TANGGUNG JAWAB HUKUM DEWAN KOMISARIS DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. GAPURA ANGKASA SKRIPSI Oleh: NADIA KARIMA E1A011033 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015 i ii SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : NAMA : NADIA KARIMA NIM : E1A011033 JUDUL SKRIPSI :TANGGUNG JAWAB HUKUM DEWAN KOMISARIS DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PT. GAPURA ANGKASA Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar asli karya saya sendiri, tidak menjiplak hasil karya orang lain dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Apabila di kemudian hari terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar sarjana yang telah saya peroleh. iii ABSTRAK Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi nasional, sehingga pengelolaannya harus dilaksanakan secara efisien dan berkelanjutan agar tujuan dari BUMN tersebut dapat dicapai secara maksimal. Good Corporate Governance merupakan upaya yang dilakukan oleh BUMN dalam mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan. Dewan Komisaris sebagai salah satu organ BUMN memiliki peran penting dalam melaksanakan Good Corporate Governance, terlebih lagi setelah terjadinya white collar crime dalam beberapa BUMN yang melibatkan pimpinan perusahaan. Di Indonesia, peningkatan kebutuhan Tata Kelola Perusahaan yang Baik semakin terasa setelah terjadinya krisis sejak tahun 1997. Diduga bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis di Indonesia adalah lemahnya pengawasan yang dilakukan terhadap Direksi perusahaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Dewan Komisaris. Penelitian ini disusun menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan menggambarkan suatu objek atau peristiwa. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, dan situs-situs internet dengan cara studi pustaka, yaitu dengan menginventarisasi data-data tersebut yang kemudian disajikan dalam bentuk uraian sistematis. Data-data yang diperoleh dianalisa dan dijabarkan berdasarkan norma hukum yang berkaitan dengan objek penelitian. Tulisan ini mengkaji mengenai penerapan prinsip yang ada dalam Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa yang dilaksanakan oleh Dewan Komisaris melalui Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate Governance pada Tahun 2011 yang nantinya dianalisis dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER01/MBU/2011 serta nantinya akan terlihat mengenai tanggung jawab hukum yang diterapkan oleh Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa. Kata Kunci : Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris, Good Corporate Governance, PT. Gapura Angkasa iv ABSTRACT State Owned Enterprises (SOE) is one of the principals of national economic activity, so that the management should be carried out in an efficient and sustainable for the purpose of state-owned enterprises can be achieved optimally. Good Corporate Governance is an effort made by SOE in order to optimize the value of state-owned enterprises company has strong competitiveness, nationally and internationally, so as to maintain its existence and sustainable living. Board of Commisioners as one of the organs of state-owned companies have an important role in implementing the Good Corporate Governance, especially after the occurrence of white collar crime in some state enterprises involving the leadership of the company. In Indonesia, the increasing needs of Good Corporate Governance increasingly felt the aftermath of the crisis since 1997. It was alleged that one of the causes of the crisis in Indonesia is weak oversight of the Board of Directors of the company that is supposed to be the responsibility of the board of commissioners. The research, by using the method of the normative yuridis to describe the object or event. A secondary of the data used in the scientific literature, regulation, document, officially and the sites on the internet, in a library thoroughly with the data which was presented in the form of a systematic description. Elaborated by data analysis based on the norms and laws related to the object of study. This writing assessing regarding the application of the principle of existing in Good Corporate Governance in PT. Gapura Angkasa that have been carried out by the board of commissioners through assessment reports on the results of the implementation of Good Corporate Governance in 2011 which will analyzed by way of an act Number 40 Of 2007 on limited liability company , the law number 19 year 2003 on soe , and the Minister of SOE Number: PER-01/ MBU/2011 and will be visible regarding the responsibility of the law applied by the board of commissioners on PT. Gapura Angkasa. Key Words:Legal Responsibility of Board Commissioners, Good Corporate Governance, PT. Gapura Angkasa v KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menjalankan proses untuk membuat skripsi (tugas akhir) pada akhir studi di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman dengan Judul : “ Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris dalam Penerapan Prinsip Good Corpoarte Governance Pada PT. Gapura Angkasa “ dengan semaksimal mungkin. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Penulis sadar bahwa pada penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan ,baik secara moril maupum materiil, baik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur dengan segala hormat, penulis menyampaikan banyak terimakasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 2. Bapak Satrio Saptohadi, S.H., M.H selaku Ketua Komisi Skripsi Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 3. Bapak Agus Mardianto, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 4. Bapak Sukirman, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 atas segala ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu terpacu untuk bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini; 5. Bapak Sutoyo, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi 2 atas segala ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu terpacu untuk bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini; vi 6. Ibu Hj. Krishnoe Kartika S.H., M.Hum selaku Dosen Penguji atas segala ilmu, petunjuk, pengarahan, bimbingan, nasihat, perhatian, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis selalu terpacu untuk bangkit dan berpikir lebih baik hingga selesainya skripsi ini; 7. Ibu Rohani Urip Salami, S.H., Ms selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan, motivasi dan nasihat-nasihat kepada penulis selama berproses dari awal di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 8. Seluruh Dosen, Staf, dan Karyawan Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman; 9. Orang tua tersayang H. Ucu S.E. Ak., MM dan Hj. Tuti Irawati S.H., Kaka tercinta Dinna Nurdinnah Islamiah S.H., Adik terkasih Anwar Hafidz A, dan Sofia Mardiah H. Atas doa dan dukungan baik moril maupun materiil; 10. Prabowo Dwi Utomo S.H., atas segala dukungan dan doa serta motivasi di tiap harinya ketika proses pembuatan skripsi ini, sehingga menjadi motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 11. PT. Gapura Angkasa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 12. Sahabat-sahabat bermain, belajar, dan berdiskusi dari awal hingga akhir pendidikan di Fakultas Hukum ini “ Mangs” , yakni Nurma Rosiana, Shenda Rahmania, Zhara Syahidatya, Lorria Yolanda, Diva Yovita, Bahtiar Putra, Andrewnov M, M.Yulian Akbar, Yulian Setianing, Elan Katrida, Rizky Kurnia Sani, Joshua Sihombing, Aldoni, dan Yamo fozu atas segala doa dan semangatnya serta telah menjadi teman belajar kelompok yang selalu membantu dalam segala hal; 13. Keluarga Besar Asian Law Students Assosiation (ALSA) Local Chapter Universitas Jenderal Soedirman dalam periode kepengurusan 2012-2013 dan 2013-2014, Demisioner, dan anggota ALSA LC Unsoed; 14. Keluarga Besar Asian Law Students Assosiation (ALSA) National Chapter Indonesia; vii 15. Keluarga di Griya Kusuma, Devina Putri Amadea, Rissa Putri, Muthia Sabrina, Prilliani, Amindah Melinda, Eno, Milla, Tiara, Anisa, Anisa R, Rima, dan Putri Saraswati terimakasih telah menjadi teman serumah selama 3 tahun; 16. Keluarga di Wisma Sinatria Ibu dan Bapak Suseno, Farha, Eka, Nadwa, Ellyn, Admira, Ninis, Dena, Shinta, Ka Maya, Ka Neno, Wiena, Shambrina, Wulan, Olva, Dhini, Maria, Intan, Demis, Rani, Vinny, Jupe, Ka Prili, Erlyn, Ka Dini, Audita, Ka Shereen, Diah, Syifa K, Ririn, Nilam, Aira, Raisa, Mega, Rahma, Ka Prima serta Syifa atas segala kehangatan kekeluargaan selama 6 bulan namun terasa bertahun tahun; 17. Teman-Teman PLKH Pidana, Perdata dan PTUN; 18. Teman-Teman KKN Unsoed 2014 Periode Bulan Juli-Agustus Desa Prembun, Tambak Rieska, Adit, Endi, Rine, Fuji, Icha, dan Abner; 19. Teman-Teman Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Kelas A Tahun Angkatan 2011 dan seluruh teman teman Universitas Jenderal Soedirman; 20. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis memohon maaf kepada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia yang memiliki banyak kekurangan, adanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pihak lain yang membutuhkan. Amin. Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii ABSTRAK ...................................................................................................... iv ABSTRACT ..................................................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................. 8 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian........................................................... 9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas (PT) .................................................... 11 1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) ............................ 12 2. Pendirian Perseroan Terbatas (PT) .............................. 13 3. Modal Perseroan Terbatas (PT) ................................... 17 4. Organ Perseroan Terbatas (PT) ................................... 19 B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ................................ 25 1. Sumber Hukum dan Pengertian BUMN ...................... 25 2. Kepengurusan dan Pengawasan BUMN ..................... 29 3. Bentuk-Bentuk BUMN................................................ 30 ix C. Good Corporate Governance (GCG) ................................ 34 1. Sejarah Good Corporate Governance (GCG) ............. 34 2. Pengertian Good Corporate Governance (GCG) ........ 41 3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) . 47 4. Tujuan Good Corporate Governance (GCG) ............. 62 5. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) ........ 63 BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .................................................... 70 B. Spesifikasi Penelitian ................................................. 70 C. Lokasi Penelitian ........................................................ 71 D. Sumber Data ............................................................... 71 E. Metode Pengumpulan Data ........................................ 72 F. Metode Penyajian Data .............................................. 73 G. Metode Analisis Data ................................................. 74 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .......................................................... 75 B. Pembahasan ................................................................ 98 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan................................................................. 117 B. Saran ........................................................................... 118 DAFTAR PUSTAKA x 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Hal tersebut bermakna bahwa perekonomian nasional yang diperankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus didasarkan pada demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional. Salah satu usaha pemerintah dalam menjalankan prinsip tersebut adalah dengan mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri yang ada dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. Pengertian BUMN berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara(selanjutnya disingkat menjadi UU BUMN) adalah : 2 “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” BUMN mempunyai penyelenggaraan peranan perekonomian yang nasional sangat karena penting dalam bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan BUMN berperan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian nasional, yaitu pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, posdan telekumunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan serta konstruksi.1 Dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar 1945 Pemerintah mewajibkan BUMN untuk menerapkan semua prinsip Good Corporate Governance, hal ini pun membantu dalam proses manajerial sebuah perusahaan. PT. Gapura Angkasa yang merupakan anak perusahaan dari PT. Angkasa Pura I, PT. Angkasa Pura II, dan PT. Garuda Indonesia yang bergerak dalam bidang grown handling, memiliki kewajiban dalam menerapkan prinsip tersebut. Walaupun secara tegas PT. Gapura Angkasa bukanlah BUMN namun karena perusahaan ini merupakan anak perusahaan BUMN maka PT. Gapura Angkasa tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Terlebih lagi perusahaan ini menyangkut 1 Daftar BUMN,di unduh dari http://www.bumn.go.id/daftar-bumn/, diakses pada, tanggal 14 September 2014 3 keselamatan para pengguna jasa dunia penerbangan. Sehingga penerapan prinsip ini sangat diperlukan demi kemajuan perusahaan PT. Gapura Angkasa dan adanya pengawasan dari pemerintah dalam hal penerapan prinsip tersebut pada perusahaan PT. Gapura Angkasa. Saat ini prinsip Good Corporate Governance telah menjadi acuan oleh negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam era globalisasi saat ini, Good Corporate Governance mutlak perlu untuk dilaksanakan dengan disiplin baik, agar tercapai tujuan yang diinginkan. Good Corporate Governance merupakan kebutuhan dalam perusahaan, bukan suatu hal yang menakutkan bagi pegawai maupun pengusaha. Kesadaran dan itikad baik sangat penting bagi laju investasi. Rendahnya tingkat kesadaran akan perlunya penerapan Good Corporate Governance, mengakibatkan tingginya risiko untuk berinvestasi di Indonesia. Kepercayaan investor dan iklim yang kondusif patut disiapkan demi investasi yang manguntungkan bagi masa depan Indonesia.2 Kegagalan perusahaan berskala besar,skandal-skandal keuangan dan krisis-krisis ekonomi di berbagai negara, telah memusatkan perhatian kepada pentingnya tata kelola perusahaan (corporate governance). Kebijakan lembaga keuangan perusahaan-perusahaan 2 melalui berskala besar dalam pendanaan pinjaman atau pemberian Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 42 modal 4 perusahaan,mulai memasukan syarat-syarat pelaksanaan corporate governance pada perusahaan-perusahaan.3 Suatu penelitian oleh Mc.Kinsey dan Company memberi indikasi bahwa para manajer dana di Asia akan membayar 26-30% lebih untuk saham-saham perusahaan yang corporate governance-nya baik dari pada untuk saham-saham perusahaan yang corporate governance-nya meragukan.Semua ini berarti bahwa negara-negara dan perusahaanperusahaan yang memiliki corporate governance yang baik akan mempunyai akses yang lebih baik terhadap sumber dana internasional dibandingkan mereka yang tidak mempunyai corporate governance yang baik.4 Di Indonesia, kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham sangat terpusat, dan presentase manajer yang termasuk dalam grup pengendali juga sangat tinggi. Hal ini pada hakikatnya merupakan ciri khas bagi suatu sektor usaha yang sedang berkembang serta pasar modal yang dalam pertumbuhan. Akan tetapi, sementara ekonomi dan perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak canggung lagi dan semakin berbaur dengan ekonomi dunia untuk pembiayaan pinjaman dan permodalan mereka serta pembelian dan penjualan produk-produknya, perhatian terhadap standar corporate governance yang disepakati di 3 4 Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal 4 Loc.cit 5 tingkat internasional merupakan keharusan bagi Indonesia untuk menerapkannya.5 Konsentrasi kepemilikan ini menimbulkan resiko dalam corporate governance. Melalui kepemilikan mayoritas didalam BUMN, pemerintah juga merupakan pelaku utama didalam ekonomi Indonesia. Sementara beberapa dari BUMN yang besar dan dikelola dengan baik telah dengan sukses go public, beberapa yang lainnya masih berusaha keras memperbaiki performance usaha yang buruk yang digambarkan oleh rendahnya tingkat keuntungan, operasi usaha yang tidak fokus, tidak memiliki orientasi pasar dan konsumen, produktifitas yang rendah dan tingkat pengembalian aset yang rendah.6 Pemerintah memegang peranan penting yang mendukung dengan menerbitkan dan memberlakukan pengaturan yang memadai misalnya tentang pendaftaran perusahaan, pengungkapan data keuangan perusahaan serta peraturan-peraturan tentang tanggung jawab Dewan Komisaris. Namun perusahaan melaksanakan sistem memegang tanggung corporate governance jawab yang utama baik untuk didalam perusahaannya. Perusahaan harus menyadari bahwa sistem corporate governance yang baik sangat berarti bagi kepentingan-kepentingan pemegang saham, finansir (penyandang dana), karyawan, serta untuk perusahaan itu sendiri. Perusahaan-perusahaan harus mengantisipasi pemberlakuan yang lebih tegas dari peraturan perundang-undangan yang 5 Ibid, hal.5 Loc.cit 6 6 ada, mengantisipasi pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang baru, serta mengantisipasi pengawasan masyarakat yang semakin tajam terhadap tindakan dan langkah yang diambil perusahaan-perusahaan tersebut. 