumuddin merupakan salah satu karya monumental yang menjadi intisari dari dari seluruh karya Al-Ghazali. Secara bahasa Ihya’ Ulumuddin berarti menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. sebagaimana judulnya kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu agama yang akan menuntut umat Islam. Tidak berorientasi pada kehidupan dunia , akan tetapi kehidupan dunia yang lebih utama. 9 G. Sistematika penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini merupakan garis besar dari penyusunan penelitian. Dalam hal ini akan dibahas sebagai berikut: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB II: KAJIAN TEORI Untuk mengetahui atau memuat teori etika peserta didik, konsep etika menurut pandangan para filosof Muslim. BAB III: BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI Untuk mengetahui dasar pemikiran Imam Al Ghazali, maka harus mengetahui biografi Imam Al Ghazali, kondisi sosial keagamaan masa hidup Al-Ghazali. BAB IV: PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG ETIKA PESERTA DIDIK (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) Untuk mengetahui pokok-pokok ide gagasan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, yang mencakup tentang etika hubungan dengan sesama muslim, dan tugas dan kewajiban peserta 10 didik dalam Ihya’ Ulumuddin. Relevansi etika peserta didik perspektif Imam Al-Ghazali dalam konteks kekinian. BAB V: PENUTUP Bab ini mencakup tentang paparan kesimpulan dan saran. 11 BAB II KAJIAN TEORI ETIKA PESERTA DIDIK A. Teori Etika Peserta Didik 1. Pengertian Etika Secara etimologi, kata etika berasal dari bahasa Latin “ethicus”, yang berarti kesusilaan atau moral. Maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan norma-norma sosial, baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi. Kata moral selalu mengacu pada tindakan yang baik atau buruk yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara etimologi, etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, bukan tata adat tapi tata adab berdasarkan pada baik buruk manusia (Amin, 1995:15) Firman Allah dalam surat Al-Maidah: 100 Artinya : Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, Ada beberapa pendapat mengenai pengertian etika diantaranya: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI: 309). 12 Dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, etika adalah bagian filsafat yang mengajarkan tentang keluhuran budi (baik buruk). (Rahmaniyah, 2010: 57-59) Menurut Amin, etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus ditempuh oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia itu sendiri (Amin, 1995: 3) Jadi dapat disimpulkan bahwa, etika adalah pada prinsipnya sama antara satu dengan yang lainnya, yaitu saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dengan meliputi berbagai aspek, yaitu tentang baik dan buruk, bagaimana perbuatan dan tujuan manusia, mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang dapat dijadikan peraturan hidup dalam kehidupan manusia. Ada dua macam etika yang ditekankan oleh Al Ghazali terhadap seorang murid, etika terhadap dirinya dan etika terhadap orang lain, terutama kepada gurunya sendiri. 1. Etika terhadap diri sendiri Dalam kitabnya beliau mengatakan bahwa: “suatu kondisi jiwa yang menjadi sumber lahiriyah perbuatanperbuatan secara wajar mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pikiran (Al-Ghazali, juz 3: 56).” 13 Jadi untuk menilai baik buruk suatu perbuatan etika belajar siswa tidak bisa dilihat datri aspek lahiriyahnya saja, namun juga dilihat dari unsur kejiwaannya. Oleh karena itu perbuatan lahir juga harus dilihat dari motif dan tujuan melakukannya. Maksudnya dari pemaparan di atas adalah seorang murid dilarang untuk berperilaku sombong, iri hati, marah, cepat puas, dan sifat-sifat tercela lainnya. Serta terbentuknya moral dan jasmani yang baik pada anak didik sesuai landasan agama. 2. Etika terhadap seorang guru Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati, memuliakan dengan ucapan dan perbuatan, sebagai balas jasa atas kebaikan yang diberikan. Dan juga tidak menentang perintah gurunya dan tidak berperilaku sombong terhadap gurunya (alGhazali,:47). 2. Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI : 17) Secara terminologi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Mardiyanto, belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam 14 diri seseorang yang mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sebagainya (Mardiyanto, 2009: 35) Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa belajar merupakan proses penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari proses pembelejaran serta perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, yang dimaksud dengan etika belajar adalah serangkaian upaya pembentukan perilaku yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang dapat dijadikan peraturan hidup, terutama dalam proses belajar baik dalam proses penguasaan, pengetahuan atau ketrampilan serta tercapainya perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungan untuk dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Pada hakikatnya belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan dalam ciri-ciri belajar, yaitu: a. Perubahan yang terjadi secara sadar Hal ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu, atau merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari pengetahuannya, kebiasaannya, dan kecakapannya bertambah. 15 bahwa b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung terusmenerus. Maksudnya suatu peubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya, jika seorang anak belajar menulis maka ia akan mengalami perubahan dari tidak menulis menjadi bisa menulis. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Semakin banyak usaha belajar yang dilakukan, semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh atau didapatkan. Perubahan yang bersifat aktif ini artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya, perubahan tingkah laku yang dikarenakan proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya. d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Ini terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, dan sebagainya. Tetapi ini tidak digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Misalnya, kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang melainkan akan terus dimiliki dan bahkan makin berkembang bila terus dilatih. 16 e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Dalam hal ini, berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Misalnya, seseorang yang belajar mengetik sebelumnya sudah menetapkan apa yang akan dicapai. Dengan demikian, perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkan. f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, ketrampilan, pengetahuan dan sebagainya. 