111 kreativitas siswa sma dalam pemecahan masalah matematika

advertisement
111
KREATIVITAS SISWA SMA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
DITINJAU DARI PERBEDAAN GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT
DAN FIELD INDEPENDENT
Oleh:
Fanny Adibah
IKIP Widya Darma Surabaya
Abstrak: Ini jenis penelitian pendekatan kualitatif eksploratif yang bertujuan untuk
menggambarkan gaya siswa bidang kreativitas tergantung kognitif dan bidang
independen dalam memecahkan kreativitas dengan tiga indikator yaitu kelancaran,
fleksibilitas, dan kebaruan masalah matematika. Subyek terdiri dari dua siswa kelas X
SMK PAL teknik Surabaya dalam dua jenis yang berbeda dari gaya kognitif yang
tergantung bidang dan lapangan independen. Dua jenis gaya kognitif dapat
diidentifikasi dengan menggunakan uji GEFT. Prosedur dimulai dengan pemberian tes
penelitian GEFT, kriteria seleksi untuk mata pelajaran dengan kesediaan untuk menjadi
subjek penelitian serta keterampilan komunikasi lisan dan tertulis yang baik,
memberikan tes tertulis dan wawancara. Pengujian validitas data dilakukan dengan
menggunakan triangulasi waktu, teknik pengujian validitas data dengan
membandingkan data dalam waktu yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan
subjek gaya kognitif bergantung lapangan memenuhi aspek kreativitas kelancaran dan
tunduk pada bidang gaya kognitif independen untuk memenuhi tiga aspek kreativitas
yaitu kelancaran, fleksibilitas, dan kebaruan.
Kata Kunci: kreativitas, pemecahan masalah, gaya kognitif.
PENDAHULUAN
Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah terasa.
Dalam hidup, setiap individu semakin dihadapkan pada bermacam-macam tantangan, baik
dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun dalam budaya dan sosial. Kemajuan
teknologi yang meningkat di satu pihak dan ledakan penduduk disertai berkurangnya
persediaan sumber-sumber alami di lain pihak, sangat menuntut seorang individu yang mampu
beradaptasi dan menjadi pemecah masalah yang kreatif.
Salah satu upaya meningkatkan kreativitas sebagai bekal hidup menghadapi berbagai
tantangan, tuntutan, perubahan, dan perkembangan zaman adalah melalui pendidikan yang
berkualitas, tanpa terkecuali dengan pendidikan matematika. Permendiknas No.22 (Depdiknas,
2006) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa dapat memahami
konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antar
konsep
dan
mengaplikasikan
konsep/algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Hal ini
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
111
112
mengisyaratkan bahwa orientasi pembelajaran matematika bukan hanya pada peningkatan
prestasi belajar, tetapi juga berorientasi pada peningkatan kreativitas, terutama dalam
pemecahan masalah.
Kreativitas merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap siswa, walaupun dengan kadar
yang berbeda-beda.
Munandar (2009) mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru; kreativitas adalah kemampuan membuat
kombinasi-kombinasi baru. Solso (2008) mengartikan kreativitas sebagai suatu aktivitas
kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan
yang tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya). Jadi
kreativitas dapat diartikan sebagai aktivitas yang menekankan pada pembuatan sesuatu atau
komposisi yang baru dan berbeda, tanpa membatasi tindakan-tindakan pragmatis dalam
prosesnya. Sesuatu/produk yang baru yang dihasilkan dari suatu kreativitas bukan hanya dari
yang tidak ada menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada.
Kemampuan berpikir kreatif sebagai proses untuk menghasilkan kreativitas perlu
dibekalkan kepada siswa agar siswa tersebut dapat mengelola dan memanfaatkan berbagai
informasi di lingkungan sekitarnya Selain itu kemampuan berpikir kreatif juga diperlukan
siswa untuk dapat mengemukakan berbagai ide atau menciptakan berbagai hal baru yang
berguna bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Kemampuan kreatif siswa di sekolah menurut Krutetskii (dalam Siswono, 2008)
dipengaruhi oleh kreativitas matematikanya. Seperti diungkapkan dalam kutipan berikut: ...
creative school abilities related to an independent creative mastery of mathematics under the
condition of school instruction, to the independent formulation of uncomplicated mathematical
problems, to finding ways and means of solving these proplems, to invention of proofs of
theorems, to independent deduction of formulas and to finding original methods of solving
nonstandard problems. All of this undoubtedly is also a manifestation of mathematical
creativity.
