1 PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANGN SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN H2SO4 0.5 M Saudah dan Sulistijono Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] Abstrak— Korosi adalah degradasi material (logam) akibat dari reaksi kimia atau elektrokimia material tersebut dengan lingkungannya. Salah satu cara pengendalian korosi adalah dengan penambahan inhibitor dimana inhibitor ini mampu untuk menurunkan laju korosi. Inhibitor sarang semut dipilih sebagai inhibitor organik karena mengandung zat antioksidan yang dapat menghambat proses korosi. Dalam penelitian ini digunakan baja karbon API 5L Grade B sebagai material pipelines dengan media korosif H2SO4 0,5 M dengan variasi konsentrasi dari ekstrak tumbuhan sarang semut 0-500 mg/L. Metode pengujian untuk mengetahui kadar optimal penambahan inhibitor sarang semut adalah dengan menggunakan uji electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dan weight loss.. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya penurunan laju korosi pada baja API 5L grade B ketika ditambahkan inhibitor dalam larutan H2SO4 0.5M. Pada baja dilarutan H2SO4, laju korosi tanpa inhibitor sebesar 668.097 mpy dan turun menjadi 301.43 mpy ketika ditambahkan inhibitor sebanyak 400 mg/L. Kata Kunci— Inhibitor Organik, Myrmecodia Pendans, Baja Karbon, Laju Korosi. I. PENDAHULUAN K orosi adalah degradasi dari material yang diakibatkan oleh reaksi kimia dengan material lainnya dan lingkungan [6]. Proses ini sering terjadi di industri minyak dan gas. Dalam dunia industri, baja karbon merupakan jenis material yang biasa digunakan dalam beragam aplikasi. Salah satu baja karbon yang sering digunakan dalam dunia industri adalah baja API 5L grade B. Baja API 5L adalah salah satu baja yang digunakan pada aplikasi transportasi air, minyak dan gas alam. Salah satu problematika yang sering terjadi pada proses pendistribusian crude oil adalah terdapatnya endapan yang disebut kerak (scale). Kerak tersebut adalah hasil pengendapan mineral yang berasal dari air formasi yang terproduksi bersama minyak dan gas[5]. Baja jenis ini juga mudah mengalami korosi dalam lingkungan larutan asam ketika proses pembersihan asam (acid cleaning), transportasi larutan asam, penyimpanan larutan asam atau senyawa kimia, de-scaling dan proses pickling [17].Dunia industri minyak dan gas biasanya menggunakan baja karbon untuk pipa penyalur sehingga sering terjadi internal corrosion karena terkandung banyak senyawa seperti oksigen, asam sulfida, karbon monoksida, sulphate reducing bacteria [12]. Korosi tidak dapat dicegah namun dapat dikendalikan lajunya, salah satu cara dilakukan dengan penambahan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat yang mampu menghambat atau mengurangi laju korosi logam dengan lingkungannya [1]. Dapat juga dikatakan bahwa inhibitor membentuk lapisan protektif di permukaan logam dengan reaksi antara larutan dan permukaan logam yang terkorosi. Dengan adanya penambahan inhibitor dalam lingkungan, laju korosi akan berkurang[13]. Akibat hal-hal tersebut maka penelitian untuk menemukan sumber baru inhibitor korosi terutama dari bahan alam mulai banyak dilakukan. Bahan alam dipilih sebagai alternatif karena bersifat aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan[10]. Bahan organik yang dimanfaatkan sebagai inhibitor dapat mencegah reaksi oksidasi material oleh unsur antioksidan yang terkandung didalamnya melalui mekanisme tertentu. Zat antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi [4]. