Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam

advertisement
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba
dalam Pandangan Islam
Yusnani
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang
Abstract
Economics system is implemented in practice the application of economics to everyday
individuals, families, community groups and government (authorities) in order to organize
the factors of production, distribution and utilization of goods and services produced is
subject to the laws of Islam (the laws).
The most important source of rules / regulations of Islamic economy is the Qur’an and
Sunnah, but until now there is no literature was found dealing with the overall economic
system of Islam and Muslims are still contaminated by pluralism, liberal economic system,
the communist and socialist
Key words: Islamic economic system, Liberal economic system, Riba
1.
PENDAHULUAN
Salah satu bukti bahwa al-Qur’an dan
Sunnah menjanggkau dan daya atur
dapat dilihat dari segi teksnya yang
selalu tepat untuk diimplikasikan dalam
kehidupan
aktual,
seperti
aturan
dibidang
ekonomi.Disamping
ilmu
ekonomi juga dibidang ilmu lain yang
tepat dalam kajian Islam, bertujuan
menuntun agar manusia berada di jalan
lurus.
Dalam pandangan Islam tentang
ekonomi adalah anjuran yang memiliki
dimensi ibadah, hal ini dibuktikn dengan
ungkapan dalam al-Qur’an surat al-A’raf
: 10, QS: al-Mulk:15 dan an-Naba’:11
Islam
tidak
menghendaki
pemeluknya menjadi mesin ekonomi yng
menjadikan orang materialis. Kegiatan
ekonomi dalam Islam tidak semata
bersifat materi tetapi lebih kepada
keimanan kepada Allah SWT, sesuai
dengan Firman Allah dalam surat An-
Najm :29, QS Asy-Syurah: 20 dnan QS
Muhmmd :12.
Berdasrkan uraian di atas aktifitas
ekonomi dalam Islam bertujuan:
1. Memenuhi
kebutuhan
hidup
seseorang secara sederhana
2. Memenuhi kebutuhan keluarga
3. Memenuhi
kebutuhan
jangka
panjang
4. Menyediak kebutuhan keluarga
yang ditinggalkan
5. Memberikan bantuan sosial dan
sumbangan
di
jalan
Allah
(Muhammad
Nejatullah
AshSiddiqi,1991:15)
Untuk kegiatn perekonomian Islam
memberikan turan hukum sebagai
pedoman, baik yang ada di dalam alQur’an maupun sunnah/hadis Rasulullah
SAW. Hukum ekonomi yang tidak siatur
dalam al-Qur’an maupun hadis akan
ditemukan dalam ijtihad ulama, untuk
melaksanakan
ijtihad
dibutuhkan
bebrapa metodeyaitu:
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
a. Analogi (qiyas) ialah mencari
perbandingan atau pengibaratannya
b. Mashlahah
mursalah,
yang
bertumpu
pada
pertimbangan
menarik
manfaat
dan
menghindarkan mudharat
c. Ihtihsan, yaitu meninggalkan dalildalil khususdan mempergunakan
dalil yan umum yng dipandang lebih
kuat
d. Istihsab, adalah dengan cara
melesterikan berlakiunya ketentuan
asal yang ada kecuali ad dalil yng
menentukan lain
e. Mengukuhkan berlakunya adat
kebisaan yang tidak berlawanan
dengan ketentuan syari’at ( Amir
Syarifuddin, 2001)
2. Mekanisme Pasar dan
Persoalan Riba dalam
Pandangan Islam
2.1 Mekanisme Pasar
Dalam perekonomian, pasar berperan
sangat penting khususnya dalam
sistema ekonomi bebas/liberal. Pasar
yang berperan untuk mempertemukan
produsen dan konsumen. Konsumen
sangat menentukan kedudukan pasar,
karena konsumen berperan untuk
menentukan lalu lintas barang dan jasa.
Produsen
akan
berusaha
menggunakan faktor produksi yang ada
untuk memproduksi berbagai jenis
barang kebutuhan yang diminta oleh
konsumen.
Produsen
dalam
memproduksi
barang
kebutuhan
berharap agar konsumen membeli
barang yang diproduksi dengan melebihi
biaya
produksi
(termasuk
promosi/pemasaran)
yang
telah
dikeluarkan oleh produsen.Lazimnya
produsen selalu memproduksi barang
dengan biaya relatif rendah untuk
memaksimunkan keuntungan.
