A Suhardi dan T Djauhari Ambulatory phlebectomy dalam dermatologi Tinjauan Pustaka AMBULATORY PHLEBECTOMY DALAM DERMATOLOGI Silvi Suhardi, Tantawi Djauhari Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang ABSTRAK Flebologi merupakan multidisplin ilmu kedokteran mengenai pengetahuan dan pengobatan kelainan pada vena yaitu vena varikosa dan komplikasinya. Vena varikosa, selain menjadi masalah kosmetik, juga merupakan masalah komorbiditas. Komplikasi pada kulit terdiri dari flebitis superfisial, dermatitis stasis, lipodermatosklerosis atau ulkus vena. Insidens vena varikosa meningkat dan bertambah parah seiring pertambahan usia. Ada beberapa macam pengobatan vena varikosa dalam flebologi, misalnya skleroterapi, ambulatory phlebectomy (AP) dan terapi laser. Ambulatory phlebectomy menurut Muller, merupakan prosedur bedah yang dirancang untuk menghilangkan vena varikosa melalui mikroinsisi pada pasien rawat jalan. Anestesi yang digunakan adalah anestesi tumescent. Vena varikosa yang akan dibuang, sebelumnya dilakukan penandaan ganda dengan bantuan iluminasi transepidermal atau Doppler. Keunggulan teknik AP Muller adalah anestesi lokal tanpa jahitan kulit, ligasi, pembiusan umum, dan imobilisasi. Pasien segala usia dapat diterapi AP. Kontraindikasi utama AP adalah refluks pada percabangan safenofemoral atau safenopopliteal. Komplikasi yang terjadi biasanya bersifat ringan dan dapat hilang secara spontan. Tingkat keberhasilan AP dalam jangka panjang dilaporkan 90% atau lebih. Perkembangan pilihan pengobatan yang efektif dan aman menjadikan AP sebagai bagian peningkatan praktik bedah kulit. (MDVI 2013; 40/1:41-45) Kata kunci: phlebologi, vena varikosa, ambulatory phlebectomy ABSTRACT Phlebology, a multidisciplinary field of medicine, is concerned with the study and treatment of venous disorders such as varicose veins and their complications. Varicose veins may pose as a cosmetic complaint and also a comorbidity problem. Cutaneous complications include superficial phlebitis, statis dermatitis, lipodermatosclerosis or venous ulcers. The incidence of varicose veins increase in extent and severity with increasing age. Several types of treatment for varicose veins in phlebology are sclerotherapy, ambulatory phlebectomy (AP) and laser therapy. Ambulatory phlebectomy of Muller, is a surgical procedure designed to allow outpatient removal of varicose vein through microincisions. Tumescent anesthesia is usually used in AP procedure. The procedure starts with double markings with the help of illumination transepidermal or Doppler. The advantage of Muller’s AP technique are local anesthesia, without skin sutures, or ligatures, and no immobilization. Patients of any age can be treated by AP. Contraindications to AP are reflux at the saphenofemoral or saphenopopliteal junctions. Most minor complications are benign and resolve spontaneously. Long-term success rates of 90% or greater are reported. The evolution of safe and effective treatment options has made AP a part of the dermatologic surgeons' practice. (MDVI 2013; 40/1:41-45) Keywords: phlebology, varicose vein, ambulatory phlebectomy Korespondensi: Jl. Jend. Sudirman Km 3,5 Palembang Telp/Fax. 0711-314172 Email: [email protected] 41 MDVI Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 41-45 PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI Flebologi merupakan multidisplin ilmu kedokteran mengenai pengetahuan dan pengobatan kelainan pada vena, yaitu vena varikosa dan komplikasinya.1 Kelainan pada vena disebutkan vena varikosa jika didapatkan elongasi dan dilatasi berkelok vena superfisial besar dan cabangnya yang jelas terlihat. Vena varikosa (refluks vena superfisial) dikaitkan dengan komplikasi pada kulit yang membutuhkan pengobatan. Banyak