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan, sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Salah satu bahan organik yang memiliki kandungan antioksidan ialah Sarang semut[14]. Hasil ekstrak tanaman sarang semut sebelumnya telah dianalisa dan memiliki kandungan Flavanoid yang bertindak sebagai antioksidan yang bisa digunakan dalam pembuatan green inhibitor. Telah diteliti sebelumnya bahwa tumbuhan sarang semut (Myrmecodia Pendans) dapat diaplikasikan sebagai inhibitor organik untuk material pipa yaitu baja karbon API 5L Grade B dengan konsentrasi inhibitor 0-500 mg/L dalam media asam HCl 1M dan H2SO4 1M dengan metode perendaman 21 hari[11]. Dari penelitian tersebut belum didapatkan efisiensi optimum dalam pengaplikasian sarang semut didalam lingkungan asam. Pada penelitian ini akan dilakukan percobaan inhibisi sarang semut untuk material baja karbon API 5L Grade B dengan variasi konsentrasi inhibitor yang sama yaitu 0-500 mg/L hanya saja konsentrasi media larutan elektrolitnya diencerkan menjadi H2SO4 0,5 M dengan metode perendaman 72 jam, sehingga diharapkan dapat menghasilkan efisiensi inhibisi yang optimum pada media asam. 2 II. METODE PENELITIAN A. Preparasi Inhibitor Tumbuhan epifit Myrmecodia pendans didapatkan dari Irian Jaya melalui berbagai proses sehingg didapatkan sarang semut yang berbentuk serbuk. Metode ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak MP adalah maserasi. Serbuk MP direndam selama 1x24 dalam ethanol 80% kemudian disaring sehingga didapatkan ekstrak MP dalam bentuk cair. Perendaman dan penyaringan tersebut dilakukan sebanyak 3 kali[8]. Kemudian hasil penyaringan diuapkan pelarutnya menggunakan mesin rotary evaporator sehingga ekstrak MP bias digunakan sebagai bio inhibitor. B. Preparsi Spesimen Untuk pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy API 5l Grade B dipotong dengan dimensi 10 x 10 x 3 mm kemudian disolder untuk menyambungkan spesimen tersebut dengan kawat tembaga sepanjang 20 cm. Setelah itu spesimen di moulding dengan menggunakan resin epoxy dan cetakan pipa shock dengan diameter 2,3 cm. Setelah moulding benarbenar, bagian spesimen yang tidak tertutup resin (terekspose) dihaluskan dengan kertas gosok (amplas) grade 120, 320, 400, 600, 800,1000 sampai rata. Sedangkan untuk spesimen uji weight loss, baja karbon API 5L Grade B dipotong dengan dimensi 20 x 20 x 3 mm kemudian dibor bagian atasnya (tempat menggantung tali) dengan diameter mata bor 4 mm. Setelah itu spesimen dihaluskan dengan menggunakan kertas gosok untuk meratakan permukaan dan menghilangkan produk korosi sebelumnya[2]. Pada setiap spesimen weight loss harus dilakukan pengukuran berat awal spesimen. C. Preparasi Larutan Larutan yang digunakan adalah H2SO4 98%. Untuk mendapatkan 1000 ml H2SO4 0.5 M, diambil 27,32 ml larutan H2SO4 98% kemudian ditambahkan aquades hingga volumenya 1000 ml dalam gelas beker. D. Pengujian Spetrofotometri UV-Vis Analisis kualitatif flavonoid pada ekstrak sarang semut dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Spektrum serapan ultra violet dan serapan tampak merupakan cara tunggal yang paling bermanfaat untuk mengidentifikasi struktur flavonoid [7]. E. Pengujian Weight Loss Pengujian weight loss atau lebih dikenal dengan metode pengurangan berat adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui besaran laju korosi (mpy) pada suatu material berdasarkan pengurangan berat awal dan berat akhir. Dalam metode ini, sampel dengan berat tertentu akan dicelupkan dalam larutan atau lingkungan tertentu pada beberapa waktu yang berbeda[3]. Pada penelitian ini akan dilakukan uji weight loss dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/L dalam media korosif H2SO4 0,5 M selama 72 jam dengan pengukuran disetiap kelipatan 12 jam. F. Metode Electrochemical Impedance Spectroscopy Metode Electrochemical Impedance Spectroscopy adalah satu metode uji yang terdapat pada alat potensiostat yang menggunakan prinsip