BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Erikson (dalam Papalia & Feldman, 2014 ) mendefinisikan identitas sebagai konsep yang berhubungan tentang diri yang membuat tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan dalam individu dan berkomitmen secara kuat. Identitas seseorang berasal dari pengalaman langsung yang bersangkutan sebagai seorang "aku". Ego muncul dari subjektivitas masing-masing individu, akan tetapi dengan adanya pengaruh lingkungan sosial, hal tersebut dapat menekan ego. Ego akan saling menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang ada di sekitar kita (Yanuari, 2009). Menurut Erikson (dalam Semium, 2013) identitas muncul dari dua sumber yaitu penerimaan atau penolakan identitas masa lalu seseorang dan masalah pada sosial, yang mendodrong individu untuk mengikuti norma-norma tertentu. Remaja lebih sering menolak norma dari orangtuanya dan lebih memilih mengikuti norma dari teman-teman sepermainannya. Lingkungan tempat remaja hidup memainkan peranan yang sangat penting dalam membentuk identitas mereka. Identitas didefinisikan baik secara negatif atau positif karena remaja memutuskan ingin menjadi apa dan apa saja yang menjadi keyakinannya. 2.1.2 Definisi Identitas Ego Erikson (dalam Semium, 2013) melihat ego sebagai agen pengatur yang sebagiannya tidak sadar yang menyatukan pengalaman-pengalaman saat ini dengan masa lalu, dan juga dengan diri-diri yang diharapkan. Erikson (dalam Semium, 2013) juga mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling berhubungan. Aspek pertama ego badaniah (body ego) yang mengacu pada pengalaman-pengalaman dengan tubuh seseorang. Aspek kedua adalah ego ideal, yang mengacu pada gambaran yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya sendiri dan perbandingan dengan suatu hal ideal yang sudah ditentukan. Sedangkan aspek yang ketiga adalah identitas ego yaitu, gambaran yang dimiliki oleh seseorang mengenai dirinya sendiri dalam berbagai peranan sosial. Pembentukan identitas ego merupakan peristiwa besar dalam pengembangan 9 kepribadian. yang terjadi selama masa remaja akhir, melalui hal yang memperkuat identitas menandai akhir dari masa kanak-kanak dan awal masa dewasa. Identitas dianggap sebagai struktur, mengacu pada bagaimana pengalaman ditangani serta pengalaman apa yang dianggap penting (Marcia, Waterman, Matteson, Archer, & Orlofsky, 1993). Menurut Erikson (dalam Kroger, 2013) identitas ego adalah harga diri yang tumbuh secara bertahap menjadi keyakinan bahwa ego mampu mengintegrasikan langkah-langkah yang efektif menuju masa depan kolektif yang nyata, dan hal tersebut berkembang menjadi ego yang terorganisir dalam realitas sosial. Erikson pertama kali menggunakan istilah identitas ego untuk menggambarkan apa yang tampaknya hilang dalam kehidupan beberapa veteran, yang kembali dari perang dunia kedua dan menderita trauma setelah perang. Menurut Erikson (dalam Kroger, 2013) yang paling mengesankan dan membuat kaget adalah orang-orang veteran tersebut seperti kehilangan identitasnya. Mereka tahu siapa mereka, mereka memiliki identitas pribadi tapi itu hanya seperti subjektif. Mereka tidak lagi hidup bersama-sama. Hal itu terjadi karena terdapat gangguan pada apa yang disebut dengan identitas ego. Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang di dalamnya sang individu mengenal siapa dirinya, dan juga bertindak atas pengertian akan dirinya tersebut, secara berkelanjutan dan sama. Erikson (dalam Levesque, 2014) menjelaskan identitas ego sebagai sarana untuk kelangsungan individu. Erikson (dalam Levesque, 2014) melihat identitas ego sebagai pelindung individu dalam menghadapi perubahan yang dihasilkan oleh perubahan mendadak karena faktor pribadi atau situasional. Memiliki identitas ego yang kuat, berarti memiliki kemampuan untuk mensintesis "diri" yang berbeda ke dalam satu identitas yang koheren di seluruh waktu, serta dapat menciptakan koherensi (tersusunnya uraian atau pandangan sehingga bagian-bagiannya berkaitan satu dengan yang lain). Identitas ego dapat dikatakan sebagai elemen kunci dalam pengembangan seseorang, dan masa remaja telah dicatat sebagai saat penting dalam membentuk perkembangan tersebut (Levesque, 2014). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa identitas ego adalah hal yang menggambarkan seperti apa diri seseorang. Contohnya apabila seseorang memiliki status identity foreclosure maka penggambaran orang itu adalah seseorang berperilaku sesuai dengan keinginan dari orang lain bukan karena keinginannya sendiri. 10 2.1.3 Dimensi Identitas Ego Marcia (dalam Semium, 2003) mengemukakan bahwa ada dua bagian yang berbeda yang membentuk identitas remaja yaitu, eksplorasi dan komitmen. Marcia (dalam Semium, 2003) mendefinisikan eksplorasi sebagai masa pergolakan dimana nilai-nilai atau pilihan-pilihan lama diperiksa kembali. Hasil dari krisis menyebabkan komitmen terhadap nilai atau peranan tertentu. 1. Eksplorasi Menurut Marcia (dalam Purba, 2012) eksplorasi atau yang dahulu disebut sebagai krisis, adalah masa pergolakan yang di dalamnya nilai-nilai atau pilihan-pilihan lama diperiksa kembali. Pada periode ini muncul berbagai keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki berbagai pilihan yang ada dan aktif bertanya secara serius, untuk mencapai sebuah keputusan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan. Dimensi eksplorasi ialah (Marcia dalam Purba, 2012): a. Sudah melalui eksplorasi (past eksploration). Seseorang dikatakan berada pada tahap eksplorasi di masa lalu (past eksploration) ketika periode pemikiran aktif terhadap sejumlah variasi dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu sekarang. Individu mampu menyelesaikan eksplorasi dan memiliki pandangan yang pasti tentang masa depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah kesimpulan yang bermakna. b. Sedang dalam eksplorasi (in eksploration) Seseorang dikatakan sedang berada pada tahap eksplorasi ketika seseorang sedang berusaha untuk mencari tahu pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas dan sedang berjuang untuk membuat keputusan hidup yang penting. c. Tidak adanya eksplorasi (absence of eksploration). Seseorang dikatakan tidak mengalami krisis ketika seseorang tidak pernah merasa penting untuk melakukan evaluasi pada berbagai alternatif identitas tentang tujuan yang ingin dicapai, nilai ataupun kepercayaan seseorang. (Marcia dalam Purba, 2012). 2. Komitmen Menurut Marcia (dalam Purba, 2012) komitmen adalah suatu periode yang di dalamnya terjadi pembuatan pilihan yang relatif tetap mengenai aspek-aspek identitas 11 seseorang dan terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang sudah diambil. Dimensi komitmen ialah: a. Seseorang dikatakan memiliki komitmen ketika aspek identitas yang dimiliki individu berguna untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan tidak adanya perubahan yang besar pada aspek tersebut. b. Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami seseorang, tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang penting (Marcia dalam Purba, 2012). 