pasien, terutama perempuan, datang untuk mengobati vena varikosa karena alasan kosmetik. Terdapat beberapa macam pengobatan vena varikosa, misalnya skleroterapi, ambulatory phlebectomy (AP), dan terapi laser.2 Insidensi vena varikosa meningkat dan bertambah parah seiring pertambahan usia. Selain menjadi masalah kosmetik vena varikosa juga merupakan masalah komorbiditas, misalnya rasa nyeri, gatal, serta kesemutan dan komplikasi tersering pada kulit (flebitis superfisial, dermatitis stasis, lipodermatosklerosis atau ulkus vena).2,3 Peran dokter spesialis kulit di Eropa dalam menangani kelainan vena sudah berlangsung lama. Dokter spesialis kulit harus waspada terhadap semua diagnosis dan prosedur pengobatan dalam flebologi. Di Eropa tatalaksana vena varikosa sudah menjadi salah satu kompetensi dokter spesialis kulit di bidang flebologi. Penggunaan modalitas diagnostik yang lebih baik dan teknik bedah sederhana telah membuat pengobatan vena menjadi aman, efisien, dan sangat memuaskan bagi dokter dan pasien.4 Ambulatory phlebectomy adalah prosedur bedah yang dirancang untuk menghilangkan vena varikosa pada pasien rawat jalan.5 Penelitian Roos, dkk menunjukkan pengobatan vena varikosa dengan AP memberikan hasil lebih efektif dibandingkan skleroterapi kompresi.6 Perkembangan pilihan pengobatan yang efektif dan aman menjadikan AP sebagai bagian peningkatan praktik bedah kulit.7 Vena varikosa merupakan keluhan kosmetik dengan insidens tinggi pada orang Kaukasia. Prevalensi vena varikosa dikaitkan dengan kehamilan dan riwayat vena varikosa dalam keluarga, oleh karena itu lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. Insidensi vena varikosa meningkat dan bertambah parah seiring pertambahan usia.10 Vena varikosa juga dihubungkan dengan faktor genetik, obesitas, dan pekerjaan yang mengharuskan berdiri lama.11 ANATOMI Sistem vena dibagi menjadi tiga sistem, yaitu sistem vena profunda, vena superfisial di antara fasia muskulus profunda dan kulit, serta vena perforator/penghubung yang menghubungkan sistem vena superfisial dengan profunda. Pada umumnya target pengobatan vena varikosa adalah sistem vena superfisial.11 Sistem vena superfisial merupakan jaringan vena rumit yang saling berhubungan dan kebanyakan tidak memiliki nama. Vena superfisial mengalirkan darah balik dari kulit menuju jantung melalui vena profunda.7 Vena superfisial utama pada ekstremitas inferior adalah vena safena besar dan vena safena kecil. Vena tersebut saling berhubungan melalui banyak cabang penghubung. Vena safena besar berasal dari dorsum pedis, berjalan ke atas melalui anterior maleolus medial dan melewati tibia bagian anteromedial. Pada lutut, vena safena besar terdapat di daerah poplitea bagian medial, kemudian melalui anteromedial femur bergabung dengan vena femoralis di bawah ligamen inguinalis. Vena safena kecil berasal dari lengkung vena dorsalis pedis dan berjalan di belakang maleolus lateral melalui jaringan subkutan. Vena safena kecil memasuki fasia profunda dan terletak di antara ujung muskulus gastroknemius, kemudian bersatu dengan vena poplitea di belakang lutut.11 SEJARAH PATOFISIOLOGI Hippocrates telah mempraktikkan flebologi sejak 2400 tahun yang lalu dengan menyarankan untuk melakukan insisi dekat vena varikosa, di beberapa tempat, tetapi tidak mengenai daerah yang terkena.8 Cara ini pertama kali digambarkan dan dilakukan oleh Aulus Cornelius Celsus (56 SM-30 M) pada masa Romawi kuno. Seni AP muncul dan didefinisikan kembali serta dipraktikkan oleh spesialis kulit Swiss, Robert Muller, pada tahun 1966 sebagai teknik bedah invasif sederhana.2 Sebelum pengenalan AP kembali oleh Muller, vena varikosa dihilangkan dengan sayatan yang relatif besar dan ligasi ujung vena. Muller mengembangkan teknik avulsi