86
Yang menjadi masalah adalah
apakah sistem pasar sesuai dengan
pandangan Islam, hal ini akan dijelaskan
menurut
pendapat
Muhammad
Nejatullah
Siddiqi,
yang
mengatakan,“sistem
pasar
yang
dipengaruhi
semangat
Islam
berdasarkan dua asumsi=asumsi itu
adalah
rasionalitas
ekonomi
dan
persaingan sempurna. Sistem ini
menggambarkan keselarasan antara
kepentingan konsumen.”
Maksud dari rasionalitas ekonomi
dengan arti bahwa konsumen dan
produsen
(pengusaha)
dapat
memaksimalkan
kepuasan
masingmasing. Kepuasan tersebut diusahakan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan, konsumen dapat
mengetahui
dengan
jelas
dan
bagaimana keputusan yang harus
diambildalam
pemenuhan
kepusan
ekonomi tersebut.
Persaingan
yang
sempurna
dimaksud agar mendapatkan sebanyak
mungkin konsumen dan produsen di
pasar, barang yang ada bersifat
heterogen serta faktor produksi bergerak
dengan bebas.
Islam memiliki norma tertentu dalam
hal
mekanisme
pasar.
Menurut
pandangan Islam yang diperlukan
adalah suatu bentuk penggunaan dan
pendistribusian
tertentu
serta
dibentuknya suatu sistema kerja yang
bersifat produktif. Sikap produktif ini
dilandasi oleh niat, dengan demikian
model dn pola yang dikendaki adalah
sistema operasional pasar yang normal.
Muhammmad Nejatullah Siddiqi
menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting
pendekatan Islam dalam hal mekanisme
pasar adalah:
1. Penyelesaian masalah ekonomi
yang asasi-pengggunaan, produksi
dan
pembagian-pasti
dikenal
sebagai tujun mekanisme pasar.
2. Dengan berpedoman pada ajaran
Islam, para konsumen diharapkan
bertingkah laku sesui dengan
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
mekanisme pasar sehingga dapat
mencapai tujuan di atas.
3. Jika perlu, campur tangan negara
dianggap sebgai unsur penting
yang
memperbanyak
atau
menggantikan mekanisme pasar,
untuk memastikan agar tujuan ini
benar-benar
dapat
tercapai
(Muhammad
Nejatullah
Ash
Shiddiqi, 1991: 91).
I.
Aktifitas Produsen
Sistem
pasar
persaingan
bebas,
produksi barang didasarkan pada corak
permintaan
konsumen,
lazimnya
produsen akan selalu berusaha untuk
memaksimumkan keuntungannya.
Namun
apabila
aktifitasnya
dalam memproduksi barang dan mencari
keuntungan akan disesuaikan dengan
norma-norma yang sesuai dengan
syari’at Islam. Bentuk produksi yang
dipenagruhi syaria’at Islam seperti
berikut ini:
a. Barang dan jasa yang haram tidak
akan diproduksi atau dipasarkan.
Pengusaha tidak memproduksi dan
memasarkan barang dan jasa yang
bertentangan dengan syari’at Islam,
seperti makanan haram, minuman
yang memabukkan dan usaha
maksiat seperti usaha prostitusi dan
judi dan lain sebagainya.
b. Produksi barang yang bersifat
kebutuhan sekunder disesuaikan
dengan
permintaan
pasar.
Produsen
dalam
memproduksi
barang dan jasa tidak harus
mempertimbangkan
dengan
saksama
kemampuan
dan
kebutuhan masyarakat (dengan
tujuan mencari keuntungan yang
banyak. Tanpa ini kegiatan produksi
akan membawa dampak negatif
terhadap
masyarakat,
apalagi
ketika memasarkan produk yang
diiringi promosi yang gencar
sedang biaya promosi dibebankan
kepada konsumen yang akhirnya
melahirkan budaya konsumtif.
