7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasi

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Operasi
Menurut Stevenson dan Chuong (2014:4), dijelaskan bahwa manajemen
operasi merupakan manajemen dari bagian operasi yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan barang atau jasa. Fungsi operasi dalam perusahaan juga dapat dilihat
dari prespektif yang lebih luas.
Menurut Prasetya dan Lukiastusi (2009:43), manajemen operasi adalah
serangkaian aktifitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa
berlangsung di semua organisasi, baik perusahaan manufaktur mapun jasa.
Berikut di bawah ini adalah Aliran dalam Operasi Manajemen menurut
Plunkett, Allen, dan Attner (2013:580)
Gambar 2.1 Aliran Operasi
Sumber: Plunkett, Allen, dan Attner (2013:580)
7
8
Menurut Melnyk (2002:6), manajemen operasional terintegrasi pada 3
komponen utama yang mendukung dalam proses organisasi, yaitu pelanggan
(customer), proses (process) dan kapasitas (capacity).
Operasi sering didefinisikan sebagai proses transformasi. Input (seperti
bahan, mesin, tenaga kerja, manajemen, dan modal diubah menjadi output (barang
dan jasa). Dalam manajemen operasi, kami mencoba untuk memastikan bahwa
proses transformasi dilakukan secara efisien dan output adalah nilai yang lebih
besar dari jumlah input, Russel dan Taylor (2011:2).
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana manajemen operasi berkaitan dengan input dan output,
melalui serangkaian aktifitas atau proses, serta untuk mengolah barang dan jasa
menjadi barang siap pakai.
Manajemen operasional terintegrasi pada tiga komponen utama yang
mendukung dalam proses organisasi, yaitu :
•
Pelanggan (Customer)
Customer adalah seseorang yang selalu mengkonsumsi kebutuhan berupa
produk atau jasa pada sistem manajemen operasional. Customer merupakan
orang yang memiliki peran khusus dimana selalu memberikan pendapat dan
identifikasi di awal dan di akhir sistem manajemen operasional, sehingga
perusahaan dengan jelas dapat diidentifikasikan pada segmen pasar dan pada
segmen customer itu sendiri.
•
Proses (Process)
Sebuah proses dalam perusahaan adalah hubungan dari semua aktifitas yang
diperlukan untuk mengubah input menjadi output. Proses merupakan gambaran
dari keseluruhan input, aktifitas perubahan, dan output pada keseluruhan
sistem. Hal itu menandakan hal-hal yang dibutuhkan dalam sebuah kegiatan
serta menspesifikasikan bahan apa yang dibutuhkan dan seberapa besar
jumlahnya. Pada akhirnya seluruh kegiatan pemeriksaan dilakukan untuk
memastikan bahwa semua memenuhi standar kualitas, kuantitas, lead time,
atau pembagian waktu. Proses manajemen operasional juga melibatkan
produksi pada sebuah produk atau jasa.
•
Kapasitas (Capacity)
9
Kapasitas mendeterminasikan seberapa besar sistem produksi pada saat
manajemen operasional bekerja. Kapasitas juga dapat diartikan sebagai
seberapa besar dari hasil yang diproduksi perusahaan, bahkan membatasi hasil per
unit dalam satuan waktu.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
manajemen operasi merupakan serangkaian kegiatan mengubah input menjadi output
yang akan menghasilkan nilai pada barang atau jasa. Organisasi bisnis memiliki tiga
fungsional dasar, yaitu keuangan, operasi, dan pemasaran. Keuangan bertugas
mengamankan sumber daya keuangan yang memiliki nilai menguntungkan dan
mengalokasikannya di seluruh organisasi, penganggaran, menganalisa proposal
investasi, serta menyediakan dana untuk operasi. Pemasaran bertugas menilai
keinginan dan kebutuhan pelanggan, serta menjual dan mempromosikan barang atau
jasa organisasi. Operasi bertugas menghasilkan barang atau menyediakan jasa yang
ditawarkan organisasi.
2.1.1 Fungsi Manajemen Operasi
Menurut Assauri (2004:22), secara umum fungsi produksi terkait dengan
pertanggungjawaban dalam kegiatan mentransformasikan masukan (input) menjadi
keluaran (output) berupa barang atau jasa yang akan memberikan hasil pendapatan
bagi perusahaan.
Maka untuk melaksanakan fungsi diatas diperlukan serangkaian kegiatan
yang merupakan keterkaitan yang menyeluruh sebagai suatu sistem. Berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan fungsi produksi dan operasi ini dilaksanakan oleh
beberapa bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan.
Menurut Tampubolon (2004:3), terdapat empat fungsi produksi dan operasi,
yaitu sebagai proses pengolahan, jasa-jasa penunjang, perencanaan dan pengendalian
atau pengawasan.
Berikut ini penjelasan atas fungsi produksi dan operasi :
1. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk
pengolahan masukan (input).