Artinya kemampuan-kemampuan kreatif sekolah berhubungan pada suatu penguasaan
kreatif mandiri (independent) matematika di bawah pengajaran matematika, formulasi mandiri
masalah-masalah matematika yang tidak rumit (uncomplicated), penemuan cara-cara dan
sarana dari penyelesaian masalah, penemuan bukti-bukti teorema, pendeduksian mandiri
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
113
rumus-rumus dan penemuan metode-metode asli penyelesaian masalah non standar. Semua itu
adalah suatu manifestasi dari kreativitas matematis.
Pendapat Krutetskii di atas juga mengisyaratkan bahwa kreativitas dalam pembelajaran
matematika lebih ditekankan pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Pemecahan masalah berarti proses mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Siswono (2008) menyebutkan bahwa pemecahan masalah berarti suatu proses atau
upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban
atau metode jawaban belum tampak jelas. Suatu situasi atau pertanyaan menjadi suatu masalah
jika seseorang bermaksud mencari jawaban dari pertanyaan itu, namun tidak mempunyai
cara/algoritma yang segera dapat digunakan untuk menyelesaian pertanyaan tersebut.
Olson (dalam Siswono, 2008) mengungkapkan bahwa kreativitas terdiri atas dua unsur,
yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan
menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan secara lancar dan cepat. Sedangkan
keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar
biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Lebih lanjut, Torrance (dalam Filsaime, 2008) mengklasifikasikan karakteristik individu
terlah berpikir kreatif dalam empat kategori, yakni orisinalitas/kebaruan, kelancaran,
fleksibilitas, dan elaborasi. Kategori orisinalitas mengacu pada keunikan pada respon apa pun
yang diberikan. Orisinalitas yang ditunjukkan oleh sebuah respon yang tidak biasa, unik, dan
jarang terjadi. Kategori kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menciptakan segudang
ide. Kategori ini merupakan salah satu indikator yang paling kuat dari berpikir kreatif, karena
semakin banyak ide, maka semakin besar kemungkinan untuk memperoleh sebuah ide yang
signifikan. Kategori flesibilitas mengacu pada kemampuan seorang individu untuk mengubah
perangkat mentalnya ketika keadaan memerlukan untuk itu, atau kecenderungan untuk
memandang sebuah masalah secara instan dari berbagai perspektif. Fleksibilitas merupakan
kemampuan untuk mengatasi rintangan-rintangan mental, mengubah pendekatan untuk sebuah
masalah. Dan terakhir kategori elaborasi mengacu pada kemampuan untuk menguraikan
sebuah obyek tertentu. Elaborasi merupakan jembatan yang harus dilewati oleh seseorang
untuk mengkomunikasikan ide kreatifnya kepada masrarakat. Kategori inilah yang menentukan
nilai dari ide apa pun yang diberkan kepada orang lain di luar dirinya.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
114
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa ciri utama individu dikatakan kreatif adalah
apabila mampu menghasilkan sesuatu yang baru dan unik, mampu menciptakan segudang ide,
dan mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif. Sehingga kreativitas juga
dapat didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan produk berpikir siswa dalam bentuk
tulisan atau lisan yang ditinjau dari tiga aspek yaitu 1.) kebaruan 2.) kefasihan, 3.) fleksibilitas
dalam pemecahan masalah.
Kebaruan
Kebaruan berarti kemampuan untuk berpikir dengan cara baru yang sebelumnya tidak
dikenal pembuatnya, berbeda, unik, mungkin tidak terduga, asli, dan mungkin merupakan
penemuan dan harus sesuai tujuan/bernilai, efektif, berguna, praktis, layak/mungkin bermakna
sosial.
Kefasihan
Kefasihan berarti kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pertanyaan dalam
jumlah yang sangat banyak dan lancar.
Fleksibilitas
Fleksibilitas berarti kemampuan untuk menghasilkan banyak pemikiran dari berbagai sudut
pandang. Individu tersebut mampu berpindah dari satu jenis pemikiran tertentu ke jenis
pemikiran yang lain dari sudut pandang yang berbeda.