c. Produsen
hendaklah
selalu
melakukan
control
(mempertimbangkan sepenuhnya)
permintan pasar. Produsen ikut
serta
melakukan
pembinaan
terhadap konsumen dengan cara
mengatur pemasaran dan jasa yang
diproduksinya
agar
tidak
menimbulkan
dampak
negatif
terhadap konsumen
d. Dalam
proses
produksi
dan
pemasaran harus dipertimbangkan
aspek
ekonomi,
mental
dan
budaya. Produsen dalammelakukan
peroses produksi dan pemasaran
barang dan jasa dan jasa harus
mempertimbangkan aspek ekonomi
dari
kegiatan
produksi
dan
pemasaran
e. Tidak
melakukan
penimbunan
barang dengan maksud keuntungan
yang banyak, penimbunan barang
tersebut dilakukan dengan maksud
mencari keuntungan yang besar
dan harapan agar harga barang
melonjak naik
Seorang
pengusaha
dalam
pandangan Islam mempunyai tugas
untuk menegakkan keadilan, dengan
kata lain pengusa atau pedagang Islam
berkewajiban untuk mendukung dan
menguntungkan pihak konsumen.
Motivasi
aktivitas
produsen/
pengusaha/ penjual menurut pandangan
Islam adalah:
1. Berdasarkan ide keadilan Islam
sepenuhnya
2. Berusaha membantu masyarakat
dengan cara mempertimbangkan
kebajikan orang lain pada saat
seorang
pengusaha
membuat
keputusan yang berkaitan dengan
kebijaksanaan perusahaannya
3. Membatasi
pemaksimuman
keuntungan berdasakan batasbatasyang telah ditetapkan oleh
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
87
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
prinsip
di
atas
(Muhammad
Nejatullah Ash Siddiqi, 1991: 108)
II.
Konsumen
Sebagian
besar
konsumen
bersifat memaksimumkan kepuasannya,
ekonomi modern termasuk aliran
ekonomi masa dulu, menggunakan
istilah
kepuasan,
yang
popular
diperktekkan pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang.
Dalam ajaran Islam, hal utama
yang mempengaruhi tingkah laku
konsumen dalam rangka melakukan
permintaan kebutuhan terhadap pasar
(sekaligus membedakan konsumen yang
dipengaruhi oleh syari’at Islam dan yang
tidak mengacu kepada Islam), adalah
sebagai berikut:
a. Permintaan pemenuhan kebutuhan
terhadap pasar hanya sebatas
barang yang penggunnya tidak
dilarang dalam syari’at Islam.
Pengaruh positif ajaran Islam
terhadap pola konsumsi konsumen,
pertama konsumen tidak akan
melakukan permintaan terhadap
kebutuhan barang dan jasa yang
penggunaanya tidak dibolehkan
syari’at
Islam.
Produsen
tidakmemproduksi
dan
memasarkan barang dan jasa yang
dilarang syari’at Islam. Seperti
konsumen tidak mengkonsumsi
minuman keras, makanan haram,
prostitusi, hiburan yang tidak
senonoh. Dengan laraangn ini
otomatis permintaan tidak ada dan
berdampak
pada
kehidupan
msyarakat yang positif adil dan
beradab
b. Cara hidup tidak boros dan
kebutuhan diteliti terlebih dahulu.
Pada dasarnya seseorang yang
kaya raya tidak mempunyai hak
mutlak
terhdap
harta
yang
dimilikinya, karena di sekelilingnya
banyak orang yang tidak mampu
yang patut dibantu agar tidak terjadi
cemburu dan fitnah
88
c.
Pemerataan terhadap kebutuhan,
bagi seseorang yang beruntung
memiliki harta melimpah dalam
Islam wajib menyalurkan hartanya
melalui zakat diri dan harta,
sedekah infak dan wakaf karena
harta adalah titipan Allah SWT.
Sehingga seseorang terhindar dari
sifat materialis
d. Selain memenuhi kebutuhan pribadi
juga memperhatiakan kepentingan
masyarakat. Artinya selain terdapat
barang dan jasa untuk pribadi
namun ada barang dan jasa untuk
kepentingan bersama
e. Seseorang konsumen bekerja sama
dengan konsumen lainnya dan
kerjasama
dengan
pemerintah
untuk kepentingan pembangunan
seperti pembayaran pajak, control
sosial terhadap barang-barang
produksi
untuk
kepentingan
bersama.