10
2. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa pengorganisasian yang
diperlukan untuk penetapan dan metode yang akan dijalankan sehingga
proses pengolahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
3. Perencanaan, merupakan keterkaitan dan pengorganisasian dari kegiatan
produksi dan operasi yang akan dilakukan dalam suatu dasar waktu atau
periode tertentu.
4. Pengendalian atau pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin
terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga maksud
dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan (input) pada
kenyataanya dapat dilaksanakan.
Render (2008:5), dalam proses membuat barang dan jasa, semua organisasi
pasti melakukan tiga fungsi. Fungsi-fungsi ini sangat penting dan tidak hanya untuk
proses produksi, tetapi juga unuk kelangsungan hidup organisasi. tiga fungsi tersebut
antaralain adalah pemasaran, produksi / operasi, dan keuangan / akuntansi.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana fungsi manajemen operasi berkaitan dengan proses
pengolahan barang dan jasa, proses dalam produksi / operasi dilakuakan oleh semua
atau beberapa bagian dalam organisasi perusahaan, serta jasa-jasa penunjang yang
merupakan sarana berupa pengorgnisasian dan perencanaan keuangan / akuntansi.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
fungsi manajemen operasi adalah kegiatan manajemen produksi dan operasi yang
memerlukan pengetahuan yang luas mencakup planning, organizing, actuating dan
controlling, dan dalam pelaksanaannya berbagai sumber daya diintegrasikan dalam
organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa.
2.1.2 Unsur Manajemen Operasi
Menurut Prasetya dan Lukiastuti (2009:35), manajemen operasi adalah
serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa
berlangsung di semua organisasi, baik perusahaan manufaktur maupun jasa.
Berikut ini adalah beberapa unsur pokok yang terkandung dalam manajemen
operasi, yaitu :
11
1. Kontinu, berarti manajemen produksi dan operasi bukan suatu kegiatan yang
berdiri sendiri. Keputusan manajemen bukan merupakan tindakan sesaat,
melainkan tindakan yang berkelanjutan (kontinu).
2. Efektif, berarti segala pekerjaan harus dilakukan secara tepat dan sebaikbaiknya, serta mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
3. Fungsi manajemen, berarti kegiatan manajemen produksi dan operasi
memerlukan pengetahuan yang luas, mencakup planning, organizing,
actuating dan controlling. Dalam pelaksanaannya, berbagai sumber daya
diintegrasikan untuk menghasilkan barang dan jasa.
4. Efisien, berarti manajer produksi dan operasi dituntut untuk mempunyai
kemampuan kerja secara efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan
sumber daya dan memperkecil limbah.
5. Tujuan, berarti kegiatan manajemen produksi dan operasi harus mempunyai
tujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang direncanakan.
Schroeder (2008:23) memberikan penekanan terhadap definisi kegiatan
produksi dan operasi pada 3 hal, yaitu :
1. Pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa.
2. Adanya sistem transformasi yang menghasilkan barang dan jasa.
3. Adanya pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari manajemen
operasi.
Sedangkan menurut Stevenson dan Chuong (2014:4), dijelaskan bahwa
manajemen operasi adalah sistem atau proses yang menciptakan barang dan atau
menyediakan jasa.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana unsur-unsur manajemen operasi berkaitan dengan fungsi
manajemen dan pengolahan fungsi organisasi, sistem transformasi dan pengetahuan
luas yang mencakup planning, organizing, actuating dan cotrolling untuk
menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan manajemen operasi dan produksi
sebagai sistem atau proses untuk menyediakan atau mengahasilkan barang dan jasa.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
unsur manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
penciptaan, atau pembuatan barang, jasa atau kombinasinya melalui proses
transformasi dari masukan sumber daya produk menjadi keluaran yang diinginkan.
12
Umpan balik dari konsumen dan informasi mengenai performa produk dan jasa
tersebut digunakan untuk melakukan penyesuaian yang berkelanjutan terhadap input,
proses transformasi dan output. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Proses Transformasi Input Menjadi Output
Sumber : Russell dan Taylor (2011:2)
Dalam penelitian ini, proses manajemen operasional akan difokuskan pada
proses transformasi dan output, dimana proses transformasi adalah bagaimana
produk Plate Fuel Pump diproduksi dan bagaimana aliran produk tersebut dapat
memenuhi permintaan pelanggan.
2.2.
Peramalan
Peramalan adalah seni atau ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa
depan.
Hal ini dapat dilakukan dengan pengambilan data historis dan
memproyeksikannya ke masa mendatang dengan suatu bentuk model matematis.
Bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat subjektif, atau bisa juga dengan
menggunakan kombinasi model metematis yang disesuaikan dengan pertimbangan
yang baik dari seorang menejer, Heizer dan Render (2009:162).