3. Tujuan Pendidikan Menurut Al-Ghazali Yang dimaksud tujuan pendidikan adalah target yang ingin dicapai suatu proses pendidikan. dengan kata lain, pendidikan dapat mempengaruhi performance manusia. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek yaitu : a. Kognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya pikir. b. Afektif, yaitu pembinaan hati seperti pengembangan rasa, hati, dan rohani. c. Psikomotorik, yaitu pembinaan jasmani, seperti kesehatan badan dan keterampilan (Muhaimin dan Mujib :20 ) 17 Sedangkan saran pokok untuk mencapai tujuan pendidikan terdiri dari materi pendidikan artinya, anak didik harus disiapkan seperangkat materi (kurikulum) yang siap untuk dipelajari. Disamping itu pendidikan juga harus mempunyai metode pengajaran yang dapat mendukung proses belajar secara baik. B. Konsep Etika Menurut Menurut Pandangan Para Filosof Muslim 1. Ibnu Maskawaih menerangkan adanya tiga pokok dasar dalam pembentukan kejiwaan seseorang. Pertama, daya fikir. Daya berfikir harus dimiliki oleh setiap peserta didik karena dengan daya tersebut ia akan berusaha untuk mencapai kebenaran dan ingin terlepas dari semua bentuk kesalahan dan kebodohan. Kedua, emosi dan sikap berani, dalam arti sikap berani yang dapat mengendalikan kekuatan amarahnya dengan akal untuk maju. Orang yang memiliki etika baik biasanya memiliki kecerdasan emosional dan sikap pemberani, karena dapat menunjang dirinya untuk mewujudkan sikapsikap mulia, suka menolong, cerdas, dapat mengendalikan jiwanya, suka menerima saran dan kritik dari orang lain, dan memiliki perasaan kasih dan cinta. Ketiga, kepuasan indera, yaitu sifat dasar manusia yang menginginkan kebebasan beraktualisasi untuk meraih kepuasan-kepuasan tertentu. Orang yang memiliki daya tersebut dapat menimbulkan sifat-sifat pemurah, pemalu, sabar, toleransi, sederhana, suka menolong, cerdik, dan tidak 18 rakus. Kepuasan tersebut merupakan suatu potensi yang diberikan oleh Allah, dibawa manusia sejak lahir (Musa: 85) Orang yang memiliki etika baik dapat bergaul dengan masyarakat secara luwes karena dapat melahirkan sifat saling mencintai dan tolongmenolong. Jadi dapat disimpulkan bahwa etika baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, sehingga suatu perbuatan yang terlihat merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa. 2. Al Farabi juga menekankan bahwa etika belajar siswa atau etika peserta didik hendaknya bersendi pada nilai ibadah, mengingat bahwa niat adalah unsur terpenting dalam aktifitas dan tindakan manusia. Itulah sebabnya Rasulullah senantiasa mengaitkan amal dengan niat, karena niat adalah sikap batin yang memberikan nilai dan arti bagi kita. Pandangan Al Farabi tersebut apabila dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, maka akan terwujud norma-norma dan nilai yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan di dalam proses pendidikan dan pengajaran (Syamsyudin, 1990: 140) 3. Azyumardi azra, adalah doktor dan guru besar sejarah namun pandangannya tentang pendidikan Islam tidak diragukan. Dalam era globalisai dewasa ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, atau pendidikan Islam khususnya pesantren. 19 Azra mengungkap bahwa pendidikan Islam adalah salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam.\ Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Selain tujuan umum tersebut, tentu terdapat pula tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar seperti ajaran-ajaran Islam dalam pendidikan Islam. Dasar-dasar pendidikan Islam, secara garis besar diletakkan pada dasardasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu: a. Dasar pendidikan Islam pertama adalah, Al-Qur’an dan Sunnah. b. Nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan AlQur’an dan Sunnah. c. Warisan pemikiran Islam dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendekiawan muslim, khususnya dalam pendidikan. Dari dasar-dasar itulah kemudian dikembangkan suatu sistem yang mempunyai karakteristik berbeda dengan sistem-sistem pendidikan lainnya. Sercara singkat karakteristik pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Islam adalah penekanan bahwa pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah 20 2. Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian. 3. Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada tuhan dan masyarakat dalam hal ini pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan di kembangkan melainkan sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan nyata (Azra: 10) Sejarah telah mencatat bahwa studi Islam telah berkembang sejak masa awal dunia Islam. Konsep yang melatar belakangi beragamnya keberadaan studi Islam di lembaga pendidikan tinggi menimbulkan perbincangan menyangkut susunan mata kuliah, kurikulum, silabus, pengadaan staff pengajar yang baik. Lembaga pendidikan Islam sebagai salah satu pusat kemajuan manusia harus mengambil peran dalam membangun jalan tersebut demi kemanusiaan. Berkaitan dengan perkembangan mutakhir yang dialami agamaagama di dunia, sebenarnya tidak perlu mengkhawatirkan masa depan lembaga pendidikan Islam. Namun sistem dan muatan pendidikan itu sendiri harus di tingkatkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dunia modern. Masyarakat muslim tidak bisa menghindarkan diri dari arus globalisasi tersebut, apalagi jika ingin berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif. Hampir menjadi semacam kesepakatan umum bahwasannya peradaban masa depan adalah peradaban yang dalam banyak 21 hal didominasi ilmu (khususnya sains), yang pada tingkat praktis dan penerapan menjadi tehnologi. Maka dari itu tantangan bagi masyarakatmasyarakat muslim dibagian dunia manapun untuk mengembangkan sains dan tehnologi sekarang dan masa dan masa datang tidak lebih ingan (Azra, 2002: 43) Dengan demikian, pembaruan Islam harus dilakukan seiring dengan perkembangan zaman termasuk dalam etika atau moral harus dikembangkan pada diri peserta didik agar menjadi insan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat. 22 BAB III BIOGRAFI IMAM AL GHAZALI Imam Al Ghazali merupakan tokoh yang sudah terkenal di seluruh penjuru, terutama diseluruh cendekiawan Islam. Beliau juga ahli tasawuf dan filsafat yang terkenal. Untuk mengetahui tentang Imam Al Ghazali, maka penulis mencoba menjelaskan biografi dan sepak terjang dari Imam Al Ghazali, diantaranya: A. Biografi Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali adalah ulama besar dalam bidang agama. Nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Tusi Al Ghazali (Abudin, 2001:55). Beliau lahir di perkampungan kecil bernama Ghazalah, daerah Thus, Khurasan, suatu wilayah di Persi (Iran), pada tahun 450H/ 1058M. Al Ghazali tumbuh dan berkembang dalam keluarga sederhana yang saleh. Ayahnya bernama Muhammad seorang buta huruf yang kesehariannya sebagai penenun wol dengan penghasilan yang paspasan (Rahmaniyah, 2010). Dia adalah seorang yang mempunyai tipe pecinta ilmu, sehingga di samping menekuni pekerjaannya, ia juga sering mengunjungi majelis-majelis pengajian. Dari sinilah beliau berkeinginan dan berdo’a supaya dikaruniai anak yang kelak menjadi orang besar dan berpengetahuan luas seperti ulamaulama tempat ia mengambil ilmu (Sholeh, 2006:24). 