• JAMU • OBAT HERBAL TERSTANDAR • FITO FARMAKA a. Uji

advertisement
• JAMU
• OBAT HERBAL TERSTANDAR
• FITO FARMAKA
a. Uji toksisitas
b. Uji praklinik (Uji efek farmakologik)
c. Uji klinik
1
Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992
• Sediaan obat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya
• Bahan bakunya adalah simplisia atau
sediaan galenik yang telah memenuhi
persyaratan yang berlaku (FI,EKSTRA FI
MATERIA MEDIKA INDONESIA, FHI,dll)
2
• Mengandung tidak lebih dari 5 bahan baku
• Harus memenuhi persyaratan peredaran
sediaan obat (uji kualitatif dan kuantitatif)
• Harus lolos uji KETOKSIKAN AKUT
(derajat efektoksik suatu senyawa pada
hewan uji, yang terjadi dalam waktu
singkat setelah pemberian dosis tunggal )
• Harus lolos berbagai uji PRAKLINIK
3
Latar Belakang
Masyarakat
Indonesia lazim
menggunakan OT
JAMU
Dalam rangka memanfaatkan
Kekayaan alam Indonesia
Obat
Tradisional
Obat
Alami
Obat Tradisional:
bhn/ramuan bhn yg berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bhn tsb yg scr turuntemurun telah digunakan utk pengobatan
4
Obat alami di masyarakat
1. Penggunaannya merupakan suatu kenyataan empirik,
tanpa dibuktikan secara ilmiah
2. Tdk jarang dipakai utk pengobatan penyakit yg blm ada
obat yg memuaskan
3. Dalam pembuatannya, timbul keraguan ttg keseragaman
kualitas baik kandungan zat aktifnya maupun kebersihan
(kontaminasi)
4. OA dan penemuan obat baru
Kinin → Cinchona ledgeriana
Papaverin, kodein, morfin → Papaver somniferum
Serpentin → Rauwolfia serpentina
Artemisinin → Artemisia annua
Vincristin, vinblastin → Vinca rosea
5
Tujuan pemakaian OA :
1. Promotif
2. Preventif
3. Kuratif
4. Rehabilitatif
Peraturan pemerintah agar OA ditelitikembangkan utk dpt
dimanfaatkan sebaik-baiknya:
1. UU RI no 23 thn 1992 ttg Kesehatan
2. Resolusi World Health Assembly
3. SK Menkes no 0584 thn 1995
Sentra P3T
4. Agenda Riset Nasional
Strategi pelaksanaannya ???
6
Obat
Alami
(jamu)
Kaidah iptek
yg sesuai
Reproducible
Farmakologi
(Khasiat)
Toksikologi
(Keamanan)
Kaidah iptek
yg sesuai
Standarisasi:
bhn baku
produk jadi
Reproducible
CLINICAL Trials
Uji praklinik
Penggunaan pd unit
pelayanan kesehatan
(Fitofarmaka)
Reproducible
Dpt dipertanggung
jawabkan scr ilmiah
Pengujian potency
and safety serta
evaluasi standar
mutu/kualitas
Reproducible
Guideline dlm uji klinik obat alami:
1. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
2. Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB)
(Good Clinical Practices (GCP))
7
PELAKSANAAN UJI KLINIK OBAT ALAMI
Identitas obat
(fisik, teknologi farmasi)
Uji praklinik
Aman
Bermanfaat
Sdh terstandarisasi
UJI KLINIK
Reproducible
Langkah pelaksanaan uji klinik OA scr prinsip tdk ada
perbedaan dengan pelaksanaan uji klinik obat sintesis
Langkah pelaksanaan OA agar dpt digunakan dlm pelayanan kes:
1. Uji praklinik (uji toksisitas dan uji farmakodinamik)
2. Standarisasi sederhana
3. Teknologi farmasi (identitas obat)
4. Uji klinik pd org sakit dan atau org sehat
8
Persyaratan dan Alur pengembangan OA
ke arah penggunaan dlm pelayanan kesehatan
Produsen OA yg tdk
memiliki izin usaha industri
-Khasiat secara empiris
-luas jangkauan masy pengguna
-informasi teknologi kefarmasian
Produsen OA yg memiliki izin
usaha industri
Industri → Permenkes no 246 thn 1990
(Izin Usaha IOT dan Pendaftaran OT)
Produk → Kepmenkes 661 thn 1994
(Persyaratan OT)
persiapan dan uji praklinik
persiapan dan uji klinik
(di Sentra P3T atau lab. yg ditunjuk)
Depkes dlm hal ini bertindak sbg
inovator, motivator, dan evaluator
Dirjen POM a.n. Menkes
9
Tahapan pelaksanaan
uji dlm rangka pengembangan
OA ke arah penggunaan dlm
pelayanan kesehatan
10
TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA (1)
1. PEMILIHAN
2. PENGUJIAN FARMAKOLOGIK
a) Penapisan aktivitas farmakologik – bila
belum terdapat petunjuk tentang khasiatnya)
b) Langsung dilakukan pemastian khasiat - bila
sudah ada petunjuk)
3. PENGUJAN TOKSISITAS
a) Uji toksisitas akut , toksisitas sub akut,
toksissitas kronik, dan toksisistas spesifik
11
TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA (2)