Menurut Sudjana, (1989) peramalan adalah proses perkiraan (pengukuran
besarnya atau jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang berdasarkan data pada
masa lampau yang dianalisis secara ilmiah khususnya menggunakan metode
statatiska.
Perkiraan atau pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Perkiraan secara kualitatif biasanya menggunakan pendapat dari para ahli
13
dari bidangnya, sedangkan perkiraan secara kuantitaif menggunakan metode statistik
dan matematik yang selanjutnya metode ini banyak dipakai, salah satu diantaranya
adalah metode deret berkala, Awat (1990).
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana peramalan berkaitan dengan perkiraan kejadian yang akan
terjadi, peramalan digunakan untuk perkiraan masa yang akan datang, dan peramalan
dilakukan dengan analisis secara ilmiah khususnya metode statistik.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
peramalan berkaitan dengan upaya untuk memperkirakan permintaan pelanggan
yang tidak menentu di masa yang akan datang dengan menggunakan metode ilmiah
(ilmu dan teknologi) dan dilakukan secara sistematis. Peramalan (forecasting) adalah
kegiatan yang digunakan untuk memperkirakan keadaan yang akan terjadi pada masa
yang akan datang, peramalan diperlukan untuk mengetahui kapan suatu permintaan
akan naik atau turun, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat atas permintaan
tersebut.
2.2.1 Fungsi Peramalan
Menurut Stevenson dan Chuong (2014:77), terdapat dua kegunaan ramalan.
Salah satu kegunaan ramalan adalah membantu manajer untuk merencanakan sistem
dan membantu manajer untuk merencanakan penggunaan sistem.
Ada tiga fungsi peramalan yakni menentukan apa yang dibutuhkan untuk
perluasan pabrik, menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada
untuk dikerjakan dengan fasilitas-fasilitas yang ada, dan menentukan penjadwalan
jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan berdasarkan peralatan yang
ada, Biegel (1992).
Menurut Heizer dan Render (2006:136), tujuan dan fungsi peramalan adalah
untuk mengkaji kebijakan perusahaan yang berlaku saat ini dan dimasa lalu serta
melihat sejauh mana pengaruh di masa datang. Peramalan diperlukan karena adanya
time lag atau delay antara saat suatu kebijakan perusahaan ditetapkan dengan saat
impementasi. Peramalan merupakan dasar penyusun bisnis pada suatu perusahaan
sehingga dapat meningkatkan efektifitas suatu rencana bisnis.
14
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana fungsi peramalan berkaitan dengan perencanaan,
penyusunan penggunaan sistem pada suatu perusahaan, dan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk sebuah peramalan.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
fungsi peramalan adalah upaya untuk perencanaan sistem yang akan dipakai oleh
sebuah perusahaan yang melibatkan rencana jangka panjang mengenai jenis produk
dan jasa yang ditawarkan, fasilitas dan peralatan yang dimiliki, lokasi, dan lain-lain.
Sedangkan perencanaan penggunaan sistem mengacu pada perencanaan jangka
pendek dan jangka menengah yang melibatkan tugas-tugas seperti perencanaan
persediaan dan tingkat tenaga kerja, perencanaan pembelian dan produksi,
penganggaran, serta penjadwalan.
2.2.2 Jenis Peramalan
Analisis time series (Iriawan dan Astuti, 2006:341) merupakan metode
peramalan kuantitatif untuk menentukan pola data masa lampau yang dikumpulkan
berdasarkan urutan waktu, yang disebut data time series.
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa depan
yang dilingkupinya. Horizon waktu menurut Jay Heizer dan Barry Render
(2009:163) terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu peramalan jangka pendek,
peramalan jangka menengah, dan peramalan jangka panjang.
Menurut Herjanto (2006), dikatakan bahwa peramalan mempunyai tiga
macam metode peramalan, yaitu metode qualitative adalah peramalan yang
menggunakan pusat data kualitatif, hasilnya bergantung pada orang yang
menyusunnya. Metode quantitative time series, metode ini biasa digunakan jika
datanya berdasarkan perhitungan waktu yang lalu. Dan metode quantitative casusal,
metode ini digunakan jika datanya cross-sectional, metode ini menggunakan model
regresi.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana jenis peramalan berkaitan dengan metode-metode yang
digunakan dalam suatu peramalan, penggunaan metode kuantitatif untuk peramalan
yang menggunakan data dari masa lampau yang dikumpumpulkan berdasarkan
15
urutan waktu, dan perhitungan peramalan yang memerlukan data dari waktu yang
lalu.