23 Al Ghazali mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Abu al Futuh Ahmad bin Muhammad bin Ahmad at Tusi Al Ghazali yang bergelar Majduddin. Keduanya menjadi ulama besar. Hanya saja Majduddin lebih berprofesi pada kegiatan dakwah sedangkan Imam Al Ghazali menjadi penulis dan pemikir. Pendidikan Imam Al Ghazali pada masa kecil berlangsung di kampung halamannya. Setelah ayahnya meninggal dunia, beliau dan saudaranya dididik oleh seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayah keduanya untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad ar Razikani at Tusi, ahli tasawuf dan Fiqh dari Thus. Mula-mula sufi ini mendidik keduanya secara langsung. Tetapi, setelah harta keduanya habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di Thus. Setelah itu Imam Al Ghazali menuju ke Naisabur dan belajar kepada Imam al Juwaini yang terkenal dengan sebutan Imam al-Haramain, seorang teolog Asy’ariyah. Meskipun Imam al-Haramain bukan seorang filosof, tetapi ia mengajarkan studi filsafat kepada Imam Al Ghazali. Disinilah pertama kali Imam Al Ghazali mengenal ilmu kalam dan filsafat. Kecerdasan Al Ghazali sempat mengundang decak kagum Imam al-Haramain, maka tidak lama berselang beliau pun diangkat menjadi asisten pengajar oleh Imam al Haramain. Imam Al Ghazali resmi menjadi guru di Madrasah Nidzamiyyah Naisabur ketika Imam al-Haramain meninggal pada tahun 479 H (Sholeh, 2006:26). Dari Naisabur Al Ghazali merasa tidak puas. Akhirnya beliau melanjutkan atau berpindah ke kota Mu’askar. Di tempat tersebut beliau 24 menemui dan berkenalan dengan Nidzam al-Mulk, seorang Perdana Menteri Kerajaan Saljuq. Nidzamul Mulk menjadikan Al Ghazali sebagai guru pada tahun 1091 M di Madrasah al Nidzamiyyah Baghdad yang telah didirikan oleh Nidzamul Mulk sendiri. Di kota Baghdad ini Al Ghazali menjadi terkenal. Pengajian halaqohnya semakin ramai. Ia pun telah menulis banyak karya ilmiah. Pada tahun 1095 M, Al Ghazali meninggalkan jabatanya yang terhormat di Bahgdad, kemudian menuju kota Makkah (Zuhri, 1997:131), guna menunaikan ibadah haji. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Syam dan tinggal sementara di kota Baitul Maqdis. Selanjutnya Imam Al Ghazali pergi ke Damaskus dan ber’uzlah di sebuah Zawwiyah di dalam masjid raya Al Umawi Zawiyah tempat Imam Al Ghazali uzlah tersebut sampai sekarang masih ada dan terkenal dengan sebutan Az Zawiyat Al Ghazaliyah. Di tempat ini beliau menggunakan waktunya untuk menulis kitab Ihya’ Ulumuddin. Akhirnya Imam Al Ghazali kembali ke Thus, sampai di sana beliau mendirikan lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan tersebut beliau mengajar dan beribadah. Kemudian di akhir kehidupanya tepatnya pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H/1111 M, setelah ia selesai berwudhu dengan sempurna, lalu berbaring meluruskan badan dan kakinya, kemudian menghadap ke arah kiblat dan tidak lama setelah itu beliau meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di makam at-Thabron (1997:130). Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya Imam Al Ghazali meliputi berbagai ilmu pengetahuan, beberapa di antaranya yang termasyhur adalah kitab Ihya’ Ulumuddin; kitab yang sangat penting dan mashur 25 mengenai ilmu kalam, tasawuf dan akhlak atau etika. Di samping itu beliau juga menjelaskan tentang arti penting kedudukan, keikhlasan di antara ilmu dan amal. Beliau meninggalkan pusaka yang tidak dapat dilupakan oleh umat muslimin pada khususnya dan dunia pada umumnya dengan karangankarangannya yang berjumlah banyak. B. Kondisi Sosial Politik Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali merupakan salah satu dari sekian banyak tokoh yang telah mewarnai hazanah pemikiran Islam dan beliau termasuk tokoh yang sangat disegani. Dalam memahami pemikiran Imam Al Ghazali, tentunya harus dilakukan banyak kajian terhadap riwayat hidupnya maupun karyakaryanya dalam berbagai disiplin ilmu. Berkaitan dengan profesinya sebagai sebagai pemikir, Imam Al Ghazali telah mengkaji secara mendalam dan kronologis minimal empat disiplin ilmu sehingga ia menjadi ahli ilmu kalam atau teolog, filosof, seorang sufi karena ilmu tasawufnya. Imam Al Ghazali dilahirkan di keluarga yang amat seerhana dan bisa dikatakan warisan nilai dari seorang ayah Imam Al Ghazali kepada beliau tentang nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, dan semangat dalam mencari ilmu-ilmu agama. Itulah salah satu yang mempengaruhi pemikiran beliau untuk senantiasa, menuntut ilmu. Selain itu, beliau hidup di masa klasik yaitu 1250 M. namun pada masa itu juga sudah memasuki tahun kemunduran Islam. Pada masa itu, pemerintahan masih dipimpin oleh dinasti Abasiyyah. Pemerintahan 26 Abbasiyyah mulai mengalami kemunduran yang dipengaruhi oleh terjadinya konflik internal. Meskipun pemerintahan yang dipimpin Dinasti Abasiyyah, pemerintah sangat memperhatikan masalah ilmu pengetahuan. Di masa itu banyak muncul ilmu pengetahuan dari ilmuan Islam dan Yunani. Kekuatan Dinasti Abasiyyah mulai melemah karena konflik internal yang tidak kunjung selesai. Sebelumnya pemerintahan atau kekuasaan dipegang oleh bangsa Arab dan Persia, namun dari kemunduran tersebut pemerintah banyak dipegang oleh bani Saljuk dari Turki (Ya’kup, 1979:26). Periode Imam Al Ghazali juga dapat dikatakan sebagai masa tampilnya berbagai aliran keagamaan, dan tren-tren pemikiran yang saling berlawanan. Munculnya banyak aliran-aliran dalam pemahaman ilmu agama pada masa Imam Al Ghazali yang berpijak pada berkembangnya kehidupan umat Islam pada masa itu. Berbagai permasalahan muncul dan persoalan pertama yang muncul adalah persoalan politik karena mempengaruhi aqidah pada masa itu. Pengaruh persoalan tersebut adalah dengan munculnya aliran Khawarij. Pemahaman masalah aqidah terus berkembang menyebabkan timbulnya aliran-aliran lain seperti Qadariyah, Jabriyah, Murji’ah, dan yang lebih dominan adalah Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Namun demikian, banyak aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari kedua aliran