kontrol glikemik pada penderita diabetes mellitus

advertisement
Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum)
KONTROL GLIKEMIK PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA
ACEH
Nur Ramadhan1 , Sari Hanum1
Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh
Jl. Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Lr. Tgk. Dilangga No. 9 Lambaro,
Aceh Besar
0651-8070189, 0651-8070289
Email : [email protected]
ABSTRAK
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang memerlukan tindakan
pengontrolan glikemik yang berkesinambungan untuk menurunkan progresivitas
berbagai komplikasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kontrol
glikemik pada penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda
Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang, dan penyajian data secara
deskriptif. Sampel berjumlah 85 orang penderita DM
tipe 2 di Puskesmas
Jayabaru. Data karakteristik responden berupa umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan serta lama menderita DM didapatkan melalui wawancara, dan nilai
HbA1c, gula darah puasa (GDP) dan gula darah 2 jam PP (GD 2 Jam PP)
didapatkan dengan pemeriksaan darah di laboratorium yang terstandarisasi di Kota
Banda Aceh. Pada hasil penelitian terlihat bahwa dari 85 penderita DM, sebagian
besar memiliki nilai glikemik yang tidak terkontrol. Penderita dengan nilai glikemik
tidak terkontrol sebagian besar perempuan, usia lanjut, pendidikan rendah , tidak
bekerja dan lama menderita DM selama 1-5 tahun. Untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut, diperlukan kontrol glikemik secara rutin oleh penderita.
Kata kunci : Diabetes Melitus tipe 2, kontrol glikemik, HbA1c, gula darah puasa,
gula darah 2 jam PP
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that requires control measures
glycemic continuous to decrease the progression of various complications. The
purpose of the study is find out how glycemic control in patients with DM in
Puskesmas Jayabaru Banda Aceh.. This is a cross sectional study with descriptive
analysis. The samples are 85 patients with type 2 diabetes mellitus from Puskesmas
Jayabaru. Data on the characteristics of respondents include age, sex, education,
occupation, and long-suffering DM obtained through interviews, and HbA1c values
obtained by standardized laboratory tests in Banda Aceh. The results of the study it
appears that from 85 patients with DM, most have uncontrolled glycemic value.
Patients with uncontrolled glycemic values mostly women, elderly, low education, no
work and long suffering from diabetes for 1-5 years. Good glycemic control by
routine
to
prevent
further
complications
in
diabetic
patients.
1
SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9
Key words : Type 2 Diabetes Mellitus, control glycemic, HbA1c, fasting plasma
glucose, 2-h plasma glucose
PENDAHULUAN
Diabetes
Mellitus
(DM)
merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik
hiperglikemia
yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin,
resistensi insulin atau keduanya yang
berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan. DM merupakan penyakit
menahun yang akan diderita seumur
hidup dan dalam perjalanannya dapat
ditemukan komplikasi akut dan
menahun.1 Peningkatan jumlah pasien
DM dalam kurun waktu 25-30 tahun
mendatang diakibatkan peningkatan
kemakmuran,
perubahan
pola
demografi dan urbanisasi serta pola
hidup yang berisiko. Faktor-faktor
risiko tersebut seperti konsumsi
karbohidrat dan lemak tinggi, kurang
aktivitas fisik yang mengakibatkan
kegemukan dan hipertensi. Selain itu,
juga disebabkan faktor risiko yang
tidak dapat dikendalikan seperti umur,
jenis kelamin, dan faktor genetik.2
Pada tahun 2008 dari 36 juta
kematian secara global di dunia 3, 5%
akibat penyakit DM dan tahun 2015
sebanyak 5 juta jiwa meninggal karena
DM. 3,4 Berarti ada satu orang per 10
detik atau 6 orang per menit yang
meninggal karena DM. 5 Tahun 2015,
orang dewasa hidup dengan penyakit
DM sebanyak 415 juta jiwa dan
diprediksikan pada tahun 2040
sebanyak 642 juta jiwa. Prevalensi ini
meningkat hampir dua kali lipat dari
4,7% menjadi 8,5% pada populasi
orang dewasa.4,6
Prevalensi nasional pasien DM di
Indonesia tahun 2013 menurut
International Diabetes Federation
(IDF) 5, 55% dan jumlah kasus
diabetes pada umur 20-79 tahun
sekitar 8,5 juta jiwa. Selain itu, IDF
juga mengemukakan karena tingginya
kasus DM di Indonesia sehingga
2
menduduki peringkat ke tujuh setelah
Cina, India, Amerika Serikat, Brazil,
Rusia, Meksiko 4
Hasil Riskesdas menunjukkan
peningkatan prevalensi DM di
Indonesia, tahun 2007 sebesar 1,1% 7
dan pada tahun 2013 prevalensi DM
menjadi 2,1 % 8. Prevalensi DM tipe 2
di Aceh termasuk dalam 10 provinsi
di atas prevalensi nasional. Riskesdas
2007ditemukan prevalensi DM di
Aceh sebesar 1,7%, angka ini
meningkat pada tahun 2013 menjadi
1,8% penderita 8.