tanpa ligasi vena dan menggunakan anestesi lokal. Pada operasi dilakukan sayatan kulit 2 mm dan tidak dijahit. Pasca operasi dibebat dengan perban kompres selama 2 hari kemudian diganti dengan stocking kompresi selama 3 pekan.9 Insufisiensi vena terjadi ketika aliran darah balik vena terganggu, dapat disebabkan oleh kelainan pembuluh darah vena dalam atau superfisial, atau kombinasi keduanya. Hal ini mengakibatkan kegagalan otot pompa primer, obstruksi vena (trombotik dan nontrombotik), atau kegagalan katup primer pada percabangan vena safena femoralis. Hal tersebut dapat mengenai seluruh panjang vena atau segmental. Disfungsi sistem vena dapat menyebabkan kerusakan dinding vena menjadi memanjang dan dilatasi, menghasilkan vena varikosa superfisial. Tanda dan gejala khas insufisiensi vena berupa hiperpigmentasi, edema pergelangan kaki, dermatitis stasis, dan ulkus dapat terjadi jika tidak diobati. Aspek terpenting pengobatan insufisiensi vena adalah menghilangkan sumber refluks, kemudian cabang vena yang terdapat varikosa ditangani.11,12 42 A Suhardi dan T Djauhari INDIKASI Pasien usia dewasa muda hingga tua dapat diterapi AP. Semua tipe vena varikosa primer dan sekunder (safena, retikular, perineal, telangiektasis) dapat dihilangkan dengan AP. Jaringan vena regional yang dapat dilakukan AP (kecuali percabangan safenofemoral dan safenopopliteal), termasuk vena safena aksesorius femoralis, vena pudenda inguinal (perineal), vena varikosa retikular (fosa popliteal, femoralis lateral, dan kruris), vena ankle, dan jaringan vena dorsalis pedis.10,11 Meskipun hampir semua cabang vena varikosa dapat dihilangkan dengan AP, namun harus berhati-hati dan menghindari daerah lipatan poplitea, dorsum pedis, serta daerah prepatelar dan pretibial. Daerah tersebut lebih mudah terjadi luka dan terdiri atas vena yang sulit diekstraksi. Ambulatory phlebectomy juga dapat digunakan untuk pengobatan flebitis superfisial segmen kecil karena pembekuan vaskular sehingga segmen vena yang terlibat dapat dikeluarkan melalui sayatan yang sama.13 KONTRAINDIKASI Kontraindikasi utama AP adalah refluks pada percabangan safenofemoral atau safenopopliteal. Kontraindikasi jarang atau relatif, misalnya iskemia arterial, infeksi, alergi anestesi lokal, status bedridden¸ dan gangguan pembekuan darah atau imunitas. Biasanya AP tidak dilakukan selama hamil atau pasca melahirkan kaena vena varikosa dapat regresi spontan.11 PERSIAPAN PRA OPERASI Pemeriksaan ultrasonografi duplex dan Doppler diperlukan untuk mengkonfirmasi daerah percabangan safenofemoral dan safenopopliteal serta sistem vena profunda. Vena varikosa yang akan dihilangkan ditandai menggunakan pena yang sulit dihapus dalam posisi berdiri. Penandaan bagian vena secara tepat merupakan hal terpenting pada prosedur ini karena memudahkan pemisahan vena yang akan dihilangkan secara cepat. Vena berpotensi bergeser 3-4 cm ketika berubah posisi dari vertikal tegak lurus menjadi transversal horizontal, oleh karena itu setelah pasien berbaring dalam posisi operasi, dilakukan konfirmasi posisi vena dengan iluminasi transepidermal atau Doppler (Vein-Lite® atau Venoscope®) dan ditandai terpisah dari penandaan sebelumnya. Teknik penandaan ganda untuk membantu menentukan pergeseran posisi.7 ANESTESI Anestesi yang paling sering digunakan untuk AP adalah anestesi jumlah besar dan konsentrasi lidokain rendah, dikenal dengan anestesi tumescent. Formula anestesi tumescent berbeda dengan anestesi lokal biasa pada sekitar vena. Formula anestesi tumescent atau modifikasi formula Ambulatory phlebectomy dalam dermatologi Klein terdiri atas 50 ml lidokain 1%, 0,5 ml epinefrin 1:1000 dan 5 ml sodium bikarbonat 8,4% dilarutkan dalam 500 ml larutan NaCl 0,9%. Formula tersebut disuntikkan untuk