Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam Yusnani Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang Abstract Economics system is implemented in practice the application of economics to everyday individuals, families, community groups and government (authorities) in order to organize the factors of production, distribution and utilization of goods and services produced is subject to the laws of Islam (the laws). The most important source of rules / regulations of Islamic economy is the Qur’an and Sunnah, but until now there is no literature was found dealing with the overall economic system of Islam and Muslims are still contaminated by pluralism, liberal economic system, the communist and socialist Key words: Islamic economic system, Liberal economic system, Riba 1. PENDAHULUAN Salah satu bukti bahwa al-Qur’an dan Sunnah menjanggkau dan daya atur dapat dilihat dari segi teksnya yang selalu tepat untuk diimplikasikan dalam kehidupan aktual, seperti aturan dibidang ekonomi.Disamping ilmu ekonomi juga dibidang ilmu lain yang tepat dalam kajian Islam, bertujuan menuntun agar manusia berada di jalan lurus. Dalam pandangan Islam tentang ekonomi adalah anjuran yang memiliki dimensi ibadah, hal ini dibuktikn dengan ungkapan dalam al-Qur’an surat al-A’raf : 10, QS: al-Mulk:15 dan an-Naba’:11 Islam tidak menghendaki pemeluknya menjadi mesin ekonomi yng menjadikan orang materialis. Kegiatan ekonomi dalam Islam tidak semata bersifat materi tetapi lebih kepada keimanan kepada Allah SWT, sesuai dengan Firman Allah dalam surat An- Najm :29, QS Asy-Syurah: 20 dnan QS Muhmmd :12. Berdasrkan uraian di atas aktifitas ekonomi dalam Islam bertujuan: 1. Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana 2. Memenuhi kebutuhan keluarga 3. Memenuhi kebutuhan jangka panjang 4. Menyediak kebutuhan keluarga yang ditinggalkan 5. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan di jalan Allah (Muhammad Nejatullah AshSiddiqi,1991:15) Untuk kegiatn perekonomian Islam memberikan turan hukum sebagai pedoman, baik yang ada di dalam alQur’an maupun sunnah/hadis Rasulullah SAW. Hukum ekonomi yang tidak siatur dalam al-Qur’an maupun hadis akan ditemukan dalam ijtihad ulama, untuk melaksanakan ijtihad dibutuhkan bebrapa metodeyaitu: Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam a. Analogi (qiyas) ialah mencari perbandingan atau pengibaratannya b. Mashlahah mursalah, yang bertumpu pada pertimbangan menarik manfaat dan menghindarkan mudharat c. Ihtihsan, yaitu meninggalkan dalildalil khususdan mempergunakan dalil yan umum yng dipandang lebih kuat d. Istihsab, adalah dengan cara melesterikan berlakiunya ketentuan asal yang ada kecuali ad dalil yng menentukan lain e. Mengukuhkan berlakunya adat kebisaan yang tidak berlawanan dengan ketentuan syari’at ( Amir Syarifuddin, 2001) 2. Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam 2.1 Mekanisme Pasar Dalam perekonomian, pasar berperan sangat penting khususnya dalam sistema ekonomi bebas/liberal. Pasar yang berperan untuk mempertemukan produsen dan konsumen. Konsumen sangat menentukan kedudukan pasar, karena konsumen berperan untuk menentukan lalu lintas barang dan jasa. Produsen akan berusaha menggunakan faktor produksi yang ada untuk memproduksi berbagai jenis barang kebutuhan yang diminta oleh konsumen. Produsen dalam memproduksi barang kebutuhan berharap agar konsumen membeli barang yang diproduksi dengan melebihi biaya produksi (termasuk promosi/pemasaran) yang telah dikeluarkan oleh produsen.Lazimnya produsen selalu memproduksi barang dengan biaya relatif rendah untuk memaksimunkan keuntungan. 