i TANGGUNG JAWAB HUKUM DEWAN KOMISARIS DALAM

advertisement
TANGGUNG JAWAB HUKUM DEWAN KOMISARIS DALAM
PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT.
GAPURA ANGKASA
SKRIPSI
Oleh:
NADIA KARIMA
E1A011033
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015
i
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA
: NADIA KARIMA
NIM
: E1A011033
JUDUL SKRIPSI
:TANGGUNG
JAWAB
HUKUM
DEWAN
KOMISARIS DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD
CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. GAPURA
ANGKASA
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar asli karya saya
sendiri, tidak menjiplak hasil karya orang lain dan semua sumber data serta
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Apabila di kemudian hari terbukti saya melakukan pelanggaran
sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk
pencabutan gelar sarjana yang telah saya peroleh.
iii
ABSTRAK
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku
kegiatan ekonomi nasional, sehingga pengelolaannya harus dilaksanakan secara
efisien dan berkelanjutan agar tujuan dari BUMN tersebut dapat dicapai secara
maksimal. Good Corporate Governance merupakan upaya yang dilakukan oleh
BUMN dalam mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya
saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu
mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan. Dewan Komisaris
sebagai salah satu organ BUMN memiliki peran penting dalam melaksanakan
Good Corporate Governance, terlebih lagi setelah terjadinya white collar crime
dalam beberapa BUMN yang melibatkan pimpinan perusahaan. Di Indonesia,
peningkatan kebutuhan Tata Kelola Perusahaan yang Baik semakin terasa setelah
terjadinya krisis sejak tahun 1997. Diduga bahwa salah satu penyebab terjadinya
krisis di Indonesia adalah lemahnya pengawasan yang dilakukan terhadap Direksi
perusahaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Dewan Komisaris.
Penelitian ini disusun menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
dengan menggambarkan suatu objek atau peristiwa. Data yang digunakan adalah
data sekunder berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
dokumen resmi, dan situs-situs internet dengan cara studi pustaka, yaitu dengan
menginventarisasi data-data tersebut yang kemudian disajikan dalam bentuk
uraian sistematis. Data-data yang diperoleh dianalisa dan dijabarkan berdasarkan
norma hukum yang berkaitan dengan objek penelitian.
Tulisan ini mengkaji mengenai penerapan prinsip yang ada dalam Good
Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa yang dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris melalui Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate
Governance pada Tahun 2011 yang nantinya dianalisis dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN, dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER01/MBU/2011 serta nantinya akan terlihat mengenai tanggung jawab hukum yang
diterapkan oleh Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa.
Kata Kunci : Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris, Good Corporate
Governance, PT. Gapura Angkasa
iv
ABSTRACT
State Owned Enterprises (SOE) is one of the principals of national
economic activity, so that the management should be carried out in an efficient
and sustainable for the purpose of state-owned enterprises can be achieved
optimally. Good Corporate Governance is an effort made by SOE in order to
optimize the value of state-owned enterprises company has strong
competitiveness, nationally and internationally, so as to maintain its existence and
sustainable living. Board of Commisioners as one of the organs of state-owned
companies have an important role in implementing the Good Corporate
Governance, especially after the occurrence of white collar crime in some state
enterprises involving the leadership of the company. In Indonesia, the increasing
needs of Good Corporate Governance increasingly felt the aftermath of the crisis
since 1997. It was alleged that one of the causes of the crisis in Indonesia is weak
oversight of the Board of Directors of the company that is supposed to be the
responsibility of the board of commissioners.
The research, by using the method of the normative yuridis to describe
the object or event. A secondary of the data used in the scientific literature,
regulation, document, officially and the sites on the internet, in a library
thoroughly with the data which was presented in the form of a systematic
description. Elaborated by data analysis based on the norms and laws related to
the object of study.
This writing assessing regarding the application of the principle of
existing in Good Corporate Governance in PT. Gapura Angkasa that have been
carried out by the board of commissioners through assessment reports on the
results of the implementation of Good Corporate Governance in 2011 which will
analyzed by way of an act Number 40 Of 2007 on limited liability company , the
law number 19 year 2003 on soe , and the Minister of SOE Number: PER-01/
MBU/2011 and will be visible regarding the responsibility of the law applied by
the board of commissioners on PT. Gapura Angkasa.
Key Words:Legal Responsibility of Board Commissioners, Good Corporate
Governance, PT. Gapura Angkasa
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menjalankan proses untuk membuat skripsi
(tugas akhir) pada akhir studi di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
dengan Judul : “ Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris dalam
Penerapan Prinsip Good Corpoarte Governance Pada PT. Gapura Angkasa “
dengan semaksimal mungkin. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum. Penulis sadar bahwa pada penulisan skripsi ini
tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan ,baik secara moril maupum
materiil, baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur
dengan segala hormat, penulis menyampaikan banyak terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman;
2. Bapak Satrio Saptohadi, S.H., M.H selaku Ketua Komisi Skripsi Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman;
3. Bapak Agus Mardianto, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum
Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman;
4. Bapak Sukirman, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 atas
segala ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu
terpacu untuk bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini;
5. Bapak Sutoyo, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi 2 atas segala
ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu terpacu untuk
bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini;
vi
6. Ibu Hj. Krishnoe Kartika S.H., M.Hum selaku Dosen Penguji atas segala
ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu terpacu untuk
bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini;
7. Ibu Rohani Urip Salami, S.H., Ms selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan pengarahan, motivasi dan nasihat-nasihat kepada
penulis selama berproses dari awal di Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman;
8. Seluruh Dosen, Staf, dan Karyawan Civitas Akademika Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman;
9. Orang tua tersayang H. Ucu S.E. Ak., MM dan Hj. Tuti Irawati S.H.,
Kaka tercinta Dinna Nurdinnah Islamiah S.H., Adik terkasih Anwar
Hafidz A, dan Sofia Mardiah H. Atas doa dan dukungan baik moril
maupun materiil;
10. Prabowo Dwi Utomo S.H., atas segala dukungan dan doa serta motivasi di
tiap harinya ketika proses pembuatan skripsi ini, sehingga menjadi
motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
11. PT. Gapura Angkasa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini;
12. Sahabat-sahabat bermain, belajar, dan berdiskusi dari awal hingga akhir
pendidikan di Fakultas Hukum ini “ Mangs” , yakni Nurma Rosiana,
Shenda Rahmania, Zhara Syahidatya, Lorria Yolanda, Diva Yovita,
Bahtiar Putra, Andrewnov M, M.Yulian Akbar, Yulian Setianing, Elan
Katrida, Rizky Kurnia Sani, Joshua Sihombing, Aldoni, dan Yamo fozu
atas segala doa dan semangatnya serta telah menjadi teman belajar
kelompok yang selalu membantu dalam segala hal;
13. Keluarga Besar Asian Law Students Assosiation (ALSA) Local Chapter
Universitas Jenderal Soedirman dalam periode kepengurusan 2012-2013
dan 2013-2014, Demisioner, dan anggota ALSA LC Unsoed;
14. Keluarga Besar Asian Law Students Assosiation (ALSA) National Chapter
Indonesia;
vii
15. Keluarga di Griya Kusuma, Devina Putri Amadea, Rissa Putri, Muthia
Sabrina, Prilliani, Amindah Melinda, Eno, Milla, Tiara, Anisa, Anisa R,
Rima, dan Putri Saraswati terimakasih telah menjadi teman serumah
selama 3 tahun;
16. Keluarga di Wisma Sinatria Ibu dan Bapak Suseno, Farha, Eka, Nadwa,
Ellyn, Admira, Ninis, Dena, Shinta, Ka Maya, Ka Neno, Wiena,
Shambrina, Wulan, Olva, Dhini, Maria, Intan, Demis, Rani, Vinny, Jupe,
Ka Prili, Erlyn, Ka Dini, Audita, Ka Shereen, Diah, Syifa K, Ririn, Nilam,
Aira, Raisa, Mega, Rahma, Ka Prima serta Syifa atas segala kehangatan
kekeluargaan selama 6 bulan namun terasa bertahun tahun;
17. Teman-Teman PLKH Pidana, Perdata dan PTUN;
18. Teman-Teman KKN Unsoed 2014 Periode Bulan Juli-Agustus Desa
Prembun, Tambak Rieska, Adit, Endi, Rine, Fuji, Icha, dan Abner;
19. Teman-Teman Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Kelas A
Tahun Angkatan 2011 dan seluruh teman teman Universitas Jenderal
Soedirman;
20. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis memohon maaf kepada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan skripsi ini. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia yang memiliki
banyak kekurangan, adanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain
yang membutuhkan. Amin.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian........................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perseroan Terbatas (PT) .................................................... 11
1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) ............................ 12
2. Pendirian Perseroan Terbatas (PT) .............................. 13
3. Modal Perseroan Terbatas (PT) ................................... 17
4. Organ Perseroan Terbatas (PT) ................................... 19
B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ................................ 25
1. Sumber Hukum dan Pengertian BUMN ...................... 25
2. Kepengurusan dan Pengawasan BUMN ..................... 29
3. Bentuk-Bentuk BUMN................................................ 30
ix
C. Good Corporate Governance (GCG) ................................ 34
1. Sejarah Good Corporate Governance (GCG) ............. 34
2. Pengertian Good Corporate Governance (GCG) ........ 41
3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) . 47
4. Tujuan Good Corporate Governance (GCG) ............. 62
5. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) ........ 63
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan .................................................... 70
B. Spesifikasi Penelitian ................................................. 70
C. Lokasi Penelitian ........................................................ 71
D. Sumber Data ............................................................... 71
E. Metode Pengumpulan Data ........................................ 72
F. Metode Penyajian Data .............................................. 73
G. Metode Analisis Data ................................................. 74
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................... 75
B. Pembahasan ................................................................ 98
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................. 117
B. Saran ........................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 33 ayat (4) yang menyatakan bahwa
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Hal tersebut bermakna bahwa perekonomian nasional yang
diperankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus didasarkan
pada
demokrasi
ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Salah
satu usaha pemerintah dalam menjalankan prinsip tersebut adalah dengan
mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menerapkan
Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan berkelanjutan
dengan berpedoman pada Peraturan Menteri yang ada dengan tetap
memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar
BUMN.
Pengertian BUMN berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara(selanjutnya
disingkat menjadi UU BUMN) adalah :
2
“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
BUMN
mempunyai
penyelenggaraan
peranan
perekonomian
yang
nasional
sangat
karena
penting
dalam
bertujuan
untuk
mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan BUMN berperan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh
sektor perekonomian nasional, yaitu pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, posdan telekumunikasi,
transportasi, listrik, industri dan perdagangan serta konstruksi.1
Dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar 1945 Pemerintah mewajibkan BUMN untuk menerapkan
semua prinsip Good Corporate Governance, hal ini pun membantu dalam
proses manajerial sebuah perusahaan. PT. Gapura Angkasa yang
merupakan anak perusahaan dari PT. Angkasa Pura I, PT. Angkasa Pura
II, dan PT. Garuda Indonesia yang bergerak dalam bidang grown
handling, memiliki kewajiban dalam menerapkan prinsip tersebut.
Walaupun secara tegas PT. Gapura Angkasa bukanlah BUMN namun
karena perusahaan ini merupakan anak perusahaan BUMN maka PT.
Gapura Angkasa tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN. Terlebih lagi perusahaan ini menyangkut
1
Daftar BUMN,di unduh dari http://www.bumn.go.id/daftar-bumn/, diakses pada, tanggal
14 September 2014
3
keselamatan para pengguna jasa dunia penerbangan. Sehingga penerapan
prinsip ini sangat diperlukan demi kemajuan perusahaan PT. Gapura
Angkasa dan adanya pengawasan dari pemerintah dalam hal penerapan
prinsip tersebut pada perusahaan PT. Gapura Angkasa.
Saat ini prinsip Good Corporate Governance telah menjadi acuan
oleh negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia. Prinsip-prinsip
tersebut diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan
dengan tetap memperhatikan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam era globalisasi saat ini, Good Corporate Governance mutlak
perlu untuk dilaksanakan dengan disiplin baik, agar tercapai tujuan yang
diinginkan. Good Corporate Governance merupakan kebutuhan dalam
perusahaan, bukan suatu hal yang menakutkan bagi pegawai maupun
pengusaha. Kesadaran dan itikad baik sangat penting bagi laju investasi.
Rendahnya tingkat kesadaran akan perlunya penerapan Good Corporate
Governance, mengakibatkan tingginya risiko untuk berinvestasi di
Indonesia. Kepercayaan investor dan iklim yang kondusif patut disiapkan
demi investasi yang manguntungkan bagi masa depan Indonesia.2
Kegagalan perusahaan berskala besar,skandal-skandal keuangan dan
krisis-krisis ekonomi di berbagai negara, telah memusatkan perhatian
kepada pentingnya tata kelola perusahaan (corporate governance).
Kebijakan lembaga keuangan
perusahaan-perusahaan
2
melalui
berskala besar dalam pendanaan
pinjaman
atau
pemberian
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 42
modal
4
perusahaan,mulai
memasukan
syarat-syarat
pelaksanaan
corporate
governance pada perusahaan-perusahaan.3
Suatu penelitian oleh Mc.Kinsey dan Company memberi indikasi
bahwa para manajer dana di Asia akan membayar 26-30% lebih untuk
saham-saham perusahaan yang corporate governance-nya baik dari pada
untuk
saham-saham
perusahaan
yang
corporate
governance-nya
meragukan.Semua ini berarti bahwa negara-negara dan perusahaanperusahaan yang memiliki corporate governance yang baik akan
mempunyai akses yang lebih baik terhadap sumber dana internasional
dibandingkan mereka yang tidak mempunyai corporate governance yang
baik.4
Di Indonesia, kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham
sangat terpusat, dan presentase manajer yang termasuk dalam grup
pengendali juga sangat tinggi. Hal ini pada hakikatnya merupakan ciri
khas bagi suatu sektor usaha yang sedang berkembang serta pasar modal
yang dalam pertumbuhan. Akan tetapi, sementara ekonomi dan
perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak canggung lagi dan semakin
berbaur dengan ekonomi dunia untuk pembiayaan pinjaman dan
permodalan mereka serta pembelian dan penjualan produk-produknya,
perhatian terhadap standar corporate governance yang disepakati di
3
4
Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal 4
Loc.cit
5
tingkat internasional merupakan keharusan bagi Indonesia untuk
menerapkannya.5
Konsentrasi kepemilikan ini menimbulkan resiko dalam corporate
governance. Melalui kepemilikan mayoritas didalam BUMN, pemerintah
juga merupakan pelaku utama didalam ekonomi Indonesia. Sementara
beberapa dari BUMN yang besar dan dikelola dengan baik telah dengan
sukses go public, beberapa yang lainnya masih berusaha keras
memperbaiki performance usaha yang buruk yang digambarkan oleh
rendahnya tingkat keuntungan, operasi usaha yang tidak fokus, tidak
memiliki orientasi pasar dan konsumen, produktifitas yang rendah dan
tingkat pengembalian aset yang rendah.6
Pemerintah memegang peranan penting yang mendukung dengan
menerbitkan dan memberlakukan pengaturan yang memadai misalnya
tentang pendaftaran perusahaan, pengungkapan data keuangan perusahaan
serta peraturan-peraturan tentang tanggung jawab Dewan Komisaris.
Namun
perusahaan
melaksanakan
sistem
memegang
tanggung
corporate
governance
jawab
yang
utama
baik
untuk
didalam
perusahaannya. Perusahaan harus menyadari bahwa sistem corporate
governance yang baik sangat berarti bagi kepentingan-kepentingan
pemegang saham, finansir (penyandang dana), karyawan, serta untuk
perusahaan itu sendiri. Perusahaan-perusahaan harus mengantisipasi
pemberlakuan yang lebih tegas dari peraturan perundang-undangan yang
5
Ibid, hal.5
Loc.cit
6
6
ada, mengantisipasi pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang
baru, serta mengantisipasi pengawasan masyarakat yang semakin tajam
terhadap tindakan dan langkah yang diambil perusahaan-perusahaan
tersebut. 7
Berdasarkan keyakinan-keyakinan di atas itulah maka tidak
mengherankan jika selama dasawarsa 1990-an, tuntutan terhadap
penerapan
Good
Corporate
Governance
secara
konsisten
dan
komperhensif datang secara beruntun. Mereka menyarankan, di antaranya
adalah berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara,
termasuk institusi sekaliber World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Dengan
melontarkan beberapa prinsip umum dalam Good Corporate Governance,
seperti transparency, accountability, responsibility, independency, dan
fairness. Dengan demikian, penerapan Good Corporate Governance
diyakini akan menolong perusahaan dan perekonomian Negara yang
sedang tertimpa krisis menjadi bangkit menuju kearah yang lebih sehat,
maju, mampu berdaya saing, dikelola secara dinamis serta professional.
Yang dapat berdampak positif bagi perusahaan seperti halnya pulihnya
kepercayaan investor.8
Selain itu, sistem corporate governance yang baik memberikan
perlindungan efektif kepada para pihak kreditur, sehingga mereka bisa
meyakinkan dirinya akan memperoleh kembali investasinya dengan wajar
7
Ibid, hal.8
Violetta Jingga Tadikapury, Penerapan Good Corporate Governance pada Bank X TBK
Kanwil X, Universitas Hassanudin, Makassar, 2011, hal. 16
8
7
dan bernilai tinggi. Suatu sistem corporate governance yang efektif
seharusnya mampu mengatur kewenangan dewan komisaris, yang bertujuan
dapat menahan pengurus perusahaan untuk tidak menyalahgunakan
kewenangan tersebut dan untuk memastikan bahwa pengurus perusahaan
bekerja semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Corporate governance
memusatkan perhatian pada isu fundamental yang akan berguna untuk
menilai kinerja pengurus perusahaan berdasarkan kepentingan pemegang
saham.9
Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, yang tercermin dalam
bentuk meningkatnya kinerja (high performance) serta citra perusahaan
(good corporate image), Good Corporate Governance merupakan salah satu
cara yang ditempuh oleh PT.Gapura Angkasa sebagai landasan operasional
kegiatan usaha perusahaan. Cara tersebut diterapkan oleh para organ
perseroan maupun organ pendukung dalam PT. Gapura Angkasa, seperti
Pemegang Saham/RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi. Masing-masing
organ tersebut memiliki peran yang berbeda.