4. UJI FARMAKODINAMIK
5. PENGEMBANGAN SEDIAAN
6. PENAPISAN FITOKIMIA DAN STANDARISASI
SEDIAAN
7. PENGUJIAN KLINIK
12
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Obat Tradisional
Latar belakang
Tahapan pelaksanaan uji dlm rangka
pengembangan OA ke arah penggunaan
dlm pelayanan kesehatan
Tata laksana uji praklinik
Tata laksana teknologi farmasi
Tata laksana uji klinik
13
Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka
(Dep.Kes RI)
• Tahap seleksi
• Proses pemilihan jenis bhn alam yg akan diteliti sesuai dgn
skala prioritas sbb:
– Jenis OA yg diharapkan berkhasiat utk penyakit2 utama
– Jenis OA yg akan memberikan khasiat dan kemanfaatan berdsr
pengalaman pemakaian empiris seblmnya
– Jenis OA yg diperkirakan dpt sbg alternatif pengobatan untuk
penyakit2 yg blm ada atau msh blm jelas pengobatannya
• Tahap biological screening, utk menyaring:
– Ada/tdknya efek farmakologi calon fitofarmaka yg mengarah ke khasiat
terapetik (praklinik, in vivo)
– Ada/tdknya efek keracunan akut (single dose), spektrum toksisitas jika
ada, dan sistem organ vital mana yg paling peka terhadap efek
keracunan tsb (praklinik, in vivo)
• Tahap penelitian farmakodinamik
– Utk melihat pengaruh calon fitofarmaka thdp masing2 sistem biologis organ
tubuh
– Praklinik, in vivo dan in vitro
– Tahap ini tdk dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja utk
mengetahui mekanisme kerja yg lebih rinci dari calon fitofarmaka
• Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses)
– Toksisitas subkronis
– Toksisitas akut
– Toksisitas khas/khusus
• Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
• Mengetahui bentuk2 sediaan yg memenuhi syarat mutu, keamanan, dan
estetika utk pemakaian pd manusia
• Tata laksana teknologi farmasi dlm rangka uji klinik:
– Teknologi farmasi tahap awal
– Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA
– Parameter standar mutu: bhn baku OA, ekstrak, sediaan OA
• Tahap uji klinik pd manusia
• Pengujian baru dpt dilakukan jika: syarat keamanan (praklinik), khasiat
(praklinik), dan syarat mutu sediaan memungkinkan utk dipakai pd
manusia
• Ada 4 fase:
– Fase I, dilakukan pd sukarelawan sehat, utk melihat efek farmakologi, profil
farmakokinetika, serta hub dosis dan efek obat
– Fase II, dilakukan pd kelompok pasien scr terbatas, utk melihat kemungkinan
penyembuhan dan atau pencegahan penyakit/gejala penyakit
• Pada fase ini, metodologi msh dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol)
– Fase III, dilakukan pd kelompok pasien dgn jumlah yg lebih besar dari Fase II,
metodologi sdh dilakukan menggunakan kelompok pembanding (kontrol)
– Fase IV
• post-marketing surveillance
• Utk melihat kemungkinan efek samping yg tdk terkenali saat uji praklinik maupun
saat uji klinik fase I-III
• Why ???
• Pengujian keamanan bhn obat yg dilakukan pada hewan coba blm tentu
memberikan hasil yg sama pd manusia krn adanya perbedaan antar
spesies yg tdk diketahui secara pasti
• Obat yg ditunjukkan memberikan efek pd sistem biologis hewan coba blm
tentu memberikan efek yg sama pd manusia
• Pengujian pd manusia seringkali dilakukan pd populasi yg terbatas shg utk
efek samping yg kejadiannya langka tdk akan dpt diketahui seblm calon
fitofarmaka dipakai secara luas dlm masyarakat
• Pengujian pd manusia umumnya dilakukan dlm kondisi2 dgn batasan
penelitian yg ketat yg blm tentu dpt menggambarkan kondisi
sesungguhnya yg lebih kompleks apabila nantinya calon fitofarmaka
dipakai secara luas dlm masyarakat
TATA LAKSANA
TEKNOLOGI FARMASI
Dalam Rangka Uji Klinik
Teknologi Farmasi Tahap Awal
•
PRASYARAT OA yg akan diuji praklinik:
- Jelas nama latin simplisia dgn menyebutkan genus,
species, petunjuk jenis (specific epithet) dr tanaman asal,
diikuti dgn bag tanaman yg digunakan
- Jelas ukuran (berat/vol)
- Jelas langkah2 proses pembuatan dr btk simplisia hingga
mjd btk yg siap diujikan
- Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi,
interval, dan lama pemberian)
Pedoman teknologi farmasi OA:
1. CPOTB
2. GMP
3. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik OA
Pembakuan (Standarisasi)
1.
