BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat pendidikan di negara Indonesia, memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang kehidupan yang sangat beragam dan lengkap. Hal ini menjadi pemicu bagi warga dari berbagai daerah untuk berpindah dan menetap di Jakarta dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan ataupun untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik. Sebagai konsekuensinya kota Jakarta semakin padat penduduknya dari tahun ke tahun.Jumlah penduduk Jakarta yang semakin bertambah dari waktu ke waktu sudah mencapai titik 10,09juta jiwa (sensus 2013, BPS Provinsi DKI Jakarta). Setiap individu pasti memerlukan tempat tinggal sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, maka pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan jumlah hunian yang dibutuhkan. Namun, pada kenyataannya pertambahan kebutuhan akan hunian ternyata tidak didukung oleh jumlah hunian yang tersedia karena jumlah lahan yang dapat dijadikan hunian semakin sedikit. Semakin terbatasnya jumlah lahan yang tersedia, harga lahan semakin lamamenjadi semakin mahal. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan hunian pada lahan yang terbatas adalah dengan pembangunan hunian vertikal bertingkat tinggi berupa apartemen. Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan merupakan suatu wilayah yang 64 tahun yang lalu telah direncanakan sebagai kota satelit, yang merupakan suatu kota taman yang asri, sejuk dan hijau. Kebayoran Baru merupakan kota taman pertama di Indonesia yang dirancang oleh arsitek Indonesia yaitu H. Moh. Soesilo, dimana pembangunannya dilakukan pada tahun 1948 atas prakarsa Presiden Republik Indonesia pertama yaitu Ir. Soekarno di atas lahan seluas 730 Ha untuk memenuhi kebutuhan pemukiman warga Jakarta yang kala itu berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Perencanaan Kebayoran Baru merupakan hasil adaptasi dari kota taman bergaya Eropa seperti layaknya kota taman yang dikembangkan oleh Ir. Herman Thomas Karsten di beberapa kota di Bogor, Bandung dan Malang. Selain itu Kebayoran 1 2 Baru menyesuaikan desain kota taman dengan iklim tropis sehingga dapat disebut sebagai Kota Taman Tropis. (Mauboy, 2006). Berdasarkan analisa properti, Jakarta Selatan bagian administratif yang berada di selatan provinsi Jakarta ini merupakan wilayah paling kaya diantara kota administratif lainnya di Jakarta. Memiliki banyak perumahan kelas menengah ke atas dan sentra perkantoran paling aktif membuat pertumbuhan ekonomi diwilayah ini cukup pesat. Tingginya aktifitas ekonomi pada wilayah ini dibarengi dengan permintaan sektor properti yang cukup ramai (forum.kompas.com). Menurut perhitungan Area Analytics berdasarkan data UrbanIndo, sejak bulan Juli 2012 hingga februari 2013 pemasaran properti untuk daerah Jakarta Selatan setiap bulan selalu meningkat, di akhir bulan Februari 2013 total properti yang dipasarkan mencapai 4.856. Dari total tersebut didapat bahwa data apartemen 475 (forum.kompas.com). Gambar 1.1 Grafik Properti yang Terdaftar di Urbanindountuk Daerah Jakarta Selatan Sumber: forum.kompas.com diakses 15 Maret 2014 Sedangkan perhitungan pengunjung pencari properti di daerah Jakarta Selatan berdasarkan data dari UrbanIndo, sebanyak pengunjung 14% mencari apartemen (forum.kompas.com). 3 Gambar 1.2 Grafik Properti yang Dicari Pengunjung Sumber: forum.kompas.com diakses 15 Maret 2014 Gedung-gedung tinggi dibangun dengan struktur lebih tertutup dan umumnya dilengkapi sistim sirkulasi udara serta pendingin buatan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman. Udara luar yang masuk ke dalam sistim ventilasi gedung akan berkurang bahkan mencapai titik nol, hanya udara resirkulasi yang digunakan untuk bernapas. Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality atau IAQ) dan terdapat banyak radikal bebas bersumber dari asap rokok, ozon dari mesin fotokopi dan printer, perabotan, cat serta bahan pembersih. Sehingga terjadilah efek Sindroma Gedung Sakit (Sick Building Syndrome) pada gedung-gedung tinggi. Sindroma Gedung Sakit (Sick Building Syndrome) adalah kumpulan gejala yang dialami oleh seseorang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan bangunan tinggi dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang menyebabkan keluhan iritasi dan kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokan disertai sakit kepala, pusing, rasa mual, muntah, bersin dan kadang disertai nafas sesak. Keluhan ini biasanya tidak terlalu berat walaupun bisa menetap sampai 2 minggu, sehingga akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Aditama, 1992; Mukono, 2000). Sick Building Syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970. Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah kesehatan akibat lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, IAQ dan buruknya ventilasi gedung. World Health Organization (WHO) tahun 1984 melaporkan 30% gedung baru di seluruh dunia memberikan keluhan pada pekerjanya dihubungkan dengan IAQ. Di seluruh dunia 2,7 juta 4 jiwa meninggal akibat polusi udara; 2,2 juta di antaranya akibat indoor air pollution atau polusi udara di dalam ruangan (Yulianti, D., Ikhsan, M., Wiyono, WH., 2012) Kualitas udara, ventilasi, pencahayaan serta penggunaan berbagai bahan kimia didalam gedung, merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya SBS (Anies,2004). Sick building syndrome disebabkan multifaktor termasuk faktor fisik, kimia, biologis dan fisiologis. Jika faktor tersebut terpelihara baik maka lingkungan menjadi tempat yang nyaman dan sehat. Sistim pendingin merupakan penyebab terbanyak SBS karena tidak terjadi pertukaran udara optimal dan menjadi sumber infeksi mikroorganisme serta menambah kontaminasi tempat kerja. Melius (1984), Collet dan Sterling (1988) mendapatkan SBS 50-68 % berhubungan dengan kondisi ventilasi buruk dan polusi udara. Berdasarkan pengamatan dari bentuk apartemen di Jakarta, apartemen yang mempunyai kemungkinan besar terjadinya sick building syndrome (SBS), salah satunya apartemen Taman Anggrek, apartemen tersebut berbentuk tower (central corridor), ventilasi atau jendela pada unit dengan menggunakan jendela mati (hanya digunakan untuk mendapatkan cahaya matahari dan view), sehingga terjadi kesulitan pada apartemen tersebut untuk melakukan pergantian udara yang segar pada ruangan-ruangannya. Berdasarkan hasil observasi terhadap apartemen Green Bay Pluit Jakarta Utara pada tanggal 23 Maret 2014, rancangan unit apartemen terdapat ruangan yang tidak memiliki ventilasi. Menurut salah seorang penghuni apartemen di lantai 7, ruangan tersebut menjadi sangat lembab dan tidak terjadi pengaliran udara pada ruangan tersebut (pengukuran kecepatan angin pada ruangan tersebut dengan menggunakan hot wire anemometer adalah 0.0 m/s) sehingga ruangan tersebut menjadi tidak nyaman karena tidak terjadi pertukaran udara. Solusi dalam permasalahan polusi udara dalam ruangan adalah dengan meningkatkan pertukaran udara (air changes) membersihkan udara dalam ruangan. (Lee, 1996) pada ruangan untuk 5 Menurut Givoni (1976), Lechner (1991) dan Moore (1993), ada beberapa faktor yang akan berpengaruh terhadap proses pertukaran udara secara alamiah yang terjadi pada suatu ruangan atau bangunan. Faktor-faktor tersebut adalah arah dan kecepatan angin di luar bangunan, suhu, dan kelembaban udara di dalam dan di luar bangunan, spesifikasi lubang ventilasi (posisi inletdan outlet, dimensi dan bentuk serta featurepenunjang). Faktorfaktor ini saling berkaitan dan mendukung dalam menciptakan pertukaran udara yang baik pada suatu ruangan atau bangunan. Moore (1993) menggambarkan bahwa posisi yang baik bagi sebuah lubang ventilasi yang berfungsi sebagai inlet (tempat memasukkan udara) adalah yang sama tingginya dengan penghuni yang sedang beraktifitas dalam ruang tersebut. Dan untuk memudahkan udara yang telah mengandung CO2 segera keluar dari ruangan maka posisi outlet (tempat mengeluarkan udara) sebaiknya dibuat lebih tinggi. Adapun rate ACH ideal bagi suatu ruang tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Menurut EnREI (Energy Related Environmental