Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System Observasi Eksperimental Fenomena Superluminal di Bidang Elektro # Henri P. Uranus1,2, Leimeng Zhuang3, Dede A. Budiman2, Chris G. H. Roeloffzen3, Hugo J. W. M. Hoekstra4 1 Program Studi Teknik Elektro, Jenjang Strata 2, Universitas Pelita Harapan Plaza Semanggi, Jl. Jend. Sudirman Kav. 50, Jakarta 12930, Indonesia, e-mail: [email protected] 2 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Pelita Harapan Jl. M. H. Thamrin Boulevard 1100, Lippo Karawaci, Tangerang 15811, Indonesia 3 Telecommunication Engineering Group, Dept. Electrical Engineering, University of Twente PO Box 217, 7500 AE, Enschede, The Netherlands 4 Integrated Optical MicroSystems Group, Dept. Electrical Engineering, University of Twente PO Box 217, 7500 AE, Enschede, The Netherlands Abstrak Superluminal atau faster-than-light (FTL) adalah fenomena propagasi yang lebih cepat dari laju cahaya di vakum (c). Fenomena ini sering menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak konsisten dengan teori relativitas khusus. Makalah ini melaporkan dua observasi eksperimental dari fenomena superluminal yang dilakukan di laboratorium-laboratorium teknik elektro. Observasi pertama dilakukan di laboratorium telekomunikasi terhadap propagasi pulsa optik halus melalui two-port ring-resonator circuit (TPRR) di mana berhasil diamati, group velocity yang negatif (yang juga termasuk fenomena superluminal) dengan group delay sampai sebesar – 0,43 ns. Observasi kedua dilakukan terhadap rangkaian differensiator elektronika di laboratorium elektronika terhadap propagasi pulsa listrik halus yang mendapatkan group delay sampai sebesar – 780 ms. Hasil observasi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Korelasi silang antara pulsa masukan dan keluaran menunjukkan bahwa nilai korelasi silang kedua pulsa mengecil bila delay negatif semakin besar. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa kedua sistem yang diobservasi adalah sistem-sistem kausal yang mematuhi teori relativitas khusus. 1. Pendahuluan Superluminal atau faster-than-light (FTL) adalah fenomena propagasi yang lebih cepat dari laju cahaya di vakum (c). Fenomena ini sering menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak konsisten dengan teori relativitas khusus. Baru-baru ini, tim kolaborasi OPERA dari CERN melaporkan hasil percobaan propagasi partikel neutrino yang ditembakkan dari laboratorium CERN di Swiss ke laboratorium Gran Sasso di Italia sejauh sekitar 730 km dan mendeteksi kecepatan neutrino yang lebih cepat beberapa puluh ns dari nilai c teoritis [1]. Sementara kontroversi superluminal neutrino masih membutuhkan verifikasi eksperimental independen dan penjelasan lebih jauh; di luar bidang fisika partikel, observasi eksperimental fenomena superluminal sebelumnya juga sudah dilaporkan dalam skala geometris yang jauh lebih kecil pada metamaterial berindeks bias negatif [2], gas atomik [3], kristal fotonik [4], serat optik aktif [5], resonator cincin [6], [7], dan rangkaian elektronika [8], [9] melalui pengamatan kecepatan grup gelombang. Seperti terlihat pada Gambar 1, keadaan di mana fenomena superluminal (group velocity vg > c atau vg < 0) pada grup gelombang terjadi, ditandai dengan pulsa keluaran yang puncaknya muncul lebih awal daripada kalau pulsa ybs. merambat di vakum (vg = c) di domain waktu. Jadi, dengan membandingkan bentuk pulsa masukan dan keluaran, fenomena superluminal dapat diobservasi. Makalah ini melaporkan dua observasi eksperimental di domain waktu dari fenomena superluminal yang dilakukan para penulis di laboratorium-laboratorium teknik elektro dan mendiskusikan konsistensinya terhadap prinsip kausalitas. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 150 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System M Pulsa masukan (referensi) (a) t (b) Subluminal M Pulsa di keluaran pada saat vg < c t kualitatif dengan melihat daya dan bentuk pulsa keluaran. Untuk observasi di rangkaian elektronika, dilakukan analisis kuantitatif dengan melakukan korelasi silang antara pulsa masukan dan keluaran, di mana diperoleh nilai korelasi silang yang mengecil bila delay negatif semakin besar. Hasilhasil ini menunjukkan bahwa kedua sistem yang diobservasi adalah sistem kausal yang mematuhi hukum kausalitas. 