Penyakit DM akan diderita
seumur hidup oleh penderita dan
dalam perjalanan penyakitnya dapat
ditemukan komplikasi akut dan
menahun. Penelitian yang dilakukan
oleh
International
Diabetes
Management
Practices
Study
(IDMPS) pada tahun 2011 dengan 674
pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa
lebih dari 50% responden mengalami
komplikasi neuropati dan lebih dari
30% responden mengalami retinopati
dan nefropati 9.
Penyakit
DM
tidak
dapat
disembuhkan tetapi kadar gula darah
dapat
dikontrol.
Dalam
penatalaksanaan dan kontrol diabetes,
penting untuk melakukan pemantauan
kadar glikemik. Tidak hanya gula
darah saja, kadar HbA1C penting pula
untuk diperiksa. Pemeriksaan gula
darah puasa dan 2 jam post prandial
setelah
makan
hanya
dapat
mencerminkan konsentrasi glukosa
darah pada saat diukur saja dan sangat
dipengaruhi oleh makanan, olahraga,
dan obat yang baru saja dikonsumsi.
Jadi, tidak dapat menggambarkan
bagaimana pengendalian konsentrasi
glukosa jangka panjang. Sedangkan
HbA1c dapat menggambarkan rerata
gula darah selama 2-3 bulan terakhir
Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum)
sehingga bisa
dijadikan untuk
perencanaan pengobatan10
Kontrol glikemik yang baik
berhubungan dengan menurunnya
komplikasi diabetes. Hasil Diabetes
Control and Complication Trial
(DCCT)
menunjukkan
bahwa
pengontrolan DM yang baik dapat
mengurangi komplikasi kronik DM
antara 20-30%. Bahkan hasil dari The
United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) menunjukkan setiap
penurunan 1% dari HbA1c akan
menurunkan risiko komplikasi sebesar
35%, menurunkan insiden kematian
yang berhubungan dengan DM sebesar
21%, infark miokard 14%, komplikasi
mikrovaskular 37% dan penyakit
pembuluh darah perifer 43%. 11
Jumlah penderita dan komplikasi
DM di kota Banda Aceh terus
meningkat. Menurut laporan Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh 2012,
DM termasuk 10 penyakit terbanyak
rawat jalan di Puskesmas yaitu dengan
jumlah kunjungan dalam setahun
sebanyak 8562 kali (3,51%). 12.
Penelitian
tentang
kontrol
glikemik
pada
penderita
DM
khususnya di Aceh, hanya berdasarkan
pemeriksaan gula darah sewaktu atau
gula darah puasa dan gula darah 2 jam
PP. Padahal, saat ini nilai HBa1c juga
menjadi
parameter
pengontrolan
glikemik. Belum tersedia data
bagaimana pengontrolan DM dilihat
dari nilai pemeriksaan HbA1c. Di
wilayah kerja Puskesmas Jayabaru
mempunyai penderita DM yang
melakukan rawat jalan terbanyak di
Kota Banda Aceh13. Berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui bagaimana kontrol
glikemik
pada penderita DM di
wilayah kerja Puskesmas tersebut.
METODE
Penelitian dilakukan selama 8
bulan dari bulan Februari-November
2015. Penelitian ini menggunakan
desain potong lintang. Responden
yang terlibat adalah penderita DM
yang berobat jalan di Puskesmas
Jayabaru sebanyak 85 orang yang
diidentifikasi melalui data sekunder
Puskesmas Jayabaru. Kriteria inklusi
yaitu pasien DM yang melakukan
rawat jalan di puskesmas, berusia 3065 tahun, dan bersedia ikut serta dalam
penelitian.