Dewan Komisaris memiliki peran penting dalam penerapan Good
Corporate Governance. Peran ini semakin penting setelah terjadinya
beberapa White Collar Crime yang melibatkan pimpinan perusahaan pada
jenjang tertinggi. Di Indonesia, peningkatan kebutuhan Good Corporate
Governance semakin terasa setelah terjadinya krisis di Indonesia adalah
9
Christie Dwi Karya Susilawati, Peranan Audit Intern Dalam Penerapan Good
Corporate Governance Yang Efektif, Universitas Maranatha, Bandung, 2013, hal.2
8
lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Bahkan,
karena lemahnya peraturan yang ada, misalnya karena tidak adanya
ketentuan mengenai harus adanya anggota komisaris independen, Dewan
Komisaris tidak saja kurang efektif, melainkan juga turut berperan dalam
pengambilan keputusan yang tidak selalu memperhatikan kepentingan
perusahaan, Pemegang Saham, dan pemangku kepentingan lainnya
termasuk masyarakat luas.10
Uraian tersebut memberikan penjelasan, betapa strategisnya peran
Dewan Komisaris dalam penerapan Good Corporate Governance, hal
tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti tanggungjawab hukum
yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam menerapkan Good
Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik perumusan
masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah tanggung jawab hukum Dewan Komisaris dalam
penerapan prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura
Angkasa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip Good Corporate
10
Ronny Kusumo Muntoro, Membangun Dewan Komisaris yang Efektif, tersedia di
website http://lmfeui.com/data/mui_Membangun%20DewanRonny%20K%20Muntoro.pdf,
diakses pada tanggal 12 Desember 2014
9
Governance yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan tanggung jawab
hukumnya dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance pada
PT. Gapura Angkasa
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
dalam upaya perkembangan Ilmu hukum pada umumnya dan
pengetahuan secara mendalam perihal Hukum Perusahaan, serta
memberikan pengetahuan mengenai tanggung jawab Dewan
Komisaris dalam suatu perusahaan khususnya dalam penerapan
prinsip Good Corporate Governannce.
b. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat digunakan sebagai
referensi bagi kepentingan akademis dan sebagai tambahan bahan
kepustakaan bagi yang memerlukannya, khususnya bagi yang
berminat meneliti tanggung jawab hukum dewan komisaris dalam
suatu perusahaan.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
informasi penelitian dan menambah khasanah ilmu pengetahuan
mengenai tanggung jawab hukum dewan komisaris dalam suatu
perusahaan khususnya dalam penerapan prinsip Good Corporate
Governannce.
10
b. Hasil penelitian diharapkan pula dapat bermanfaat sebagai suatu
masukan ataupun pendapat dalam rangka penerapan hukum
mengenai kewajiban perusahaan dalam menerapkan prinsip Good
Corporate Governannce serta mengenai tanggung jawab hukum
dewan komisaris dalam suatu perusahaan khususnya dalam
penerapan prinsip Good Corporate Governannce.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perseroan Terbatas
1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas adalah perusahaan akumulasi modal yang
dibagi atas saham-saham, dan tanggung jawab sekutu pemegang saham
terbatas pada jumlah saham yang dimilikinya.11 Istilah perseroan
menunjuk pada cara penentuan modal dan istilah terbatas menunjuk
pada batas tanggung jawab sekutu. Perseroan Terbatas adalah suatu
bentuk usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan
nama Naamloze Vennootschaap (NY).12
Sebenarnya, arti istilah Naamloze Vennootschaap tidak sama
dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamloze Vennootschaap,
diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan
nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama
usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan.
Sedangkan perseroan terbatas adalah
persekutuan yang modalnya
terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas
pada jumlah nominal daripada istlah Naamloze Vennootschaap, sebab
arti istilah “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan
11
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya
Bakti 1993, hal.7
12
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal.41
12
tentang keadaan
senyatanya, sedangkan
arti
istilah
Naamloze
Vennootschaap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat dari
perseroan terbatas secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir
mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu Company Limited by Shares.
Perseroan Terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut
Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Socite Anonyme.13
Pada awalnya, Perseroan Terbatas ini diatur dalam KUHD, yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan
diganti kembali menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 1 Angka (1) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Bila dikaji ketentuan di atas, maka dapat diuraikan bahwa
Perseroan Terbatas harus memenuhi unsur sebagai berikut:14
a) Badan Hukum
Setiap Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memenuhi
syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban, antara lain
memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan
pendiri atau pengurusnya, dalam KUHD tidak ada satu pasal pun
yang mengatakan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, tetapi
dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
13
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Alumni,
Bandung, 2004, hal.47
14
Zaeni Asyhadie, Op.cit, hal.41
13
b)
c)
d)
e)
Terbatas secara tegas dinyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah
badan hukum
Didirikan berdasarkan Perjanjian
Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak) artinya,
harus dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih sebagai
pemegang saham, yang sepakat bersama-sama mendirikan suatu
perseroan terbatas yang dibuktikan secara tertulis, tersusun dalam
bentuk anggaran dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian
yang dibuat di hadapan notaris, dan setiap pendiri wajib mengambil
bagian saham pada saat Perseroan Terbatas didirikan oelh satu
orang pemegang saham dan tanpa akta notaris. Ketentuan ini
merupakan asas dalam pendirian perseroan terbatas.
Melakukan kegiatan usaha
Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam
bidang bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan
dan/atau laba. Supaya kegiatan usaha itu sah, maka harus
memperoleh izin dari pihak yang berwenang. Melakukan kegiatan
usaha artinya menjalankan perusahaan, yang sudah tentu
memerlukan modal, yang selanjutnya modal perseroan terbagi atas
saham.
Modal Dasar
Setiap Perseroan Terbatas harus mempunyai modal yang seperti
dikemukakan diatas terbagi dalam suatu saham. Modal dasar ini
disebut juga “modal statuter”, yang dalam bahasa inggris disebut
authorized capital. Modal dasar yang merupakan harta kekayaan
perseroan terbatas (badan hukum) yang terpisah dari harta
kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, atau pemegang saham.
Memenuhi persyaratan undang-undang
Setiap Perseroan Terbatas harus mermenuhi persyaratan undangundang perseroan terbatas dan peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan ini menunjukan bahwa undang-undang tersebut
menganut sistem tertutup. Persyaratan yang wajib dipenuhi mulai
dari pendiriannya, beroprasinya dan berakhirnya. Di antara syarat
mutlak yang wajib dipenuhi oleh pendiri adalah adanya akta
pendirian yang harus dibuat didepan notaris dan harus memperoleh
pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.
2. Pendirian Perseroan Terbatas
Ada lima prosedur yang harus dilalui oleh suatu perseroan, kelima
prosedur tersebut adalah:15
15
Sujud Maargono, HUkum Perusahaan Indonesia, CV. Novindo Pustaka Mandiri,
Jakarta, 2008, hal.27
14
a. Perbuatan Perjanjian tertulis
Pendirian suatu perseroan harus didirikan oleh dua orang atau lebih
karena suatu perjanjian umumnya memang harus dilakukan oleh
minimal dua orang. Ketentuan ini menunjukan bahwa undang-undang
perseroan menghendaki perseroan sebagai badan hukum harus terdiri
dari minimal dua orang pemegang saham.
b. Pembuatan akta pendirian di depan notaris
Para pendiri yang telah membuat perjanjian itu kemudian menghadap
ke notaris untuk minta dibuatkan akta pendirian perseroan. Sejak akta
pendirian ditanda tangani oleh para pendiri, berdirilah perseroan, dan
hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontrak yang belum
(perseroan) memperoleh status badan hukum. Akta pendirian ini
mempunyai fungsi intern, yaitu sebagai aturan main para pendiri saham
dan organ perseroan, dan fungsi ekstern terhadap pihak ketiga sebagai
identitas dan pengaturan tanggung jawab perbuatan hukum yang
dilakukan oleh yang berhak atas nama perseroan.
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, akta pendirian memuat anggaran dasar dan
keterangan lain, sekurang-kurangnya:
(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain
berkaitan dengan pendirian Perseroan
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
sekurang-kuranngnya:
a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama,
tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal
15
keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari
pendiri Perseroan;
b) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris yang pertama kali diangkat;
c) Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor
(3) Dalam pembuatan akta pendirian pendiri dapat diwakili oleh orang
lain berdasarkan surat kuasa
c. Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM
Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa:
(1) Permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta
pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai
dokumen pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak
keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan,
Menteri
langsung
memberitahukan
penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal
pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik
surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua perysaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari,
Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum
Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan
dokumen pendukung sebagaimana dimaskud pada ayat (5) tidak
dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada
16
pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak keberatan gugur, pemohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali
permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana
dimaksud Pasal 9 ayat (1)
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh keputusan menteri tidak
diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut
dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar
karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali.
Untuk memperoleh pengesahan, para pendiri atau kuasannya
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM
dengan melampirkan akta pendirian perseroan. Pengesahan akta
pendirian diberikan dalam jangka waktu 60 hari setelah permohonan
diterima. Perseroan memperoleh status badan hukum setelah adanya
penerbitan akta pendirian yang sudah disahkan oleh Menteri Hukum
dan HAM, dan sejak saat itu suatu Perseroan Terbatas menjadi subjek
hukum. Konsekuensi logisnya, sejak saat itu pula institusi tersebut
dapat mengikatkan diri sebagai suatu pihak dalam perjanjian atau dapat
melakukan perbuatan hukum.
d. Pendaftaran Perseroan
Direksi
wajib
mendaftarkan
dalam
daftar
perusahaan
dengan
memberikan akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Hukum
dan HAM paling lambat 30 hari setelah pengesahan diberikan.
17
Pendafataran ini wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah
perusahaan mulai menjalankan usahanya.
e. Pengumuman dalam tambahan berita negara
Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa:
(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia:
a) Akta pendirian perseroan beserta keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
b) Akta petubahan anggaran dasar Perseroan beserta keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
c) Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima
pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya
pemebritahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.
Para pendiri atau kuasanya membawa akta pendirian,
surat
keputusan pengesahan, dan surat tanda pendaftaran dari panitera ke
Kantor Percetakan Negara, status badan hukum Perseroan Terbatas
diperoleh sejak tanggal diumumkannya dalam Berita Negara.16
3. Modal Perseroan Terbatas
Sebagai suatu badan hukum, perseroan Terbatas mempunyai harta
kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus dan
persero. Harta kekayaan itu terdiri dari benda bergerak dan tidak
bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud. Termasuk dalam harta
16
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hal.70
18
kekayaan Perseroan Terbatas adalah modal. Modal ini ada tiga jenis
tingkatannya, yaitu:17
a. Modal perseroan atau modal dasar, yang dicantumkan dalam akta
pendirian sekurang-kurangnya Rp. 50.000.000,b. Modal yang ditempatkan/disanggupi, sekurang-kurangnya 25% dari
modal dasar
c. Modal yang disetor, yaitu modal yang secara tunai telah ditempatkan
dalam kas perseroan untuk memulai usaha (modal operasional).
Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Modal yang
disetorkan paling sedikit adalah sebesar 25% dari Rp. 50.000.000,yaitu Rp. 12.500.000,Untuk harta kekayaan Perseroan Terbatas menjadi jaminan bagi
kepentingan pemegang saham dan para kreditur. Mereka berhak
mengetahui keadaan sebenarnya harta kekayaan perseroan itu. Pengurus
wajib memberitakan laba-rugi Perseroan Terbatas dengan cara:18
1) Mengumumkannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (ini yang
lazim)
2) Mengirimkan daftar laba-rugi kepada setiap pemegang saham
3) Meletakan daftar laba-rugi di kantor pusat perseroan supaya dapat
dilihat oleh setiap persero dalam jangka waktu tertentu.
Modal Perseroan Terbatas dibagi atas saham-saham, yang dapat
diterbitkan atas nama (op naam), dan atas tunjuk (aan tonder). Saham
atas nama memuat nama pemiliknya dalam saham tersebut. Penugasan
saham atas tunjuk merupakan bukti bagi pemegangnya sebagai orang
yang berhak, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya sesuai dengan
Pasal 534 KUHD. Setiap saham memuat harga nominal saham. Jual beli
saham dapat terjadi di atas atau di bawah harga nominal, tetapi dapat juga
17
Ibid, hal.71
Loc.cit
18
19
ditentukan dalam anggaran dasar bahwa saham tidak boleh dijual di
bawah harga nominal. Jual beli saham terjadi di Pasar Modal (bursa
efek). Perusahaan yang berkembang dengan baik dapat menjual
sahamnya kepada masyarakat (go-public). Semakin berkembang suatu
perusahaan, makin semakin tinggi harga sahamnya di pasar modal. Harga
saham di pasar modal disebut kurs (exchange rate).
4. Organ Perseroan Terbatas
a. Rapat Umum Pemegang Saham
Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa:
“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut
RUPS, adalah Organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar.”
Organ Perseroan yang tertinggi adalah RUPS. Dalam organ
RUPS inilah arah kebijakan perseroan ditentukan. RUPS mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris.
Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh
keterangan yang berkaitan dengan perseroan dan direksi dan/atau
dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat
dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. Ketentuan ini
dimaksudkan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh
20
keterangan berkaitan dengan acara rapat dengan tidak mengurangi hak
pemegang saham untuk mendapat keterangan lainnya.19
b. Direksi
Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat
perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan
dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Dengan demikian, ruang lingkup tugas direksi ialah mengurus
perseroan.20
Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa:
“Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
Berdasarkan pasal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
direksi mempunyai tugas yaitu, menjalankan pengurusan perseroan
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan.21 Tugas yang melekat pada Direksi tersebut, yaitu
melakukan pengurusan sehari-hari perseroan, membawa akibat hukum
bagi Direksi yaitu, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan
19
Soerdjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan
Badan Usaha di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1997, hal. 169
20
Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas: Teori dan Praktik, Jakarta, PT.Sinar Grafika,
2011, hal. 63
21
Cornelius Simanjuntak, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal.38
21
Perseroan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 97 Ayat (1) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007.
Di samping itu, Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tersebut di atas juga memberikan pedoman kepada direksi agar
di dalam mengurus perseroan selalu berorientasi pada kepentingan dan
tujuan perseroan. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas
menyatakan, dapat diduga latar belakang adanya ketentuan itu adalah
karena kepentingan perseroan serta tujuan perseroan di satu pihak,
yang suatu saat dapat tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan
pemegang
saham.
Ketentuan
mengenai
direksi
yang
dalam
melaksanakan tugasnya hanyalah untuk kepentingan serta tujuan dari
pada perseroan, rupanya didasarkan pada saham yang oleh sementara
orang disebut sebagai paham intuisi atau pandangan bahwa perseroan
merupakan subjek hukum yang mempunyai fungsi di dalam
masyarakat dan menjadi titik perhatian utama dari kepengurusan
direksi. 22
Demikian pula Pasal 85 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007, yang menegaskan bahwa setiap anggota direksi wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas
untuk kepentingan usaha perseroan, juga termasuk pada pandangan
paham intuisi yang disebut di atas. Itikad baik direksi untuk
22
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
PT. Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2009, hal. 63
22
menjalankan atau mengurus perseroan secara profesional dengan skill
dan tindakan pemeliharaan semuanya dimaksudkan untuk kepentingan
usaha perseroan, termasuk pula kepentingan para pemegang saham.23
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa tanggung jawab ini
timbul apabila direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang
menerima kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan mengurus
perseroan mulai menggunakan wewenangnya. Agar direksi sebagai
orang yang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai prestasi
yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan
sesuatu tugas tertentu yang telah diberikan kepadanya. Idealnya jika
wewenang itu dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan
sebaliknya, tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang
yang dimilikinya.24
c. Dewan Komisaris
Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, merumuskan bahwa:
“Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.”
23
Ibidt, hal.64
Ibid, hal.71
24
23
Berdasarkan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa dewan
komisaris mengemban dua tugas, yaitu mengawasi direksi dan
memberi nasihat kepada direksi perusahaan.25
Komisaris
pada
umumnya
bertugas
untuk
mengawasi
kebijaksanaan direksi dalam mengurus perseroan serta memberikan
nasihat-nasihat kepada direksi, demikian menurut Pasal 108 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007. Tugas pengawasan itu bisa
merupakan bentuk pengawasan preventif atau represif.