tersebut. Di antaranya yaitu aliran bathiniyah. Sangat sulit untuk mempengaruhi masyarakat di kala itu, karena notabenenya mu’tazilah berdasarkan pada dalil naqli dan juga memasukkan aqli (rasio) dalam aliran tersebut. Ketiga aliran tersebut mengacu pada aliran yang berdasar pada 27 teologi, logika, dan bathiniyah. Dari semua aliran tersebut banyak mempengaruhi pemikiran Imam Al Ghazali yang pada masa iu beliau haus akan ilmu tentang salah satu aliran tersebut, sehingga beliau mendalami semua supaya tidak muncul keraguan di antara semuanya (Amin, 1995:180). Dalam pandangan Imam Al Ghazali ada empat golongan yang menimbulkan krisis dalam bidang pemikiran dan intelektual yang disebabkan oleh pertentangan pendapat mereka, yaitu ahli kalam (mutakallimin), kaum bathiniyah, para filosof dan kaum sufi. Imam Al Ghazali pada masa kecemerlangan intelektualnya merasa prihatin dan resah terhadap kondisi umat Islam waktu itu. Keresahannya terutama disebabkan oleh merajalelanya pemikiran yang berorientasi kuat pada Hellenisme yaitu suatu paham yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani, seperti Mu’tazilah. Kelompok yang suka mengembangkan rasio ini juga dilapisi beberapa filusuf muslim, seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi (Hanafi, 1990: 138). Setelah mempelajari semua aliran-aliran tersebut, beliau mulai berfikir secara mendalam tentang pemahaman aliran-aliran tersebut. Imam Al Ghazali berfikir bahwasannya ilmu pengetahuan tentang aliran-aliran tersebut bersifat indrawi yang kadang tidak ada kebenarannya dan bahkan menyesatkan. Oleh karenanya, beliau memutuskan untuk meninggalkan ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi tersebut dan mulai menekuni di bidang tasawuf yang selalu menggunakan hati. Pandangan Imam Al Ghazali yang sangat terkenal adalah pandangannya tentang hakekakt manusia, yang berlandaskan pada esensi manusia yaitu 28 jiwanya yang bersifat kekal dan tidak hancur. Ada empat istilah yang sangat populer dekemukakan oleh Imam Al Ghazali dalam pembahasannya yang begitu mendalam tentang esensi manusia, yaitu tentang hati (qalb), ruh, jiwa (nafs), dan akal (aql) (http://bkpp.acehprov.go.id/simpegbrr/article.html). Dari pemaparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kelahiran Imam Al Ghazali sebagaimana dijelaskan di atas adalah bersamaan engan menghangatnya perbedaan dalam berbagai dimensi kehidupan beragama, baik dalam konteks normatif maupun dalam wacana deskriptif akadaemik yang menyeret pada menajamnya pandangan yang berbeda-beda bersamaan dengan munculnya mazhab dan kelompok aliran berbagai karakteristik yang khas. Kondisi di atas adalah latar belakang Imam Al Ghazali untuk secara tajam mengkritik aliran-aliran dalam pemikiran islam, karena terdorong oleh gejala pemikiran bebas waktu itu yang membuat orang meninggalkan ibadah. Pengaruh filsafat dalam diri beliau juga begitu kentalnya. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At-Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi (Taimiyah, 1997:54).” 29 Hal ini terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ”Perkataannya di Ihya’ Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang rusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadis-hadis palsu (1997:55).” Demikianlah Imam Al Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fiqh, tasawuf, dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah SAW yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran, Imam Al Ghazali banyak mencurahkan perhatiannya. Analisisnya terhadap esensi manusia mendasari pemikirannya pada kedua bidang ini. Menurut Al Ghazali, manusia dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena ilmu dan amalnya. Sesuai dengan pandangan Imam Al Ghazali terhadap manusia amaliahnya, yaitu bahwa yang amaliah itu tidak akan muncul dan kemunculannya hanya akan bermakna kecuali setelah ada pengetahuan. Sehingga wajar dalam karyanya yang sangat monumental, Ihya’ Ulumuddin, Imam Al Ghazali mengupas ilmu pengetahuan secara panjang lebar dalam sebuah bab tersendiri. Dalam pembahasannya tentang ilmu, Imam Al Ghazali menggambarkannya bahwa kewajiban manusia bukanlah hanya menuntut 30 ilmu saja namun juga membagi ilmu yang telah ia dapat dalam tatanan sosial masyarakat (Asrori, 1996:6). Dilihat dari Ihya’ Ulumuddin bab pertama, Imam Al Ghazali adalah penganut kesetaraan dalam dunia pendidikan, beliau tidak membedakan gender siswanya, juga tidak dari golongan mana mereka berbeda, selama dia Islam maka hukumnya wajib, tidak terkecuali siapapun. C. Karya-karya Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali adalah seorang ulama yang produktif dalam menyampaikan pemikirannya lewat tulisan-tulisan (karya ilmiah) yang banyak jumlahnya. Diantara karya-karyanya yaitu (Al-Qardawi, 189-199): 1. Bidang falsafah a. Maqasid al-Falasifah, b. Tahafut al- Falasifah Diterbitkan di Kairo tahun 1302 H. 1320 H.. 1321 H. dan tahun 1995 M. juga telah diterbitkan di Bombay pada tahun 1304 H. c. Al-Ma’arij ul-Aqaliyah 2. Bidang pembangunan agama dan akhlak a. Ihya’ Ulumuddin Kitab ini telah diterbitkan ribuan kali, diantaranya di Bulaq tahun 1269, 1279, 1282, 1289 H. juga diterbitkan di Istambul tahun 1321 H. di Teheran 1293 H.dan diterbitkan Darul Qolam Beirut tanpa disebutkan tahunnya. 31 b. Al-Munqis Min al-Dhalal, c. Minaz al-Amal, d. Kimiya al-Sa’adah Diterbitkan oleh Hijr di Luctenaw tahun 1279 H. dan di Bombay tahun 1883 M. e. Minhaj al-Abidin, f. Kitabul al-Arbain, g. At-Tabbarrul Masbuk fi Nasihat al-Muluk, h. Al-Mustashfa fi al-usul Diterbitkan di Bulaq tahun 1322 dalam bentuk 2 juz i. Misyikatul Anwar j. Al-Munqid min al-Dhalal Telah dicetak di Istambul tahun 1286 H dan 1303 H. kemudian di Kairo tahun 1209 H. k. Ayyuhal Walad Terbit dalam satu kumpulan edisi di Kairo tahun 1328 H. Di Istambul juga terbit pada tahun 1305 H. dan di Qazam tahun 1905 M. dengan terjemah bahasa Turki oleh Muhammad Rasyid. Diterjemahkan juga ke dalam bahasa Jerman oleh Hammer Y di Wina tahun 1837 M. diterjemahkan pula kedalam bahasa Perancis dalam publikasi edisi khusus UNESCO tahun 1951 M. dengan judul Traite du Disciple. l. Al-Adab fid-Diin 32 Kitab ini diterbitkan satu edisi dengan kumpulan risalah Al Ghazali (Maimu’ur Rasa’il) di Kairo tahun 1328/1910M. m. Ar-Risalah al-Laduniyah 3. Bidang politik yang berkaitan dengan kenegaraan a. Mustazh-hiri, b. Al- Munqiz min al-Dhalal, c. At-Tibru-Masbuk fi-Nasihat at-Muluk, d. Sirr al-Alamain, e. Fatihat, f. Al-Iqtishad fi al- I’tiqad Diterbitkan oleh Musthafa al Qabbany, Kairo tahun 1320 H. g. Al-Wajiez h. Suluk al-Sultaniyyah, i. Bidayat al-Hidayah: Diterbitkan oleh Buluq tahun 1287 H. Kairo 1277 H. dan 1303 H. Dalam terbitan yang disertai