Pembakuan simplisia
- merpkn ttk awal yg ptg bg pembakuan OA scr keseluruhan
- OA yg bermutu hanya bisa diperoleh jk simplisia yg mjd bhn
bakunya jg bermutu
- reprodusibilitas mutu terjamin
- bgmn memperoleh simplisia dgn spek ttt scr kontinu ?
- IOT melakukan budidaya dan mengembangkan sendiri tanaman obat sbg
sumber simplisianya shg diharapkan akan diperoleh simplisia dgn spek msg2 industri
dgn mutu standar yg relatif homogen
Pd saat akan dimulai uji klinik thdp OA dgn indikasi tertentu, formula OA tersebut
sebaiknya sdh mengandung simplisia dgn spek ttt. Hal ini dimaksudkan utk
melindungi produk OA tsb dr peniruan oleh IOT yg tdk berhak apabila hsl uji kliniknya
ternyata bermakna.
2. Pembakuan ekstrak
- memperoleh zat identitas
- analisis fisikokimia: finger print dlm pola kromatogram
- analisis tetes warna, pola KLT
- reproducible
3. Pembakuan sediaan OA
- memperoleh keterulangan dlm identitas btk sediaan
- jika campuran: dibuat dr campuran masing2 ekstrak, bukan dr campuran
masing2 simplisia yg kemudian diekstraksi
Parameter Standar Mutu
 OA yg diuji klinik adalah OA yg memiliki identitas farmasi yg jelas
 OA tsb sejak bhn baku hingga formulasi dan btk sediaannya
mengikuti dan memenuhi persyaratan standar mutu
 Parameter standar mutu:
 Utk bhn baku => bhn baku OA
bhn baku ekstrak
 Utk sediaan yg memiliki formulasi dlm bentuk sediaan ttt
Parameter Standar Mutu Bhn Baku
Identitas
Keterangan
1. Nama simplisia
Bhs Latin, nama nasional
2. Uraian
Definisi (paparan tanaman, hsl determinasi) dan sinonim
3. Nama daerah
>1
4. Pemerian
Organoleptis, makroskopis, mikroskopis
5. Baku pembanding
Zat identitas (hsl sintesis, hsl isolasi)
6. Identifikasi
Uji pendahuluan: gol. senyawa, zat identitas
7. Uji kemurnian
Kadar abu
Cemaran mikroba
Kadar zat terekstraksi air
Cemaran aflatoksin
Kadar zat terekstraksi etanol
Cemaran residu pestisida
Bahan organik asing
Cemaran logam berat
Parameter Standar Mutu Bhn Baku (lanjutan)
8.
Susut pengeringan
9.
Kadar air
10. Zat identitas
- utk simplisia yg blm diket zat aktifnya
- profil kromatografi (minimal profil KLT)
11. Penetapan kadar
- utk simplisia yg diket zat aktifnya
12. Peringatan
13. Wadah dan penyimpanan
- memenuhi kriteria ttt krn dimungkinkan mempengaruhi kualitas
simplisia
Parameter Standar Mutu Ekstrak
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Nama ekstrak
Tanaman sumber
Konsistensi ekstrak
Organoleptis
Berat kering
Berat jenis
Kadar air
Kadar abu
Sisa pelarut
Residu pestisida
Uji batas logam berat
Cemaran mikroba
Sari larut dalam pelarut tertentu
Kadar terlarut (spektrofotometer)
Profil kromatografi
Kadar total golongan zat kandungan
Kadar zat aktif/zat identitas
Parameter Standar Mutu Sediaan
• Penyimpangan bobot
– Serbuk 5 g → 10 %
– Serbuk 5-10 g → 5 %
– Serbuk > 10 g → 4 %
• Penyimpangan volume
– Cairan 100 ml → 5 %
– Cairan 100-200 ml → 2,5 %
– Cairan > 200 ml → 1 %
•
•
•
•
•
•
•
Kadar air
Derajat halus
Waktu hancur
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Kandungan aflatoksin
Bahan tambahan (pengawet, pewarna, pemanis, bhn obat sintesis)
Parameter standar mutu sediaan (lanjutan)
• Kadar etanol
- utk sediaan cair, p.o.