mendorong vena mendekati kulit dan menyebabkan vasokonstriksi kapiler darah kulit untuk meminimalkan perdarahan pasca operasi.11 Beberapa keuntungan menggunakan anestesi tumescent, antara lain (1) mengurangi nyeri suntikan, (2) risiko toksisitas rendah meskipun dilakukan AP bilateral yang luas, (3) kompresi kapiler sehingga mengurangi perdarahan dan bruising serta mencegah hematoma, (4) cairan anestesi dapat mendorong vena mendekati kulit, serta (5) memperpanjang efek analgesik sehingga mengurangi ketidaknyamanan pasien pasca operasi.13 OPERASI Alat Tiga jenis alat yang digunakan untuk memperoleh dan mengait vena adalah kait berbagai ukuran dan bentuk, forsep iris Graefe, dan klem bergerigi halus. Kait ukuran kecil memungkinkan operasi dilakukan melalui sayatan sepanjang kurang dari 1 mm (misalnya menggunakan ujung jarum), forsep Graefe memerlukan sayatan 1-2 mm, sedangkan klem bergerigi (forsep hemostatik) membutuhkan sayatan lebih dari 3 mm. Kait. Setelah kait Muller diperkenalkan pada tahun 1970an, banyak penulis membuat model kait sendiri sehingga bermacam kait tersedia sekarang ini (Varady, Oesch, Ramelet, Trauchessec, Dortu, Villavicencio dan lainnya). Tujuan kait adalah untuk operasi melalui sayatan yang sangat kecil, termasuk tusukan dengan jarum nomor 18-19 atau lanset darah. Beberapa kait berujung lebih besar dan membutuhkan sayatan lebih besar untuk operasi.14 Forsep iris Graefe. Forsep Graefe merupakan alat serba guna yang mengkombinasi lima fungsi berbeda, yaitu: (1) sebagai kait kecil (hanya satu cabang) atau kait besar (beberapa cabang), (2) untuk mengait dua arah (searah jarum jam dan berlawanan jarum jam) dan dapat digunakan kedua tangan (sebagai tambahan bagi operator bertangan kidal), (3) sebagai pemotong untuk membebaskan vena dari jaringan sekitarnya, (4) untuk memegang vena sebelum atau sesudah dikeluarkan, serta (5) untuk membersihkan vena yang sudah dikeluarkan dan memisahkan dua cabang putaran vena. Keuntungan lainnya, karena berukuran kecil, forsep Graefe dapat memperjelas jenis dan struktur yang dipegang dan dikait lebih baik. Forsep dapat dianggap sebagai perpanjangan jari tangan, sedangkan kait sebagai perpanjangan tangan.14 Klem bergerigi. Klem bergerigi halus (klem mosquito Halsted atau forsep hemostatik Debakey) digunakan untuk menarik vena yang akan dikeluarkan, tetapi dapat 43 MDVI juga untuk memegang vena melalui sayatan kulit. Hal ini dapat dilakukan dengan sayatan lebih dari 2-3 mm untuk vena dalam dan/atau subfasia, misalnya bagian proksimal vena safena kecil atau bagian femoral vena safena besar.14 Teknik operasi Sayatan dibuat menggunakan ujung skalpel atau jarum dengan orientasi arah vertikal (paha, tungkai) atau sepanjang garis regangan kulit minimal (lutut, pergelangan kaki). Jarak antar sayatan varises bergantung pada ukuran dan bentuk vena varikosa yang akan diterapi.14 Kait dimasukkan secara perlahan melalui sayatan sampai lapisan subkutis (sedalam 5-7 mm), jalur vena yang akan dipotong dibebaskan 1-2 cm ke arah proksimal dan distal dengan menggunakan gagang kait, kemudian beberapa milimeter ke arah lateral. Setelah varises terbebas dari dasar jaringan fibroadiposa, kait dimasukkan kembali, bagian tepi yang tajam menghadap ke bawah dan diputar di bawah vena dengan gerakan yang luas. Tujuannya untuk melintasi dan memegang vena varikosa menggunakan mata kait. Vena yang putih dan lembut mudah dikenali karena berbeda dengan jaringan fibroadiposa sekitarnya.11 Ketika vena sudah dikeluarkan sebagian, ditarik menggunakan klem mosquito yang dipegang tangan kiri. Tarikan harus perlahan (untuk mencegah robekan vena) atau dengan gerakan menarik dan memutar ke arah yang sama atau berlawanan (pulley effect). Posisi forsep harus sedekat mungkin dengan vena untuk