BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106, yang dikutip oleh Sri Nurhayati Wasilah (2008 : 134) dalam bukunya ” Akuntansi Syariah di Indonesia mendefinisikan Musyarakah adalah : Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontibusi dana. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Musyarakah merupakan akad kerja sama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan, dalam musyarakah para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya. 8 9 Menurut Kasmir (2003 : 183) pengertian musyarakah sebagai berikut: Musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkani bahwa musyawarah merupakan ikatan kerja sama usaha antara dua orang atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, dan apabila terjadi kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan dan kontribusi dana yang disetorkan. 2. Ketentuan Umum Dalam Akad Musyarakah Menurut Habib Nazir (2008 : 415) ketentuan umum dalam akad musyarakah sebagai berikut: Pertama, semua modal yang terkumpul harus disatukan dan dikelola bersama-sama dalam proyek yang sudah ditentukan. Kedua, biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek diketahui bersama. Ketiga, proyek atau usaha yang dijalankan harus disebutkan dalam akad 3. Jenis-jenis Musyarakah Menurut Habib Nazir (2008 : 409)musyarakah atau syirkah dibagi dalam dua bentuk, yaitu: “syirkah al milk atau syirkah al amlak (kemitraan dalam kepemilikan) dan syirkah al’uqud (kemitraan berdasarkan suatu akad)”. 10 Penjelasan diatas adalah: a. Syirkah al amlak terjadi apabila dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa suatu akad syirkah atau suatu kepemilikan bersama atas suatu kekayaan (common ownership of property) untuk dibagikan bukan berdasarkan kesepakatan akad untuk berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah al amlak ini pada esensinya bukan suatu kemitraan (partnership). Akan tetapi apabila masing-masing memutuskan untuk tetap memilikinya atau tidak dibagi-bagikan (tidak dijual), maka mereka bermitra dengan bersifat ikhtiyary atau syirkah ikhtiyary (sukarela atau serikat bebas pilih). Sedangkan apabila mereka terpaksa harus memiliki harta bersama tersebut, maka mereka bermitra secara ijbary atau syirkah jabariyah (serikat secara paksa). b. Syirkah al’uqud adalah suatu kemitraan yang sesungguhnya (contectual partnership) masing-masing membuat suatu akad perjanjian investasi bersama dan berbagi keuntungan dan kerugian. Keuntungan dan kerugian tersebut ditanggung secara proporsional berdasarkan modal masing-masing yang diinvestasikan. Dua fungsi utama dari bank syariah adalah mengumpulkan dana dan menyalurkan dana. Penyaluran dana yang dilakukan bank syariah adalah pemberian pembiayaan kepada debitur yang membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk konsumsi. 11 B. Giro Wadiah 1. Pengertian Giro Wadiah Dibawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli di bidang ekonomi yang menjelaskan tentang pengertian giro wadiah. Menurut Adiwarman A. Karim (2007 : 291) dalam buku “Ekonomi Makro Islam” menyatakan bahwa: “Giro wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki”. Sedangkan menurut Ascarya (2008 : 113) dalam buku “Akad & Produk bank Syariah”, menyatakan bahwa: “Giro wadiah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekenig giro (current account) untuk keamanan dan kemudahan pemakainya”. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa giro wadiah merupakan suatu titipan nasabah yang harus dijaga, yang suatu saat dana tersebut akan diambil kembali oleh pemiliknya serta dapat digunakan oleh pengelola dana tanpa mempunyai kewajiban mememberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. 12 2. Jenis-jenis Giro Wadiah a. Giro Wadiah Yad Al Amanah Dibawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli di bidang ekonomi yang menjelaskan tentang pengertian giro wadiah yad al amanah. Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2004 : 155) dalam buku “Bank Syariah Dari Teori ke Praktik” meyatakan bahwa: Giro wadiah yad al amanah, adalah akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan (dalam hal ini bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerusakan. Bisanya, akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit box. Dari pengertian yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa giro wadiah yad al amanah merupakan suatu titipan nasabah kepada pihak bank dimana titipan tersebut tidak dapat digunakan sebagai penyaluran dana terhadap pemberian pembiayaan, karena dana tersebut telah menggunakan akad al amanah yang artinya titipan murni b. Giro Wadiah Yad Dhamanah Dibawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli di bidang ekonomi yang menjelaskan tentang pengertian giro wadiah yad dhamanah Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2004 : 155) dalam buku “Bank Syariah Dari Teori ke Prakti ” menyatakan bahwa: 13 Giro wadiah yad dhamanah, adalah titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang dititipkan. Bank syariah menggunakan akad wadiah yad dhamanah untuk rekening giro. Sedangkan menurut Wiroso (2005 : 23) dalam buku ”Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah” menyatakan bahwa: Wadiah yad al dhamanah dalam kegiatan usaha bank Islam dapat diaplikasikan pada rekening giro (current account) dan rekening tabungan (savig account) yaitu bank Islam boleh menggunakan uang itu dalam proyek berjangka pendek”. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa giro wadiah yad dhamanah merupakan suatu titipan dimana Muwaddi (penitip) harta yang ditipan tersebut boleh diggunakan dalam aktivitas perekonomian tertentu seperti penyaluran dana terhadap pemberian pembiayaan, serta semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank dan yang menanggung seluruh kemungkinan mengalami kerugian. Namun, pihak bank boleh memberikan bonus terhadap pemilik dana tanpa ditetapkan jumlah nominalnya. Adapun jenis rekening giro wadiah adalah sebagai berikut: 1) Rekening atas nama badan, yang meliputi : a) Instansi pemerintah organisasi masyarakat yang tidak merupakan perusahaan. 14 b) Badan hukum yang diatur dalam KUHD atau perundangundangan lainnya. c) Fa, CV, dan yayasan. 2) Rekening perorangan yaitu rekening yang dibuka atas nama pribadi. 3) Rekening gabungan (joint account) yaitu rekening yang dibuka atas nama beberapa orang (pribadi) beberapa badan atau campuran keduanya. 3. Ketentuan Umum Simpanan Giro Wadiah Menurut Adiwarman A. Karim (2007 : 292) dalam buku “Ekonomi Makro Islam” menyatakan ada beberapa ketentuan umum giro wadiah yad dhamanah sebagai berikut: a. Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut. b. Keuntugan atau kerugiaan dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank di mungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik minat dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka. c. Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktuwaktu (on call), baik sebagian ataupun seluruhnya”. 15 Adapun syarat-syarat pembukaan rekening secara garis besar adalah sebagai berikut: 1) Kepada calon nasabah harus diminta fotokopi, yakni : a) Tanda bukti dari berupa KTP, Passpor dan sejenisnya. b) Akte pendirian atau anggaran dasar untuk badan hukum (KHUD). c) Referensi tertulis pihak ketiga (jika perlu). d) NPWP, kecuali nasabah yang tidak wajib. 2) Harus dilakukan penelitian terhadap calon nasabah, misalnya tidak tercantum dalam daftar hitam. 3) Harus mendatangani perjanjian dan copy perjanjian harus diberikan kepada nasabah. Adapun nasabah yang tidak diwajibkan meyerahkan NPWP adalah sebagai berikut: 1) Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, dan pejabat lain negara asing. 2) Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditentukan Depkeu. 3) Perusahaan jawatan menurut keputusan Depkeu. 4) Instansi pemerintah. 5) Perorangan yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. 16 6) Nasabah yang bekerja pada pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan selain sehubungan dengan pekerjaan. 7) Nasabah yang memperoleh penghasilan dibawah PTKP. 8) Badan keagamaan. C. Laba Laba (income) merupakan suatu pos dasar dan sangat penting dalam laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagi konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan, pembayaran deviden, pedoman investasi dan pengambilan keputusan dan unsure kinerja perusahaan. Maka tidak jarang ada perusahaan yang menetapkan perolehan laba sebagai tujuan atau target utama usahanya. 