Definisi tersebut sesuai dengan pendapat Silver (1997) yang mengungkapkan bahwa
terdapat tiga komponen yang dapat digunakan sebagai indikator siswa telah berpikir kreatif
dalam memecahkan suatu masalah, yaitu kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan kebaruan
(novelty) dalam pemecahan masalah. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada
kemampuan siswa memberi jawaban masalah yang beragam dan benar. Fleksibilitas
pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai
sudut pandang (cara) yang berbeda. Sedangkan kebaruan pemecahan masalah mengacu pada
kemampuan siswa memberikan jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh siswa pada tingkat
pengetahuannya.
Dalam matematika, masalah diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu masalah tertutup
(closed problem) dan masalah terbuka (open-ended problem). Pelfrey (2000) mendefinisikan
masalah terbuka sebagai pertanyaan atau masalah yang memiliki lebih dari satu jawaban yang
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
115
benar dan lebih dari satu strategi untuk mendapatkan jawabannya. Sedangkan masalah tertutup
didefinisikan sebagai pertanyaan atau masalah yang mungkin hanya memiliki satu jawaban
benar atau salah satu strategi untuk mendapatkan jawabannya. Jadi masalah tertutup (closed
problem) adalah masalah yang sudah terstruktur dengan baik, memiliki satu jawaban benar,
jawaban tersebut selalu dapat ditentukan dengan cara yang pasti dari data-data yang diberikan
pada soal. Sedangkan masalah terbuka (open-ended problem) adalah masalah yang memiliki
lebih dari satu solusi dan tidak ada prosedur yang pasti untuk mendapat solusi yang tepat.
Adapun jenis masalah yang mempunyai hubungan dekat dengan kreativitas adalah masalah
terbuka (open ended ). Masalah terbuka (open ended) menuntut siswa untuk menemukan lebih
dari satu jawaban dan cara yang benar untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini diperlukan
kreativitas dalam pemecahannya, sehingga masalah terbuka (open ended) merupakan salah satu
masalah dalam matematika yang dapat mengakomodasi potensi kreatif siswa.
Sternberg (2006) mengemukakan terdapat enam aspek penyusun kreativitas, yaitu: 1.)
Kemampuan intelektual, meliputi kemampuan sintetik untuk melihat permasalahan dengan cara
yang baru, kemampuan analisis untuk menentukan ide mana yang pantas diikuti dan yang
tidak, serta kemampuan untuk meyakinkan orang lain bahwa ide mereka berharga; 2.)
Pengetahuan, karena di satu sisi seseorang perlu mengetahui hal terbaru dari suatu bidang
pengetahuan untuk dapat memajukannya. Selain itu pengetahuan yang besar dari sebagian
bidang pengetahuan dapat membimbing menuju sebuah perspektif yang mendekati dan kuat
serta mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bergerak melampaui sebuah cara dimana
seorang pria/wanita menunjukkan masalah yang telah lampau; 3.) Gaya kognitif, yakni
kecenderungan untuk menciptakan aturan sendiri, melakukan hal-hal dengan caranya sendiri,
menyukai masalah yang tidak terlalu tersruktur, senang menulis, merancang, dan lebih tertarik
pada jabatan yang kreatif; 4.) Kepribadian, yakni kemauan untuk mengatasi hambatan,
kemauan untuk mengambil resiko yang masuk akal, kemampuan untuk mentolerir ambiguitas,
serta efektivitas diri; 5.) Motivasi, terutama motivasi intrinsik, karena sebuah penelitian
mengemukakan bahwa seseorang jarang bekerja secara kreatif kecuali mereka benar-benar
mencintai apa yang mereka kerjakan dan fokus pada pekerjaan tersebut dan bukan pada
imbalannya; 6.) Lingkungan, karena tanpa lingkungan yang mendukung, kreativitas yang
dimiliki seseorang di dalam dirinya tidak akan mungkin terlihat.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
116
Pada aspek gaya kognitif, menurut Stenberg, setiap individu cenderung memiliki gaya
kognitif untuk berpikir dan membuat keputusan dengan cara yang baru. Untuk menjadi pemikir
kreatif sejati, seseorang harus mampu berpikir secara global sebaik ia berpikir secara lokal,
ibarat seseorangmampu membedakan antara hutan dari pohon-pohonnya, dengan demikian ia
mampu membedakan pertanyaan-pertanyaan yang penting dan yang tidak. Kogan (dalam
Rahman, 2008) mendefinisikan gaya kognitif sebagai variasi cara individu dalam memandang,
mengingat, dan berpikir atau sebagai cara tersendiri dalam hal memahami, menyimpan,
mentransformasi dan menggunakan informasi.