mencegah robekan dan retraksi. Saat melakukan tarikan pada vena yang diekstraksi, akan tampak dan teraba jaringan seperti kabel yang menunjukkan jalur vena dan memfasilitasi pengambilan vena pada sayatan berikutnya.11 Seluruh vena dihilangkan dengan mendorong vena dari satu sayatan ke sayatan lainnya. Tidak perlu dilakukan ligasi vena atau jahitan pada kulit. Vena mungkin sulit untuk diekstraksi, bergantung pada topografi (pergelangan kaki, pretibial, atas lutut), ada gangguan (riwayat flebitis sebelumnya atau skleroterapi), atau obesitas. Refleks vasokonstriksi terjadi setelah traumatisasi dinding vena. Jika gagal mengambil vena, lebih baik dibiarkan selama beberapa menit dan menjelajahi sayatan selanjutnya, baru kemudian kembali lagi ke sayatan sebelumnya. Hemostasis dilakukan dengan menekan titik perdarahan dengan tangan kiri atau bantuan orang lain pada kasus yang sulit. Daerah yang sulit dicapai hemostasis misalnya di paha, lipat lutut, atau punggung kaki, ditangani terlebih dahulu.11 Pembalutan Setelah membersihkan tungkai dengan hidrogen peroksida, pembalut steril digunakan pada sayatan dan ditutupi dengan stocking rajutan berbentuk pipa. Kompresi dilakukan dengan perban elastik yang kuat mulai dari sendi pergelangan kaki sampai daerah operasi. Cara 44 Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 41-45 lain kompresi adalah pemakaian kaus kaki kompresi segera setelah operasi.11 Nyeri setelah operasi jarang terjadi. Pemberian antikoagulan profilaksis tidak dilakukan pada pasien yang segera berjalan setelah operasi dengan perban kompresi, kecuali pada pasien berisiko tinggi. Kompresi selektif diberikan jika ada risiko perdarahan. Gulungan bantalan ditempatkan sepanjang vena varikosa yang telah dihilangkan. Mata kaki, celah belakang mata kaki, dan lipat lutut dilindungi dengan menempatkan bola kapas sebelum dipakaikan perban. Pembalutan setelah operasi harus sangat kuat, dilonggarkan saat malam hari, dan dikuatkan kembali pagi hari esoknya.11 PERAWATAN PASCA OPERASI Petunjuk pasca operasi meliputi (1) pasien harus berjalan segera setelah operasi dan kembali beraktivitas secara normal, karena nyeri pasca operasi minimal, terutama dengan anestesi tumescent, tidak perlu cuti bekerja (2) hindari mengemudikan kendaraan pada hari operasi karena risiko gelisah dan disorientasi, paresis kaki sementara karena anestesi, serta pusing pasca operasi. (3) balutan kompresi diganti setelah 48 jam, kemudian stocking kompresi digunakan dari pagi sampai malam selama tiga pekan, (4) pasien diperbolehkan mandi tiga hari setelah operasi serta (5) hasil cukup memuaskan dapat terlihat beberapa pekan setelah operasi.11 EFEK SAMPING Efek samping biasanya ringan dan dapat hilang secara spontan. Vena varikosa dapat timbul kembali jika sumber refluks vena tidak dihilangkan. Kadang penyebab varises tidak terlihat sampai saat AP dilakukan, terutama jika didapatkan varises dalam jumlah banyak.13 Efek samping utama adalah edema, perdarahan, hematoma, jaringan parut, telangiektasis yang diinduksi trauma, dan bula yang disebabkan balutan luka. Komplikasi lain, misalnya cedera saraf disertai gangguan sensori, tidak dapat dihindari karena saraf fibrosis melekat pada bagian vena yang dihilangkan. Infeksi berat pernah dilaporkan. Nekrosis kulit dapat terjadi walaupun sangat jarang dan dikaitkan dengan pH tinggi yang disebabkan penambahan bikarbonat terlalu banyak pada larutan anestesi.13 Hiperpigmentasi sementara dapat hilang dalam beberapa bulan tanpa pengobatan. Lepuh akibat plester dapat menyebabkan depigmentasi atau hiperpigmentasi sementara. Dermatitis kontak akibat larutan antiseptik atau plester jarang terjadi, biasanya segera sembuh setelah diberikan steroid topikal. Keloid dan jaringan parut hipertrofik