- max 1%
• Zat identitas
- kualitatif-kuantitatif: profil KLT, HPLC
• Stabilitas
- fisika, kimia, mikrobiologis
• Kadaluarsa
Parameter standar mutu utk sediaan OA …
•
Bentuk Serbuk
–
–
–
–
–
–
–
–
•
Penyimpangan bobot
Kadar air
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Cemaran aflatoksin
Bhn tambahan: pengawet, pemanis
Zat aktif/zat identitas, sidik jari
stabilitas
Bentuk Kapsul
–
–
–
–
–
–
–
–
–
Penyimpangan bobot
Kadar air
Waktu hancur
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Cemaran aflatoksin
Bahan tambahan: pengawet
Zat identitas, sidik jari
stabilitas
Parameter standar mutu utk sediaan OA …

Bentuk Pil, Tablet, dan Pastiles











Penyimpangan bobot
Kadar air
Waktu hancur
Kekerasan
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Cemaran aflatoksin
Bhn tambahan: pengawet, pemanis, pengisi, pewarna
Zat aktif/zat identitas, sidik jari
stabilitas
Bentuk dodol/jenang








Penyimpangan bobot
Kadar air
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Cemaran aflatoksin
Bahan tambahan: pengawet, pemanis, pengisi
Zat identitas, sidik jari
stabilitas
Parameter standar mutu utk sediaan OA …
• Bentuk Eliksir
–
–
–
–
–
–
–
–
Penyimpangan volume
Kadar alkohol
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Cemaran aflatoksin
Bhn tambahan: pengawet, pemanis, pewarna
Zat aktif/zat identitas, sidik jari
stabilitas
• Bentuk salep/krim
–
–
–
–
–
–
Penyimpangan bobot
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Bahan tambahan: pengawet, pengisi
Zat identitas, sidik jari
stabilitas
Parameter standar mutu utk sediaan OA …
•
Bentuk cairan obat luar
–
–
–
–
–
–
•
Penyimpangan volume
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Bhn tambahan: pengawet, pewarna
Zat aktif/zat identitas, finger print
stabilitas
Bentuk koyok
– Kandungan mikroba
– Zat identitas/zat aktif, sidik jari
– Stabilitas
•
Bentuk parem, pilis, tapel
–
–
–
–
–
Kandungan mikroba
Angka kapang/khamir
Bhn tambahan: pengisi
Zat aktif/zat identitas, sidik jari
Stabilitas
Tata laksana uji praklinik
Tujuan
Data hsl pengamatan uji praklinik merupakan:
1. persyaratan utk dasar pertimbangan dpt tdknya
dipertanggungjawabkan suatu OA dlm pengembangannya
2. persyaratan utk dasar pertimbangan dpt tdknya suatu OA masuk dlm
tahap uji klinik
3. Dasar bagi peneliti utk mengantisipasi masalah yg timbul dan
merancang eksperimen yg rasional
Uji praklinik merupakan penelitian eksperimental secara in vivo
maupun in vitro
32
PRASYARAT
1. Obat alami yg diuji
- digunakan scr empirik
- utk indikasi ttt
- diket komposisi formula, bentuk sediaan, cara penyiapan utk
penggunaan, dan cara penggunaan
2. Identitas obat alami yg diuji, meliputi:
- Kejelasan simplisia yg digunakan (nama latin, determinasi)
- Ukuran (berat/vol)
- Langkah proses pembuatan dr btk simplisia hingga mjd btk
yg siap diujikan
- Dosis dan cara penggunaan (cara pemberian, frekuensi,
interval, dan lama pemberian)
Aspek uji praklinik =
1. Uji toksisitas (safety)
2. Uji farmakologi (potency)
33
UJI TOKSISITAS
TUJUAN
Mengungkapkan keamanan terkait dgn khasiat dan maksud
penggunaannya pd manusia.