7 Berdasarkan keyakinan-keyakinan di atas itulah maka tidak mengherankan jika selama dasawarsa 1990-an, tuntutan terhadap penerapan Good Corporate Governance secara konsisten dan komperhensif datang secara beruntun. Mereka menyarankan, di antaranya adalah berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara, termasuk institusi sekaliber World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Dengan melontarkan beberapa prinsip umum dalam Good Corporate Governance, seperti transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Dengan demikian, penerapan Good Corporate Governance diyakini akan menolong perusahaan dan perekonomian Negara yang sedang tertimpa krisis menjadi bangkit menuju kearah yang lebih sehat, maju, mampu berdaya saing, dikelola secara dinamis serta professional. Yang dapat berdampak positif bagi perusahaan seperti halnya pulihnya kepercayaan investor.8 Selain itu, sistem corporate governance yang baik memberikan perlindungan efektif kepada para pihak kreditur, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan memperoleh kembali investasinya dengan wajar 7 Ibid, hal.8 Violetta Jingga Tadikapury, Penerapan Good Corporate Governance pada Bank X TBK Kanwil X, Universitas Hassanudin, Makassar, 2011, hal. 16 8 7 dan bernilai tinggi. Suatu sistem corporate governance yang efektif seharusnya mampu mengatur kewenangan dewan komisaris, yang bertujuan dapat menahan pengurus perusahaan untuk tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut dan untuk memastikan bahwa pengurus perusahaan bekerja semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Corporate governance memusatkan perhatian pada isu fundamental yang akan berguna untuk menilai kinerja pengurus perusahaan berdasarkan kepentingan pemegang saham.9 Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, yang tercermin dalam bentuk meningkatnya kinerja (high performance) serta citra perusahaan (good corporate image), Good Corporate Governance merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh PT.Gapura Angkasa sebagai landasan operasional kegiatan usaha perusahaan. Cara tersebut diterapkan oleh para organ perseroan maupun organ pendukung dalam PT. Gapura Angkasa, seperti Pemegang Saham/RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi. Masing-masing organ tersebut memiliki peran yang berbeda. Dewan Komisaris memiliki peran penting dalam penerapan Good Corporate Governance. Peran ini semakin penting setelah terjadinya beberapa White Collar Crime yang melibatkan pimpinan perusahaan pada jenjang tertinggi. Di Indonesia, peningkatan kebutuhan Good Corporate Governance semakin terasa setelah terjadinya krisis di Indonesia adalah 9 Christie Dwi Karya Susilawati, Peranan Audit Intern Dalam Penerapan Good Corporate Governance Yang Efektif, Universitas Maranatha, Bandung, 2013, hal.2 8 lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Bahkan, karena lemahnya peraturan yang ada, misalnya karena tidak adanya ketentuan mengenai harus adanya anggota komisaris independen, Dewan Komisaris tidak saja kurang efektif, melainkan juga turut berperan dalam pengambilan keputusan yang tidak selalu memperhatikan kepentingan perusahaan, Pemegang Saham, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk masyarakat luas.10 Uraian tersebut memberikan penjelasan, betapa strategisnya peran Dewan Komisaris dalam penerapan Good Corporate Governance, hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti tanggungjawab hukum yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam menerapkan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah tanggung jawab hukum Dewan Komisaris dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip Good Corporate 10 Ronny Kusumo Muntoro, Membangun Dewan Komisaris yang Efektif, tersedia di website http://lmfeui.com/data/mui_Membangun%20DewanRonny%20K%20Muntoro.pdf, diakses pada tanggal 12 Desember 2014 9 Governance yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan tanggung jawab hukumnya dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya perkembangan Ilmu hukum pada umumnya dan pengetahuan secara mendalam perihal Hukum Perusahaan, serta memberikan pengetahuan mengenai tanggung jawab Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan khususnya dalam penerapan prinsip Good Corporate Governannce. b. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat digunakan sebagai referensi bagi kepentingan akademis dan sebagai tambahan bahan kepustakaan bagi yang memerlukannya, khususnya bagi yang berminat meneliti tanggung jawab hukum dewan komisaris dalam suatu perusahaan. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi penelitian dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai tanggung jawab hukum dewan komisaris dalam suatu perusahaan khususnya dalam penerapan prinsip Good Corporate Governannce. 10 b. Hasil penelitian diharapkan pula dapat bermanfaat sebagai suatu masukan ataupun pendapat dalam rangka penerapan hukum mengenai kewajiban perusahaan dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governannce serta mengenai tanggung jawab hukum dewan komisaris dalam suatu perusahaan khususnya dalam penerapan prinsip Good Corporate Governannce. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Perseroan Terbatas adalah perusahaan akumulasi modal yang dibagi atas saham-saham, dan tanggung jawab sekutu pemegang saham terbatas pada jumlah saham yang dimilikinya.11 Istilah perseroan menunjuk pada cara penentuan modal dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab sekutu. Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama Naamloze Vennootschaap (NY).12 Sebenarnya, arti istilah Naamloze Vennootschaap tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamloze Vennootschaap, diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada istlah Naamloze Vennootschaap, sebab arti istilah “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan 11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti 1993, hal.7 12 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal.41 12 tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze Vennootschaap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat dari perseroan terbatas secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu Company Limited by Shares. Perseroan Terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Socite Anonyme.13 Pada awalnya, Perseroan Terbatas ini diatur dalam KUHD, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan diganti kembali menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 1 Angka (1) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah: “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Bila dikaji ketentuan di atas, maka dapat diuraikan bahwa Perseroan Terbatas harus memenuhi unsur sebagai berikut:14 a) Badan Hukum Setiap Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya, dalam KUHD tidak ada satu pasal pun yang mengatakan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan 13 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Alumni, Bandung, 2004, hal.47 14 Zaeni Asyhadie, Op.cit, hal.41 13 b) c) d) e) Terbatas secara tegas dinyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum Didirikan berdasarkan Perjanjian Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak) artinya, harus dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih sebagai pemegang saham, yang sepakat bersama-sama mendirikan suatu perseroan terbatas yang dibuktikan secara tertulis, tersusun dalam bentuk anggaran dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di hadapan notaris, dan setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan Terbatas didirikan oelh satu orang pemegang saham dan tanpa akta notaris. Ketentuan ini merupakan asas dalam pendirian perseroan terbatas. Melakukan kegiatan usaha Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba. Supaya kegiatan usaha itu sah, maka harus memperoleh izin dari pihak yang berwenang. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan, yang sudah tentu memerlukan modal, yang selanjutnya modal perseroan terbagi atas saham. Modal Dasar Setiap Perseroan Terbatas harus mempunyai modal yang seperti dikemukakan diatas terbagi dalam suatu saham. Modal dasar ini disebut juga “modal statuter”, yang dalam bahasa inggris disebut authorized capital. Modal dasar yang merupakan harta kekayaan perseroan terbatas (badan hukum) yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, atau pemegang saham. Memenuhi persyaratan undang-undang Setiap Perseroan Terbatas harus mermenuhi persyaratan undangundang perseroan terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini menunjukan bahwa undang-undang tersebut menganut sistem tertutup. Persyaratan yang wajib dipenuhi mulai dari pendiriannya, beroprasinya dan berakhirnya. Di antara syarat mutlak yang wajib dipenuhi oleh pendiri adalah adanya akta pendirian yang harus dibuat didepan notaris dan harus memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. 2. Pendirian Perseroan Terbatas Ada lima prosedur yang harus dilalui oleh suatu perseroan, kelima prosedur tersebut adalah:15 15 Sujud Maargono, HUkum Perusahaan Indonesia, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2008, hal.27 14 a. Perbuatan Perjanjian tertulis Pendirian suatu perseroan harus didirikan oleh dua orang atau lebih karena suatu perjanjian umumnya memang harus dilakukan oleh minimal dua orang. Ketentuan ini menunjukan bahwa undang-undang perseroan menghendaki perseroan sebagai badan hukum harus terdiri dari minimal dua orang pemegang saham. b. Pembuatan akta pendirian di depan notaris Para pendiri yang telah membuat perjanjian itu kemudian menghadap ke notaris untuk minta dibuatkan akta pendirian perseroan. Sejak akta pendirian ditanda tangani oleh para pendiri, berdirilah perseroan, dan hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontrak yang belum (perseroan) memperoleh status badan hukum. Akta pendirian ini mempunyai fungsi intern, yaitu sebagai aturan main para pendiri saham dan organ perseroan, dan fungsi ekstern terhadap pihak ketiga sebagai identitas dan pengaturan tanggung jawab perbuatan hukum yang dilakukan oleh yang berhak atas nama perseroan. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya: (1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan (2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kuranngnya: a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal 15 keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan; b) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c) Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor (3) Dalam pembuatan akta pendirian pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa c. Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa: (1) Permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. (2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri (3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. (4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik. (5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. (6) Apabila semua perysaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. (7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaskud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada 16 pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur. (8) Dalam hal pernyataan tidak keberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1) (9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh keputusan menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri. (10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali. Untuk memperoleh pengesahan, para pendiri atau kuasannya mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM dengan melampirkan akta pendirian perseroan. Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu 60 hari setelah permohonan diterima. Perseroan memperoleh status badan hukum setelah adanya penerbitan akta pendirian yang sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM, dan sejak saat itu suatu Perseroan Terbatas menjadi subjek hukum. Konsekuensi logisnya, sejak saat itu pula institusi tersebut dapat mengikatkan diri sebagai suatu pihak dalam perjanjian atau dapat melakukan perbuatan hukum. d. Pendaftaran Perseroan Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan dengan memberikan akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Hukum dan HAM paling lambat 30 hari setelah pengesahan diberikan. 17 Pendafataran ini wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. e. Pengumuman dalam tambahan berita negara Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa: (1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia: a) Akta pendirian perseroan beserta keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4); b) Akta petubahan anggaran dasar Perseroan beserta keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); c) Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya pemebritahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c. Para pendiri atau kuasanya membawa akta pendirian, surat keputusan pengesahan, dan surat tanda pendaftaran dari panitera ke Kantor Percetakan Negara, status badan hukum Perseroan Terbatas diperoleh sejak tanggal diumumkannya dalam Berita Negara.16 3. Modal Perseroan Terbatas Sebagai suatu badan hukum, perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus dan persero. Harta kekayaan itu terdiri dari benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud dan tidak berwujud. Termasuk dalam harta 16 Abdulkadir Muhammad, Ibid, hal.70 18 kekayaan Perseroan Terbatas adalah modal. Modal ini ada tiga jenis tingkatannya, yaitu:17 a. Modal perseroan atau modal dasar, yang dicantumkan dalam akta pendirian sekurang-kurangnya Rp. 50.000.000,b. Modal yang ditempatkan/disanggupi, sekurang-kurangnya 25% dari modal dasar c. Modal yang disetor, yaitu modal yang secara tunai telah ditempatkan dalam kas perseroan untuk memulai usaha (modal operasional). Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Modal yang disetorkan paling sedikit adalah sebesar 25% dari Rp. 50.000.000,yaitu Rp. 12.500.000,Untuk harta kekayaan Perseroan Terbatas menjadi jaminan bagi kepentingan pemegang saham dan para kreditur. Mereka berhak mengetahui keadaan sebenarnya harta kekayaan perseroan itu. Pengurus wajib memberitakan laba-rugi Perseroan Terbatas dengan cara:18 1) Mengumumkannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (ini yang lazim) 2) Mengirimkan daftar laba-rugi kepada setiap pemegang saham 3) Meletakan daftar laba-rugi di kantor pusat perseroan supaya dapat dilihat oleh setiap persero dalam jangka waktu tertentu. Modal Perseroan Terbatas dibagi atas saham-saham, yang dapat diterbitkan atas nama (op naam), dan atas tunjuk (aan tonder). Saham atas nama memuat nama pemiliknya dalam saham tersebut. Penugasan saham atas tunjuk merupakan bukti bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya sesuai dengan Pasal 534 KUHD. Setiap saham memuat harga nominal saham. Jual beli saham dapat terjadi di atas atau di bawah harga nominal, tetapi dapat juga 17 Ibid, hal.71 Loc.cit 18 19 ditentukan dalam anggaran dasar bahwa saham tidak boleh dijual di bawah harga nominal. Jual beli saham terjadi di Pasar Modal (bursa efek). Perusahaan yang berkembang dengan baik dapat menjual sahamnya kepada masyarakat (go-public). Semakin berkembang suatu perusahaan, makin semakin tinggi harga sahamnya di pasar modal. Harga saham di pasar modal disebut kurs (exchange rate). 4. Organ Perseroan Terbatas a. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa: “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.” Organ Perseroan yang tertinggi adalah RUPS. Dalam organ RUPS inilah arah kebijakan perseroan ditentukan. RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dan direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. Ketentuan ini dimaksudkan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh 20 keterangan berkaitan dengan acara rapat dengan tidak mengurangi hak pemegang saham untuk mendapat keterangan lainnya.19 b. Direksi Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang lingkup tugas direksi ialah mengurus perseroan.20 Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa: “Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.” Berdasarkan pasal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa direksi mempunyai tugas yaitu, menjalankan pengurusan perseroan kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.21 Tugas yang melekat pada Direksi tersebut, yaitu melakukan pengurusan sehari-hari perseroan, membawa akibat hukum bagi Direksi yaitu, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan 19 Soerdjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan Badan Usaha di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1997, hal. 169 20 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas: Teori dan Praktik, Jakarta, PT.Sinar Grafika, 2011, hal. 63 21 Cornelius Simanjuntak, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal.38 21 Perseroan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 97 Ayat (1) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007. Di samping itu, Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut di atas juga memberikan pedoman kepada direksi agar di dalam mengurus perseroan selalu berorientasi pada kepentingan dan tujuan perseroan. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan, dapat diduga latar belakang adanya ketentuan itu adalah karena kepentingan perseroan serta tujuan perseroan di satu pihak, yang suatu saat dapat tidak sejalan dengan kepentingan dan keinginan pemegang saham. Ketentuan mengenai direksi yang dalam melaksanakan tugasnya hanyalah untuk kepentingan serta tujuan dari pada perseroan, rupanya didasarkan pada saham yang oleh sementara orang disebut sebagai paham intuisi atau pandangan bahwa perseroan merupakan subjek hukum yang mempunyai fungsi di dalam masyarakat dan menjadi titik perhatian utama dari kepengurusan direksi. 22 Demikian pula Pasal 85 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang menegaskan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan usaha perseroan, juga termasuk pada pandangan paham intuisi yang disebut di atas. Itikad baik direksi untuk 22 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, PT. Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2009, hal. 63 22 menjalankan atau mengurus perseroan secara profesional dengan skill dan tindakan pemeliharaan semuanya dimaksudkan untuk kepentingan usaha perseroan, termasuk pula kepentingan para pemegang saham.23 Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa tanggung jawab ini timbul apabila direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan mengurus perseroan mulai menggunakan wewenangnya. Agar direksi sebagai orang yang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai prestasi yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu tugas tertentu yang telah diberikan kepadanya. Idealnya jika wewenang itu dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya, tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.24 c. Dewan Komisaris Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merumuskan bahwa: “Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.” 23 Ibidt, hal.64 Ibid, hal.71 24 23 Berdasarkan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa dewan komisaris mengemban dua tugas, yaitu mengawasi direksi dan memberi nasihat kepada direksi perusahaan.25 Komisaris pada umumnya bertugas untuk mengawasi kebijaksanaan direksi dalam mengurus perseroan serta memberikan nasihat-nasihat kepada direksi, demikian menurut Pasal 108 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007. Tugas pengawasan itu bisa merupakan bentuk pengawasan preventif atau represif. Pengawasan preventif ialah melakukan tindakan dengan menjaga sebelumnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang akan merugikan perseroan, misalnya untuk beberapa perbuatan dari direksi yang harus dimintakan persetujuan komisaris, apakah hal itu sudah dilaksanakan atau belum. Dalam hal ini, komisaris harus selalu mengawasinya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan represif adalah pengawasan yang dimaksudkan untuk menguji perbuatan direksi apakah semua perbuatan yang dilakukan itu tidak menimbulkan kerugian bagi perseroan dan tidak bertentangan dengan undang-undang dan anggaran dasar. Apakah nasihat-nasihat dari komisaris sudah diperhatikan betul oleh direksi. Semua ini adalah pengawasan preventif yang dilakukan oleh komisaris. Selanjutnya, Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 25 Wahyu Kurniawan, Corporate Governance, Jakarta, PT. Pustaka Utama Grafiti, 2012, hal.27 24 memberikan kewajiban kepada komisaris agar dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.26 Ditegaskan lebih lanjut bahwa posisi Dewan Komisaris adalah menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas disamping sebagai pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.27 Pada masa-masa yang silam orang melihat adanya Perseroan itu tidak lain untuk kepentingan pemegang saham semata-mata. Maka oleh karena itu dalam pandangan klasik, mereka melihat ketiga organ perusahaan memiliki jenjang kedudukan dari bawah ke atas (untergeordnerd). Bahwa kekuasaan itu berpuncak pada RUPS, dengan Dewan Komisaris berada dibawahnya dan yang selanjutnya adalah Direksi. Jika Dewan Komisaris dan Direksi mempunyai kekuasaan, maka kekuasaan itu dianggap tidak lain berasal dari limpahan RUPS. Karena itu menurut pandangan klasik apa pun yang diperintahkan oleh RUPS, maka perintah itu mengikat yang harus dipatuhi oleh Dewan Komisaris dan Direksi.28 26 Agus Budiarto, Op.cit, hal.75 Loc.cit 28 Rudhi Prasetya, Op.cit, hal.40 27 25 Menurut teori yang mutakhir, adanya perseroan itu bukan semata-mata untuk kepetingan Pemegang saham. Eksistensi perseroan berpengaruh terhadap kehidupan para karyawannya, para suppliernya, para rekan-rekan usahanya, dan masyarakat sekitarnya, atau para “stakeholdersnya”. Demikian kepentingan perseroan itu bukan semata-mata untuk kepentingan “shareholders” saja, tetapi untuk para “stakeholder”.29 Dengan latar belakang tersebut, timbul teori bahwa kedudukan ketiga organ, yaitu Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS itu “sejajar”, artinya yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain. Masing-masing dengan tugas dan wewenangnya sendiri-sendiri. Maksudnya agar terjadi adanya check and balance, sebagai jaminan terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance30 B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1. Sumber Hukum dan Pengertian BUMN Pasca reformasi, pengelolaan BUMN diatur dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan, dan profesional; (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan 29 Loc.cit Ibid, hal.41 30 26 dengan kepentingan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi dipasar modal. Untuk melakukan TAP MPR tersebut, diterbitkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang masih berlaku sampai saat ini, peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.31 Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, berdasarkan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah: “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui penyertaan. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN.32 Selanjutnya, pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem anggaran pendapatan dan belanja negara, namun pembinaan dan pengelolaannya 31 Pamela Beathrice Aritonang, Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan Sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK Cabang Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2013, hal.51 32 Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit,hal. 151 27 didasarkan pada prinsip-prinsip yang sehat.33 Modal yang dipidahkan untuk BUMN bersumber dari:34 a. Anggaran pendapatan dan belanja negara, termasuk pula proyekproyek anggaran pendapatan dan belanja negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara b. Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal yang disetor berasal dari cadangan c. Sumber lainnya, antara lain keuntungan revaluasi aset. Sementara itu, maksud dan tujuan pendirian BUMN menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya b. Mengejar keuntungan c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang/jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Tujuan pendirian BUMN yang dirumuskan dalam Pasal 2 tersebut, lebih lengkap dan ideal bila dibandingkan dengan tujuan pendirian perusahaan negara sebagaimana dahulu diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara menyebutkan bahwa tujuan perusahaan negara ialah untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat 33 Loc.Cit Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hal. 67 34 28 yang adil dan makmur.35 Berdasarkan Pasal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa BUMN sebagai salah satu jenis badan usaha memiliki tujuan yang keseluruhannya dimaksud untuk pembangunan ekonomi negara. BUMN mempunyai fungsi bisnis yaitu sebagai unit ekonomi dan alat kebijaksanaan pemerintah sebagai agen pembangunan. Sebagai unit ekonomi, BUMN dituntut untuk mecari keuntungan sebagaimana perusahaan swasta umumnya. Sedangkan sebagai agen pembangunan, BUMN dituntut untuk menjalankan misi pemerintahan dengan sebaikbaiknya. Sehingga setiap BUMN harus menjalankan fungsi tersebut sekaligus, meskipun dengan bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.36 Di Indonesia peranan BUMN kini tidak lagi sebatas pada pengelolaan sumber daya dan produksi barang-barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga dalam berbagai kegiatan produksi dan pelayanan yang dilakukan oleh swasta. Beberapa hal pokok yang menjadi peranan BUMN di Indonesia antara lain:37 a. Perlunya bahan konsumsi masyarakat (public goods) untuk dikelola pemerintah b. Pertimbangan efisiensi untuk kegiatan ekonomi berskala besar c. Pengendalian dampak negatif seperti masalah eksternalitas Menurut Pandji Anoraga, peranan BUMN di sistem pemerintahan Indonesia sangatlah besar, BUMN diharapkan dapat berperan baik sebagai 35 Soedjono Dirdjosisworo, Op.cit, hal. 163 Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya, Jakarta, 1997, hal.135 37 Ibid, hal.10 36 29 perusahaan biasa yang dituntut menghasilkan laba yang sebesar-besarnya seperti perusahaan swasta maupun sebagai bagian aparatur negara yang dibebani berbagai penugasan oleh pemerintah, akan tetapi pendapat Riyanto dalam Pandji Anoraga mengenai fungsi dan peran BUMN adalah:38 Fungsi dan peranan BUMN di Negara Indonesia sedikit unik yakni di satu pihak dituntut sebagai badan usaha pengemban kebijaksanaan dan program-program pemerintahan atau yang dikenal dengan sebutan sebagai agen pembangunan, dipihak lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial biasa dan mampu berjalan dan beroperasi dengan prinsip usaha yang ketat. 2. Kepengurusaan dan Pengawasan BUMN Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN, tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anggota Direksi dalam melaksanakan tugasnya, harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Pasal 2 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan bahwa BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan berkelanjutan, dengan berpedoman pada peraturan menteri ini, dan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. 38 Pandji Anoraga, BUMN: Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi), Pustaka Jaya, Jakarta,1995, hal.8 30 Pengawasan BUMN dilakukan oleh Dewan Komisaris dan dewan pengawas dalam melakukan tugasnya, komisaris dan dewan pengawas harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan serta melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Para anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah. 3. Bentuk-Bentuk BUMN Sebelumnya menurut peraturan perundangan yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk Usaha Negara, BUMN terdiri dari Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan (Persero). 1) Perusahaan Jawatan Perusahaan Jawatan adalah perusahaan milik negara yang dibentuk berdasarkan Indonesische Bedrijvenwet (IBM) Stb. 1927419 dengan perubahannya, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969.39 39 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.93 31 Perusahaan jawatan bukan perusahaan perseorangan atau persekutuan, melainkan perusahaan milik negara, yang berstatus sebagai pengusaha adalah pemerintah. Perusahaan Jawatan adalah Badan hukum publik tetapi tidak berdiri sendiri, karena merupakan bagian dari suatu Departemen, Direktorat Jenderal, Direktorat atau Pemerintah Daerah. Peraturan Hukum yang berlaku juga di lingkungan jawatan yang bersagkutan berlaku juga terhadap Perusahaan Jawatan. Perusahaan Jawatan bertujuan lebih mengutamakan pelayanan umum, dari pada kepentingan komersial yang berupa keuntungan atau laba, walaupun perusahaan jawatan tidak mengutamakan mencari keuntungan atau laba, cara menjalankan perusahaan yang baik dan pengelolaan yang bagus tetap diperlukan. Modal Perusahaan Jawatan adalah bagian dari anggaran belanja negara yang diperuntukan bagi jawatan yang bersangkutan. Keuntungan yang diperoleh menjadi bagian dari pendapatan negara, oleh sebab itu, pengaturan modal dan keuntungan tunduk pada pengaturan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Perusahaan Jawatan tidak dipimpin oleh Direksi, melainkan oleh kepala jawatan/direktorat/dinas/kantor pemerintahan dalam mana perusahaan itu didirikan. 32 2) Perusahaan Umum (Perum) Perusahaan Umum adalah perusahaan milik negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Pengertian perusahaan milik negara berdasakan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1960: “Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangini yang dimaksud dengan perusahaan negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan Negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UndangUndang.” Berdasarkan Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, merumuskan bahwa: “Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh meodalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.” Perusahaan umum bukan perusahaan perseorangan atau persekutuan, melainkan milik negara, yang berstatus pengusaha adalah pemerintah. Perusahaan Umum adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Karena perusahaan umum adalah milik negara, dan pemerintah berstatus sebagai pengusaha, maka Perusahaan Umum harus menjalankan kebijakan pemerintah. 33 Perusahaan Umum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan kesejahteraan umum dari pada kepentingan komersial semata. Artinya, walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu diperuntukan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban negara terhadap warga negaranya. Sebagai badan hukum, perusahaan memiliki harta kekayaan sendiri yang berasal dari harta kekayaan milik negara yang disisihkan.40 3) Perusahaan Perseroan Perusahaan Perseroan, adalah perusahaan milik negara yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara, karena Persero adalah Perseroan Terbatas, maka semua ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD diberlakukan terhadap Persero. Sebagai Perusahaan Perseroan, semua aturan dan asas hukum perdata berlaku terhadapnya, namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka segala ketentuan yang diatur dalam KUHD sudah tidak berlaku lagi. Modal perusahaan perseroan, seluruh atau sebagiannya adalah milik Negara, maka pengelolaannya sangat tergantung pada kebijaksanaan pemerintah. 41 Pembentukan Persero merupakan kerja sama paling sedikit dua pihak, maka dalam akta pendirian Persero dinyatakan bahwa satu bagian saham-saham minimal 51% dimiliki negara, dan satu bagian 40 Ibid hal. 96 Ibid, hal. 97 41 34 lainnya (maksimal 49%) dimiliki oleh pihak swasta, yang kemudian menjadi anggota Direksi Persero. Setelah penandatanganan akta pendirian, Direksi Persero menyerahkan semua saham dan hak kepada negara dengan akta sendiri. Pengelolaan persero sudah tentu tidak bebas dari peraturan pemerintah karena dengan perusahaan negara dimaksudkan supaya pemerintahan berperan serta yang lebih besar dalam dalam perdagangan dan usaha. Hal ini dilakukan Persero, yang dapat bertindak leluasa mencari keuntungan jika dibandingkan dengan Perum. Beberapa jenis BUMN tersebut adalah penggolongan berdasarkan peraturan yang terdahulu. Tetapi pada saat ini menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN terdiri dari Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). C. Good Corporate Governance (GCG) 1. Sejarah Good Corporate Governance Good Corporate Governance hadir sekitar tahun 1990-an. Pada saat itu terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin. Krisis ini terjadi karena adanya kegagalan Good Corporate Governance yang diterapkan oleh perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan 35 Good Corporate Governance pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum yang buruk, tidak konsistennya standar akuntansi dan audit, praktekpraktek perbankan yang lemah dan kurangnya perhatian Board of Directors (BOD) terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.42 Karena hal-hal tersebut di atas maka pada dasawarsa 1990-an munculah tuntutan-tuntutan agar Good Corporate Governance diterapkan secara konsisten dan komperhensif. Tuntutan ini datang secara beruntun. Tuntutan ini disuarakan oleh berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara. Diantara lembaga-lembaga tersebut termasuk di dalamnya ialah World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Lembaga-lembaga ini berkesimpulan Governance seperti bahwa prinsip-prinsip transparancy, dasar Good accountability, Corporate responsibility, independent dan fairness dapat menolong perusahaan dan membantu perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis agar dapat bangkit kearah yang lebih sehat dan mampu bersaing, serta dikelola dengan dinamis dan profesional. Tujuannya adalah agar mempunyai daya saing yang tangguh dan untuk mengembalikan kepercayaan investor. Good Corporate Governance diyakini sebagai kunci sukses bagi suatu perusahaan untuk tumbuh dan berkembang serta menguntungkan dalam jangka panjang.43 Di Indonesia terutama dalam aktivitas bisnis, istilah Good Corporate Governance baru dikenal sejak satu dekade terakhir. Peraturan perundang42 Achmad Damiri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Jakarta, Ray Indonesia, 2006, hal.3 43 Ibid, hal. 4 36 undangan di Indonesia seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Pasar Modal pun belum mengenal istilah Good Corporate Governance. Namun istilah ini sudah sangat dikenal di dalam aktivitas bisnis di Eropa dan Amerika Serikat.44 Sejak ambruknya beberapa perusahaan dunia pada awal dekade 2000-an seperti Enron, Worldcom di Amerika Seriikat, HIH Insurance dan One-tel di Australia mulailah perbincagan dan perdebatan mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kejadian ambruknya beberapa perusahaan dunia ini menyadarkan kalangan bisnis dan pemerintahan terutama negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia betapa pentingnya penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam kegiatan bisnis.45 A.Davies dalam bukunya yang berjudul “Strategic Approach to Corporate Governance” yang diterbitkan tahun 1999 menyatakan istilah governance dipergunakan pertama kali bukanlah oleh kalangan bisnis namun terdapat dalam berbagai peraturan gereja. Perkembangan “governance” awal mulanya hanya dikenal melalui berbagai peraturan yang dibuat atau dikeluarkan oleh gereja. Lama kelamaan istilah ini digunakan juga dalam konsep-konsep revolusi industri sampai dengan kapitalisme. Sejak abad pertengahan, perdagangan sudah dikenal dan sudah mulai berkembang. Namun pada masa itu ajaran gereja masih sangat kuat, sehingga paham keagamaan yang dianut pada waktu itu berpengaruh 44 Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Yogyakarta, PT. Genta Press,hal.75 45 Loc.cit 37 pada perdagangan. Pedagang yang mengambil banyak keuntungan dianggap melanggar ajaran agama. Keadaan ini mengakibatkan perkembangan