Dalam membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa depan merupakan
fungsi dari masa lalu dengan kata lain mereka melihat apa yang terjadi selama kurun
waktu tertentu dengan menggunakan data masa lalu tersebut untuk melakukan
peramalan. Jika kita memperkirakan penjualan pertahun mesin, maka kita
mengguakan data penjualan pada tahun lalu utuk membuat ramalan penjualan pada
tahun yang akan datang. Pada penelitian ini metode time series (deret waktu) yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Moving Average
Moving Average menyediakan metode sederhana untuk pemulusan data masa
lalu, metode ini berguna untuk peramalan ketika tidak terjadi tren. Tujuan utama dari
penggunan rata-rata bergerak adalah untuk menghilangkan atau mengurangi acakan
dalam deret waktu. Dengan peramalan moving average dilakukan dengan mengambil
sekelompok nilai pengamatan, mencari rata-ratanya, lalu menggunakan rata-rata
tersebut sebagai ramalan untuk periode berikutnya. Istilah rata-rata bergerak
digunakan karena setiap kali ada data observasi baru tersedia, maka angka rata-rata
yang baru dihitung dan dipergunakan sebagai ramalan. Rumus dari perhitungan
moving average adalah sebagai berikut :
ft ^ =
ft−1 + ft−2 + ft−3 +... ft−n
n
Dimana :
n
= Jumlah periode yang digunakan sebagai dasar peramalan
ft^
= Ramalan permintaan (real) untuk periode t
ft
= Permintaan aktual pada periode t
Pada penelitian ini penulis menggunakan dua jenis metode moving average,
yaitu :
1.
Single Moving Average
Menetukan ramalan dengan metode single moving average cukup
mudah dilakukan. Bila akan menerapkan 12 bulan rata-rata bergerak maka
16
ramalan pada bulan Januari dihitung sebesar rata-rata dari 12 bulan
sebelumnya, yaitu bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni Juli,
Agustus, September, Oktober, November, dan Desember. Persamaan
matematis dari teknik ini adalah sebagai berikut :
Ft+1= X1 +X2 +...+XT T
Dimana :
Ft+1
= Ramalan untuk periode ke t + 1
XT
= Nilai riil periode ke t
T
= Jangka waktu rata-rata bergerak
2.
Double Moving Average
Menentukan ramalan dengan metode double moving averages sedikit
lebih sulit dibandingkan dengan single moving averages. Ada beberapa
langkah dalam menentukan ramalan dengan metode double moving averages,
antara lain sebagai berikut :
-
Menghitung moving average / rata-rata bergerak pertama (S’t)
dihitung dari data historis yang ada. Hasilnya diletakkan pada period
terakhir moving average pertama
-
Menghitung moving average / rata-rata bergerak kedua (S’’t)
dihitung dari rata-rata bergerak kedua. Hasilnya diletakkan pada periode
terakhir moving average kedua
-
Menentukan besarnya nilai αt (konstanta)
αt = S’t + (S’t – S’’t)
= 2S’t – S’’t
-
Menentukan besarnya nilai bt (slope)
bt = 2 (S'−S") N−1t t
-
Menentukan besarnya forecast Ft+m = αt + btm
Dimana :
m
= Jangka waktu forecast kedepan
17
2.
Exponential Smoothing
Metode Exponential Smoothing secara luas digunakan dalam peramalan
karena sederhana, efisien dalam perhitungan ramalan, mudah disesuaikan dengan
perubahan data dan ketelitian metode ini cukup baik. Metode ini dapat melakukan
pemulusan suatu deret berkala dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan
data yang lalu. Selain itu exponential smoothing cocok untuk data yang bergerak
acak keatas dan kebawah secara terus menerus berarti tidak ada tren maupun
musiman. Rumus dari perhitungan exponential smoothing adalah sebagai berikut :
Ft = Ft-1 + α(At-1 – Ft-1)
Dimana :
Ft
= Nilai ramalan untuk periode waktu ke-t
Ft-1
= Nilai ramalan untuk satu periode waktu yang lalu, t-1
At-1
= Nilai aktual untuk satu periode waktu yang lalu, t-1
α
= Konstanta pemulusan atau suatu nilai (0 < α < 1) yang ditentukan secara
subjektif
Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa jenis metode exponential
smoothing, yaitu :
1.
Single Exponential Smoothing
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Nazim dan Afthanorhan
(2014), metode peramalan ini paling banyak digunakan dari semua teknik
peramalan. Metode ini hanya membutuhkan sedikit perhitungan. Metode ini
digunakan ketika pola data menunjukan sifat yang berada di sekitar horisontal
(yaitu, tidak ada yang tidak variasi siklik atau tren diucapkan dalam data
historis). Persamaan umum untuk tunggal statistik merapikan eksponensial
diberikan sebagai berikut :
Ft+m = αyt + (1-α)Ft
Dimana :
Ft+m
= Nilai pemulusan tunggal eksponensial pada periode t + m
18
(ini juga didefinisikan sebagai nilai perkiraan saat dihasilkan dari sampel)
untuk m = 1, 2, 3, 4 ...
Yt
= Nilai aktual dalam periode waktu t
α
= Nilai konstanta yang tidak diketahui yang harus dimuluskan dengan
nilai antara 0 dan 1
Ft
= Ramalan atau nilai pemulusan untuk periode t
2.