polarasasi untuk mengetahui mekanisme korosi pada logam. Pengujian EIS dilakukan dengan menggunakan software Nova yang terdiri dari elektroda kerja, elektroda acuan dan elekroda bantu. Electrochemical Impedance Spectroscopy merupakan suatu metode untuk menganalis respon pada elektroda yang terkorosi terhadap sinyal potensial AC sebagai fungsi frekuensi. Pada prinsipnya EIS digunakan untuk menentukan parameter kinetika elektrokimia berkaitan dengan elemen-elemen listrik seperti tahanan, R, kapasitansi, C, dan induktansi, L. Pada penelitian pengujian EIS hanya dilakukan untuk spesimen hasil dari pengujian weight loss yang memiliki efisiensi inhibitor tertinggi dan spesimen tanpa penambahan inhibitor. G. Pengujian FTIR Pengujian FTIR digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode spekstroskopi yang digunakan dalam pengujian FTIR adalah metoda absorbsi yaitu suatu metoda yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentransmisian cahaya yang melewati sampel kemudian ditangkap oleh detektor dan diterjemahkan dalam bentuk kurva. Pada penelitian ini, pengujian FTIR hanya dilakukan untuk ekstrak sarang semut dan spesimen hasil weight loss jam ke-72 yang memiliki efisiensi inhibitor tertinggi. III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Spektrofotometri UV-Vis Flavanoid total yang terukur merupakan sumbangan dari golongan auron yang terdapat pada ekstrak, karena kelompok inilah yang mampu membentuk senyawa kompleks stabil dengan AlCl3. Berikut ini data yang didapatkan setelah dilakukan pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Table 1. Data absorbansi dan persenan flavanoid No. Sample (g) Absorbansi 1. 2. 1.0029 1.0061 0.29655 0.28623 Flavanoid (%) 0.37 0.36 Pada tabel 1 terlihat nilai absorbansi pada ekstrak sarang semut pada 2 kali pengulangan memiliki nilai absorbansi yang tidak jauh berbeda. Pada pengukuran spektrofotometri UVVIS dapat juga diketahui jenis flavanoid yang terkandung dalam ekstrak sarang semut. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan spektrum serapan maksimum yang terlihat pada pengukuran spektrum flavonoid. Hasil pengukuran spektrum flavanoid pada ekstrak sarang semut adalah 437 nm. Hal ini 3 menunjukkan bahwa tumbuhan sarang semut mengandung flavanoid berjenis auron. Flavanoid berjenis auron memiliki daerah pita serapan maksimum pada rentang 230 – 270 nm untuk pita I dan 380 – 430 nm untuk pita II. Hasil pengukuran pada Spektrofotometri UV-Vis dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1. Hasil Spektrum UV-Vis Ekstrak Sarang Semut B. Pengujian Weight Loss Laju korosi dan efisiensi inhibitor pada baja API 5 L Grade B dalam larutan 0,5M H2SO4 seiring dengan penambahan variasi konsentrasi ekstrak sarang semut dapat ditunjukkan pada gambar berikut. Pada gambar 1 hubungan antara konsentrasi inhibitor dengan laju korosi memperlihatkan terjadinya penurunan laju korosi pada baja API 5 L Grade B. Antara baja yang terinhibisi dan tidak terdapat perbedaan jumlah berat logam yang berkurang. Laju korosi terendah berada pada konsentrasi 400 mg/l yaitu sebesar 301,434 mpy dalam larutan elektrolit 0,5M H2SO4. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi pengurangan berat dari berat awal spesimen. Laju korosi optimal terjadi pada 400 mg/L dan perendaman optimal selama 72 jam. Hal ini mengindikasikan ekstrak sarang semut menghambat laju korosi pada baja karbon di lingkungan H2SO4 0.5 M. Peningkatan laju korosi terjadi setelah melewati pemberian konsentrasi optimal sebesar 500 mg/L, hal tersebut disebabkan molekul inhibitor ekstrak sarang semut yang awalnya terserap ke permukaan baja karbon dan mencapai konsentrasi optimalnya tertarik kembali ke larutan, sehingga dapat merusak lapisan pelindung[9]. Berdasarkan