catatan-catatan Muhammad an Nawawi al Jary, terbit di Kairo tahun 1308 H. Lucknow 1893. Kairo 1306, 1326 H. terbit di Madabay 1326 H. Kairo 1353 H. Maktabatul Qur’an juga menerbitkan pada tahun 1985. j. Nasihat al-Muluk 4. Bidang ushuluddin dan akidah a. Arba’in fi Ushuluddin 33 Yang merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an. Terbit di Kairo tahun 1328 H/ 1910 M. dan diterbitkan pula oleh Maktabah at Tijariyah tanpa tahun. b. Qawa’idul Aqa’id yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama, c. Al Iqtishad fil I’tiqad, dan d. Faisal at-Tafriqah Bainal Islam wa Zanadiqah. Masih banyak lagi karya Al Ghazali lainnya, baik yang sudah di cetak dan diterbitkan, maupun yang masih berbentuk manuskrip. Sedangkan di sisi lain ada ratusan karya yang dikategorikan hasil karya Al Ghazali, dan tentunya hal ini masih diperdebatkan (Sholeh, 2006:4345). Dari sekian banyak karya beliau, penulis mengambil kesimpulan bahwa antara karya yang satu dengan yang lain memiliki ketersinambungan pesan dan nasihat dari Imam al-Ghazali yaitu mencari kebenaran yang hakiki berdasarkan pada keyakinan kepada Sang Maha Esa dan menggapai hidayah Allah swt, dimana seorang hamba selalu membutuhkan pertolongan dan bimbingan bagi dirinya sendiri. Kitabkitab beliau ini bertujuan untuk memerangi kebobrokan moral pada diri manusia menuju insan kamil yang siap menghadap kepada Sang Pencipta. 34 Seperti kitab Ihya’ Ulumuddin yang berisikan ajaran tentang adab, ibadah, tauhid, akidah, dan tasawuf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ciri khas dalam karya beliau adalah membangkitkan kesadaran diri untuk menjadi insan kamil yang taat pada Sang Pencipta serta bermanfaat bagi sesama makhluk. 35 BAB IV POKOK PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI (TELAAH KITAB IHYA’ ULUMUDDIN) A. Etika Peserta Didik dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin telah penyampaikan tentang etika peserta didik. Dalam hal ini beliau menjelaskan keutamaan tentang pentingnya ilmu (Al-Ghazali: 77) Beliau menjelaskan bahwa puncak ilmu berada pada pengamalan terhadap ilmu. Dalam hal ini pengamalan dianggap buah ilmu untuk bekal menuju akhirat. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa tugas peserta didik yang dimaksudkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin sebagai berikut: Pertama, Seorang peserta didik harus membersihkan / mensucikan jiwanya dari akhlak yang buruk / kotor dan sifat-sifat tercela. Hal ini mengingatkan bahwa ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya nurani dan mendekatkan batin manusia pada Allah SWT (Al-Ghazali, 2014: 28). Sebagaimana tidak sah shalatnya yang menjadi tugas anggota dhohir kecuali dengan mensucikannya dari segala hadas dan najis. Maka tidahlah sah apabila batin dan kemakmuran hati dengan ilmu pengetahuan, kecuali dengan mensucikan ilmu itu dari kotoran budi pekerti dan najis dari najis. 36 Al-Ghazali menggambarkan tentang ilmu yaitu dengan mengumpamakan antara malaikat dengan anjing. Malaikat tidak akan masuk pada rumah apabila terdapat anjing di dalam rumah tersebut. Padahal ilmu pengetahuan tidak akan dicurahkan pada manusia selain selain dengan perantara malaikat (Al-Ghazali: 62). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa menurut Al-Ghazali yang pertama yaitu mendahulukan kesucian jiwa (mensucikan hati dari perilaku yang buruk dan sifat-sifat yang tercela) sebagaimana sabda nabi: Artinya: agama itu dibangun diatas kebersihan. Pengertian kebersihan bukan hanya berkaitan dengan pakaian, tetapi juga berkaitan dengan kebersihan hati. Hal ini ditunjukkan oleh firmanNya yang menyebutkan dalam surat At-Taubah:28 Artinya: “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis”. Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, Karena menyekutukan Allah. Bahkan najispun tidak hanya berkaitan dengan berpakaian saja, apa yang tidak dapat membersihkan batin dari kotoran, maka ia tidak dapat menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak dapat memperoleh penerangan dari cahaya ilmu (Abu Bakar dkk, 2014: 28). 37 Bahkan najispun tidak hanya berkaitan dengan berpakaian saja, apa yang tidak dapat membersihkan batin dari kotoran, maka ia tidak dapat menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak dapat memperoleh penerangan dari cahaya ilmu (Abu Bakar dkk, 2014: 28). Kedua, seorang peserta didik atau siswa hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi, ia harus bersungguh-sungguh dan bekerja keras dalam menuntut ilmu, bahkan ia harus menjauh dari keluarga dan kampung halamannya. Hal ini karena banyak berhubungan dengan yang menyibukkan hari dan pikiran (Al-Ghazali: 63) Apabila pikiran peserta didik atau siswa itu telah terbagi, maka kurang untuk mendalami ilmu pengetahuan. Karena ilmu itu tidak akan menyerahkan sebagian kepadamu sebelum kamu menyerahkan seluruh jiwa ragamu (Al-Baqir, 1996: 169) Seperti ungkapan bahwa “Ilmu takkan memberikan kepadamu walau hanya sebagian darinya, sampai engkau memberikan kepadanya keseluruhan dirimu”. Sedangkan pikiran yang terbagi-bagi, sama seperti saluran yang airnya terbagi kebeberapa arah, sebagiannya terserap oleh tanah, dan sebagiannya lagi menguap diudara, sehingga tidak akan tersisa lagi sekedar yang cukup dapat dimanfaatkan leh para petani (Al-Zabidi, 2002: 504) Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang mencari ilmu hendaknya meminimalkan kesibukan duniawi. Dan berusaha fokus dengan apa yang ia niatkan (memcari ilmu). 38 Ketiga, hendaknya seorang peserta didik jangan menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya dan jangan pula menentang guru atau pengajar, tetapi menyerahkan seluruhnya kepada guru dengan menaruh keyakinan penuh terhadap segala hal yang dinasihatkan terhadap kita. Nabi bersabda: ِ َﻟَﻴﺲ ِﻣﻦ أَﺧﻼ ِ َﻤﺆِﻣ ِﻦ اَﻟْﺘَﻤﻠﱡ ُﻘِﺈﱠﻻِﰲ ﻃَﻠ ﺐ اْﻟﻌِْﻠﻢ ﻟ ا ق ُ ْ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ Artinya:“bukanlah termasuk akhlak orang mukmin bersikap basa basi kecuali dalam menuntut ilmu”. Perihalnya sama dengan seorang yang sakit keras. Dia harus menyerahkan pilihanya kepada dokter yang menanganinya. Karena manusia di samping memiliki akal, ia juga memiliki hawa nafsu. Jika dalam proses pendidikan akal yang didahulukan dan sifat terpuji yang disandang, maka peserta didik akan mendapatkan keselamatan dan kesuksesan. Tetapi apabila seorang peserta didik yang masih berpegang teguh pada pendapatnya sendiri dan menhiraukan petunjuk dari guru atau pengajar maka hukumlah mereka dengan keteledoran dan kerugian. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa peserta didik dalam belajar mempunyai hak untuk bertanya, tetapi atas izin dan petunjuk pengajar atau guru (Al-Zabidi, 2002: 514) Maksudnya, seorang murid yang baik hendaknya bersikap rendah hati atau tawadlu. Sifat ini sungguh sangat ditekankan oleh Al-Ghazali. Beliau menganjurkan agar jangan ada murid yang merasa lebih besar daripada 39 gurunya, atau merasa ilmunya lebih hebat dari pada ilmu gurunya. Murid yang baik harus menyerahkan persoalan ilmu kepada guru, mendengarkan nasehat dan arahannya sebagaimana pasien yang mendengarkan nasehat dokternya. Keempat, hendaknya seorang peserta didik menghindarkan diri dari mendengar perselisihan-perselisihan pendapat dikalangan orang lain, karena sesungguhnya hal itu mendatangkan kebimbangan dan kebingungan (AlGhazali: 66) Tidak diperbolehkan para pemula mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh para seniornya, sehingga sebagian dari mereka ada yang mengatakan, bahwa barang siapa yang mengunjungi kami sebsgsi pemula maka dia menjadi teman. Sedangkan orang yang lalai menganggapnya sebagai sikap pemalas: Artinya: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan”(An-Naml:28) Dan sesunggunya diawali dengan kecenderungan hatinya terhadap segala yang diberikan kepadanya, khususnya hal-hal yang menghambat seperti malas dan patah semangat. Khusus terhadap murid yang baru hendaknya jangan mempelajari ilmu-ilmu yang saling berlawanan, atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan. Seorang murid yang baru hendaknya tidak mempelajari aliran-aliran yang berbeda-beda, atau terlibat dalam berbagai perdebatan yang membingungkan. 40 Kelima, hendaknya seorang peserta didik jangan menolak suatu cabang-cabang ilmu yang terpuji melainkan ia harus menyelaminya sampai mengetahui tujuannya (Al-Ghazali: 67) Seorang murid atau peserta didik yang baik hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib. Pengetahuan yang menyangkut berbagai segi (aspek) lebih baik daripada pengetahuan yang menyangkut hanya satu segi saja. Mempelajari Al-Qur’an misalnya harus didahulukan, karena dengan menguasai Al-Qur’an dapat mendukung pelaksanaan ibadah, serta memahami ajaran agama Islam secara keseluruhan, mengingat Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Hal ini sejalan dengan pendapat Al-Ghazali yang mengatakan bahwa ilmu-ilmu yang ada itu saling berkaitan dan berhubungan satu dengan yang lainnya, di mana bisa terjadi keawaman terhadap salah satunya lebih ringan dibandingkan terhadap ilmu lainnya. Keenam, Hendaknya ia memusatkan perhatian terhadap ilmu yang terpenting, yaitu ilmu mengenai akhirat (al Ghazali : 69) Perlu diketahui bahwa ilmu yang paling mulia dan mempunyai tujuan utama yaitu makrifah kepada Allah (mengenal allah) merupakan lautan yang kedalamannya tak dapat diselami, dan tingkatan yang paling tinggi bagi manusia dalam hal ini adalah tingkatan para nabi lalu para wali kemudian orang-orang yang berada di bawah mereka. 41 Maksudnya, seorang murid yang baik hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap. Seorang murid dinasehatkan agar tidak mendalami ilmu secara sekaligus, tetapi memulai dari ilmu-ilmu agama dan menguasainya dengan sempurna. Setelah itu, barulah ia melangkah kepada ilmu-ilmu lainnya, sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jika ia tidak mempunyai waktu untuk mendalaminya secara sempurna, maka seharusnya ia pelajari saja rangkumannya. Ketujuh, menuntut ilmu bertujuan menghiasi batinya dengan hal-hal yang mengantarkan untuk mengenal Allah dan mendukungnya didekat golongan tertinggi dari kaum Muqorrobiin, dan bukan bertujuan untuk mencari kepemimpinan dan harta benda dan kedudukan (al Ghazali: 31) Maksudnya, seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum menguasai disiplin ilmu sebelumnya. Sebab ilmu-ilmu itu tersusun dalam urutan tertentu secara alami, di mana sebagiannya merupakan jalan menuju kepada sebagian yang lain. Murid yang baik dalam belajarnya adalah yang tetap memelihara urutan dan pentahapan tersebut. B. Relevansi Etika Peserta Didik Perspektif Imam Al-Ghazali dalam Konteks Kekinian Inti masalah yang dihadapi umat islam dewasa ini adalah masalah pendidikan dan tugas beratnya adalah memecahkan masalah tersebut. Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dapat dilihat dari outputnya, yakni orang-orang yang menjadi produk pendidikan. 42 Apabila sebuah proses pendidikan menghasilkan orang-orang yang bertanggung jawab atas tugas-tugas kemanusiaan dan tugasnya kepada Tuhan, bertindak lebih bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil. Sebaliknya, bila outputnya adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas hidupnya, pendidikan tersebut dianggap gagal. Ciri-ciri utama dari kegagalan proses pendidikan ialah manusiamanusia produk pendidikan itu lebih cenderung mencari kerja daripada menciptakan menciptakan lapangan kerja sendiri. Kondisi demikian, lahirlah berbagai budaya yang tidak sehat bagi masyarakat luas. Di berbagai media masa telah banyak diungkapkan mengenai rendahnya mutu pendidikan nasional kita. Oleh karena itu dapat disadari bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak dapat lepas dari proses perubahan siswa di dalam dirinya. Perubahan yang dimaksud adalah mencakup dalam pengetahuan, sikap, dan psikomotor. Keadaan ini mengundang para cendekiawan mengadakan penelitian yang berkaitan dengan mutu pendidikan. Mengenai mutu pendidikan masalahnya menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, dapat disadari bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak dapat lepas dari proses perubahan siswa di dalam dirinya. Perubahan yang di maksud mencakup dalam pengetahuan, sikap, dan etika dalam pembelajaran. 43 Seperti telah dikemukakan di atas, tampak pemikiran Al-Ghazali sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia, yang secara jelas menawarkan pendidikan Akhlak yang paling diutamakan. Untuk lebih jelasnya, sehubungan pemikiran Al-Ghazali bagi pengembangan dunia pendidikan Islam khususnya, dan pendidikan pada umumnya. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan ada beberapa sifat, tugas, tanggung jawab dan langkah-langkah yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Tujuan Pendidikan Dari hasil studi terhadap pemikiran Al Ghazali, diketahui dengan jelas bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan yaitu: a. Tercapainya kesempurnaan insan yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah b. Kesempurnaan insan yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat. Jadi manusia akan sampai kepada tingkat kesempurnaan itu hanya dengan menguasai sifat keutamaan melalui ilmu. Dengan demikian, modal keabahagiaan dunia dan akhirat adalah ilmu. Al Ghazali menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk insan yang paripurna, yaitu insan yang tahu kewajibannya, 44 baik sebagai hamba Allah maupun sebagai sesama manusia (Sulaiman, 2000: 12). 