Pengawasan preventif ialah melakukan tindakan dengan
menjaga sebelumnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
yang akan merugikan perseroan, misalnya untuk beberapa perbuatan
dari direksi yang harus dimintakan persetujuan komisaris, apakah hal
itu sudah dilaksanakan atau belum. Dalam hal ini, komisaris harus
selalu mengawasinya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan
represif adalah pengawasan yang dimaksudkan untuk menguji
perbuatan direksi apakah semua perbuatan yang dilakukan itu tidak
menimbulkan kerugian bagi perseroan dan tidak bertentangan dengan
undang-undang dan anggaran dasar. Apakah nasihat-nasihat dari
komisaris sudah diperhatikan betul oleh direksi. Semua ini adalah
pengawasan preventif yang dilakukan oleh komisaris. Selanjutnya,
Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
25
Wahyu Kurniawan, Corporate Governance, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti, 2012,
hal.27
24
memberikan kewajiban kepada komisaris agar dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan
usaha perseroan.26
Ditegaskan lebih lanjut bahwa posisi Dewan Komisaris adalah
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas disamping sebagai pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan.27
Pada masa-masa yang silam orang melihat adanya Perseroan itu
tidak lain untuk kepentingan pemegang saham semata-mata. Maka
oleh karena itu dalam pandangan klasik, mereka melihat ketiga organ
perusahaan memiliki jenjang kedudukan dari bawah ke atas
(untergeordnerd). Bahwa kekuasaan itu berpuncak pada RUPS,
dengan Dewan Komisaris berada dibawahnya dan yang selanjutnya
adalah Direksi. Jika Dewan Komisaris dan Direksi mempunyai
kekuasaan, maka kekuasaan itu dianggap tidak lain berasal dari
limpahan RUPS. Karena itu menurut pandangan klasik apa pun yang
diperintahkan oleh RUPS, maka perintah itu mengikat yang harus
dipatuhi oleh Dewan Komisaris dan Direksi.28
26
Agus Budiarto, Op.cit, hal.75
Loc.cit
28
Rudhi Prasetya, Op.cit, hal.40
27
25
Menurut teori yang mutakhir, adanya perseroan itu bukan
semata-mata untuk kepetingan Pemegang saham. Eksistensi perseroan
berpengaruh terhadap kehidupan para karyawannya, para suppliernya,
para rekan-rekan usahanya, dan masyarakat sekitarnya, atau para
“stakeholdersnya”. Demikian kepentingan perseroan itu bukan
semata-mata untuk kepentingan “shareholders” saja, tetapi untuk para
“stakeholder”.29
Dengan latar belakang tersebut, timbul teori bahwa kedudukan
ketiga organ, yaitu Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS itu “sejajar”,
artinya yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain. Masing-masing
dengan tugas dan wewenangnya sendiri-sendiri. Maksudnya agar
terjadi adanya check and balance, sebagai jaminan terciptanya
pengelolaan
perusahaan
yang
baik
atau
Good
Corporate
Governance30
B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
1. Sumber Hukum dan Pengertian BUMN
Pasca reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR
Nomor IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien,
transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan
kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan
29
Loc.cit
Ibid, hal.41
30
26
dengan kepentingan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi
dipasar modal. Untuk melakukan TAP MPR tersebut, diterbitkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang
masih berlaku sampai saat ini, peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan
Menteri.31
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN,
berdasarkan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah:
“Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui
penyertaan. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah pemisahan
kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk
dijadikan
penyertaan
modal
negara
pada
BUMN.32
Selanjutnya,
pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem anggaran
pendapatan dan belanja negara, namun pembinaan dan pengelolaannya
31
Pamela Beathrice Aritonang, Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan Sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di PT. Bank Negara
Indonesia (PERSERO) TBK Cabang Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto,
2013, hal.51
32
Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit,hal. 151
27
didasarkan pada prinsip-prinsip yang sehat.33 Modal yang dipidahkan
untuk BUMN bersumber dari:34
a. Anggaran pendapatan dan belanja negara, termasuk pula proyekproyek anggaran pendapatan dan belanja negara yang dikelola
oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan
sebagai penyertaan modal negara
b. Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal yang disetor
berasal dari cadangan
c. Sumber lainnya, antara lain keuntungan revaluasi aset.
Sementara itu, maksud dan tujuan pendirian BUMN menurut
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah:
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya
b. Mengejar keuntungan
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang/jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan
hajat hidup orang banyak
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Tujuan pendirian BUMN yang dirumuskan dalam Pasal 2 tersebut,
lebih lengkap dan ideal bila dibandingkan dengan tujuan pendirian
perusahaan negara sebagaimana dahulu diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara menyebutkan bahwa tujuan perusahaan negara ialah untuk turut
membangun ekonomi nasional sesuai dengan kebutuhan rakyat dan
ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat
33
Loc.Cit
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hal. 67
34
28
yang adil dan makmur.35 Berdasarkan Pasal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa BUMN sebagai salah satu jenis badan usaha memiliki
tujuan yang keseluruhannya dimaksud untuk pembangunan ekonomi
negara.
BUMN mempunyai fungsi bisnis yaitu sebagai unit ekonomi dan alat
kebijaksanaan pemerintah sebagai agen pembangunan. Sebagai unit
ekonomi, BUMN dituntut untuk mecari keuntungan sebagaimana
perusahaan swasta umumnya. Sedangkan sebagai agen pembangunan,
BUMN dituntut untuk menjalankan misi pemerintahan dengan sebaikbaiknya. Sehingga setiap BUMN harus menjalankan fungsi tersebut
sekaligus, meskipun dengan bobot yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya.36 Di Indonesia peranan BUMN kini tidak lagi sebatas pada
pengelolaan sumber daya dan produksi barang-barang yang meliputi hajat
hidup orang banyak, tetapi juga dalam berbagai kegiatan produksi dan
pelayanan yang dilakukan oleh swasta. Beberapa hal pokok yang menjadi
peranan BUMN di Indonesia antara lain:37
a. Perlunya bahan konsumsi masyarakat (public goods) untuk
dikelola pemerintah
b. Pertimbangan efisiensi untuk kegiatan ekonomi berskala besar
c. Pengendalian dampak negatif seperti masalah eksternalitas
Menurut Pandji Anoraga, peranan BUMN di sistem pemerintahan
Indonesia sangatlah besar, BUMN diharapkan dapat berperan baik sebagai
35
Soedjono Dirdjosisworo, Op.cit, hal. 163
Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya, Jakarta, 1997, hal.135
37
Ibid, hal.10
36
29
perusahaan biasa yang dituntut menghasilkan laba yang sebesar-besarnya
seperti perusahaan swasta maupun sebagai bagian aparatur negara yang
dibebani berbagai penugasan oleh pemerintah, akan tetapi pendapat
Riyanto dalam Pandji Anoraga mengenai fungsi dan peran BUMN
adalah:38
Fungsi dan peranan BUMN di Negara Indonesia sedikit unik yakni
di satu pihak dituntut sebagai badan usaha pengemban kebijaksanaan
dan program-program pemerintahan atau yang dikenal dengan
sebutan sebagai agen pembangunan, dipihak lain harus tetap
berfungsi sebagai unit usaha komersial biasa dan mampu berjalan
dan beroperasi dengan prinsip usaha yang ketat.
2. Kepengurusaan dan Pengawasan BUMN
Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi yang bertanggung jawab
penuh atas pengurusan BUMN, tujuan BUMN, serta mewakili BUMN
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anggota Direksi dalam
melaksanakan tugasnya, harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan
peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance. Pasal 2 Peraturan Menteri Badan Usaha
Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) menyebutkan bahwa BUMN wajib menerapkan
Good Corporate Governance secara konsisten dan berkelanjutan, dengan
berpedoman pada peraturan menteri ini, dan tetap memperhatikan
ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN.
38
Pandji Anoraga, BUMN: Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi), Pustaka Jaya,
Jakarta,1995, hal.8
30
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Dewan Komisaris dan dewan
pengawas dalam melakukan tugasnya, komisaris dan dewan pengawas
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan serta melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance.
Para anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun
tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.
3. Bentuk-Bentuk BUMN
Sebelumnya menurut peraturan perundangan yang lama, yaitu
Undang-Undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Perppu
Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk Usaha Negara, BUMN terdiri dari
Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan
(Persero).
1) Perusahaan Jawatan
Perusahaan Jawatan adalah perusahaan milik negara yang
dibentuk berdasarkan Indonesische Bedrijvenwet (IBM) Stb. 1927419 dengan perubahannya, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969.39
39
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.93
31
Perusahaan jawatan bukan perusahaan perseorangan atau
persekutuan, melainkan perusahaan milik negara, yang berstatus
sebagai pengusaha adalah pemerintah. Perusahaan Jawatan adalah
Badan hukum publik tetapi tidak berdiri sendiri, karena merupakan
bagian dari suatu Departemen, Direktorat Jenderal, Direktorat atau
Pemerintah Daerah. Peraturan Hukum yang berlaku juga di
lingkungan jawatan yang bersagkutan berlaku juga terhadap
Perusahaan Jawatan.
Perusahaan Jawatan bertujuan lebih mengutamakan pelayanan
umum, dari pada kepentingan komersial yang berupa keuntungan atau
laba, walaupun perusahaan jawatan tidak mengutamakan mencari
keuntungan atau laba, cara menjalankan perusahaan yang baik dan
pengelolaan yang bagus tetap diperlukan.
Modal Perusahaan Jawatan adalah bagian dari anggaran belanja
negara
yang
diperuntukan
bagi
jawatan
yang
bersangkutan.
Keuntungan yang diperoleh menjadi bagian dari pendapatan negara,
oleh sebab itu, pengaturan modal dan keuntungan tunduk pada
pengaturan pertanggungjawaban Anggaran
Pendapatan Belanja
Negara (APBN).
Perusahaan Jawatan tidak dipimpin oleh Direksi, melainkan oleh
kepala jawatan/direktorat/dinas/kantor pemerintahan dalam mana
perusahaan itu didirikan.
32
2) Perusahaan Umum (Perum)
Perusahaan Umum adalah perusahaan milik negara yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Pengertian
perusahaan milik negara berdasakan Pasal 1 Peraturan Pemerintah
No.19 Tahun 1960:
“Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangini
yang dimaksud dengan perusahaan negara adalah semua
perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk
seluruhnya merupakan kekayaan Negara Republik Indonesia,
kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UndangUndang.”
Berdasarkan Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN, merumuskan bahwa:
“Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah
BUMN yang seluruh meodalnya dimiliki negara dan tidak
terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.”
Perusahaan umum bukan perusahaan perseorangan atau
persekutuan, melainkan milik negara, yang berstatus pengusaha
adalah pemerintah. Perusahaan Umum adalah badan hukum publik
yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Karena
perusahaan umum adalah milik negara, dan pemerintah berstatus
sebagai pengusaha, maka Perusahaan Umum harus menjalankan
kebijakan pemerintah.
33
Perusahaan Umum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan
kesejahteraan umum dari pada kepentingan komersial semata.
Artinya, walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu
diperuntukan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban
negara terhadap warga negaranya. Sebagai badan hukum, perusahaan
memiliki harta kekayaan sendiri yang berasal dari harta kekayaan
milik negara yang disisihkan.40
3) Perusahaan Perseroan
Perusahaan Perseroan, adalah perusahaan milik negara yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT), seluruh atau sebagian modalnya
dimiliki oleh negara, karena Persero adalah Perseroan Terbatas, maka
semua ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD
diberlakukan terhadap Persero. Sebagai Perusahaan Perseroan, semua
aturan dan asas hukum perdata berlaku terhadapnya, namun dengan
adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, maka segala ketentuan yang diatur dalam KUHD sudah
tidak berlaku lagi. Modal perusahaan perseroan, seluruh atau
sebagiannya adalah milik Negara, maka pengelolaannya sangat
tergantung pada kebijaksanaan pemerintah. 41
Pembentukan Persero merupakan kerja sama paling sedikit dua
pihak, maka dalam akta pendirian Persero dinyatakan bahwa satu
bagian saham-saham minimal 51% dimiliki negara, dan satu bagian
40
Ibid hal. 96
Ibid, hal. 97
41
34
lainnya (maksimal 49%) dimiliki oleh pihak swasta, yang kemudian
menjadi anggota Direksi Persero. Setelah penandatanganan akta
pendirian, Direksi Persero menyerahkan semua saham dan hak kepada
negara dengan akta sendiri.
Pengelolaan persero sudah tentu tidak bebas dari peraturan
pemerintah karena dengan perusahaan negara dimaksudkan supaya
pemerintahan berperan serta yang lebih besar dalam dalam
perdagangan dan usaha. Hal ini dilakukan Persero, yang dapat
bertindak leluasa mencari keuntungan jika dibandingkan dengan
Perum.
Beberapa
jenis
BUMN
tersebut
adalah
penggolongan
berdasarkan peraturan yang terdahulu. Tetapi pada saat ini menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN
terdiri dari Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan Umum
(Perum).
C. Good Corporate Governance (GCG)
1. Sejarah Good Corporate Governance
Good Corporate Governance hadir sekitar tahun 1990-an. Pada saat
itu terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin. Krisis ini
terjadi karena adanya kegagalan Good Corporate Governance yang
diterapkan oleh perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan
35
Good Corporate Governance pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum
yang buruk, tidak konsistennya standar akuntansi dan audit, praktekpraktek perbankan yang lemah dan kurangnya perhatian Board of
Directors (BOD) terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.42
Karena hal-hal tersebut di atas maka pada dasawarsa 1990-an
munculah tuntutan-tuntutan agar Good Corporate Governance diterapkan
secara konsisten dan komperhensif. Tuntutan ini datang secara beruntun.
Tuntutan ini disuarakan oleh berbagai lembaga investasi baik domestik
maupun mancanegara. Diantara lembaga-lembaga tersebut termasuk di
dalamnya ialah World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Lembaga-lembaga
ini
berkesimpulan
Governance
seperti
bahwa
prinsip-prinsip
transparancy,
dasar
Good
accountability,
Corporate
responsibility,
independent dan fairness dapat menolong perusahaan dan membantu
perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis agar dapat bangkit
kearah yang lebih sehat dan mampu bersaing, serta dikelola dengan
dinamis dan profesional. Tujuannya adalah agar mempunyai daya saing
yang tangguh dan untuk mengembalikan kepercayaan investor. Good
Corporate Governance diyakini sebagai kunci sukses bagi suatu
perusahaan untuk tumbuh dan berkembang serta menguntungkan dalam
jangka panjang.43
Di Indonesia terutama dalam aktivitas bisnis, istilah Good Corporate
Governance baru dikenal sejak satu dekade terakhir. Peraturan perundang42
Achmad Damiri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia, Jakarta, Ray Indonesia, 2006, hal.3
43
Ibid, hal. 4
36
undangan di Indonesia seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas dan
Undang-Undang Pasar Modal pun belum mengenal istilah Good
Corporate Governance. Namun istilah ini sudah sangat dikenal di dalam
aktivitas bisnis di Eropa dan Amerika Serikat.44
Sejak ambruknya beberapa perusahaan dunia pada awal dekade
2000-an seperti Enron, Worldcom di Amerika Seriikat, HIH Insurance
dan One-tel di Australia mulailah perbincagan dan perdebatan mengenai
prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kejadian ambruknya
beberapa perusahaan dunia ini menyadarkan kalangan bisnis dan
pemerintahan terutama negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Inggris dan Australia betapa pentingnya penerapan prinsip Good
Corporate Governance dalam kegiatan bisnis.45
A.Davies dalam bukunya yang berjudul “Strategic Approach to
Corporate Governance” yang diterbitkan tahun 1999 menyatakan istilah
governance dipergunakan pertama kali bukanlah oleh kalangan bisnis
namun terdapat dalam berbagai peraturan gereja. Perkembangan
“governance” awal mulanya hanya dikenal melalui berbagai peraturan
yang dibuat atau dikeluarkan oleh gereja. Lama kelamaan istilah ini
digunakan juga dalam konsep-konsep revolusi industri sampai dengan
kapitalisme. Sejak abad pertengahan, perdagangan sudah dikenal dan
sudah mulai berkembang. Namun pada masa itu ajaran gereja masih sangat
kuat, sehingga paham keagamaan yang dianut pada waktu itu berpengaruh
44
Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam
Praktik Bisnis Indonesia, Yogyakarta, PT. Genta Press,hal.75
45
Loc.cit
37
pada perdagangan. Pedagang yang mengambil banyak keuntungan
dianggap
melanggar
ajaran
agama.
Keadaan
ini
mengakibatkan
perkembangan perdagangan dan aktivitas bisnis terhambat.46
Menurut Gunardi Endro setelah revolusi industri ada pergeseran
kekuatan ekonomi dari aristokrat dan tuan tanah penguasa lahan kepada
para bisnis di kota. Dalam revolusi industri ini diterapkan secara praktis
penemuan-penemuan baru yang mengakibatkan munculnya mekanisme
industri. Produktivitas industri semakin meningkat sehingga banyak
penduduk urbanisasi ke kota. Mulai saat itu kekuatan kapitalisme
menguasai perdagangan dan tenaga kerja yang terus berkembang hingga
saat ini. Kaum kapitalis menguasai perekonomian dunia dan dianggap
sebagai pelapor bagi terbentuknya pasar bebas.47
Menurut Andre Gorz berkembang kekuatan kapitalisme tidak diikuti
dengan kesejahteraan buruh atau pekerja. Pola governance korporasi pada
awal abad 19 sangat didominasi oleh kapitalisme. Kapitalisme bertujuan
untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan sifat
kapitalisme itu sendiri. Namun hal ini menyebabkan kelas pekerja justru
semakin ditekan. Kekuatan produksi yang besar yang seharusnya
mensejahterakan kelas pekerja justru berbalik menekan mereka. Kelas
pekerja tidak banyak diuntungkan dengan besarnya kekuatan produksi
tersebut.48
46
Ibid hal.76
Ibid hal.77
48
Loc.Cit
47
38
A.Davies menyatakan pada abad ini mulai tumbuh serikat pekerja
yang mulai mengimbangi dominasi perusahaan. Dominasi perusahaan ini
sebelumnya mampu menekan tingkat upah buruh serendah mungkin guna
memenangkan pasar bebas. Pada akhir abad 19 kekuatan serikat kerja
semakin berkembang dan bertambah kuat. Hal ini tidak terlepas dari
dukungan
organisasi
Organization
(ILO)
internasional
dan
beberapa
seperti
lembaga
International
non
Labour
pemerintah/Non
Governance Organization (NGO) lainnya. Eksistensi buruh atau karyawan
semakin dihargai. Dan sebagai akibat dari bertambahnya kekuatan serikat
buruh pekerja munculah hubungan antara pemegang saham dan Board of
Directors. Keseluruhan hal ini menambah kompleksitas fenomena
governance pada masa itu.49
Hubungan antara buruh atau karyawan dengan pemilik perusahaan
pada awalnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan, namun karena
adanya penghargaan yang lebih baik pada buruh maka hubungan itu
berubah, buruh dianggap sebagai mitra kerja pemilik atau majikan. Pada
saat itu karyawan atau buruh mulai memiliki kekuatan untuk melakukan
negosiasi. Dengan demikian pemilik atau pemegang saham di perusahaan
menyerahkan
pengelolaan
perusahaan
secara
sepenuhnya
kepada
karyawan atau buruh sebagai agen. Dalam hal ini maka terdapat
49
Ibid hal.78
39
“kepentingan”, yaitu kepentingan pemilik perusahaan dan kepentingan
agen sebagai pengelola perusahaan.50
Ditahap ini bukan hanya ada kepentingan pemegang saham dan
kepentingan buruh (agen), namun ditambah dengan kepentingan konsumen
sebagai salah satu stakeholder yang penting. Sehingga pada tahap ini
permasalahan
governance
semakin
kompleks.