grafik yang terlihat pada gambar 2 selama masa perendaman 12, 24, 36, 48, 60, 72 jam, efisiensi inhibisi meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor. Kemudian efisiensi menurun setelah melewati konsentrasi kritisnya. Secara keseluruhan penambahan konsentrasi ekstrak sarang semut sebanyak 100, 200, 300, dan 400 mg/L memberikan peningkatan efisiensi secara simultan, sedangkan pada penambahan konsentrasi ekstrak sarang semut 500 mg/L terjadi penurunan efisiensi. Secara umum pada masa perendaman selama 12 jam dengan pemberian konsentrasi inhibitor sebesar 100 mg/L memberikan nilai efisiensi inhibisi paling rendah dan mengalami peningkatan optimum saat konsentrasi inhibitor sebesar 400 mg/L kemudian kembali turun saat konsentrasi inhibitor sebesar 500 mg/L. Peningkatan efisiensi Gambar 2. Grafik Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Terhadap Laju Korosi Baja API 5L Grade B Gambar 4. Grafik Pengaruh Variasi Waktu Terhadap Laju Korosi pada Baja API 5 L Grade B Gambar 3. Grafik Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Terhadap Efisiensi Inhibitor Baja API 5L Grade B 4 Gambar 5. Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Efisiensi Inhibitor pada Baja API 5 L Grade B. Gambar 6. Grafik Nyquist plot pada Konsentrasi 0, dan 400 mg/L. Pada gambar 3 terlihat tren penurunan laju korosi pada spesimen terhadap waktu pengambilan spesimen. Keseluruhan spesimen akan mengalami penurunan laju korosi apabila direndam di dalam larutan H2SO4 0.5M dengan penambahan konsentrasi inhibitor yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan adanya adsorpsi inhibitor pada permukaan spesimen. Dengan semakin lamanya waktu yang diberikan, adsorpsi inhibitor akan semakin besar dan kemungkinan berakibat pada peningkatan ketebalan dan jumlah wilayah. Sehingga waktu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan pelindung yang terbentuk pada permukaan baja API 5L grade B. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laju korosi terendah terdapat pada konsentrasi 400 mg/l dengan lama waktu pengambilan 72 jam. Pada gambar 4 merupakan grafik yang menghubungkan pengaruh waktu perendaman terhadap efisiensi inhibitor. Terlihat dari gambar tersebut, tren dari grafik akan mengalami kenaikan. Inhibisi paling optimum terjadi pada 72 jam dengan konsentrasi optimal 400 mg/L. Semakin bertambahnya waktu yang diberikan kepada logam tersebut, maka efisiensi inhibitor yang dihasilkan juga akan meningkat. Hal ini dikarenakan terjadinya pembentukan lapisan pelindung yang akan menjadi penghalang ion-ion pada logam dalam elektrolit. Sehingga waktu sangat berperan dalam memberikan kesempatan kepada inhibitor ekstrak sarang semut mengadsorpsi permukaan logam dan menghasilkan lapisan pelindung yang berfungsi untuk memperlambat laju korosi logam. Dengan semakin bertambahnya waktu, maka tebalnya lapisan pelindung akan semakin bertambah hingga mencapai suatu batas optimum yang akan dapat menurunkan efisiensi inhibisi tersebut. C. Pengujian Electrochemical Impendance Spectroscopy (EIS) Pengujian EIS bertujuan untuk mengetahui mekanisme inhibisi ekstrak sarang semut pada spesimen baja API 5L Grade B dalam larutan H2SO4 0,5 M. Dengan melakukan pengamatan terhadap grafik nyquist yang dihasilkan. Grafik nyquist hasil pengujian ditunjukan pada gambar 6 Kurva Nyquist plot yang yang dihasilkan membentuk setengah lingkaran yang menunjukkan karakteristik elektroda padat. Bentuk kurva setengah lingkaran tersebut terjadi karena kekasaran dan ketidakhomogenan pada permukaan logam. Hasil kurva Nyquist plot pada gambar 6 menunjukkan bahwa diameter Nyquist plot dengan penambahan ekstrak sarang semut meningkat. Hal ini menandakan bahwa pemberian ekstrak sarang semut dapat menghambat