1. Pengertian Laba Menurut Komarudin Sastra Dipoera (2004 : 270) pengertian laba bersih yaitu : Laba bersih adalah jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variable yang dikurangkan dari penerimaan bank, kelebihan pendapatan (income) di atas pengeluaran (expenditure) bank yang dapat dinyatakan dengan rumus : Y-Ex. Menurut Muhammad pengertian laba bersih adalah sebagai berikut : Laba bersih adalah mencerminkan perubahan bersih terhadap posisi ekuitas setelah dikurangi hak atau klaim termasuk bunga utang jangka panjang dan pajak penghasilan yang hanya akan menjadi laba 17 pemegang saham bila nilai penanaman mengalami kenaikan atau terdapat pengumuman deviden. Menurut Soemarsono pengertian laba yaitu : Laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban-beban sehubungan dengan kegiatan usaha oleh karena laba adalah hasil pengurangan beban terhadap pendapatan, maka kunci kelayakan penetapan laba atau rugi adalah menentukan jumlah pendapatan yang dihasilkan dan jumlah beban yang terjadi dalam periode bersangkutan. Kesimpulannya dari penjelasan di atas laba adalah selisih dari semua pendapatan atau aktiva yang sudah di kurangi sama bebanbeban. 2. Jenis-Jenis Laba Menurut Komarudin Sastra Dipoera ada beberapa jenis laba. Untuk mengetahui jenis-jenis laba maka laporan keuangan menjadi landasannya, dimana laba terbagi menjadi 4 yaitu : a. Laba Kotor Merupakan laba yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi oleh harga pokok penjualan. b. Laba Operasional Laba yang bersumber dari rencana aktivitas perusahaan yang dicapai setiap tahunnya. Angka itu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai balas jasa pemilik modal. 18 c. Laba Sebelum Pajak Hasil dari laba operasional ditambah dengan pendapatanpendapatan lainnya yang kemudian dikurangi oleh biaya-biaya sebelum dikurangi pajak. d. Laba Setelah Pajak / Laba Bersih Laba perusahaan yang telah dikurangi pajak, sedangkan pada perusahaanperusahaan yang ini sangat penting yang tentunya setelah dikurangi zakat. Laba bersih yang diperoleh perusahaan selanjutnya dijadikan landasan dasar perhitungan pembagian deviden. 3. Tujuan Perhitungan Laba Bagi setiap perusahaan, perhitungan laba adalah suatu hal yang sangat penting karena ada tujuan perhitungan laba, yaitu sebagai berikut: a. Tujuan Intern Dimana besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan merupakan dasar petunjuk tentang kualitas pimpinan perusahaan. Selain itu, laba yang diperoleh perusahaan merupakan bahan analisis untuk perbaikan perusahaan periode selanjutnya. b. Tujuan Ekstern Dimana laba dijadikan sebagai bahan pertanggung jawaban dan perhitungan para pemegang saham, pajak, emisi 19 saham di bursa efek dan sebagai bahan pertimbangan permohonan kredit pada bank-bank lain. Sedangkan dalam perhitungan akuntansi syariah kesejahteraan dan laba merupakan dasar dalam penentuan zakat, baik zakat individu maupun zakat perusahaan (lembaga). Konsep laba secara umum memiliki peranan yang penting bagi manajemen perusahaan (bank maupun pihak luar) yang berkepentingan dengan perusahaan, di antaranya yaitu sebagai bentuk : 1) Konsep laba sebagi transfer kesejahteraan pihak-pihak lain. 2) Sebagi penentu besarnya bonus karyawan dan deviden yang diberikan kepada investor. 3) Laba sebagai ukuran usaha dan prestasi manajemen perusahaan. 4) Sebagai petunjuk untuk melakukan investasi laba perusahaan (earning pershare) berdasarkan jumlah laba merupakan indikator penting dimana nilai saham tergantung pada pembuatan keputusan investor. Sedangkan dalam akuntansi syariah, laba merupakan peran penting lainnya yaitu sebagai berikut : 1) Sebagai landasan terlaksananya salah satu rukun Islam yaitu zakat Adapun yang dimaksud dengan zakat adalah sebagian dari harta yang dikeluarkan oleh muzaki (pembayar zakat) untuk diserahkan kepada mustahik (penerima zakat). Zakat 20 dimaksudkan sebagai upaya mengaktualisasikan keislaman jati diri manusia pada dimensi etis dan moralitasnya, yang terkait dengan realita sosialnya sebagai kalifah Allah di muka bumi. 2) Sebagai dasar pengambilan keputusan dan kontrak Dimana laba estimasi dari laba keuntungan, dijadikan dasar dalam beberapa kontrak pembiayaan syariah karena pembiayaan atas laba tersebut. 