Implementasi Teknik Audio Watermarking dengan

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan teknologi data digital telah
mengalami perkembangan yang pesat karena
kelebihannya dalam penyimpanan data yang
efisien, kemudahannya untuk dimanipulasi
dan didistribusikan. Data digital berupa citra,
audio, dan video merupakan aset komersial
yang harus dikendalikan, didistribusikan, dan
dilindungi. Pesatnya perkembangan transmisi
data
menimbulkan
banyaknya
penyalahgunaan data digital salah satunya
seperti pelanggaran hak cipta atau pemalsuan
kepemilikan data digital. Teknik digital
watermarking merupakan salah satu solusi
untuk perlindungan hak cipta dari suatu data
digital.
Teknik
digital
watermarking
diterapkan pada berbagai data digital dengan
memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem
indera manusia seperti mata dan telinga.
Audio watermarking, bagian dari digital
watermarking, adalah suatu proses penyisipan
pesan yang berisikan informasi dari data audio
seperti nama pencipta, tanggal pembuatan,
tujuan, atau informasi lainnya tanpa
mempengaruhi kualitas audio. Ada beberapa
metode yang digunakan untuk melakukan
watermarking pada data audio, salah satunya
dengan metode Phase Coding.
Metode Phase Coding termasuk dalam
kelompok teknik audio watermarking berbasis
domain frekuensi yang bekerja dengan cara
membuang komponen frekuensi tertentu atau
menambahkan data sebagai noise dengan
amplitudo rendah sehingga tidak terdengar.
Phase Coding memanfaatkan kelemahan
sistem pendengaran manusia yang secara
umum tidak dapat mendengar suara pada
amplitudo yang lebih lemah, suara yang lebih
lemah akan diabaikan jika dua suara itu
datang bersamaan. Ide dasar metode Phase
Coding adalah menyembunyikan data dengan
cara menukarkan fase asli segmen inisial dari
sinyal suara dengan fase absolut dari sinyal
watermark dengan tetap menjaga fase relatif
antara segmen sinyal menggunakan beda fase
segmen dari sinyal asli. Ketika beda fase
antara sinyal asli dan sinyal yang dimodifikasi
adalah kecil, maka perbedaan suara yang
dihasilkan tidak terdeteksi oleh pendengaran
manusia.
Selain metode Phase Coding, ada metode
Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)
yang telah diteliti oleh Fahamalathi (2008).
Metode DSSS memiliki ketahanan terhadap
serangan resampling dan penambahan noise
(Fahamalathi 2008). Pada penelitian ini
akan diketahui kualitas watermarked audio
yang dihasilkan dengan metode Phase
Coding
sekaligus
membandingkan
ketahanannya dengan metode DSSS.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1 Menerapkan teknik audio watermarking
dengan metode Phase Coding pada berkas
audio berformat wave (*.wav).
2 Menganalisis kualitas berkas audio yang
telah diberi watermark.
3 Menganalisis ketahanan berkas audio yang
telah diberi watermark terhadap beberapa
jenis serangan. Ketahanan dengan
menggunakan metode Phase Coding
dibandingkan dengan metode DSSS yaitu
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Fahamalathi (2008).
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:
1 Metode
Phase
Coding
dengan
menggunakan Fast Fourier Transform
(FFT).
2 Berkas audio dan berkas watermark yang
digunakan sama dengan penelitian
Fahamalathi (2008).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1 Memberikan alternatif metode
teknik audio watermarking.
untuk
2 Mengetahui kualitas dan ketahanan berkas
audio yang telah diberi watermark dengan
metode Phase Coding.
TINJAUAN PUSTAKA
Digital Watermarking
Digital watermarking atau watermarking
adalah teknik untuk menyisipkan informasi
tertentu ke dalam data digital yang disebut
watermark. Watermark dapat berupa teks
seperti informasi copyright, gambar berupa
logo, data audio, atau rangkaian bit yang tidak
bermakna. Penyisipan watermark dilakukan
sedemikian sehingga watermark tidak
merusak data digital yang dilindungi. Selain
1
itu watermark yang telah disisipkan tidak
dapat dipersepsi oleh indera manusia, tetapi
dapat dideteksi oleh komputer dengan
menggunakan kunci yang benar. Watermark
yang telah disisipkan tidak dapat dihapus dari
dalam data digital sehingga jika data digital
tersebut disebar dan diduplikasi maka
otomatis watermark di dalamnya akan ikut
terbawa. Watermark di dalam data digital
harus
dapat
diekstraksi
kembali.