2. Eksperimen pada Resonator Race-Track M Pulsa di keluaran pada saat vg = c (c) t M t M (e) Pulsa di keluaran pada saat vg < 0 Superluminal Pulsa di keluaran pada saat vg > c (d) t Gambar 1. Transmisi (a) pulsa masukan melalui sistem (b). subluminal, (c). vakum, (d) dan (e) superluminal dilihat di domain waktu, di mana pulsa masukan (a) dijadikan referensi. Pada makalah ini akan dilaporkan dua observasi eksperimental dari fenomena superluminal yang dilakukan di laboratoriumlaboratorium teknik elektro. Observasi pertama dilakukan di laboratorium telekomunikasi terhadap propagasi pulsa optik halus melalui two-port ringresonator circuit (TPRR) [6] di mana berhasil diamati, group velocity negatif (yang juga termasuk fenomena superluminal) dengan group delay tg sampai sebesar – 0,43 ns. Observasi kedua dilakukan terhadap rangkaian differensiator elektronika [9] di laboratorium elektronika terhadap propagasi pulsa listrik halus yang mendapatkan group delay sampai sebesar – 780 ms. Hasil observasi dianalisis untuk mengetahui posisinya terhadap hukum kausalitas. Untuk observasi di TPRR, analisis dilakukan secara Observasi eksperimental pertama dilakukan pada chip pandu gelombang optika terpadu yang berisi sebuah resonator race-track yang digandeng ke sebuah pandu gelombang lurus [6], dalam arsitektur yang disebut TPRR [7]. Eksperimen ini dilakukan di laboratorium telekomunikasi di Universitas Twente, Belanda dengan set-up seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. TPRR yang digunakan adalah TPRR yang akan digunakan untuk proyek optical beam forming pada gugus antena gelombang mikro [10] yang mempunyai konstanta kopling dan frekuensi resonansi yang bisa dikontrol secara thermo-optic. TPRR ini mempunyai 2 buah modulator yaitu TO1 untuk mengatur konstanta kopling (κ) dari pandu gelombang lurus ke racetrack dan sebaliknya, serta TO2 untuk mengatur frekuensi resonansi dari TPRR. Pada eksperimen ini TPRR yang diuji dieksitasi dengan pulsa optik hasil modulasi pulsa halus keluaran pembangkit pulsa (Hewlett-Packard HP8082A) terhadap sinyal pembawa dari tunable laser (Santec TSL-210). Sebelum dimasukkan ke TPRR, pulsa diperkuat oleh penguat optik EDFA (Erbiumdoped Fiber Amplifier) dan dipilih polarisasi yang sesuai lewat polarization controller (PC), polarisator (POL), dan polarization maintaining fiber (PMF). Melalui sebuah 3-dB splitter, separuh daya sinyal juga ditangkap oleh optical receiver 1 untuk digunakan sebagai trigger bagi oscilloscope (Agilent 54854A). Keluaran dari TPRR dipecah dua, di mana separuh ditangkap oleh optical power meter untuk keperluan alignment, sementara separuhnya lagi ditangkap oleh optical receiver 2 untuk ditampilkan di oscilloscope. Pada eksperimen ini, konstanta kopling dari TPRR disesuaikan dengan rugi-rugi dari resonator untuk mendapatkan kondisi overcoupling (vg > c Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 151 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System dan 0 ≤ vg < c), critical coupling (vg beralih dari ekstrim positif maksimum ke negatif maksimum), dan undercoupling (kondisi vg negatif) [7]. Resonant wavelength control 3-dB splitter Modulator POL Optical Receiver 1 Bias Pulse Generator 3-dB splitter Optical Power Meter PMF EDFA PC Tunable Laser TO2 Coupling constant control TO1 Oscilloscope Optical Receiver 2 Trigger Gambar 2: Set-up eksperimen untuk pengamatan fenomena superluminal pada TPRR di domain waktu. Pengaturan konstanta kopling ini dilakukan dengan mengatur arus listrik yang dialirkan ke elektroda pemanas dari modulator thermo-optic TO1. Untuk berbagai kondisi tersebut pulsa keluaran yang ditangkap oscilloscope direkam pada saat TO2 dikontrol agar TPRR berada dalam kondisi resonan, yaitu kondisi di mana sistem bersifat paling dispersif. Gambar 3 memperlihatkan hasil rekaman tersebut. Sebagai referensi digunakan tampilan oscilloscope untuk resonator berada dalam kondisi anti-resonan, yaitu kondisi