Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum) KONTROL GLIKEMIK PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA ACEH Nur Ramadhan1 , Sari Hanum1 Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh Jl. Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Lr. Tgk. Dilangga No. 9 Lambaro, Aceh Besar 0651-8070189, 0651-8070289 Email : [email protected] ABSTRAK Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang memerlukan tindakan pengontrolan glikemik yang berkesinambungan untuk menurunkan progresivitas berbagai komplikasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kontrol glikemik pada penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang, dan penyajian data secara deskriptif. Sampel berjumlah 85 orang penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru. Data karakteristik responden berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan serta lama menderita DM didapatkan melalui wawancara, dan nilai HbA1c, gula darah puasa (GDP) dan gula darah 2 jam PP (GD 2 Jam PP) didapatkan dengan pemeriksaan darah di laboratorium yang terstandarisasi di Kota Banda Aceh. Pada hasil penelitian terlihat bahwa dari 85 penderita DM, sebagian besar memiliki nilai glikemik yang tidak terkontrol. Penderita dengan nilai glikemik tidak terkontrol sebagian besar perempuan, usia lanjut, pendidikan rendah , tidak bekerja dan lama menderita DM selama 1-5 tahun. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, diperlukan kontrol glikemik secara rutin oleh penderita. Kata kunci : Diabetes Melitus tipe 2, kontrol glikemik, HbA1c, gula darah puasa, gula darah 2 jam PP ABSTRACT Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that requires control measures glycemic continuous to decrease the progression of various complications. The purpose of the study is find out how glycemic control in patients with DM in Puskesmas Jayabaru Banda Aceh.. This is a cross sectional study with descriptive analysis. The samples are 85 patients with type 2 diabetes mellitus from Puskesmas Jayabaru. Data on the characteristics of respondents include age, sex, education, occupation, and long-suffering DM obtained through interviews, and HbA1c values obtained by standardized laboratory tests in Banda Aceh. The results of the study it appears that from 85 patients with DM, most have uncontrolled glycemic value. Patients with uncontrolled glycemic values mostly women, elderly, low education, no work and long suffering from diabetes for 1-5 years. Good glycemic control by routine to prevent further complications in diabetic patients. 1 SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9 Key words : Type 2 Diabetes Mellitus, control glycemic, HbA1c, fasting plasma glucose, 2-h plasma glucose PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya yang berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan. DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup dan dalam perjalanannya dapat ditemukan komplikasi akut dan menahun.1 Peningkatan jumlah pasien DM dalam kurun waktu 25-30 tahun mendatang diakibatkan peningkatan kemakmuran, perubahan pola demografi dan urbanisasi serta pola hidup yang berisiko. Faktor-faktor risiko tersebut seperti konsumsi karbohidrat dan lemak tinggi, kurang aktivitas fisik yang mengakibatkan kegemukan dan hipertensi. Selain itu, juga disebabkan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti umur, jenis kelamin, dan faktor genetik.2 Pada tahun 2008 dari 36 juta kematian secara global di dunia 3, 5% akibat penyakit DM dan tahun 2015 sebanyak 5 juta jiwa meninggal karena DM. 3,4 Berarti ada satu orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal karena DM. 5 Tahun 2015, orang dewasa hidup dengan penyakit DM sebanyak 415 juta jiwa dan diprediksikan pada tahun 2040 sebanyak 642 juta jiwa. Prevalensi ini meningkat hampir dua kali lipat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa.4,6 Prevalensi nasional pasien DM di Indonesia tahun 2013 menurut International Diabetes Federation (IDF) 5, 55% dan jumlah kasus diabetes pada umur 20-79 tahun sekitar 8,5 juta jiwa. Selain itu, IDF juga mengemukakan karena tingginya kasus DM di Indonesia sehingga 2 menduduki peringkat ke tujuh setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Meksiko 