2.1.4 Status Identitas Ego Marcia (dalam Semium, 2013) mengembangkan pengukuran tentang status identitas yang banyak digunakan pada remaja akhir dan dewasa awal dengan menggunakan metode wawancara semi tersusun, yaitu identity status interview. Tujuannya ialah untuk meneliti identitas dan kemudian mengemukakan empat status perkembangan identitas psikologis yang berada dalam suatu rangkaian kesatuan. Keempat status itu adalah : 1. Identity Diffusion Menurut Marcia (dalam Semium, 2013) identity diffusion diindikasikan oleh ketidakhadiran komitmen dan kurangnya pertimbangan yang serius akan pilihanpilihan. Hasil campuran dengan tingkat perkembangan ego yang rendah, penalaran moral, kompleksitas kognitif, dan ketidakpastian diri, serta kemampuan dalam bekerja sama yang rendah. Remaja belum mengalami eksplorasi atau membuat komitmen apapun. Karena remaja masih merasa bimbang dengan peran-peran masa depan dan belum menunjukan ketertarikan kepada hal semacam itu. Mereka juga tidak membuat komitmen pada aspek pekerjaan, agama, filosofi politik, peran gender, ataupun memiliki standar personal dalam berperilaku. Mereka tidak mengalami sebuah eksplorasi identitas dalam salah satu atau semua aspek di atas. Mereka juga tidak melewati proses mengevaluasi, mencari, ataupun mempertimbangkan alternatif-alternatif. 2. Identity Foreclosure 12 Status ini dimiliki individu yang tidak menghabiskan waktu untuk mempertimbangkan berbagai pilihan (yaitu tidak berada dalam eksplorasi) berkomitmen pada individu lain, yang merencanakan kehidupannya. Walau demikian, mereka telah membuat sejumlah komitmen pada aspek-aspek identitas seperti pekerjaan dan ideologi, namun bukan berasal dari pencarian mereka sendiri melainkan sudah disiapkan oleh orang di sekitar mereka, khususnya orang tua. Mereka menjadi seseorang yang diinginkan oleh orang lain, tanpa benar-benar memutuskan untuk diri mereka sendiri. Contohnya, mereka hanya mengikuti ideologi-ideologi dan aspirasi-aspirasi orangtua mereka (Marcia dalam Semium, 2013). 3. Identity Moratorium Status ini dimiliki individu yang mempertimbangkan pilihan-pilihan umum dalam krisis dan tampaknya mengarah pada komitmen namun belum terbentuk. Individu mengalami suatu eksplorasi, hanya saja komitmen belum ditetapkan dengan kuat. Beberapa orang yang berada dalam status moratorium mengalami eksplorasi yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan tidak puas. Individu dengan status moratorium juga menghindari berhadapan dengan masalah, dan mereka memiliki kecenderungan untuk menunda sampai situasi memaksa sebuah tindakan harus dilakukan (Marcia dalam Semium, 2013). 4. Identity Achivement Identity achivement adalah individu yang telah mengalami eksplorasi, di mana individu tersebut menyelidiki alternatif-alternatif di antara berbagai kemungkinan dan kemudian memiliki komitmen dalam bidang-bidang pekerjaan dan ideologi (Marcia dalam Semium, 2013). Memiliki karakteristik berkomitmen terhadap pilihan yang dibuat dengan diikuti dengan menghabiskan waktu untuk meneksplorasi pilihannya sebelum menetapkan komitmen ( Marcia dalam Papalia & Feldman, 2014) 13 2.2 Motivasi Penggunaan Media Sosial 2.2.1 Definisi Motivasi Termotivasi berarti tergerak untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang tidak memiliki dorongan dan inspirasi untuk bertindak disebut tidak termotivasi, sedangkan seseorang yang memiliki energi dan aktif dianggap termotivasi (Deci & Ryan, 2000). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah hal yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan suatu hal. 2.2.2 Jenis-Jenis Motivasi Deci dan Ryan (2000) membagi motivasi menjadi dua jenis yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Sedangkan motivasi instrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri (Deci dan Ryan, 2000). 