laju korosi pada baja API 5L grade B. Untuk mengetahui mekanisme inhibisi sarang semut kurva dari hasil EIS dimodelkan melalui sebuah Equivalent circuit. Equivalent digunakan untuk menentukan jenis-jenis impedansi yang terjadi pada saat sistem sedang diuji yaitu dengan memilih jenis elemen sirkuit yang cocok dengan sistem. Pilihan jenis elemen sirkuit yang ada antara lain Rs, Rp, CPEConstant Phase element, dan lain-lain. Rs adalah tahanan larutan, Rp digunakan untuk mensimulasikan tahanan polarisasi pada logam sedangkan CPE merupakan nilai argument dari elemen fase konstan. Selanjutnya mencari equivalent circuit untuk menentukan jenis-jenis impedansi pada saat sel elektrokimia bekerja. Contoh hasil equivalent circuit dapat dilihat pada gambar 7 yang digunakan untuk memfitting nyquist plot. Gambar 7. Equivalent circuit dari Grafik Nyquist plot Dari gambar 8 dibawah ini menunjukkan bahwa garis hasil fitting hampir bersesuaian dengan hasil pada kurva electrochemical impedance spectroscopy yang sebenarnya. Dari hasil fitting tersebut diketahui nilai-nilai dari Rs, Rp, Rct, dan Cpe dari masing-masing logam tersebut ketika tidak diberi inhibitor maupun dengan diberi inhibitor. Berikut pada Tabel 2 merupakan nilai-nilai dari parameter hasil fitting EIS dengan NOVA. 5 D. Hasil Pengujian FTIR Untuk mengetahui kandungan senyawa maupun gugus fungsi yang terkandung pada ekstrak sarang semut dan lapisan pasif pada permukaan baja karbon dilakukan pengujian FTIR. Hasil pengujian FTIR ditunjukkan oleh spektrum seperti berikut : Gambar 8. Hasil fitting EIS menggunakan software NOVA pada Baja API 5L Tabel 2. Data hasil Equivalent circuit pada Baja API 5L Grade B Konsentrasi Inhibitor 0 400 Rp (Ω.cm2) 22.122 28.744 Rs (Ω.cm2) 12.696 12.558 Rct (Ω.cm2) 9.426 16.186 Cdl (µF/cm2) 75.491 71.512 %EI 0 41.764 Dalam equivalent circuit dapat dijumpai Rs, Rp, Rct, dan CPE. Rs merupakan tahanan larutan, nilai Rct sebanding dengan nilai Rp. Rct adalah tahanan yang terjadi akibat transfer muatan antara larutan elektrolit dengan atom-atom logam. Permukaan yang tidak rata akan menyebabkan kapasitas double layer muncul sebagai CPE dengan nilai nCPE sebesar 0.99. Dimana CPE (constant phase element) dapat berperan sebagai kapasitor dalam rangkaian ini. Berdasarkan circuit yang terbentuk menunjukan bahwa reaksi yang terjadi pada sistem adalah diawali dengan adanya tahanan larutan (Rs). Hal ini dikarenakan apabila baja API 5L dicelupkan ke dalam larutan elektrolit H2SO4 0.5 M maka EIS akan mendeteksi larutan H2SO4 tersebut dan menghasilkan tahanan yang berupa tahanan larutan (Rs). Dapat dilihat dari tabel 2 nilai Rct pada konsentrasi 0 mg/L adalah 9,426 Ω, untuk konsentrasi 400 mg/L adalah 16.186 Ω. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan inhibitor ekstrak sarang semut nlai tahanan Rct meningkat.. Rct berkaitan dengan perpindahan elektron, semakin cepat elektron berpindah maka tahanan akan semakin kecil dan laju korosi semakin meningkat. Atau sebaliknya, semakin lambat elektron berpindah maka tahanan akan semakin besar dan laju korosi semakin menurun. Tingginya nilai Rct di konsentrasi inhibitor 400 mg/L memperlihatkan bahwa hambatan transfer muatan pada konsentrasi tersebut memiliki hambatan yang lebih besar dibandingkan dengan nilai Rct pada 0 mg/L. Oleh karena itu, terbentuk lapisan tipis pada antarmuka logamlarutan yang bersifat sebagai pelindung. Lapisan ini mengakibatkan pergerakan ion dari elektrolit menuju logam terhambat. Semakin banyak lapisan pasif yang terbentuk maka nilai Rct akan semakin meningkat sedangkan nilai CPE akan semakin kecil. Gambar 9. Spektrum FTIR ekstrak sarang semut Tabel 3. Gugus Fungsi pada Ekstrak Sarang Semut Bilangan Gelombang Daerah Gugus Fungsi Ekstrak Sarang