Toksisitas umum:
Akut
Subakut/subkronis
Kronis
Toksisitas khusus:
Teratogenik
Mutagenik
Karsinogenik
Potensiasi
Reproduksi
Kulit dan mata
Dlm pelaksanaan uji toksisitas, btk obat alami perlu diupayakan
sesuai dgn btk yg digunakan oleh masyarakat:
komposisi formula, cara penyediaan, dan cara penggunaan
34
Toksisitas akut
Tujuan
•
•
•
•
Menetapkan LD50
Menilai gejala klinis
Menetapkan spektrum efek toksik
Mengetahui mekanisme kematian
Prinsip:
1. Dilakukan sekurang-kurangnya pd 1 spesies hwn uji
(rodent/nirrodent), dewasa muda, dan mencakup kedua jenis
kelamin
2. Jumlah sampel hwn uji mewakili jumlah estimasi insiden dan
frekuensi efek toksik. Biasanya 4-6 kel tikus, msg-msg kel minimal 4
ekor tikus jantan dan 4 ekor tikus betina
3. Utk nirrodent, jumlah tiap kel minimal 2 ekor
35
•
•
•
•
OA diberikan single dose
Dosis awal: dosis pd pemakaian empiris (memberikan 0% kematian hwn uji)
Perlu dicari dosis yg menyebabkan kematian >50% hwn uji
Dosis max: dosis yg msh dimungkinkan utk diberikan pd
hwn uji (memberikan 100% kematian hwn uji)
• Pengamatan: seblm perlakuan, selama perlakuan (24 jam), sesdh perlakuan
(7-14 hr bahkan bisa lbh lama terkait dgn pemulihan gejala
toksik/reversibilitas)
• Yg diamati: % kematian, timbulnya gejala toksik, perubahan BB, patologi
organ vital (makroskopik dan mikroskopik), kerusakan struktur organ →
menjelaskan mekanisme kematian
36
Kriteria ketoksikan akut
Kriteria
Luar biasa toksik
LD50 (mg/kgBB)
1 atau kurang
Sangat toksik
1 – 50
Cukup toksik
50 – 500
Sedikit toksik
500 – 5000
Praktis tidak toksis
Relatif kurang berbahaya
5000 - 15000
> 15000
37
Toksisitas subkronis
• Tujuan:
– Mengetahui spektrum efek toksis
– Mengetahui hub dosis vs spektrum efek toksik
– Reversibilitas efek toksik
– Mengetahui informasi perkembangan efek toksik
yg lambat
• Prinsip:
– Dosis berulang, 1 x sehari selama < 3 bulan
– Pemilihan hwn uji didsrkan pd hsl uji ketoksikan akut atau dipilih
hwn uji yg peka (memiliki pola metabolisme thdp OA-uji yg semirip
mungkin dgn manusia)
– Jumlah hwn uji: minimal 10 ekor/jenis kelamin dalam setiap
kel dosis yg diberikan
– Minimal 3 peringkat dosis (mempertimbangkan aktivitas
farmakologi dan hsl uji toksisitas akut)
38
• Utk penentuan dosis dan cara penggunaan
dipertimbangkan:
– Penggunaan empirik yg berlaku di masyarakat
– Rencana maksud pemanfaatannya kelak
– Hasil pengamatan uji toksisitas akut
• Dosis terendah: mendekati ED50
• Dosis max: dosis yg menimbulkan efek toksik
(perubahan hematologi, histopatologi, anatomi,
biokimia) namun mayoritas hwn uji hrs dpt
bertahan hidup
Data digunakan utk merancang uji toksisitas kronis
39
• Pengamatan:
–
–
–
–
–
–
Perubahan BB (diperiksa minimal 7 hr sekali)
Asupan makanan dan minuman (diperiksa minimal 7 hr sekali)
Gejala toksik (diamati tiap hr)
Hematologi/Kimia darah (awal dan akhir percobaan)
Kimia urin (awal dan akhir percobaan)
Histopatologi organ vital (akhir percobaan)
• Dlm uji toksisitas ini, perubahan berupa akumulasi, toleransi,
metabolisme dan kelainan khusus organ ttt dpt dipelajari
40
Toksisitas kronis
• Lama pemberian: > 3 bulan atau selama sebagian besar
masa hidup hwn uji
• Utk mengetahui efek toksik yg kronis dr OA-uji (selama proses
menua → kepekaan jaringan, perubahan kapasitas metabolisme,
penyakit yg muncul krn pertambahan umur)
dimungkinkan mempengaruhi derajat dan sifat respon toksik.