sangat jarang terjadi karena ukuran sayatan minimal.13 Hematoma superfisial umum terjadi. Pembentukkan hematoma bergantung pada variasi koagulasi pada tiap individu dan efektivitas kompresi pasca operasi. Hematoma A Suhardi dan T Djauhari umumnya terjadi di daerah lipatan popliteal, daerah paling sulit tercapai kompresi yang baik pasca operasi.13 HASIL Hasil jangka panjang AP sangat baik jika dilakukan sesuai indikasi. Indikasi utama adalah cabang primer atau sekunder vena safena besar atau kecil. Tingkat keberhasilan jangka panjang AP dilaporkan 90% atau lebih. Keberhasilan jangka panjang dikaitkan dengan penghilangan refluks paling proksimal sebelum atau segera sebelum AP. Umumnya dilakukan ablasi termal refluks endovenous safena, kemudian dilakukan AP cabang vena yang berasal dari sistem vena.13 PROGNOSIS Serupa dengan terapi apapun, vena varikosa baru dapat terbentuk seiring waktu. Pasien harus diinformasikan tentang kekambuhan vena varikosa karena progresivitas insufisiensi vena dan kecenderungan keterkaitan genetik.13 KESIMPULAN Ambulatory phlebectomy adalah prosedur rawat jalan yang bertujuan menghilangkan vena varikosa menggunakan kait melalui beberapa sayatan kulit minimal sepanjang varises. Sejak diperkenalkan kembali oleh Muller, AP menjadi teknik sederhana yang efektif dan aman dengan hasil kosmetis memuaskan. Ambulatory phlebectomy dapat dilakukan pada hampir semua pasien, termasuk orang tua. Bekas sayatan dapat sembuh sempurna atau hanya meninggalkan jaringan parut minimal. Komplikasi ringan berupa nyeri ringan atau bruising dan dapat hilang spontan. Hasil jangka panjang sangat baik jika sumber refluks proksimal dihilangkan. Ambulatory phlebectomy dalam dermatologi DAFTAR PUSTAKA 1. Ramelet. Primer of phlebology. Int J Dermatol. 1992; 31(12): 833-9 2. Mortimer PS, Burnand KG, Neumann HAM. Venous disorders. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, editor. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Chichester: Blackwell Publishing Ltd; 2010. h. 47.37-9 3. Ramelet. Phlebology: an essential part of dermatology. Dermatol. 1998; 197: 99-100 4. Goldman MP, Sadick NS, Weiss RA. The history of dermatology in American phlebology. Dermatol Surg. 2000; 26: 616-21 5. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin. Edisi ke-11. Oxford: Elsevier Inc; 2011. h. 907-8 6. Roos KP, Nieman FH, Neumann HAM. Ambulatory phlebectomy versus compression sclerotherapy: results of a randomized controlled trial. Dermatol Surg. 2003; 29: 221-6 7. Goldman MP, Weiss RA, Sadick NS. Sclerotherapy and ambulatory phlebectomy. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editor. Dermatology volume 2. Edisi ke-2. Oxford: Elsevier Inc; 2008. h. 2329-43 8. Olivencia JA. Ambulatory phlebectomy turned 2400 years old. Dermatol Surg. 2004; 30: 704-8 9. Almeida JI, Raines JK. Principles of ambulatory phlebectomy. Dalam: Bergan JJ. The Vein Book. Oxford: Elsevier Inc; 2006. h. 247-55 10. Weiss. Treatment for varicose and telangiectatic leg veins. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Volume 1. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill companies; 2008. h. 2349-56 11. Ramelet AA. Ambulatory phlebectomy. Dalam: Alam M, Silapunt S. Treatment of Leg Veins. Edisi ke-2. Oxford: Elsevier Inc; 2011. h. 111-23 12. Fronek HS. The fundamental of phlebology: venous disease for clinicians. Edisi ke-2. London: RSM press; 2007. h. 1-4 13. Elston DM, Ramelet AA. Medscape; Ambulatory phlebectomy for treatment of varicose veins. Medscape [Serial on the internet]. 2012. [Cited 2012 Apr. 3]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1126342-overview 14. Ricci S, Georgiev M, Goldman MP. Ambulatory phlebectomy. Edisi ke-2. Florida: Taylor & Francis Group; 2005. h. 109-44 45