1. M otivasi Ekstrinsik Menurut Santrock (2013) motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang melibatkan insentif. Insentif sendiri merupakan tambahan penghasilan (uang, barang, dsb) yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja (KBBI, 2008), berasal dari eksternal seperti reward dan punishment. Menurut Kim, Shim, dan Ahn (2011) motivasi ekstrinsik juga berkaitan dengan perilaku yang terlibat dalam menanggapi sesuatu selain kepentingan sendiri. Menurut Weinberg dan Gould (dalam Wilson, 2008) motivasi ekstrinsik bersumber terhadap 4 hal yaitu : a. Integrated regulation, terjadi ketika individu melakukan kegiatan untuk mendapatkan keuntungan yang berbeda pada aspek kehidupan, bukan untuk kesenangannya sendiri. Sebagai contoh, individu melakukan olahraga secara rutin bukan karena menyukai olahraga. Tetapi karena individu tersebut ingin memiliki gaya hidup yang sehat. b. Identified regulation, terjadi ketika individu berpartisipasi dalam suatu kegiatan karena kegiatan tersebut dianggap bernilai tinggi dan penting untuk dirinya. 14 c. Introjected regulation, terjadi ketika individu melakukan suatu kegiatan karena mendapatkan tekanan eksternal. Sebagai contoh seorang individu yang berusaha dengan keras dalam belajar karena jika mendapatkan nilai bagus ia ingin mendapat pujian dan perhatian dari orang lain. Sebaliknya jika nilainya tidak bagus maka akan kehilangan kepercayaan dirinya sendiri. d. External regulation, terjadi ketika individu mengikuti suatu kegiatan hanya karena mereka merasa mereka harus melakukannya atau karena mereka mungkin akan mendapatkan hadiah. Sebagai contoh individu mengisi kuisioner karena ingin memperoleh hadiah yang disediakan (Weinberg dan Gould dalam Wilson, 2008). 2. M otivasi Instrinsik Menurut Kim, Shim, dan Ahn (2011) motivasi intrinsik adalah melakukan kegiatan untuk kepentingan diri sendiri tanpa pengaruh dari luar. Contohnya adalah kegiatan yang menarik untuk dilakukan oleh individu tersebut dan kegiatan yang memuaskan untuk individu tersebut. Ketika individu termotivasi secara intrinsik maka, individu tersebut akan tergerak untuk bertindak dengan bersenang-senang untuk menyenangkan dirinya sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar, seperti ajakan, tekanan atau hadiah (Deci dan Ryan, 2000). Menurut Weinberg dan Gould (dalam Wilson, 2008) motivasi intrinsik bersumber pada 3 hal yaitu : a. K nowledge, merupakan motivasi yang diperoleh dari melakukan suatu kegiatan dan merasakan kesenangan serta kepuasan yang mereka dapatkan dari belajar serta memperoleh sesuatu yang baru. Contohnya individu yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan mengakses media sosialnya dengan tujuan mencari berita terbaru yang belum diketahuinya. Dengan mengakses media sosial dan memperoleh berita terbaru maka individu tersebut akan mendapatkan kepuasan karena dapat memperoleh sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak diketahui. 15 b. A ccomplishment merupakan motivasi yang diperoleh dari selesainya suatu tugas yang individu kerjakan. Contohnya Kevin Systrom, yaitu pendiri instagram telah selesai membuat sebuah media sosial baru dan pengguna Instagram di seluruh dunia telah melampaui rekor tertinggi media sosial sebelumnya. c. S timulation merupakan motivasi intrinsik yang terjadi apabila individu melakukan kegiatan dan memperoleh kepuasan dan sensasi saat menjalankan kegiatan tersebut. Contohnya, individu yang menceritakan dan menuliskan pengalaman liburannya yang sangat menyenangkan melalui blog. Individu tersebut memperoleh kepuasan karena dapat menulis cerita di dalam blognya dan mendapatkan sensasi menyenangkan dalam proses penulisan karena individu tersebut merasa seperti kembali mengulang liburannya dengan menceritakannya di blog. 2.2.3 Jenis Motivasi Penggunaan Media Sosial Menurut Kim, Shim, dan Ahn (2011) motivasi dalam penggunaan media sosial dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. 