perdagangan dan aktivitas bisnis terhambat.46 Menurut Gunardi Endro setelah revolusi industri ada pergeseran kekuatan ekonomi dari aristokrat dan tuan tanah penguasa lahan kepada para bisnis di kota. Dalam revolusi industri ini diterapkan secara praktis penemuan-penemuan baru yang mengakibatkan munculnya mekanisme industri. Produktivitas industri semakin meningkat sehingga banyak penduduk urbanisasi ke kota. Mulai saat itu kekuatan kapitalisme menguasai perdagangan dan tenaga kerja yang terus berkembang hingga saat ini. Kaum kapitalis menguasai perekonomian dunia dan dianggap sebagai pelapor bagi terbentuknya pasar bebas.47 Menurut Andre Gorz berkembang kekuatan kapitalisme tidak diikuti dengan kesejahteraan buruh atau pekerja. Pola governance korporasi pada awal abad 19 sangat didominasi oleh kapitalisme. Kapitalisme bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan sifat kapitalisme itu sendiri. Namun hal ini menyebabkan kelas pekerja justru semakin ditekan. Kekuatan produksi yang besar yang seharusnya mensejahterakan kelas pekerja justru berbalik menekan mereka. Kelas pekerja tidak banyak diuntungkan dengan besarnya kekuatan produksi tersebut.48 46 Ibid hal.76 Ibid hal.77 48 Loc.Cit 47 38 A.Davies menyatakan pada abad ini mulai tumbuh serikat pekerja yang mulai mengimbangi dominasi perusahaan. Dominasi perusahaan ini sebelumnya mampu menekan tingkat upah buruh serendah mungkin guna memenangkan pasar bebas. Pada akhir abad 19 kekuatan serikat kerja semakin berkembang dan bertambah kuat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan organisasi Organization (ILO) internasional dan beberapa seperti lembaga International non Labour pemerintah/Non Governance Organization (NGO) lainnya. Eksistensi buruh atau karyawan semakin dihargai. Dan sebagai akibat dari bertambahnya kekuatan serikat buruh pekerja munculah hubungan antara pemegang saham dan Board of Directors. Keseluruhan hal ini menambah kompleksitas fenomena governance pada masa itu.49 Hubungan antara buruh atau karyawan dengan pemilik perusahaan pada awalnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan, namun karena adanya penghargaan yang lebih baik pada buruh maka hubungan itu berubah, buruh dianggap sebagai mitra kerja pemilik atau majikan. Pada saat itu karyawan atau buruh mulai memiliki kekuatan untuk melakukan negosiasi. Dengan demikian pemilik atau pemegang saham di perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan secara sepenuhnya kepada karyawan atau buruh sebagai agen. Dalam hal ini maka terdapat 49 Ibid hal.78 39 “kepentingan”, yaitu kepentingan pemilik perusahaan dan kepentingan agen sebagai pengelola perusahaan.50 Ditahap ini bukan hanya ada kepentingan pemegang saham dan kepentingan buruh (agen), namun ditambah dengan kepentingan konsumen sebagai salah satu stakeholder yang penting. Sehingga pada tahap ini permasalahan governance semakin kompleks. Perkembangan ini mempunyai akibat yang signifikan bagi iklim pengelolaan korporasi dan berakibat baik pada perkembangan corporate governance.51 Perkembangan corporate governance juga merupakan suatu upaya untuk mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders yang berbedabeda dalam suatu korporasi. Keberadaan corporate governance ini dapat ditelusuri hingga abad 18 masehi. Adam Smith dalam karyanya The Wealth Nation dianggap sebagai filosof pertama yang meletakan dasar dalam upaya konsep corporate governance.52 DK Denis dan Mc.Comel menyatakan ada 2 (dua) tahap generasi perkembangan kosep Good Corporate Governance hingga adab ke-21. Generasi pertama dibidangi oleh Berle dan Means yang menekankan pada konsekuensi dari terjadinya permisahan antara kepemilikan dan kontrol atas suatu perusahaan modern (the modern corporation). Menurut Berle dan Means jika perusahaan berkembang semakin besar maka pengelolaan perusahaan yang dipegang oleh pemilik (owner manager) harus diserahkan 50 Loc.cit Ibid, hal.79 52 Loc.Cit 51 40 pada profesional. Menurut mereka ada pemisahan tegas antara kepemilikan dan pengelola usaha.53 Menurut Denis dan Mc.Conel pada tahap pertama perkembangan konsep Good Corporate Governance muncul pemikir terkenal dalam ilmu manajemen yaitu Jansen Meckling. Pemikirannya terkenal dengan teori keagenan (Agency Theory) yang merupakan perkembangan riset yang luar biasa di bidang governance. Melalui teori keagenan ini berbagai bidang ilmu seperti sosiologi, manajemen strategi, manajemen keuangan, akuntansi, etika bisnis dan organisasi mulai menggunakan teori keagenan untuk memahami fenomena corporate governance. Hal ini mengakibatkan perkembangan corporate governance menjadi multi dimensi. Pada periode sebelumnya manfaat dari teori tersebut hanya didominasi oleh para ahli hukum dan ekonomi. Berbagai teori keagenan hasil dari sintesis melalui proses dialektika dari berbagai bidang ilmu diatas muncul pada era generasi pertama ini.54 Perkembangan generasi kedua corporate governance ditandai dengan hasil karya La-Porta dan koleganya pada tahun 1998. Berbeda dengan Berle dan Means menurut LLSV penerapan corporate governance di suatu negara dipengaruhi oleh perangkat hukum yang ada pada negara tersebut, bagaimana kondisi perangkat hukum di suatu negara tersebut dalam upayanya melindungi kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, khususnya pemilik minoritas. Pada tahap ini perkembangan 53 Loc.Cit Ibid, hal.81 54 41 corporate governance semakin meluas dan kompleks. Permasalahan beralih dari konflik kepentingan masing-masing stakeholder pada konsentrasi kepemilikan saham yaitu pemilik saham mayoritas atas dominasi pemilik saham mayoritas juga dijadikan permasalahan. Menurut LLSV, negara lain selain AS dan Inggris, kepemilikan sahamnya sangat terkonsentrasi. Hal ini mengakibatkan terjadi konflik kepentingan antara pemilik mayoritas yang kuat dan pemilik minoritas yang lemah.55 Good Corporate Governance mencapai puncaknya pada awal dekade tahun 2000-an, pada saat itu beberapa perusahaan besar di dunia bangkrut. Kebangkrutan perusahaan-perusahaan dunia tersebut adalah karena lemah dan kurangnya penerapan Good Corporate Governance. Semenjak kebangkrutan perusahaan besar tersebut, semakin banyak kalangan yang mulai menyadari pentingnya penerapan Good Corporate Governance.56 2. Pengertian Good Corporate Governance Good Corporate Governance yang sudah semakin dikenal sekarang ini mempunyai beberapa definisi yang tidak sama. Ada banyak lembaga yang mengeluarkan definisi tentang Good Corporate Governance. Banyaknya lembaga yang mengeluarkan definisi tentang Good Corporate Governance mengakibatkan tidak adanya keseragaman dalam definisi tentang Good Corporate Governance. Tidak saja lembaga- 55 Ibid, hal.84-85 Ibid, hal. 87 56 42 lembaga. Namun berbagai negara juga mempunyai definisi sendiri tentang Good Corporate Governance. Beberapa pengertian tersebut yaitu: a. Forum for Corporate Governance in Indonesia ( FCGI ) yang diambil dari Cadbury Committee of United Kingdom yang menyatakan bahwa “ Good Corporate Governance adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara Pemegang Saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. b. Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD ) memberikan definisi sebagai berikut : “... One key element in improving economic efficiency and growth as well as enchacing investor confidance that involves a set of relationship between a company’s management, it’s board, it’s shareholders and other stakeholders and also provides the structure through which the objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance (OECD,2004)57 c. Pada Pasal 1 angka (1) dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik ( Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara membertikan definisi bahwa “Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), yang selanjutnya disebut GCG adalah prinsip prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.” d. Menurut Adrian Sutedi, menyatakan bahwa : 57 Pengertian Good Corporate Governance, http:/lib.ui.ac.id/file?file=digital/130671T%2027289-Tinjauan%20pelaksanaan-Tinjauan%20literatur.pdf , diakses pada tanggal 9 September 2014 43 “ Good Corporate Governance ( GCG ) merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan ( Pemegang Saham/pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas, dan Direksi ) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandakan peraturan perundang-undangan dan nilai etika” .58 e. Menurut Wahyudi Prakasa dalam bukunya I Nyoman Tjager memberikan pengertian mengenai Corporate Governance yaitu: “... mekanisme administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholder) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai framework yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan caracara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”59 Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya Good Corporate Governance merupakan suatu komitmen atau aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis yang berupa prinsip prinsip agar penyelenggara bisnis tersebut dapat berjalan secara sehat dan beretika yang mengurus hubungan antara shareholders dengan stakeholders untuk membuat suatu nilai tambah bagi suatu perusahaan. Pada perspektif sempit, Good Corporate Governance sering digunakan dalam konteks manajemen ekonomi-mikro (micro-economic management system) dan didefinisikan sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, 58 Adrian Sutedi, Op.cit , hal 1 I Nyoman Tjager, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prehilindo, 2003, hal.28 59 44 komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai framework yang diperlukan untuk menentukan tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.60 Dalam hubungan ini, diperlukan aspek-aspek kunci dalam Good Corporate Governance yang meliputi:61 a. Transparansi struktur korporasi dan manajemen b. Akuntabilitas manajer, direksi, dan komisaris kepada pemegang saham c. Tanggung jawab korporasi kepada karyawan, kreditor, pemasok, pelanggan, komunitas lokal, dan kelompok-kelompok kepentingan lain Dalam perspektif yang luas, Good Corporate Governance didefinisikan dalam pengertian sejauh mana perusahaan telah dijalankan dengan cara yang terbuka dan jujur demi untuk mempertebal kepercayaan masyarakat luas terhadap mekanisme pasar, meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber daya langka, baik dalam skala domestik maupun internasional, memperkuat struktur industri, dan akhirnya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam pengertian itu aspek-aspek kunci dalam Good Corporate Governance adalah pembangunan legal dan regulatery framework demi tercapainya praktik- 60 Adrian Sutedi, Op.cit, hal.177 Loc.cit 61 45 praktik Good Corporate Governance yang dapat membawa manfaat bagi perekonomian dan semua aspek kehidupan masyarakat luas.62 Kesamaan dari dua perspektif tersebut di atas adalah bahwa semuanya melibatkan peraturan-peraturan mendasar dalam ekonomi, dan hubungan antara peraturan-peraturan tersebut dengan bagaimana perusahaan itu dijalankan. Dalam hal ini sebuah pendapat yang lebih luas yang menyatukan kedua perspektif tersebut sebagai satu kesatuan yanng utuh dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, yaitu:63 “...berasal dari seperangkat kelembagaan (hukum, peraturan, kontrak dan norma norma) yang membuat perusahaan yang mengatur dirinya sendiri (self-govering-firms) sebagai elemen pusat dari sebuah ekonomi pasar yang kompetitif.” Banyaknya definisi tentang Good Corporate Governance ini tidak menjadi penghambat dalam mempelajari Good Corporate Governance. Hal ini dikarenakan dari setiap definisi tersebut dapat ditarik beberapa prinsip yang utama yang terdapat dalam Good Corporate Governance yaitu transparancy, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Hal yang serupa lainnya adanya perlindungan terhadap stakeholder perusahaan. Stakeholder ini mempunyai kepentingan dalam 62 Ibid, hal.100 Loc.cit 63 46 perusahaan, sehingga sudah selayaknya kepentingan stakeholder ini dilindungi juga.64 Banyak negara yang sudah berusaha mengembangkan dan memperbaiki sistem dunia usahanya dengan memasukan prinsip-prinsip corporate governance. Hal tersebut dilakukan antara lain, baik dengan mengacu kepada pedoman atau standar yang secara internasional dibuat ataupun dengan mendirikan dan membentuk komite atau badan tersendiri yang antara lain berfungsi membuat pedoman corporate governance. Misalnya World Bank,Organization of Economis Coorporation and Development (OEDC), California Public Employees Retirement System (CalPERS), dan di Indonesia ada Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yang merupakan lembaga-lembaga yang telah memberikan perhatian yang besar terhadap corporate governance dan telah mengeluarkan suatu pedoman.65 Di Indonesia juga telah dibentuk suatu komite yang membidangi good corporate governance, yakni Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Tujuan dari dibentuknya KNKG ini adalah untuk menjaga kesinambungan program corporate governance sehingga dapat menarik minat berusaha dan berinvestasi, pengusaha domestik maupun 64 Shalahuddin, Good Corporate Governance dalam Penjualan Tanker VLCC Pertamina,, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal.16 65 Ibid, hal.17 47 internasional. Komite Nasional mengembangkan suatu rekomendasi tentang corporate governance yang meliputi:66 a. Pembuatan pedoman Good Corporate Governance termasuk mensosialisasilan pedoman tersebut b. Struktur dan mekanisme peraturan untuk membantu pelaksanaan pedoman tersebut c. Membantu pendirian institusi-institusi, baik permanen maupun sementara untuk membantu pelaksanaan pedoman. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengenai latar belakang timbulnya corporate governance, menunjukan bahwa sistem corporate governance memberikan kepastian dan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham dan kreditur (investor). Sistem corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor usaha yang efisien dan berkesinambungan. 3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Sebagai suatu konsep, dipandang perlu untuk menentukan dasardasar atau kaidah yang menjadi landasan dalam menjabarkan konsep Good Corporate Governance. Landasan atau prinsip ini dimaksudkan akan menjadi pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah yang hendak dilakukan dalam mewujudkan Good Corporate Governance serta menjadi patokan dalam pengujian keberhasilan aplikasi Good Corporate Governance dimasing-masing perusahaan.67 66 Catur Ari Wulandari, Tinjauan Pelaksanaan Good Corporate Governance, Universitas Indonesia, Jakarta,2009, hal.5 67 Dhiah Indah Astanti, Implementasi Good Corporate Governance pada Perusahaan Asuransi, Universitas Diponegoro,Semarang, 2007, hal.62 48 Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance tersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua negara atau perusahaan dan dapat diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan suatu perusahaan.68 Prinsip-prinsip OECD mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The rights of shareholders and key ownership functions) Adapun hak-hak pemegang saham yang dimaksudkan disini adalah untuk: a. Menjamin keamanan metode pendafataran kepemilikan b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham e. Memilih Dewan Komisari dan Direksi f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan 68 Catur Ari Wulandari, Op.cit, hal.5 49 Kerangka yang dibangun dalam suatu negara mengenai corporate governance harus mampu melindungi hak-hak tersebut. 2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equintable tratment of shareholders) Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak Pemegang Saham. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek perdagangan orang dalam (insider trading) dan mengharuskan anggota direksi untuk melakukan keterbukaan apabila menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Kerangka yang mampu dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governance harus mampu menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas asing. 3. Peranan shareholders yang terkait dengan perusahaan (The role of stakeholders) Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus memberikan perngakuan terhadap hak-hak stakeholders seperti yang ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha. Hal tersebut 50 diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang mengakomodasi peran stakeholders dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan juga diharuskan membuka akses informasi yang relevan bagi kalangan stakeholders yang ikut berperan dalam proses corporate governance. 4. Keterbukaan dan transparansi (Disclsure & transparancy) Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan informasi yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasahalan yang berkaitan dengan perusahaan. Dalam pengungkapan informasi ini termasuk adalah informasi ini termasuk adalah informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen perusahaan juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan untuk memberikan jaminan atas penyusunan dan penyajian informasi 5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board) Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efekif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi serta akuntabilitas terhadap 51 perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pegang saham dan stakeholders lainnya. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar diatas terdapat 5 (lima) unsur penting dalam corporate governance. Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah: 1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Selain yang dijelaskan oleh Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan 52 Usaha Milik Negara (BUMN), berikut penjelasan lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governance: 1) Transparansi (Transparancy) Transparansi yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi maateriil dan relevan mengenai perusahaan.69 Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan Good Corporate Governance. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan berarti seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengetahui dengan jelas pertimbangan dan alasan-alasan untuk pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan diambil.70 Mereka juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan keberatan ataupun pertimbangan lain sebelum proses tersebut dilaksanakan. Begitu pula dampak positif maupun negatif dari pengambilan keputusan tersebut terinformasikan dengan jelas kepada pihak-pihak yang terlibat. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materiil dan relevan tentang perusahaan merupakan akuntabilitas perusahaan terhadap publik dan para pemangku kepentingan. Dengan adanya keterbukaan ini para pemangku kepentingan dapat menimbang segala pertanyaan atas pelaksanaan tugas yang dibebankan pada suatu fungsi. Mulai dari apa 69 Achmad Daniri, Op.cit, hal.4 Loc.cit 70 53 sajakah tugas pokok dan fungsi dari jabatan tersebut, apa sajakah hasilhasil yang diharapkan dan bagaimana hasil pelaksanaanya.71 Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap resiko dan keuntungan dari investasinya. Pengungkapan masalah yang khusus berhubungan dengan kompleksnya organisasi dari konglomerat. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahan tersebut memiliki hutang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan resiko dan pertambahan dari perubahan modal (volatility capital).72 Dengan keterbukaan informasi tersebut maka para stakeholder dapat menilai kinerja berikut mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, dapat menghasilkan terjadinya efisiensi atau disiplin pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan 71 Loc.cit Adrian Sutendi, Op.cit, hal.11 72 54 baik dan tepat, akan dapat mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam perusahaan.73 Intinya, perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas, dan frekuensi dari pelaporan keuangan. Penguragan dari kegiatan curang seperti manipulasi laporan (creative accounting), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-prinsip pelaporan yang cacat, kesemuanya adalah masalah krusial untuk meyakinkan bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan (suintable). Pelaksanaan menyeluruh dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang sesuai hukum akan meningkatkan kejujuran dan pengungkapan.74 2) Akuntabilitas (Accountability) Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.75 Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.76 73 Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di http://bankingnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 23 November 2014 74 Loc.cit 75 I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.53 76 Ibid, hal.52 55 Prinsip ini diwujudkan antara lain menyiapkan laporan keuangan (Financial Statement) pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat mengembangkan Komite Audit dan Resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best prestice. Transformasi menjadi “Risk-based” Audit, manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan, penegakan hukum, menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesionalisme).77 Penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners, Board of Directors, Shareholders dan Auditor (pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable). Dalam hal ini Direksi (beserta manajer) bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham.78 Banyak perusahaan di Asia dikontrol oleh kelompok kecil pemegang saham atau oleh pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan masalah dalam mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang memadai (adequate disclosure).79 Sepertinya pengelolaan perusahaan didasarkan pada pembagian kekuasaan di antara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada 77 Loc.cit Amin Wijaya Tunggal, Corporate Governance, Jakarta, Harvindo, 2007, hal.6 79 Adrian Sutedi, Op.cit, hal.11 78 56 pengoprasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajememn perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga terdapat kurangnya accountability dan berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan. Komplikasi tambahan adalah berulangnya kesenjangan dalam laporan komisi pemeriksaan keuangan (audit committee reporting) kepada dewan dan lemah atau tidak efektifnya sistem kontrol internal. 80 Masalah yang juga sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah kurang efektifnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau bahkan sebaliknya, Komisaris mengambil alih peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Oleh karena itu diperlukan kejelasan mengenai tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme checks and balances kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan.81 Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip akuntabilitas ini antara lain:82 a. Praktik Audit Internal yang efektif b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan, kebijakan, dan prosedur di perusahaan. 80 Loc.cit Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014 82 Loc.cit 81 57 3) Tanggung Jawab (responsibility) Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.83 Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibilitas ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.84 Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.85 Prinsip ini diajukan dengan kesadaran tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesioal dan menjunjung etika, memelihara lingkungan bisnis yang sehat.86 83 Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014 84 Loc.cit 85 I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.52 86 Loc.cit 58 4) Kemandirian (independency) Independensi merupakan prinsip penting dalam penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.87 Independensi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut. Kejadian ini akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan kepentingan perusahaan yang seharusnya mendapat prioritas utama.88 Untuk meningkatkan independensi dalam pengambilan keputusan bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan beberapa aturan, pedoman, dan praktek di tingkat organ perseroan, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh Undang-Undang diberi amanat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.89 Prinsip ini juga mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk melancarkan pelaksanaan asas Good 87 Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014 88 Loc.cit 89 Loc.cit 59 Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.90 5) Kewajaran (fairness) Yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.91 Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara peraturan perundangan yang berlaku. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (Equal Treatment). Namun, perusahaan juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.92 Secara filosofis Jeremy Bentham, seorang filsuf dan ahli hukum Inggris menyatakan “Dalam gelapnya ketertutupan, segala jenis kepentingan jahat berada dipuncak kekuasaannya. Hanya dengan keterbukaanlah 90 Erfina Nurmalasari, Op.cit, hal.50 Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance Tahun 2006 92 Nur Hasanah, Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2013, hal.46 91 60 pengawasan terhadap segala ketidakadilan dilembaga peradilan dapat dilakukan”. Selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan. Keterbukaan adalah alat untuk melawan serta penjaga utama ketidak jujuran. 93 Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan/atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang dalam, dan konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara wajar atau pengungkapan penuh material apapun, mengutamakan Equal Job Oppurtunity.94 Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak stakeholders berdasarkan sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. trading (transaksi Bentuk yang kecurangan melibatkan ini informasi bisa berupa insider orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), korupsi-kolusinepotisme (KKN), atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti 93 Lo.cit I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.50 94 61 pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.95 Dengan penjelasan mengenai prinsip tersebut, maka setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip Good Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsip Good Corporate Governance tersebut, diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Bahwa, dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance maka telah ditetapkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peraturan Menteri tersebut menjadi landasan hukum diperlukannya penerapan praktek tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.96 95 Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance tersedia di http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsipgcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101, diakses pada tanggal 22 Novermber 2014 96 Erfina Nurmalasari, Fungsi Sekretaris Perusahaan dalam Menciptakan Tata Kelola Yang Baik Berdasarkan Pasal 29 PER-01/MBU/2011 Pada PT.POS Indonesia (Persero), Universitas Jenderal Soedirman, 2014, hal.43 62 4. Tujuan Good Corporate Governance Dari penjelasan mengenai Good Corporate Governance di atas, maka dapat diketahui tujuan dari prinsip-prinsip tersebut, yaitu:97 a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Selain itu berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Good Corporate Governance memiliki tujuan, yakni: 1) mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN; 2) mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ Perum; 3) mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN; 4) meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional; 5) meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional. 97 Aruna Sayati, Tujusn Penerapan Prinsip Good Corporate Governance, Tersedia di http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-dan-manfaat-penerapan-prinsip/, 20 November 2014 63 5. Penerapan Good Corporate Governance Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk malakukan tahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan Good Corporate Governance menggunakan tahapan berikut:98 1. Tahap Persiapan, Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama : 1). Awareness Building Awareness building merupakan langkah sosialisasi awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Good Corporate Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independent dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. 2) Good Corporate Governance Assessment, Good Corporate Governance Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi 98 Achmad Damiri, Op.it, hal.113-117 64 perusahaan dalam penerapan Good Corporate Governance saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level penerapan Good mengidentifikasi Corporate Governance langkah-langkah yang dan untuk tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance secara efektif. Dengan kata lain Good Corporate Governance Assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. 3).Good Corporate Governance Manual building. Good Corporate Governance Manual Building adalah langkah berikut setelah assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi Good Corporate Governance dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti: a. Kebijakan Good Corporate Governance Perusahaan 65 b. Pedoman Good Corporate Governance bagi organ-organ Perusahaan c. Pedoman perilaku d. Audit Committee Charter e. Kebijakan Disklosur dan Transparansi f. Kebijakan dan Kerangka Manajemen Risiko g. Roadmap Implementasi 2. Tahap Implementasi Setelah perusahaan memiliki Good Corporate Governance Manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi diperusahaan. Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yakni : a. Sosialisasi; Sosialisasi diperlukan seluruhperusahaan implementasi untuk berbagai Good memperkenalkan aspek Corporate yang terkait Governance kepada dengan khususnya mengenai Pedoman Penerapan Good Corporate Governance. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama atau salah satu Direktur yang ditunjuk sebagai GC champion di Perusahaan. b. Implementasi; Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan Pedoman Good Corporate Governance yang ada, berdasarkan 66 roadmap yang disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemenperubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi Good Corporate Governance. c. Internalisasi. Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan Good Corporate Governance di dalam seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur operasi (misalnya prosedur pengadaan, dan lain-lain), sistem kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance bukan sekadar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktifitas perusahaan. 3. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance telah dilakukan, dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring 67 atas praktik Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan skoring. Evaluasi dalam bentuk assesment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi mengupayakan Good Corporate Governance perbaikan-perbaikan yang sehingga perlu dapat berdasarkan rekomendasi yang diberikan. Dalam hal membangun Good Corporate Governance, dan terkait dengan pengembangan sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang bernuansa Good Corporate Governance, maka diperlukan langkah-langkah berikut : a. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta sistem operasional pencapaiannya secara jelas b. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan fungsi organ perusahaan (check and balance) c. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan 68 d. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup pengendalian risiko perusahaan e. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara adil ( fair) dan setara diantara para pemegang saham f. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran kinerjanya Tahapan tersebut menjelaskan langkah yang ditempuh sebuah perusahaan untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance. Secara umum prinsip Good Corporate Governance memberikan sebuah perubahan di Indonesia tepatnya pada sektor hukum, dimana adanya reformasi hukum. Berbagai bentuk cara dilakukan dalam rangka mensosialisasikan penerapan Good Corporate Governance, baik dengan dibentuknya Komite Nasional Kebijakan Governance yang menjadi sejarah perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia, maupun dengan dibuatnya aturan yang dapat melandasi penerapan Good Corporate Governance di Indonesia, beberapa program atau inisiatif yang menjadi landasan tersebut diantaranya:99 a. Revisi Undang-Undang Korporasi/PT b. Revisi Undang-Undang Pasar Modal c. Dikeluarkannya berbagai acuan pelaksanaan Good Corporate Governance yaitu, Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 99 I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.75 69 Beberapa ketentuan tersebut menjadi tonggak penting dalam penerapan Good Corporate Governance di Indonesia, namun sebuah survei yang dilakukan oleh Institute of Corporate Governance (ICG) memperlihatkan masih lemahnya penerapan Good Corporate Governance. Bahkan lingkungan perusahaan-perusahaan publik, yang jelas memiliki tanggung jawab besar terhadap publik. Berdasarkan hal tersebut, kesadaran akan pentingnya penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan perlu ditingkatkan yang dapat berpengaruh pada kemajuan dari suatu perusahaan. 70 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif atau penlitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut juga penelitian hukum kepustakaan.100 Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum sejenis ini, mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan.101 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptifanalitis sesuai dengan masalah dan tujuan dalam penelitian ini. Deskriptif analitis adalah menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dari praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan dalam penelitian ini.102 Kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan menggambarkan tanggung jawab Dewan Komisaris pada PT. Gapura 100 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada, 2007, hal 116 101 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada 2006 hal 118 102 Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999 hal. 97-98 71 Angkasa, Jakarta dalam pelaksanaan penerapan prinsip Good Corporate Governanceberdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 serta Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik ( Good Corporate Governance ) Pada Badan Usaha Milik Negara. C. Lokasi Penelitian 1) UPT Perpustakan Universitas Jenderal Soedirman Jalan Prof. Dr. HR. Boenjamin 708 Grendeng – Purwokerto. 2) Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Jalan Prof. Dr. HR. Boenjamin 708 Grendeng – Purwokerto. 3) PT. Gapura Angkasa, Jalan Angkasa Blok B 12 Kavling 8 Kota Bandar Baru Kemayoran, Jakarta. D. Sumber Data Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder, yang berupa: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat,103 antara lain: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) 103 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 52 72 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan 3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 5) Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa Tahun 2008 dan Tahun 2011 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan provinsi DKI Jakarta. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti Rancangan Undang-Undang, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum. Kaitannya dengan penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan \adalah hasil penelitian dan hasil pemikiran dari kalangan hukum seperti literatur, jurnal, dan bulentin ilmiah bidang hukum. 104 c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan 104 Loc.cit 73 hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi, dan lainlain. 105 E. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang dipandang relevan dan memadai untuk memperoleh data sekunder dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.106 F. Metode Penyajian Data Penyajian bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan bentuk teks naratif, yaitu data yang sudah diolah dalam uraian teks narasi. Penyajian teks naratif ini merupakan sebuah uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.107 105 Loc.cit M.Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hal.111 107 M.Nazir,Ibid, hal.115 106 74 G. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data normatif kualitatif. Metode analisis data normatif kualitatif yaitu pembahasan dan penjabaran yang disusun secara logis terhadap hasil penelitian terhadap norma, kaidah, maupun teori hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.108 108 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Cetakan Keempat, Bayumedia Publishing, 2008, hal. 293 75 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data Sekunder 1. Gambaran Umum PT. Gapura Angkasa 1.1 Profil PT. Gapura Angkasa PT. Gapura Angkasa didirikan pada tanggal 26 Januari 1998 berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah, SH Nomor 32 tanggal 26 Januari 1998 dan Akta Perubahan Nomor 33 tanggal 21 Desember 1998 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman sesuai dengan Keputusan Nomor C-21003 HT.01.01-TH 99 tanggal 31 Desember 1999. Saat ini, Kantor Pusat Perusahaan beralamat di Gedung DAPENRA, lantai 1, 2, dan 3, di Jalan Angkasa Blok B12, Kavling 8, Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta 10610, Indonesia. Modal dasar Perusahaan ditetapkan sebesar Rp. 860.160.000.000,yang terbagi atas 8.601.600 lembar saham dengan nilai nominal Rp. 100.000,- per lembar,-. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan sebanyak 2.150.400 dengan kompisisi kepemilikan: 1. PT. Garuda Indonesia (Persero) sebanyak 1.263.360 lembar saham, seharga Rp. 126.336.000.000,- (58,75%) 2. PT. Angkasa Pura I (Persero) sebanyak 215.040 lembar saham, seharga Rp. 21.504.000.000,- (10%) 76 3. PT. Angkasa Pura II (Persero) sebanyak 672.000 lembar saham atau seharga Rp. 67.200.000.000,- (31,25%) Sebagai perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki oleh BUMN, pengelolaan PT. Gapura Angkasa tunduk pada ketentuan-ketentuan yang mengatur BUMN. 1.1.1 Visi dan Misi Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2010-2014, yang disusun dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor KEP-102/MBU/2002, tanggal 4 Juni 2002, tentang Penyusunan Rencana Jangka Panjang Badan Usaha Milik Negara, yang disesuaikan dengan kepentingan perusahaan, dinyatakan visi dan misi Perusahaan sebagai berikut : 1.1.1.1 Visi Perusahaan Menjadi penyedia jasa ground handling dan jasa terkait lainnya di bandar udara dengan kualitas layanan kelas dunia (to provide World-Class Airport Services) 1.1.1.2 Misi Perusahaan Sebagai perusahaan penyedia jasa ground handling dan jasa terkait lainnya di bandar udara guna berkontribusi positif dalam integrasi bisnis jasa penerbangan nasional selalu berupaya meraih laba dan pertumbuhan untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholders. Misi diatas mengandung pengertian : 77 a. Dengan beroperasinya PT. Gapura Angkasa sebagai penyedia jasa ground handling dan jasa terkait lainnya di berbagai bandara di Indonesia, dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan perkembangan industri penerbangan nasional, baik dalam peningkatan kualitas layanan maupun efisiensi harga. b. Dalam pengelolaannya, PT. Gapura Angkasa harus memperoleh laba untuk terus tumbuh,berkembang da memiliki daya saing yang kuat serta dapat memberikan sumbangan pada peningkatan pendapatan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Memberi kontribusi positif dalam integrasi bisnis jasa penerbangan nasional. 1.1.2 Tujuan Perusahaan Untuk mewujudkan visi dan misi diatas, PT. Gapura Angkasa menetapkan 3 tujuan strategis jangka panjang, yaitu ; - Menyediakan layanan jasa ground handling dan jasa terkait lainnya yang memenuhi standar kualitas kelas dunia - Menjadi „role model” bagi perusahaan ground handling di Indonesia - Meraih laba dan pertumbuhan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh stakeholders 1.2 Susunan Komisaris PT. Gapura Angkasa Berdasarkan Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa (Akta Pendirian Nomor 32 tanggal 26 Januari 1998 yang diubah terakhir dengan Akta Nomor 2 tanggal 1 September 2010) susunan Dewan 78 Komisaris PT. Gapura Angkasa saat ini berdasarkan Akta Keputusan Pemegang Saham Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham Nomor 19 tanggal 22 Nopember 2013 sebagai berikut 1) Komisaris Utama : Novianto Herupratomo 2) Komisaris : Drs. H. Yushan Sayuti 3) Anggota Komisaris : Drs. Rinaldo J. Azis 4) Anggota Komisaris : Ir. IGN Bambang Tjahjono CES 5) Komisaris Independen : Drs. Edie Haryoto 2. Penerapan Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa 2.1 Self Assesment Setelah Komite Nasional Kebijakan Governance menyusun pedoman Good Corporate Governance (Code of Corporate Governance Best Practices), sudah saatnya kini diciptakan suatu alat untuk mengukur penerapan Good Corporate Governance suatu perusahaan. Forum Governance Corporate Indonesia (FCGI) Forum yang terdiri atas 10 asosiasi bisnis dan profesi terkemuka di Indonesia, bekerja sama dengan Asian Developmant Bank dan Pricewaterhouse Coopers telah mengembangkan suatu Penilaian mandiri (Self Assesment) sebagai alat untuk membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia menilai sejauh mana pelaksanaan Corporate Governannce-nya. Penilaian berbentuk Kuesioner tersebut dinamakan Corporate Governance Self Assesment Checklist dan telah dicetak dalam bentuk booklet. Alat tersebut berbentuk kuisioner yang dapat diisi oleh perusahaan. Selanjutnya, perusahaan tersebut memberikan 79 penilaian atas skor secara objektif terhadap jawabannya. Melalui kuisioner tersebut, perusahaan dapat melakukan penilaian mandiri pada beberapa bidang Good Corporate Governance. Ada beberapa hal yang dijadikan pembobotan dalam penilaian mandiri antara lain hak dari pemegang saham, kebijakan Good Corporate Governance, praktik Good Corporate Governance, pengungkapan (disclosure), dan fungsi audit. Dengan mengetahui beberapa skor yang diperoleh dari kuisioner tersebut, perusahaan bersangkutan dapat mengetahui berapa besar keterbukaan, akuntabilitas, tanggungjawab, kemandirian, dan kewajaran perusahaan tersebut. Penilaian ini dilakukan oleh perusahaan tersebut, namun disini ada peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dimana lembaga ini mempunyai kewenangan dalam Asistensi penerapan Good Corporate Governance. Sehingga Hasil assesment tersebut di hitung untuk mengetahui skornya, lalu di buatkan laporan bagi perusahaan. Laporan tersebut menyajikan secara berimbang mengenai kondisi penerapan Good Corporate Governance di perusahaan, yakni selain mengungkapkan halhal yang telah dikelola secara baik, juga menguraikan bidang-bidang yang memerlukan perbaikan. Assesment penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa mengacu pada: 1) Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah diperbaharui menjadi Peraturan 80 Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disahkan pada tanggal 1 Agustuts 2011 oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara. Pasal 2 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada peraturan menteri ini dan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. 2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 5 Ayat (3) yang mewajibkan pengelolaan BUMN berdasarkan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. 3) Kesepakatan bersama antara Staf Ahli Menteri Bidang Tata Kelola Perusahaan Kementerian BUMN dengan Deputi Bidang Akuntan Negara BPKP tanggal 19 Oktober 2006 mengenai penetapan indikator dan parameter yang dipergunakan untuk melakukan assesment dan review pada BUMN. 81 4) Surat Direktur Utama PT. Gapura Angkasa Nomor: GP/DZ/227/2012 tanggal 30 Mei 2011 perihal Assesment Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa tahun 2011 2.1.1 Tujuan Assesment Tujuan Assesment Penerapan Good Corporate Governance adalah untuk melakukan pengukuran dan pengujian atas penerapan Good Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa sebagai informasi/masukan bagi Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi 2.1.2 Metodologi Assesment Metodologi yang digunakan dalam assesment penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa adalah: a. Review Dokumen Review Dokumen dilakukan terhadap beberapa dokumen PT. Gapura Angkasa, antara lain: Anggaran Dasar, Pedoman Kebijakan Perusahaan, Piagam Komisaris dan Direksi, Code of Conduct, risalah RUPS, risalah rapat Komisaris dan Direksi, risalah rapat Direksi, Laporan Manajemen, dokumen Komite, dokumen SPI, dokumen Corporate Secretary dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan Good Corporate Governance. b. Kuesioner 82 Penyebaran kuesioner dilakukan untuk memperoleh gambaran dari responden mengenai hal yang berkaitan dengan penerapan Good Corporate Governance dan sebagai pendalaman lebih lanjut terhadap informasi yang belum atau tidak dapat diperoleh dari Review dokumen. Rancangan kuesioner disusun oleh Tim Corporate Governance BPKP (CG-BPKP). Pemilihan responden dilakukan oleh pihak PT. Gapura Angkasa, dengan kriteria yang diberikan oleh Tim CG-BPKP c. Wawancara Sebagai pendalaman lebih lanjut terhadap informasi yang belum atau tidak dapat diperoleh dari review dokumen dan kuesioner, dilakukan wawancara kepada pihak terkait. d. Analisis Hasil review dokumen, kuisioner, wawancara dan observasi dianalisis untuk mendapatkan capaian penerapan per parameter, per indikator dan per aspek pengujian serta skor hasil assesment. e. Presentasi Hasil Sementara Hasil review dokumen, kuesioner, wawancara maupun observasi kemudian dirangkum dan disimpulkan untuk mendapatkan tingkat pemenuhan setiap indikator dan parameter assesment penerapan Good Corporate Governance dipaparkan kepada Tim Counterpart 83 f. Pelaporan Tahap akhir dari kegiatan assesment penerapan Good Corporate Governance adalah penyusunan laporan yang menunjukan pencapaian penerapan Good Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa dan rekomendasi terhadap hal-hal yang masih memerlukan perbaikan (area of improvements). 2.1.3 Penilaian Assesment oleh BPKP Kebenaran atas data yang berkaitan dengan penerapan Good Corporate Governance adalah tanggung jawab perusahaan. Tanggung jawab Tim CG-BPKP terletak pada simpulan hasil assesment berdasarkan penilaian yang dilakukan dengan batasan sebagai berikut: a. Tidak melakukan penilaian atas kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh instansi eksternal perusahaan, kecuali dalam kaitan untuk melihat dampaknya terhadap penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan b. Tidak melakukan penilaian atas beban kerja masing-masing organ perusahaan yang diperlukan untuk memastikan keseimbangan alokasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab pada PT. Gapura Angkasa c. Penilaiandilakukan sebatas data yang diperoleh oleh Tim CG-BPKP selama proses assesment, selanjutnya rekomendasi didasarkan pada simpulan areas of improvements yang diperoleh 84 d. Tidak melakukan penilaian terhadap dampak penerapan Good Corporate Governance pada kinerja perusahaan e. Penilaian dilakukan sebatas aspek governance, oleh karenanya tidak mencakup indentifikasi atas kemungkinan adanya fraud (kecurangan) 2.2 Hasil Self Assesment penerapan Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan telah melakukan assesment penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa tahun 2011 yang mencakup 5 (lima) governance yaitu Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham/RUPS, Kebijakan Good Corporate Governance, Penerapan Good Corporate Governance, Pengungkapan (disclosure), dan Komitmen. Berdasarkan assesment penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa yang dilakukan sejak Agustus 2010 sampai dengan Oktober 2010 untuk periode 2011, dapat disimpulkan bahwa penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa mencapai skor 77,07 dari skor maksimal 100,00 atau 77,07%.. Uraian atas skor tersebut adalah: No I II III Aspek Governance Hak dan Tanggung Jawab Pemegang Saham / RUPS Kebijakan GCG Penerapan GCG A. Komisaris Bobot 9 Capaian Perusahaan 6,68 Presentase (%) 74,19 8 7,76 97,04 27 21,62 80,07 85 IV V B. Komite 6 5,36 89,38 Komisaris C. Direksi 27 22,05 81,65 D. SPI 3 2,40 79,96 E. Sekretaris 3 2,35 78,40 Perusahaan Sub Total 66 53,78 53,78 Pengungkapan 7 2,35 33,54 Informasi (disclosure) Komitmen 10 6,50 65,00 Total 100 77,07 77,07 Sumber: Laporan Hasil Assesment Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa Tahun 2011 Tabel di atas menggambarkan hasil perbandingan antara kondisi penerapan Good Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa dengan praktik terbaik (best practices) penerapan Good Corporate Governance. Dari lima aspek pengujian terhadap Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa, presentase capaian tertinggi 97,04% ada pada aspek Kebijakan GCG yang ditunjukkan antara lain PT. Gapura Angkasa telah memiliki pedoman/kebijakan GCG seperti Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance), Kode Etik (Code of Conduct), Komite Audit, Kebijakan hak dan kewajiban karyawan, pelanggan dan pemasok. Muatan masing-masing kebijakan tersebut telah memadai. Sementara itu, presentase terendah 33,54% ada pada aspek Pengungkapan Informasi (disclocure), disebabkan perusahaan tidak membuat Laporan Tahunan maupun publikasinya kepada stakeholders. 2.3 Rekomendasi 86 Rekomendasi ini merupakan upaya dari pemerintah dalam hal membantu perusahaan untuk memperbaiki penerapan Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa agar dapat mencapai praktik terbaik (best prractices) penerapan Good Corporate Governance. 3. Dewan Komisaris 3.1 Tanggung Jawab Dewan Komisaris berdasarkan Peraturan Perundangundangan 3.1.1 Tugas Dewan Komisaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 31 Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi. Pasal 32 (1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. (2) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS,Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. 3.1.2 Fungsi Dewan Komisaris berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor :PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata 87 Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 12 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar. (2) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai BUMN maupun usaha BUMN dan memberikan nasihat kepada Direksi. (3) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu. (4) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas membuat pembagian tugas yang diatur oleh mereka sendiri. (5) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dan RKAP. 88 (6) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyampaikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS/Menteri. (7) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau dan memastikan bahwa GCG telah diterapkan secara efektif dan berkelanjutan. (8) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memastikan bahwa dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan. (9) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib melaporkan kepada BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap perubahannya. (10) Mantan anggota Direksi BUMN dapat menjadi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN yang bersangkutan, setelah tidak menjabat sebagai anggota Direksi BUMN yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 89 3.2 Tugas Dewan Komisaris sesuai dengan Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa Pasal 15 Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, serta memberiksn nasihat kepada Direksi termasuk pengawasan terhadap Rencana Kerja dan Anggara Perseroan serta ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Persero. 3.3 Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa dalam penerapan Good Corporate Governance Aspek penerapan Good Corporate Governance pada organ Komisaris dinilai dengan menggunakan 11 (sebelas) indikator yang mencerminkan complance dan best practices penerapan Good Corporate Governance, yaitu: 1. Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris 2. Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas 3. Persetujuan Komisaris atau asumsi dan rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP 4. Arahan Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan 90 5. Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan 6. Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi 7. Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya 8. Keterbukaan informasi 9. Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance 10. Pertemuan rutin dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan Komisaris 11. Peran Sekretaris Komisaris Berdasarkan hasil assesment yang dilakukan terhadap penerapan kesebelas indikator tersebut dengan 33 (tiga puluh tiga) parameter, dapat disimpulkan bahwa penerapan kesebelas indikator tersebut mencapai skor 21,62 dari skol maksimal 27,00 atau sebesar 80,07%. Tingkat pemenuhan masing-masing indikator dijelaskan secara rinci sebagai berikut: a. Indikator yang tingkat pemenuhanya sudah baik, nampak dalam pelaksanaan praktik sebagai berikut: 1) Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas Dalam mewujudkan efektivitas proses pengambilan keputusan, Komisaris telah menetapkan mekanisme pengambilan keputusan yang 91 tertuang dalam Anggaran Dasar, Board Manual, dan Surat Keputusan Pemegang Saham Diluar RUPS PT. Gapura Angkasa. Pembagian tugas Komisaris diwujudkan melalui Surat Keputusan Komisaris Utama dimana Komisaris Utama yaitu Eliza Lumbantoruan melakukan tugas Komite Nominasi dan Komite Remunerasi, serta melakukan pengawasan khususnya bidang Sumber Daya Manusia. Sedangkan anggota Dewan Komisaris Rinaldo J. Azis menangani tugas Komite Good Corporate Governance, anggota Dewan Komisaris Harso Tjatur P. Menangani tugas Komite Risk Management dan Komisaris Independent Edie Harjoto menangani Komite Audit Keuangan. Rencana kerja Dewan Komisaris yang memuat antara lain orientasi Dewan Komisaris yang baru, pembagian tugas, rapat rutin bulanan, rapat koordinasi dengan Komite Audit, evaluasi pelaksanaan RJPP, evaluasi pelaksanaan RKAP dan Kinerja manajemen dan mengidentifikasi permasalahan serta membuat rekomendasi tindakan perbaikan kepada Direksi. Program kerja Dewan Komisaris Tahun 2011 ditanda tangani oleh Komisaris Utama, namun tidak disampaikan kepada Pemegang Saham pada awal tahun 2011, melainkan tanggal 13 Februari 2012 bersamaan dengan penyampaian laporan Kegiatan Dewan Komisaris tahun 2011 92 2) Persetujuan Komisaris atas asumsi dan rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP Komisaris telah memberi masukan secara komperhensif dalam rangka penyempurnaan RJPP dan RKAP melalui media rapat, serta memberikan persetujuan atas RKAP dan RJPP dalam jangka waktu sesuai ketentuan 3) Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan Dewan Komisaris telah melakukan pengawasan dan pemantauan (control dan monitor) terhadap kepatuhan Direksi dalam menjalankan Perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dewan Komisaris telah melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Kinerja Direksi dengan melibatkan Komite Komisaris, serta menilai kinerja Direksi yang menyangkut tingkat keberhasilan mereka dalam menjalankan perusahaan. 4) Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi Dalam surat Dewan Komisaris kepada Pemegang Saham Nomor GP/DEKOM/29/X/2011 tanggal 22 Oktober 2010 perihal; Penyampaian Hasil Penialaian Komite Nominasi, isinya antara lain bahwa untuk proses seleksi calon Direksi, Dewan Komisaris telah membentuk Komite Nominasi dan telah meminta kepada Pemegang Saham memberikan usulan nama-nama calon Direksi PT. Gapura 93 Angkasa dan kemudian telah melaksanakan assesment atas seluruh calon Direksi melalui konsultan independen. 5) Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya Sebagai wujud komitmen tertulis terhadap penerapan aturan benturan kepentingan, seluruh Dewan Komisaris telah membuat Surat Pernyataan Tidak Memiliki Benturan Kepentingan (Conflict of Interest) ditandatangani tanggal 23 Februari 2011 pada awal pengangkatannya 6) Peran Sekretaris Komisaris Dalam Surat Keputusan Dewan Komisaris PT. Gapura Angkasa Nomor DK/SEP/03/XII/2009 tanggal 31 Desember 2009 tantang Pengangkatan Sekretaris Dewan Komisaris PT. Gapura Angkasa, menetapkan Lestari Mustika Noor W sebagai Sekretaris Dewan Komisaris, berikut uraian jabatannya. Sekretaris Dewan Komisaris telah mempunyai ruang kerja, memiliki fasilitas penyimpanan dokumen secara tertib. Sekretaris Komisaris juga telah melaksanakan tugasnya dengan menyiapkan undangan rapat yang memuat agenda rapat, menghadiri rapat Komisaris dan membuat risalah rapat Komisaris. b. Indikator yang penerapannya masih memerlukan perbaikan atau penyempurnaan, dirinci sebagai berikut: 1) Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris 94 Perusahaan telah memiliki program pengenalan bagi Komisaris yang dituangkan dalam Board Manual yang meliputi gambaran mengenai perusahaan, Governance, penjelasan pelaksanaan berkaitan prinsip dengan Good Corporate kewenangan yang didelegasikan, Auditor Internal dan Eksternal, sistem dan kebijakan pengendalian intern, tugas dan peran Komite Audit dan Komite Lain yang diberntuk Dewan Komisaris, serta penjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi. Pada tahun 2011 terdapat pengangkatan Komisaris baru yang dituangkan dalam Surat Keputusan Pemegang Saham PT. Gapura Angkasa Nomor PS/SKEP/01/1/2011 Tanggal 3 Januari 2011 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT. Gapura Angkasa. Adapun pelaksanaan Program Pengelolaan dilakukan pada tanggal 4-6 April 2011 dalam bentuk kunjungan kerja ke Cabang Polonia Medan. Namun Dewan Komisaris belum membuat dan melaksanakan program pengembangan yang terstruktur dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan (skill and knowladge) bagi Dewan Komisaris, yang dianggarkan dalam RKAP Perusahaan. 2) Arahan Komisairs terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan 95 Belum tampak adanya kajian mengenai visi dan misi Perusahaan yang dilakukan secara khusus oleh Dewan Komisaris. Penyampaian tentang visi dan misi hanya berupa masukan dalam rapat. Dalam pengelolaan risiko, Dewan Komisaris memberikan masukan atau arahan kepada Direksi terkait dengan penerapan risiko seperti pelaksanaan risk assesment dan risk management. Namun identifikasi atas risiko korporasi yang tinggi (high exposure areas) maupun review kebijakan dan strategi manajemen risiko belum dilakukan karena Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko baru selesai dibuaut dan disahkan oleh Komisaris Utama dan Direktur Utama tanggal 23 September 2012. Dewan Komisaris telah mendapatkan laporan tentang kinerja Teknologi dan Informasi (TI) melalui Laporan Manajemen Perusahaan Tahun Buku 2011 (audited), yang terdapat pelaksanaan penerapan TI berupa finalisasi pembuatan sistem ERP untuk pengelolaan keuangan dan administrasi back office guna meningkatkan mtu pelaporan dan proses pekerjaan yang lebih efektif dan efisien. Namun belum tampak adanya arahan masukan maupun review kebijakan TI dari Dewan Komisaris. Mengenai penting yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris di luar hal-hal yang secara jelas sudah diatur dalam Anggaran Dasar Dewan Komisaris belum memiliki kriterianya, sehingga belum tampak adanya pembahasan atau tindak lanjut 96 maupun masukan kepada Direksi atas setiap masalah penting yang timbul sesuai dengan kriteria. Dewan Komisaris telah mengefektifkan komunikasi dengan Direksi maupun jajarannya melalui surat menyurat, email,dan gathering. Dewan Komisaris telah melakukan otoritas atas transaksi yang memerlukan persetujuan sesuai dengan Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa berdasarkan Akta Pendirian Nomor 32 tanggal 26 Januari 1998 dan Akta Perubahannya tanggal 1 September 2010 Nomor 2 Pasal 11 butir 6, seperti perihal kerjasama pergudangan, rencana kerjasama pengoperasian TTE, pergeseran anggaran biaya investasi 2011. Kewenangan pendapatan auditor independen untuk tahun buku 2011 di dalam Risalah RUPS Laporan Manajemen Tahun Buku 2010 No.GP/RUPS/LM2010-02/IV/2011 tanggal 18 April 2011 dilimpahkan kepada Dewan Komisaris. Melalui Komite Audit, Dewan Komisaris telah mengusulkan calon Auditor Eksternal kepada RUPS yang memuat alasan pencalonan dan besarnya honorarium. Namun Dewan Komisaris belum tampak berpartisipasi aktif dalam meningkatkan Perusahaan. 3) Keterbukaan informasi Untuk memastikan Direksi memberi perlakuan yang adil dan setara dalam penyampaian informasi kepada pihak terkait, Dewan 97 Komisaris telah membahas laporan keuangan sebelum laporan tersebut dipublikasikan dan memastikan auditor eksternal, SPI dan Komite Audit memiliki akses terhadap informasi mengenai Perusahaan dalam melaksanakan tugasnya. Namun, Komisaris belum sepenuhnya menyampaikan informasi kepada Pemegang Saham berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam batas kewenangannya. Kriteria mengenai informasi yang dapat diberikan kepada stakeholders lainnya belum ditetapkan Dewan Komisaris sehingga belum ada kejelasan batas wewenang antara Dewan Komisaris dan Direksi dalam menyampaikan informasi kepada stakeholders. 4) Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance Komisaris telah melakukan pemantauan penerapan prinsipprinsip Good Corporate Governance antara lain melalui arahan terhadap kegiatan perusahaan agar selalu konsisten terhadap aspek Good Corporate Governance, Namun Dewan Komisaris belum melakukan penilaian secara self assesment atas capaian kinerja Dewan Komisaris. 5) Pertemuan rutin dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan Komisaris Pelaksanaan rapat Komisaris telah sesuai ketentuan. Tata tertib rapat yang mengatur jalannya rapat sejak perencanaan sampai dengan pendokumentasian dan pendistribusian hasil rapat telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Board Manual, serta telah dilaksanakan secara konsisten. 98 Tingkat kehadiran Dewan Komisaris pada rapat Dewan Komisaris sebagai perwujudan komitmen palaksanaan tugas dan kewajibannya hanya 58%. Risalah rapat telah dibuat, namun dari 15 rapat hanya 2 rapat yang sudah mencantumkan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan rapat sebelumnya. B. Pembahasan Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris dalam Penerapan Prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa Untuk mengetahui tanggung jawab hukum Dewan Komisaris, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu ketentuan Pasal 1 Angka (6) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa: “ Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. ” Ruang lingkup tugas dan kewajiban Dewan Komisaris dirumuskan dalam Pasal 108 Ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang merumuskan: “ Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi.” 99 Selain itu, penjelasan mengenai pelaksanaan tanggung jawab Dewan Komisaris dirumuskan dalam Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: “ Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehatihatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang ini untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.” Pada Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai tugas dan kewajiban lainnya yang ditanggung oleh Dewan Komisaris, yang merumuskan bahwa: “ Dewan Komisaris wajib: a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya; b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan terssebut dan Perseroan lain; dan c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS. “ Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tanggung jawab Dewan Komisaris dalam BUMN, diatur juga dalam Pasal 100 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang merumuskan bahwa: “ Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi “ Pada Pasal 12 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara merumuskan mengenai fungsi Dewan Komisaris yaitu: (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar. (2) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertanggung jawab dan berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai BUMN maupun usaha BUMN dan memberikan nasihat kepada Direksi. (3) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu. (4) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas membuat pembagian tugas yang diatur oleh mereka sendiri. 101 (5) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dan RKAP. (6) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib menyampaikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS/Menteri. (7) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau dan memastikan bahwa GCG telah diterapkan secara efektif dan berkelanjutan. (8) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus memastikan bahwa dalam Laporan Tahunan BUMN telah memuat informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas di perusahaan lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan Direksi), serta honorarium, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan. (9) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib melaporkan kepada BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap perubahannya. (10) Mantan anggota Direksi BUMN dapat menjadi anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN yang bersangkutan, 102 setelah tidak menjabat sebagai anggota Direksi BUMN yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. Menurut Ridwan Halim, tanggung jawab hukum adalah sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.109 Wahyu Kurniawan dalam bukunya menyatakan bahwa, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang mengemban dua tugas, yaitu mengawasi direksi dan memberikan nasihat kepada direksi perseroan. Dewan Komisaris juga mempunyai peran penting dalam corporate governance, yaitu mengawasi sekaligus memberi nasihat kepada pengelola perusahaan.110 Menurut Sutan Remy Sjahdeini taggung jawab dewan komisaris dalam hal pengawasan meliputi segala hal (tanpa batas dan tanpa syarat) yang terkait dengan kebijakan pengurusan oleh Direksi, baik mengenai Perseroan maupun usaha perseroan. Hardijan Rusli memberikan pendapat, bahwa dalam Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut:111 109 Khairunnisa, Kedudukan, Skripsi: Peran, dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hal.4 110 Wahyu Kurniawan, Op.cit, hal.27 111 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya: Kajian Analitis UU Perseroan Terbatas. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996, hal.128 103 a. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan Terbatas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab b. Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada Perseroan Terbatas lainnya c. Kewajiban lainnya ditetapkan dalam anggaran dasar, seperti misalnya a) Memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu b) Melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, dalam Pasal 15 Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa, tanggung jawab Dewan Komisaris sudah dijelaskan dalam hasil penelitian point 3.2, yang menerangkan bahwa: “ Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, serta memberiksn nasihat kepada Direksi termasuk pengawasan terhadap Rencana Kerja dan Anggara Perseroan serta ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, peraturan perundangundangan yang berlaku, kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Persero. ” 104 Berdasarkan hasil penelitian pada point 3.3 tentang Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa dalam penerapan Good Corporate Governance, terdapat 11 indikator yang menjadi penilaian dari penerapan Good Corporate Governance oleh Dewan Komisaris, yaitu sebagai berikut: 1. Kesempatan pembelajaran bagi Komisaris 2. Kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas 3. Persetujuan Komisaris atau asumsi dan rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP 4. Arahan Komisaris terhadap direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan 5. Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan 6. Peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi 7. Tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya 8. Ketebukaan informasi 9. Pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance 10. Pertemuan rutin dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan komisaris 11. Peran Sekretaris Komisaris Apabila hasil penelitian pada 3.2 dan 3.3 dihubungkan dengan Pasal 1 Angka (6), Pasal 108 Ayat (1), Pasal 114 Ayat (2), Pasal 116 Undang- 105 Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan pendapat Wahyu Kurniawan, Ridwan Halim, serta Sutan Remi Sjahdeni, maka dapat dideskripsikan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa memiliki kekurangan dalam hal pemberian nasihat terhadap direksi. Pemberian nasihat yang dimaksud adalah mengenai masalah penting yang ada dalam perusahaan. Di samping itu Dewan Komisaris belum memberikan nasihat secara khusus mengenai tindak lanjut dari risk management serta mengenai kebijakan Teknologi dan Informasi. Kekurangan dalam pemberian nasihat tersebut adalah tidak sesuai dengan Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris terhadap direksi, memiliki tugas yang salah satunya adalah pemberian nasihat kepada direksi. Hasil penelitian 3.3 dihubungkan dengan Pasal 116 huruf c UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta pendapat dari Rusli, dapat dideskripsikan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa masih terdapat kekurangan dalam hal pemberian laporan tentang tugas pengawasan kepada RUPS, dalam hal ini seharusnya Dewan Komisaris melaporkan pada awal tahun yaitu Januari 2011, namun Dewan Komisaris baru memberi laporan pengawasan pada bulan Februari 2011. Dalam laporan yang diberikan oleh Dewan Komisaris belum sepenuhnya dilaporkan pada pemegang saham. Sehingga hal tersebut tidak sesuai 106 dengan Pasal 116 huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa belum sepenuhnya melaksanakan tanggung jawabnya yang terdapat dalam Pasal 1 Angka (6), Pasal 114 Ayat (2), Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Karena masih terdapat kekurangan dalam hal pemberian nasihat kepada direksi dan pemberian laporan hasil pengawasan kepada RUPS. Selain itu, pada Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 merumusakan, bahwa: “ Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundangundangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, kewajaran, serta pertanggungjawaban” Mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance pada BUMN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER–01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara. 107 Pasal 3 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa prinsipprinsip Good Corporate Governance, yaitu : 1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 3. Pertanggungjwaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Pengukuran terhadap penerapan Good Corporate Governance diatur pula dalam Pasal 44 Ayat (1), merumuskan bahwa: BUMN wajib melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG dalam bentuk: a. Penilaian (assesment) yaitu program untuk mengidentifikasi pelaksanaan GCG pelaksanaan dan di BUMN penerapan melalui GCG di pengukuran BUMN yang dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun; b. Evaluasi (review), yaitu program untuk mendeskripsikan tindak lanjut pelaksanaan dan penerapan GCG di BUMN yang dilakukan pada tahun berikutnya setelah penilaian 108 sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang meliputi evaluasi terhadap hasil penilaian dan tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan. Menurut pendapat Sonda Marakachi dan Jean Bedard, Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah bagi para stakeholders.112 Menurut Endri, Akuntabilitas merupakan Kerangka corporate governance yang harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, dan akuntabilitas Dewan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. 