Peranan Negara dalam Globalisasi dan Demokratisasi Ekonomi

advertisement
Peranan Negara dalam Globalisasi dan Demokratisasi Ekonomi
Masjaya
Abstract: The state 's role in economic process ofsocialist system is normative. However in capitalist context, if emerges due to a need cha[ is to encourage the market which is not able to handle with theproblem.
It has already been the market at the time achieved an equilibrium of economy macro, but there is no job
opportunity at all. In such a situation, the e~nploymentmay not be established by the market anymore. The
state therefore must intervene in investtnent, even very large investment in order to create large-scale
projects to provide job opportunily With such investinent by the state, the market mechanism is recovered.
Thejob opportunity is itselfa form ofeconomic democracy. One of inportant goals in economic de~nocracy
is to establish re-numeralive employment. The process of economic democracy is not only can be conducted
by decreasing the state's role to be minimal state and bureaucracy down-sizing instead of the big bureaacracy, but can also be executed by establishing Weberian state, with increasing efficiency, pp,fessionalistn
and innovation, through among other things reinvenling government, even though such kind ofstate
actually contains the restraint forfreedom as well. Thus theprocess of democracy is necessary to be realised
by creating human bureaucracy that is indeed should be encountered
ICeywords: the state role, democratization, economic globalization
Isu globalisasi dan demokratisasi dewasa ini merupakan faktor yang mernberi wzrna dalam pelaksanaan administrasi publik. Salah satu tulisan yang berupaya menjelaskan tentang keterkaitan faktor eksternal tersebut dalam ha1 ini faktor global ekonomi dan
faktor demokratisasi adalah karya Reinvenfing government dan Banishing Bureaucracy yang ditulis
oleh Osborne, dkk (1995) yang intinya rnengungkap
bahwa adlninistrasi publik sangat penting memperhatikan masalah pelayanan biro!trasi dan pemenuhan
kebutuhar~masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip
"good governance". Karya lain yang mencoba
menggagcs tentang pentingnya merumuskan kembali
tatanan kehidupan birokrasi sesuai dengan visi dan
misi yang seharuskan dilakukan oleh kelembagaan
publikadalah tulisan Minoque, dkk(2000) dalam "beyond the new public nzanagemenl".
Pendekatan Minoque adalah suatu antitesis dari
kalya Osborne yang berupaya "meluruskan kembali"
pandangan dan kemeslian dalam adniinistrasi publik.
Tentu saja dalam perspektif kelembagaan publik
adalah berimplikasi pada pelayanan piiblik yang lebih
mendorong nilai partisipasi dan keadilan. Namun
kedua karya tersebut memiliki persamaan keinginan
untuk mengungkapkan dampak globalisasi dan demokratisasi dalam sektor ekonomi yang pada dasarnya
juga rnempunyai pengaruh signifikaa pada proses
penyesuaian administrasi publik. Dalamtulisan inijuga
akan dijelaskan bahwa apakah Negara (public institution) masih memiliki peranan, setidak-tidaknya
kelembagaan administrasi publik dalam proses demokratisasi dan globalisasi.
Proses liberalisasi yang pada hakikatnya bukan
lianya lnerupakan fenomena Indonesia, tetapi juga
telah menjadi fenomena duniamerupakan bagian, bahkan inti dari proses globalisasi.Moore (2002) fenomena
tersebut telah dialami oleh Negara-negara sosialis.
Bahkan sebenarnya gejala serupa telah terjadi di
Eropa Barat dan Amerika Serikat dengan bendera
')rivatisasi': yang dipelopori oleh Thatcher-Reagen.
Ciri utama proses tersebut adalah menyusutnya peran
negara di satu pihak dan makin meluasnya peran
dasar. Osborne (1995). Di bidang politik, sistem politik
yangotoritermulai digantikan oleh sisteni dernokrasi,
I
154
JURNAL APLIKASI MANAJEMEN. VOLUME 3. NOMOR 3. DESEMBER 2005
s e k a ~ i ~ uharus
n
melalui masa transisi, yaitu masa
transisi menuju demokrasi. Dengan demikian,
mengikuti silogislneAristotelian, Proses demokratisasi
tersebut ditandai oleh menyurutnya peran negara dan
meluasnya peran pasar (Moore, 2002).
Pada masa Depresi Besar tahun 1930-an, peran
Negara yang bertentangan dengan mekanisme pasar,
baik di Negara-negara sosialis maupun Negara-negara
sedang berkembang, relative dominan. Tetapi dalam
proses politik, peranan Negara tersebut menimbulkan
dua hal. Pertatna, peneltanan (opresi) terhadap hakhak asasi manusia. Kedua, merusak, setidak-tidaknya
niengganggu atau menimbulkan distorsi terhadap
mekanisme pasar. Namun pada waktu itu, di Indonesia terutama di masa Demokrasi Terpimpin (19591965) maupun Orde Baru (1966-1 998) peran Negara
dinilai diperlukan dan dikehendaki oleh pengambil
keputusan, yaitu elite politik yang merupakan koalisi
antara kelompok intelektual (terutama ekonom),
militer dan pengusaha (Rahbini, 1995).