Issues), untuk tujuan kesehatan penghuni diperlukan nilai pertukaran udara sebesar 0,5-1 ACH. Penghawaan merupakan pertukaran antara udara luar dan udara dalam ruangan. Salah satu aspek standar ruangan yang baik yaitu sirkulasi penghawaan yang lancar. Untuk menjaga agar kondisi pengahawaan tetap dalam kondisi nyaman diperlukan bukaan-bukaan yang sesuai standar ruangan itu sendiri. ruangan yang skalanya lebih besar tentu membutuhkan bukaan yang lebih besar dan banyak pula. Namun bagaimanapun kondisinya, ruangan tetap membutuhkan bukaan agar kondisi udara di dalam ruangan dalam berputar. Kecepatan aliran udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udaradalam ruang. Kecepatan udara yang kurang dari 0,1 meter/detik atau lebih rendahmenjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya, bilakecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruangan(Arismunandar dan Saito 2002 dalam Ruth 2009). Menurut (Frick, 2006: 51), kecepatan angin yang paling nyaman adalah berkisar 0.25-1.5 m/s. Pentingnya cross ventilasi dalam unit apartemen dikarenakan pada umumnya kenyamanan di dalam bangunan diperoleh melalui ventilasi alami yang merupakan bukaan/lubang untuk memasukkan aliran 6 angin ke dalam bangunan sebagai pendingin ruang yang menyebabkan penghuni rumah merasakan kenyamanan (Manley, 2009; Mangun wijaya, 1997; dan Sangkertadi, 1998). Kenyamanan kemudian mengacu pada kesehatan penghuni dimana menurut Sumardjito (2009) bahwa kesegaran akan banyak menyangkut masalah terpenuhinya kebutuhan udara sehat dan bersih bagi penghuni ruang, meliputi kelancaran sirkulasi, kuantitas maupun kualitas udara yang ada. Untuk menciptakan kondisi sehat yang nantinya akan mempengaruhi kualitas hidup penghuni, penghawaan alami perlu diperhatikan pengalirannya yang perlahan-lahan namun terjadi secara kontinyu, agar udara didalam ruangan selalu diganti dengan udara yang bersih, sehat, dan segar. Pergantian udara dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti sebanyak 15 m3/orang/jam, semakin kecil ukuran ruang, maka frekuensi pergantian udara harus semakin sering. Menurut Appendices Greenship Home yang diterbitkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) bersama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) (2011: 15), syarat terjadinya pertukaran udara dalam ruangan adalah dengan adanya ventilasi silang dengan penyediaan bukaan untuk inlet dan outlet dengan hadapaan bukaan berbeda dan jarak tidak melebihi 12 meter. Ukuran bukaan yang baik adalah 5% dari luas ruangan regular dengan perhitungan total luas ruangan regular yang berventilasi silang dibagi dengan total luas ruangan regular dan dikalikan dengan 100. Ruangan regular adalah ruangan yang terdapat aktivitas penghuni sedangkan ruangan tidak termasuk kedalam ruangan regular adalah kamar mandi, toilet, dapur, gudang dan tempat parkir. Walaupun demikian, ruang tidak regular seperti toilet dan dapur perlu menggunakan ventilasi mekanis antara lain berupa exhaust fan karena laju udara ventilasi alami tidak cukup mengurangi polusi udara yang dihasilkan dalam ruangan tersebut. Perancangan gedung apartemen pada jalan Hang Lekir 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan karena menurut penelitian Occupational Safety and healthy Act (OSHA) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya efek sick building syndrome adalah Polusi luar gedung (mencapai 11%). Jakarta selatan merupakan daerah yang memiliki udara yang segar. Jakarta selatan memiliki banyak perumahan kelas menengah ke atas dan sentra perkantoran paling aktif membuat pertumbuhan ekonomi diwilayah ini cukup pesat. 7 Tingginya aktifitas ekonomi pada wilayah ini dibarengi dengan permintaan sektor properti yang cukup ramai.Perancangan apartemen ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin berkehidupan di daerah jakarta selatan dan menciptakan lingkungan hidup yang sehat dengan menggunakan penghawaan hybriduntuk memenuhi standar kebutuhan pertukaran udara tiap jam (Air changes per Hour; ACH) pada ruangan-ruangan apartemen. 