Perkembangan Perbankan di Indonesia BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN 1 PERTEMUAN 7 Kondisi Perbankan Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum dan sosial. Perkembangan faktor- faktor internal dan eksternal perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan dalam empat periode. Masing – masing periode memiliki ciri – ciri khusus yang tidak dapat di samakan dengan periode lainnya. Serangkaian paket – paket deregulasi di sector riil dan moneter yang di mulai sejak tahun 1980- an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000. Keempat periode ini adalah -Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket- paket deregulasi di sector rill dan moneter yang di mulai sejak tahun 1980-an. -Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an. -Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an, dan -Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini. A. Kondisi Sebelum Deregulasi Perbankan Kondisi Sebelum Deregulasi Perbankan pada masa ini sangat di pengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa , yang dalam hal ini adalah pemerintah. Pada masa colonial kegiatan perbankan di wilayah Hindia- Belanda ini terutama di arahkan untuk melayani kegiatan usaha dari perusahaan – perusahaan besar milik kolonial di wilayah jajahannya serta membantu administrasi anggaran milik pemerintah. Dengan demikian fungsi utama perbankan pada masa penjajahan adalah : 1. Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan – perusahaan besar milik kolonial 2. Memberikan jasa- jasa keuangan kepada perusahaan – perusahaan besar milik kolonial, seperti giro, garansi bank, pemindahan dana dan lain- lain 3. Membantu pemindahan dana jasa modal dari wilayah kolonial ke Negara penjajah 4. Sebagai tempat sementara dari dana hasil pemungutan pajak, baik pajak dari perusahaan – perusahaan maupun dari masyarakat pribumi, untuk kemudian dikirim ke negara penjajah. 5. Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah kolonial. Fungsi utama perbankan pada masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak mengalami perubahan. Orientasi kegiatan perbankan masih banyak dipengaruhi oleh pola yang diterapkan pada masa penjajahan. Dengan demikian fungsi utamanya adalah: 1. Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan – perusahaan besar milik pemerintah dan swasta. 2. Memberikan jasa- jasa keuangan kepada perusahaan- perusahaan besar 3. Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah 4. Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor- sektor yang ingin di kembangkan oleh pemerintah Lanjutan… Bank – bank yang ada tidak secara tegas di arahkan untuk memobilisasikan dana seluasluasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga tidak diarahkan untuk mengembangkan perekonomian rakyat seluas- luasnya. Kebijakan yang terkait dengan sektor perbankan hanya ditekanakan pada kegitan usaha- usaha besar dan programprogram pemerintah. Selain karena pola kebijakan otoritas moneter pada waktu itu yang belum mementingkan mobilisasi dari dana masyarakat luas, keadaan diatas juga disebabkan oleh belum adanya perangkat peraturan dan perundang- undangan yang secara khusus mengatur dunia perbankan. Secara lebih rinci keadaan perbankan saat itu adalah sebagai berikut: 1. Tidak adanya peraturan perundang- undangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia 2. Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada bank- bank tertentu 3. Bank banyak menanggung program-program pemerintah 4. Instrumen pasar uang yang terbatas 5. Jumlah Bank Swasta yang relatif sedikit 6. Sulitnya Pendirian bank baru 7. Persaingan antar bank yang tidak ketat 8. Posisi tawar- menawar bank yang relative lebih kuat daripada nasabah 9. Prosedur berhubungan dengan bank rumit 10. Bank bukan merupakan alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan memimjam dana 11. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah B. Kondisi Sesudah Deregulasi Kondisi Sesudah Deregulasi Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasi dana dengan baik. Fenomena yang terjadi pada masa sebelum deregulasi tersebut seolah- olah menjadi suatu lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya serta saling mempengaruhi. Untuk mengatasi situasi ynag serba tidak mengunungkan ini cara yang ditempuh pemerintah pada waktu itu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi di sektor rill dan moneter. Pada tahap awal deregulasi lebih cepat dampaknya pada sektor moneter melalui serangkaian perubahan di dunia perbankan. Meskipun istilah yang digunakan adalah “deegulasi” tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia perbankan. Perubahan yang terjadi juga termasuk peningkatan pengaturan pada bidang- bidang tertentu, sehingga deregulasi ini lebih tepat diartikan sebagai perubahan- perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan kinerja dunia perbankan, dan pada akhinya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor rill. Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan dan terkait dengan dunia perbankan, antara lain adalah: 1)Paket 1 Juni 1983 yang berisi tentang: -Penghapusan pagu kredit dan pembatasan aktiva lain sebagai instrumen pengendali Jumlah Uang Beredar (JUB). -Pengurangan KLBI kecuali untuk sektor- sektor tertentu. -Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman kecuali untuk sektor- sektor tertentu. 