yang terletak di tengah-tengah antara 2 kondisi resonan yang berturutan, suatu kondisi di mana sistem paling tidak dispersif dan pengaruh resonator adalah minimal dengan mengatur TO2. Dalam eksperimen ini berhasil diamati dengan menggunakan detektor optik dan oscilloscope, bukan hanya nilai vg yang positif dan lebih besar dari c (tidak ditampilkan karena hampir berimpit dengan referensi), tetapi juga vg bernilai negatif, yang juga termasuk dalam kategori fenomena superluminal. Group delay akibat vg negatif terbesar yang berhasil diamati adalah – 0,43 ns terhadap referensi resonator dalam keadaan anti-resonan. Nilai delay ini diukur dari puncak sebelah kiri dari hasil rekaman pulsa keluaran pada kondisi critical coupling terhadap puncak dari pulsa referensi. 3. Eksperimen pada Rangkaian Differensiator Gambar 3: Hasil pengukuran tampilan oscilloscope untuk berbagai setting konstanta kopling (κ) melalui pengontrolan modulator TO1 di mana oscilloscope di-trigger secara konsisten oleh pulsa masukan. Kondisi κ5 – κ7 dan kondisi critical coupling secara jelas menunjukkan munculnya puncak pulsa keluaran yang mendahului referensi sebagai manifestasi domain waktu dari vg negatif yang merupakan fenomena superluminal. Observasi eksperimental kedua dilakukan pada rangkaian elektronika berupa differensiator [9]. Eksperimen ini dilakukan di laboratorium elektronika Universitas Pelita Harapan di Tangerang, Indonesia. Set-up eksperimen ini dapat dilihat pada Gambar 4. Pada set-up ini, pulsa tunggal akan dibangkitkan bila tombol ditekan. Pulsa ini diperhalus oleh rangkaian penghalus pulsa, kemudian diumpankan ke rangkaian differensiator yang diuji. Pulsa masukan dan keluaran rangkaian differentiator tsb. dimonitor oleh storage oscilloscope (Instek GDS-1022 DSO) yang di-trigger secara konsisten oleh keluaran rangkaian pembangkit pulsa. Hasil tangkapan oscilloscope disimpan dalam bentuk gambar di komputer yang terhubung lewat kabel USB untuk pengolahan data secara off-line. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 152 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System Start Rangkaian Pembangkit Pulsa Tunggal Rangkaian Penghalus Pulsa Rangkaian Differensiator yang diuji beban kemudian dicocokkan ke persamaan Gaussian melalui teknik curve fitting. oscilloscope ter pu m Ko Trigger USB Ch1 Ch2 Gambar 4. Set-up eksperimen observasi fenomena superluminal pada rangkaian differensiator. Skema rangkaian pembangkit pulsa, penghalus pulsa, dan differensiator yang diuji dapat dilihat pada Gambar 5. Rangkaian ini diadopsi dari Kitano et al. [8]. Pada rangkaian ini, IC timer 555 dikonfigurasikan sebagai monostable multivibrator yang akan di-trigger oleh sinyal yang dihasilkan pada saat tombol ditekan. Pulsa tunggal yang dihasilkan kemudian diperhalus oleh dua buah Opamp TL082 yang berfungsi sebagai low-pass filter aktif 4 orde. Filtering ini akan menyebabkan leading dan trailing edge dari pulsa yang dibangkitkan menjadi halus. Pulsa yang halus ini penting, karena sistem vg negatif membutuhkan sinyal input yang bersifat differentiable (lihat penjelasan mengenai kausalitas sistem di Seksi 4). Pulsa halus yang dihasilkan kemudian diumpankan ke rangkaian differensiator yang diuji. Differensiator yang digunakan adalah differensiator non-inverting berfrekuensi rendah sebanyak dua tingkat yang dipasang secara kaskade yang outputnya diberikan ke sebuah resistor beban. Gambar 6 memperlihatkan contoh tampilan oscilloscope yang ditangkap dengan perangkat lunak FreeWave pada komputer. Hasil ini dengan jelas menunjukkan adanya fenomena superluminal berupa vg negatif karena puncak pulsa keluaran muncul sebelum puncak pulsa masukan (bandingkan dengan ilustrasi pada Gambar 1). Dengan mengubah-ubah nilai resistor R pada rangkaian differensiator tersebut, secara teoritis akan diperoleh delay negatif yang berbeda. Gambar 7 memperlihatkan bentuk pulsa keluaran untuk berbagai nilai R yang diekstraksi dari gambar JPG ke data dengan program buatan sendiri, dan Gambar 5: Skema rangkaian elektronik pembangkit pulsa, penghalus pulsa, dan differensiator yang diuji. Gambar 6: Foto salah satu hasil tangkapan oscilloscope untuk set-up seperti Gambar. 