• Data utk mengetahui: no observed adverse effect level, batas
toleransi zat kimia dlm makanan, dan batas keamanan suatu OA
(index terapi)
41
Masa penggunaan klinis
Masa pemberian OA selama uji
Single dose (< 1 minggu)
2 minggu – 1 bulan
Multiple dose (1 – 4 minggu)
1 – 3 bulan
Multiple dose (1 – 6 minggu)
3 – 9 bulan
Multiple dose (> 6 bulan)
9 – 12 bulan
42
Uji toksisitas khusus
• Bukan merupakan syarat mutlak utk setiap OA utk dpt masuk dlm
tahap uji klinik OA
• Uji potensiasi: diperoleh informasi ttg adanya kemungkinan
peningkatan efek toksik suatu OA krn tercampur dgn senyawa
lain
• Uji kemutagenikan: utk mengetahui pengaruh OA thdp sistem kode
genetik (perubahan dideteksi dgn pemeriksaan sitologi
thdp kromosom)
• Uji keteratogenikan: pd OA yg digunakan oleh wanita hamil
(utk mengetahui pengaruh OA pd janin/organogenesis)
• Uji reproduksi: utk mengetahui pengaruh OA pd kapasitas
reproduksi
• Uji kulit dan mata
43
Uji Farmakologi
Uji farmakologi
Uji farmakodinamik
Pembuktian khasiat
Penelusuran mekanisme
% efek, ED50
Target aksi obat
In vivo
In vivo – in vitro
Kelompok: perlakuan OA, standar,
kontrol normal, kontrol negatif
Kelompok: perlakuan OA, standar,
kontrol normal, kontrol negatif
Pd hewan sehat atau berpenyakit
Pd hewan sehat atau berpenyakit
44
Tata Laksana Uji Klinik
Tujuan
• Membuktikan manfaat OA sesuai indikasi yg
diajukan
• Memastikan status keamanan penggunaan OA
pd manusia
• Mengungkap data utk mendorong penentuan
dan pengembangan obat baru yg berasal dr
alam
Syarat uji klinik
• Calon fitofarmaka:
– uji praklinik: aman dan bermanfaat
– identitas farmasi yg jelas
– Diketahui mekanisme aksi dan target aksi OA
• Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
• Memenuhi etik uji klinik
• Persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
• Utk OA yg sdh lama beredar di masyarakat scr luas, tdk
menunjukkan efek samping yg merugikan => sesdh uji
praklinik dpt langsung dilakukan uji klinik dgn
pembanding (uji klinik fase 3)
• Utk OA yg blm digunakan scr luas, hrs melalui uji klinik
fase 1 dan 2
• Uji klinik OA memerlukan: tenaga ahli, fasilitas berupa
peralatan, dan dana
Tata laksana uji klinik
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Judul
Latar belakang
Tujuan
Tempat penelitian
Desain penelitian
Seleksi pasien dan proses pengikutsertaan (recruitment)
OA-uji dan pembanding
Pemeriksaan klinik dan lab
Pengamatan respon
Data
Jadwal kegiatan dlm uji klinik OA
Pemantauan dan penghentian uji klinik OA
Dana dan kontrak dgn sponsor
Kelengkapan lampiran yg perlu
Tim pelaksana
Laporan hasil uji klinik OA
• Judul
– Singkat, tajam dlm mengemukakan masalah yg diteliti
• Latar belakang
–
–
–
–
–
Alasan utama perlunya dilakukan uji klinik OA
Indikasi yg akan dibuktikan dgn uji klinik OA
Deskripsi ciri-ciri OA, identifikasi OA, pemanfaatan empiris
Deskripsi pengolahan, peracikan, dan formulasi
Manfaat yg akan diperoleh dr uji klinik OA, terutama dlm menunjang
program pembangunan kesehatan
• Tujuan
– Jelas dan tegas utk indikasi apa uji klinik ini dilakukan
• Tempat penelitian
– Institusi tempat pelaksanaan uji klinik yg memenuhi persyaratan
CUKB (GCP)
Disain
• randomized controlled clinical trial: double blind
• Single blind (bila tdk memungkinkan double blind) →
uncontrolled trial)
• Unblinding
• Bisa dilakukan pengacakan perlakuan
• Pembandingan hrs dgn obat standar atau plasebo
• Pd indikasi ttt (yg tdk boleh menggunakan plasebo)
pembandingan dilakukan thdp obat standar saja
Seleksi pasien dan proses pengikutsertaan (recruitment)
• Pemilihan subyek
– Perlu dikemukakan kriteria penerimaan subyek dan kriteria penolakan subyek
– Butir2 kriteria perlu dirinci scr jelas
– Keikutsertaan subyek uji dituangkan pd persetujuan scr tertulis sesdh mendpt
penjelasan yg perlu dipahami oleh calon subyek uji
• Persetujuan etik
– Semua usulan penelitian yg menggunakan manusia sbg subyek penelitian hrs
mendptkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan setempat
• Besar sampel
– Kemukakan jumlah sampel yg diperlukan scr jelas utk tiap kelompok berdasarkan
perhitungan statistik utk menjamin kesahihan kesimpulan hsl studi
– Sampel tdk selalu hrs sama besar jumlahnya utk tiap kelompok perlakuan
OA-uji dan pembanding
• OA-uji
– Sdh uji praklinik (aman + khasiat +)
– Kemukakan data yg mengungkapkan identitas OA-uji (beserta dgn formulanya)
– Kemukakan bgmn proses menyiapkan dr sejak bhn baku, proses peracikan, hingga
siap digunakan
• Pembanding
– Kemukakan data yg mengungkapkan identitas pembanding baik obat standar
maupun plasebo
• Penyiapan OA-uji dan pembanding
– Kemukakan sejauh mana OA-uji dan pembanding dpt disiapkan sbg preparat dgn
rupa yg sama dan tdk terbedakan
– Kemukakan siapa yg menyiapkan paket obat dgn kodifikasinya dan siapa yg
menyimpan kode selama blm waktunya utk dibuka
Regimen OA-uji dan pembandingnya
– Dosis, frekuensi dan lama pemberian
– Cara pemberian scr rinci
– Tablet diminum tiap jam 07.00 WIB dgn segelas air putih
Obat penyerta (concomitant medicines) dan obat penolong
(rescue medicines)
– Jika subyek diijinkan utk menggunakan obat lain scr bersamaan perlu
dijabarkan jenis obat yg diperbolehkan dan dicatat scr rinci selama
penelitian berlangsung.