2)Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI 3)Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI. 4)Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang: -Pengerahan dana masyarakat, yang meliputi a)Kemudahan pembukaan kantor bank *Bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta nasional dan bank koperasi dapat membuka cabang di seluruh wilayah Indonesia. *Pembukaan kantor cabang pembantu cukup dilakukan dengan memberi tahu Bank Indonesia b)Kejelasan pendirian bank swasta *Modal di setor bank umum minimal 10 miliar *Modal di setor BPR minimal Rp 50 juta *BPR dapat ditingkatkan menjadi bank umum *BPR dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. *Pembukaan kemungkinan untuk mendirikan bank campuran antara bank nasional dengan bank asing c)Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank bisa menerbitkan sertifikat deposito tanpa memerlukan izin Semua bank dapat memberikan layanan Tabanas dan tabungan lainnya. -Efisiensi Lembaga Keuangan yang meliputi a)BUMN dan BUMD bukan bank dapat menempatkan sampai dengan 50 % dananya pada bank nasional manapun. b)Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank -Pengendalian Kebijakan moneter yang meliputi a)Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan bukan bank diturunkan dari 15 % menjadi 2 % dari jumlh dana pihak ketiga b)SBI dan SBPU yng semula hanya berjangka waktu 7 hari, sekarang di tambah dengan berjangka waktu sampai dengan 6 bulan c)Batas maksimum pinjaman antarbank ditiadakan -Pengendalian Kebijakan moneter yang meliputi a)Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan bukan bank diturunkan dari 15 % menjadi 2 % dari jumlh dana pihak ketiga b)SBI dan SBPU yng semula hanya berjangka waktu 7 hari, sekarang di tambah dengan berjangka waktu sampai dengan 6 bulan c)Batas maksimum pinjaman antarbank ditiadakan -Pengembangan pasar modal, yang meliputi a)Bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito dikenakan pajak penghasilan sebesar 15 % agar dunia perbankan mendapat perlakuan yang sama dengan pasar modal b)Penangguhan pengenaan pajak penghasilan terhadap bunga tabungan c)Perluasan modal bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilakukan dengan penjualan saham baru melalui pasar modal di samping peningktan penyertaan oleh pemegang saham. 5)Paket 20 Desember 1988 yang berisi tentang : a)Aturan peyelenggaraan bursa efek oleh swasta b)Alternatif sumber pembiyaan berupa sewa guna usaha, anjak piutang, modal ventura,perdagangan surat berharga, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen c)Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat melakukan kegiatan perdagangan surat berharga, anjak piutang , kartu kredit, dan pembiayaan konsumen. d)Kesempatan pendirian perusahaan asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi, broker asuransi, adjuster asuransi, dan aktuaria. 6)Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang : a)Penyempurnaan paket sebelumnya b)Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dapat memiliki net open position maksimum sebesar 25 % dari modal sendiri. 7)Paket 29 Januari 1990 yang berisi tentang penyempurnaan program perkreditan kepada usaha kecil agar dilakukan secara luas oleh semua bank. 8)Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keuangan dengan prinsip kehati- hatian, sehingga dapat tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan 9)UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 10)Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi: a)Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) b)Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) c)Kredit Usaha Kecil (KUK) d)Pembentukan cadangan piutang e)Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio) Serangkaian kebijakan di atas telah mengakibaykan banyak perubahan dalam perbankan di Indonesia. Ciri-ciri kondisi perbankan pada masa sebelum deregulasi sudah tidak dapat ditemui lagi pada masa setelah deregulasi, sehingga pada masa setelah deregulasi ini perbankan di Indonesia mempunyai ciri- ciri sebagian berikut: a)Peraturan yang memberikan kepastian hokum b)Jumlah bank swasta bertambah banyak c)Tingkat persaingan bank semakin kuat d)Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang e)Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat f)Monilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir Tahun 1990-an Deregulasi dan penerapan kebijakankebijakan lain yang terkait dengan sektor moneter dan rill telah menyebabkan sektor perbankan lebih mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi makro di Indonesia. Mobilisasi dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan perbankan menjadi lebih besar peran sertanya dalam menunjang kegiatan di sektor rill melalui peningkatan produksi barang dan jasa. Deregulasi di atas ternyata kurang diimbangi dengan manajemen resiko perbankan yang baik. Perkembangan perbankan yang cukup lama untuk dapat mengangkat Indonesia menjadi Negara dengan tingkat kesejahteraan yang sama dengan negara- negara lain di Asia Tenggara. Perkembangan ini dalam waktu yang sangat singkat menjadi terhenti dan bahkan mengalami kemunduran total akibat adanya krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 1990-an. Krisis ekonomi yang pada awalnya hanya dipandang sebagai krisis moneter ini banyak menyebabkan perubahan dalam kondisi perbankan di Indonesia, sehingga kondisinya saat masa itu adalah sebagai berikut: *Tingkat kepercayaan masyarakat Dalam dan Luar Negri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastic *Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat *Adanya Spread negative *Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru *Jumlah bank menurun Kondisi Terakhir Tiga hal penting menandai kondisi terakhir sektor perbankan di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah: *Selesainya peyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Munculnya API ini dipicu oleh adanya krisis perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997. Salah satu landasan penting penyusunan API ini adalah usaha Bank Indonesia untuk menerapkan 25 Barel Core Princioles. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk membentuk atau menyusun: Lembaga penjamin simpanan - Lembaga Pengawas perbankan yang independent - Otoritas Jasa keuangan Kinerja perbankan yang lebih menunjukkan kondisi masa peralihan atau awal masa pemulihan dari krisis ekonomi ke arah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan praktik- praktik perbankan yang lebih baik. Praktik perbankan yang lebih baik ini antara lain mengarah kepada: *Manajemen Pengelolaan resiko yang baik. *Struktur perbankan nasional yang lebih baik. *Penerapan prinsip kehati- hatian (prudential banking) yang konsisten *Penyaluran dana masyarakat kearah yang lebih mencerminkan bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary) dengan tetap berlandaskan prinsip kehati- hatian.