1.2 Formulasi Masalah Berdasarkan latar belakang didapatkan beberapa rumusan masalah dalam penelitian “Faktor Air Changes per Hourpada Penghawaan Hybrid Apartemen di Jakarta Selatan”adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh prilaku angin terhadap gubahan massa apartemen? 2. Bagaimana merancang tata ruang pada apartemen yang bisa terjadi pertukaran udara yang baik? 3. Bagaimana sistem penghawaan hybrid yang ideal pada apartemen dengan memenuhi standar kebutuhan Air Changes per Hour (ACH)? 1.3 Ruang Lingkup Sesuai dengan latar belakang permasalahan, ruang lingkup dari pembahasan skripsi ini dibatasi pada: 1. Perancangan apartemen. 2. Pengaruh prilaku angin terhadap gubahan massa apartemen. 3. Perancangan tata ruang pada apartemen supaya bisa terjadi pertukaran udara. 4. Perancangan bukaan yang ideal pada apartemen agar terjadi pertukaran udara yang baik. 5. Data kecepatan angin rata-rata dari hasil pengukuran angin pada ITC Permata Hijau tanggal 22 Maret 2014, di input ke dalam kalkulator Soren Krohn & Danish Wind Industry Associationuntuk mengenerasi nilai faktor kecepatan angin pada ketinggian dalam keseluruhan nilai kekasaran lingkungan Jakarta Selatan. 6. Hasil faktor kecepatan angin pada ketinggian dan hasil data pengukuran kecepatan angin pada ITC Permata Hijau tanggal 22 Maret 2014 akan 8 digunakan sebagai variabel simulasi. Variabel lain tidak diikut sertakan dalam simulasi ini dan dianggap tidak memberikan pengaruh pada hasil simulasi. 7. Simulasi CFD dilakukan pada lingkungan kawasan tapak, bentuk bangunan apartemen dan unit apartemen. 8. Perhitungan Air Changes per Hour pada ruangan. 9. Menciptakan lingkungan yang bisa terjadipertukaran udaradengan standar kebutuhan ACH 0,5. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari “Faktor Air Changes per Hourpada Penghawaan Hybrid Apartemen di Jakarta Selatan”adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh prilaku angin terhadap gubahan massa apartemen 2. Untuk merancang tata ruang pada apartemen yang bisa terjadi pertukaran udara yang baik 3. Menggunakan sistem penghawaan hybrid yang ideal pada apartemen dengan memenuhi standar kebutuhan Air Changes per Hour (ACH) 1.5 State of the Art (Tinjauan Pustaka) Tabel 1.1 State of the Art (Tinjauan Pustaka) Judul Artikel 1 . 2 . 3 . Nama Jurnal/vol./N o. Air Med J Indones movement, /Vol 12. No 3. gender and Juli-september risk of sick 2003 building syndrome headache among employees in a jakarta office Uncertaint Proceedings: y and Building sensitivity Simulation analysis of 2007 natural ventilation in Highrise apartment buildings An CAA Extended 2013 Study on Building Regulation s ‘Impact on Natural Ventilation in Apartment Buildings in Dhaka City Penulis Masalah Tujuan Metode Hasil / Temuan Margareth Timbul gejala nyeri kepala akibat sindrom Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap Survei - Kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK a Winarti, gedung sakit (NK SGS) karena sistem sirkulasi timbulnya Nyeri Kepala Sindroma Gedung terhadap Bastaman udara secara buatan Sakit (NK SGS) seluruh SGS sebesar 57%, Basuki, pekerja di - pekerja perempuan mempunyai Abdulbar kantor pada risiko NK SGS hampir 3 kali lipat Hamid bulan Meilebih besar dibandingkan pekerja laki-laki Agustus 2002 di suatu perkantoran di Jakarta Se-Hoon Kuantifikasi tingkat ventilasi alami pada Untuk memprediksi tingkat aliran udara alami Hyun, and bangunan apartemen bertingkat tinggi Cheol-Soo Park, Godfried Augenbro e Dhaka Saiful Islam, Ph.D. Meteorologic al data, building properties (leakage areas of windows, doors, etc.), metode Monte -Carlo dengan Latin Hypercube Sampling ( LHS ) digunakan untuk propagasi ketidakpastian Dampak pada ventilasi alami di bangunan Menguji potensi ventilasi alami di lantai Alat apartemen Dhaka paling atas , dan menemukan bahwa kumpulan pengumpulan peraturan yang samamenyediakan ventilasi data berupa alami yang maksimum untuk lantai paling atas Computationa l Fluid Dynamics tool and Energy Simulation tool 9 - desainpengambilan keputusanakan mencakupawal danbiaya