4 Hasil Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi DM di Indonesia, tahun 2007 sebesar 1,1% 7 dan pada tahun 2013 prevalensi DM menjadi 2,1 % 8. Prevalensi DM tipe 2 di Aceh termasuk dalam 10 provinsi di atas prevalensi nasional. Riskesdas 2007ditemukan prevalensi DM di Aceh sebesar 1,7%, angka ini meningkat pada tahun 2013 menjadi 1,8% penderita 8. Penyakit DM akan diderita seumur hidup oleh penderita dan dalam perjalanan penyakitnya dapat ditemukan komplikasi akut dan menahun. Penelitian yang dilakukan oleh International Diabetes Management Practices Study (IDMPS) pada tahun 2011 dengan 674 pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mengalami komplikasi neuropati dan lebih dari 30% responden mengalami retinopati dan nefropati 9. Penyakit DM tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat dikontrol. Dalam penatalaksanaan dan kontrol diabetes, penting untuk melakukan pemantauan kadar glikemik. Tidak hanya gula darah saja, kadar HbA1C penting pula untuk diperiksa. Pemeriksaan gula darah puasa dan 2 jam post prandial setelah makan hanya dapat mencerminkan konsentrasi glukosa darah pada saat diukur saja dan sangat dipengaruhi oleh makanan, olahraga, dan obat yang baru saja dikonsumsi. Jadi, tidak dapat menggambarkan bagaimana pengendalian konsentrasi glukosa jangka panjang. Sedangkan HbA1c dapat menggambarkan rerata gula darah selama 2-3 bulan terakhir Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum) sehingga bisa dijadikan untuk perencanaan pengobatan10 Kontrol glikemik yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi diabetes. Hasil Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengontrolan DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%. Bahkan hasil dari The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan setiap penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35%, menurunkan insiden kematian yang berhubungan dengan DM sebesar 21%, infark miokard 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit pembuluh darah perifer 43%. 11 Jumlah penderita dan komplikasi DM di kota Banda Aceh terus meningkat. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh 2012, DM termasuk 10 penyakit terbanyak rawat jalan di Puskesmas yaitu dengan jumlah kunjungan dalam setahun sebanyak 8562 kali (3,51%). 12. Penelitian tentang kontrol glikemik pada penderita DM khususnya di Aceh, hanya berdasarkan pemeriksaan gula darah sewaktu atau gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP. Padahal, saat ini nilai HBa1c juga menjadi parameter pengontrolan glikemik. Belum tersedia data bagaimana pengontrolan DM dilihat dari nilai pemeriksaan HbA1c. Di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru mempunyai penderita DM yang melakukan rawat jalan terbanyak di Kota Banda Aceh13. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kontrol glikemik pada penderita DM di wilayah kerja Puskesmas tersebut. METODE Penelitian dilakukan selama 8 bulan dari bulan Februari-November 2015. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Responden yang terlibat adalah penderita DM yang berobat jalan di Puskesmas Jayabaru sebanyak 85 orang yang diidentifikasi melalui data sekunder Puskesmas Jayabaru. Kriteria inklusi yaitu pasien DM yang melakukan rawat jalan di puskesmas, berusia 3065 tahun, dan bersedia ikut serta dalam penelitian. Pengumpulan data untuk mendapatkan data umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama menderita DM dilakukan dengan wawancara. Untuk nilai kontrol glikemik yaitu pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa (GDP) dan gula darah 2 jam post prandial (GD 2 jam PP) pada penderita DM didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium yang terstandarisasi di Kota Banda Aceh. Untuk nilai cut off untuk masing-masing pemeriksaan tersebut merujuk pada Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 1 Data dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan secara bivariate menggunakan uji chi-square. HASIL Penelitian yang dilakukan terhadap 85 responden penderita Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh didapatkan data mengenai karakteristik responden dan hasil kontrol glikemik berdasarkan pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP . Data karakteristik responden disajikan pada Tabel 1. 