– Utk uji klinik ttt mis. pd nyeri mungkin diperlukan obat penolong
– Jelaskan ttg identitas obat, dosis, dan bilamana dan pd keadaan apa
obat penolong tsb digunakan
Pemeriksaan klinik dan lab
•
•
•
•
Utk mendukung diagnosis
Utk menilai perkembangan penyakit
Utk mengetahui efek obat (diterima/ditolak pasien)
Utk membandingkan kondisi praperlakuan (baseline
data) dan kondisi pasca perlakuan
• Utk keperluan evaluasi (follow up)
• Jadwal pemeriksaan dan faktor2 yg diperiksa
dijabarkan dgn jelas, ditentukan sesuai dgn perjalanan
penyakit yg diteliti
Pengamatan respon
• Parameter respon
– Kemukakan gejala atau tanda, baik scr klinik maupun laboratorik, yg
merupakan parameter respon yg utama
– Jabarkan mengenai:
• Bgmn pengamatan dilakukan, pake alat/tdk (alat, spek alat, sensitivitas
alat, cara penggunaan alat)
• Jadwal pengamatan
• Kualifikasi dan ketrampilan pengukur respon
• Evaluasi respon
– Membandingkan parameter respon utama pra perlakuan dan pasca
perlakuan baik pd kel obat maupun pd kel pembanding
Data
• Pencatatan data
– Data pasien baik demografik, klinis, lab, serta data lain yg relevan hrs
dicatat dlm case record form (formulir pencatatan pasien) utk
masing2 pasien
• Penanganan data
– Penyimpanan dan pengelolaan data
• Pihak yg menyimpan dan mengelola data hsl uji klinik
• Kemukakan bgmn wewenang dan hak atas data utk masing2 pihak (krn
pelaksanaan uji klinik melibatkan berbagai lembaga/institusi dlm suatu
kerjasama)
• Jelaskan siapa yg berhak memasukkan data pasien ke dlm case record
form, siapa yg berhak merubahnya, bgmn tatacara perubahannya.
• Jelaskan siapa yg berhak menandatangani, menyimpan, dan
menggunakan data dgn tetap menjaga kerahasiaan identitas pasien
Pengolahan data dan penyajian hasil
– Cara mengolah data (manual, komputer)
– Cara penyajian data hasil olahan
• Analisis dan metode statistik
– Cara analisis data (terolah)
– Bentuk/metode uji statistik yg diterapkan
– Alasan pemilihan bentuk/metode uji statistik
(mempertimbangkan jenis dan sifat data)
Jadual kegiatan dlm uji klinik OA
• Rencana pelaksanaan uji klinik OA dgn
penjadwalan kegiatannya dpt dijabarkan dlm
bentuk Bagan Kegiatan dan Waktu (Time Table
Matrix)
• Kemukakan dlm bagan, dgn tanda/catatan ttt
mengenai segala sesuatu yg dipandang
memerlukan perhatian khusus
Pemantauan dan penghentian uji klinik OA
• Pemantauan
–
–
–
–
Siapa yg memantau
Tugas saat pemantauan
Kpn dilakukan pemantauan
Bgmn tindak lanjut hasil pemantauan
• Penghentian
– Kriteria utk menghentikan uji klinik, baik atas penghentian
keikutsertaan perorangan (pasien) maupun uji klinik scr
keseluruhan
– Pihak yg berwenang menghentikan uji klinik
Dana dan kontrak dgn sponsor
• Dana hrs cukup utk pelaksanaan uji klinik scr
tuntas
• Kemukakan rincian anggaran scr rinci
• Kontrak dgn sponsor hrs jelas (besarnya dana,
tahap pendanaan, asuransi subyek uji klinik,
hak dan kewajiban)
Kelengkapan lampiran yg perlu
• Hasil uji praklinik
• Informasi yg akan diberikan kpd calon subyek utk
memperoleh persetujuan sbg subyek uji klinik (krn
persetujuan berdsrkan informasi yg dpt dipahami)
• Contoh formulir informed consent
• Contoh surat perjanjian dgn sponsor
• Formulir lap kejadian yg tdk diharapkan (adverse
events)