Gaya kognitif cenderung stabil dalam memproses, menyimpan maupun menggunakan
informasi untuk menanggapi suatu tugas atau berbagai jenis situasi lingkungannya.
Keberagaman gaya kognitif pada siswa berpengaruh pada perbedaan cara masing-masing siswa
dalam menanggapi masalah yang diterimanya. Witkin (dalam Mujiono, 2011) menggolongkan
gaya kognitif menjadi dua, yaitu gaya kognitif field dependent dan field independent. Field
dependent adalah gaya kognitif individu yang menerima sesuatu secara global dan mengalami
kesulitan untuk memisahkan diri dari keadaan sekitar atau lebih dipengaruhi oleh latar
belakang keadaan sekitar. Sedangkan field independent adalah gaya kognitif seseorang yang
cenderung menyatakan sesuatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta
mampu membedakan objek-objek dari konteks sekitarnya dan memandang konteks sekitarnya
lebih secara analitis. Seorang individu yang memiliki gaya kogitif field dependent memiliki
kecenderungan kerja lebih baik dalam kelompok, memiliki daya ingat yang baik untuk
informasi sosial dan lebih menyenangi bidang seperti bahasa dan sejarah. Sedangkan individu
dengan gaya kognitif field independent tidak terbiasa dengan hubungan sosial, dapat bekerja
dengan baik dalam lingkup matematika dan ilmu pengetahuan alam. Secara psikologis,
karakter orang yang memiliki gaya kognitif field independent dapat memilih stimulus
berdasarkan situasi, sehingga persepsinya hanya sebagian kecil terpengaruh ketika ada
perubahan situasi. Sedangkan orang yang memiliki gaya kognitif field dependent mengalami
kesulitan dalam membedakan stimulus melalui situasi yang dimilikinya sehingga persepsinya
mudah dipengaruhi oleh manipulasi dari situasi sekelilingnya.
Penelitian Rahman (2008) pada siswa SMA tentang hubungan antara perbedaan gaya
kognitif field dependent dan field independent dengan hasil belajar siswa mengungkapkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang bergaya
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
117
kognitif field dependent dengan hasil belajar matematika siswa yang bergaya kognitif field
independent. Siswa yang bergaya kognitif field independent cenderung memiliki hasil belajar
yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Sebuah
penelitian lain dilakukan oleh Miller (2007) yaitu tentang hubungan antara gaya kognitif field
dependent dan field independent dengan kreativitas. Penelitian ini mengungkapkan bahwa
individu-individu yang memiliki gaya kognitif field independent memiliki skor kreativitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang memiliki gaya kognitif field
dependent.
Temuan-temuan tersebut seakan-akan memperlihatkan keunggulan individu yang bergaya
kognitif field independent dengan individu yang bergaya kognitif field dependent khususnya
dalam hal kreativitas. Dengan demikian menarik untuk diteliti bagaimana kreativitas siswa
yang bergaya kognitif field dependent dan field independent dalam pemecahan masalah
matematika.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Eksplorasi
dimaksudkan untuk mengungkap kreativitas dalam memecahkan masalah matematika yang
terjadi pada subjek penelitian jika ditinjau dari perbedaan gaya kognitif field dependent dan
field independent. Sedangkan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku dari subjek yang dapat diamati.
Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas X SMK Teknik PAL Surabaya. Pengambilan subjek
dalam penelitian adalah 2 (dua) subjek, yang dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu satu subjek
yang memiliki gaya kognitif field dependent dan satu subjek bergaya kognitif field
independent.