Pengumpulan
data
untuk
mendapatkan data umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan
lama menderita DM dilakukan dengan
wawancara.
Untuk nilai kontrol
glikemik yaitu pemeriksaan HbA1c,
gula darah puasa (GDP) dan gula
darah 2 jam post prandial (GD 2 jam
PP) pada penderita DM didapatkan
dari hasil pemeriksaan laboratorium
yang terstandarisasi di Kota Banda
Aceh. Untuk nilai cut off untuk
masing-masing pemeriksaan tersebut
merujuk
pada
Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI).
1
Data dianalisis secara univariat untuk
melihat distribusi frekuensi dan secara
bivariate menggunakan uji chi-square.
HASIL
Penelitian
yang
dilakukan
terhadap 85 responden penderita
Diabetes Mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh
didapatkan
data
mengenai
karakteristik responden dan hasil
kontrol
glikemik
berdasarkan
pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa
dan gula darah 2 jam PP . Data
karakteristik responden disajikan pada
Tabel 1.
3
SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9
Tabel 1. Karakteristik Responden Penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota
Banda Aceh
Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Frekuensi
Persentase
Probabilitas
28
57
32,9
67,1
0,6
Umur
Dewasa (30-45 tahun)
Lansia (46-70 tahun)
14
71
16,5
83,5
0,83
Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SLTP
SMA
Perguruan tinggi ( DIII/ S1)
2
17
26
28
12
2,4
20,0
30,6
32,9
14,1
0,2
0,3
0,3
0,1
Pekerjaan
Bekerja
Tidak bekerja
32
53
37,6
62,4
0,6
Lama menderita DM
1-5 tahun
5- 10 tahun
>10 tahun
47
19
19
55,3
22,4
22,4
Dari Tabel 1 didapatkan sebagian
besar responden penderita DM Tipe 2
di
Puskesmas
Jayabaru
yaitu
perempuan (67,1%), lansia (83,5%),
0,5
0,2
menempuh pendidikan SMA/ sederajat
(32,9%), tidak bekerja (62,4%) dan
lama menderita DM 1-5 tahun (
55,3%).
80
70
60
50
40
Terkontrol
30
Tidak Terkontrol
20
10
0
HbA1c
Gula darah Puasa Gula darah 2 jam
PP
Gambar 1. Gambaran Kontrol Glikemik pada Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Jayabaru
Kota Banda Aceh
4
Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum)
Berdasarkan
pengontrolan
glikemik
yang dilakukan oleh
penderita DM tipe 2 di Puskesmas
Jayabaru dari Gambar 1 dapat dilihat
bahwa
sebagian
besar
hasil
glikemiknya tidak terkontrol. Hasil
pemeriksaan HbA1c, gula darah
puasa, gula darah 2 jam PP
menunjukkan hasil yang tinggi nilai
cut off yang ditetapkan PERKENI.
Gambar 2. Gambaran Keterpaparan Informasi tentang Kontrol Glikemik pada
Penderita DM di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh
Berdasarkan
keterpaparan
informasi
tentang
pengontrolan
glikemik pada penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Jayabaru dari Gambar 2
dapat dilihat bahwa sebagian besar
tidak mengetahui tentang pemeriksaan
HbA1c
yaitu
sebesar
90,6%,
sedangkan untuk pemeriksaan gula
darah puasa dan gula darah 2 jam
sebagian besar sudah mengetahuinya.
Tabel 3. Hubungan Gula Darah Puasa dan Gula Darah 2 jam PP dengan HbA1c pada
Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh
Variabel
Kadar HbA1c
OR
CI (95%)
P
<7 %
n (%)
>7%
n (%)
Gula darah puasa
Terkontrol
Tidak Terkontrol
11 (64,7)
5 (7,4)
6 (35,3)
63 (92,6)
23,0
5,997- 88,98
0,001
Gula Darah 2 Jam PP
Terkontrol
Tidak Terkontrol
7 (77,8)
9 (11,8)
2 (22,2)
67 (88,2)
26,0
4,672 – 145,3
0,001
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat
adanya hubungan yang signifikan
antara kadar gula darah puasa dan
kadar gula darah 2 jam PP dengan
kadar HbA1c (p-value 0,001).
Penderita DM dengan kadar gula
darah puasa dan gula darah 2 jam PP
tidak terkontrol berisiko 23 kali dan 26
kali mendapatkan kadar HbA1c > 7%.
