Memaknai HUT Kemerdekaan RI ke -70: Kamu dipanggil untuk Kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih. Pada HUT ke-70 kemerdekaan RI tahun ini layak dan pantaslah kalau kita bersyukur sebagai Bangsa dan Negara Indonesia atas kemerdekaan yang telah diproklamasikan tgl 17 Agustus 1945. Rahmat kemerdekaan itu diterima dengan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit dari para Pahlawan kita. Kemerdekaan sendiri adalah hakikat yang melekat pada setiap manusia karena manusialah yang diciptakan Tuhan dengan hati-nurani, akal-budi, dan kehendak-bebas (kemerdekaan). Dengan kemerdekaannya itu manusia dipanggil secara sadar untuk mengambil keputusan mengikuti kehendak Allah: melakukan yang baik dan benar. Keputusan dan tindakan orang merdeka tidak terutama digerakkan oleh dorongan naluri jasmani atau emosi dan perasaan-perasaan sesaat, tetapi oleh sesuatu yang jauh lebih luhur dan mulia: martabatnya sebagai manusia yang diciptakan “secitra” dengan Allah. Dengan kesadaran inilah maka setiap individu menghayati kemerdekaannya dalam bingkai kebersamaan dalam komunitas dan lembaga. Dan dengan kesadaran itu pula dihayati kemerdekaan dalam bingkai antar komunitas dan lembaga. Karena bingkai komunitas dan lembaga inilah maka ditampilkan pribadi-pribadi yang mendapat tanggung jawab menjamin kemerdekaan itu yang disebut dengan “Penguasa, Pemimpin, Pembesar, ” atau “Pemerintah” Berkaitan dengan hal itu Kitab Putera Sirakh memberikan tuntunan berikut: “Pemerintah yang bijak memperhatikaan ketertiban rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur. Seperti penguasa bangsa demikian pun para pegawainya, dan seperti pemerintah kota demikian pula semua penduduknya. Raja yang tidak terdidik membinasakan rakyatnya, tetapi sebuah kota sejahtera berkat kearifan para pembesarnya.” (Sir 10:1-2) Selanjutnya kitab Sirakh menegaskan: “Di dalam tangan Tuhan terletak kuasa atas bumi, dan pada waktunya Ia mengangkat orang yang serasi atasnya” (Sir 10:3). “Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apaapa terpengaruh oleh nafsu“ (ay.6). ”Pemerintahan beralih dari bangsa yang satu kepda bangsa yang lain, akibat kelaliman, kekerasan dan uang” (ay.8). Oleh karena itu St. Paulus menasehati “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Gal 5:13) Kalau orang yang mendapat tanggung jawab sebagai pemimpin atau penguasa atau pemerintah menghayati kemerdekaannya dengan melayani dalam cinta kasih, demikian pun untuk rakyat atau umat. Surat Petrus yang Pertama menegaskan: “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia , baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.” (1 Ptr 2:13-14). Dalam ayat-ayat berikutnya lebih ditegaskan lagi: “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” (ay18-21). Sebagai teladan maka “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.” (ay.23). Yang perlu disadari juga adalah bawa pemimpin atau penguasa atau pembesar pada saat yang sama adalah pelayan dan hamba. Yesus mengatakan, “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani…” (Mat 20:28a). Paus sebagai pemimpin umat katolik sedunia menyebut dirinya sebagai “servus servorum Dei” (hamba para hamba Allah). Memperingati Hari Kemerdekaan (Independence Day) mengajak kita untuk mengahayati dan memaknai “Kemerdekaan” (Independensi) dalam kaitannya dengan “Inter-dependensi”. Bagaimanapun kita sebagai individu maupun kelompok ada dalam hubungan saling-keterkaitan, saling-tergantung. Maka dengan kemerdekaan kita mesti memerdekakan orang lain. Sebaliknya kalau kita merampas atau membelenggu kemerdekaan pihak lain maka secara berbanding lurus bearti kita dibelenggu atau dirampas oleh nafsu kita. Semakin kita menutut kemerdekaan kita maka semakin kita menghormati kemerdekaan orang lain. Semakin kita menempati posisi sebagai pemimpin maka semakin dituntut pelayanan kita. Akhiarnya, marilah kita ikuti nasehat St. Petrus: “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan- kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” (1 Ptr 2:16-17). Sebab orang yang merdeka adalah orang yang memberikan kewajibannya dengan suka rela. "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21b). Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negeriku. Semoga semakin jaya dan dirgahayu. Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkatnya untuk tanah air dan bangsa Indonesia. MERDEKA!!! (tri sujarwadi)