Perkembangan
ini
mempunyai akibat yang signifikan bagi iklim pengelolaan korporasi dan
berakibat baik pada perkembangan corporate governance.51
Perkembangan corporate governance juga merupakan suatu upaya
untuk mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders yang berbedabeda dalam suatu korporasi. Keberadaan corporate governance ini dapat
ditelusuri hingga abad 18 masehi. Adam Smith dalam karyanya The
Wealth Nation dianggap sebagai filosof pertama yang meletakan dasar
dalam upaya konsep corporate governance.52
DK Denis dan Mc.Comel menyatakan ada 2 (dua) tahap generasi
perkembangan kosep Good Corporate Governance hingga adab ke-21.
Generasi pertama dibidangi oleh Berle dan Means yang menekankan pada
konsekuensi dari terjadinya permisahan antara kepemilikan dan kontrol
atas suatu perusahaan modern (the modern corporation). Menurut Berle
dan Means jika perusahaan berkembang semakin besar maka pengelolaan
perusahaan yang dipegang oleh pemilik (owner manager) harus diserahkan
50
Loc.cit
Ibid, hal.79
52
Loc.Cit
51
40
pada profesional. Menurut mereka ada pemisahan tegas
antara
kepemilikan dan pengelola usaha.53
Menurut Denis dan Mc.Conel pada tahap pertama perkembangan
konsep Good Corporate Governance muncul pemikir terkenal dalam ilmu
manajemen yaitu Jansen Meckling. Pemikirannya terkenal dengan teori
keagenan (Agency Theory) yang merupakan perkembangan riset yang luar
biasa di bidang governance. Melalui teori keagenan ini berbagai bidang
ilmu seperti sosiologi, manajemen strategi, manajemen keuangan,
akuntansi, etika bisnis dan organisasi mulai menggunakan teori keagenan
untuk memahami fenomena corporate governance. Hal ini mengakibatkan
perkembangan corporate governance menjadi multi dimensi. Pada periode
sebelumnya manfaat dari teori tersebut hanya didominasi oleh para ahli
hukum dan ekonomi. Berbagai teori keagenan hasil dari sintesis melalui
proses dialektika dari berbagai bidang ilmu diatas muncul pada era
generasi pertama ini.54
Perkembangan generasi kedua corporate governance ditandai
dengan hasil karya La-Porta dan koleganya pada tahun 1998. Berbeda
dengan Berle dan Means menurut LLSV penerapan corporate governance
di suatu negara dipengaruhi oleh perangkat hukum yang ada pada negara
tersebut, bagaimana kondisi perangkat hukum di suatu negara tersebut
dalam upayanya melindungi kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan, khususnya pemilik minoritas. Pada tahap ini perkembangan
53
Loc.Cit
Ibid, hal.81
54
41
corporate governance semakin meluas dan kompleks. Permasalahan
beralih dari konflik kepentingan masing-masing stakeholder pada
konsentrasi kepemilikan saham yaitu pemilik saham mayoritas atas
dominasi pemilik saham mayoritas juga dijadikan permasalahan. Menurut
LLSV, negara lain selain AS dan Inggris, kepemilikan sahamnya sangat
terkonsentrasi. Hal ini mengakibatkan terjadi konflik kepentingan antara
pemilik mayoritas yang kuat dan pemilik minoritas yang lemah.55
Good Corporate Governance mencapai puncaknya pada awal
dekade tahun 2000-an, pada saat itu beberapa perusahaan besar di dunia
bangkrut. Kebangkrutan perusahaan-perusahaan dunia tersebut adalah
karena lemah dan kurangnya penerapan Good Corporate Governance.
Semenjak kebangkrutan perusahaan besar tersebut, semakin banyak
kalangan yang mulai menyadari pentingnya penerapan Good Corporate
Governance.56
2. Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance yang sudah semakin dikenal
sekarang ini mempunyai beberapa definisi yang tidak sama. Ada banyak
lembaga
yang
mengeluarkan
definisi
tentang
Good
Corporate
Governance. Banyaknya lembaga yang mengeluarkan definisi tentang
Good Corporate Governance mengakibatkan tidak adanya keseragaman
dalam definisi tentang Good Corporate Governance. Tidak saja lembaga-
55
Ibid, hal.84-85
Ibid, hal. 87
56
42
lembaga. Namun berbagai negara juga mempunyai definisi sendiri tentang
Good Corporate Governance. Beberapa pengertian tersebut yaitu:
a. Forum for Corporate Governance in Indonesia ( FCGI ) yang diambil
dari Cadbury Committee of United Kingdom yang menyatakan bahwa
“ Good Corporate Governance adalah seperangkat aturan yang
mengatur hubungan antara Pemegang Saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan”.
b. Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD )
memberikan definisi sebagai berikut :
“... One key element in improving economic efficiency and growth
as well as enchacing investor confidance that involves a set of
relationship between a company’s management, it’s board, it’s
shareholders and other stakeholders and also provides the
structure through which the objectives of the company, the means
of attaining those objectives and monitoring performance
(OECD,2004)57
c. Pada Pasal 1 angka (1) dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik ( Good Corporate Governance) Pada
Badan Usaha Milik Negara membertikan definisi bahwa
“Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance), yang selanjutnya disebut GCG adalah prinsip prinsip
yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika
berusaha.”
d. Menurut Adrian Sutedi, menyatakan bahwa :
57
Pengertian Good Corporate Governance, http:/lib.ui.ac.id/file?file=digital/130671T%2027289-Tinjauan%20pelaksanaan-Tinjauan%20literatur.pdf , diakses pada tanggal 9
September 2014
43
“ Good Corporate Governance ( GCG ) merupakan suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan ( Pemegang
Saham/pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas, dan Direksi )
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandakan peraturan perundang-undangan dan nilai
etika” .58
e. Menurut Wahyudi Prakasa dalam bukunya I Nyoman Tjager
memberikan pengertian mengenai Corporate Governance yaitu:
“... mekanisme administrative yang mengatur hubungan-hubungan
antara manajemen perusahaan komisaris, direksi, pemegang saham
dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain.
Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai
aturan permainan dan sistem insentif sebagai framework yang
diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan caracara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang
dihasilkan.”59
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
Good Corporate Governance merupakan suatu komitmen atau aturan main
serta praktik penyelenggaraan bisnis yang berupa prinsip prinsip agar
penyelenggara bisnis tersebut dapat berjalan secara sehat dan beretika
yang mengurus hubungan antara shareholders dengan stakeholders untuk
membuat suatu nilai tambah bagi suatu perusahaan.
Pada perspektif sempit, Good Corporate Governance sering
digunakan dalam konteks manajemen ekonomi-mikro (micro-economic
management system) dan didefinisikan sebagai mekanisme administratif
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
58
Adrian Sutedi, Op.cit , hal 1
I Nyoman Tjager, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas
Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prehilindo, 2003, hal.28
59
44
komisaris,
direksi,
pemegang
saham,
dan
kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan ini dimanifestasikan
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai
framework yang diperlukan untuk menentukan tujuan perusahaan dan
cara-cara pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.60
Dalam hubungan ini, diperlukan aspek-aspek kunci dalam Good
Corporate Governance yang meliputi:61
a. Transparansi struktur korporasi dan manajemen
b. Akuntabilitas manajer, direksi, dan komisaris kepada pemegang
saham
c. Tanggung jawab korporasi kepada karyawan, kreditor, pemasok,
pelanggan, komunitas lokal, dan kelompok-kelompok kepentingan
lain
Dalam perspektif
yang luas,
Good Corporate Governance
didefinisikan dalam pengertian sejauh mana perusahaan telah dijalankan
dengan cara yang terbuka dan jujur demi untuk mempertebal kepercayaan
masyarakat luas terhadap mekanisme pasar, meningkatkan efisiensi dalam
alokasi sumber daya langka, baik dalam skala domestik maupun
internasional, memperkuat struktur industri, dan akhirnya meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam pengertian itu
aspek-aspek
kunci
dalam
Good
Corporate
Governance
adalah
pembangunan legal dan regulatery framework demi tercapainya praktik-
60
Adrian Sutedi, Op.cit, hal.177
Loc.cit
61
45
praktik Good Corporate Governance yang dapat membawa manfaat bagi
perekonomian dan semua aspek kehidupan masyarakat luas.62
Kesamaan dari dua perspektif tersebut di atas adalah bahwa
semuanya melibatkan peraturan-peraturan mendasar dalam ekonomi, dan
hubungan
antara
peraturan-peraturan
tersebut
dengan
bagaimana
perusahaan itu dijalankan. Dalam hal ini sebuah pendapat yang lebih luas
yang menyatukan kedua perspektif tersebut sebagai satu kesatuan yanng
utuh dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, yaitu:63
“...berasal dari seperangkat kelembagaan (hukum, peraturan, kontrak
dan norma norma) yang membuat perusahaan yang mengatur dirinya
sendiri (self-govering-firms) sebagai elemen pusat dari sebuah ekonomi
pasar yang kompetitif.”
Banyaknya definisi tentang Good Corporate Governance ini tidak
menjadi penghambat dalam mempelajari Good Corporate Governance.
Hal ini dikarenakan dari setiap definisi tersebut dapat ditarik beberapa
prinsip yang utama yang terdapat dalam Good Corporate Governance
yaitu transparancy, accountability, responsibility, independency, dan
fairness. Hal yang serupa lainnya adanya perlindungan terhadap
stakeholder perusahaan. Stakeholder ini mempunyai kepentingan dalam
62
Ibid, hal.100
Loc.cit
63
46
perusahaan, sehingga sudah selayaknya kepentingan stakeholder ini
dilindungi juga.64
Banyak negara
yang sudah berusaha mengembangkan dan
memperbaiki sistem dunia usahanya dengan memasukan prinsip-prinsip
corporate governance. Hal tersebut dilakukan antara lain, baik dengan
mengacu kepada pedoman atau standar yang secara internasional dibuat
ataupun dengan mendirikan dan membentuk komite atau badan tersendiri
yang antara lain berfungsi membuat pedoman corporate governance.
Misalnya World Bank,Organization of Economis Coorporation and
Development (OEDC), California Public Employees Retirement System
(CalPERS), dan di Indonesia ada Forum For Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) yang merupakan lembaga-lembaga yang telah
memberikan perhatian yang besar terhadap corporate governance dan
telah mengeluarkan suatu pedoman.65
Di Indonesia juga telah dibentuk suatu komite yang membidangi
good
corporate
governance,
yakni
Komite
Nasional
Kebijakan
Governance (KNKG). Tujuan dari dibentuknya KNKG ini adalah untuk
menjaga kesinambungan program corporate governance sehingga dapat
menarik minat berusaha dan berinvestasi, pengusaha domestik maupun
64
Shalahuddin, Good Corporate Governance dalam Penjualan Tanker VLCC Pertamina,,
Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal.16
65
Ibid, hal.17
47
internasional. Komite Nasional mengembangkan suatu rekomendasi
tentang corporate governance yang meliputi:66
a. Pembuatan pedoman Good Corporate Governance termasuk
mensosialisasilan pedoman tersebut
b. Struktur dan mekanisme peraturan untuk membantu pelaksanaan
pedoman tersebut
c. Membantu pendirian institusi-institusi, baik permanen maupun
sementara untuk membantu pelaksanaan pedoman.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengenai latar belakang
timbulnya corporate governance, menunjukan bahwa sistem corporate
governance memberikan kepastian dan perlindungan yang efektif kepada
para pemegang saham dan kreditur (investor). Sistem corporate
governance juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan sektor usaha yang efisien dan berkesinambungan.
3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Sebagai suatu konsep, dipandang perlu untuk menentukan dasardasar atau kaidah yang menjadi landasan dalam menjabarkan konsep Good
Corporate Governance. Landasan atau prinsip ini dimaksudkan akan
menjadi pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah yang
hendak dilakukan dalam mewujudkan Good Corporate Governance serta
menjadi patokan dalam pengujian keberhasilan aplikasi Good Corporate
Governance dimasing-masing perusahaan.67
66
Catur Ari Wulandari, Tinjauan Pelaksanaan Good Corporate Governance, Universitas
Indonesia, Jakarta,2009, hal.5
67
Dhiah Indah Astanti, Implementasi Good Corporate Governance pada Perusahaan
Asuransi, Universitas Diponegoro,Semarang, 2007, hal.62
48
Sejak
diperkenalkan
oleh
OECD,
prinsip-prinsip
corporate
governance tersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak
terkecuali di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal
mungkin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua negara atau
perusahaan dan dapat diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai
yang berlaku di negara masing-masing. Bagi para pelaku usaha dan pasar
modal prinsip-prinsip ini dapat menjadi guidance atau pedoman dalam
mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan
suatu perusahaan.68
Prinsip-prinsip OECD mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The rights of
shareholders and key ownership functions)
Adapun hak-hak pemegang saham yang dimaksudkan disini adalah
untuk:
a. Menjamin keamanan metode pendafataran kepemilikan
b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya
c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur
d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam rapat umum
pemegang saham
e. Memilih Dewan Komisari dan Direksi
f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan
68
Catur Ari Wulandari, Op.cit, hal.5
49
Kerangka yang dibangun dalam suatu negara mengenai corporate
governance harus mampu melindungi hak-hak tersebut.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham
(Equintable tratment of shareholders)
Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari
hak-hak Pemegang Saham. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya
perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu
kelas, melarang praktek-praktek perdagangan orang dalam (insider
trading) dan mengharuskan anggota direksi untuk melakukan
keterbukaan
apabila
menemukan
transaksi-transaksi
yang
mengandung benturan kepentingan. Kerangka yang mampu
dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governance harus
mampu menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh
pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas asing.
3. Peranan shareholders yang terkait dengan perusahaan (The role of
stakeholders)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate
governance
harus memberikan perngakuan terhadap hak-hak
stakeholders seperti yang ditentukan dalam undang-undang, dan
mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para
stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan,
lapangan
kerja,
dan
kesinambungan
usaha.
Hal
tersebut
50
diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang mengakomodasi peran
stakeholders dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan
juga diharuskan membuka akses informasi yang relevan bagi
kalangan stakeholders yang ikut berperan dalam proses corporate
governance.
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclsure & transparancy)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate
governance harus menjamin adanya pengungkapan informasi yang
tepat waktu dan akurat untuk setiap permasahalan yang berkaitan
dengan perusahaan. Dalam pengungkapan informasi ini termasuk
adalah informasi ini termasuk adalah informasi mengenai keadaan
keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan. Di samping itu informasi yang diungkapkan harus
disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang
berkualitas tinggi. Manajemen perusahaan juga diharuskan
meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat
independen atas laporan keuangan perusahaan untuk memberikan
jaminan atas penyusunan dan penyajian informasi
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate
governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan,
pemantauan yang efekif terhadap manajemen yang dilakukan oleh
dewan komisaris dan direksi serta akuntabilitas
terhadap
51
perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangan-kewenangan
yang
harus
dimiliki
oleh
dewan
komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya
kepada pegang saham dan stakeholders lainnya.
Berdasarkan prinsip-prinsip dasar diatas terdapat 5 (lima) unsur
penting dalam corporate governance. Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Prinsip-prinsip
Good Corporate Governance adalah:
1. Transparansi
(transparency),
yaitu
keterbukaan
dalam
melaksanakan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan;
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan
dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif;
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Selain yang dijelaskan oleh Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan
52
Usaha Milik Negara (BUMN), berikut penjelasan lebih lanjut mengenai
prinsip-prinsip Good Corporate Governance:
1) Transparansi (Transparancy)
Transparansi
yaitu
keterbukaan
dalam
proses
pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi maateriil dan
relevan mengenai perusahaan.69
Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan
Good Corporate Governance. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan
berarti seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan
mengetahui
dengan
jelas
pertimbangan
dan
alasan-alasan
untuk
pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan diambil.70
Mereka juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan keberatan
ataupun pertimbangan lain sebelum proses tersebut dilaksanakan. Begitu
pula dampak positif maupun negatif dari pengambilan keputusan tersebut
terinformasikan
dengan
jelas
kepada
pihak-pihak
yang
terlibat.