Pemilihan subjek didasarkan pada tiga kriteria yakni (1) hasil tes GEFT yang terbagi dalam
dua kelompok, yakni field dependent dan field independent, (2) informasi guru matematika
tentang kemampuan komunikasi siswa, (3) kesediaan siswa untuk menjadi subjek penelitian.
Instrumen Penelitian
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
118
Istrumen dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian, yaitu instrumen utama dan instrumen
bantu (pendukung).
Instrumen Utama
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri karena alat pengumpul data
utama adalah peneliti.
Instrumen Bantu
Adapun instrumen bantu dalam penelitian ini adalah:
Lembar Indikator Kreativitas
Instrumen ini berisi petunjuk atau keterangan tentang indikator kreativitas yang diperoleh
dari kajian teori kreativitas dari para ahli. Dalam penelitian ini kreativitas dilihat dari aspek
proses kreatif dan produk kreatif yakni kefasihan/kelancaran (fluency), keluwesan (flexibilty),
dan kebaruan (novelty).
Lembar Tugas GEFT
Group Embedded Figurest Test (GEFT) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui gaya
kogntif seseorang secara psikologis yaitu gaya kognitif field dependent atau field independent.
Tes ini dikembangkan oleh Witkin et al (1971) dan telah diadaptasi oleh Andong (2007).
Dalam tes ini, peserta tes diminta menemukan bentuk sederhana yang tersembunyi pada
gambar yang rumit. Proses pengadaptasian yang dilakukan Andong (2007) tersebut meliputi
penerjemahan dan penyesuaian bahasa maupun gambar. Dilakukan pula uji validitas dan
reliabilitas dengan hasil bahwa tes GEFT yang dikembangkan adalah valid dan reliabel. Materi
dari tes GEFT terbagi dalam tiga bagian, bagian pertama disiapkan untuk latihan peserta tes
yang terdiri atas 7 (tujuh) item soal, sedangkan bagian kedua dan ketiga merupakan bagian inti
tes, yang masing-masing terdiri atas 9 (sembilan) item soal.
Dalam penelitian ini, hasil adaptasi tes GEFT Witkin yang dikembangkan oleh Andong
(2007) tersebut digunakan sebagai salah satu dasar pemilihan subjek penelitian. Data yang
diperoleh dari tes GEFT digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan gaya kognitif
yang dimiliknya yakni field dependent atau field independent. Siswa yang mendapatkan skor
tes kurang dari atau sama dengan 9 (50% dari skor maksimal) akan dikelompokkan dalam gaya
kognitif field dependent, sedangkan siswa yang mendapatkan skor tes lebih dari 9 (50% dari
skor maksimal) akan dikelompokkan dalam gaya kognitif field independent.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
119
Lembar Tugas Pemecahan Masalah Matematika
Dalam penelitian ini, lembar tugas pemecahan masalah matematika berupa soal/masalah
matematika yang harus diselesaikan oleh subjek. Lembar tugas pemecahan masalah terdiri atas
dua buah soal matematika yang digunakan untuk mengetahui bagaimana kreativitas siswa
dalam memecahkan masalah, berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Kedua soal tersebut
mempunyai tingkat kompleksitas yang sama dengan materi aljabar. Sebelum digunakan dalam
peneltian, soal tes terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi
oleh beberapa ahli.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan yang akan diajukan
peneliti pada subjek penelitian dengan tujuan untuk mengungkap kreativitas subjek dalam
pemecahan masalah matematika. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan penjelasan dari tiap
tahapan dalam proses berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah serta disesuaikan
dengan pokok-pokok pertanyaan pada setiap tipe masalah. Sebelum digunakan, pedoman
wawancara ini terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi oleh
beberapa ahli
Metode Pengumpulan Data
Metode Tes
Dalam penelitian ini digunakan tes GEFT dan tes pemecahan masalah. Tes GEFT
digunakan untuk pengelompokan dan pemilihan subjek penelitian sedangkan tes pemecahan
masalah digunakan untuk mendapatkan data tentang kreativitas siswa.