Perkataan demokratisasi menunjuk kepada gejala
proses, oleh karena itu, timbul pula wacana tentang
"masa transisi menuju demokrasi" yang dipakai oleh
Huntington, ketika berbicara mengenai kebangkitan
kembali demokrasi dalam skala dunia (globaldeinocratic resurgence). Baginya demoltrasi memang
peliiah lahir dan berkembang, tapi kemudian menyurut
dengan tirnbul~lyaberbagai bentuk Negara-negara
otoriter dan totaliter. Setelah lama menyurut, kini
bangkit kembali secara bergelombang. Sejak 1974,
dipelopori oleh Portugal, terutama kelo~npoksosial
demokrat, telah terjadi kebangkitan ltembali
demokrasi. Tapi, dala~nperkembangannya, masih ada
kemungkinan terjadinya tendensi menyurut atau arus
balik, oleh karena itu ia menggunakan istilah kehatibatian, dengan rnenyebut istilah "transisi" menuju
demokrasi.
Di samping itu muncul istilah "demoltrasi sosial",
"demokrasi ekonomi" dan "demokrasi budaya". Istilah itu tidak hanya menunjuk kepada pembidangan
demokrasi, tetapi juga pentahapan. Biasanya, berdasarkan pengalaman sejarah, yang mula-mula muncul
adalah demokratisasi politik. Tapi proses ini tidak
memuaskan, bahkari dianggap tidak aka11 berjalan
atau berproses menuju ke demokrasi yang sebenarnya. Demokratisasi politik hanyalah sebuah awal yang
akan diikuti dengan proses lain atau lalijutannya,yaitu
demokratisasi sosial, kemudian demokratisasi ekonomi
dan demokratisasi budaya. Proses demokratisasi
politik sering tidak berjalan sekaligus, melainkan
parsial atau bertahap. Proses demokratisasi politik
sering diikuti dengan demokratisasi sosial at8u
demokratisasi budaya, sehingga bisa menimbulkan
kemacetan atau tidak berjalan.
PERANAN NEGARA DALAM DEMOKRASI
Pada dekade 1950-an mulai timbul polemik
antara Soekarno dan Hatta. Jika Soekarno berpendapat bahwa revolusi belum selesai dan oleh karena
itu, hams ditemukan, maka Hatta berpendapat bahwa
revolusi harus dihentikan segera guna memberi
peluang bagi pembangunan. Sebenarnya, pembangunan itu mempunyai tujuan yang sama dengan
revolusi, sebab pembangunan itu merupakan upaya
sistematis untuk menciptakan keadilan sosial. Tapi
yang menang akhirnya adalah konsep revolusi belum
selesai. Dari situlah lahir ~nasa"DernokrasiTe~pi~npin".
Ada dua macam interprestasi mengenai Demokrasi
Terpimpin itu. Pertama, demokrasi dengan kepemimpinan yang kuat (yang diwujudka~ldengan
lembaga pemimpin Besar Revolusi yang berada di
tangan Soekarno). Kedua, demokrasi dengan peranan
Negara yang kuat. Arah yang paling menonjol dari
peran Negara adalah mencegah dan mengikis feodalisme sebagai sistem sosial dan kapitalis~nesebagai
sistem ekonomi.
Tahun 1965, Demokrasi Terpimpin mengalanu
kegagalan. Ternyata, proses demokratisasi sosial dan
demokratisasi ekonomi hanyalah merupakan gerakan
politik saja untuk mencapai revolusi politik yang lebih
tinggi. Proses ini dicegah dan diganti oleh rezim Orde
Baru dengan pandangan bahwa revolusi harus segeradihentikan agar bisa dimulai kegiatan pembangunan,
khususnya pembangunan ekonomi. Walaupun begitu
konsep Demokrasi Terpimpin masih bertahan. Hanya
saja kepemimpinannya tidak diwujudka~lde~lganorang, melainkan ideologi, yaitu Pancasila.
Sebenarnya, Demokrasi Pancasila dan Demokrasi Terpimpin tidak begitu banyak berbeda, jika
dilihat dari kedudukan dan peranan Negara. Kedua
demokrasi itu sama-sama merupakan suatu bentuk
unconzmon democracy, demokrasi yang tidak lazim
itu adalali demokrasi liberal (lrberal democracy).
Bedanya adalah dalam peran yang dijalankan oleh
Negara. Dalam demokrasi Orde Baru, Negara mempelopori pembangunan ekonomi. Dalam sistem itu
Negara mengatnbil dua peran sekaligus, ya~tuperan
sebagai regulator dan aktor.
Proses perkembangan Indonesia, sebenarnya relation). Dalam perspektif Marxis (yang tidak
yang menjad~gejala yang menonjol adalah konsep disinggung oleh Soepomo), Negara tak lain adalah
Negara. Peran Negara yang dominan itu tidak hanya "penyelenggara kepentingan kelas borjuasi" (state is
berasal dari pa!iam sosialisme melainkan juga nasio- but executive co~nmitteeof the bourgeoisre).