4. Pulsa yang di atas adalah pulsa masukan, sementara pulsa yang di bawah adalah pulsa keluaran. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 153 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System Larger R Input Gambar 3 agar bentuk pulsa keluaran bisa dilihat dengan cukup jelas. Hal ini berarti, sekalipun puncak keluaran muncul lebih dahulu daripada referensi, namun dia mendapatkan energinya dari raising edge dari pulsa masukan akibat natur pasif dari resonator race-track yang digunakan. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa energi merambat dengan kecepatan positif dan merupakan entitas yang kausal. Sebaliknya pada Gambar 7, terlihat bahwa puncak pulsa keluaran pada rangkaian differensiator bisa lebih tinggi dari puncak pulsa masukan. Hal ini tidaklah mengherankan karena differensiator yang diuji adalah rangkaian aktif yang mendapat energi luar dari catu tegangan, sehingga kausalitas energi tidak terganggu oleh kenyataan tsb. Gambar 7: Bentuk pulsa keluaran rangkaian differentiator untuk berbagai nilai R. Terlihat dari Gambar 7, bahwa semakin besar nilai R, akan semakin besar pula nilai delay negatif sesuai dengan penurunan teoritis yang menunjukkan bahwa group delay tg | RC . Terlihat juga, bahwa nilai tegangan puncak pulsa keluaran bisa lebih tinggi dari puncak pulsa masukan. Pada eksperimen ini berhasil diobservasi fenomena superluminal berupa kecepatan grup negatif sampai tg sebesar – 780 ms. Besarnya nilai delay ini ditentukan dengan mengamati nilai pergeseran waktu di mana korelasi silang antara pulsa masukan dan keluaran mencapai maksimum. 4. Analisis Yang menarik dari penelitian ini adalah diskusi apakah fenomena superluminal yang diamati bersifat kausal atau tidak. Di seksi ini akan dibahas hubungan hasil observasi dengan prinsip kausalitas, baik untuk entitas energi maupun untuk entitas informasi. Pengamatan pada TPRR (Gambar 3) menunjukkan adanya penurunan amplitudo pulsa seiring bertambahnya delay negatif. Perlu dicatat, bahwa pulsa keluaran saat fenomena delay negatif diamati jauh lebih kecil dari pulsa referensi, sehingga pulsa referensi perlu dikali 0,6 pada Pada Gambar 3 juga terlihat, bahwa terjadi cacat yang lebih besar di saat delay negatif semakin besar, dengan klimaks cacat terjadi di titik critical coupling, di mana pulsa keluaran berubah menjadi mempunyai 2 puncak. Juga diamati dalam eksperimen ini, bahwa delay negatif tersebut terjadi pada pulsa input yang halus dan tak teramati pada pulsa masukan kotak. Dengan ekspansi Taylor, secara matematis bisa ditunjukkan bahwa nilai suatu fungsi analitis di suatu titik bisa dinyatakan sebagai ekspansi dari titik-titik sebelumnya. Ekspansi ini membutuhkan nilai fungsi dan derivasi-derivasi dari fungsi tersebut di sekitar titik sebelumnya yang mau dijadikan acuan. Karena pulsa masukan yang halus bersifat differentiable, maka ekspansi Taylor bisa dilakukan (paling tidak dua suku). Ini berarti, bahwa untuk pulsa yang halus, informasi nilai masa depan sudah terkandung pada nilai fungsi dan turunan-turunannya di sekitar titik acuan di masa lalu, sehingga teramatinya fenomena superluminal hanya pada pulsa masukan yang halus justru menunjukkan bahwa informasi adalah entitas yang kausal. Tentunya dalam eksperimen terjadi kesalahan karena proses penghalusan pulsa masukan secara elektronik tidaklah menghasilkan fungsi yang benar-benar analitis yang infinitely differentiable. Kesalahan ini akan berkonsekuensi menurunnya kandungan informasi bila terjadi delay negatif. Secara kualitatif hal ini teramati lewat munculnya cacat pada pulsa keluaran yang tampak secara visual di Gambar 3. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 154 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System Untuk membuktikan lebih jauh penurunan kandungan informasi bila delay negatif membesar, dilakukan analisis kuantitatif dengan proses korelasi silang antara pulsa keluaran dan masukan dari rangkaian differensiator. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 8. Kenyataan bahwa nilai korelasi silang menurun seiring dengan bertambah besarnya delay negatif (akibat bertambah besarnya nilai R) menunjukkan bahwa sistem yang diobservasi adalah sistem kausal yang menaati hukum relativitas. Elektronika. Telah juga didiskusikan argumen, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, bahwa kedua sistem yang diamati bersifat kausal, baik untuk kausalitas entitas energi, maupun entitas informasi. Ucapan Terima Kasih Eksperimen resonator race-track didukung oleh proyek TOE.6596 dari STW (Yayasan Aplikasi Teknologi dari Departemen Ekonomi Belanda) pada penulis pertama dan proyek IS052081 SenterNovem dari Departemen Ekonomi Belanda pada penulis kedua, sementara eksperimen di rangkaian elektronika didukung oleh Universitas Pelita Harapan. Daftar Pustaka [1] [2] [3] Gambar 8: Korelasi silang antara pulsa masukan dan keluaran dari rangkaian differensiator untuk berbagai nilai R (berarti berbagai nilai delay negatif). Simbol * menunjukkan nilai korelasi maksimum dengan menggeser-geser waktu dari salah satu pulsa. Simbol + menunjukkan korelasi antara kedua pulsa bila waktu dari salah satu pulsa digeser agar puncaknya berimpit dengan pulsa lainnya. Jadi, kedua fenomena superluminal yang observasinya dilaporkan dalam makalah ini, secara paradoksial konsisten dengan prinsip kausalitas sehingga mematuhi hukum relativitas khusus. [4] [5] [6] 5. Kesimpulan Telah dilaporkan observasi eksperimental di domain waktu terhadap fenomena superluminal pada bidang elektro berupa observasi group delay negatif pada rangkain optika TPRR dan rangkaian elektronika differensiator. Observasi dilakukan dengan menggunakan alat ukur tipikal yang ada di Laboratorium Telekomunikasi dan Laboratorium [7] T. Adam et al., “Measurement of the neutrino velocity with the OPERA detector in the CNGS beam”, arXiv:1109.4897v2, http://arXiv.org, 2011. J. F. Woodley and M. Mojahedi, “Negative group velocity and group delay in left-handed media,” Phys. Rev. E, Vol. 70, pp. 046603.1046603.6, 2004. L. J. Wang, A. Kuzmich, and A. Dogariu, “Gain-assisted superluminal light propagation”, Nature, Vol. 406, pp. 277-279, 2000. A. Haché and L. Poirier, “Long-range superluminal pulse propagation in a coaxial photonic crystal”, Appl. Phys. Lett., Vol. 80, No. 3, pp. 518-520, 2002. K. Y. Song, M. G. Herráez, and L. Thévenaz, “Observation of pulse delaying and advancement in optical fibers using stimulated Brillouin scattering,” Opt. Express, Vol. 13, No. 1, pp. 82-88, 2005. H. P. Uranus, L. Zhuang, C.G.H Roeloffzen, and H. J. W. M. Hoekstra, “Pulse Advancement and Delay in An Integrated Optical Two-Port Ring-Resonator Circuit: Direct Experimental Observations,” Opt. Lett., Vol. 32, No. 17, pp. 2620-2622, 2007. H. P. Uranus and H. J. W. M. Hoekstra, “Modeling of Loss-induced Superluminal and Negative Group Velocity in Two-port Ringresonator Circuits,” J. Lightwave Technol., Vol. 25, No. 9, pp. 2376-2384, 2007. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 155 Peluang dan Tantangan Teknik Elektro Menyongsong Era Global Networking System [8] [9] M. Kitano, T. Nakanishi, K. Sugiyama, ”Negative Group Delay and Superluminal Propagation: An Electronic Circuit Approach,” IEEE J. Selected Topics in Quantum Electronics, Vol. 9, No. 1, pp. 4351, 2003. D. A. Budiman, H. P. Uranus, I. Martoyo, "Observation and analysis of negative group delay in electronic circuits," Proc. The 11th International Conference on Quality in Research (QiR), University of Indonesia, paper A4-P1-10, Depok, 3-6 August 2009. [10] L. Zhuang, C.G.H. Roeloffzen, R.G. Heideman, A. Borreman, A. Meijerink, W. van Etten, “Single-Chip Ring ResonatorBased 1X8 Optical Beam Forming Network in CMOS-Compatible Waveguide Technology,” Photon. Technol. Lett., Vol. 19, No. 15, pp. 1130-1132, 2007. Konferensi Nasional Forum Pendidikan Tinggi Teknik Elektro Indonesia (FORTEI), 8-9 Desember 2011, Gedung PKP, Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar, Indonesia © 2011 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Supported by IEEE Indonesia Section, IEEE APS/MTT Indonesia Joint Chapter, and IEEE Communication Society (Comsoc) Indonesia Chapter Hal | 156