BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Moral 1. Pengertian Perilaku Moral Moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istidat atau kebiasaan (Gunarsa, 2003). Tidak hanya itu, moral menurut Shaffer (dalam Ali, 2006) memiliki beberapa istilah yang lain diantaranya moral diartikan juga sebagai rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Selain itu, moral menurut Rogers (dalam Ali, 2006) diartikan sebagai standar baik dan buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial. Sedangkan, Perkembangan moral seseorang terus mengalami perubahan sesuai dengan usia atau masa kehidupan orang tersebut. Perkembangan moral pada anak-anak dan remaja mengiringi kematangan kognisi, anak muda mencapai kemajuan dalam penilaian moral ketika mereka menekan egosentrisme dan menjadi cakap dalam pemikiran abstrak (Papalia,Old dan Feldmen, 2008). Sedangkan Santrock (2003) menuturkan bahwa perkembangan moral adalah berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral (moral development) sendiri menurut Santrock (2007) adalah 21 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 22 perubahan penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Menurut Mischel (dalam Santrock, 2003) perkembangan moral dalam pandangan pembelajaran sosial kognitif memberikan penekanan pada adanya perbedaan antara kompetensi moral remaja (kemampuan untuk melakukan tingkah laku moral) dan performa moral remaja (tingkah laku yang dimunculkan pada situasi yang spesifik. Pandangan ini menyatakan bahwa perkembangan moral dilihat dari perilaku remaja mengenai standar yang dianggap benar atau salah, sehingga hal ini mengacu bahwa perkembangan moral dilihat dalam perilaku moral dimana hal ini menurut Kurtines (1992) perilaku moral sendiri diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan sosial atau masyarakat. Selain itu, perilaku moral mengimplikasikan adanya komponen pengenalan (kognisi) moral atau pertimbangan moral yang hendak dinilai secara langsung (Kurtines, 1992), sedangkan menurut Coles (dalam Azizah, 2006) perilaku moral diungkap dalam tingkat orang harus berperilaku dan bersikap kepada orang lain. Perilaku moral di definisikan juga sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Hurlock, 2006). Selain itu, Magdalena (2014) menjelaskan bahwa perilaku moral seseorang adalah hasil dari pengetahuan dan perasaan individual tentang moral. Menurut Gunarsa (2003) perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 23 Sedangkan menurut Giligan (dalam Sarlito, 2003) menyatakan bahwa perilaku moral adalah perilaku menghindari rasa malu (shame) atau rasa bersaalah (guilt). Sedangkan menurut Hurlock (dalam Daradjat, 1976) perilaku moral yang sungguh-sungguh adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat, yang timbul dari hati sendiri dengan rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut juga mendahulukan kepentingan umum daripada keinginan atau kepentingan pribadi. Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial yang timbul dari hati dengan rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Moral Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku moral pada remaja yaitu sebagai berikut : 1. Modeling Menurut Santrock (2003) Ketika remaja dihadapkan pada model yang bertingkah laku “secara moral”, para remaja pun cenderung menir tingkah laku model tersebut. Ketika remaja dihukum karena tingkah laku yang tidak bermoral atau tidak dapat diterima, tingkah laku ini bisa dihilangkan, namun memberikan sanksi berupa hukuman dapat mengakibatkan efek samping emosional pada remaja. Selain itu, efektivitas meniru model tergantung pada karakteristik model itu sendiri (misalnya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 24 kekuasaan, kehangatan, keunikan dan lain-lain) dan kehadiran proses kognitif, seperti kode simbolik dan perumpamaan untuk meningkatkan ingatan mengenai tingkah laku moral 2. Situasional Sebagai tambahan, menurut Santrock (2003) peranan faktor lingkungan dan kesenjangan antara pemikiran moral dan tindakan moral, para ahli teori pembelajaran sosial juga menekankan bahwa tingkah laku tergantung pada situasinya. Mereka mengatakan bahwa remaja cenderung tidak menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Reed dkk (2009) menyatakan bahwa faktor situasi mempengaruhi perilaku moral seseorang. 3. Lingkungan Menurut Gunarsa (2003) kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan moral dimana nilai-nilai moral yang dimiliki seorang remaja merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar dirinya. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang tidak baik atau salah. Lingkungan ini dapat berarti orang tua, saudara, teman-teman, guru dan sebagainya. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 4. Diri Menurut Blasi (dalam Kurtines,1992) landasan motivasional bagi perilaku moral berada pada tuntutan internal untuk perealisasian konsistensi diri secara psikologis. Self adalah pengorganisasian mengenai informasi keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di dalamnya dan membentuk beberapa konsistensi psikologis (Cernove & Trioathi, 2009). Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Menurut Blasi (dalam Carvone & Tripathi, 2009) juga menjelaskan bahwa identitas (identity) adalah pertimbangan yang menyesuaikan pada inti diri (self).Menurut Colby & Damon (2004) menguatkan bahwa ketika identitas sudah menyatu dengan moralitas seseorang maka penalaran moral seseorang akan mendorong mewujudkan perilaku moral. Menurut Panuju dan Umami (1999) Perkembangan moral bertalian dengan proses kemampuan menentukan suatu peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut. Kemampuan berperan memungkinkan individu menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandangan. Dengan perkembangan moral cara berperan pun bertambah luas. sementara bertambah banyaknya peran yang dipegang, semakin banyak pengalaman yang merangsang perkembangan moral. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 26 Salah satu syarat untuk menjalankan suatu peran adalah kesempatan berpartisipasi dengan suatu kelompok. Partisipasi pergaulan dengan kelompok dimana remaja menurut Panut dan Umami (1995) harus menjalankan peran sosialnya adalah : a. Kelompok keluarga, anak sebagai anggota keluarga harus menjalankan peran sosial sebagai anak terhadap orangtua dan sesama saudara. Kelompok keluarga dapat mempengaruhi perkembangan moral dengan cara mengikutsertakan anak dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga. b. Kelompok teman sebaya, dalam kelompok ini ia harus menjalankan peran sosial sebagai salah satu anggota kelompok. Kelompok teman sebaya mempengaruhi perkembangan moral jika remaja ikut serta secara aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. c. Kelompok yang bertalian dengan status sosial-ekonomis. Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku moral adalah Modeling, Situasional, lingkungan dan diri . 3. Proses Pembentukkan Perilaku Moral Menurut Kurtines dan Gerwitz (1992) terdapat empat komponen yang menyusun perilaku moral, yaitu : digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 27 a. Menginterpretasi situasi dan mengidentifikasi permasalahan moral b. Memperkirakan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang c. Memillih diantara nilai-nilai moral untuk memutuskan apa yang secara aktual akan dilakukan d. Melaksanakan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral Sedangkan menurut Gunarsa (2003) proses pembentukan perilaku moral adalah : a. Melalui pengajaran langsung atau melalui instruksi-instruksi Pembentukan perilaku moral disini melalui penanaman pengertian tentang apa yang betul dan apa yang salah oleh orang tua atau beberapa orang yang ada di sekitarnya. b. Melalui identifikasi Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan orang atau model, maka orang tersebut cenderung untuk mencontoh pola-pola perilaku moral dari model tersebut. c. Melalui proses coba dan salah Seorang anak ataupun remaja belajar mengembangkan perilaku moralnya dengan mencoba-coba suatu perilaku. Anak atau remaja melihat apakah dengan ia berperilaku tertentu, lingkungan akan menerimanya atau menolaknya. 4. Aspek – aspek Perilaku Moral digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 28 Menurut Daradjat (1976) untuk menentukan moral seseorang, tentu ada patokan dan ketentuan minimal. Misal, suatu perbuatan, tindakan atau perkataan tertentu pada suatu masyarakat merupakan gejala dari kemerosotan moral tapi di kalangan lain, mungkin sebagai penghargaan dan justru merupakan nilai kebaikan. Menurut Daradjat (1976) untuk mengukur perilaku moral yang ada di Indonesia maka aspek yang diambil adalah landasan hidup dari setiap warga negara indonesia adalah pancasila dimana aspek-aspek perilaku moral menurut Daradjat (1976) adalah sebagai berikut : a. Berkata jujur, yaitu perkataan yang sesuai dengan kejadian aslinya b. Berbuat benar, yaitu perbuatan yang tidak menentang peraturan yang berlaku c. Berlaku adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. d. Berani, yaitu kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi suatu peristiwa. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku moral adalah berkata jujur, berbuat benar, berlaku adil dan berani. B. Identitas Moral 1. Pengertian Identitas Moral Identitas moral Mnurut Colby & Damon (dalam Hardy & Carlo, 2010) merupakan kesatuan dari diri (self) dan sistem moral. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 29 Menurut Blasi, Self adalah pengorganisasian mengenai informasi keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di dalamnya dan membentuk beberapa konsistensi psikologis (Carnove & Tripathi, 2009). Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Menurut Blasi (dalam Carvone & Tripathi, 2009) juga menjelaskan bahwa identitas (identity) adalah pertimbangan yang menyesuaikan pada inti diri (self). Identitas moral menurut Blasi (dalam Hardy & Carlo, 2005) adalah dimensi yang berbeda pada setiap pribadi, berkenaan dengan kepribadian dimana kepribadian moral seseorang berdasar pada sebab moral yang jelas. Setiap orang memiliki nilai dan norma pribadi yang berbeda, nilai dan norma tersebut akan berkaitan dengan perilaku individu. Menurut Hardy & Carlo (2011) nilai-niai dan norma pribadi yang diidentifikasikan ke dalam diri seseorang akan membentuk identitas moral tertentu. Menurut Blasi (dalam Kurtines, 1992) untuk mendapatkan pemahaman moral perlu adanya penghubungan yaitu konsistensi dan tanggung jawab. Menurut Colby & Damon (2004) menguatkan bahwa ketika identitas sudah menyatu dengan moralitas seseorang maka penalaran moral seseorang akan mendorong mewujudkan perilaku moral. Selain itu, menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang melihat dan menggambarkan dirinya digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 30 dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. Individu yang memiliki identitas moral kuat akan memiliki komitmen moral yang tinggi untuk melakukan perilaku moral (Bergman, 2004). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan yaitu identitas moral adalah bagaimana seseorang menggambarkan dirinya dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Identitas Moral Menurut Blasi (dalam Santrok, 2007) menjelaskan tiga faktor yang mempengaruhi identitas moral, yaitu : a. Kekuasaan kehendak (will power) Kekuatan kehendak (will power) meibatkan strategistrategi dan keterampilan-keterampilan metakognisi yang melibatkan analisis masalah, menetapkan tujuan, memfokuskan atensi, menunda kepuasaan, menghindari distraksi dan menolak godaan. b. Integritas (integrity) Integritas mengandung penghayatan mengenai tanggung jawab yang muncul apabila individu bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari tindakan-tindakannya. c. Hasrat moral (moral desire) digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 31 Hasrat moral adalah motivasi dan intensi untuk mengerjar kehidupan bermoral. Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tiga faktor yang mempengaruhi identitas moral yakni kekuasaan kehendak, integritas dan hasrat moral. 3. Aspek-aspek Identitas Moral Menurut Reed dkk (2010) aspek-aspek dalam identitas moral yaitu : a. Internalisasi, yaitu sejauhmana sifat moral itu penting bagi konsep diri seseorang b. Simbolisasi, yaitu sejauhmana seseorang menampilkan identitas sosial berdasarkan sifat moral. C. Remaja 1. Pengertian remaja Istilah remaja menurut Hurlock (1980) di ambil dari bahasa latin (adolosence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja diartikan pula puberty (inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa latin (pubertas). Pubescere berarti mendapat pubes atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Remaja merupakan masa dimana seorang individu dalam pertumbuhan dan mengalami puncaknya di dewasa awal. Dalam buku-buku angelsaksis (dalam Monks, 2006) istilah youth memiliki arti yaitu suatu peralihan antara masa anak dengan masa dewasa. Sedangkan menurut Monks (2006) menyatakan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 32 bahwa remaja ada di antara anak dan orang dewsa sehingga tidak memiliki tempat yang jelas. Hal ini dikarenakan remaja masih belum untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Sedangkan piaget (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan msyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa lebih rendah dengan orang yang sudah lebih tua darinya namun anak berada pada tingkatan yang sama. Dari beberapa definisi mengenai remaja diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana seorang individu dalam pertumbuhan dengan ditandai perubahan sekunder pada alat kelamin juga remaja dikatakan sebagai peralihan dari masa kanan-kanak menuju dewasa. Menurut Monks (2006) masa remaja berada pada rentan 12-18 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Sedangkan menurut Mappiare (dalam Panuju dan Umami, 1999) masa pubertas berada dalam usia antara 15-18 tahun dan masa adolescence (masa remaja) dalam usia antara 18 – 21 tahun. Jersild (dalam Panuju dan Umami, 1999) tidak memberikan batasan pasti rentangan usia masa remaja. Sedangkan Gunarsa (1981) menyatakan bahwa menentukan batasan remaja di indonesia ditetapkan usia antara 12-22 tahun. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 33 Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja rata-rata di Indonesia terjadi pada rentan usia 12 tahun sampai dengan 22 tahun. 2. Ciri-Ciri Perkembangan Remaja Pada masa perkembangan manusia, setiap masa memiliki perkembangan yang berbeda dengan melihat ciri-cirinya. Menurut Hurlock (1980) pada masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan masa-masa lainnya. Ciri-ciri tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : a. Periode yang penting Periode penting pada masa remaja ini terkait dengan perkembangan fisik yang cepat disertai perkembangan mental yang cepat juga sehingga berdampak pada penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru baik dampak yang langsung terhadap sikap dan perilakunya maupun dampak jangka panjang. b. Peiode peralihan Periode peralihan menjadikan status individu tidak jelas dan terdapat keraguan yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja tidak bisa dikatakan sebagai anak-anak karena perilaku dan sikap mereka tidak mau disamakan dengan anak-anak dan tidak bisa dikatakan juga sebagai orang dewasa karena belum mampu mencapai tugas-tugas orang dewasa c. Periode perubahan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 34 Ada empat perubahan yang hampir sama bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. d. Usia bermasalah Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bisa dikatakan masalah yang sulit yaitu pertama, sepanjang masa kanak-kanak masalah sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena merasa dirinya sudah mandiri sehingga menginginkan mengatasi masalahnya sendiri. e. Masa mencari identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja persepsi penerimaan teman sebaya dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. f. Usia yang menimbulkan ketakutan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35 Stereotip yang mengatakan bahwa usia remaja adalah anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan perilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. stereotip ini mempengaruhi terhadap konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang remaja. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan dan antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orangtua untuk mengatasi berbagai masalahnya. g. Masa yang tidak realistik Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan. Cita-cita yang tidak realistik menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal masa remaja. Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan sosial, meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional, remaja yang lebih besar memandang dirinya lebih realistik. Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya individu sering terganggu idealisnya yang berlebihan bahwa mereka harus segera melepaskan kehidupan mereka sebelumnya bila telah mencapai status dewasa. Bila telah mencapai usia dewasa ia merasa bahwa periode remaja lebih bahagia daripada periode masa dewasa. Bersama dengan tuntutan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 36 dan tanggung jawab orang dewasa terdapat kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja. h. Ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minumminuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang. Beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah masa peralihan, periode yang sangat penting, periode perubahan juga usia yang bermasalah, masa yang menimbulkan ketakutan, masa mencari identitas, masa tidak realistik serta ambang masa dewasa. 3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Monks, 2006) bagi usia 12-18 tahun tugas perkembangannya adalah : a. Perkembangan aspek-aspek biologis b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan / atau orang dewasa lain d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 37 e. Merealisasikan suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1980) yaitu sebagai berikut : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orangorang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karier ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku- mengembangkan ideologi. Sedangkan menurut Havighurst (dalam Panuju dan Umami, 1999) diambil dari buku Human Development and Education menyebutkan tugas-tugas remaja sebagai berikut : digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 38 a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman-teman sebayanya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat. c. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif nya dengan perasaan puas. d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orangtua atau orang lain e. Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi, dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting. f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut. g. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan anak. Bagi wanita hal ini harus digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 39 dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga (home management) dan mendidik anak h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, maksudnya untuk menjadi warganegara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik geografi, tentang hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan. Artinya, ia ikut serta dalam kegiatankegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya baik regional maupun nasional. j. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidup. Normanorma tersebut secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungan dengan sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi yang lain. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 40 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tugastugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, Mencapai peran sosial pria dan wanita, Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, Mempersiapkan karier ekonomi, Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilakumengembangkan ideologi. D. Hubungan antara Identitas Moral dengan Perilaku Moral pada Remaja Hardy & Carlo (2011) identitas moral adalah nilai-nilai dan norma pribadi yang diidentifikasikan ke dalam diri seseorang. Sedangkan menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang menggambarkan dirinya dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. Menurut Reynolds & Ceranic (2007) menyatakan adanya faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan perilaku moral yaitu cara berpikir seseorang terhadap nilai-nilai moral yang diterima oleh seseorang, situasi tertentu seseorang melakukan perilaku moral dan identitas seseorang mengenai moral itu sendiri. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 41 Selain itu, Reed & Aquino (2009) menyatakan bahwa perilaku moral dipengaruhi oleh faktor situasi, pemikiran sosial dan moral identitas. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa identitas moral yang menyebabkan munculnya perilaku moral. ini berarti ada hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral, dimana beberapa penelitian telah membuktikannya seperti beberapa penelitian berikut : Penelitian lain dilakukan oleh Hardy & Carlo (2011) mengenai identitas moral dimana dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan tindakan moral yang dalam hal ini akan memunculkan perilaku moral. Penelitian yang mendukung selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hertz & Krettenauer (2016) penelitian meta analisis berdasarkan pada 111 penelitian dari berbagai keilmuwan baik bisnis, perkembangan psikologi dan pendidikan, marketing, sosial maupun keilmuwan dalam olahraga mengenai apakah identitas moral secara efektif memprediksi perilaku moral. Hasil menunjukkan bahwa identitas moral secara signifikan berhubungan dengan perilaku moral. Penelitian yang dilakukan oleh Hardy & Walker (2013) meneliti mengenai identitas moral sebagai diri ideal moral. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara identitas moral dan secara moral bersangkutan dengan perilaku moral. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 42 E. Landasan Teori Perilaku moral sendiri menurut Kurtines (1992) diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan sosial atau masyarakat. Perilaku moral di definisikan juga sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Hurlock, 2006). Menurut Gunarsa (2003) perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku moral diantaranya identitas moral yang ikut mempengaruhi seseorang berperilaku moral (Reynolds & Ceranic, 2007; Reed & Aquino, 2009). Beberapa penelitian menyatakan bahwa identitas moral adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku moral. seseorang tetap melakukan perilaku moral dalam situasi yang berbeda dikarenakan kuatnya nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam diri seseorang tersebut sehingga dia tetap melakukan perilaku sesuai moral yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dinyatakan oleh Colby & Damon (dalam Hardy & Carlo, 2010) Identitas moral merupakan kesatuan dari diri (self) dan sistem moral. Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Maka perilaku moral ini dikarenakan ada faktor dalam diri individu yang telah tertanam yang sudah menjadi identitas moral. Menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang melihat dan menggambarkan dirinya dalam hal digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 43 etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkometmen untuk melakukan hal yang benar. Orang yang memiliki identitas moral yang tinggi dimana dalam identitas tersebut diperkuat dengan komitmen dan motivasi terhadap nilainilai moral yang telah tertanam, sehingga orang tersebut akan melakukan perilakunya sesuai moral yang berada di masyarakat yang disebut perilaku moral. Sedangkan apabila orang tersebut memiliki identitas moral rendah hal ini karena komitmen yang tidak kuat terhadap moral juga kurangnya motivasi terhadap tindakan moral sehingga orang tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral atau berperilaku amoral. Dari penjelasan ini maka jelas identitas moral dengan aspek-aspek di dalamnya yaitu internalisasi dan simbolisasi berhubungan dengan perilaku moral dimana aspek-aspek di dalamnya adalah berkata jujur, berlaku adil, berbuat benar dan berani. skemanya adalah sebagai berikut : Identitas Moral 1. Internalisasi 2. Simbolisasi Perilaku Moral 1. Berkata Jujur 2. Berlaku Adil 3. Berbuat Benar 4. Berani Gambar 1. skema hubungan identitas moral dengan perilaku moral digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 44 Baru-baru ini penelitian dilakukan di Amerika mengenai hubungan identitas moral dengan perilaku moral (Hertz & Krettaneur, 2016). Studi menunjukkan bahwa penelitian meta analisis dimana dilihat dari 111 studi di bidang perkembangan psikologi dan pendidikan, bisnis, dan marketing menyatakan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral. selain itu, penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Hardy & Carlo (2011) mengenai identitas moral, apa dan bagaimana perkembangannya juga apa berhubungan dengan perilaku moral. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan tindakan moral dimana hal ini akan memunculkan perilaku moral. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki identitas moral yang tinggi, maka orang tersebut berperilaku moral yang tinggi pula. Sedangkan orang yang memiliki identitas moral yang rendah, maka perilaku moral yang dimunculkan rendah pula. F. Hipotesis Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha : terdapat hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral pada remaja digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id