Double Exponential Smoothing Brown
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Mahmudah (2014), metode
double exponential smoothing Brown merupakan salah satu metode
peramalan yang menggunakan satu parameter untuk memuluskan trend yang
terdapat pada data. Parameter yang digunakan pada metode double
exponential smoothing Brown yaitu α yang memiliki nilai antara 0 dan 1.
Nilai α dapat diperoleh dengan cara trial and error atau dengan bantuan
aplikasi komputer. Nilai parameter yang dipilih yakni nilai parameter yang
meminimalkan nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error). Rumus pada
perhitungan double exponential smoothing Brown adalah sebagai berikut :
Ft+m = at + btm
Dimana:
Ft+m = Ramalan m periode yang akan diramalkan
m
= Jumlah periode ke muka yang akan diramalkan
S’t
= Nilai single exponential smoothing
S”t
= Nilai double exponential smoothing
αt
= Parameter pemulusan
3.
Double Exponential Smoothing Holt
Menurut penelitian yang dijalankan oleh Mahmudah (2014), metode
double exponential smoothing dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan
metode double exponential smoothing dari Brown kecuali bahwa metode
double exponential smoothing dari Holt tidak menggunakan rumus
pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Metode double
19
exponential smoothing dari Holt memuluskan nilai trend dengan parameter
yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan
dari metode double exponential smoothing dari Holt didapat dengan
menggunakan dua konstanta pemulusan (dengan nilai 0 dan 1) yaitu α dan γ.
Rumus dari perhitungan double exponential smoothing Holt adalah sebagai
berikut :
Ft+m = St + btm
Dimana :
Ft+m
= Ramalan m periode yang akan diramalkan
b
= Trend
m
= Jumlah periode ke depan yang akan diramalkan
St
= Nilai dasar
4.
Triple Exponential Smoothing Winter
Menurut Szmit (2012), The Winters Model, yang disebut juga model
pemulusan eksponensial triple, adalah model adaptif terkenal digunakan
untuk waktu pemodelan series ditandai dengan trend dan musiman. Dalam
versi aditif, metode triple exponential smoothing Winter menghadirkan varian
pemulusan dari time series yt sebagai jumlah dari tiga unsur. Rumus dari
penghitungan triple exponential smoothing Winter adalah sebagai berikut :
Yt = Lt + Tt + St−r
Dimana :
Yt
= Nilai yang diperkirakan oleh model variabel pada saat t, r adalah
panjang periodisitas musiman
Lt
= α (yt − St−r) + (1 − α) (Lt−1 + Tt−1)
Tt
= β(Lt − Lt−1) + (1 – β) Tt−1
St
= γ (yt – Lt) + (1 – γ) St−r
Selanjutnya, Lt adalah adalah konstituen pemulusan tingkat time series, Tt
adalah kenaikan dari seri waktu yang dihasilkan dari tren dan St adalah
adalah komponen musiman dari time series, α, β, dan γ adalah smoothing
20
parameter yang diperkirakan untuk seri waktu tertentu, sedangkan yt adalah
nilai sebenarnya dari variabel pada saat t, dan parameter α, β, γ dan milik
[0;1] interval.
Dalam penelitian ini, jenis peramalan yang akan digunakan adalah metode
analisis time series, dimana aliran permintan produk Plate Fuel Pump yang terus
menaik setiap tahunnya agar dapat memenuhi permintaan pelanggan. Perhitungan
data yang digunakan berdasarkan data masa lampau akan dikumpulkan berdasarkan
urutan waktu.
2.3
Perencanaan Agregat
Menurut Heizer dan Render (2010:148), perencanaan agregat (atau
penjadwalan agregat) merupakan sebuah pendekatan untuk menentukan kuantitas
dan waktu produksi pada jangka menengah biasanya 3 sampai 18 bulan ke depan.
Para manajer operasi berusaha menentukan jalan terbaik untuk memenuhi
permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga
kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak, dan variable lain
yang dapat dikendalikan.
Herjanto (2008:193), bagian rencana bisnis yang menyangkut kegiatan
produksi atau operasi disebut rencana produksi atau dikenal dengan istilah
perencanaan agregat.
Perencanaan dan penjadwalan adalah bentuk pengambilan keputusan yang
digunakan secara teratur dalam banyak manufaktur dan industri jasa, Pinedo
(2009:3).
Menurut Bedworth (1992:138), perencanaan agregat adalah perencanaan
yang dibuat untuk menentukan total permintaan dari seluruh elemen produksi dan
jumlah tenga kerja yang diperlukan.