5
SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9
PEMBAHASAN
Pengontrolan
glikemik
pada
penderita DM penting dilakukan untuk
mencegah
berbagai
komplikasi.
Pengontrolan DM dilihat dari dua hal
yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa
darah jangka panjang. Pemantauan
glukosa darah sesaat dilihat dari
glukosa darah puasa dan 2 jam PP,
sedangkan pengontrolan glukosa darah
jangka panjang dengan pemeriksaan
HbA1c. Pemeriksaan kadar HbA1c
mencerminkan rata-rata pengontrolan
glukosa darah dalam 2 –3 bulan
terakhir. Tingginya kadar HbA1c
berkorelasi positif dengan terjadinya
komplikasi DM, baik makro maupun
mikro vaskuler.
Dari hasil penelitian didapatkan
67,1 % responden adalah perempuan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Umar
yang
mengungkapkan
bahwa
perempuan lebih mudah 1,3 kali
menderita
diabetes
mellitus
dibandingkan dengan laki-laki.14 Hasil
Riskesdas 2013 juga menunjukkan
prevalensi DM lebih tinggi pada
perempuan sebesar 2,3% dibanding
dengan laki-laki 2,0%.8
Pada kelompok lansia, harus lebih
waspada terhadap komplikasi DM
karena pada lansia fungsi organ tubuh
semakin menurun. Hal ini juga
mempengaruhi
pankreas
dalam
15
memproduksi
insulin.
Hasil
penelitian mengungkapkan
83,5%
responden merupakan lansia. Risiko
akibat DM yang tidak terkontrol pada
lansia bisa menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi kronis sebesar
73,1%, dan yang terbanyak adalah
hipertensi.16 Peningkatan 10 mmHg
sistolik
berhubungan
dengan
peningkatan 12% setiap komplikasi
diabetes, 15% kematian berhubungan
dengan diabetes, 11% peningkatan
infark
miokardial,
dan
13%
peningkatan komplikasi mikrovaskular
diabetes melitus.17
6
Tingkat pendidikan responden
pada penelitian ini sebanyak 32,9%
adalah SMA yang artinya pendidikan
menengah lebih dominan. Dalam
melakukan
pengontrolan
DM,
pendidikan seseorang mempengaruhi
sikap
dan
perilaku
terhadap
penyakitnya. Orang yang tingkat
pendidikannya
tinggi,
biasanya
mempunyai
banyak pengetahuan
tentang kesehatan sehingga cenderung
memiliki kesadaran dalam menjaga
kesehatannya. 18
Jenis
pekerjaan
juga
erat
kaitannya dengan kejadian DM.
Pekerjaan seseorang mempengaruhi
tingkat aktivitas fisiknya. Dari hasil
penelitian 62,4% responden
adalah kelompok tidak bekerja dan
juga berjenis kelamin perempuan.
Kelompok ini adalah ibu rumah
tangga. Variabel pekerjaan ini
memiliki kaitan dengan aktivitas fisik.
Kelompok tidak bekerja belum tentu
memiliki aktivitas fisik yang rendah.
Ibu rumah tangga justru melakukan
berbagai aktivitas seperti menyapu,
memasak dan mencuci.
Semakin
lama
seseorang
menderita DM, maka risiko terjadi
komplikasi semakin besar. Seperti
penelitian Yuliani, ditemukan 81,8%
proporsi terjadinya penyakit jantung
koroner pada penderita yang sudah
menderita DM >10 tahun. 19
Sedangkan pada penelitian ini (Tabel
1) didapatkan 55,3% menderita DM 15 tahun, sehingga bila pengontrolan
DM dilakukan dengan benar, risiko
komplikasi masih memungkinkan
untuk dicegah.
Pada Gambar 1 dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden
menunjukkan
DM
yang
tidak
terkontrol, yaitu diatas 80% . Hasil
pemeriksaan HbA1c, gula darah
puasa, gula darah 2 jam PP nilainya
diatas cut off PERKENI. Penelitian
Yan mengungkapkan pada nilai
Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum)
HbA1c dan glukosa darah puasa yang
tinggi beresiko masing-masing 5,5 kali
dan 12,94 kali terjadi retinopati
diabetik 20 Penelitian lain oleh Alfarisi
yang mengukur kadar kreatinin serum
(parameter untuk melihat fungsi
ginjal) pada pasien DM yang tidak
terkontrol didapatkan kadar kreatinin
serum yang tinggi menunjukkan
gangguan fungsi ginjal. 21 Kadar
glikemik yang terkontrol akan
meminimalisir kejadian tersebut.