113 Selanjutnya Adrian Sutedi juga menyebutkan bahwa prinsip keterbukaan atau transparansi yang merupakan prinsip di mana kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa diungkapkannya informasi materiil perusahaan yang akurat dan tepat waktu, antara lain meliputi situasi keuangan, kinerja perusahaan, pemegang saham, dan manajemen perusahaan serta faktor risiko yang mungkin timbul. Informasi 112 Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 2 Endri, Artikel : Best Practice Good Corporate Governance dalam Meningkatkan Sinergi dan Strategi Stakeholders, Universitas Bung Hata, diunduh melalui website http://www.bunghatta.ac.id/artikel-134-8-best_practice_good_corporate_governance dalam sinergi dan_kinerja_stakeholders_dalam.html 113 109 material yang perlu diungkapkan meliputi antara lain hasil keuangan dan usaha perusahaan, pemegang saham utama, anggota board of directors dan eksekutif, resiko yang mungkin dihadapi, struktur dan kebijakan perusahaan serta target yang ingin dicapai.114 Selain itu, Adrian Sutedi juga memberikan penjelasan mengenai self assesment, di mana self assesment atau penilaian mandiri berbentuk kuisioner yang dinamakan Corporate Governance Self Assesment Checklist. Alat tersebut berbentuk kuisioner yang dapat diisi oleh perusahaan. Selanjutnya, perusahaan tersebut memberikan penilaian atas skor secara objektif terhadap jawabannya.115 Menurut M. Ansyoril Syabana, prinsip kemandirian (independent) adalah keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional untuk mencapai tujuannya tanpa benturan kepentingan dan pengaruh tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan praktek-praktek korporasi yang sehat. Selain prinsip kemandirian, ia juga memberi pendapat mengenai pengertian prinsip kewajaran (fairness), di mana prinsip ini merupakan keadilan atau keseraraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dalam kegiatan usahanya harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. 114 115 Adrian Sutedi, Op.cit, hal. 46 Ibid, hal. 74 110 Dalam hasil penelitian point 2.1 tentang Self Assesment yang digunakan PT. Gapura Angkasa, yang menjelaskan mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance pada PT. Gapura Angkasa, dapat diketahui bahwa penilaiannya dengan Self Assesment yang nantinya dinilai oleh BPKP dengan hasil akhir yang terdapat dalam point 2.2 mengenai Hasil self assesment penerapan Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa yang menghasilkan bahwa PT. Gapura Angkasa mencapai skor 77,07 dari skor maksimal 100,00 atau 77,07%. Apabila hasil penelitian point 2.2 dihubungkan dengan Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 3 dan Pasal 41 Ayat (1) Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MUB/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN, dan pendapat dari Sonda Marrakachi, Jean Bedard serta Adrian Sutendi maka dapat diketahui bahwa hasil penerapan yang dilaksanakan oleh PT. Gapura Angkasa dilakukan dengan Self Assesment. Dengan hasil pencapaian 21,62 dari skor maksimal 27,00 atau setara dengan 80,07%. Angka tersebut termasuk dalam pencapaian yang cukup baik. Selain memberikan penilaian atas penerapan Good Corporate Governance, BPKP juga memberika rekomendasi atas indikator yang perlu peningkatan. Seperti yang sudah ada dalam hasil penelitian 2.3 mengenai rekomendasi. Rekomendasi yang diberikan pada Dewan Komisaris antara lain: 111 a. Melaporkan penetapan Auditor Eksternal kepada Pemegang Saham b. Membuat program pemengembangan untuk meningkatkan kemampuan (skill and knowladge) yang dimasukkan dalam RKAP serta melaksanakannya c. Mengkomunikasikan rencana kerja Dewan Komisaris kepada Pemegang Saham pada setiap awal tahun d. Mengkaji visi/misi Perusahaan secara berkala (tiga tahun sekali) dan menyampaikan hasil kajiannya kepada Direksi e. Memberikan arahan dan masukan tentang manajemen resiko f. Memberikan arahan dan masukan tentang kebijakan Teknologi dan Informatika g. Menindaklanjuti hal-hal penting yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris di luar yang diatur dalam Anggaran Dasar h. Berpartisipasi aktif dalam meningkatkan citra Perusahaan i. Menyampaikan informasi tentang hasil pengawasannya secara berkala kepada Pemegang Saham, serta bersama Direksi menetapkan kriteria informasi yang dapat disampaikan kepada stakeholders lainnya j. Melakukan self assesment atas capaian kinerja Komisaris dan melaporkannya kepada Pemegang Saham, setelah terlebih dahulu menetapkan sistem penilaian kinerja Komisaris k. Meningkatkan kehadiran dalam rapat 112 l. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan rapat sebelumnya serta menginstruksikan Sekretaris Komisaris mencantumkan evaluasi tersebut ke dalam risalah rapat m. Melaporkan pembentukan, pengangkatan dan pemberhentian Ketua maupun Anggota Komisaris kepada Pemegang Saham Pada hasil penelitian point 3.3 mengenai penerapan prinsip Good Corporate Governance yang dilakukan oleh Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa, menerangkan bahwa ada 11 indikator aspek penilaian penerapan Good Corporate Governance pada organ perseroan Dewan Komisaris. Dari ke-11 indikator tersebut, ada 6 indikator yang termasuk dalam indikator yang tingkat pemenuhannya sudah baik (hasil penelitian point 3.3 huruf a) dan ada 5 indikator lainnya yang termasuk dalam indikator yang penerapannya masih memerlukan perbaikan atau penyempurnaan (hasil penelitian point 3.3 huruf b). Hasil penelitian point 3.3 huruf a, mengenai indikator yang tingkat pemenuhannya sudah baik adalah kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas, persetujuan Komisaris atas asumsi dan rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP, Kontrol Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan, peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi dalam Surat Dewan Komisaris kepada Pemegang saham, tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya, dan peran Sekertaris Komisaris. 113 Apabila hasil penelitian point 3.3 huruf a angka 1 dan 2 dihubungkan dengan Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011serta pendapat Endri, maka dapat diketahui bahwa aspek kejelasan fungsi, pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas serta aspek persetujuan Komisaris atas asumsi dan rencana pencapaian dalam RJPP dan RKAP termasuk dalam prinsip akuntabilitas (accountability). Dewan Komisaris sudah menerapkan prinsip ini, yang diwujudkan melalui Surat Komisaris Utama yang berisikan mengenai kejelasan fungsi, pembagian tugas dan rencana kerja serta otoritas Dewan Komisaris. Serta dalam hal ini Dewan Komisaris sudah memberi masukan yang komperhensif agar pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Hasil penelitian pada point 3.3 huruf a angka 4 dihubungkan dengan Pasal Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011 serta pendapat dari M. Ansyoril Syabana, dapat dideskripsikan bahwa aspek peran Komisaris dalam pemilihan calon anggota Direksi, termasuk dalam prinsip kemandirian (independent) di mana dalam hal ini Dewan Komisaris sudah menerapkan prinsip ini dengan adanya pemilihan anggota Direksi yang dilakukan tanpa intervensi dari pihak manapun, serta dengan adanya konsultan independen yang membantu pemilihan calon direksi. 114 Pada hasil penelitian 3.3 huruf a angka 5 dihubungkan dengan Pasal Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MUB/20110 serta pendapat dari M. Ansyoril Syabana, maka dapat diketahui bahwa aspek tindakan Komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya termasuk pada prinsip kewajaran (fairness). Dewan Komisaris sudah melaksanakan prinsip ini, dibuktikan dengan adanya Surat Pernyataan Tidak Memiliki Benturan Kepentingan (Confilict of Interest) tertanggal 23 Februari 2011. Surat tersebut diterbitkan sebagai usaha dalam hal pemenuhan hak-hak stakeholders untuk melindungi dari kecurangan-kecurangan seperti halnya insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), maupun KKN. Sehingga dalam hal ini prinsip kewajaran telah diterapkan oleh Dewan Komisaris. Hasil penelitian point 3.3 huruf b, mengenai indikator yang tingkat Komisaris, arahan Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan, keterbukaan informasi, pemantauan efektivitas praktik Good Corporate Governance, dan pertemuan rutin dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan Komisaris. Berdasarkan hasil penelitian point 3.3 huruf b yang dihubungkan dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PerMUB-01/2011 serta pendapat Adrian Sutedi mengenai prinsip keterbukaan (transparancy), maka dapat diketahui bahwa penerapan prinsip ini belum 115 diterapkan secara maksimal. Karena keterbukaan informasi mengenai informasi-informasi hasil pengawasan Dewan Komisaris kepada stakeholders belum disampaikan sehingga mengakibatkan ketidak jelasan batas wewenang antara Dewan Komisaris dan Direksi dalam menyampaikan informasi kepada stakeholders. Selanjutnya, apabila hasil penelitian pada point 3.3 huruf b dihubungkan dengan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa belum menerapkannya dengan baik. Keterbukaan informasi mengenai hasil pengawasan merupakan hak-hak dari stakeholders yang harus dipenuhi oleh board of directors. Selain prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip tanggung jawab (responsibility) yang tersirat dalam hasil penelitian point 3.3 huruf b angka 4, apabila hasil penelitian point 3.3 huruf b angka 4 dihubungkan dengan Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 12 Pada Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER – 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, serta pandangan tanggung jawab pengawasan Dewan Komisaris menurut Sutan Remy Sjahdeini maka dapat dapat dideskripsikan bahwa aspek pengawasan efektivitas praktik Good Corporate Governance di PT. Gapura Angkasa belum sepenuhnya 116 dilakukan oleh Dewan Komisaris. Padahal sudah jelas bahwa Dewan Komiaris memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja direksi mengenai hal perseroan, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 108 Ayat (1) Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, serta Anggaran Dasar PT. Gapura Angkasa. Selain itu yang termasuk dalam prinsip ini adalah aspek mengenai arahan Komisaris terhadap Direksi atas implementasi rencana dan kebijakan perusahaan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dari uraian tersebut di atas, diketahui bahwa dari 5 prinsip yang ada dalam Good Corporate Governance yang wajib dilaksanakan oleh Dewan Komisaris berdasarkan Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, terdapat 2 prinsip yang belum dilaksanakan secara maksimal dan termasuk dalam aspek yang harus diperbaiki, yakni prinsip keterbukaan (transparancy) dan tanggungjawab (responsibility). Walaupun demikian, penerapan Good Cororate Governance yang dilaksanakan oleh Dewan Komisaris sudah dalam kategori baik, karena dari 5 prinsip yang seharusnya diterapkan, ada 3 prinsip yang sudah termasuk dalam kategori aspek yang sudah baik, yaitu adalah prinsip akuntabilitas (accountability), kemandirian (independent), dan kewajaran (fairness). 117 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Dewan Komisaris pada PT. Gapura Angkasa belum sepenuhnya menerapkan tanggung jawabnya, hal tersebut didasarkan pada: 1. Dewan Komisaris memiliki 2 tugas pokok, yaitu pengawasan, dan pemberian nasihat kepada direksi. Dalam hal ini Dewan Komisaris belum menjalankan tugas pemberian nasihat kepada direksi secara maksimal. Pemberian nasihat yang dimaksud adalah pemberian nasihat yang berkaitan dengan masalahmasalah penting yang terdapat dalam perusahaan. Demikian pula tindak lanjut dari pengawasan yang telah dilakukan, yakni pemberian laporan mengenai hasil pengawasan, belum sepenuhnya dilaporkan kepada pemegang saham secara tepat waktu. 2. Mengenai penerapan Good Corporate Governance, Dewan Komisaris belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor : keterbukaan PER-01/MUB/2011 terdapat (transparancy), akuntabilitas 5 prinsip, yaitu (accountability), tanggung jawab (responsibility), kemandirian (responsibility), dan kewajaran (fairness). Terdapat 2 prinsip yang termasuk 118 dalam indikator yang perlu diperbaiki, yaitu prinsip keterbukaan (transparancy) dan tanggung jawab (responsibility). B. Saran Berdasarkan penerlitian tersebut, maka penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat dipertimbangkan, baik oleh pemerintah maupun perusahaan: 1. Pemerintah sebagai regulator, perlu membuat sanksi tegas bagi perusahaan yang kurang dalam penerapan Good Corporate Governance. Sehingga dapat dijadikan acuan perusahaan agar lebih baik lagi. 2. Untuk perusahaan, agar membuat pedoman khusus penerapan Good Corporate Governance, sehingga penerapan tersebut dapat dilaksanakan secara maksimal dan lebih efektif. Karena dengan adanya pedoman tersebut, Dewan Komisaris dapat lebih mudah dalam pelaksanaan penerapannya. 3. Dewan Komisaris sebagai salah satu pemeran penting dalam penerapan Good Corporate Governance maka harus lebih memperhatikan mengenai tanggung jawabnya yang telah diamanatkan dalam undang-undang, peraturan pemerintah maupun anggaran dasar. Agar segala tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. 119 DAFTAR PUSTAKA Buku Literatur: Anoraga, Pandji, BUMN: Swasta dan Koperasi (Tiga Pelaku Ekonomi),Pustaka Jaya, Jakarta, 1995 Asikin, Zainal dan Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007 Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005 Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, PT. Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2009 Damiri, Achmad, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Jakarta, PT. Ray Indonesia, 2006 Emirzon, Joni, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Yogyakarta, PT. Genta Press, 2007 Ibrahim, BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya, Jakarta, 1997 Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, PT. Banyumedia Publishing, 2008 Kurniawan, Wahyu, Corporate Governance, Jakarta, PT. Puataka Utama Grafiti, 2012 Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1993 Nazir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta, PT. Ghalia Indonesia, 1988 Purwaningsih, Endang, Hukum Bisnis, PT. Ghalia Indonesia, Bogor, 2010 Rusli, Hardijan Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya: Kajian Analitis UU Perseroan Terbatas. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996 Simanjuntak, Cornelius, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta, PT. Sinar Grafika, 2009 Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2007 120 Soemitro, Ronny Hanintijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999 Sutedi, Andrian, Good Corporate Governance, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Tjager, I Nyoman, Corporate Governance Tantangan dan Kesemppatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prehillindo, 2003 Tunggal, Amin Wijaya, Corporate Governance, Jakarta, PT. Harvindo Usman, Rusman, Dimensi Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan Badan Usaha di Indonesia, Bandung, PT. Mandar Maju, 1997 Peraturan Perundang-undangan: 1. Undang – Undang Dasar 1945 2. Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara 4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik ( Good Corporate Governance ) Pada Badan Usaha Milik Negara Sumber Internet: 1. http://www.bumn.go.id/daftar-bumn/ 2. http://accountingareas.blogspot.com/2013/05/peranan-dewankomisaris-dan-komite.html 3. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2259789-tujuan-danmanfaat-penerapan-prinsip/ 4. http://bankirnews.com/index.php?option=com&view=article&id+106: tujuan-system-a-prinsip-gcg&catid=68:good-corporategovernance&Itemid=101 121 Sumber Data: Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan: Laporan Hasil Assesment Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa Tahun 2008 Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan: Laporan Hasil Assesment Good Corporate Governance PT. Gapura Angkasa Tahun 2011 Sumber Lain: Astanti, Dhiah Indah, Skripsi:Implementasi Good Corporate Governance pada Perusahaan Asuransi, Universitas Diponegoro,Semarang, 2007 Hasanah, Nur, Skripsi:Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2013 Khairunnisa, Skripsi:Kedudukan, Peran, dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008 Komite Nasional Kebijakan Governance : Pedoman Umum Good Corporate Governance, 2006 Nurmalasari, Erfina, Skripsi:Fungsi Sekretaris Perusahaan dalam Menciptakan Tata Kelola Yang Baik Berdasarkan Pasal 29 PER-01/MBU/2011 Pada PT.POS Indonesia (Persero), Universitas Jenderal Soedirman, 2014 Shalahuddin, Skripsi:Good Corporate Governance dalam Penjualan Tanker VLCC Pertamina,, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009 Sulistiani, Skripsi:Christie Dwi Karya, Peranan Audit Intern Dalam Penerapan Good Corporate Governance Yang Efektif, Universitas Maranatha, Bandung, 2013 Wulandari, Skripsi:Catur Ari, Tinjauan Pelaksanaan Good Corporate Governance, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009