nalisme Indonesia. Asal-usulnya dapat dilacak dari
Dalam perkembangan pemikiran M a ~ kemudian
x
perbincangan konstitusi Negara RI yang hendak (yangjuga tidakdibahas oleh Soepomo), Marx melibat
dibentuk, sebelum proklamasi kemerdekaan tahun kemungkinan terbentuknyaotonorni relativeNegara
1945, dalam Badan Penyelidikan Persiapan Kemer- (relative authonomy of the state), dalam arti
dekaan Indonesia (BPPKI). Pada waktu itu satu-satu- masyarakat berusaha mempengaruhi Negara melalui
nyatokoh yang menawarkan teori dan konsepNegara parlemen. Sementara itu pemerintah atau Negara
modern hanyalah Prof. Soepomo, walaupun ia lebih menyadari bahwa Negara mempunyai kependikenal sebagai seorang ahli h u k ~ madat. Tapi keahlian tingannya sendiri sehingga bersikap relative netral
dan pengetahuannya mengenai hukum adat itulah yang terhadap masyarakat. Dari sinilah mulai timbul konsep
ikut berpengaruh terhadap pemilihan teori dan konsep Negara korporatis yang independent terhadap
Negara. Soepomo pada waktu itu menawarkan tiga masyarakat. Soepomo juga tidak menyetuji teori ini
teori Negara. Pertama adalah teori Negara dalam karena adanya unsur teori perjuangan kelas untuk
perspektif liberal yang dipelopori oleh Locke, merebut kekuasaan Negara. Soepomo agaknya lebih
Montesquieu dan Roseau. Kedua adalah perspektif cenderung kepada konsep ketiga yang dianggapnya
Marxis yang dikemukakan oleh Marx. Dan ketiga, lebih sejalan dengan budaya Indonesia, yaitu konsep
perspektif integralisme yang menurut Soepomo Negara integralitik. Dia menyebut tiga tokoh yang
terdapat dalam teori-teori Spinoza, Hegel dan Muller. sebenarnya mewakili pandangan tersendiri, yaitu
Dalam perspektif liberal, Negara adalah cermin- Hegel, Muner dan Spinoza (Soepomo melihat konsep
an dan bentnkan masyarakat yang plural, karena itu ketiganya seolah-olah identik, padahal saling berbemaka Negara harus bersikap netral dan dibatasi da). Pertama, Hegel sebenarnya memiliki konsep
peranannya. Negara dalam perspektif itu tidak inde- Negara ideal (ideal state) sebagai puncak perkempendent melainkan dependen dan ditentukan oleh bangan civil society. Baginya Negara adalah perwucorak masyarakat. Tapi negara itu sendiri, adalah judan dan segalanilai-nilai ideal, seperti kemanusiaan,
suatu masyarakat politik yang plural. Peranan Negara keadilan atau persatuan. Dalam visi Hegel, civil soditentukan oleh berbagai kelompok masyarakat yang ciety akan hancur karena konflik. Pandangan seperti
berebut pengaruh dan kekuasaan melalui proses ini sangat berpengaruh pertama-tama kepada M a x
demokrasi, khususnya demokrasi perwakilan rakyat Hanya saja Marx "membalik" visi itu. Dalam
(parlementary denzocrocy). Soepomo tidak cende- pandangannya bukan civilsociety yang bubar, melainrung kepada perspektif ini, bahkan liberalisme yang kan Negara dalam ha1 ini Negara kapitalis (capitalberakar pada filsafat individualisme ini disebutnya ist state) justru yang akan lenyap (withering away
sebagai sumber kapitalisme dan imperalisme yang of the state) rnanakala telah terbentuk masyarakat
menimbulkan penjajahan Indonesia. Pandangan ini tanpa kelas. Ini sebenarnya merupakan visi civilsosejalan dengan pandangan Soekamo, bahkan juga ciety yang diinterprestasikan kembali oleh Marx
Hatta yang anti individualisme, kapitalisme dan impe- (Madam Sarup, 2002).
Varian kedua adalah konsep Negara integralistik
ralisme dalam satu tarikan nafas. Dengan demikian,
dari Muller yang sebenarnya memvisikan integrasi
Soepomo menolak faham demokrasi liberal.
Perspektif kelas dari Marx tnemandang Negara antara masyarakat, gereja dan Negara. lntegrasi itu
sebagai pencerminan struktur kelas. Sama halnya mewujud dalam Negara, termasuk pula civil socidengan faham liberal, perspektif Marxis melihat ety. Konsep Muller ini dipandang sebagai pemula dari
Negara itu sebagai variable dependen. Bagi Marx, konsepNegara totaliter, terutamaNegarafasis di Italia
demokrasi liberal adalah demokrasi kapitalis. Negara atau .Negara Nazi di Jerman. Anehnya, Soepomo
demokrasi liberal hanya mencenninkan kepentingan menunjukkan sirnpatinya yang besarmungkin untuk
masyarakat kapitalis. Negara
dari mengambil hati pemerintah Jepang yang juga fasis
- adalah bagian
strukturatas (superstructure) yang ditentukan basis- terhadap konsep ini yang digambarkan sebagai
nyaatau mode produksinyaoleh hubungan kelas(c1ass kesatuan pernimpin (Fuhrer) dengan rakyat.
~
-
156
JURNAL APLIKASIMANAJEMEN, VOLUME3. NOMOR 3. DESEMBER ZOO5
Ketiga adalah filsafat monisrize Spinoza yang
mempunyai pandangan mengenai kesatuan alam
semesta. Visi ini oleh Soepomo dikaitkan dengan
konsep manunggaling kawulo Ian gusti yang dalam
versi agalna merupakan kesatuan antara Tuhan dan
manusia. Dan dalam konsep kemasyarakatan, gagasan itu merupakan persatuan antara petnimpin atau
ltepala Negara dengall rakyat.