1. Motivasi ekstrinsik Dalam penggunaan media sosial, motivasi ekstrinsik terbagi menjadi dua faktor yaitu : a. Networking adalah cara yang baik untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga tanpa dikenakan biaya tambahan. Tidak seperti seperti pesan teks atau panggilan telepon. Media sosial dapat menjadi alat penting untuk membangun hubungan, seperti bertemu teman-teman baru, terutama ketika memasuki sekolah atau jaringan karir yang mungkin bermanfaat ketika mencari pekerjaan. b. Collecting information adalah salah satu motivasi penting bagi pengguna media sosial. Dimana pengguna media sosial akan mengumpulkan informasi tentang topik yang menarik dan menuliskan ke dalam homepage dalam bentuk tulisan atau foto. Karena pengguna lain akan mendapatkan 16 informasi dari melihat dan membaca homepage tersebut (Kim, Shim, & Ahn 2011). 2. Motivasi intrinsik Kim, Shim, dan Ahn (2011) juga menyebutkan dalam motivasi intrinsik pada pengguna media sosial terbagi menjadi dua faktor yaitu : a. Relieving stress yaitu pengguna menggunakan media sosialnya untuk melepaskan stress, disaat merasa bosan, salah satu cara untuk membunuh waktu, dan untuk bersenang-senang. Berdasarkan penelitian Kim, Shim, dan Ahn (2011) para pengguna yang telah diwawancarai mengatakan bahwa jika mereka tidak menggunakan media sosial secara rutin, maka mereka akan kehilangan berita terbaru dari teman-teman mereka, dan mereka akan merasa terasingkan karena sebagian besar teman-teman mereka menggunakan media sosial. Karena remaja menggunakan media sosial secara rutin maka menyebabkan remaja secara bertahap menjadi kecanduan menggunakan media sosial. Hal tersebut berdampak negatif karena mengurangi waktu belajar pada remaja. b. Recording one’s history, yaitu merekam peristiwa seseorang setiap hari melalui oleh blog, foto, dan video. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Kim, Shim, dan Ahn (2011) siswa perempuan di usia remaja merasa lebih nyaman mencurahkan perasaan mereka, menceritakan isi buku atau film melalui blog, foto, dan video daripada disimpan dengan menggunakan tulisan tangan. Karena menurut mereka melalui blog, foto, dan video akan lebih mudah untuk dilihat kembali secara online kapanpun yang mereka inginkan. Pengguna media sosial lainnya yang diwawancara mengatakan bahwa, mereka menyimpan foto ke dalam homepage untuk pengingat menyenangkan kenangan mereka agar dapat dilihat secara online (Kim, Shim, & Ahn 2011). 2.3 Remaja 2.3.1 Definisi Remaja Gouws dan Kruger (2014) mengatakan bahwa meskipun sulit membatasi fase dalam usia, umumnya usia pada remaja dimulai antara usia 11 dan 13 tahun dan 17 berakhir antara 17 dan 22 tahun. Periode ini terbagi antara awal, tengah, dan akhir. Menurut Gouws dan Kruger (2014) tidak sulit untuk mengidentifikasi seorang remaja dalam individu, karena hal tersebut ditandai dengan perubahan fisik dan fisiologis terlihat jelas. Selama masa pubertas pertumbuhan terjadi sangat cepat, organ reproduksi menjadi fungsional, kematangan seksual telah dicapai dan karakteristik seksual sekunder muncul. Berbagai kriteria sosial, hukum, psikologi dan ekonomi diterapkan untuk menentukan akhir dari masa remaja. 2.3.2 Tugas-Tugas Remaja Menurut Erikson (dalam Semium, 2013) masa remaja adalah periode yang berlangsung dari masa pubertas sampai ke dewasa awal. Akhir dari periode ini, remaja harus mencapai perasaan identitas ego yang kuat. Maka dari itu hal yang paling penting pada masa remaja adalah kesadaran remaja akan identitasnya sendiri, yaitu kesadaran bahwa dirinya adalah seseorang yang unik dan siap untuk memasuki peranan yang berarti di tengah masyarakat, entah peranan tersebut bersifat menyesuaikan diri atau bersifat memperbaharui (Erikson dalam Semium, 2013). Remaja mulai menyadari sifatsifat yang terdapat