86 Yang menjadi masalah adalah apakah sistem pasar sesuai dengan pandangan Islam, hal ini akan dijelaskan menurut pendapat Muhammad Nejatullah Siddiqi, yang mengatakan,“sistem pasar yang dipengaruhi semangat Islam berdasarkan dua asumsi=asumsi itu adalah rasionalitas ekonomi dan persaingan sempurna. Sistem ini menggambarkan keselarasan antara kepentingan konsumen.” Maksud dari rasionalitas ekonomi dengan arti bahwa konsumen dan produsen (pengusaha) dapat memaksimalkan kepuasan masingmasing. Kepuasan tersebut diusahakan secara bertahap dan berkesinambungan, konsumen dapat mengetahui dengan jelas dan bagaimana keputusan yang harus diambildalam pemenuhan kepusan ekonomi tersebut. Persaingan yang sempurna dimaksud agar mendapatkan sebanyak mungkin konsumen dan produsen di pasar, barang yang ada bersifat heterogen serta faktor produksi bergerak dengan bebas. Islam memiliki norma tertentu dalam hal mekanisme pasar. Menurut pandangan Islam yang diperlukan adalah suatu bentuk penggunaan dan pendistribusian tertentu serta dibentuknya suatu sistema kerja yang bersifat produktif. Sikap produktif ini dilandasi oleh niat, dengan demikian model dn pola yang dikendaki adalah sistema operasional pasar yang normal. Muhammmad Nejatullah Siddiqi menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting pendekatan Islam dalam hal mekanisme pasar adalah: 1. Penyelesaian masalah ekonomi yang asasi-pengggunaan, produksi dan pembagian-pasti dikenal sebagai tujun mekanisme pasar. 2. Dengan berpedoman pada ajaran Islam, para konsumen diharapkan bertingkah laku sesui dengan Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam mekanisme pasar sehingga dapat mencapai tujuan di atas. 3. Jika perlu, campur tangan negara dianggap sebgai unsur penting yang memperbanyak atau menggantikan mekanisme pasar, untuk memastikan agar tujuan ini benar-benar dapat tercapai (Muhammad Nejatullah Ash Shiddiqi, 1991: 91). I. Aktifitas Produsen Sistem pasar persaingan bebas, produksi barang didasarkan pada corak permintaan konsumen, lazimnya produsen akan selalu berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Namun apabila aktifitasnya dalam memproduksi barang dan mencari keuntungan akan disesuaikan dengan norma-norma yang sesuai dengan syari’at Islam. Bentuk produksi yang dipenagruhi syaria’at Islam seperti berikut ini: a. Barang dan jasa yang haram tidak akan diproduksi atau dipasarkan. Pengusaha tidak memproduksi dan memasarkan barang dan jasa yang bertentangan dengan syari’at Islam, seperti makanan haram, minuman yang memabukkan dan usaha maksiat seperti usaha prostitusi dan judi dan lain sebagainya. b. Produksi barang yang bersifat kebutuhan sekunder disesuaikan dengan permintaan pasar. Produsen dalam memproduksi barang dan jasa tidak harus mempertimbangkan dengan saksama kemampuan dan kebutuhan masyarakat (dengan tujuan mencari keuntungan yang banyak. Tanpa ini kegiatan produksi akan membawa dampak negatif terhadap masyarakat, apalagi ketika memasarkan produk yang diiringi promosi yang gencar sedang biaya promosi dibebankan kepada konsumen yang akhirnya melahirkan budaya konsumtif. c. Produsen hendaklah selalu melakukan control (mempertimbangkan sepenuhnya) permintan pasar. Produsen ikut serta melakukan pembinaan terhadap konsumen dengan cara mengatur pemasaran dan jasa yang diproduksinya agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap konsumen d. Dalam proses produksi dan pemasaran harus dipertimbangkan aspek ekonomi, mental dan budaya. Produsen dalammelakukan peroses produksi dan pemasaran barang dan jasa dan jasa harus mempertimbangkan aspek ekonomi dari kegiatan produksi dan pemasaran e. Tidak melakukan penimbunan barang dengan maksud keuntungan yang banyak, penimbunan barang tersebut dilakukan dengan maksud mencari keuntungan yang besar dan harapan agar harga barang melonjak naik Seorang pengusaha dalam pandangan Islam mempunyai tugas untuk menegakkan keadilan, dengan kata lain pengusa atau pedagang Islam berkewajiban untuk mendukung dan menguntungkan pihak konsumen. Motivasi aktivitas produsen/ pengusaha/ penjual menurut pandangan Islam adalah: 1. Berdasarkan ide keadilan Islam sepenuhnya 