2. Materi Pendidikan Islam Imam Al Ghazali telah menyusun materi ilmu dengan kebutuhan anak didik. Hanya saja Al Ghazali tidak merincinya sesuai dengan jenjang dan tingkatan anak didik. Yang menarik adalah hingga saat ini pendidikan Islam di negara kta masih jauh terbelakang, dalam arti bahwa pendidikan masih membedakan antara Ilmu agama Islam dan ilmu umum. Hal tersebutlah yang akhirnya menimbulkan masalah yang kemudian memunculkan upaya-upaya untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan atau modernisasi Islam yang pada prinsipnya hendak membangun kembali semangat umat Islam untuk selalu modern, maju, dan terus melakukan perbaikan bagi diri sendiri dan masyarakatnya tanpa harus mengabaikan sisi ketakwaan kepada Allah SWT (Zainuddin : 68-74) 3. Metode pendidikan Islam Metode pendidikan agama menurut Al Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran. Setelah itu, penegasan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang penguatan akidah (Rusn, 1998: 75). Pendidikan agama kenyataannya lebih sulit dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Karena pendidikan agama menyangkut masalah 45 perasaan dan menitik beratkan pada pembentukan kepribadian murid atau peserta didik. Oleh karen itu, usaha Al Ghazali untuk menerapkan konsep pendidikannya dalam bidang agama dengan menanamkan akidah sedini mungkin dinilai tepat. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya dari metode pendidikan pendidikan lebih luas dari pada apa yang telah dikemukakan di atas. mengaplikasi metode pendidikan secara tepat, tidak hanya dilakukan pada saat berlangsung proses pendidikan atau proses belajar mengajar saja, dan melatih fisik dan psikis peserta didik itu sendiri sebagai pengguna metode pendidikan. Nilai-nilai kependidikan yang digunakan oleh Imam Al Ghazali dapat diterapkan dalam dunia pendidikan global. Hal ini bahwa nilai-nilai kependidikan yang digunakan oleh imam Al Ghazali dapat diterapkan dalam pendidikan dunia global. Berdasarkan uraian di atas, berikut ini akan dikemukakan kesimpulan: 1. Keutuhan pribadi Al Ghazali dapat diketahui dengan memahami hasil karyanya disemua bidang dan disiplin ilmu yang telah diselaminya dan bukan pada satu segi saja misalnya segi tasawauf, dengan demikian kesan Al Ghazali hanya sebagai sufi yang hanya bergerak dibidang ruhani dan perasaan jiwa. 2. Pendidikan Islam menurut Al Ghazali adalah sarana perekayasaan sosial bagi umat Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menuju kesempurnaan hidup manusia hingga mencapai 46 insan kamil yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dan kesempurnaan manusia yang bertujuan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. 3. Materi pendidikan Islam menurut Al Ghazali yang berdasarkan AlQur’an dan As-Sunnah ialah berasaskan berbagai ilmu pengetahuan sebagai sarana yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya, sehingga ia mendekatkan diri secara kualitatif kepadaNya. Dan dengan begitu peserta didik dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Memang sarjana muslim tidak menolak ilmu intelektual tetapi kemunduran Islam, salah satu sebabnya adalah pengabaian ilmu intelektual (Bakar, 1997: 247). 47 BAB V PENUTUP Dalam bab terakhir ini, penulis mengambil kesimpulan berdasarkan dengan analisis yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dan disesuaikan dengan pembahasan penulisan ini. Berdasarkan pada pembahasan bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Etika peserta didik Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ada banyak, tetapi penulis membahas tujuh etika/ tugas peserta didik diantaranya, yaitu: a. Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak-akhlak yang kotor.Yang diawali dengan mensucikan hati dari perilaku yang buruk dan sifatsifat yang tercela. Hal ini mengingatkan bahwa ilmu adalah ibadahnya hati, shlatnya nurani dan mendekatkan batin manusia pada Allah SWT. b. Hendaknya orang yang bersangkutan (penuntut ilmu)Mengurangi keterkaitanya dengan kesibukan-kesibukan duniawi dan menjauhkan dari keluarga dan kota tempat tinggal. Sebab, semua keterkaitan akan memalingkan hendak yang dicapai. Padahal Allah SWT tidak pernah memberikan dua hati (sarana berfikir) sekaligus dalam diri siapapun. Jika pikiran pikiran seserang telah terbagi, tak mungkin ia berhasil mencapai kebenaran hakiki. 48 c. Hendaknya ia tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan tidak menentang pengajarnya, tetapi menyerahkan kendali pilihanya secara penuh kepada si pengajar. Perihalnya sama dengan seorang yang sakit keras. Dia harus menyerahkan pilihanya kepada dokter yang menanganinya. d. Hendaknya ia menghindarkan diri dari mendengar perselisihanperselisihan pendapat dikalangan orang lain, karena sesungguhnya hal itu mendatangkan kebimbangan dan kebingungan dan sesunggunya diawali dengan kecenderungan hatinya terhadap segala yang diberikan kepadanya, khususnya hal-hal yang menghambat seperti malas dan patah semangat. e. Janganlah ia menolak suatu cabang-cabang ilmu yang terpuji melainkan ia harus menyelaminya sampai mengetahui tujuannya f. Hendaknya ia memusatkan perhatian terhadap ilmu yang terpenting, yaitu ilmu mengenai akhirat. g. Hendaknya orang yang menuntut ilmu bertujuan menghiasi batinya dengan hal-hal yang mengantarkan untuk mengenal Allah. 2. Relevansi dalam konteks kekinian. Etika peserta didik yang terdapat dalam kitab ihya’ ulumuddin di atas sangat beepengaruh terhadap dunia pendidikan kekinian. Salah satunya adalah nilai-nilai etika yang ada di dalamnya sangat relevan dengan dunia modern, sehingga dengan berbekal tugas-tugas tersebut, mampu dijadikan tameng atau pegangan oleh peserta didik dalam menghadapi arus 49 globalisasi yang semakin kuat dan tuga-tuga peserta didik tersebut sangat sesuai serta menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran apabila diterapkan dalam pembelajaran saat ini. Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya penelitian ini dan peneliti lain di kesempatan berikutnya. Semoga penelitian ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga para pembaca pada umumnya. Penulis begitu bersyukur kepada Allah SWT. karena dengan ridha –Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih pada terselesaikannya penelitian ini baik berupa tenaga maupun doa, semoga Allah membalasnya dengan berlipat-lipat dari apa yang penulis dapatkan. B. Saran-Saran 1. Untuk memahami sistem Pendidikan Agama Islam harus berdasar pada dua acuan yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. 