Dari hasil penelitian didapatkan
secara statistik ada hubungan yang
signifikan antara kadar gula darah
puasa dan kadar gula darah 2 jam PP
dengan kadar HbA1c dengan nilai p
<0,001. Dari 85 responden penderita
DM hanya 2 orang dengan kadar gula
darah puasa tidak terkontrol memiliki
nilai kadar HbA1c <6,5%.. Tidak jauh
berbeda
juga didapatkan pada
pemeriksaan gula darah 2 jam PP, dari
85 responden 5 orang memiliki kadar
gula darah 2 jam PP kurang baik
memiliki nilai HbA1c yang baik
(Tabel 2). Hal ini sama seperti yang
dilakukan Stianto (2006) yaitu adanya
korelasi yang sangat bermakna antara
kadar glukosa darah puasa dan glukosa
2 jam post prandial dengan kadar
HbA1c22
Konsentrasi HbA1c tergantung
pada konsentrasi glukosa darah dan
usia eritrosit. Beberapa penelitian telah
menunjukkan adanya hubungan yang
erat antara konsentrasi HbA1c dan
rata-rata
kadar
glukosa
darah.
Penelitian kohort di Australia,
mengungkapkan
median
HbA1c
meningkat seiring dengan menurunnya
kadar glikemi 23. Kadar HbA1c 6%
sama dengan konsentrasi glukosa ratarata 126 mg/dl dan setiap peningkatan
kadar HbA1c 1% sama dengan
peningkatan glukosa rata-rata 29 mg/
dl 24
Dari hasil wawancara selama
pengumpulan data dengan responden,
hanya 8 dari 85 responden yang sudah
pernah
mengetahui
tentang
pemeriksaan HbA1c dan hanya 2
orang yang sudah pernah memeriksa
kadar HbA1c nya. Sedangkan untuk
pemeriksaan gula darah puasa dan 2
jam PP mayoritas sudah mengetahui
dan
beberapa
diantaranya
memeriksakan di Puskesmas atau di
Rumah Sakit secara rutin. Karena pada
dasarnya,
pemeriksaan
HbA1c
berbeda dengan pemeriksaan glukosa
darah. Pada pemeriksaan glukosa
darah hanya dapat mencerminkan
konsentrasi glukosa darah pada saat
diperiksa saja, sedangkan pada
pemeriksaan
HbA1c
dapat
memberikan
gambaran
rata-rata
glukosa darah selama 1-3 bulan, dan
juga pada pemeriksaan HbA1c tidak
dipengaruhi oleh asupan makanan,
olahraga
ataupun
obat
yang
dikonsumsi. Jadi meskipun pada saat
pemeriksaan konsentrasi glukosa
darah puasa dan 2 jam PP dalam
rentang normal (untuk pasien DM)
belum tentu pengendalian konsentrasi
glukosa darahnya baik. Seperti yang
tergambar dalam Tabel 2, dari 17
responden yang mempunyai kadar
glukosa darah puasa terkontrol, 6
responden mempunyai nilai HbA1c
>7%.
KESIMPULAN
Nilai glikemik pada penderita
Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas
Jayabaru sebagian besar
tidak
terkontrol yang menandakan bahwa
pengelolaan DM yang dilakukan
belum cukup baik.
SARAN
Bagi penderita DM dan keluarga
lebih rutin melakukan pemeriksaan
glikemik baik itu HbA1c, gula darah
puasa dan gula darah 2 jam PP serta
gula darah sewaktu untuk memastikan
nilai glikemik dalam batas normal
7
SEL Vol. 3 No. 1 Juli 2016: 1-9
untuk menurunkan komplikasi lebih
lanjut..
10.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kepala Loka
Litbang Biomedis Aceh, Bapak Fahmi
Ichwansyah, rekan di Loka Litbang
Biomedis Aceh, tim penelitian,
Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Badan
Litbang
Kesehatan yang telah
mendukung penelitian ini.
11.
12.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
8
PERKENI.
Konsensus
Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2011. Jakarta; 2011.
Suyono.
Penatalaksanaan
Diabetes
Mellitus
Terpadu.