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materiil dan relevan
tentang perusahaan merupakan akuntabilitas perusahaan terhadap publik
dan para pemangku kepentingan. Dengan adanya keterbukaan ini para
pemangku kepentingan dapat menimbang segala pertanyaan atas
pelaksanaan tugas yang dibebankan pada suatu fungsi. Mulai dari apa
69
Achmad Daniri, Op.cit, hal.4
Loc.cit
70
53
sajakah tugas pokok dan fungsi dari jabatan tersebut, apa sajakah hasilhasil yang diharapkan dan bagaimana hasil pelaksanaanya.71
Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor
dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap resiko dan
keuntungan dari investasinya. Pengungkapan masalah yang khusus
berhubungan
dengan
kompleksnya
organisasi
dari
konglomerat.
Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar
untuk menentukan apakah perusahan tersebut memiliki hutang yang
menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi
akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan
resiko dan pertambahan dari perubahan modal (volatility capital).72
Dengan keterbukaan informasi tersebut maka para stakeholder dapat
menilai kinerja berikut mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam
melakukan transaksi dengan perusahaan. Adanya informasi kinerja
perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan
dapat diperbandingkan, dapat menghasilkan terjadinya efisiensi atau
disiplin pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan
71
Loc.cit
Adrian Sutendi, Op.cit, hal.11
72
54
baik
dan
tepat,
akan
dapat
mencegah
terjadinya
benturan
kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam perusahaan.73
Intinya, perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas, dan
frekuensi dari pelaporan keuangan. Penguragan dari kegiatan curang
seperti manipulasi laporan (creative accounting), pengakuan pajak yang
salah dan penerapan dari prinsip-prinsip pelaporan yang cacat,
kesemuanya adalah masalah krusial untuk meyakinkan bahwa pengelolaan
perusahaan dapat dipertahankan (suintable). Pelaksanaan menyeluruh
dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang sesuai hukum akan
meningkatkan kejujuran dan pengungkapan.74
2) Akuntabilitas (Accountability)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.75 Perusahaan
harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan
lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.76
73
Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di
http://bankingnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 23 November 2014
74
Loc.cit
75
I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.53
76
Ibid, hal.52
55
Prinsip ini diwujudkan antara lain menyiapkan laporan keuangan
(Financial Statement) pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat
mengembangkan Komite Audit dan Resiko untuk mendukung fungsi
pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan dan merumuskan
kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik
berdasarkan best prestice. Transformasi menjadi “Risk-based” Audit,
manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan,
penegakan hukum, menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat
(berbasis profesionalisme).77
Penciptaan
sistem
pengawasan
yang
efektif
berdasarkan
keseimbangan pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners,
Board of Directors, Shareholders dan Auditor (pertanggungjawaban
wewenang, traceable, reasonable). Dalam hal ini Direksi (beserta
manajer) bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang
saham.78
Banyak perusahaan di Asia dikontrol oleh kelompok kecil pemegang
saham atau oleh pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan
masalah dalam mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang
memadai (adequate disclosure).79
Sepertinya pengelolaan perusahaan didasarkan pada pembagian
kekuasaan di antara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada
77
Loc.cit
Amin Wijaya Tunggal, Corporate Governance, Jakarta, Harvindo, 2007, hal.6
79
Adrian Sutedi, Op.cit, hal.11
78
56
pengoprasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh
direksi.
Dewan
direksi
diharapkan
untuk
menetapkan
kesalahan
(oversight) dan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajememn
perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga terdapat kurangnya
accountability dan berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan.
Komplikasi tambahan adalah berulangnya kesenjangan dalam laporan
komisi pemeriksaan keuangan (audit committee reporting) kepada dewan
dan lemah atau tidak efektifnya sistem kontrol internal. 80
Masalah yang juga sering ditemukan di perusahaan-perusahaan
Indonesia adalah kurang efektifnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris.
Atau bahkan sebaliknya, Komisaris
mengambil alih peran berikut
wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Oleh karena itu diperlukan
kejelasan mengenai tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu
mekanisme checks and balances kewenangan dan peran dalam mengelola
perusahaan.81
Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip akuntabilitas
ini antara lain:82
a. Praktik Audit Internal yang efektif
b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab
dalam anggaran dasar perusahaan, kebijakan, dan prosedur di
perusahaan.
80
Loc.cit
Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di
http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014
82
Loc.cit
81
57
3) Tanggung Jawab (responsibility)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.83
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari
bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan
eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus
ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibilitas
ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi
kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat
yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.84
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.85
Prinsip ini diajukan dengan kesadaran tanggung jawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya tanggung jawab sosial, menghindari
penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesioal dan menjunjung etika,
memelihara lingkungan bisnis yang sehat.86
83
Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di
http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014
84
Loc.cit
85
I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.52
86
Loc.cit
58
4) Kemandirian (independency)
Independensi merupakan prinsip penting dalam penerapan Good
Corporate Governance di Indonesia. Independensi atau kemandirian
adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.87
Independensi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan.
Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan
menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut.
Kejadian ini akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan
kepentingan perusahaan yang seharusnya mendapat prioritas utama.88
Untuk meningkatkan independensi dalam pengambilan keputusan
bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan beberapa aturan,
pedoman, dan praktek di tingkat organ perseroan, terutama di tingkat
Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh Undang-Undang diberi amanat
untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.89
Prinsip ini juga mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara
profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau
intervensi pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good
87
Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di
http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014
88
Loc.cit
89
Loc.cit
59
Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.90
5) Kewajaran (fairness)
Yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya,
harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku
kepentingan
lainnya
berdasarkan
asas
kewajaran
dan
kesetaraan.91
Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak
hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara peraturan
perundangan yang berlaku. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan
stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (Equal Treatment).
Namun,
perusahaan
juga
perlu
memberikan
kesempatan
kepada
stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri
memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.92
Secara filosofis Jeremy Bentham, seorang filsuf dan ahli hukum
Inggris menyatakan “Dalam gelapnya ketertutupan, segala jenis kepentingan
jahat berada dipuncak kekuasaannya. Hanya dengan keterbukaanlah
90
Erfina Nurmalasari, Op.cit, hal.50
Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, Komite Nasional Kebijakan
Governance Tahun 2006
92
Nur Hasanah, Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Perbankan, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2013, hal.46
91
60
pengawasan terhadap segala ketidakadilan dilembaga peradilan dapat
dilakukan”. Selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan.
Keterbukaan adalah alat untuk melawan serta penjaga utama ketidak
jujuran. 93
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan
korporasi yang melindungi kepentingan minoritas, membuat pedoman
perilaku perusahaan (corporate conduct) dan/atau kebijakan-kebijakan
yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam, dan
konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggung jawab dewan
komisaris, direksi, dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan
informasi secara wajar atau pengungkapan penuh material apapun,
mengutamakan Equal Job Oppurtunity.94
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak stakeholders
berdasarkan sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi
hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai
bentuk
kecurangan.
trading (transaksi
Bentuk
yang
kecurangan
melibatkan
ini
informasi
bisa
berupa insider
orang
dalam), fraud
(penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), korupsi-kolusinepotisme (KKN), atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti
93
Lo.cit
I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.50
94
61
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru,
merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.95
Dengan penjelasan mengenai prinsip tersebut, maka setiap
perusahaan harus memastikan bahwa prinsip Good Corporate Governance
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.
Prinsip Good Corporate Governance tersebut, diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan
pemangku kepentingan (stakeholders). Bahwa, dalam rangka penerapan
tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance maka
telah ditetapkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah
diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Peraturan Menteri tersebut menjadi landasan
hukum diperlukannya penerapan praktek tata kelola yang baik (Good
Corporate Governance) pada BUMN.96
95
Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di
http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014
96
Erfina Nurmalasari, Fungsi Sekretaris Perusahaan dalam Menciptakan Tata Kelola
Yang Baik Berdasarkan Pasal 29 PER-01/MBU/2011 Pada PT.POS Indonesia (Persero),
Universitas Jenderal Soedirman, 2014, hal.43
62
4. Tujuan Good Corporate Governance
Dari penjelasan mengenai Good Corporate Governance di atas,
maka dapat diketahui tujuan dari prinsip-prinsip tersebut, yaitu:97
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non
pemegang saham
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau
Board of Directors dan manajemen perusahaan
e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan
manajemen senior perusahaan.
Selain itu berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Good Corporate Governance
memiliki tujuan, yakni:
1) mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing
yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga
mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan
untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN;
2) mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan
efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan
kemandirian Organ Persero/Organ Perum;
3) mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN
terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar BUMN;
4) meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
5) meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi
nasional.
97
Aruna Sayati, Tujusn Penerapan Prinsip Good Corporate Governance, Tersedia di
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-dan-manfaat-penerapan-prinsip/,
20 November 2014
63
5. Penerapan Good Corporate Governance
Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di
perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk malakukan tahapan yang
cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan
tingkat kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance
dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di
dalam perusahaan.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan
Good
Corporate
Governance
menggunakan
tahapan
berikut:98
1. Tahap Persiapan, Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama :
1). Awareness Building
Awareness building merupakan langkah sosialisasi awal
untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Good
Corporate
Governance
dan
komitmen
bersama
dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta
bantuan tenaga ahli independent dari luar perusahaan. Bentuk
kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan
diskusi kelompok.
2) Good Corporate Governance Assessment,
Good Corporate Governance Assessment merupakan
upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi
98
Achmad Damiri, Op.it, hal.113-117
64
perusahaan dalam penerapan Good Corporate Governance saat
ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level
penerapan
Good
mengidentifikasi
Corporate
Governance
langkah-langkah
yang
dan
untuk
tepat
guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang
kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance secara
efektif. Dengan kata lain Good Corporate Governance
Assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek
apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan
langkah-langkah
apa
yang
dapat
diambil
untuk
mewujudkannya.
3).Good Corporate Governance Manual building.
Good Corporate Governance Manual Building adalah
langkah berikut setelah assessment dilakukan. Berdasarkan hasil
pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi
prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman
implementasi Good Corporate Governance dapat disusun.
Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan
antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk
keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek
seperti:
a. Kebijakan Good Corporate Governance Perusahaan
65
b. Pedoman Good Corporate Governance bagi organ-organ
Perusahaan
c. Pedoman perilaku
d. Audit Committee Charter
e. Kebijakan Disklosur dan Transparansi
f. Kebijakan dan Kerangka Manajemen Risiko
g. Roadmap Implementasi
2. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki Good Corporate Governance
Manual,
langkah
selanjutnya
adalah
memulai
implementasi
diperusahaan. Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yakni :
a. Sosialisasi;
Sosialisasi
diperlukan
seluruhperusahaan
implementasi
untuk
berbagai
Good
memperkenalkan
aspek
Corporate
yang
terkait
Governance
kepada
dengan
khususnya
mengenai Pedoman Penerapan Good Corporate Governance.
Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan
Direktur Utama atau salah satu Direktur yang ditunjuk sebagai
GC champion di Perusahaan.
b. Implementasi;
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan
Pedoman Good Corporate Governance yang ada, berdasarkan
66
roadmap yang disusun. Implementasi harus bersifat top down
approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi
perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya
manajemenperubahan (change management) guna mengawal
proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi Good
Corporate Governance.
c. Internalisasi.
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi.
Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan
Good Corporate Governance di dalam seluruh proses bisnis
perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya
prosedur pengadaan, dan lain-lain), sistem kerja, dan berbagai
peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan
Good
Corporate
Governance
bukan
sekadar
dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktifitas
perusahaan.
3. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas
penerapan Good Corporate Governance telah dilakukan, dengan
meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring
67
atas praktik Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak
perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang
demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan
skoring.
Evaluasi dalam bentuk assesment, audit atau scoring juga
dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan di
lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan
kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam
implementasi
mengupayakan
Good
Corporate
Governance
perbaikan-perbaikan
yang
sehingga
perlu
dapat
berdasarkan
rekomendasi yang diberikan. Dalam hal membangun Good Corporate
Governance, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang
diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam
perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan
yang bernuansa Good Corporate Governance, maka diperlukan
langkah-langkah berikut :
a. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan,
serta sistem operasional pencapaiannya secara jelas
b. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan
peran dan fungsi organ perusahaan (check and balance)
c. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses
pengambilan
keputusan
maupun
keperluan
keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan
68
d. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada
kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar,
tetapi juga mencakup pengendalian risiko perusahaan
e. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham
secara adil ( fair) dan setara diantara para pemegang saham
f. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya
Tahapan tersebut menjelaskan langkah yang ditempuh sebuah
perusahaan untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance. Secara
umum prinsip Good Corporate Governance memberikan sebuah perubahan
di Indonesia tepatnya pada sektor hukum, dimana adanya reformasi hukum.
Berbagai bentuk cara dilakukan dalam rangka mensosialisasikan
penerapan Good Corporate Governance, baik dengan dibentuknya Komite
Nasional Kebijakan Governance yang menjadi sejarah perkembangan Good
Corporate Governance di Indonesia, maupun dengan dibuatnya aturan yang
dapat melandasi penerapan Good Corporate Governance di Indonesia,
beberapa
program
atau
inisiatif
yang
menjadi
landasan
tersebut
diantaranya:99
a. Revisi Undang-Undang Korporasi/PT
b. Revisi Undang-Undang Pasar Modal
c. Dikeluarkannya berbagai acuan pelaksanaan Good Corporate
Governance yaitu, Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah diperbaharui
menjadi Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
99
I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.75
69
Beberapa ketentuan tersebut menjadi tonggak penting dalam
penerapan Good Corporate Governance di Indonesia, namun sebuah survei
yang
dilakukan
oleh
Institute
of
Corporate
Governance
(ICG)
memperlihatkan masih lemahnya penerapan Good Corporate Governance.
Bahkan lingkungan perusahaan-perusahaan publik, yang jelas memiliki
tanggung jawab besar terhadap publik. Berdasarkan hal tersebut, kesadaran
akan pentingnya penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan
perlu ditingkatkan yang dapat berpengaruh pada kemajuan dari suatu
perusahaan.
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif atau penlitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka
sehingga disebut juga penelitian hukum kepustakaan.100 Penelitian hukum
normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum
sejenis ini, mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia
yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan.101
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptifanalitis sesuai dengan masalah dan tujuan dalam penelitian ini. Deskriptif
analitis adalah menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dari praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan dalam penelitian ini.102
Kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan
menggambarkan tanggung jawab Dewan Komisaris pada PT. Gapura
100
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Pt. Raja
Grafindo Persada, 2007, hal 116
101
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada 2006 hal 118
102
Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1999 hal. 97-98
71
Angkasa, Jakarta dalam pelaksanaan penerapan prinsip Good Corporate
Governanceberdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 serta
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01
/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik ( Good
Corporate Governance ) Pada Badan Usaha Milik Negara.
C. Lokasi Penelitian
1) UPT Perpustakan Universitas Jenderal Soedirman Jalan Prof. Dr. HR.
Boenjamin 708 Grendeng – Purwokerto.
2) Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman Jalan Prof. Dr. HR. Boenjamin 708 Grendeng –
Purwokerto.
3) PT. Gapura Angkasa, Jalan Angkasa Blok B 12 Kavling 8 Kota
Bandar Baru Kemayoran, Jakarta.
D. Sumber Data
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data
Sekunder, yang berupa:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat
mengikat,103 antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
103
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 52
72
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
4) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor Per-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
5) Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate
Governance pada PT. Gapura Angkasa Tahun 2008 dan
Tahun 2011 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan provinsi DKI
Jakarta.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti Rancangan
Undang-Undang, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan
hukum. Kaitannya dengan penelitian ini bahan hukum sekunder
yang digunakan \adalah hasil penelitian dan hasil pemikiran
dari kalangan hukum seperti literatur, jurnal, dan bulentin
ilmiah bidang hukum. 104
c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
104
Loc.cit
73
hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi, dan lainlain. 105
E. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dipandang relevan dan memadai
untuk memperoleh data sekunder dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan, Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan
penelitian tersebut.106
F. Metode Penyajian Data
Penyajian bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan bentuk
teks naratif, yaitu data yang sudah diolah dalam uraian teks narasi.
Penyajian teks naratif ini merupakan sebuah uraian yang disusun secara
sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh
akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok
permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan yang
utuh.107
105
Loc.cit
M.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hal.111
107
M.Nazir,Ibid, hal.115
106
74
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis data normatif kualitatif. Metode analisis data normatif
kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran yang disusun secara logis
terhadap hasil penelitian terhadap norma, kaidah, maupun teori hukum
yang relevan dengan pokok permasalahan.108
108
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Cetakan
Keempat, Bayumedia Publishing, 2008, hal. 293
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data Sekunder
1. Gambaran Umum PT. Gapura Angkasa
1.1 Profil PT. Gapura Angkasa
PT. Gapura Angkasa didirikan pada tanggal 26 Januari 1998
berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah, SH Nomor 32 tanggal 26 Januari
1998 dan Akta Perubahan Nomor 33 tanggal 21 Desember 1998 dan telah
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman sesuai dengan Keputusan
Nomor C-21003 HT.01.01-TH 99 tanggal 31 Desember 1999. Saat ini,
Kantor Pusat Perusahaan beralamat di Gedung DAPENRA, lantai 1, 2, dan
3, di Jalan Angkasa Blok B12, Kavling 8, Kota Baru Bandar Kemayoran,
Jakarta 10610, Indonesia.
Modal dasar Perusahaan ditetapkan sebesar Rp. 860.160.000.000,yang terbagi atas 8.601.600 lembar saham dengan nilai nominal Rp.