3) Laba sebagai alat peranan Maksudnya laba dijadikan landasan untuk membuat keputusan investasi, misalkan laba digunakan untuk memprediksikan harga per lembar saham. D. Pengaruh Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah dan Giro Wadiah Terhadap Laba Bersih Dalam musyarakah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang ta’awun (gotong royong), ukhwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja berbeda dari porsi modal karena oleh factor lain. Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil. Menurut pendapat Sri Nurhayati Wasilah (2008 : 135) yang menyatakan bahwa : 21 Akad atau perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait dengan besarnya modal dan penggunaanya (tujuan usaha musyarakah), pembangian kerja di antara mitra, nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba. Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuanya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, karena tidak dapat melakukan kegiatan usaha seperti penyaluran pembiayaan, sehingga tidak dapat menghasilkan keuntungan bagi bank tersebut. Bank syariah merupakan lembaga keuangan syariah, yang berorientasi pada laba (profit). Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik atau pendiri, tetapi juga sangat penting untuk pengembangan usaha bank syariah, untuk dapat memperoleh hasil yang optimal, bank syariah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya secara efesien dan efektif, baik atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat seperti Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari giro yang menggunakan prinsip wadiah, deposito yang menggunakan prinsip mudharabah, dan tabungan yang menggunakan prinsip mudharabah serta dana modal pemilik/pendiri bank syariah maupun atas pemanfaat atau penanaman dana tersebut, sehingga simpanan giro wadiah yang merupakan salah satu sumber dana pihak ketiga yang dapat mempengaruhi laba operasioal bank tersebut. Adapun teori yang menghubungkan adanya pengaruh simpanan giro wadiah yad dhamanah terhadap laba operasional yaitu: 22 Menurut Muhammad (2005 : 271) didalam buku “Manajemen Bank Syariah” menyatakan bahwa: Setelah dana ketiga (DPK) yang terdiri dari giro wadiah, deposito, dan tabungan telah dikumpulkan oleh bank, maka bank berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Dalam hal ini bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah digariskan. Alokasi dana ini mempunyai beberapa tujuan yaitu: 1. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah. 2. Mempertahakan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Menurut Wiroso (2007 : 95) dalam buku ”Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha bank Syariah” menyatakan bahwa: Perlu diingat bahwa walaupun prinsip wadiah dipergunakan sebagai sumber dana dalam perhitungan distribusi hasil usaha tetapi porsi pendapatan yang diperoleh dari dana prinsip wadiah tersebut menjadi milik bank syariah sepenuhnya. Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara simpanan giro wadiah yad dhamanah yang merupakan bagian dari sumber dana pihak ketiga terhadap laba yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha seperti penyaluran dana atau alokasi dana terhadap pemberian pembiayaan. E. Kerangka Pemikiran Variabel ini terdiri dari variable dependen laba bersih, variabel independen yaitu dana investasi tidak terikat (musyarakah mutlaqah) dan giro wadiah. Berdasarkan landasan teori, pengaruh antara variabel dan hasil penelitian sebelumnya maka untuk merumuskan hipotesis, berikut 23 menyajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Variabel Independen Variabel Dependen Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Laba Bersih Giro Wadiah Sumber : Diolah oleh peneliti F. Hipotesis Berdasarkan pada berbagai hasil penelitian sebelumnya dan kerangka pemikirannya yang dikembangkan maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: H1 = Terdapat pengaruh signifikan antara Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah terhadap Laba Bersih. H2 = Terdapat pengaruh signifikan antara Giro wadiah terhadap Laba Bersih. H3 = Terdapat pengaruh secara simultan antara Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah dan Giro Wadiah terhadap Laba Bersih.