Konsep Negara integralistik adalah kombinasi
antara ketiga konsep di atas. Komep Negara Pancasila
di masa Orde Baru diinterpretasikan sebagai konsep
Negara ideal Hegel. Dalam konsep Negara Pancasila,
nilai-nilai ideal itu adalah sila dalam Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat ditafsirkan sebagai demokrasi
yang dibimbing oleh Pancasila. Selain Deniokrasi
Pancasila muncul pula konsep Demokrasi Ekonomi
yang istilahnya tercantum dalam Pelijelasan pasal33
UUD 1945. Demokrasi Eltonomi it11 dirumuskan
sebagai sisteni ekonomi, di mana produltsi dilakukan
oleh semua untuk semua: Di situ tersimpul makna
pa~tisipasi:Oleh karena iht, demokrasi ekonomi adalah
salali satu jenis demokrasi partisipatif yang menekankan aspek partisipasi rakyat atau seniua kelompok
masy'arakat dalam proses produltsi. Hal ini erat
kaitamiya dengan gagasan pemerataali dan keadilan
sosial: Peran Negara di sini adalah adanya semacam
pembatasanterliadap demoluasi liberal yang di bidang
ekonomi sering ditafsirkan secara negatif sebagaifiee
"k h t liberalism. Padahal demokrasi liberaladalali
demokrasi yang meujunjung tinggi nilai-nilai individi.
dan kebebasan yang mengandung konseltuensi membatasi peran Negara,
sepelti itulah yang dianggap bisa menjamin berlangsungnya kehidupan demokrasi.
Dalam paham demokrasi liberal, Negara adalah
sebuah ruang publik yang netral yang bebas dari dominasi kelas atau kelompok kepentingan tertentu. Tapi
sebaliknya berbagai kelompok masyarakatjuga bebas
dalam mempengaruhi kebijaksanaan Negara. Caranya adalah melalui proses demokrasi atau prosedur
yang menjamin keadilan (fairness). Inilah yang
disebut oleh filosof Amerika, Rawls sebagai justice
asfairness yaitu suatu keadilan yang ditentukan oleh
proses, yaitu proses yang mengikuti prosedur yang
disepakati bersama. Prosedur tersebut memang bisa
saja menghasilkan sesuatu yang berbeda pada setiap
individu. Tetapi yang penting, semua hak-hak manusia
dipenuhi. Namun jika prosedur itu merugikan golongan
yang paling lemah, maka Negara boleh melakukan
intervensi, sehingga suatu kemajuan tetap menguntungkan golongan yang paling lemah. Keadilan bisa
disebut terwujud apabila golongan yang paling lemah
ikut meningkat kesejaliteraannya dengan terjadinya
peltumbuhan ekonomi.
Di Indonesia demokrasi ekonomi ditafsirkan sebagai demokrasi partisipatoris. Ada dua interurestasi
yangmuncul. Pertama yang menafsirkan partisipasi
ekonomi dengan mewujudkan sistem koperasi yang
didefinisikan sebagai kumpulan orang dan bukannya
kumpulan modal. Sistem yangdigerakkan oleh kumpula11modal, yaitu kapitalisme, dinilai sebagai sistem
ekonomi yang tidak demokratis sebab berdampak
penyisihan (exclutionary effect) partisipasi sebagian
besar masyarakat. Dalam demokrasi ekonomi, sistem
kumpulan modal digantikan oleh sistem kumpulan
orang yang diwujudkan dalam bentuk usaha bersama
atau koperasi, yang menjamin partisipasi masyarakat
yang has dalam kegiatan ekonomi. Kedua, demokrasi
ekonomi, sebagaimana ditafsirkan oleh Nitisastro,
adalah sistem yang menghimpun kerjasama semua
sektor dalam proses pelnbangunan dan kegiatan
berusaha. Secara konkret, sektor Negara, sektor
swasta, dan sektor koperasi sektor-sektor yang
diikutsertakan mendukung sistem ekonomi, adalah
sektor oleh teknokrat arsitek ekonomi Orde baru itu
"usaha bersama" sebagai bentuk demokrasi ekonomi
itu tidak ditafsirkan dalam badan usaha mikro, melainkan dalam sistem ekonomi makro. Koperasi, di sini
ditafsirkan sebagai badan usaha mikro.
Tapi tiga sektor tersebut belum mencakup segmeti masyarakat yang luas, yaitu kaum buruh. Dalam
-
GLOBALISASI DAN DEMOKRASI EKONOMI
~ e b e n a ~ ' ndalam
~ a siiteln demokrasi liberal di
bidangekonomi yangdisebi~tjugasistemekonomi liberal, Negara juga mempunyai peran tei-tentu. Tetapi
perannya adalah menjamin berlakunyatnekanisme
pasaratau kebebasan ekononii. Di samping itu Negara berperan dalani mencegah monopoli, kartel dan
trust, mencegah dampak merusak dari faktor-faktor
luar yang merugikan (extehalities), menyediakan
kebutuhan umum (public goods), kenegakkan
hukum dan terjaminnya vule of law, bertindak sebagai
wasit yang netral dan mengoreksi 'infonnasi yang bias
dan tidak merata atau memperbaiki pasar yang tidak
sempurna (inpr&ction of market). Peran Negara
-
perspektif Marx hanya ada pelaku eltonomi tunggal
dalam masyarakat sosialis, yaitu kaum pekerja
(labour) sebagai pencipta nilai ekonomi dalam proses
produksi. Tapi pandangan ini telah dikoreksi oleh Mao
Ze Dong dan Soekarno, yaitu dalam masyarakat
agraris, sokoguru masyarakat bukannya kaum buruh
tetapi kaum tani. Demokrasi ekonomi Indonesia mengakui peran dan partisipasi kaum buruh dan kaum
tani.