Sedangkan menurut Sukendar, Kristomi (2008:107), perancanaan agregat
berarti menggabungkan sumber daya-sumber daya yang sesuai kedalam istilah-istilah
yang lebih umum dan menyeluruh. Dengan adanya ramalan permintaan, serta
kapasitas fasilitas, persedian jumlah tenaga kerja dan input produksi yang saling
berkaitan, maka perencanaan harus memilih tingkat output untuk fasilitas selama 3
21
sampai 18 bulan kedepan. Perencanaan ini diantaranya bisa diterapkan untuk
perusahaan manufaktur, rumah sakit, akademi, serta penerbit buku.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana perencanaan agregat berkaitan dengan kuantitas, rentan
waktu produksi, dan perencanaan agregat banyak diterapkan pada perusahaan
manufaktur dan industri jasa.
Maka dari definisi-definisi diatas dapat tarik kesimpulan bahwa perencanaan
agregat merupakan perencanaan dan penjadwalan kegiatan produksi yang
menggabungkan kuantitas, waktu produksi dan sumber daya-sumber daya yang
sesuai untuk memenuhi permintaan yang telah diprediksi dengan menyesuaikan nilai
produksi, tingkat tenanga kerja, tingat persediaan, pekerja lembur, tingkat
subkontrak, dan variable lain yang dapat dikendalikan.
2.3.1 Fungsi Perencanaan Agregat
Fungsi perencanaan agregat menurut Sukendar, Kristomi (2008:108), adalah
untuk menemukan metode yang tepat, menjamin perencanaan penjualan dan
produksi, alat performansi perencanaan produksi, menjamin kemampuan produksi,
memonitor hasil produksi, mengatur persediaan produksi, mengarahkan penyusunan
dan pelaksanaan produksi.
Berikut ini adalah penjelasan atas fungsi perencanaan agregat :
1. Menemukan metode yang tepat untuk digunakan sebagai strategi perusahaan
dalam menghadapi jumlah permintaan, sehingga ditemukan jumlah biaya
terkecil.
2. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap
rencana strategi perusahaan.
3. Alat untuk performansi proses perencanaan produksi.
4. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi dan
membuat penyesuaian.
5. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat
penyesuaian.
6. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat
penyesuaian.
22
7. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.
Menurut Nasution (2003:255), fungsi perencanaan agregat adalah untuk
menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan pasar yang
tidak pasti dengan mengoptimumkan pengunaan tenaga kerja dan peralatan
produksi yang tersedia sehingga total biaya produksi dapat ditekan seminim
mungkin.
Fungsi perencanaan agregat adalah menentukan kombinasi yang optimal dari
tingkat produksi, jumlah tenaga kerja, dan tingkat persediaan. Perencanaan agregat
yang tergolong perencanaan jangka menengah dengan periode 3 sampai 18 bulan
memegang peranan penting dalam perncanaan operasi secara keseluruhan, Chase
(2005:516).
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana fungsi perencanaan agregat berkaitan dengan tingkat
produksi, penggunaan jumlah tenaga kerja, dan tingkat persediaan.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
fungsi dari perencanaan agregat adalah untuk menemukan metode yang tepat
sebagai strategi perencanaan operasi jangka menengah yang mengoptimalkan
kombinasi sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, kemampuan produksi
dan pertimbangan efesiensi biaya untuk memenuhi permintaan pasar yang tidak
stabil.
2.3.2 Strategi Perencanaan Agregat
Menurut Render (2004:121) perencanaan agregat dapat dilakukan dengan
melakukan pilihan atas dua strategi, yaitu strategi perburuan (Chase Current
Demand Strategy) dan strategi penjadwalan bertingkat (Average Gross Demand
Strategy).
1.
Strategi Perburuan (Chase Curent Demand Strategy)
Menurut Heizer dan Render (2010:150), strategi ini mencoba untuk
mencapai tingkat output untuk setiap periode yang memenuhi prediksi permintaan
untuk periode tersebut.
Sebagai contoh, manajer operasi dapat mengubah-ubah tingkat tenaga kerja
dengan merekrut atau memberhentikan karyawan, atau dapat mengubah-ubah
23
jumlah produksi dengan waktu lembur, waktu kosong, karyawan paruh waktu, atau
subkontrak. Banyak organisasi jasa menyukai strategi perburuan ini karena pilihan
persediaan sangatlah sulit atau mustahil untuk diadopsi. Industri yang telah beralih
ke strategi perburuan meliputi sektor pendidikan, perhotelan, dan konstruksi.
Kapasitas jasa cenderung dipengaruhi oleh waktu, lokasi dan permintaan
yang berubah-ubah. Tidak seperti barang, jasa tidak dapat disimpan untuk
digunakan kemudian. Kapasitas harus tersedia ketika jasa ingin diproduksi. Selain
itu, lokasi kapasitas jasa tersebut harus dekat dengan konsumen. Pada manufaktur,
setelah proses produksi dilakukan, barang baru didistribusikan ke konsumen,
sedangkan jasa harus didistribusikan dahulu baru dapat diproduksi, Chase
(2006:441).
