BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang tersebar di berbagai daerah. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Hal ini menyebabkan banyak penambangan emas baik dalam skala kecil maupun skala besar semakin meningkat. Saat ini penambangan emas dalam skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara tradisional jumlahnya semakin bertambah dan diperkirakan terdapat 713 tempat penambangan emas tradisional yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (Aspinall, 2001). Salah satu tempat penambangan emas oleh masyarakat dengan cara tradisional di Indonesia terdapat di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Kegiatan penambangan ini berawal dari hasil survey yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara pada tahun 1986 yang berkesimpulan bahwa terdapat logam emas di daerah Sekotong. Keberadaan tambang emas di kawasan Sekotong telah menarik perhatian masyarakat. Saat ini kegiatan penambangan emas di Kecamatan Sekotong masih terus berlangsung dan telah meluas hingga ke seluruh wilayah kecamatan (Ardha, 2010). Sampai saat ini kegiatan penambangan emas di daerah sekotong telah menjadi mata pencaharian masyrakat, kegiatan penambangan ini berlangsung setiap hari dan sulit untuk dihentikan. Merkuri atau Hydrargyrum disimbolkan dengan Hg adalah jenis logam berat yang digunakan oleh para penambang emas tradisional dalam proses amalgamasi untuk memperoleh emas murni (Diantoro, 2010). Kerang Bulu (Anadara antiquata L.) adalah salah satu anggota kelas Moluska. Bagi masyarakat sekotong, Kerang Bulu adalah organisme yang menjadi makanan paling digemari. Hampir setiap sore saat laut surut, masyarakat turun ke pantai untuk mencari Kerang Bulu untuk dijadikan makan malam atau dijual. Kerang ini juga merupakan salah satu komoditas utama bidang perikanan di Lombok. Kerang memiliki kemampuan toleransi yang cukup luas terhadap paparan logam berat yang berasal dari lingkungan tempat dia hidup (Rocher et al., 2006). Selain itu, kerang memiliki sifat filter-feeder dan sessile (menempel di substrat). Dengan kemampuan dan kedua sifat tersebut menyebabkan kerang dapat mengakumulasi logam berat ke dalam jaringan atau organ tubuhnya. Akumulasi merkuri juga dapat terjadi pada manusia yang mengkonsumsi Kerang Bulu melalui rantai makanan. Merkuri dalam tubuh manusia bersifat toksik dan dalam jangka panjang merkuri dapat menyebabkan degenerasi syaraf, kebutaan, gangguan jiwa, kerusakan kromosom, dan kecacatan bayi dalam kandungan (Darmono, 2001). B. Permasalahan Limbah pengolahan emas disimpan dalam kolam limbah dan dibiarkan tanpa pengolahan lebih lanjut. Limbah merkuri tersebut dapat mengalir keluar dari kolam limbah atau merembes melalui pori-pori tanah, lalu mengalir menuju sumber air bawah tanah, kemudian menuju sungai, dan dapat mencemari perairan Pantai Sekotong. Kerang Bulu (Anadara antiquata L.) merupakan organisme yang bersifat sessile dan filter-feeder. Namun demikian, belum diketahui distribusi dan body burden merkuri dalam tubuh kerang tersebut. C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bioakumulasi, distribusi, dan body burden logam merkuri pada organ Kerang Bulu yang meliputi cangkang, insang, mantel dan massa viscera. D. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: (1) memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang kadar merkuri yang terdapat pada Kerang Bulu (Anadara antiquata L.), (2) menambah wawasan ilmiah ke ilmu bidang Biologi terutama yang berkaitan dengan ekotoksikologi, pencemaran lingkungan dan fisiologi hewan, (3) sebagai acuan pertimbangan masyarakat dalam mengkonsumsi Kerang Bulu yang berasal dari Sekotong.