2. Berusaha membantu masyarakat dengan cara mempertimbangkan kebajikan orang lain pada saat seorang pengusaha membuat keputusan yang berkaitan dengan kebijaksanaan perusahaannya 3. Membatasi pemaksimuman keuntungan berdasakan batasbatasyang telah ditetapkan oleh Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 87 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam prinsip di atas (Muhammad Nejatullah Ash Siddiqi, 1991: 108) II. Konsumen Sebagian besar konsumen bersifat memaksimumkan kepuasannya, ekonomi modern termasuk aliran ekonomi masa dulu, menggunakan istilah kepuasan, yang popular diperktekkan pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Dalam ajaran Islam, hal utama yang mempengaruhi tingkah laku konsumen dalam rangka melakukan permintaan kebutuhan terhadap pasar (sekaligus membedakan konsumen yang dipengaruhi oleh syari’at Islam dan yang tidak mengacu kepada Islam), adalah sebagai berikut: a. Permintaan pemenuhan kebutuhan terhadap pasar hanya sebatas barang yang penggunnya tidak dilarang dalam syari’at Islam. Pengaruh positif ajaran Islam terhadap pola konsumsi konsumen, pertama konsumen tidak akan melakukan permintaan terhadap kebutuhan barang dan jasa yang penggunaanya tidak dibolehkan syari’at Islam. Produsen tidakmemproduksi dan memasarkan barang dan jasa yang dilarang syari’at Islam. Seperti konsumen tidak mengkonsumsi minuman keras, makanan haram, prostitusi, hiburan yang tidak senonoh. Dengan laraangn ini otomatis permintaan tidak ada dan berdampak pada kehidupan msyarakat yang positif adil dan beradab b. Cara hidup tidak boros dan kebutuhan diteliti terlebih dahulu. Pada dasarnya seseorang yang kaya raya tidak mempunyai hak mutlak terhdap harta yang dimilikinya, karena di sekelilingnya banyak orang yang tidak mampu yang patut dibantu agar tidak terjadi cemburu dan fitnah 88 c. Pemerataan terhadap kebutuhan, bagi seseorang yang beruntung memiliki harta melimpah dalam Islam wajib menyalurkan hartanya melalui zakat diri dan harta, sedekah infak dan wakaf karena harta adalah titipan Allah SWT. Sehingga seseorang terhindar dari sifat materialis d. Selain memenuhi kebutuhan pribadi juga memperhatiakan kepentingan masyarakat. Artinya selain terdapat barang dan jasa untuk pribadi namun ada barang dan jasa untuk kepentingan bersama e. Seseorang konsumen bekerja sama dengan konsumen lainnya dan kerjasama dengan pemerintah untuk kepentingan pembangunan seperti pembayaran pajak, control sosial terhadap barang-barang produksi untuk kepentingan bersama. 2.2 Persoalan Riba dalam Pandangan Islam Operasional bank syariah 1. Allah menghalalkan jual-beli – mengharamkan riba (QS 2:275). 2. Jual-beli boleh dilakukan dengan penyerahan tangguh (QS. 2:282). 3. Ummat Islam mengajarkan ta’awun (QS.5:2) dan menghindari iktinaz (QS. 9:34) Hampir semua pekerjaan muamalah adalah mubah kecuali ada dalil yang melarangnya (ushul fiqh) Ada suatu pendapat di masyarakat mengatakan bahwa rente dan riba sama, pendapat ini disebabkan karena rente dan riba merupakan bunga uang, jadi sama-sama berbunga maka dihukum sama. Dalam perakteknya, rente adalah keuntungan yang diperoleh pihak bank karena jasanya telah meminjamkan uang untuk memperlancar kegiatan usaha/orang yang telah meminjam uang tersebut. Dengan bantuan bank yang Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam telah meminjamkan uang tersebut, usaha perusahaannya telah semakin maju, dan keuntungan yang diperolehnyapun semakin besar. Atas bantuan pemberian bantuan keuangan tersebut, bank memperoleh bagian keuntungan, sedang mengenai jumlah telah ditetapkan terlebih mengenai jumlah keuntungan yang akan diperoleh bank tersebut dalam akad kredit yang telah disepakati. Sedang kegiatan riba dalam perakteknya merupakan pemerasan terhadap si miskin yang seharusnya ditolong untuk meringankan kesulitan hidupnya, terutama untuk kebutuhan pokoknya. Dalam keadaan