Watermarking berguna untuk membuktikan
kepemilikan,
copyright
protection,
authentication, fingerprinting, dan tamper
proofing.
Menurut Kipper (2004), berdasarkan
persepsi manusia, watermarking dapat
dibedakan menjadi:
1 Visible watermarking, watermark pada
berkas digital terlihat dengan jelas.
2 Invisible watermarking, watermark pada
berkas digital tidak terlihat.
Menurut Cvejic (2004), kriteria yang harus
dipenuhi oleh aplikasi watermarking adalah:
1 Imperceptibility yaitu berkas hasil
penyisipan watermark harus dibuat
semirip mungkin dengan berkas aslinya.
2 Robustness yaitu berkas hasil penyisipan
watermark harus tahan terhadap berbagai
teknik manipulasi digital dan watermark
harus dapat dideteksi kembali.
3 Security yaitu keberadaan watermark tidak
mudah
dideteksi
dan
dihilangkan.
Keberadaan watermark seperti pada suatu
teknik enkripsi, tidak dapat dirusak oleh
pihak yang tidak berhak.
Digital Audio
Menurut Boomkamp (2003), suara adalah
sebuah gelombang yang dilewatkan oleh
sebuah medium dan sampai ke telinga
manusia sehingga dapat didengarkan. Medium
perantara yang biasa digunakan adalah udara.
Karena gelombang suara adalah gelombang
fisik, maka gelombang suara bersifat analog,
sehingga untuk dapat diolah dengan peralatan
elektronik, gelombang analog tersebut harus
direpresentasikan dalam bentuk digital.
Digital audio adalah sinyal elektrik
digunakan untuk membawa unsur bunyi.
Istilah ini juga biasa digunakan untuk
menjelaskan sistem yang berkaitan dengan
proses perekaman dan transmisi yaitu sistem
pengambilan/perekaman suara, sambungan
transmisi pembawa bunyi, amplifier dan
lainnya.
Audio Watermarking
Audio watermarking, bagian dari digital
watermarking, adalah suatu proses penyisipan
informasi ke dalam data audio dan
pengambilan informasi dari data audio tanpa
mempengaruhi kualitas data audio tersebut.
Informasi dari data audio bisa berupa nama
pencipta, tanggal pembuatan, tujuan, dan data
lain (Cvejic 2004). Menurut Bender et al.
(1998), secara umum metode dalam audio
watermarking
berdasarkan
domain
penyisipannya dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
ο‚· Domain Waktu
Metode ini bekerja dengan cara mengubah
data audio yang akan disisipkan watermark.
Contohnya dengan mengubah LSB (Least
Significant Bit) dari data tersebut. Secara
umum metode ini rentan terhadap proses
kompresi, transmisi dan encoding. Beberapa
metode yang termasuk dalam domain waktu
adalah:
-
Compressed-Domain Watermarking
-
Bit Dithering
-
Amplitude Modulation
-
Echo Hiding
ο‚· Domain Frekuensi
Metode ini bekerja dengan cara mengubah
spectral content dari sinyal. Misalnya dengan
cara membuang komponen frekuensi tertentu
atau menambahkan data sebagai noise dengan
amplitudo rendah sehingga tidak terdengar.
Secara umum metode ini bekerja dengan cara
mengubah spektrum frekuensi atau dengan
cara menambah noise. Beberapa metode yang
termasuk dalam domain frekuensi adalah:
-
Phase Coding
-
Frequency Band Modification
-
Spread Spectrum
Metode Phase Coding
Phase Coding termasuk dalam kelompok
metode audio watermarking yang bekerja
dengan cara mengubah spectral content dalam
domain frekuensi dari sinyal. Phase Coding
bekerja berdasarkan karakteristik sistem
pendengaran manusia yang mengabaikan
suara yang lebih lemah jika dua suara itu
datang bersamaan (Gordy 2000).