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi lebih detail tentang kreativitas siswa
dalam memecahkan masalah matematika. Metode wawancara yang digunakan adalah
wawancara tak terstruktur, dengan ketentuan sebagai berikut: 1.) Pertanyaan wawancara yang
diajukan disesuaikan dengan kondisi pemecahan masalah yang dilakukan siswa
(tulisan
maupun penjelasannya; 2.) Pertanyaan yang diajukan tidak harus sama dengan yang tertulis
pada pedoman ini, tetapi memuat inti permasalahan yang sama; 3.) Wawancara dapat dilakukan
lebih mendalam tergantung pada situasi dan kondisi responden. Artinya, apabila siswa
mengalami kesulitan dengan pertanyaan tertentu, mereka akan didorong merefleksi atau
diberikan pertanyaan yang lebih sederhana tanpa menghilangkan inti permasalahan
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
120
Teknik Analisis Data
Analisis Hasil Tugas Pemecahan Masalah Matematika
Analisis data hasil tugas pemecahan masalah matematika dilakukan berdasarkan kebenaran
pemecahan masalah yang dilakukan subjek penelitian. Jawaban subjek tersebut kemudian
dianalisis kreativitasnya berdasarkan indikator yang ditetapkan. Kefasihan pemecahan masalah
mengacu padakemampuan siswa memberi banyak penyelesaian benar.Fleksibilitas pemecahan
masalah mengacu pada kemampuan siswa memberi penyelesaian masalah dengan cara berbeda
yang benar.Sedangkan kebaruan pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa
memberi penyelesaian yang tidak biasa yang dibuat pada tingkat pengetahuan sebayanya.
Analisis Hasil Wawancara
Analisis hasil wawancara dilakukan bertujuan untuk menggali informasi dari subjek yang
tidak terungkap pada jawaban penyelesaian pemecahan masalahnya. Analisis hasil wawancara
dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu:
Tahap reduksi
Tahap reduksi dimaksudkan untuk pengurangan data yang tidak perlu. Dalam tahap ini
dilakukan proses seleksi dan penyederhanaan data, atau pengidentifikasian adanya satuan yakni
bagian terkecil yang ditemukan dalam data dan berkaitan dengan masalah penelitian.
Tahap penyajian
Dalam tahap ini, kumpulan data diorganisasikan dan dikategorikan sehingga dapat
dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, pengorganisasian dilakukan
berdasarkan subjek penelitian.
Tahap pengambilan kesimpulan
Dalam tahap ini, dilakukan penarikan kesimpulan pada setiap hasil wawancara dengan
subjek penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tugas Pemecahan Masalah (TPM) yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan
materi aljabar dengan sub materi fungsi kuadrat. Deskripsi TPM yang dikembangkan adalah
subjek disajikan sebuah fungsi kuadrat f yang diketahui memotong sumbu-X di dua titik.
Kemudian subjek diminta untuk membuat fungsi kuadrat lain (berbeda dengan fungsi f) yang
memotong sumbu x di titik yang sama dengan titik potong sumbu x fungsi f. Subjek dikatakan
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
121
memenuhi aspek kefasihan jika mampu membuat paling sedikit dua fungsi kuadrat berbeda
dengan fungsi f yang memotong sumbu x di titik yang sama dengan titik potong sumbu x
fungsi f. Subjek dikatakan memenuhi aspek fleksibilitas jika mampu membuat dua buah fungsi
kuadrat berbeda dengan fungsi f yang memotong sumbu x di titik yang sama dengan titik
potong sumbu x fungsi f, dengan paling sedikit dua cara yang berbeda. Dan subjek dikatakan
memenuhi aspek kebaruan jika mampu membuat fungsi kuadrat berbeda dengan fungsi f yang
memotong sumbu x di titik yang sama dengan titik potong sumbu x fungsi f dengan cara atau
jawaban yang baru dan tidak biasa dibuat pada tingkat pengetahuannya,
Masing-masing subjek menyelesaikan dua tipe TPM (setara) yang diberikan. Pemberian
dua tipe TPM tersebut dilakukan untuk mengetahui keabsahan data yang diperoleh. Setelah
diperoleh data yang valid (kredibel) didapatkan deskripsi kreativitas subjek FD dan FI menurut
aspek-aspek kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Berikut adalah rangkuman kreativitas
subjek field dependent dan field independent yang dimaksud.