pemeliharaan, kualitas udara dalam ruangan, penggunaan energidan kenyamanan. - pengendalian terpadusecara signifikan melebihikontrolventilasisuboptimalh anya berdasarkaninformasi negaralokal. - Peningkatan ruang terbuka saja tidak dapat menjamin tingkat ventilasi yang lebih tinggi di gedung-gedung apartemen . Justru itu adalah konfigurasi bangunan dengan ruang terbuka yang cukup dapat berkontribusi dalam tingkat ventilasi yang lebih tinggi - ventilasi alami yang memadai dapat dicapai bahkan di daerah perkotaan yang padat jika bangunan–regulasi dirancang secara hati-hati, dan konfigurasi bangunan diatur secara hati-hati 10 4 5 . A Preliminar y Study on Hvac Systems and Thermal Comfort in a Tropical University Building in Malaysia Simulation -based Hybrid Ventilation System Design and Evaluation Load - Nilai ACH yang disarankan untuk calculations, building ranging from “tight” to capacity “loose” construction adalah 0,5-2,0 measurements (ASHRAE) - BalaiUngkuAziztidak mengalamiSBS - Ventilasi cukup tinggi, konsentrasi CO2 rendah - Perhitungantelah membawaspesifikasidiukurdarisiste m pendingin udaradekat denganspesifikasi desain. International Bing Arah dan kecepatan angin yang memaksimalkan penghawaan alami untuk Tools of - strategi hybrid vetilation menghemat sejumlah besar energi dibandingkan High Dong, mempenngaruhi sistem penghawaan hybrid. menjaga kualitas suhu dan udara yang baik genetic Performance Yuebin Penghematan energi dalam ruangan. algorithm dengan traditional HVAC systems. Buildings Yu, Yang optimization, - Kenyamanan thermal dapat Conference Hu computer dipastikan lebih dari 90%.` Paper 35 fluid (2010) dynamics (CFD) and energy simulation International Journal of Mechanical and Materials Engineering (IJMME), Vol. 3 (2008), No.2, 160175. Y.H. Yau, BalaiUngkuAziz Y.W. Foo GedungfakultasBiologiOralDepartemendiFaku and ltas Kedokteran GigiUniversitasMalaya M.H.H. Mohyi Utuk mengetahui apakah gedungfakultasBiologiOralDepartemendiFaku ltas Kedokteran GigiUniversitasMalaya mengalami SBS dan apakah sudah memenuhi standaruntukKualitas UdaraIndoorsebagaimana ditentukan olehASHRAE Simpulan: Kecepatan gerakan/sirkulasi udara atau interior air quality(IAQ), dan efektifitas ventilasi yang kurang memadai serta polutan udara dalam ruangan yang dapat menyebabkan terjadinya sick building syndrome. Peningkatan ruang terbuka saja tidak dapat menjamin tingkat ventilasi yang lebih tinggi dan perluasan bukaan harus memperhatikan perbandingan besaran outlet dan inlet. Dan diperlukan sistem penghawaan hybrid pada bangunan yang berfungsi untuk kesehatan dan kenyaman pada para penghuni dengan faktor kebutuhan air changes per hour. 11 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada skripsi ini merupakan suatu gambaranumum mengenai isi dari keseluruhan pembahasan, yang bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam mengikuti alur pembahasan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Berikut ini merupakan sistematika penulisan: BAB 1. PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang pemilihan judul dan keterkaitan dengan topik dan tema yang diambil, rumusan malasah, tujuan penelitian, ruang lingkup, state of the art (tinjauan pustaka), serta sistematika penulisan. BAB 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menguraikan teori-teori ataupun berbagai definisi yang mendukung penelitian ini, dimulai dari definisi mengenai apartemen beserta data-data yang terkait dengan proyek yang diambil. Adapun definisi mengenai penghawaan dan yang terakhir data-data dilengkapi dengan studi banding dari hasil survey langsung peneliti atau pengambil data relevasi pendukung. BAB 3.METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini. BAB 4. ANALISIS DAN BAHASAN Bab ini membahas mengenai analisa dengan menggunakan simulasi komputer salah satunya Computational Fluid Dynamics (CFD) pada bangunan dan melakukan perhitungan Air Changes Per Hour pada ruangan. BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan perancangan serta saran terhadap isi penulisan skripsi ini. 12 13