Sedangkan menurut Maarif (2003:443), strategi ini dilakukan dengan
memperkerjakan dan memecat pekerja setiap bulan jika diperlukan, guna memenuhi
permintaan.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana Chase Current Demand Strategy berkaitan dengan
permintaan, organisasi jasa, dan waktu.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Chase Current Strategy merupakan strategi perencanaan yang menetapkan produksi
sama dengan prediksi permintaan (jumlah produksi disesuaikan dengan jumlah
permintaan).
2.
Strategi Penjadwalan Bertingkat (Average Gross Demand Strategy)
Menurut Heizer dan Render (2010:150), Average Gross Demand Strategy
adalah rencana agregat dimana tingkat produksi tetap sama dari period ke periode.
Filosofi mereka adalah tenaga kerja yang stabil menciptakan produk dengan kualitas
lebih baik, lebih sedikit perputaran karyawan dan ketidakhadiran, serta karyawan
yang lebih berkomitmen terhadap tujuan perusahaan.
Penghematan lain mencakup karyawan yang lebih berpengalaman,
penjadwalan dan pengawasan yang lebih mudah, serta lebih sedikit pembukaan dan
penutupan usaha yang dramatis. Penjadwalan bertingkat akan bekerja dengan baik
ketika permintaan cukup stabil.
Dalam Average Gross Demand Strategy, penekanannya adalah pada tidak
24
mengganggu sistem produksi yang ada sama sekali. Ini berarti bahwa sistem akan
mempekerjakan tenaga kerja konstan dan menjaga jam kerja yang konstan. Dalam
strategi ini, persediaan memainkan peran penting yang menghubungkan satu periode
dengan yang lain, Mahadevan (2010:438).
Sedangkan menurut Maarif (2003:443), Average Gross Demand Strategy
menggunakan persediaan untuk memenuhi permintaan puncak.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana Average Gross Demand Strategy berkaitan dengan
persediaan, permintaan, dan periode.
Maka dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Average Gross Demand Strategy menggunakan persediaan sebagai pendukung,
penggunaan atau kapasitas mesin dan tingkat tenanga kerja dibuat teteap,
permintaan dipenuhi dari persediaan.
Dari keterangan-keterangan diatas mengenai strategi perencanaan agregat
dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan dari kedua strategi diatas adalah
penguunaan alat pendukung untuk melakasanakan masing-masing strategi, pada
Chase Current Demand Strategy menggunakan kapasitas produksi sebagai alat
pendukung, sedangkan pada Average Gross Demand Strategy menggunakan
persediaan produksi sebagai alat pendukungnya. Berikut di bawah ini adalah bagan
gambar 2.3 mengenai entitas dasar dan antarmuka manufaktur kegiatan perencanaan
agregat :
Proses
Perencanaan dan
Kapasitas
Reguler dan
Overtime
Production
Customer Orders
Inventory Levels
Demand Forecast
Agregate Planning
Inventory on
Hand
Subkontracting
Required Human
Resources
Workforce
Master Production
Schedule & MRP
System
Backorders
25
Gambar 2.3 Manufaktur Kegiatan Perencanaan Agregat
Sumber: Radwan, Aarabi (2010,2011)
Perencanaan agregat dapat diaplikasikan dengan dua strategi yaitu Chase
Curren Demand Strategy dan Average Gross Demand Strategy, yang dapat dilihat
perbedaan dalam pengaplikasiannya pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Strategi Perencanaan Agregat
Chase Current Demand Strategy
Laju produksi diselaraskan dengan permintaan dengan mengubah kapasitas
mesin atau menyewa/memberhentikan tenaga kerja saat permintaan
bervariasi
Dalam praktek sering kali sulit untuk mengubah kapasitas dan tenaga kerja
dalam waktu singkat
Mahal jika biaya mengubah kapasitas tinggi
Pengaruh negatif terhadap moral tenaga kerja
Berakibat pada rendahnya persediaan
Berguna jika biaya menyimpan persediaan tinggi sementara biaya
mengubah kapasitas rendah
Average Gross Demand Strategy
Menjaga stabilitas kapasitas dan tenaga kerja dengan laju output konstan
Kekurangan dan kelebihan berakibat pada fluktuasi persediaan dari waktu
ke waktu
Persediaan yang ditimbun sebagai antisipasi permintaan yang akan datang
atau backlogs dipindahkan dari periode permintaan tinggi ke rendah
Lebih baik bagi moral tenaga kerja
Persediaan dan backlogs bisa terakumulasi cukup banyak
Harus digunakan saat biaya menyimpan dan backlog relatif rendah
26
2.3.3 Pendekatan Perencanaan Agregat
Pada umumnya, perusahaan menghadapi permintaan yang berubah--ubah
atau tidak tetap. Pola permintaan yang tidak tetap ini mengakibatkan beban kerja
yang tidak tetap pula, misalnya kebutuhan tenaga kerja pada setiap periode dalam
suatu jangka waktu tertentu bisa tidak sama. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan
perencanaan dengan mengatur tingkat persediaan, produksi, penggunaan tenaga
kerja, kapasitas produksi yang dipakai, atau variabel lain.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam perancanaan agregat, yaitu
subkontrak (subcontract) dan lembur (overtime).