3 SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9 Tabel 1. Karakteristik Responden Penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Frekuensi Persentase Probabilitas 28 57 32,9 67,1 0,6 Umur Dewasa (30-45 tahun) Lansia (46-70 tahun) 14 71 16,5 83,5 0,83 Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SMA Perguruan tinggi ( DIII/ S1) 2 17 26 28 12 2,4 20,0 30,6 32,9 14,1 0,2 0,3 0,3 0,1 Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja 32 53 37,6 62,4 0,6 Lama menderita DM 1-5 tahun 5- 10 tahun >10 tahun 47 19 19 55,3 22,4 22,4 Dari Tabel 1 didapatkan sebagian besar responden penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Jayabaru yaitu perempuan (67,1%), lansia (83,5%), 0,5 0,2 menempuh pendidikan SMA/ sederajat (32,9%), tidak bekerja (62,4%) dan lama menderita DM 1-5 tahun ( 55,3%). 80 70 60 50 40 Terkontrol 30 Tidak Terkontrol 20 10 0 HbA1c Gula darah Puasa Gula darah 2 jam PP Gambar 1. Gambaran Kontrol Glikemik pada Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh 4 Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum) Berdasarkan pengontrolan glikemik yang dilakukan oleh penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar hasil glikemiknya tidak terkontrol. Hasil pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa, gula darah 2 jam PP menunjukkan hasil yang tinggi nilai cut off yang ditetapkan PERKENI. Gambar 2. Gambaran Keterpaparan Informasi tentang Kontrol Glikemik pada Penderita DM di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh Berdasarkan keterpaparan informasi tentang pengontrolan glikemik pada penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar tidak mengetahui tentang pemeriksaan HbA1c yaitu sebesar 90,6%, sedangkan untuk pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam sebagian besar sudah mengetahuinya. Tabel 3. Hubungan Gula Darah Puasa dan Gula Darah 2 jam PP dengan HbA1c pada Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh Variabel Kadar HbA1c OR CI (95%) P <7 % n (%) >7% n (%) Gula darah puasa Terkontrol Tidak Terkontrol 11 (64,7) 5 (7,4) 6 (35,3) 63 (92,6) 23,0 5,997- 88,98 0,001 Gula Darah 2 Jam PP Terkontrol Tidak Terkontrol 7 (77,8) 9 (11,8) 2 (22,2) 67 (88,2) 26,0 4,672 – 145,3 0,001 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat adanya hubungan yang signifikan antara kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam PP dengan kadar HbA1c (p-value 0,001). Penderita DM dengan kadar gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP tidak terkontrol berisiko 23 kali dan 26 kali mendapatkan kadar HbA1c > 7%. 5 SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9 PEMBAHASAN Pengontrolan glikemik pada penderita DM penting dilakukan untuk mencegah berbagai komplikasi. Pengontrolan DM dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah jangka panjang. Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam PP, sedangkan pengontrolan glukosa darah jangka panjang dengan pemeriksaan HbA1c. Pemeriksaan kadar HbA1c mencerminkan rata-rata pengontrolan glukosa darah dalam 2 –3 bulan terakhir. Tingginya kadar HbA1c berkorelasi positif dengan terjadinya komplikasi DM, baik makro maupun mikro vaskuler. Dari hasil penelitian didapatkan 67,1 % responden adalah perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Umar yang mengungkapkan bahwa perempuan lebih mudah 1,3 kali menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan laki-laki.14 Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi DM lebih tinggi pada perempuan sebesar 2,3% dibanding dengan laki-laki 2,0%.8 Pada kelompok lansia, harus lebih waspada terhadap komplikasi DM karena pada lansia fungsi organ tubuh semakin menurun. Hal ini juga mempengaruhi pankreas dalam 15 memproduksi insulin. Hasil penelitian mengungkapkan 83,5% responden merupakan lansia. Risiko akibat DM yang tidak terkontrol pada lansia bisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis sebesar 73,1%, dan yang terbanyak adalah hipertensi.16 Peningkatan 10 mmHg sistolik berhubungan dengan peningkatan 12% setiap komplikasi diabetes, 15% kematian berhubungan dengan diabetes, 11% peningkatan infark miokardial, dan 13% peningkatan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus.17 6 Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini sebanyak 32,9% adalah SMA yang artinya pendidikan menengah lebih dominan. Dalam melakukan pengontrolan DM, pendidikan seseorang mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap penyakitnya. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi, biasanya mempunyai banyak pengetahuan tentang kesehatan sehingga cenderung memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya. 18 Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Dari hasil penelitian 62,4% responden adalah kelompok tidak bekerja dan juga berjenis kelamin perempuan. Kelompok ini adalah ibu rumah tangga. Variabel pekerjaan ini memiliki kaitan dengan aktivitas fisik. Kelompok tidak bekerja belum tentu memiliki aktivitas fisik yang rendah. Ibu rumah tangga justru melakukan berbagai aktivitas seperti menyapu, memasak dan mencuci. Semakin lama seseorang menderita DM, maka risiko terjadi komplikasi semakin besar. Seperti penelitian Yuliani, ditemukan 81,8% proporsi terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita yang sudah menderita DM >10 tahun. 19 Sedangkan pada penelitian ini (Tabel 1) didapatkan 55,3% menderita DM 15 tahun, sehingga bila pengontrolan DM dilakukan dengan benar, risiko komplikasi masih memungkinkan untuk dicegah. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menunjukkan DM yang tidak terkontrol, yaitu diatas 80% . Hasil pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa, gula darah 2 jam PP nilainya diatas cut off PERKENI. Penelitian Yan mengungkapkan pada nilai Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum) HbA1c dan glukosa darah puasa yang tinggi beresiko masing-masing 5,5 kali dan 12,94 kali terjadi retinopati diabetik 20 Penelitian lain oleh Alfarisi yang mengukur kadar kreatinin serum (parameter untuk melihat fungsi ginjal) pada pasien DM yang tidak terkontrol didapatkan kadar kreatinin serum yang tinggi menunjukkan gangguan fungsi ginjal. 21 Kadar glikemik yang terkontrol akan meminimalisir kejadian tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan secara statistik ada hubungan yang signifikan antara kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam PP dengan kadar HbA1c dengan nilai p <0,001. Dari 85 responden penderita DM hanya 2 orang dengan kadar gula darah puasa tidak terkontrol memiliki nilai kadar HbA1c <6,5%.. Tidak jauh berbeda juga didapatkan pada pemeriksaan gula darah 2 jam PP, dari 85 responden 5 orang memiliki kadar gula darah 2 jam PP kurang baik memiliki nilai HbA1c yang baik (Tabel 2). Hal ini sama seperti yang dilakukan Stianto (2006) yaitu adanya korelasi yang sangat bermakna antara kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam post prandial dengan kadar HbA1c22 Konsentrasi HbA1c tergantung pada konsentrasi glukosa darah dan usia eritrosit. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan yang erat antara konsentrasi HbA1c dan rata-rata kadar glukosa darah. Penelitian kohort di Australia, mengungkapkan median HbA1c meningkat seiring dengan menurunnya kadar glikemi 23. Kadar HbA1c 6% sama dengan konsentrasi glukosa ratarata 126 mg/dl dan setiap peningkatan kadar HbA1c 1% sama dengan peningkatan glukosa rata-rata 29 mg/ dl 24 Dari hasil wawancara selama pengumpulan data dengan responden, hanya 8 dari 85 responden yang sudah pernah mengetahui tentang pemeriksaan HbA1c dan hanya 2 orang yang sudah pernah memeriksa kadar HbA1c nya. Sedangkan untuk pemeriksaan gula darah puasa dan 2 jam PP mayoritas sudah mengetahui dan beberapa diantaranya memeriksakan di Puskesmas atau di Rumah Sakit secara rutin. Karena pada dasarnya, pemeriksaan HbA1c berbeda dengan pemeriksaan glukosa darah. Pada pemeriksaan glukosa darah hanya dapat mencerminkan konsentrasi glukosa darah pada saat diperiksa saja, sedangkan pada pemeriksaan HbA1c dapat memberikan gambaran rata-rata glukosa darah selama 1-3 bulan, dan juga pada pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, olahraga ataupun obat yang dikonsumsi. Jadi meskipun pada saat pemeriksaan konsentrasi glukosa darah puasa dan 2 jam PP dalam rentang normal (untuk pasien DM) belum tentu pengendalian konsentrasi glukosa darahnya baik. Seperti yang tergambar dalam Tabel 2, dari 17 responden yang mempunyai kadar glukosa darah puasa terkontrol, 6 responden mempunyai nilai HbA1c >7%. KESIMPULAN Nilai glikemik pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Jayabaru sebagian besar tidak terkontrol yang menandakan bahwa pengelolaan DM yang dilakukan belum cukup baik. SARAN Bagi penderita DM dan keluarga lebih rutin melakukan pemeriksaan glikemik baik itu HbA1c, gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP serta gula darah sewaktu untuk memastikan nilai glikemik dalam batas normal 7 SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9 untuk menurunkan komplikasi lebih lanjut.. 10. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh, Bapak Fahmi Ichwansyah, rekan di Loka Litbang Biomedis Aceh, tim penelitian, Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Badan Litbang Kesehatan yang telah mendukung penelitian ini. 11. 12. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 8 PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011. Jakarta; 2011. Suyono. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Penerbit FKUI; 2005. WHO. Global Action Plan for the Prevention and Control of Noncommunicable Diseases 2013-2020. Geneva, Switzerland; 2013. doi:978 92 4 1506236. IDF. International Diabetes Federation : Diabetes Atlas Seventh Edition. Brussels Belgium: Chaussée de La Hulpe 166 IDF; 2015. doi:10.1289/image.ehp.v119.i03. WHO. Global Status Report on Noncommunicable Disease. 2010. http://www.who.int/entity/nmh/pu blications/ncd_report_chapter1.pd f?ua=1. Accessed July 11, 2014. WHO. Global Report on Diabetes. Geneva, Switzerland; 2016. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar 2007. Indonesia; 2008. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar 2013. Indonesia; 2014. Soewondo P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in Indonesia: Results from the International Diabetes Management Practices Study 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. (IDMPS). J Indon Med Assoc. 2011;61(12):474-481. Care M. Standards of Medical Care in Diabetes--2008. Diabetes Care. 2008;31(Supplement 1):S12-S54. doi:10.2337/dc08S012. Chugh S. Jaypee Gold Standart Mini Atlas Series Diabetes. I. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Rekapan Kunjungan , Rujukan & 20 Penyakit Puskesmas Tahun 2012. Banda Aceh; 2013. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Laporan Kasus Penyakit Tidak Menular Di Kota Banda Aceh. Banda Aceh; 2013. Umar HB. Faktor Determinan Kejadian Diabetes pada Orang Dewasa di Indonesia ( Analisis Data Sekunder SKRT 2004). 2006. Waspadji S. Komplikasi Kronis Diabetes : Mekanisme , Diagnosis Dan Strategi Pengobatan. IV. Jakarta, Indonesia: Penerbit FK UI; 2006. Rosyada A, Trihandini I. Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus pada Lanjut Usia. Kesmas J Kesehat Masy Nas. 2013;7(9):395-402. doi:10.21109/kesmas.v7i9.11. Meneilly GS, Tessier D. Diabetes in elderly adults. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2001;56(1):M5M13. doi:10.1093/gerona/56.1.M5. Irawan D. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). 2010. Kurnia A, Endrika A. Hubungan Berbagai Faktor Risiko terhadap Kejadian Penyakit Jantung Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum) Koroner pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Biomedika. 2015;3(1):37-40. 20. Yan Z-P, Ma J-X. Risk Factors for Diabetic Retinopathy in Northern Chinese Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Int J Ophthalmol. 2016;9(8). doi:10.18240/ijo.2016.08.17. 21. Alfarisi S, Basuki W, Susantiningsih T. Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Terkontrol Dengan Yang Tidak Terkontrol Di RSUD Dr . H . Abdul Moeloek Differences in Serum Creatinine Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patient That Controlled With Not Controlled in Dr. 2012:129-136. doi:ISSN 2337-3776. 22. Stianto EZ. Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan HbA1c Pada Penderita Diabetes Mellitus. Bandung; 2006. 23. Begley J. HbA1c in Diabetes. Case Studies Using IFCC Units. Ann Clin Biochem. 2012;49(5):512-512. doi:10.1258/acb.2012.201205. 24. Monnier L, Colette C. Target for Glycemic Control: Concentrating on Glucose. Diabetes Care. 2009;32 Suppl 2(9):S199-204. doi:10.2337/dc09-S310. 9