Dalam perspektif Marxls, masyarakat kapitalis
hanya mengakui kaum pengusaha (entrepreneurs)
sebagai peran sentral. Mereka itu dijuluki sebagai the
captain of industry yang memimpin, tidak saja
menjalankan proses usaha mikro, tetapi juga proses
perkembangan ekonomi atau industrialisasi yang
menciptakan kemakmuran bangsa. Akan tetapi
apabila kita membaca pemikiran Smith secara lebih
teliti, para pengusaha itu meniang diberi kebebasan
dan dilindungi dari intervensi Negara, tetapi mereka
juga diberi kesempatan dalam persaingan. Tujuan
yang lebih jauh adalah menyediakan barang dan jasa
yang paling murah dan paling bennutu. Persaingan
usaha tidak saja mendorong pengusaha untuk selalu
meningkatkan efisiensi, tetapi juga mempunyai tujuan
yang lebih jauh yaitu menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan konsumen. Yang disebut "raltyat" atau
"masyarakat" di sini adalah konsumen yang identik
dengan total populasi.
Proses demokrasi akhirnya memperhatikan
bagian-bagian masyarakat yang lebih has, tidak hanya
terbatas pada kaum pengusaha, buruh atau petani saja.
Demokrasi akhir-akhir ini juga memperhatikan
kelompok-kelompok marginal atau kelompokkelompok tertindas lainnya. Wacana deniokrasi dewasa ini juga berbicara mengenai anak-anak, kaum
perempuan dan penyandangcacat. Mereka itu ternyata adalah kelompok-kelompok tertindas. Bahkan
wacana Marxis mutakhir tidak saja berbicara tentang
kaum buruh yang tertindas, tetapi juga kaum
perempuan yang tertindas. Dalam wacana kaum
Marxis, kaum kiri baru atau ltelompok pemikir radiltal,
mereka itu dianggap korban penindasan struktural, baik
dalam sistem politik, ekonomi, sosial maupun budaya.
Dalam perspektif kiri itu, lebih tegasnya, mereka
dianggap korban penindasan sistem kapitalis yang
mengliasilkan sistem politik, hnkum dan budayayang
berorientasi pada perkembangan kapital.
Namun harus diingat bahwa sistem kapitalis pada
abad kedua puluh, terutama sejak dasawarsa 1930-
an, telah melakukan penyesuaian diri. Hingga kini,
sistem kapitalis dan demokrasi liberal; tidak sajamasih
hidup, tetapijugamenduduki posisi hegemonis. Bahkan
menurut Francis Fukuyama, sistem kapitalis di bidang
ekonomi dan demokrasi liberal, di bidang politik
dianggap sebagai "pungkasan sejarah" (end of history). Artinya, sistem politik di seluruh dunia dewasa
ini sedang berproses menuju ke sistem demokrasi liberal dan sistem ekonomi dunia juga sedang berproses
menuju ke sistetn ekonomi kapitalis. Pungkasan
sejarali baginya adalah liberalisme. Hanya saja di
sebagian dunia, proses itu berjalari secara tersendatsendat. Kekuatan demokrasi liberal adalah kemampuannya untuk menyesuaikan diri, bahkan menyerap
ide-ide sosialis, sehingga mampu menghindari revolusi
yang diramalkan Marx.
Tidak semua orang sependapat dengan Fukuyama.
Di antaranya adalah pemikir Marxis modern berkebangsaan Inggris, Milliband, redaktur Jurnal The
Socialist Registei: Menurut pendapatnya, demokrasi
liberal yang bergandengan dengan kapitalisme bukan
satu-satunyaalternative.Baginya, altematifyang lebih
menjanjikan adalah sosial demokrasi yang mencitacitakan masyarakat sosialis yang demokratis, karena
sosialismediyakini lebih menjamindemokrasi daripada
kapitalisme. Seorang sosiolog Inggris terkemuka,
Giddens, juga mengemukakan jalan ketiga (the third
way) yang tak lain adalah paham sosial demokrasi.
Paham ini mengakui peran pasar, demokrasi dan
globalisasi. Namun paham ini masih memberi tempat
pada peran Negara (Madam Sarup, 2002). Misi utama
Negara adalah menciptakan pemerataan (equality)
sebagai nilai sentral masyarakat. Tapi baik faham liberal atau neo-liberal (libertarian) dan sosial demokrasi
mempunyai titik temu, yaitu dalam faham demokrasi.
Hanya saja agaknya keduanya berbeda tafsir mengenai
esensi demokrasi. Dalam faham liberal dan neo-liberal, nilai sentralnya adalah kebebasan ifreedom).