1.
Sub-kontrak (sub-contract)
Menurut Heizer dan Render (2010:152), sebuah perusahaan dapat
memperoleh kapasitas sementara dengan melakukan subkontrak selama periode
permintaan yang tinggi, sehingga perusahaan dapat memenuhi permintaan.
Namun sub-kontrak memiliki beberapa kekurangan, yaitu :
-
Biaya sub-kontrak cenderung mahal
-
Sub-kontrak membawa resiko dengan membuka pintu klien terhadap pesaing
-
Seringkali mendapatkan pemasok sub-kontrak sempurna yang selalu dapat
mengirimkan produk dengan kualitas yang sama namun secara tepat waktu.
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya
perusahaan men-subkontrak kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya
sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensinya dari kebijakan ini adalah timbulnya
ongkos subkontrak, dimana biasanya ongkos men-subkontrak ini menjadi lebih
mahal
dibandingkan
memproduksi
sendiri
dan
adanya
resiko
terjadinya
keterlambatan penyerahan dari kontraktor, Sukendar, Kristomi (2008:C-109).
Sedangkan menurut Herjanto (2008:196), subkontrak dilakukan apabila
terjadi permintaan yang bertambah sementara kapasitas produksi tidak cukup untuk
memenuhinya, sedangkan perusahaan tidak menghendaki hilangnya permintaan atau
pelanggan penting. Subkontrak yang dipilih tetntunya yang dapat memenuhi standar
mutu yang disyaratkan dan dapat memenuhi jadwal pengiriman.
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana pendekatan subkontrak berkaitan dengan permintaan, biaya
subkontrak yang cenderung lebih mahal, dan kapasitas.
27
2.
Lembur (overtime)
Menurut
Sukendar,
Kristomi (2008:C-109), sebagian besar metode
perencanaan agregat menentukan suatu rencana yang meminimalisasi biaya. Jika
permintaan diketahui maka overtime cost dan undertime cost (biaya lembur dan
biaya menganggur) harus dpiertimbangkan.
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,
namun konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur
yang biasanya 150% dari biaya kerja regular. Disamping biaya tersebut, adanya
lembur biasanya akan memperbesar tingkat absen karyawan dikarenakan faktor
kelelahan fisik pekerja. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan
mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang dapat
dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif.
Bila tidak dapat dialokasikan yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung
biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah yang tidak
terpakai dengan tingkat uaph dan tunjangan lainnya.
Overtime adalah strategi umum ketika fluktuasi permintaan tidak ekstrim.
Karyawan yang kompeten akan dipertahankan, biaya mempekerjakan dan memecat
dihindari, dan permintaan sementara terpenuhi tanpa adanya investasi dalam sumber
daya permanen, Russel dan Taylor (2011:613).
Sedangkan menurut Herjanto (2008:195), dalam strategi ini jumlah karyawan
dipertahankan untuk suatu tingkat produksi tertentu, perubahan hanya dilakukan
terhadap jumlah jam kerja. Diasumsikan bahwa karyawan dibayar berdasarkan
jumlah jam kerja. Jika permintaan naik, diadakan penambahan jam kerja (lembur /
overtime).
Dari definisi-definisi yang dinyatakan diatas mengandung beberapa aspek
persamaan yaitu dimana pendekatan lembur berkaitan dengan karyawan, permintaan,
dan produksi.
Maka dari kedua pendekatan perancanaan agregat diatas perusahaan dapat
menggunakan pendekatan yang paling dibutuhkan sesuai dengan kondisi perusahaan
berdasarkan kapasitas produksi, periode waktu permintaan dan besarnya jumlah
biaya permintaan yang telah diketahui. Dalam penelitian ini, PT. Adhi Wijayacitra
28
yang mengalami permasalahan mengenai pemenuhan permintaan yang berlebih pada
produk Plate Fuel Pump menolak menerapkan pendekatan sub-kontrak, karena
perusahaan sangat menjaga mutu dan kualitas produk. Maka pendekatan yang akan
diterapkan oleh PT. Adhi Wijayacitra adalah pendekatan lembur (overtime).
2.4
Kerangka Pemikiran
Berikut ini adalah gambar kerangka pemikiran dari perencanaan agregat dan
alternatif strategi yang digunakan :
Kebijakan
Perusahaan
Biaya
Waktu
Perencanaan
Agregat
Alternatif
OVERTIME
Strategy
Chase
Current
Demand
Strategy
Average
Gross
Demand
Strategy
Rekomendasi,
Simpulan, dan
Saran
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Download