• Formulir lap kematian
• Formulir catatan data pasien (case record form)
Tim pelaksana
• Nama anggota tim
pelaksana
• Kualifikasi
• Alamat (komunikasi
cepat)
• Pengalaman kerja
• Pengalaman penelitian
• Peran dan tanggung jwb
dlm uji klinik
Peneliti utama





Memiliki pengalaman kerja
memadai yg selaras dgn tujuan
uji klinik
Memahami kaedah CUKB (GCP)
→ tersertifikasi
Memiliki kemampuan utk
bekerjasama
Bersedia mematuhi ketentuan yg
terkait dgn pelaksanaan uji klinik
khususnya pelaksanaan uji klinik
OA
Mampu memanage suatu
penelitian
Laporan hasil uji klinik OA
• Kemukakan segala sesuatu yg dipandang perlu
mengenai laporan yg akan dibuat
• Laporkan semua hal yg terjadi dan semua hasil yg
diperoleh selama uji klinik berlangsung, sebelum, dan
sesudah uji klinik
• Siapa yg berhak menerima laporan
• Siapa yg berhak utk memiliki lap
• Siapa yg berhak utk publikasi hasil uji klinik tsb
• Industri farmasi sbg sponsor
• Industri farmasi meragukan kemampuan sumber daya yang
ada di Indonesia dalam melakukan uji klinik obat.
Ketidakpercayaan industri farmasi tersebut antara lain
terlihat pada masih sedikitnya jumlah pengajuan persetujuan
uji klinik yang diajukan ke BPOM selama periode 2000-2006.
• jumlah total pengajuan persetujuan uji klinik di Indonesia
dalam satu tahun tidak ada yang lebih dari 41 uji klinik. Jauh
lebih sedikit dibandingkan pengajuan persetujuan uji klinik di
negara-negara Asia lain seperti Malaysia dan Singapura
66
• Malaysia
• Jumlah uji klinik yang setiap tahun diajukan ke BPOM Malaysia untuk obat
yang belum terdaftar di negara itu saja paling sedikit 36 (tahun 2000) dan
tahun 2005 mencapai 70 uji klinik.
• Singapura
• rata-rata jumlah uji klinik yang diajukan ke BPOM setiap tahunnya lebih
dari 100 uji klinik
•
•
•
•
Taiwan
rata-rata lebih dari 200 uji klinik yang dilakukan setiap tahun
Cina
pada awal Februari 2006 saja sudah ada lebih dari 250 uji klinik yang
dilaksanakan, semuanya disponsori oleh industri farmasi internasional.
67
• Jika Asia demikian menarik untuk
melaksanakan uji klinik, lantas mengapa
Indonesia sangat tertinggal dalam jumlah uji
klinik?
• Padahal jumlah penduduk dan pasien di
Indonesia merupakan potensi pasar obat yang
besar
68
• selama ini pihak sponsor masih menghadapi cukup banyak
kesulitan untuk melakukan uji klinik berbasis Cara Uji Klinik
yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP) di
Indonesia.
Survei yang dilakukan BPOM pada 10 sponsor menunjukkan
bahwa pihak sponsor mengalami kesulitan untuk mencari
peneliti yang kompeten, mengerti GCP dan punya cukup
waktu
69
• Tiga dari 10 sponsor, menurut survei tersebut:
menghadapi masalah dalam pembuatan protokol uji klinik
seperti desain, besar sampel dan obat pembanding
sedangkan dua dari 10 sponsor mengaku bermasalah
dalam pembuatan informed consent yang cocok dalam
bahasa awam
• BPOM: untuk memacu perkembangan pelaksanaan uji
klinik obat yang lebih baik di Indonesia perlu dilakukan
peningkatan kompetensi para dokter peneliti dalam
metodologi uji klinik dan GCP.
Dalam hal ini Departemen Kesehatan dan BPOM, juga
harus membuat peraturan untuk memastikan bahwa uji
klinik hanya boleh dilakukan oleh klinisi yang sudah
bersertifikat GCP saja.
70
Download