2
Phase Coding bekerja berdasarkan
karakteristik sistem pendengaran manusia
HAS (Human Auditory System) yang
mengabaikan suara yang lebih lemah jika dua
suara itu datang bersamaan. Secara garis besar
data watermark dibuat menjadi noise dengan
amplitudo yang lebih lemah dibandingkan
amplitudo data audio, lalu digabungkan
(Bender et al 1996).
Ide dasar metode Phase Coding adalah
menyembunyikan
data
dengan
cara
menukarkan fase asli segmen inisial dari
sinyal suara dengan fase absolut dari sinyal
watermark dengan tetap menjaga fase relatif
antara segmen sinyal menggunakan beda fase
segmen dari sinyal asli. Ketika beda fase
antara sinyal asli dan sinyal yang dimodifikasi
adalah kecil, maka perbedaan suara yang
dihasilkan tidak terdeteksi oleh pendengaran
manusia (Bender et al 1996).
Fast Fourier Transform (FFT)
Menurut Proakis dan Manolakis (1997),
FFT merupakan algoritme yang efisien secara
komputasional karena memanfaatkan dua sifat
dasar yaitu sifat simetri dan sifat keperiodikan
pada faktor fase.
FFT adalah algoritme transformasi Fourier
yang dikembangkan dari algoritme Discrete
Fourier Transform (DFT). Dengan FFT, laju
komputasi dari perhitungan Fourier dapat
ditingkatkan. FFT bekerja dengan membagi
sinyal menjadi beberapa bagian kecil yang
bertujuan untuk mendapatkan waktu proses
yang lebih cepat. FFT mengonversi tiap frame
dengan N sampel dari domain waktu menjadi
domain frekuensi, yang dirumuskan pada
Persamaan 1 berikut:
𝑁−1
π‘‹π‘˜ 𝑒 −2πœ‹π‘—π‘˜π‘› /𝑁
𝑋𝑛 =
(1)
π‘˜=0
N berupa bilangan bulat 0, 1, 2, .., N-1,
adalah banyaknya FFT poin, j digunakan
untuk menotasikan unit imajiner, yaitu
j ο€½ ο€­ 1 dan Xn adalah bilangan kompleks.
Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)
Metode proses pengukuran kualitas audio
akan dilakukan secara subjektif dan objektif.
Cara subjektif yaitu dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap audio yang
telah disisipi dan audio yang asli. Cara
objektif akan memakai perhitungan nilai
PSNR untuk mengukur rasio antara berkas
audio asli dengan watermarked audio.
Menurut Pelton (1993), nilai PSNR yang
rendah menunjukkan bahwa berkas audio
telah mengalami distorsi yang cukup besar.
Kualitas audio yang baik yaitu dengan nilai
PSNR minimal 30 db. Perhitungan PSNR
dapat dilihat pada Persamaan 2 dan
Persamaan 3 :
𝑃𝑆𝑁𝑅 = 10 log10
= 20 log10
𝑀𝐴𝑋𝐼 2
𝑀𝑆𝐸
𝑀𝐴𝑋 𝐼
(2)
𝑀𝑆𝐸
Nilai MSE dapat dihitung dengan rumus:
𝑀𝑆𝐸 =
1
π‘šπ‘›
π‘š −1
𝑖=0
𝑛−1
𝑗 =0
𝐼 𝑖, 𝑗 − 𝐾 𝑖, 𝑗
2
(3)
Bit Error Rate (BER)
Bit error rate didefinisikan sebagai
perbandingan bit watermark hasil deteksi
yang berbeda dari bit watermark yang
disisipkan (Acevedo 2005). BER digunakan
untuk menghitung persentase bit watermark
yang dideteksi berbeda saat proses deteksi
watermark.
BER
dihitung
dengan
menggunakan Persamaan 4.
100
𝐡𝐸𝑅 =
𝐡
𝐡−1
𝑛=0
1, 𝑀 𝑛 ≠ 𝑀(𝑛)
0, 𝑀 𝑛 = 𝑀(𝑛)
(4)
dengan, B adalah jumlah bit watermark, w bit
watermark yang disisipkan dan 𝑀 bit watermark
hasil deteksi (Gordy & Bruton 2000).