100.000,- per lembar,-. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan
sebanyak 2.150.400 dengan kompisisi kepemilikan:
1. PT. Garuda Indonesia (Persero) sebanyak 1.263.360 lembar saham,
seharga Rp. 126.336.000.000,- (58,75%)
2. PT. Angkasa Pura I (Persero) sebanyak 215.040 lembar saham,
seharga Rp. 21.504.000.000,- (10%)
76
3. PT. Angkasa Pura II (Persero) sebanyak 672.000 lembar saham
atau seharga Rp. 67.200.000.000,- (31,25%)
Sebagai perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki oleh BUMN,
pengelolaan PT. Gapura Angkasa tunduk pada ketentuan-ketentuan yang
mengatur BUMN.
1.1.1
Visi dan Misi
Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun
2010-2014, yang disusun dengan mengacu kepada Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara nomor KEP-102/MBU/2002, tanggal 4 Juni
2002, tentang Penyusunan Rencana Jangka Panjang Badan Usaha Milik
Negara, yang disesuaikan dengan kepentingan perusahaan, dinyatakan visi
dan misi Perusahaan sebagai berikut :
1.1.1.1 Visi Perusahaan
Menjadi penyedia jasa ground handling dan jasa terkait lainnya di
bandar udara dengan kualitas layanan kelas dunia (to provide World-Class
Airport Services)
1.1.1.2 Misi Perusahaan
Sebagai perusahaan penyedia jasa ground handling dan jasa terkait
lainnya di bandar udara guna berkontribusi positif dalam integrasi bisnis
jasa penerbangan nasional selalu berupaya meraih laba dan pertumbuhan
untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholders.
Misi diatas mengandung pengertian :
77
a. Dengan beroperasinya PT. Gapura Angkasa sebagai penyedia jasa
ground handling dan jasa terkait lainnya di berbagai bandara di
Indonesia, dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan
perkembangan industri penerbangan nasional, baik dalam peningkatan
kualitas layanan maupun efisiensi harga.
b. Dalam pengelolaannya, PT. Gapura Angkasa harus memperoleh laba
untuk terus tumbuh,berkembang da memiliki daya saing yang kuat
serta dapat memberikan sumbangan pada peningkatan pendapatan
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Memberi
kontribusi positif dalam integrasi bisnis jasa penerbangan nasional.
1.1.2
Tujuan Perusahaan
Untuk mewujudkan visi dan misi diatas, PT. Gapura Angkasa
menetapkan 3 tujuan strategis jangka panjang, yaitu ;
- Menyediakan layanan jasa ground handling dan jasa terkait lainnya
yang memenuhi standar kualitas kelas dunia
- Menjadi „role model” bagi perusahaan ground handling di
Indonesia
- Meraih laba dan pertumbuhan untuk meningkatkan kesejahteraan
seluruh stakeholders
1.2 Susunan Komisaris PT. Gapura Angkasa
Berdasarkan Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa (Akta
Pendirian Nomor 32 tanggal 26 Januari 1998 yang diubah terakhir
dengan Akta Nomor 2 tanggal 1 September 2010) susunan Dewan
78
Komisaris PT. Gapura Angkasa saat ini berdasarkan Akta Keputusan
Pemegang Saham Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham Nomor 19
tanggal 22 Nopember 2013 sebagai berikut
1) Komisaris Utama : Novianto Herupratomo
2) Komisaris : Drs. H. Yushan Sayuti
3) Anggota Komisaris : Drs. Rinaldo J. Azis
4) Anggota Komisaris : Ir. IGN Bambang Tjahjono CES
5) Komisaris Independen : Drs. Edie Haryoto
2. Penerapan Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa
2.1 Self Assesment
Setelah
Komite
Nasional
Kebijakan
Governance
menyusun
pedoman Good Corporate Governance (Code of Corporate Governance
Best Practices), sudah saatnya kini diciptakan suatu alat untuk mengukur
penerapan Good Corporate Governance suatu perusahaan.
Forum Governance Corporate Indonesia (FCGI) Forum yang terdiri
atas 10 asosiasi bisnis dan profesi terkemuka di Indonesia, bekerja sama
dengan Asian Developmant Bank dan Pricewaterhouse Coopers telah
mengembangkan suatu Penilaian mandiri (Self Assesment) sebagai alat
untuk membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia menilai sejauh mana
pelaksanaan Corporate Governannce-nya. Penilaian berbentuk Kuesioner
tersebut dinamakan Corporate Governance Self Assesment Checklist dan
telah dicetak dalam bentuk booklet. Alat tersebut berbentuk kuisioner yang
dapat diisi oleh perusahaan. Selanjutnya, perusahaan tersebut memberikan
79
penilaian atas skor secara objektif terhadap jawabannya. Melalui kuisioner
tersebut, perusahaan dapat melakukan penilaian mandiri pada beberapa
bidang Good Corporate Governance.
Ada beberapa hal yang dijadikan pembobotan dalam penilaian
mandiri antara lain hak dari pemegang saham, kebijakan Good Corporate
Governance, praktik Good Corporate Governance, pengungkapan
(disclosure), dan fungsi audit. Dengan mengetahui beberapa skor yang
diperoleh dari kuisioner tersebut, perusahaan bersangkutan dapat
mengetahui berapa besar keterbukaan, akuntabilitas, tanggungjawab,
kemandirian, dan kewajaran perusahaan tersebut.
Penilaian ini dilakukan oleh perusahaan tersebut, namun disini ada
peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dimana
lembaga ini mempunyai kewenangan dalam Asistensi penerapan Good
Corporate Governance. Sehingga Hasil assesment tersebut di hitung untuk
mengetahui skornya, lalu di buatkan laporan bagi perusahaan. Laporan
tersebut menyajikan secara berimbang mengenai kondisi penerapan Good
Corporate Governance di perusahaan, yakni selain mengungkapkan halhal yang telah dikelola secara baik, juga menguraikan bidang-bidang yang
memerlukan perbaikan.
Assesment
penerapan Good Corporate Governance pada PT.
Gapura Angkasa mengacu pada:
1) Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 yang telah diperbaharui menjadi Peraturan
80
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang disahkan pada tanggal 1 Agustuts 2011 oleh
Menteri Badan Usaha Milik Negara. Pasal 2 Peraturan Menteri
Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa
BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governance secara
konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada peraturan
menteri ini dan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang
berlaku serta anggaran dasar BUMN.
2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Pasal 5 Ayat (3) yang mewajibkan
pengelolaan BUMN berdasarkan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi,
transparansi,
kemandirian,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban dan kewajaran.
3) Kesepakatan bersama antara Staf Ahli Menteri Bidang Tata
Kelola Perusahaan Kementerian BUMN dengan Deputi Bidang
Akuntan Negara BPKP tanggal 19 Oktober 2006 mengenai
penetapan indikator dan parameter yang dipergunakan untuk
melakukan assesment dan review pada BUMN.
81
4) Surat
Direktur
Utama
PT.
Gapura
Angkasa
Nomor:
GP/DZ/227/2012 tanggal 30 Mei 2011 perihal Assesment
Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura
Angkasa tahun 2011
2.1.1 Tujuan Assesment
Tujuan Assesment Penerapan Good Corporate Governance adalah
untuk melakukan pengukuran dan pengujian atas penerapan Good
Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa sebagai informasi/masukan
bagi Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi
2.1.2 Metodologi Assesment
Metodologi yang digunakan dalam assesment penerapan Good
Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa adalah:
a. Review Dokumen
Review Dokumen dilakukan terhadap beberapa dokumen PT.
Gapura Angkasa, antara lain: Anggaran Dasar, Pedoman
Kebijakan Perusahaan, Piagam Komisaris dan Direksi, Code of
Conduct, risalah RUPS, risalah rapat Komisaris dan Direksi,
risalah rapat Direksi, Laporan Manajemen, dokumen Komite,
dokumen SPI, dokumen Corporate Secretary dan dokumen
lainnya yang berkaitan dengan Good Corporate Governance.
b. Kuesioner
82
Penyebaran kuesioner dilakukan untuk memperoleh gambaran
dari responden mengenai hal yang berkaitan dengan penerapan
Good Corporate Governance dan sebagai pendalaman lebih
lanjut terhadap informasi yang belum atau tidak dapat diperoleh
dari Review dokumen. Rancangan kuesioner disusun oleh Tim
Corporate
Governance
BPKP
(CG-BPKP).
Pemilihan
responden dilakukan oleh pihak PT. Gapura Angkasa, dengan
kriteria yang diberikan oleh Tim CG-BPKP
c. Wawancara
Sebagai pendalaman lebih lanjut terhadap informasi yang belum
atau tidak dapat diperoleh dari review dokumen dan kuesioner,
dilakukan wawancara kepada pihak terkait.
d. Analisis
Hasil review dokumen, kuisioner, wawancara dan observasi
dianalisis untuk mendapatkan capaian penerapan per parameter,
per indikator dan per aspek pengujian serta skor hasil assesment.
e. Presentasi Hasil Sementara
Hasil review dokumen, kuesioner, wawancara maupun observasi
kemudian dirangkum dan disimpulkan untuk mendapatkan
tingkat pemenuhan setiap indikator dan parameter assesment
penerapan Good Corporate Governance dipaparkan kepada Tim
Counterpart
83
f. Pelaporan
Tahap akhir dari kegiatan assesment penerapan Good Corporate
Governance adalah penyusunan laporan yang menunjukan
pencapaian penerapan Good Corporate Governance di PT.
Gapura Angkasa dan rekomendasi terhadap hal-hal yang masih
memerlukan perbaikan (area of improvements).
2.1.3 Penilaian Assesment oleh BPKP
Kebenaran atas data yang berkaitan dengan penerapan Good
Corporate Governance adalah tanggung jawab perusahaan. Tanggung
jawab Tim CG-BPKP terletak pada simpulan hasil assesment berdasarkan
penilaian yang dilakukan dengan batasan sebagai berikut:
a. Tidak melakukan penilaian atas kebijakan atau peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi eksternal perusahaan, kecuali dalam kaitan
untuk melihat dampaknya terhadap penerapan Good Corporate
Governance pada perusahaan
b. Tidak melakukan penilaian atas beban kerja masing-masing organ
perusahaan yang diperlukan untuk memastikan keseimbangan alokasi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab pada PT. Gapura Angkasa
c. Penilaiandilakukan sebatas data yang diperoleh oleh Tim CG-BPKP
selama proses assesment, selanjutnya rekomendasi didasarkan pada
simpulan areas of improvements yang diperoleh
84
d. Tidak melakukan penilaian terhadap dampak penerapan Good
Corporate Governance pada kinerja perusahaan
e. Penilaian dilakukan sebatas aspek governance, oleh karenanya tidak
mencakup indentifikasi atas kemungkinan adanya fraud (kecurangan)
2.2 Hasil Self Assesment penerapan Good Corporate Governance PT.
Gapura Angkasa
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan telah melakukan
assesment penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura
Angkasa tahun 2011 yang mencakup 5 (lima) governance yaitu Hak dan
Tanggungjawab Pemegang Saham/RUPS, Kebijakan Good Corporate
Governance, Penerapan Good Corporate Governance, Pengungkapan
(disclosure), dan Komitmen.
Berdasarkan assesment
penerapan Good Corporate Governance
pada PT. Gapura Angkasa yang dilakukan sejak Agustus 2010 sampai
dengan Oktober 2010 untuk periode 2011, dapat disimpulkan bahwa
penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa
mencapai skor 77,07 dari skor maksimal 100,00 atau 77,07%.. Uraian atas
skor tersebut adalah:
No
I
II
III
Aspek Governance
Hak dan Tanggung
Jawab Pemegang
Saham / RUPS
Kebijakan GCG
Penerapan GCG
A. Komisaris
Bobot
9
Capaian
Perusahaan
6,68
Presentase
(%)
74,19
8
7,76
97,04
27
21,62
80,07
85
IV
V
B. Komite
6
5,36
89,38
Komisaris
C. Direksi
27
22,05
81,65
D. SPI
3
2,40
79,96
E. Sekretaris
3
2,35
78,40
Perusahaan
Sub Total
66
53,78
53,78
Pengungkapan
7
2,35
33,54
Informasi (disclosure)
Komitmen
10
6,50
65,00
Total
100
77,07
77,07
Sumber: Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate
Governance pada PT. Gapura Angkasa Tahun 2011
Tabel di atas menggambarkan hasil perbandingan antara kondisi
penerapan Good Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa dengan
praktik terbaik (best practices) penerapan Good Corporate Governance.
Dari lima aspek pengujian terhadap Good Corporate Governance
PT. Gapura Angkasa, presentase capaian tertinggi 97,04% ada pada aspek
Kebijakan GCG yang ditunjukkan antara lain PT. Gapura Angkasa telah
memiliki pedoman/kebijakan GCG seperti Pedoman Tata Kelola
Perusahaan (Code of Corporate Governance), Kode Etik (Code of
Conduct), Komite Audit, Kebijakan hak dan kewajiban karyawan,
pelanggan dan pemasok. Muatan masing-masing kebijakan tersebut telah
memadai.
Sementara itu, presentase terendah 33,54% ada pada aspek
Pengungkapan Informasi (disclocure), disebabkan perusahaan tidak
membuat Laporan Tahunan maupun publikasinya kepada stakeholders.
2.3 Rekomendasi
86
Rekomendasi ini merupakan upaya dari pemerintah dalam hal membantu
perusahaan untuk memperbaiki penerapan Good Corporate Governance
pada PT. Gapura Angkasa agar dapat mencapai praktik terbaik (best
prractices) penerapan Good Corporate Governance.
3. Dewan Komisaris
3.1 Tanggung Jawab Dewan Komisaris berdasarkan Peraturan Perundangundangan
3.1.1 Tugas Dewan Komisaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Pasal 31
Komisaris
bertugas
mengawasi
Direksi
dalam
menjalankan
kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 32
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang
kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS,Komisaris
dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan
tertentu untuk jangka waktu tertentu.
3.1.2
Fungsi Dewan Komisaris berdasarkan Peraturan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor :PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata
87
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan
Komisaris/Dewan
Pengawas harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
dan/atau anggaran dasar.
(2) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan
berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai BUMN maupun
usaha BUMN dan memberikan nasihat kepada Direksi.
(3) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan
maksud dan tujuan BUMN, dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan
pihak atau golongan tertentu.
(4) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas membuat pembagian tugas
yang diatur oleh mereka sendiri.
(5) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyusun rencana
kerja dan anggaran tahunan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan RKAP.
88
(6) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyampaikan laporan
tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku
yang baru lampau kepada RUPS/Menteri.
(7) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau dan
memastikan bahwa GCG telah diterapkan secara efektif dan
berkelanjutan.
(8) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memastikan bahwa
dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat informasi mengenai
identitas,
pekerjaan-pekerjaan
utamanya,
jabatan
Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk rapat-rapat
yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat
gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau
tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan.
(9) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib melaporkan kepada
BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap
perubahannya.
(10) Mantan anggota Direksi BUMN dapat menjadi anggota Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN yang bersangkutan, setelah
tidak menjabat sebagai anggota Direksi BUMN yang bersangkutan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
89
3.2
Tugas Dewan Komisaris sesuai dengan Anggaran Dasar PT.
Gapura Angkasa
Pasal 15
Dewan
Komisaris
bertugas
melakukan
pengawasan
terhadap
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan yang dilakukan oleh
Direksi,
serta
memberiksn
nasihat
kepada
Direksi
termasuk
pengawasan terhadap Rencana Kerja dan Anggara Perseroan serta
ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham, peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Persero.
3.3
Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa dalam penerapan
Good Corporate Governance
Aspek penerapan Good Corporate Governance pada organ
Komisaris dinilai dengan menggunakan 11 (sebelas) indikator yang
mencerminkan complance dan best practices penerapan Good Corporate
Governance, yaitu:
1. Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris
2. Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas
3. Persetujuan Komisaris atau asumsi dan rencana pencapaian dalam
RJPP dan RKAP
4. Arahan Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana
dan kebijakan perusahaan
90
5. Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana
dan kebijakan perusahaan
6. Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi
7. Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan
yang menyangkut dirinya
8. Keterbukaan informasi
9. Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance
10. Pertemuan
rutin
dan
dokumentasi
pelaksanaan
kegiatan
Komisaris
11. Peran Sekretaris Komisaris
Berdasarkan hasil assesment yang dilakukan terhadap penerapan
kesebelas indikator tersebut dengan 33 (tiga puluh tiga) parameter, dapat
disimpulkan bahwa penerapan kesebelas indikator tersebut mencapai skor
21,62 dari skol maksimal 27,00 atau sebesar 80,07%.
Tingkat pemenuhan masing-masing indikator dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
a. Indikator yang tingkat pemenuhanya sudah baik, nampak dalam
pelaksanaan praktik sebagai berikut:
1) Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas
Dalam mewujudkan efektivitas proses pengambilan keputusan,
Komisaris telah menetapkan mekanisme pengambilan keputusan yang
91
tertuang dalam Anggaran Dasar, Board Manual, dan Surat Keputusan
Pemegang Saham Diluar RUPS PT. Gapura Angkasa.
Pembagian
tugas
Komisaris
diwujudkan
melalui
Surat
Keputusan Komisaris Utama dimana Komisaris Utama yaitu Eliza
Lumbantoruan melakukan tugas Komite Nominasi dan Komite
Remunerasi, serta melakukan pengawasan khususnya bidang Sumber
Daya Manusia. Sedangkan anggota Dewan Komisaris Rinaldo J. Azis
menangani tugas Komite Good Corporate Governance, anggota
Dewan Komisaris Harso Tjatur P. Menangani tugas Komite Risk
Management dan Komisaris Independent Edie Harjoto menangani
Komite Audit Keuangan.