dalam dirinya. Seperti bermacam-macam kesukaan dan ketidaksukaanya, tujuan-tujuan yang dikejarnya pada masa mendatang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri (Erikson dalam Semium, 2013). Saat itulah masa dalam kehidupan ketika seseorang ingin menentukan siapakah dia pada saat sekarang dan ingin jadi apakah dia pada masa mendatang (Erikson dalam Semium, 2013). Remaja diperbolehkan untuk mencoba-coba peranan-peranan dan keyakinankeyakinan yang pada hakikatnya bersifat sosial dan dapat dipenuhi hanya melalui perjuangan untuk mencapai perasaan identitas ego (Erikson dalam Semium, 2013). 2.3.3 Remaja dan Media Sosial Pada dasarnya media sosial merupakan perkembangan teknologi web baru berbasis Internet, yang memudahkan semua orang untuk berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan konten mereka sendiri. Posting di media sosial direproduksi dan dapat dilihat secara langsung oleh jutaan orang secara gratis (Zarella dalam Setyani, 2013). Media sosial mempunyai banyak bentuk, di antaranya adalah Facebook, microblogging, 18 Twitter, YouTube dan juga blog. Menurut Watkins (dalam Juditha, 2011) kemunculan media sosial tersebut diawali dari adanya inisiatif untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh dunia. Menurut Nurmandia, Wigati, dan Masluchah (2013) meluasnya jaringan internet menyebabkan internet menjadi salah satu media untuk meningkatkan produktifitas dalam bekerja, meningkatkan kemampuan, sebagai sumber pustaka tanpa batas dan bahkan menjadikan internet sebagai lahan bisnis yang menggiurkan. Jejaring sosial adalah sebutan lain terhadap web community (Nurmandia, Wigati, dan Masluchah, 2013). Jejaring sosial adalah tempat untuk para netter berkolaborasi dengan netter lainnya. Bentuk kalaborasi antara lain adalah saling bertukar pendapat atau komentar, mencari teman, saling mengirim email, saling memberi penilaian, saling bertukar file dan lain sebagainya. Intinya dari situs jejaring sosial adalah interaktifitas (Nurmandia, Wigati, & Masluchah, 2013) 2.4 Kerangka Berpikir Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang di dalamnya sang individu mengenal siapa dirinya, dan juga bertindak atas pengertian akan dirinya tersebut, secara berkelanjutan dan sama. Identitas ego adalah gambaran yang dimiliki oleh individu mengenai dirinya sendiri dan bagaimana peranan individu tersebut di berbagai peranan sosial. Peranan sosial yang dimaksud dapat didapat dari lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Individu yang mengenal siapa dirinya, apa saja yang disukai dan tidak disukainya, dan bertindak sebagaimana dirinya itulah yang disebut individu yang memiliki identitas ego yang matang. Awal pembentukan identitas ego terjadi pada masa remaja, maka dari itu masa remaja sangat penting karena saat itulah di mana remaja sedang berkembang untuk mencari jati dirinya, untuk membentuk pribadi yang lebih baik agar dapat melanjutkan ke tahap dewasa. Saat menggunakan media sosial, terdapat empat status identitas ego. Menurut Marcia (dalam Semium, 2013) identity diffusion diindikasikan oleh ketidakhadiran komitmen dan kurangnya pertimbangan yang serius akan pilihanpilihan. Remaja yang belum mengalami eksplorasi dan belum membuat komitmen apapun dalam menggunakan media sosial hanya membuat akun di media sosial karena terpengaruh dari pembicaraan orang lain, tanpa mengetahui apa kegunaan media sosial tersebut untuk dirinya. Menurut Marcia (dalam Semium, 2013) status identity 19 foreclosure dimiliki oleh individu yang tidak menghabiskan waktu untuk mempertimbangkan berbagai pilihan (yaitu tidak berada dalam eksplorasi) tetapi berkomitmen pada individu lain, yang merencanakan kehidupannya. Remaja yang tidak berada dalam eksplorasi