Tabel 1. Rangkuman Kreativitas Subjek Field Dependent dan Field Independent
Subjek
Field
Dependent
Aspek
Keterangan
Kefasihan
Memenuhi
Fleksibilitas
Tidak
Memenuhi
Kebaruan
Tidak
Memenuhi
Kefasihan
Memenuhi
Field
Fleksibilitas Memenuhi
Independent
Kebaruan
Memenuhi
Deskripsi
Subjek FD mampu membuat dua fungsi
kuadrat yang diminta dengan benar.
Subjek FD mampu membuat dua fungsi
kuadrat tersebut hanya dalam satu cara
dengan benar
Subjek FD tidak mampu membuat fungsi
kuadrat yang diminta dengan bentuk dan
cara yang tidak biasa dibuat pada tingkat
pengetahuannya.
Subjek FI mampu membuat enam fungsi
kuadrat yang diminta dengan benar.
Subjek FI mampu membuat enam fungsi
kuadrat yang diminta tersebut dalam tiga
cara berbeda dan benar
Subjek FI membuat fungsi kuadrat yang
diminta dengan bentuk dan cara yang tidak
biasa dibuat pada tingkat pengetahuannya.
Siswa yang Bergaya Kognitif Field Independent
Berdasarkan analisis data yang dilakukan sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa subjek
FI memenuhi ketiga indikator kreativitas yang ditetapkan, yakni kefasihan, fleksibilitas, dan
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
122
kebaruan. Pada tugas pemecahan masalah yang diberikan, subjek FI fasih membuat fungsi
kuadrat yang diminta. Subjek FI juga fleksibel dalam melakukan pemecahan masalah, karena
mampu memecahkan masalah tersebut dengan lebih dari satu cara. Selain itu, subjek FI mampu
membuat bentuk dan cara yang baru dalam membuat fungsi kuadrat yang diminta. Hal ini
sesuai dengan karakteristik individu dengan gaya kognitif field independent yang diungkapkan
Witkin. Menurut Witkin, individu yang memiliki gaya field independent
lebih suka
memisahkan bagian-bagian dari pola dan menganalisis pola berdasarkan komponenkomponennya. Hal inilah yang menjadi alasan subjek FI tidak mengalami kesulitan ketika
memecahkan masalah yang menuntut dia untuk menggunakan beberapa cara yang berbeda.
Kemampuan individu
field independent dalam menganalisis pola berdasarkan komponen-
komponen inilah juga yang menjadi alasan subjek FI mampu menemukan cara dan bentuk baru
dalam membuat fungsi kuadrat yang diminta.
Secara teoritik, individu yang memiliki gaya kognitif field independent lebih bersifat kritis
serta mempunyai kemampuan mengorganisasikan objek-objek yang belum terorganisir dan
mereorganisir objek-objek yang sudah terorganisir. Kemampuan inilah yang membuat subjek
FI memenuhi tiga indikator kreativitas yang ditetapkan, yakni kemampuan berpikir kritis dalam
membuat beragam fungsi kuadrat yang diminta dengan beberapa cara dan benar, serta
kemampuan mereorganisir objek-objek untuk membuat suatu fungsi kuadrat dengan cara yang
baru dan tidak biasa dibuat untuk tingkat usia sebayanya.
Siswa yang Bergaya Kognitif Field Dependent
Berdasarkan analisis data yang dilakukan sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa subjek
FD memenuhi hanya satu indikator kreativitas yang ditetapkan, yakni kefasihan. Pada tugas
pemecahan masalah yang diberikan, subjek FD fasih membuat fungsi kuadrat yang diminta.
Namun karena kurang memahami materi fungsi kuadrat dengan baik, subjek FD tidak mampu
memberikan beberapa cara berbeda dalam memperoleh fungsi kuadrat yang diminta tersebut
dengan benar. Selain itu, kecenderungan subjek FD selalu terpaku pada pola (rumus) yang ada
membuat subjek FD sulit mengembangkan kreativitasnya dengan menemukan bentuk atau cara
yang baru dalam membuat fungsi kuadrat tersebut.