Sedangkan dalam paham sosial demokrasi nilai
sentralnya adalah persamaan atau keadilan (equity).
Paliam liberal masih rnenerirna ketidaksamaan (inequality) sebagai konsekuensi realisasi kebebasan,
sebagai sesuatu yang alamiah, sesuai dengan hukum
dam. Sedangkan paham sosial demokrasi mernandang
inuusif nilai persamaan dan keadilan (equality, equily as inclusion).
Proses demokratisasi dalam perspektif liberal
adalah peran negara yang minimal (minimal slate)
atau dibatasi, karena Negara dianggap suatu kejahatan
158
JURNAL APLIKASI MANAJEMEN, VOLUME 3. NOMOR 3, DESEMBER 2005
tapi dibutuhkan (necessaryevil). Dala~nperspektif ini, sumber kemiskinan. Dalam situasi tersebut, penciptaproses demokratisasi dilakukan justru dengall mengu- an lapangan kerja tidak bisa lagi dilakukan oleh pasar.
Peran Negara. Proses demokratisasi ekonomi Oleh karena itu, Negara turun tangan untuk melakudilakukan dengan mengurangi sebanyak mungkin kan investasi, bahkan investasi besar-besaran untuk
perilaku invesionis Negara, sehingga perkembangan menciptakan proyek berskala besar guna menciptakan
ekonomi sebebas rnu~lgkinniengikuti mekanisme pasar kesempatan kerja. Dengan investasi Negara tersebut,
dan persaingan bebas. Fridman berpendapat, bahwa mekanisme pasar pulih kembali. Kesempatan kerja
kapitalisme merupakan prasyarat (necessary con- itu sendiri rnerupakan salah satu bentuk demokrasi
dllion) d a r ~suatu demokrasi dan bukan sebaliknya. ekonomi. Salah satu tujuan penting dalam demokrasi
Dalam kapitalisme, hak milik perseorangan (prop- ekonomi adalah penciptaan lapangan kerja yang renuerly right) diakui dan dilindungi. Selanjutnya, alokasi meratif. Dalam kasus sejarah kapitalisme sendiri,
sumber daya tidak ditentukan oleh Negara, melain- Negara punya peran penting dalam proses demokan diserahkan kepada tangan-tangan gaib (invisible kratisasi ekonomi.
hand), yaitu mekanisme pasar. Negara adalah visible hand yang perallannya bisa mendistorsi pasar PERANAN NEGARA DAN PASAR
dan karma itu harus dibatasi hingga seminimal mungPada masa awal kemerdekaan lndonesia, Negara
kin. Itulah demokrasi ekonomi yang akan membuat
tampil untuk mengambil alih peran sektor ekonomi
demokrasi politik, yang~nenjunjungtinggi nilai individu
asing. Pada waktu itu, swasta nasional tidak punya
itu tenvujud.
kemampuan mengambil alih peran perusahaanPeran Negara seringkali dijustifikasikan untuk perusahaan asing antara lain yang diperankan oleh
menegakkan keadilan atau pemerataan. Tapi peran lima atau sepuluh perusahaan terbesar (TheBigFive
Negara tersebut oleh kaum neo-liberal justru dikha- atau The Big En). Bahkan Indonesia belum memiliki
watirkan akan menciptdltan ketidakadilan, yaitu jika kelas entrepreneur menengah dan besar. Yang ada
meranggar hak-hak rakyat. "Negara minimal" kata barulah pelaku ekonomi rakyat, yang sebagian besar
f i h o f sosial Nozick yang pandangannya bersebe- terdiri dari petani. Mula-mula peran Negara diperlurangall dengall Rawl itu"adalal1 Negara yang paling kan untuk mengambil peran swasta asing. Tapi kemuefektif yang dapat dibenarkan. Jika peranan Negara dian Negara dituntut perannya dalam menciptakan
lebih h a s lagi", kataselanjutnya, "maka ha1 itu akan
kelas pengusaha yang menjadi tulang punggung ekolnelanggar hak-hak rakyat. Sementara itu banyak nomi. Negara juga mengemban peran untuk mengorang yang telah mengemukakan alasan-alasan untuk himpun kekuatan pelaku ekonomi kecil dalam wadah
membenarkan peran Negara yang lebih tneluas". Jadi,
koperasi, lkut serianya pengusaha nasional, baik besar,
kaum neo-liberal masih bisa menerima peran Negara, menengah maupun kecil, adalah suatu bentuk demotapi hanya sejauli Negaraminimal. Jika peran Negara krastisasi ekonomi yang pentingdala~nkonteks demomekar, Inaka yang akan menjadi korban adalah hak- krasi ekonomi.
hak asasi manusia atau kebebasan. Di sini pelanggaran
Masih banyak sebenarnya tuntutan terhadap
keadilan ditafsirkan sebagai pelanggaran kebebasan peran Negara dalam proses demokratisasi ekonomi
individu maupun kelompok.