Serangan terhadap Audio Watermarking
Menurut Kipper (2004) serangan terhadap
audio watermarking merupakan suatu teknik
yang dapat digunakan untuk mengetahui
ketahanan watermark pada watermarked
audio yang dihasilkan. Watermark harus dapat
dideteksi walaupun watermarked audio telah
mengalami degradasi kualitas. Berikut ini
adalah beberapa jenis serangan yang
digunakan
untuk
menguji
ketahanan
watermarked audio:
ο‚· Resampling
Adalah mengubah frekuensi sampling dari
suatu berkas audio. Resampling bekerja
dengan
menransformasikan
kembali
berkas audio dari continous time ke
discrete time (Rochesso 2007).
ο‚· Cropping
Adalah
proses
pemotongan
untuk
menghilangkan beberapa bagian data
audio. Pengujian terhadap serangan ini
3
akan menggunakan bantuan aplikasi
pemrosesan audio (Rochesso 2007).
ο‚· Penambahan Derau
Derau merupakan suara-suara yang tidak
diinginkan. Munculnya derau dapat
menurunkan kualitas suatu berkas audio.
Penambahan derau dapat dilakukan pada
dua domain yaitu domain waktu dan
domain frekuensi. Penambahan derau pada
domain
waktu
dilakukan
dengan
menambahkan
sinyal
data
dengan
frekuensi derau yang telah dimultiplikasi
dengan
amplitudo
tertentu.
Untuk
penambahan derau pada domain frekuensi,
dapat dilakukan dengan mengubah sinyal
ke domain frekuensi menggunakan
transformasi Fourier dan menambahkan
sinyal hasil transformasi tersebut dengan
frekuensi derau yang telah dimultiplikasi
dengan amplitudo tertentu, kemudian
ditransformasi lagi menjadi domain waktu
dengan transformasi Fourier (Vawter
2005 dalam Fahamalathi 2008)
METODE PENELITIAN
Tahap-tahap yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah identifikasi masalah,
studi pustaka, penentuan tujuan, latar
belakang
dan
manfaat
penelitian,
implementasi, analisis hasil dan penarikan
kesimpulan. Tahap implementasi metode
Phase Coding secara garis besar terbagi
menjadi 2 (dua) proses yaitu penyisipan
watermark dan pengekstraksian watermark.
Setelah tahap implementasi dilakukan,
dilanjutkan tahap analisis hasil yang berupa
analisis kualitas dan analisis ketahanan dari
watermarked
audio
sehingga
dapat
disimpulkan kinerja metode Phase Coding.
Alur metode penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Mulai
Identifikasi Masalah
ο‚· Time Stretching
Adalah operasi digital untuk mengubah
kecepatan atau tempo dari sebuah sinyal.
Salah satu metode time stretching yang
umum digunakan yaitu phase vocoder
yang
bekerja
dengan
mengimplementasikan resampling pada
data, lalu memanipulasi fase sinyal pada
domain STFT (Short Time Fourier
Transform). Manipulasi fase sinyal
tersebut bersifat memecah sinyal menjadi
beberapa kumpulan fase-fase yang
kemudian disisipkan dengan fase semu
untuk menghasilkan perlambatan. Hasil
pengubahan fase tersebut kemudian
disintesis kembali dengan menambahkan
overlap pada data (Bernsee 1999 dalam
Fahamalathi 2008)
ο‚· Penyisipan kembali dengan metode Phase
Coding (Multiple watermark).
Serangan ini dapat menguji apakah dengan
metode Phase Coding dapat dilakukan
pengekstraksian dari serangan multiple
watermark. Penyisipan watermark dengan
watermark kedua akan dilakukan di audio
yang telah disisipi watermark dengan
metode yang sama, dengan watermark
yang sama dan juga watermark yang
berbeda.
Studi Pustaka
Penentuan tujuan, latar belakang,
ruang lingkup, dan manfaat penelitian.
Implementasi
Metode Phase Coding
(Penyisipan watermark
dan Pengekstraksian Watermark)
Analisis Hasil
Penarikan Kesimpulan
Selesai
Gambar 1 Alur metode penelitian.
Berkas audio yang digunakan pada
penelitian ini terdiri atas beberapa berkas
audio digital bertipe wav dengan ukuran yang
berbeda-beda seperti yang digunakan pada
penelitian Fahamalathi (2008). Alasan yang
mendasari adalah format data audio wave
yang
sederhana
dan
mudah
untuk
dimanipulasi. Daftar berkas audio yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Download