Rencana kerja Dewan Komisaris yang memuat antara lain
orientasi Dewan Komisaris yang baru, pembagian tugas, rapat rutin
bulanan, rapat koordinasi dengan Komite Audit, evaluasi pelaksanaan
RJPP, evaluasi pelaksanaan RKAP dan Kinerja manajemen dan
mengidentifikasi permasalahan serta membuat rekomendasi tindakan
perbaikan kepada Direksi.
Program kerja Dewan Komisaris Tahun 2011 ditanda tangani
oleh Komisaris Utama, namun tidak disampaikan kepada Pemegang
Saham pada awal tahun 2011, melainkan tanggal 13 Februari 2012
bersamaan dengan penyampaian laporan Kegiatan Dewan Komisaris
tahun 2011
92
2) Persetujuan Komisaris atas asumsi dan rencana pencapaian dalam
RJPP dan RKAP
Komisaris telah memberi masukan secara komperhensif dalam
rangka penyempurnaan RJPP dan RKAP melalui media rapat, serta
memberikan persetujuan atas RKAP dan RJPP dalam jangka waktu
sesuai ketentuan
3) Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan
kebijakan perusahaan
Dewan Komisaris telah melakukan pengawasan dan pemantauan
(control dan monitor) terhadap kepatuhan Direksi dalam menjalankan
Perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dewan Komisaris telah melakukan pengawasan dan pemantauan
terhadap Kinerja Direksi dengan melibatkan Komite Komisaris, serta
menilai kinerja Direksi yang menyangkut tingkat keberhasilan mereka
dalam menjalankan perusahaan.
4) Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi
Dalam surat Dewan Komisaris kepada Pemegang Saham Nomor
GP/DEKOM/29/X/2011
tanggal
22
Oktober
2010
perihal;
Penyampaian Hasil Penialaian Komite Nominasi, isinya antara lain
bahwa untuk proses seleksi calon Direksi, Dewan Komisaris telah
membentuk Komite Nominasi dan telah meminta kepada Pemegang
Saham memberikan usulan nama-nama calon Direksi PT. Gapura
93
Angkasa dan kemudian telah melaksanakan assesment atas seluruh
calon Direksi melalui konsultan independen.
5) Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang
menyangkut dirinya
Sebagai wujud komitmen tertulis terhadap penerapan aturan
benturan kepentingan, seluruh Dewan Komisaris telah membuat Surat
Pernyataan Tidak Memiliki Benturan Kepentingan (Conflict of
Interest) ditandatangani tanggal 23 Februari 2011 pada awal
pengangkatannya
6) Peran Sekretaris Komisaris
Dalam Surat Keputusan Dewan Komisaris PT. Gapura Angkasa
Nomor DK/SEP/03/XII/2009 tanggal 31 Desember 2009 tantang
Pengangkatan Sekretaris Dewan Komisaris PT. Gapura Angkasa,
menetapkan Lestari Mustika Noor W sebagai Sekretaris Dewan
Komisaris, berikut uraian jabatannya.
Sekretaris Dewan Komisaris telah mempunyai ruang kerja,
memiliki fasilitas penyimpanan dokumen secara tertib. Sekretaris
Komisaris juga telah melaksanakan tugasnya dengan menyiapkan
undangan rapat yang memuat agenda rapat, menghadiri rapat
Komisaris dan membuat risalah rapat Komisaris.
b. Indikator yang penerapannya masih memerlukan perbaikan atau
penyempurnaan, dirinci sebagai berikut:
1) Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris
94
Perusahaan telah memiliki program pengenalan bagi Komisaris
yang dituangkan dalam Board Manual yang meliputi gambaran
mengenai
perusahaan,
Governance,
penjelasan
pelaksanaan
berkaitan
prinsip
dengan
Good
Corporate
kewenangan
yang
didelegasikan, Auditor Internal dan Eksternal, sistem dan kebijakan
pengendalian intern, tugas dan peran Komite Audit dan Komite Lain
yang diberntuk Dewan Komisaris, serta penjelasan mengenai tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
Pada tahun 2011 terdapat pengangkatan Komisaris baru yang
dituangkan dalam Surat Keputusan Pemegang Saham PT. Gapura
Angkasa Nomor PS/SKEP/01/1/2011 Tanggal 3 Januari 2011 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Direksi dan Dewan
Komisaris PT. Gapura Angkasa. Adapun pelaksanaan Program
Pengelolaan dilakukan pada tanggal 4-6 April 2011 dalam bentuk
kunjungan kerja ke Cabang Polonia Medan.
Namun Dewan Komisaris belum membuat dan melaksanakan
program pengembangan yang terstruktur dan sistematis untuk
meningkatkan kemampuan (skill and knowladge) bagi Dewan
Komisaris, yang dianggarkan dalam RKAP Perusahaan.
2) Arahan Komisairs terhadap Direksi atas implementasi rencana dan
kebijakan perusahaan
95
Belum tampak adanya kajian mengenai visi dan misi Perusahaan
yang dilakukan secara khusus oleh Dewan Komisaris. Penyampaian
tentang visi dan misi hanya berupa masukan dalam rapat.
Dalam pengelolaan risiko, Dewan Komisaris memberikan
masukan atau arahan kepada Direksi terkait dengan penerapan risiko
seperti pelaksanaan risk assesment dan risk management. Namun
identifikasi atas risiko korporasi yang tinggi (high exposure areas)
maupun review kebijakan dan strategi manajemen risiko belum
dilakukan karena Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko baru
selesai dibuaut dan disahkan oleh Komisaris Utama dan Direktur
Utama tanggal 23 September 2012.
Dewan Komisaris telah mendapatkan laporan tentang kinerja
Teknologi
dan
Informasi
(TI)
melalui
Laporan
Manajemen
Perusahaan Tahun Buku 2011 (audited), yang terdapat pelaksanaan
penerapan TI berupa finalisasi pembuatan sistem ERP untuk
pengelolaan
keuangan
dan
administrasi
back
office
guna
meningkatkan mtu pelaporan dan proses pekerjaan yang lebih efektif
dan efisien. Namun belum tampak adanya arahan masukan maupun
review kebijakan TI dari Dewan Komisaris.
Mengenai
penting
yang
memerlukan
perhatian
Dewan
Komisaris di luar hal-hal yang secara jelas sudah diatur dalam
Anggaran Dasar Dewan Komisaris belum memiliki kriterianya,
sehingga belum tampak adanya pembahasan atau tindak lanjut
96
maupun masukan kepada Direksi atas setiap masalah penting yang
timbul sesuai dengan kriteria.
Dewan Komisaris telah mengefektifkan komunikasi dengan
Direksi maupun jajarannya melalui surat menyurat, email,dan
gathering.
Dewan Komisaris telah melakukan otoritas atas transaksi yang
memerlukan persetujuan sesuai dengan Anggaran Dasar PT. Gapura
Angkasa berdasarkan Akta Pendirian Nomor 32 tanggal 26 Januari
1998 dan Akta Perubahannya tanggal 1 September 2010 Nomor 2
Pasal 11 butir 6, seperti perihal kerjasama pergudangan, rencana
kerjasama pengoperasian TTE, pergeseran anggaran biaya investasi
2011.
Kewenangan pendapatan auditor independen untuk tahun buku
2011 di dalam Risalah RUPS Laporan Manajemen Tahun Buku 2010
No.GP/RUPS/LM2010-02/IV/2011
tanggal
18
April
2011
dilimpahkan kepada Dewan Komisaris. Melalui Komite Audit, Dewan
Komisaris telah mengusulkan calon Auditor Eksternal kepada RUPS
yang memuat alasan pencalonan dan besarnya honorarium. Namun
Dewan
Komisaris
belum
tampak
berpartisipasi
aktif
dalam
meningkatkan Perusahaan.
3) Keterbukaan informasi
Untuk memastikan Direksi memberi perlakuan yang adil dan
setara dalam penyampaian informasi kepada pihak terkait, Dewan
97
Komisaris telah membahas laporan keuangan sebelum laporan
tersebut dipublikasikan dan memastikan auditor eksternal, SPI dan
Komite
Audit
memiliki
akses
terhadap
informasi
mengenai
Perusahaan dalam melaksanakan tugasnya. Namun, Komisaris belum
sepenuhnya menyampaikan informasi kepada Pemegang Saham
berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam batas kewenangannya.
Kriteria mengenai informasi yang dapat diberikan kepada
stakeholders lainnya belum ditetapkan Dewan Komisaris sehingga
belum ada kejelasan batas wewenang antara Dewan Komisaris dan
Direksi dalam menyampaikan informasi kepada stakeholders.
4) Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance
Komisaris telah melakukan pemantauan penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance antara lain melalui arahan
terhadap kegiatan perusahaan agar selalu konsisten terhadap aspek
Good Corporate Governance, Namun Dewan Komisaris belum
melakukan penilaian secara self assesment atas capaian kinerja Dewan
Komisaris.
5) Pertemuan rutin dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan Komisaris
Pelaksanaan rapat Komisaris telah sesuai ketentuan. Tata tertib
rapat yang mengatur jalannya rapat sejak perencanaan sampai dengan
pendokumentasian dan pendistribusian hasil rapat telah ditetapkan
dalam Anggaran Dasar dan Board Manual, serta telah dilaksanakan
secara konsisten.
98
Tingkat kehadiran Dewan Komisaris pada rapat Dewan
Komisaris sebagai perwujudan komitmen palaksanaan tugas dan
kewajibannya hanya 58%.
Risalah rapat telah dibuat, namun dari 15 rapat hanya 2 rapat
yang sudah mencantumkan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan
rapat sebelumnya.
B. Pembahasan
Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris dalam Penerapan Prinsip
Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa
Untuk mengetahui tanggung jawab hukum Dewan Komisaris, maka
perlu dikemukakan terlebih dahulu ketentuan Pasal 1 Angka (6) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakan bahwa:
“ Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. ”
Ruang lingkup tugas dan kewajiban Dewan Komisaris dirumuskan
dalam Pasal 108 Ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang
merumuskan:
“ Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada
direksi.”
99
Selain itu, penjelasan mengenai pelaksanaan tanggung jawab Dewan
Komisaris dirumuskan dalam Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas:
“ Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehatihatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108
Ayat (1) Undang-Undang ini untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
Pada Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas mengatur mengenai tugas dan kewajiban lainnya yang
ditanggung oleh Dewan Komisaris, yang merumuskan bahwa:
“ Dewan Komisaris wajib:
a.
Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan
salinannya;
b.
Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan
sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan terssebut
dan Perseroan lain; dan
c.
Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah
dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada
RUPS. “
Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
tanggung jawab Dewan Komisaris dalam BUMN, diatur juga dalam Pasal
100
31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang
merumuskan bahwa:
“ Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan
kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi “
Pada Pasal 12 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
PER-01/MBU/2011tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara
merumuskan mengenai fungsi Dewan Komisaris yaitu:
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
dan/atau anggaran dasar.
(2) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan
berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai BUMN maupun
usaha BUMN dan memberikan nasihat kepada Direksi.
(3) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan
maksud dan tujuan BUMN, dan tidak dimaksudkan untuk
kepentingan pihak atau golongan tertentu.
(4) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas membuat pembagian tugas
yang diatur oleh mereka sendiri.
101
(5) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyusun rencana
kerja dan anggaran tahunan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dan RKAP.
(6) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyampaikan
laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama
tahun buku yang baru lampau kepada RUPS/Menteri.
(7) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau dan
memastikan bahwa GCG telah diterapkan secara efektif dan
berkelanjutan.
(8) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memastikan bahwa
dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat informasi mengenai
identitas,
pekerjaan-pekerjaan
utamanya,
jabatan
Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk rapat-rapat
yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat
gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau
tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan.
(9) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib melaporkan kepada
BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap
perubahannya.
(10) Mantan anggota Direksi BUMN dapat menjadi anggota Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN yang bersangkutan,
102
setelah tidak menjabat sebagai anggota Direksi BUMN yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Menurut Ridwan Halim, tanggung jawab hukum adalah sesuatu
akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak
dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum
diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku
menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.109
Wahyu Kurniawan
dalam bukunya menyatakan bahwa, Dewan
Komisaris adalah organ perseroan yang mengemban dua tugas, yaitu
mengawasi direksi dan memberikan nasihat kepada direksi perseroan.
Dewan Komisaris juga mempunyai peran penting dalam corporate
governance, yaitu mengawasi sekaligus memberi nasihat kepada pengelola
perusahaan.110
Menurut Sutan Remy Sjahdeini taggung jawab dewan komisaris
dalam hal pengawasan meliputi segala hal (tanpa batas dan tanpa syarat)
yang terkait dengan kebijakan pengurusan oleh Direksi, baik mengenai
Perseroan maupun usaha perseroan.
Hardijan Rusli memberikan pendapat, bahwa dalam Perseroan
Terbatas, Dewan Komisaris mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai
berikut:111
109
Khairunnisa, Kedudukan, Skripsi: Peran, dan Tanggung Jawab Hukum Direksi,
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hal.4
110
Wahyu Kurniawan, Op.cit, hal.27
111
Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya: Kajian Analitis UU
Perseroan Terbatas. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996, hal.128
103
a. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan
Terbatas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
b. Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan
sahamnya dan atau keluarganya pada Perseroan Terbatas lainnya
c. Kewajiban lainnya ditetapkan dalam anggaran dasar, seperti
misalnya
a) Memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu
b) Melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan
tertentu untuk jangka waktu tertentu
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, dalam Pasal 15
Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa, tanggung jawab Dewan Komisaris
sudah dijelaskan dalam hasil penelitian point 3.2, yang menerangkan
bahwa:
“ Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, serta
memberiksn nasihat kepada Direksi termasuk pengawasan terhadap
Rencana Kerja dan Anggara Perseroan serta ketentuan Anggaran Dasar
dan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, peraturan perundangundangan yang berlaku, kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Persero. ”
104
Berdasarkan hasil penelitian pada point 3.3 tentang Dewan
Komisaris pada PT. Gapura Angkasa dalam penerapan Good Corporate
Governance, terdapat 11 indikator yang menjadi penilaian dari penerapan
Good Corporate Governance oleh Dewan Komisaris, yaitu
sebagai
berikut:
1. Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris
2. Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas
3. Persetujuan Komisaris atau asumsi dan rencana pencapaian
dalam RJPP dan RKAP
4. Arahan Komisaris terhadap direksi atas implementasi rencana
dan kebijakan perusahaan
5. Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana
dan kebijakan perusahaan
6. Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi
7. Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan
yang menyangkut dirinya
8.
Ketebukaan informasi
9. Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance
10. Pertemuan
rutin
dan
dokumentasi
pelaksanaan
kegiatan
komisaris
11. Peran Sekretaris Komisaris
Apabila hasil penelitian pada 3.2 dan 3.3 dihubungkan dengan Pasal
1 Angka (6), Pasal 108 Ayat (1), Pasal 114 Ayat (2), Pasal 116 Undang-
105
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, dan pendapat Wahyu Kurniawan, Ridwan Halim, serta Sutan
Remi Sjahdeni, maka dapat dideskripsikan bahwa Dewan Komisaris pada
PT. Gapura Angkasa memiliki kekurangan dalam hal pemberian nasihat
terhadap direksi. Pemberian nasihat yang dimaksud adalah mengenai
masalah penting yang ada dalam perusahaan. Di samping itu Dewan
Komisaris belum memberikan nasihat secara khusus mengenai tindak
lanjut dari risk management serta mengenai kebijakan Teknologi dan
Informasi. Kekurangan dalam pemberian nasihat tersebut adalah tidak
sesuai dengan Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris
terhadap direksi, memiliki tugas yang salah satunya adalah pemberian
nasihat kepada direksi.
Hasil penelitian 3.3 dihubungkan dengan Pasal 116 huruf c UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta pendapat
dari Rusli, dapat dideskripsikan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura
Angkasa masih terdapat kekurangan dalam hal pemberian laporan tentang
tugas pengawasan kepada RUPS, dalam hal ini seharusnya Dewan
Komisaris melaporkan pada awal tahun yaitu Januari 2011, namun Dewan
Komisaris baru memberi laporan pengawasan pada bulan Februari 2011.
Dalam laporan yang diberikan oleh Dewan Komisaris belum sepenuhnya
dilaporkan pada pemegang saham. Sehingga hal tersebut tidak sesuai
106
dengan Pasal 116 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Dewan Komisaris
pada PT. Gapura Angkasa belum sepenuhnya melaksanakan tanggung
jawabnya yang terdapat dalam Pasal 1 Angka (6), Pasal 114 Ayat (2),
Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara. Karena masih terdapat kekurangan dalam hal
pemberian nasihat kepada direksi dan pemberian laporan hasil pengawasan
kepada RUPS.
Selain itu, pada Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 merumusakan, bahwa:
“ Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris harus mematuhi
Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundangundangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, kewajaran, serta
pertanggungjawaban”
Mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance pada
BUMN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor: PER–01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha
Milik Negara.
107
Pasal 3 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa prinsipprinsip Good Corporate Governance, yaitu :
1. Transparansi
(transparency),
yaitu
keterbukaan
dalam
melaksanakan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan;
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan
dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif;
3. Pertanggungjwaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Pengukuran terhadap penerapan Good Corporate Governance diatur
pula dalam Pasal 44 Ayat (1), merumuskan bahwa:
BUMN wajib melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG
dalam bentuk:
a. Penilaian (assesment) yaitu program untuk mengidentifikasi
pelaksanaan
GCG
pelaksanaan
dan
di
BUMN
penerapan
melalui
GCG
di
pengukuran
BUMN
yang
dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun;
b. Evaluasi (review), yaitu program untuk mendeskripsikan
tindak lanjut pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN
yang dilakukan pada tahun berikutnya setelah penilaian
108
sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang meliputi evaluasi
terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut atas rekomendasi
perbaikan.