2.2 Persoalan Riba dalam
Pandangan Islam
Operasional bank syariah
1. Allah menghalalkan jual-beli –
mengharamkan riba (QS 2:275).
2. Jual-beli boleh dilakukan dengan
penyerahan tangguh (QS. 2:282).
3. Ummat Islam mengajarkan ta’awun
(QS.5:2) dan menghindari iktinaz
(QS. 9:34)
Hampir
semua
pekerjaan
muamalah adalah mubah kecuali ada
dalil yang melarangnya (ushul fiqh)
Ada
suatu
pendapat
di
masyarakat mengatakan bahwa rente
dan riba sama, pendapat ini disebabkan
karena rente dan riba merupakan bunga
uang, jadi sama-sama berbunga maka
dihukum sama.
Dalam
perakteknya,
rente
adalah keuntungan yang diperoleh pihak
bank karena jasanya telah meminjamkan
uang untuk memperlancar kegiatan
usaha/orang yang telah meminjam uang
tersebut. Dengan bantuan bank yang
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
telah meminjamkan uang tersebut,
usaha perusahaannya telah semakin
maju,
dan
keuntungan
yang
diperolehnyapun semakin besar. Atas
bantuan pemberian bantuan keuangan
tersebut, bank memperoleh bagian
keuntungan, sedang mengenai jumlah
telah ditetapkan terlebih mengenai
jumlah keuntungan yang akan diperoleh
bank tersebut dalam akad kredit yang
telah disepakati.
Sedang kegiatan riba dalam
perakteknya merupakan pemerasan
terhadap si miskin yang seharusnya
ditolong untuk meringankan kesulitan
hidupnya, terutama untuk kebutuhan
pokoknya. Dalam keadaan yang sangat
sulit si tukang riba datang menawarkan
jasa untuk meminjamkan uangnya
dengan syarat dibayar berbunga.
Dalam muktamar ulama Islam
diselenggaraan pada bulan muharram
tahun 1258 H (Mei 1965 M) di Aula
Majma’ul Buhuts al-Islamiyah di Al-Azhar
Asy Syarif, dihadiri oleh pakar hukum,
ekonomi, sosial dari berbagai negara,
keputusan menyangkut riba adalah
sebagai berikut:
1. Keuntungn dari berbagai pinjaman
riba yang diharamkan. Hal ini tidak
ada bedanya antara apa yang
dinamakan
pinjman
konsumsi
dengan pinjaman produksi karena
nash Al-Qur’an dan Sunnah secara
keseluruhan
telah
menetapkan
haramnya keuntungan dari kedua
jenis pinjaman itu.
2. Riba
sedikit
maupun
banyak
hukumnya tetap haram seperti yang
diisyaratkan dalam firman Allah
dalam surat Ali Imran: 130.
3. Pemberian pinjaman dengan riba
hukumnya haram, tidk bisa diterima
walau dalam keadaan terpaksa dan
berdosa, kecuali dalam keadaan
terpaksa, bagi seseorang dinilai dari
keimanannya.
4. Peraktek bank berupa rekening
berjalan, tukar menukar cek, kartu
kredit, cambiale dalam negeri yang
merupakan dasar hubungan bank
dengan pengusaha dalam negeri
semuanya
termasuk
yang
dibenarkan.
Pungutan
apapun
sebagai jasa bank atas pekerjaanya
tidak termasuk riba
5. Semua rekening berjangka dan
surat kredit dengan keuntungan
berbagai bentuk pinjaman dengan
imbalan
keuntungan
(bunga)
merupakan peraktek riba (Yusuf
Qardhawi,dkk, 1992: 59-60).
2.2.1 Pengertian Bank Syariah
Menurut batasan yang terdapat
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/8/PBI/2000 pasal 1, pengertian bank
syariah adalah:
“Bank umum sebagaimana
yang
dimaksud
dalam
Undang-undang Nomor 7
tahun
1992
tentang
Perbankan
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Undang-undang Nomor 10
tahun
1998
yang
melakukan kegiatan usaha
berdasarkan
prinsip
syariah,
termasuk
unit
usaha syariah dan kantor
cabang bank asing yang
melakukan kegiatan usaha
berdasarkan
prinsip
syariah. Adapun unit usaha
syariah adalah unit kerja di
kantor
pusat
bank
konvensional
yang
berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang
syariah”.