di masa lalu pada tahap-tahap awal perkembangan
Peran Negara dalam ploses eltonomi sisteln so. ekonomi. Misalnya peran Negara, melalui bank sensialis bersifat normatif. Tapi dalam konteks kapitalis, tral, yakni Bank Indonesia (BI) untuk mengembangperall Negara tampil karena kebutuhan, yaitu untuk kan lembaga keuangan dan perbankan dan untuk
lllellggerakkan lagi pasar yang tak niampu mengatasi melakukan moneterisasi masyarakat. Peran lembaga
suatu masalah. Teori Keynes yang kemudian melahir- perbankan adalah sebagai lembaga perantara (inlerkall konsep "Negara Sejahtera" (welfare slate) timbul mediary institution) yang menghimpun modal dari
karena kegagalan teoriseo-Klasik pada masa Depre- masyarakat untuk disalurkan lcepada bagian masyasi Besar dekade 1630-an. Pada waktu pasar telah rakat lain yadg membutuhkan dana, baik untuk kepermencapai keseimbangan makro ekonomi. Tapi dalaln luan produksi maupun konsumsi. Tapi pada waktu itu,
keseimbangan itu tidak terjadi kesempatan kerja masih sedikit sekali anggota masyarakat yang
penuh lfull employnzent). Dengan kata lain, telah mempunyai dana tabungan untuk disimpan di bank.
menimbulkan pengangguratl massal dan ~nerupakan Jadi, sulit bagi bank untuk menghimpun dana. Guna
160
JURNAL /IPLII(/ISI h4ilNAAIEMEN,VOLUME 3, NOMOR 3, DESEMUER 2005
menetapltan prioritas pembangunan sektor ekonomi
rakyat. Seltali lagi, keputusan wakil-waltil rakyat
dalam MPR itu memberikan tugas kepada Negara
untuk memainkan peran penting dalam proses demokratisasi ekonomi. Tapi perkembangan politik mengliendaki menyurutnya peran Negara.
Sebenarnya dewasa ini telali muncul suatu paradoks. Dalarn proses demokratisasi politik, Negara
ditunh~tuntuk menyusutkan atau membatasi perannya,
termasuk perannya di bidang ekonomi. Na~nunsekali
lagi situasi ekonomi menghendaki peran Negara.
Salah satu peran Negara itu diwujudkan dalam Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan dibentuknya Kantor Menteri Negara Urusan Restrukturisasi Ekonomi. Dalam operasi selanjutnya, Negara
ternyata lnemperbesar penguasaannya terhadap asetaset ekonomi yang tadinya dikembangkan oleh ltonglomerat: Dewasa ini, sekitar 80% perusahaan swasta,
terutama yang besar-besar, telah nienjadi milikNegara. Gejala ini menunjultkan peran Negara yangditerima balikan dianjurltan oleh lMF1 Bank Dunia untuk
penyelamatan dan pemulihan ekonomi. Dalam peran
itu Negara nielakukan reltapitalisasi perbankan dau
restrukturisasi utang perusahaan swasta yang macet
kreditnya akibat krisis. Walaupun begitu, Negarajuga
atau penjualan
dibebani tugas ~nelaltt~ltanprivatisasi
kembali perusahaan-peri~saliaanyang dikuasai Negara kepada masyarakat.
.TikaNegara dewasa ini, dala~nrangka pemulihan
ekonomi, berusaha menghimpun kembali bangunan
usaha besar, sebaliknya perm Negara dalam pemberdayaan ekonomi rakyat menyurut. Sebagai konsekuensi kemandirian BI umpamanya, rnaka BI tidak
lagi berltewajiban untuk menyedialtan luedit likuiditas
untuk usaha kecil. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusalia Kecil juga telali diturunkan statusnya dari departemen operasional nienjadi kantor
menteri Negara yang koordinatif yang tidak memiliki
anggaran operasional program. Menurunnya peran
Negara ini, di satu sisi dapat juga disebut sebagai
proses demokratisasi, dala~narti peran intervensionis-nya dikurangi secara drastis yang dampaknya
adalah kebebasan yang lebih besar bagi perekonomian
rakyat untuk berkembang berdasar kekuatannya
sendiri di pasar bebas. Berhadapan dengan ekonomi
rakyat di~nasalalu, timbul kepercayaan baru bahwa
berkurangnya peran Negara aka11 lebih rnemberi
kesempatan bagi perekono~nianrakyat untuk berkembang dan mengambil peran yang Itokoh dalam perelto-
nomian global.
Sebenarnya kritik terhadap peran Negara juga
ditujukan kepada peran birokrasi yang lamban dan
tidak efisien, bahkan bersifat predator (sehingga lahir
gejala predatory state). Yang menjadi persoalan
bukanlah peran Negara itu sendiri, melainkan peran
Negara yang seperti apa. Jika peran itu dijalankan
olehpredatory state seperti yang terjadi di rnasa Orde
Baru dengan gejala KKN (Korupsi, Kroniisme dan
Nepotisme), maka peran Negara seperti itu harus
dilenyapkan. Tapi jika yang berperan adalah "Negara
pembangunan" (development state) dalarn konotasi
positif contoh; Jepang, Korea Selatan, Singapura,
Negara-negara Skandinavia atau Israel, maka peran
Negara seperti dalam kenyataannya masih tetap
dibutuhkan. Negara seperti itu didukung oleh birokrasi
menurut Weber (Weberian state) yang memiliki impersonal, netral, berkemampuan teknis, ada hierarki
dan distribusi kekuasaan serta pembagian kerja sebagaimana tercantum dalam buku-buku manajemen.