Jakarta: Penerbit FKUI; 2005.
WHO. Global Action Plan for the
Prevention and Control of
Noncommunicable
Diseases
2013-2020. Geneva, Switzerland;
2013. doi:978 92 4 1506236.
IDF.
International
Diabetes
Federation :
Diabetes
Atlas
Seventh
Edition.
Brussels
Belgium: Chaussée de La Hulpe
166
IDF;
2015.
doi:10.1289/image.ehp.v119.i03.
WHO. Global Status Report on
Noncommunicable Disease. 2010.
http://www.who.int/entity/nmh/pu
blications/ncd_report_chapter1.pd
f?ua=1. Accessed July 11, 2014.
WHO.
Global
Report
on
Diabetes. Geneva, Switzerland;
2016.
Balitbangkes. Riset Kesehatan
Dasar 2007. Indonesia; 2008.
Balitbangkes. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Indonesia; 2014.
Soewondo P. Current Practice in
the Management of Type 2
Diabetes in Indonesia: Results
from the International Diabetes
Management Practices Study
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
(IDMPS). J Indon Med Assoc.
2011;61(12):474-481.
Care M. Standards of Medical
Care in Diabetes--2008. Diabetes
Care.
2008;31(Supplement
1):S12-S54.
doi:10.2337/dc08S012.
Chugh S. Jaypee Gold Standart
Mini Atlas Series Diabetes. I.
India: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2011.
Dinas Kesehatan Kota Banda
Aceh. Rekapan Kunjungan ,
Rujukan
&
20
Penyakit
Puskesmas Tahun 2012. Banda
Aceh; 2013.
Dinas Kesehatan Kota Banda
Aceh. Laporan Kasus Penyakit
Tidak Menular Di Kota Banda
Aceh. Banda Aceh; 2013.
Umar HB. Faktor Determinan
Kejadian Diabetes pada Orang
Dewasa di Indonesia ( Analisis
Data Sekunder SKRT 2004).
2006.
Waspadji S. Komplikasi Kronis
Diabetes : Mekanisme , Diagnosis
Dan Strategi Pengobatan. IV.
Jakarta, Indonesia: Penerbit FK
UI; 2006.
Rosyada
A,
Trihandini
I.
Determinan Komplikasi Kronik
Diabetes Melitus pada Lanjut
Usia. Kesmas J Kesehat Masy
Nas.
2013;7(9):395-402.
doi:10.21109/kesmas.v7i9.11.
Meneilly GS, Tessier D. Diabetes
in elderly adults. J Gerontol A
Biol Sci Med Sci. 2001;56(1):M5M13.
doi:10.1093/gerona/56.1.M5.
Irawan D. Prevalensi dan Faktor
Risiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia
(Analisa Data Sekunder Riskesdas
2007). 2010.
Kurnia A, Endrika A. Hubungan
Berbagai Faktor Risiko terhadap
Kejadian
Penyakit
Jantung
Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di… (Nur Ramadhan, Sari Hanum)
Koroner pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2. Biomedika.
2015;3(1):37-40.
20. Yan Z-P, Ma J-X. Risk Factors
for Diabetic Retinopathy in
Northern Chinese Patients with
Type 2 Diabetes Mellitus. Int J
Ophthalmol.
2016;9(8).
doi:10.18240/ijo.2016.08.17.
21. Alfarisi
S,
Basuki
W,
Susantiningsih T. Perbedaan
Kadar Kreatinin Serum Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Yang
Terkontrol Dengan Yang Tidak
Terkontrol Di RSUD Dr . H .
Abdul Moeloek Differences in
Serum Creatinine Levels of Type
2 Diabetes Mellitus Patient That
Controlled With Not Controlled in
Dr.
2012:129-136.
doi:ISSN
2337-3776.
22. Stianto EZ. Hubungan Kadar
Glukosa Darah Dengan HbA1c
Pada
Penderita
Diabetes
Mellitus. Bandung; 2006.
23. Begley J. HbA1c in Diabetes.
Case Studies Using IFCC Units.
Ann
Clin
Biochem.
2012;49(5):512-512.
doi:10.1258/acb.2012.201205.
24. Monnier L, Colette C. Target for
Glycemic Control: Concentrating
on Glucose. Diabetes Care.
2009;32 Suppl 2(9):S199-204.
doi:10.2337/dc09-S310.
9
Download