2. Selain dua acuan tersebut, diperlukan acuan lainnya seperti para pemikir pendidikan muslim. Oleh karena itu, pemikiran Al Ghazali mengenai 50 pendidikan Islam hendaknya dapat dijadikan sandaran bagi pengembangan pendidikan baik pendidikan yang bersendikan agama maupun non agama. 3. Upaya untuk melakukan pemikiran Al Ghazali mengenai pendidikan hendaknya diambil dari rujukan yang asli untuk menjaga orisinalitas pemikiran tersebut. 4. Pemikiran Al-Ghazali ini hendaknya dijadikan rujukan bagi pengembangan ilmu pendidikan dimasa sekarang dan yang akan datang terutama pengembangan pendidikan bagi masyarakat Islam yang berkualitas tidak pernah dapat mencapai ukuran berhasil. 5. Kepada para peserta didik atau siswa, etika Al Ghazali memang benar ditunjukkan untuk melatih jiwa guna mencapai ridha Allah, akan tetapi bukankah Al-Qur’an juga mengajarkan bahwa kita harus hidup di dunia dengan sejahtera dan di akhirat pun kita harus hidup sejahtera. 51 DAFTAR PUSTAKA Achmadi. 1983. Ilmu Pendidikan 2. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Al-Ghazali. TanpaTahun.RingkasanIhyaUlumuddin.TerjemahanOlehBahrun Abu Bakar. 2014. Bandung:PenerbitSinarBaruAlgensindo. Cetakan ke-3. Amin, Husayn Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT. Remajaroskarya. Asrori, Ma’ruf. 1996. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu. Surabaya: Al-Miftah. Al Qardawi, Yusuf. Pro Kontra Pemikiran Al Ghazali. Risalah Gusti. Azra, Azyumardhi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru. Logos Wacana Ilmu Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Mardiyanto. 2009. Psikologi pendidikan; Landasan Bagi Pengembangan Strategi Pembelajaran, Bandung: CitaPustaka Media Perintis. Cet. 1 Nata, Abuddin. 2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid Studi Pemikiran Tasawuf Al Ghazali. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rahmaniyah, Istighfarotur. 2010.Pendidikan Etika. Malang: Aditya Media. Rusn, Abidin Ibnu, Pemikiran Al-Ghazali, Surabaya: Risalah Gusti, Pustaka Pelajar, 1998. Sholeh, Asrorun Niam. 2006. Jakarta. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Elsas Taimiyah, Ibnu. 1997. Majmu Fatawa, Lajnah al-Dakwah wa Ta’lim. Ya’qup, Ismail. 1979. Ihya’ Ulumuddin,jilid 1. Terjemah Semarang: CV.Faizan. Zuhairini, et.al. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Zuhri, Muh. 1997. Hukum Islam dalam Lintas Sejarah. Grafindo Persada, http://bkpp.acehprov.go.id/simpegbrr/article.html, Jakarta: PT. Raja DAFTAR NILAI SKK Nama : Evi Khusnul Khuluq NIM : 111-12-251 Fakultas /Jurusan : FTIK/PAI Dosen PA : Dr. Mukti Ali, M.Hum. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Kegiatan OPAK STAIN Salatiga 2012 dengan tema Progresifitas Kaum Muda, KunciPerubahanIndonesia OPAK JURUSAN TARBIYAH STAIN Salatiga dengan tema Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah Sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia ORIENTASI DASAR KEISLAMAN (ODK) dengan tema Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional Di Era Globalisasi Bahasa Seminar Entrepreneurhip dan Perkoperasian 2012 dengan tema Explore Your Entrepreneurship Talent Achicvment Motivation Training dengan AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi LIBRARY USER EDUCATION (Pendidikan Pemakai Perpustakaan) Pra Youth Leadership Training dengan tema Surat Cinta Pembasmi Tanggal 05-07 September 2012 Penyelenggara STAIN Status Peserta Nilai 3 08-09 September 2012 HMJ Tarbiyah Peserta 3 10 September 2012 ODK STAIN SALATIGA (ITTAQO dan CEC) Peserta 2 11 September 2012 MAPALA MITAPASA dan KSEI Peserta 2 12 September 2012 JQH dan LDK Peserta 2 13 September 2012 UPT Perpustakaan STAIN Salatiga KAMMI Komisariat Salatiga Peserta 2 Peserta 2 03 Oktober 2012 8. 9. Galau Training Pembuatan Makalah 13 Oktober 2012 LDK DA STAIN Salatiga Fastabiq house of Moslem Resimen Mahasiswa KALIMOSOD O STAIN Salatiga JQH STAIN Salatiga Peserta 2 Peserta 2 Peserta 4 Peserta 2 UPT Perpustakaan STAIN Salatiga HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga Peserta 2 Peserta 2 23 Oktober 2013 JQH STAIN Salatiga Peserta 2 28 Mei 20014 LDK DA STAIN Salatiga LDK DA STAIN Salatiga LDK DA STAIN Salatiga LPM Dinamika Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 4 Peserta 2 Hijab Class & Beauty Demo Seminar regional “Indonesia Satu” 28 Oktober 2012 11. Tabligh Akbar Bertajuk “Tafsir Tematik Dalam Upaya Menjawab Persoalan Israel dan Palestina” JQH STAIN Salatiga 01 Desember 2012 12. Bedah Buku “24 Cara Mendongkrak IPK” 05 Desember 2012 13. Seminar pendidikan “Menimbang Mutu dan Kualitas penddikan di Indonesia” Seminar “MTQ Sahana Apresiasi untuk Mencetak Insan Qur’ani” Seminar “Lomba Cerpen Islami di Festival Dakwah Milad XII” 02 Mei 2013 10. 14. 15. 29 Oktober 2012 16. IPSI (Islamic Public Speaking Training) “Festival Dakwah Milad XII” 09 Juni 2014 17. Training Pembuatan Makalah 17 September 2014 18. Seminar Diskusi Terbuka“Mahasiswa Menulis” Seminar “Aktualisasi Makna dan Syi’ar Al-Qur’an sebagai Sumber Inspirasi” 25 September 2014 Talkshow Pra Nikah “Menjemput jodoh 09 November 2014 19. 20. 05 November 2014 JQH AlFurqon STAIN Salatiga LDK DA STAIN 21. 22. 23. Impian” “Seminar Nasional Entrepreneurship” Seminar Nasional Kewirausahaan “Jiwa Muda, Berani Berwirausaha” Seminar Nasional “Jendral Sudirman Inspirasi Anak Bangsa” Salatiga Racana Kusuma Dilaga IAIN Salatiga IAIN Salatiga 16 November 2014 30 Oktober 2015 Peserta 8 Peserta 8 11 November 2015 HMJ IAIN Salatiga Peserta 8 24. Seminar Nasional “Revitalisasi Budaya Filsafat dalam Pemikiran Islam Kontemporer” 03 November 2016 HMJ IAIN Salatiga Peserta 8 25. Seminar Nasional “Kontribusi Hukum Islam terhadap Pemberantasan Korupsi di Indonesia” 10 November 2016 DEMA Syariah IAIN Salatiga Peserta 8 26. Seminar Nasional “Sukses Akademis, Sukses Bisnis” 22 November 2016 GRAHA KORPRI Salatiga Peserta 8 Seminar Nasional 10 Desember 2016 “Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Melalui Usaha Online Untuk Masyarakat Ekonomi Mandiri” JUMLAH TOTAL POIN HMI Cabang Salatiga Peserta 8 27. 102 Salatiga, 27 Desember 2016 Mengetahui, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Achmad Maimun, M.Ag NIP: 19700510 199803 1003 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama : Evi Khusnul Khuluq 2. Tempat dan Tanggal lahir : Magelang, 12 Agustus 1993 3. Jenis kelamin : Perempuan 4. Warga Negara : Indonesia 5. Agama : Islam 6. Alamat : Dusun. Gogik Rt04/Rw13, Desa Girirejo, Kec. Ngablak, Kab. Magelang 7. Riwayat Pendidikan : a. SD N Girirejo 1 Tahun 2001-2006 b. SMP N 1 Ngablak Tahun 2006-2009 c. SMK Syubanul Wathon Tegalrejo Tahun 2009-2011 d. IAIN Salatiga Tahun 2012-2017 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 20 Agustus 2017 Penulis Evi Khusnul Khuluq NIM: 11112251