yang sangat sulit si tukang riba datang menawarkan jasa untuk meminjamkan uangnya dengan syarat dibayar berbunga. Dalam muktamar ulama Islam diselenggaraan pada bulan muharram tahun 1258 H (Mei 1965 M) di Aula Majma’ul Buhuts al-Islamiyah di Al-Azhar Asy Syarif, dihadiri oleh pakar hukum, ekonomi, sosial dari berbagai negara, keputusan menyangkut riba adalah sebagai berikut: 1. Keuntungn dari berbagai pinjaman riba yang diharamkan. Hal ini tidak ada bedanya antara apa yang dinamakan pinjman konsumsi dengan pinjaman produksi karena nash Al-Qur’an dan Sunnah secara keseluruhan telah menetapkan haramnya keuntungan dari kedua jenis pinjaman itu. 2. Riba sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram seperti yang diisyaratkan dalam firman Allah dalam surat Ali Imran: 130. 3. Pemberian pinjaman dengan riba hukumnya haram, tidk bisa diterima walau dalam keadaan terpaksa dan berdosa, kecuali dalam keadaan terpaksa, bagi seseorang dinilai dari keimanannya. 4. Peraktek bank berupa rekening berjalan, tukar menukar cek, kartu kredit, cambiale dalam negeri yang merupakan dasar hubungan bank dengan pengusaha dalam negeri semuanya termasuk yang dibenarkan. Pungutan apapun sebagai jasa bank atas pekerjaanya tidak termasuk riba 5. Semua rekening berjangka dan surat kredit dengan keuntungan berbagai bentuk pinjaman dengan imbalan keuntungan (bunga) merupakan peraktek riba (Yusuf Qardhawi,dkk, 1992: 59-60). 2.2.1 Pengertian Bank Syariah Menurut batasan yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/8/PBI/2000 pasal 1, pengertian bank syariah adalah: “Bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Adapun unit usaha syariah adalah unit kerja di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah”. Perbankan syariah beroperasi atas prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah merupakan aturan dasar atau aturan pokok berdasarkan hukum Islam. Prinsip ini menjadi landasan aturan muamalat yang mengatur hubungan antara bank dengan pihak lain dalam rangka penghimpunan dan penyaluran Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 89 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam dana serta kegiatan perbankan syariah lainnya. Untuk prinsip operasional lainnya, dapat digunakan oleh bank syariah dalam kegiatan usaha sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mendapat persetujuan Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (Muhammad, 2004). 2.2.2 Falsafah Operasional Bank Syariah Berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan perbankan syariah, maka dasar falsafah operasional bank syariah adalah sebagai berikut (Muhammad, 2002) : Menjauhkan dari unsur riba, caranya : 1 Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman, ayat 34); 2 Menghindari penggunaan sistem persentase untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis hutang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. AliImron, ayat 130); 3 Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567); 4 Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara 90 5 6 sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572). Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan mengacu pada AlQur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisaa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksi didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. 2.2.3 Kegiatan Operasional Bank Syariah Kegiatan bank syariah baik dalam penghimpunan dana serta penanaman dana maupun pemberian jasa-jasa berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kantor Bank Syariah, Bank Indonesia (1999) adalah sebagai berikut : 1. Penghimpunan dana Prinsip operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah. a. Prinsip wadi’ah (prinsip titipan atau simpanan) Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah, prinsip wadi’ah dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan (giro wadi’ah dan tabungan wadi’ah). b. Prinsip mudharabah (prinsip bagi hasil) 1) Mudharabah muthlaqah Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah). 