Secara teoritik, salah satu karakteristik individu yang bergaya kognitif field dependent
dalam menerima informasi adalah melihat syarat lingkungan sebagai petunjuk di dalam
merespons suatu stimulus. Hal inilah yang dialami subjek FD ketika memecahkan masalah
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
123
matematika yang diberikan. Subjek FD selalu terpaku pada pola (rumus) yang ada, sehingga
ketika peneliti meminta subjek FD mencoba cara baru yang berbeda dengan rumus yang ada,
subjek FD menolaknya dengan alasan tidak sesuai dengan rumus. Bagi subjek FD,
memecahkan masalah matematika di luar rumus yang ada beresiko melakukan kesalahan, dan
subjek FD sangat menghindarinya.
Pada saat wawancara juga terungkap bahwa terdapat beberapa konsep penting dalam materi
fungsi kuadrat yang tidak dikuasai oleh subjek FD, termasuk kemampuan untuk mensketsa
grafik fungsi kuadrat. Hal ini menunjukkan bahwa Subjek FD kurang memahami materi fungsi
kuadrat dengan baik. Witkin mengungkapkan bahwa individu yang memiliki gaya field
dependent
cenderung memandang pola sebagai suatu keseluruhan, tidak memisahkan ke
dalam bagian-bagiannya. Hal inilah yang membuat subjek FD tidak terbiasa melakukan analisis
terhadap materi yang telah dipelajarinya, sehingga kurang menguasai konsep-konsep dalam
materi tersebut dan mudah terkecoh.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisis data kreativitas siswa dalam pemecahan masalah matematika
ditinjau dari perbedaan gaya kognitif field dependent dan field independent, diambil simpulan
sebagai berikut : 1.) Dalam pemecahan masalah matematika yang diberikan, subjek yang
bergaya kognitif field dependent fasih membuat fungsi kuadrat yang diminta. Namun karena
kurang memahami materi fungsi kuadrat dengan baik, subjek field dependent tidak mampu
memberikan cara berbeda dalam memperoleh fungsi kuadrat yang diminta tersebut dengan
benar. Selain itu, kecenderungan subjek field dependent selalu terpaku pada pola (rumus) yang
ada membuat subjek field dependent tidak mampu menemukan bentuk atau cara yang baru
(tidak biasa) dalam membuat fungsi kuadrat tersebut. Jadi subjek field dependent memenuhi
hanya satu indikator kreativitas yang ditetapkan, yaitu kefasihan; 2.) Dalam pemecahan
masalah matematika yang diberikan, subjek field independent fasih membuat fungsi kuadrat
yang diminta. Subjek field independent juga fleksibel dalam melakukan pemecahan masalah,
karena mampu memecahkan masalah tersebut dengan lebih dari satu cara. Selain itu, subjek
field independent mampu membuat bentuk dan cara baru dalam memggbuat fungsi kuadrat
yang diminta. Jadi, subjek field independent memenuhi tiga indikator kreativitas yang
ditetapkan, yakni kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
124
DAFTAR PUSTAKA
Andong, Andi. 2007. Proses Berpikir Siswa yang Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent dan
Field Indepnendent dalam Memecahkan Masalah Matematika Divergen. Disertasi tidak
dipublikasi: Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Sekolah Menengah
Atas. Jakarta: Depdiknas
Filsaime, Dennis. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka
Miller, Angie. L. 2007. Creativity And Cognitive Style: The Relationship Between Field
Dependence-Field Independence, Expected Evaluation, And Creative Performance,
Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts,Vol. 1, No.4.
Mujiono, 2011. Profil Penalaran Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika yang Ditinjau
dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent. Tesis tidak
dipublikasikan: Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya
Munandar, S.C. Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Pelfrey, Ron. 2000. Open-Ended Questions For Mathematics. Appalachian Rural Systemic
Initiative: Lexington
Rahman, Abdul. 2008. Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya
Kognitif Secara Psikologis dan Konseptuap Tempo pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Makassar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 14, No. 2.
Silver, Edward A. 1997. Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical
Problem Solving and Thinking in Problem Posing. ZDM, Vol. 29, No. 3.
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya:
Unesa University Press
Solso, Robert. L. 2008. Psikologi Kognitif. Jakarta : Erlangga
Sternberg, Robert. J. 2006. Creating A Vision On Creativity: The First 25 Years. Psychology of
Aesthetics, Creativity, and the Arts, Vol. 5, No. 1.
JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 2 |No.2| Januari 2015
Download