tetapi remaja tersebut telah menetukan komitmen yang telah ditetapkan oleh orang lain dalam menggunakan media sosial akan memiliki akun di sebuah media sosial karena, ada orang lain yang menyuruhnya untuk menggunkan media sosial tersebut misalnya untuk kepentingan belajar. Menurut Marcia (dalam Semium, 2013) individu yang memiliki status identity moratorium adalah individu yang mengalami suatu eksplorasi, hanya saja komitmen belum ditetapkan dengan kuat. Remaja yang telah mengalami eksplorasi yaitu mempertimbangkan pilihan-pilihan tetapi komitmennya belum terbentuk, dalam menggunakan media sosial akan memiliki akun di setiap media sosial hanya karena ikut-ikutan dan tidak aktif dalam menggunakan akun tersebut. Menurut Marcia (dalam Papalia & Feldman, 2014) individu yang memiliki status identity achievement memiliki karakteristik berkomitmen terhadap pilihan yang dibuat dengan diikuti dengan menghabiskan waktu untuk meneksplorasi pilihannya sebelum menetapkan komitmen. Remaja yang telah melewati eksplorasi dan telah menentukan komitmen dalam media sosial akan memiliki salah satu akun saja yang menurutnya penting serta aktif dalam menggunakan akunnya. Dalam remaja menggunakan media sosial tidak terlepas dari motivasi-motivasi penggunaan media sosial. Motivasi dalam menggunakan media sosial terbagi menjadi ekstrinsik dan intrinsik. Menurut Kim, Shim, dan Ahn (2011) motivasi ekstrinsik berkaitan dengan perilaku yang terlibat dalam menanggapi sesuatu selain kepentingan sendiri. Remaja yang menggunakan media sosial atas dasar motivasi ekstrinsik akan menggunakan media sosial untuk bertemu teman baru dan mengumpulkan informasi mengenai topik yang menarik. Menurut Kim, Shim, dan Ahn (2011) motivasi intrinsik adalah melakukan kegiatan untuk kepentingan diri sendiri tanpa pengaruh dari luar. Remaja yang menggunakan media sosial atas dasar motivasi intrinsik akan menggunakan media sosial disaat merasa bosan dan untuk menghilangkan stress. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara motivasi penggunaan media sosial dengan status identitas ego, yang diukur dalam penelitian ini adalah otivasi penggunaan media sosial yang terbagi menjadi dua jenis yaitu motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Dalam status identitas ego terdapat empat status 20 yaitu, identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, dan identitiy achievement. Pada penelitian ini, peneliti memiliki asumsi bahwa status identity diffusion cenderung menggunakan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial. Maka, bila remaja memiliki status identity diffusion maka terdapat hubungan dalam penggunaan media sosial dengan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Status identity foreclosure cenderung menggunakan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial. Maka, bila remaja memiliki status identity foreclosure maka terdapat hubungan dalam penggunaan media sosial dengan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Status identity moratorium cenderung menggunakan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial. Maka, bila remaja memiliki status identity moratorium maka terdapat hubungan dalam penggunaan media sosial dengan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Status identity achievement cenderung menggunakan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial. Maka, bila remaja memiliki status identity achievement maka terdapat hubungan dalam penggunaan media sosial dengan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi Ekstrinsik Motivasi Intrinsik Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Sumber : Peneliti 21 Identity Diffusion Identity Foreclosure Identity Moratorium Identity Achievement