Menurut pendapat Sonda Marakachi dan Jean Bedard, Good
Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah bagi para
stakeholders.112
Menurut Endri, Akuntabilitas merupakan Kerangka corporate
governance yang harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan,
pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh Dewan
Komisaris, dan akuntabilitas Dewan Komisaris terhadap perusahaan dan
pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang
harus dimiliki oleh Dewan Komisaris beserta kewajiban-kewajiban
profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. 113
Selanjutnya Adrian Sutedi juga menyebutkan bahwa prinsip
keterbukaan atau transparansi yang merupakan prinsip di mana kerangka
kerja corporate governance harus memastikan bahwa diungkapkannya
informasi materiil perusahaan yang akurat dan tepat waktu, antara lain
meliputi situasi keuangan, kinerja perusahaan, pemegang saham, dan
manajemen perusahaan serta faktor risiko yang mungkin timbul. Informasi
112
Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 2
Endri, Artikel : Best Practice Good Corporate Governance dalam
Meningkatkan Sinergi dan Strategi Stakeholders, Universitas Bung Hata, diunduh melalui website
http://www.bunghatta.ac.id/artikel-134-8-best_practice_good_corporate_governance dalam sinergi
dan_kinerja_stakeholders_dalam.html
113
109
material yang perlu diungkapkan meliputi antara lain hasil keuangan dan
usaha perusahaan, pemegang saham utama, anggota board of directors dan
eksekutif, resiko yang mungkin dihadapi, struktur dan kebijakan
perusahaan serta target yang ingin dicapai.114
Selain itu, Adrian Sutedi juga memberikan penjelasan mengenai self
assesment, di mana self assesment atau penilaian mandiri berbentuk
kuisioner yang dinamakan Corporate Governance Self Assesment
Checklist. Alat tersebut berbentuk kuisioner yang dapat diisi oleh
perusahaan. Selanjutnya, perusahaan tersebut memberikan penilaian atas
skor secara objektif terhadap jawabannya.115
Menurut M. Ansyoril Syabana, prinsip kemandirian (independent)
adalah keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional untuk
mencapai tujuannya tanpa benturan kepentingan dan pengaruh tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan praktek-praktek korporasi yang sehat. Selain
prinsip kemandirian, ia juga memberi pendapat mengenai pengertian
prinsip kewajaran (fairness), di mana prinsip ini merupakan keadilan atau
keseraraan
dalam
memenuhi
hak-hak
stakeholders
yang
timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dan dalam kegiatan usahanya harus memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
114
115
Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 46
Ibid, hal. 74
110
Dalam hasil penelitian point 2.1 tentang Self Assesment yang
digunakan PT. Gapura Angkasa, yang menjelaskan mengenai penerapan
prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa, dapat
diketahui bahwa penilaiannya dengan Self Assesment yang nantinya dinilai
oleh BPKP dengan hasil akhir yang terdapat dalam point 2.2 mengenai
Hasil self assesment penerapan Good Corporate Governance PT. Gapura
Angkasa yang menghasilkan bahwa PT. Gapura Angkasa mencapai skor
77,07 dari skor maksimal 100,00 atau 77,07%.
Apabila hasil penelitian point 2.2 dihubungkan dengan Pasal 6 Ayat
(3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 3 dan Pasal 41 Ayat (1)
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MUB/2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) pada BUMN, dan pendapat dari Sonda Marrakachi, Jean
Bedard serta Adrian Sutendi maka dapat diketahui bahwa hasil penerapan
yang dilaksanakan oleh PT. Gapura Angkasa dilakukan dengan Self
Assesment. Dengan hasil pencapaian 21,62 dari skor maksimal 27,00 atau
setara dengan 80,07%. Angka tersebut termasuk dalam pencapaian yang
cukup baik.
Selain memberikan penilaian atas penerapan Good Corporate
Governance, BPKP juga memberika rekomendasi atas indikator yang
perlu peningkatan. Seperti yang sudah ada dalam hasil penelitian 2.3
mengenai rekomendasi. Rekomendasi yang diberikan pada Dewan
Komisaris antara lain:
111
a. Melaporkan penetapan Auditor Eksternal kepada Pemegang
Saham
b. Membuat program pemengembangan untuk meningkatkan
kemampuan (skill and knowladge) yang dimasukkan dalam
RKAP serta melaksanakannya
c. Mengkomunikasikan rencana kerja Dewan Komisaris kepada
Pemegang Saham pada setiap awal tahun
d. Mengkaji visi/misi Perusahaan secara berkala (tiga tahun sekali)
dan menyampaikan hasil kajiannya kepada Direksi
e. Memberikan arahan dan masukan tentang manajemen resiko
f. Memberikan arahan dan masukan tentang kebijakan Teknologi
dan Informatika
g. Menindaklanjuti hal-hal penting yang memerlukan perhatian
Dewan Komisaris di luar yang diatur dalam Anggaran Dasar
h. Berpartisipasi aktif dalam meningkatkan citra Perusahaan
i. Menyampaikan informasi tentang hasil pengawasannya secara
berkala kepada Pemegang Saham, serta bersama Direksi
menetapkan kriteria informasi yang dapat disampaikan kepada
stakeholders lainnya
j. Melakukan self assesment atas capaian kinerja Komisaris dan
melaporkannya kepada Pemegang Saham, setelah terlebih
dahulu menetapkan sistem penilaian kinerja Komisaris
k. Meningkatkan kehadiran dalam rapat
112
l. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan rapat
sebelumnya
serta
menginstruksikan
Sekretaris
Komisaris
mencantumkan evaluasi tersebut ke dalam risalah rapat
m. Melaporkan pembentukan, pengangkatan dan pemberhentian
Ketua maupun Anggota Komisaris kepada Pemegang Saham
Pada hasil penelitian point 3.3 mengenai penerapan prinsip Good
Corporate Governance yang dilakukan oleh Dewan Komisaris pada PT.
Gapura Angkasa, menerangkan bahwa ada 11 indikator aspek penilaian
penerapan Good Corporate Governance pada organ perseroan Dewan
Komisaris. Dari ke-11 indikator tersebut, ada 6 indikator yang termasuk
dalam indikator yang tingkat pemenuhannya sudah baik (hasil penelitian
point 3.3 huruf a) dan ada 5 indikator lainnya yang termasuk dalam
indikator
yang penerapannya
masih
memerlukan perbaikan atau
penyempurnaan (hasil penelitian point 3.3 huruf b).
Hasil penelitian point 3.3 huruf a, mengenai indikator yang tingkat
pemenuhannya sudah baik adalah kejelasan fungsi, pembagian tugas,
tanggung jawab dan otoritas, persetujuan Komisaris atas asumsi dan
rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP, Kontrol Komisaris terhadap
Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan, peran
Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi dalam Surat Dewan
Komisaris kepada Pemegang saham, tindakan Komisaris terhadap
(potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya, dan peran
Sekertaris Komisaris.
113
Apabila hasil penelitian point 3.3 huruf a angka 1 dan 2 dihubungkan
dengan Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik
Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011serta pendapat Endri, maka dapat diketahui bahwa aspek
kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas serta
aspek persetujuan Komisaris atas asumsi dan rencana pencapaian dalam
RJPP dan RKAP termasuk dalam prinsip akuntabilitas (accountability).
Dewan Komisaris sudah menerapkan prinsip ini, yang diwujudkan melalui
Surat Komisaris Utama yang berisikan mengenai kejelasan fungsi,
pembagian tugas dan rencana kerja serta otoritas Dewan Komisaris. Serta
dalam hal ini Dewan Komisaris sudah memberi masukan yang
komperhensif agar pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Hasil penelitian pada point 3.3 huruf a angka 4 dihubungkan dengan
Pasal Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik
Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011 serta pendapat dari M. Ansyoril Syabana, dapat
dideskripsikan bahwa aspek peran Komisaris dalam pemilihan calon
anggota Direksi, termasuk dalam prinsip kemandirian (independent) di
mana dalam hal ini Dewan Komisaris sudah menerapkan prinsip ini
dengan adanya pemilihan anggota Direksi yang dilakukan tanpa intervensi
dari pihak manapun, serta dengan adanya konsultan independen yang
membantu pemilihan calon direksi.
114
Pada hasil penelitian 3.3 huruf a angka 5 dihubungkan dengan Pasal
Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, dan
Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MUB/20110 serta
pendapat dari M. Ansyoril Syabana, maka dapat diketahui bahwa aspek
tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang
menyangkut dirinya termasuk pada prinsip kewajaran (fairness). Dewan
Komisaris sudah melaksanakan prinsip ini, dibuktikan dengan adanya
Surat Pernyataan Tidak Memiliki Benturan Kepentingan (Confilict of
Interest) tertanggal 23 Februari 2011. Surat tersebut diterbitkan sebagai
usaha dalam hal pemenuhan hak-hak stakeholders untuk melindungi dari
kecurangan-kecurangan seperti halnya insider trading (transaksi yang
melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), maupun KKN.
Sehingga dalam hal ini prinsip kewajaran telah diterapkan oleh Dewan
Komisaris.
Hasil penelitian point 3.3 huruf b, mengenai indikator yang tingkat
Komisaris, arahan Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana
dan kebijakan perusahaan, keterbukaan informasi, pemantauan efektivitas
praktik Good Corporate Governance, dan pertemuan rutin dan
dokumentasi pelaksanaan kegiatan Komisaris.
Berdasarkan hasil penelitian point 3.3 huruf b yang dihubungkan
dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PerMUB-01/2011 serta pendapat Adrian Sutedi mengenai prinsip keterbukaan
(transparancy), maka dapat diketahui bahwa penerapan prinsip ini belum
115
diterapkan secara maksimal. Karena keterbukaan informasi mengenai
informasi-informasi
hasil
pengawasan
Dewan
Komisaris
kepada
stakeholders belum disampaikan sehingga mengakibatkan ketidak jelasan
batas
wewenang
antara
Dewan
Komisaris
dan
Direksi
dalam
menyampaikan informasi kepada stakeholders.
Selanjutnya, apabila hasil penelitian pada point 3.3 huruf b
dihubungkan dengan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura
Angkasa belum menerapkannya dengan baik. Keterbukaan informasi
mengenai hasil pengawasan merupakan hak-hak dari stakeholders yang
harus dipenuhi oleh board of directors.
Selain prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip tanggung jawab
(responsibility) yang tersirat dalam hasil penelitian point 3.3 huruf b angka
4, apabila hasil penelitian point 3.3 huruf b angka 4 dihubungkan dengan
Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003,
Pasal 12 Pada Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor: PER – 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha
Milik Negara, serta pandangan tanggung jawab pengawasan Dewan
Komisaris menurut Sutan Remy Sjahdeini
maka dapat dapat
dideskripsikan bahwa aspek pengawasan efektivitas praktik Good
Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa
belum sepenuhnya
116
dilakukan oleh Dewan Komisaris. Padahal sudah jelas bahwa Dewan
Komiaris memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja direksi mengenai
hal perseroan, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 108 Ayat (1) Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, serta Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa. Selain itu yang
termasuk dalam prinsip ini adalah aspek mengenai arahan Komisaris
terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan
yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dari uraian tersebut di atas, diketahui bahwa dari 5 prinsip yang ada
dalam Good Corporate Governance yang wajib dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris berdasarkan Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang BUMN, terdapat 2 prinsip yang belum dilaksanakan secara
maksimal dan termasuk dalam aspek yang harus diperbaiki, yakni prinsip
keterbukaan
(transparancy)
dan
tanggungjawab
(responsibility).
Walaupun demikian, penerapan Good Cororate Governance yang
dilaksanakan oleh Dewan Komisaris sudah dalam kategori baik, karena
dari 5 prinsip yang seharusnya diterapkan, ada 3 prinsip yang sudah
termasuk dalam kategori aspek yang sudah baik, yaitu adalah prinsip
akuntabilitas (accountability), kemandirian (independent), dan kewajaran
(fairness).
117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa belum
sepenuhnya menerapkan tanggung jawabnya, hal tersebut didasarkan pada:
1. Dewan Komisaris memiliki 2 tugas pokok, yaitu pengawasan,
dan pemberian nasihat kepada direksi. Dalam hal ini Dewan
Komisaris belum menjalankan tugas pemberian nasihat kepada
direksi secara maksimal. Pemberian nasihat yang dimaksud
adalah pemberian nasihat yang berkaitan dengan masalahmasalah penting yang terdapat dalam perusahaan. Demikian pula
tindak lanjut dari pengawasan yang telah dilakukan, yakni
pemberian
laporan
mengenai
hasil
pengawasan,
belum
sepenuhnya dilaporkan kepada pemegang saham secara tepat
waktu.
2. Mengenai penerapan Good Corporate Governance, Dewan
Komisaris belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Dalam Peraturan Menteri BUMN
Nomor
:
keterbukaan
PER-01/MUB/2011
terdapat
(transparancy),
akuntabilitas
5
prinsip,
yaitu
(accountability),
tanggung jawab (responsibility), kemandirian (responsibility),
dan kewajaran (fairness).
Terdapat 2 prinsip yang termasuk
118
dalam indikator yang perlu diperbaiki, yaitu prinsip keterbukaan
(transparancy) dan tanggung jawab (responsibility).
B. Saran
Berdasarkan penerlitian tersebut, maka penulis memberikan
beberapa saran yang diharapkan dapat dipertimbangkan, baik oleh
pemerintah maupun perusahaan:
1. Pemerintah sebagai regulator, perlu membuat sanksi tegas bagi
perusahaan yang kurang dalam penerapan Good Corporate
Governance. Sehingga dapat dijadikan acuan perusahaan agar
lebih baik lagi.
2. Untuk perusahaan, agar membuat pedoman khusus penerapan
Good Corporate Governance, sehingga penerapan tersebut
dapat dilaksanakan secara maksimal dan lebih efektif. Karena
dengan adanya pedoman tersebut, Dewan Komisaris dapat
lebih mudah dalam pelaksanaan penerapannya.
3.
Dewan Komisaris sebagai salah satu pemeran penting dalam
penerapan Good Corporate Governance maka harus lebih
memperhatikan mengenai tanggung jawabnya yang telah
diamanatkan dalam undang-undang, peraturan pemerintah
maupun anggaran dasar. Agar segala tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan sepenuhnya.
119
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur:
Anoraga, Pandji, BUMN: Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi),Pustaka
Jaya, Jakarta, 1995
Asikin, Zainal dan Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, 2007
Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, PT. Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2009
Damiri, Achmad, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya
dalam Konteks Indonesia, Jakarta, PT. Ray Indonesia, 2006
Emirzon, Joni, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru
Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Yogyakarta, PT. Genta Press, 2007
Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya, Jakarta, 1997
Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, PT.
Banyumedia Publishing, 2008
Kurniawan, Wahyu, Corporate Governance, Jakarta, PT. Puataka Utama Grafiti,
2012
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 1993
Nazir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta, PT. Ghalia Indonesia, 1988
Purwaningsih, Endang, Hukum Bisnis, PT. Ghalia Indonesia, Bogor, 2010
Rusli, Hardijan Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya: Kajian Analitis UU
Perseroan Terbatas. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996
Simanjuntak, Cornelius, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta, PT. Sinar Grafika,
2009
Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT.
Grafindo Persada, 2007
120
Soemitro, Ronny Hanintijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, PT. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1999
Sutedi, Andrian, Good Corporate Governance, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2012
Tjager, I Nyoman, Corporate Governance Tantangan dan Kesemppatan bagi
Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prehillindo, 2003
Tunggal, Amin Wijaya, Corporate Governance, Jakarta, PT. Harvindo
Usman, Rusman, Dimensi Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk
Perusahaan Badan Usaha di Indonesia, Bandung, PT. Mandar Maju, 1997
Peraturan Perundang-undangan:
1. Undang – Undang Dasar 1945
2. Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara
4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER –
01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
( Good Corporate Governance ) Pada Badan Usaha Milik Negara
Sumber Internet:
1. http://www.bumn.go.id/daftar-bumn/
2. http://accountingareas.blogspot.com/2013/05/peranan-dewankomisaris-dan-komite.html
3. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-danmanfaat-penerapan-prinsip/
4. http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id+106:
tujuan-system-a-prinsip-gcg&catid=68:good-corporategovernance&Itemid=101
121
Sumber Data:
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan: Laporan Hasil Assesment
Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa Tahun 2008
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan: Laporan Hasil Assesment
Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa Tahun 2011
Sumber Lain:
Astanti, Dhiah Indah, Skripsi:Implementasi Good Corporate Governance
pada Perusahaan Asuransi, Universitas Diponegoro,Semarang, 2007
Hasanah, Nur, Skripsi:Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Kinerja Perbankan, Universitas Islam Negeri, Jakarta,
2013
Khairunnisa, Skripsi:Kedudukan, Peran, dan Tanggung Jawab Hukum Direksi,
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008
Komite Nasional Kebijakan Governance : Pedoman Umum Good
Corporate Governance, 2006
Nurmalasari, Erfina, Skripsi:Fungsi Sekretaris Perusahaan dalam
Menciptakan Tata Kelola Yang Baik Berdasarkan Pasal 29 PER-01/MBU/2011
Pada PT.POS Indonesia (Persero), Universitas Jenderal Soedirman, 2014
Shalahuddin, Skripsi:Good Corporate Governance dalam Penjualan Tanker
VLCC Pertamina,, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009
Sulistiani, Skripsi:Christie Dwi Karya, Peranan Audit Intern Dalam
Penerapan Good Corporate Governance Yang Efektif, Universitas Maranatha,
Bandung, 2013
Wulandari, Skripsi:Catur Ari, Tinjauan Pelaksanaan Good Corporate
Governance, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009
Download