Semut Frekuensi Korelasi 3219.58 3200-3600 O-H 2924.45 2850-3000 C-H 1601.93 1550-1640 N-H 1517.83 1400-1600 C=C 1438.30 1400-1600 C=C 1063.24 1000-1300 C-O Tabel 3 menunjukkan hasil analisis gugus fungsi dan senyawa yang terkandung dalam ekstrak sarang semut (Myrmecdia Pendan). Wavenumber dengan jumlah 3219.58 cm-1 mengindikasikan adanya ikatan O-H dan N-H yang masing-masingnya tergolong dalam senyawa amina, amida, alkohol, fenol, dan asam organik. Selanjutnya wavenumber 2924.45 cm-1, ikatan yang dimiliki adalah ikatan C-H. Gugus C-H merupakan senyawa alkana intensitas yang dimiliki senyawa ini adalah kuat. Wavenumber 1601.93 cm-1 memiliki ikatan bending N-H. Untuk wavenumber 1517.83 cm-1 dan 1438.30 cm-1 memiliki ikatan rangkap dua antara C dengan C (C=C) ikatan ini merupakan senyawa aromatik. Pada wavenumber 1063.24 cm1 memiliki ikatan C-O. Senyawa yang identik dengan ikatan C-O adalah senyawa alkohol, eter, asam karboksilat dan ester. Untuk senyawa ini intensitas yang dimiliki adalah kuat. Hal ini menunjukkan bahwa tanamanan ekstrak sarang semut mengandung senyawa campuran yang bertindak sebagai antioksidan yaitu alkaloid, flavanoid dan asam organik. 6 diperkirakan bahwa terdapat gugus baru yang terbentuk akibat logam yang berikatan dengan inhibitor. Gugus C-W dimana W dapat diartikan sebagai atom Cl, Br, or I.[15] .Pada frekuensi CO mengalami perubahan dari 1063.24 cm-1 menjadi 1105.73 cm-1. Frekuensi regang C=C mengalami perubahan 1517.83 cm-1 menjadi 1507.61 cm-1. Setelah menemukan ikatan aromatik C=C . Pada frekuensi 1362.98 cm-1. Perubahan frekuensi pada lapisan pasif yang terjadi kemungkinan dapat dikarenakan adsorpsi ekstrak sarang semut pada permukaan baja API 5L Grade B IV. KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 10. Spektrum FTIR lapisan pasif pada permukaan baja API 5L grade B Gambar 10 menunjukkan hasil spektrum FTIR lapisan pasif pada permukaan baja API 5L grade B setelah direndam dalam larutan H2SO4 0.5M selama 72 jam dengan penambahan 400 mg/L ekstrak sarang semut. Dari hasil FTIR tersebut memperlihatkan posisi serapan dengan hasil yang berbeda yaitu 3263.87 cm-1, 2923.37 cm-1, 2359.08 cm-1, 1603.56 cm-1, 1507.61 cm-1, 1437.73 cm-1, dan 1362.98 cm-1. Hal ini sesuai dengan literatur IR spektra pada kimia organik dengan pembatasan antara 4000 sampai 400 cm-1. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian FTIR FTIR lapisan pasif pada permukaan baja API 5L Grade B antara frekuensi atau wavenumber dengan gugus fungsi. Tabel 4. Gugus Fungsi lapisan pasif pada permukaan baja API 5L Grade B Bilangan Gelombang Ekstrak Sarang Semut 3263.87 2923.37 Daerah Frekuensi Korelasi Gugus Fungsi 3200-3600 2850-3000 O-H C-H 2359.08 2000-2500 X=Y, X=Y=Z stretch 1603.56 1507.61 1105.73 1550-1640 1400-1600 1000-1300 N-H C=C C-O Tabel 4 menunjukkan hasil analisis gugus fungsi dan senyawa yang terkandung dalam lapisan pasif atau lapisan pelindung pada permukaan baja API 5L grade B. Perbandingan spektrum FTIR antara ekstrak sarang semut dengan lapisan pasif pada permukaan baja API 5L grade B terjadi perubahan frekuensi gugus fenolik regang O-H dari 3219.58 cm-1 menjadi 3263.87 cm-1. Kemudian pada frekuensi C-H mengalami perubahan frekuensi dari 2924.45 cm-1 menjadi 2923.37 cm-1. Pada frekuensi 2359.08 cm-1 memiliki gugus X=Y, X=Y=Z, dan C=X. X, Y, dan Z dapat diartikan sebagai atom C, N, O, dan S. Dimana bio inhibitor biasanya mengandung atom N, S, atau O, sehingga A. Kesimpulan Dari serangkaian percobaan yang telah dilakukan terhadap baja API 5L Grade B dengan variasi konsentrasi inhibitor Myrmecodia pendans dalam media korosif H2SO4 0.5 M, dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan pengujian weight loss, dengan penambahan ekstrak sarang semut (Myrmecodia Pendans) pada baja API 5L Grade B dalam media H2SO4 0.5 M inhibitor sarang semut terbukti dapat menurunkan laju korosi dan meningkatkan efisiensi inhibisi terhadap lgam. Laju korosi pada baja API 5L Grade B mengalami penurunan dari kondisi tanpa penambahan inhibitor yaitu sebesar 301.43 mpy pada konsentrasi 400 mg/L. Sedangkan efisiensi yang didapat sebesar 57.35% pada konsentrasi 400 mg/L. 2. Berdasarkan pengujian EIS, mekanisme inhibisi pada baja API 5L Grade B dalam larutan H2SO4 0.5 M adalah membentuk lapisan pasif (film forming) ditunjukkan dengan peningkatan nilai Rct. Pada larutan H2SO4 0.5 M tanpa inhibitor nilai Rct sebesar 9.426 Ω.cm2 setelah ditambahkan inhibitor dengan konsentrasi 400 mg/L nilai Rct menjadi 16.186 Ω.cm2. 3. Pengujian FTIR menunjukkan perbandingan bilangan gelombang pada ekstrak sarang semut dan permukaan baja karbon rendah yang teradsorpsi. Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa lapisan film yang teradsorpsi di permukaan baja karbon rendah adalah ekstrak sarang semut, dimana terdapat gugus fenolik oksigen C=C, dan C-O yang mengindikasikan adsorpsi ekstark sarang semut pada permukaan baja karbon rendah. B. Saran 1. Perlu adanya variasi temperatur dan kecepatan aliran fluida pada pengujian selanjutnya karena penggunaan inhibitor tidak hanya di daerah 2. statis saja tetapi juga fluida dinamis. 3. Perlu adanya variasi konsentrasi larutan karena di dalam dunia industri konsentrasi larutandan pH yang terdapat didalam pipa beraneka ragam. 4. Perlu adanya penambahan gas CO2 karena gas CO2 juga berpengaruh terhadap korosi. 7 DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] ASM Handbook Vol 13A.2003. Corrosion : Fundamentals, Testing, and Protection. USA : ASM International ASTM G 1-02. 1999. “Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates and Related Information from Electrochemical Measurements”. ASTM G 31-72 Laboratory Corrosion Testing of Metals. Fontana, Mars G., 1987. “Corrosion Engineering 3 rd Edition”. New York : Mc Graw-Hill Book Company. Halimatuddahliana. 2003. “Pencegahan Korosi Dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi”. Teknik Kimia USU. Jones, Deny.1992. “Principles and Prevention of Corrosion”. New York : Macmillan Publishing Company Markham KR. 1988. Techniques of Flavonoid Identification. London: Academic Pr. Mekonnen Engida Adam, Kasim, Novy S., T.A Yeshitila, Ismadji, Suryadi. 2011. “Extraction, identification and quantitative HPLC analysis of flavonoids from sarang semut (Myrmecodia pendans)”. Industrial Crops and Products. NACE International. Corrosion Costs and Preventive Strategies in the United States. Nugroho Firman Adhi. 2011. “Studi Ekstrak Kulit Kentang (Solanum Tuberosum L) sebagai Green Corrosion Inhibitor pada Baja Karbon Rendah di Lingkungan 3.5% NaCl” Skripsi Universitas Indonesia. Ostovari, A. 2009. “Corrosion inhibition of mild steel in 1 M HCl solution by henna extract: A comparative study of the inhibition by henna and its constituents (Lawsone,Gallic acid, a-D-Glucose and Tannic acid)”. Corrosion Science. Rachmadania Manggara NFR., 2014. “Pengaruh penambahan bio inhibitor sarang semut (Myrmecodia pendans)pada baja API 5L Grade B di lingkungan asam”. Departemen Material dan Metalurgi FTI ITS: Surabaya. Revie, R. Winston. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook (2nd Edition). New York. : John Willey & Sons Inc. Roberge, P. R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering: Mc GrawHill. New York. V. S. Sastri. 2011. “Green Corrosion Inhibitors: Theory and Practice”. USA: John Wiley &Sons. Wiley, J., and Sons. (2001). Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies, 3 Ed. George Socrates, The University of West London, Middlesex, UK.