2) Mudharabah muqayyadah Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana menetapkan syaratsyarat tertentu yang harus diikuti oleh bank syariah. 2. Penyaluran dana Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, pada garis besarnys terdapat 4 (empat) kelompok prinsip operasional bank syariah, yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa beli (ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan pembiayaan lainnya. Dalam prakteknya, untuk memperoleh pendapatan yang berasal dari aktivitas non pembiayaan, bank syariah dapat menyediakan jasajasa perbankan syariah (fee-based services). Dalam melakukan fungsi sosial, bank syariah juga melakukan kegiatan pengelolaan dana kebajikan yang diperoleh dari zakat, infaq, shadaqah, hibah, atau dana sosial lainnya. Hal ini dinamakan qardhul hasan (pinjaman kebajikan).Qardhul hasan adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa pinjaman qardh ini, bank syariah dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi. 2.2.4 Sumber dan Alokasi Pendapatan Bank Syariah Dana yang telah diperoleh bank syariah akan dialokasikan untuk memperoleh pendapatan. Dari pendapatan tersebut, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan dana (Muhammad, 2004). Sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan bagi bank syariah. Hal ini dapat dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan bank syariah. Dengan demikian, sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari: 1. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah; 2. Keuntungan atas kontrak al-Bai’u Bithaman Ajil (jual-beli); 3. Hasil sewa atas kontrak ijarah(ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik); 4. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya. Secara umum dapat dikemukakan bahwa untuk menentukan boleh tidaknya lembaga dan instrumen keuangan, menurut pandangan hukum Islam terlebih dahulu harus ditelusuri bagaiman prinsip opersional lembaga yang bersangkutan. 3. KESIMPULAN Seorang pengusaha dalam pandangan Islam mempunyai tugas untuk menegakkan keadilan, dengan kata lain pengusa atau pedagang Islam berkewajiban untuk mendukung dan menguntungkan pihak konsumen. Perbankan syariah beroperasi atas prinsip-prinsip syariah. Prinsip syariah merupakan aturan dasar atau aturan pokok berdasarkan hukum Islam. Prinsip ini menjadi landasan aturan muamalat yang mengatur hubungan antara bank dengan pihak lain. Apabila bertentangan dengan syari’at Islam, jelas lembaga tersebut melanggar syari’at Islam. Sebaliknya bila Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92 91 Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba dalam Pandangan Islam tidak bertentangan dengan syari’at Islam maka lembaga tersebut telah sesuai dengan pndangan Islam DAFTAR PUSTAKA Abdul ‘Aty, Farik, al-Imam al-Syafi’i, (Beirut: Dar al-Ilmiyah), 1992 Agama, Departemen, al-Qur’an dan terjemahannya (revisi terbaru), Semarang: CV. Asy-Syifa, 2009 Ali, Atabik, dkk, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yokyakarta: Multi Karya Grafika), 1996 Antonio, Muhammad Syafi’i,Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani Press),2001 92 Muhammad,Manajemen Dana Bank Syariah. (Yogyakarta: Jalasutra), 2004 I.Doi, A Rahman, Penjelasan lengkap hukum-hukum Allah (Syari’ah), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2002 Al-Jundi, Abd al-Halim, al-Imam al-Syafi’i Nashir al-Sunnah wa Dhi’al-Ushul, (Kairo: Ma’arif), 2001 Amir, Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 , Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2001 Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika), 2000 Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 7 No.1 Juni 2012 ISSN 1858-3687 hal 85-92