Perbankan syariah beroperasi
atas prinsip-prinsip syariah. Prinsip
syariah merupakan aturan dasar atau
aturan pokok berdasarkan hukum Islam.
Prinsip ini menjadi landasan aturan
muamalat yang mengatur hubungan
antara bank dengan pihak lain dalam
rangka penghimpunan dan penyaluran
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
89
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
dana serta kegiatan perbankan syariah
lainnya.
Untuk prinsip operasional lainnya,
dapat digunakan oleh bank syariah
dalam kegiatan usaha sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dan mendapat persetujuan
Bank Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional (Muhammad, 2004).
2.2.2 Falsafah Operasional Bank
Syariah
Berkaitan dengan kegiatan lembaga
keuangan perbankan syariah, maka
dasar falsafah operasional bank syariah
adalah sebagai berikut (Muhammad,
2002) :
Menjauhkan dari unsur riba, caranya :
1 Menghindari penggunaan sistem
yang
menetapkan
dimuka
secara pasti keberhasilan suatu
usaha (QS. Luqman, ayat 34);
2 Menghindari penggunaan sistem
persentase untuk pembebanan
biaya terhadap hutang atau
pemberian imbalan terhadap
simpanan yang mengandung
unsur melipatgandakan secara
otomatis hutang atau simpanan
tersebut
hanya
karena
berjalannya waktu (QS. AliImron, ayat 130);
3 Menghindari penggunaan sistem
perdagangan/penyewaan
barang ribawi dengan imbalan
barang ribawi lainnya dengan
memperoleh kelebihan baik
kuantitas maupun kualitas (HR.
Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d
1567);
4 Menghindari penggunaan sistem
yang
menetapkan
dimuka
tambahan atas hutang yang
bukan atas prakarsa yang
mempunyai
hutang
secara
90
5
6
sukarela (HR. Muslim, Bab Riba
No. 1569 s/d 1572).
Menerapkan sistem bagi hasil
dan perdagangan.
Dengan mengacu pada AlQur’an surat Al-Baqarah ayat
275 dan An-Nisaa ayat 29, maka
setiap transaksi kelembagaan
syariah harus dilandasi dasar
sistem
bagi
hasil
dan
perdagangan atau transaksi
didasari oleh adanya pertukaran
antara uang dengan barang.
Akibatnya kegiatan muamalah
berlaku prinsip ada barang/jasa
uang dengan barang, sehingga
akan
mendorong
produksi
barang/jasa,
mendorong
kelancaran arus barang/jasa,
dapat
dihindari
adanya
penyalahgunaan
kredit,
spekulasi dan inflasi.
2.2.3 Kegiatan Operasional Bank
Syariah
Kegiatan bank syariah baik dalam
penghimpunan dana serta penanaman
dana maupun pemberian jasa-jasa
berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan
Kantor Bank Syariah, Bank Indonesia
(1999) adalah sebagai berikut :
1. Penghimpunan dana
Prinsip operasional syariah yang
telah ditetapkan secara luas dalam
penghimpunan dana masyarakat
adalah
prinsip
wadi’ah
dan
mudharabah.
a. Prinsip wadi’ah (prinsip titipan
atau simpanan)
Dalam kegiatan penghimpunan
dana masyarakat di bank
syariah, prinsip wadi’ah dapat
diterapkan pada rekening giro
dan tabungan (giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah).
b. Prinsip mudharabah (prinsip
bagi hasil)
1) Mudharabah muthlaqah
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
Dalam
kegiatan
penghimpunan dana pada
bank
syariah,
prinsip
mudharabah
muthlaqah
dapat
diterapkan
untuk
pembukaan
rekening
tabungan
dan
deposito
(tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah).
2) Mudharabah muqayyadah
Jenis
ini
merupakan
simpanan khusus (restricted
investment) dimana pemilik
dana menetapkan syaratsyarat tertentu yang harus
diikuti oleh bank syariah.
2. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana kepada
nasabah, pada garis besarnys
terdapat 4 (empat) kelompok prinsip
operasional bank syariah, yaitu
prinsip jual beli (bai’), sewa beli
(ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah
bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan
pembiayaan
lainnya.
Dalam
prakteknya,
untuk
memperoleh
pendapatan yang berasal dari
aktivitas non pembiayaan, bank
syariah dapat menyediakan jasajasa perbankan syariah (fee-based
services). Dalam melakukan fungsi
sosial, bank syariah juga melakukan
kegiatan
pengelolaan
dana
kebajikan yang diperoleh dari zakat,
infaq, shadaqah, hibah, atau dana
sosial lainnya. Hal ini dinamakan
qardhul
hasan
(pinjaman
kebajikan).Qardhul hasan adalah
pinjam meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok
pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Atas jasa pinjaman qardh ini, bank
syariah
dapat
membebankan
kepada nasabah biaya administrasi.
2.2.4 Sumber dan Alokasi
Pendapatan Bank Syariah
Dana yang telah diperoleh bank syariah
akan dialokasikan untuk memperoleh
pendapatan. Dari pendapatan tersebut,
kemudian didistribusikan kepada para
nasabah penyimpan dana (Muhammad,
2004).
Sesuai
dengan
akad-akad
penyaluran pembiayaan di bank syariah,
hasil penyaluran dana tersebut dapat
memberikan pendapatan bagi bank
syariah. Hal ini dapat dikatakan sebagai
sumber-sumber
pendapatan
bank
syariah. Dengan demikian, sumber
pendapatan
bank
syariah
dapat
diperoleh dari:
1. Bagi hasil atas kontrak mudharabah
dan kontrak musyarakah;
2. Keuntungan atas kontrak al-Bai’u
Bithaman Ajil (jual-beli);
3. Hasil sewa atas kontrak ijarah(ijarah
wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit
tamlik);
4. Fee dan biaya administrasi atas
jasa-jasa lainnya.
Secara umum dapat dikemukakan
bahwa untuk menentukan boleh tidaknya
lembaga dan instrumen keuangan,
menurut pandangan hukum Islam
terlebih
dahulu
harus
ditelusuri
bagaiman prinsip opersional lembaga
yang bersangkutan.
3. KESIMPULAN
Seorang pengusaha dalam pandangan
Islam
mempunyai
tugas
untuk
menegakkan keadilan, dengan kata lain
pengusa
atau
pedagang
Islam
berkewajiban untuk mendukung dan
menguntungkan pihak konsumen.
Perbankan syariah beroperasi
atas prinsip-prinsip syariah. Prinsip
syariah merupakan aturan dasar atau
aturan pokok berdasarkan hukum Islam.
Prinsip ini menjadi landasan aturan
muamalat yang mengatur hubungan
antara bank dengan pihak lain.
Apabila
bertentangan
dengan
syari’at Islam, jelas lembaga tersebut
melanggar syari’at Islam. Sebaliknya bila
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
91
Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam
tidak bertentangan dengan syari’at Islam
maka lembaga tersebut telah sesuai
dengan pndangan Islam
DAFTAR PUSTAKA
Abdul ‘Aty, Farik, al-Imam al-Syafi’i,
(Beirut: Dar al-Ilmiyah), 1992
Agama, Departemen, al-Qur’an dan
terjemahannya (revisi terbaru),
Semarang: CV. Asy-Syifa, 2009
Ali, Atabik, dkk, Kamus Kontemporer
Arab Indonesia, (Yokyakarta: Multi
Karya Grafika), 1996
Antonio,
Muhammad
Syafi’i,Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktik.
(Jakarta:
Gema
Insani
Press),2001
92
Muhammad,Manajemen Dana Bank
Syariah. (Yogyakarta: Jalasutra),
2004
I.Doi, A Rahman, Penjelasan lengkap
hukum-hukum Allah (Syari’ah),
(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada), 2002
Al-Jundi, Abd al-Halim, al-Imam al-Syafi’i
Nashir al-Sunnah wa Dhi’al-Ushul,
(Kairo: Ma’arif), 2001
Amir, Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 ,
Jakarta,
Logos Wacana Ilmu,
2001
Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi
Islam,(Jakarta: Sinar Grafika),
2000
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92
Download