Proses perkembangan demokrasi dan globalisasi
dewasa ini banyak memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan pelaksanaan fungsi administrasi
publik. Proses demokratisasi dalam perspektif liberal
adalah peran negara yang minimal (minimal state)
atau dibatasi, karenaNegara dianggap suatu kejahatan
tapi dibutuhkan (necessary evil). Dalam perspektif
ini, proses demokratisasi dilakukan justru dengan
niengurangi peran Negara. Proses demokratisasi ekonomi dilakukan dengan mengurangi sebanyak mungkin perilaku invesionisNegara, sehingga perkernbangan ekonomi sebebas mungkin niengikuti mekanisme
pasar dan persaingan bebas. Kapitalisme merupakan
prasyarat (necessary condition) dari suatu deniokrasi dan bukan sebaliknya. Dalam kapitalisme, hak
~nilikperseorangan @roperty right) diakui dan dilindungi. Selanjutnya, alokasi sumberdayatidakditentukan oleh Negara, ~nelainkandiserahkan kepada
tangan-tangan gaib (invisible hand), yaitu mekanisme
pasar. Negara adalah visible hand yang peranannya
bisa mendistorsi pasar dan karena itu harus dibatasi
hinggaseminimal mungkin. Itulah demokrasi ckonomi
yang aka; ~nembuatdemokrasi politik, yang me~ijunjungtinggi nilai individu itu terwujud.
Peran Negara dalam proses eltonomi sistem
sosialis bersifat normatif. Tapi dalam konteks kapitalis,
peran Negara tampil karena kebutuhan, yaitu untuk
Masjaya, Peronon Negara dolonl Globalisosi don Dernokrarisasi Ekonomi
menggerakkan lagi pasar yang tak rnampu mengatasi
suatu masalah. Pada waktu pasar telah mencapai keseimbangan makro ekoootnL Tapi dalam keseimbangan itu tidak terjadi kesempatan kerja penuh (full employtizent). Dengan kata lain, telah menimbulkan
pengangguran masal dan merupakan sumber kemiskinan. Dalam situasi tersebut, penciptaan lapangan
kerja tidak bisa lagi dilaltukan oleh pasar. Oleh karena
itu, Negara turun tangan untuk melakukan investasi,
bahkan investasi besar-besaran untuk menciptakan
proyek berskala besar guna menciptakan kesempatan
kerja. Dengan investasi Negara tersebut, mekanisme
pasar pulih kembali. Kesempatan kerja itu sendiri
merupakan salah satu bentuk demokrasi ekonomi.
Salah satu tujuan penting dalani demokrasi ekonomi
adalah penclptaan lapangan kerja yang renumeratif.
Dalam kasus sejarah kapitalisme sendiri, Negara
punya peran penting dalam proses demokratisasi
ekonomi.
Namur. proses demokratisasi eltonomi tidak
hanya bisa dilakuka~ldengan menyusutkan peran
Negara rnenjadi nzininzalstate dan perampingan birokrasi dan mencegah berkembangnya big bureaucracy, tetapi juga bisa dilaltukan dengan penciptaan
Weberian state, dengan peningkztan efisiensi, profesionalisasi dan inovasi, antara lain nielalui reinventing goverment, walaupun Negala seperti itu. Sebenarnya juga mengandung pengekangan terhadap
kebebasan. Oleh karena itu, maka proses demokratisasi perlu juga diwujudkan dengan menciptakan
birokrasi yang berwajah kemanusiaan (human bureaucracy) yang memang masih hdrus ditemukan.
161
Bromley, D. 1989, Economiclnterest andlnstilutions: The
Conseplual Foundations ofPlrblic Policy. New York:
Bazil Blackwell.
Corten, D. 1989. Peopple Centered Development. Yayasan
Obor Indonesia.
David, F., & Ostrom, V., & Picht, H., (edited). 1993. Rethinking Institutional Analysis and Development '
Issue, Alternatives, and Choice. California: Institute
for Contemporary Studies, San Fransisco.
Emmerson, D.K. 2001. Indonesia Beyond Soeharto:
Negara, Ekonomi, Masyarakaf, Transisi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan The
Asia Foundation Indonesia.
Keamey, A.C. 2002. HeterodoxsNeoliberalism: Macroeconomic Strategic and Policy Culture in Brazil, Journal
Dep. Political science, Boston Massachusettes.
Mada, S. 2002. Postmodemism and Post-strukturalisme.
Minoque, M. 2002. BeyondNew Public Management.
Moore, D.K. 2002. Re-policizing the Discourse on Economic Gloubalization, [email protected].
Osbome, D., Michael, P. 1995. Mewirausahakan Birokrasi,
terjemahan.
Osbone, D., and Gaebler, T. 1992. Reinventing Government How The EnterfrenueralSpirit is Transforming
the public Sectorfrom Schoolhouse lo Statehouse,
City Hall to Pentagon, Reading, MA. Addison Wesley.
Riggs, F.W. 2003.Globalization of public administration,
Journal, H t t p l w WHawaii,l6.
WW
Tjokroamidjojo, B. 1998. Teori Ekonomi Pertumbuhan dan
. .
Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Wren, D. 1994. Evolution of Management Thought.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 2003. Good governance,Lan
N.
Download