PENDIDIKAN ISLAM MENJAWAB MASALAH - E

advertisement
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
PENDIDIKAN ISLAM MENJAWAB MASALAH PENDIDIKAN
DI INDONESIA
Oleh:
Lilis Suryani
STAI Sayid Sabiq Indramayu, Jawa Barat
PENDAHULUAN
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah
dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan
apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat.dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S Al-Mujadillah
:11).
Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam masa depan suatu negara. Apabila
pendidikan di suatu negara mampu mencetak generasi muda yang memiliki intelektual tinggi
dan akhlak mulia maka negara akan mempunyai masa depan yang cerah. Taraf pendidikan
berbanding lurus dengan kemajuan suatu negara.Makin tinggi taraf pendidikannya, maka
negara tersebut dapat berkembang dengan cepat.Begitu pula dengan Indonesia.
Berdasarkan data lama dari PERC pada tahun 2001 saja menyebutkan bahwa sistem
pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei,
Indonesia menempati urutan ke-12. Selain itu, pendidikan di negara ini juga masih belum
dirasakan oleh semua pihak.Belum lagi kekerasan, pergaulan bebas, penggunaan narkoba
semakin meningkat dari waktu ke waktu di kalangan pelajar dan mahasiswa kita.Fakta-fakta
tersebut hanya sedikit dari sekian banyak permasalahan di negara ini. Sehingga dapat kita
simpulkan bahwa roda pendidikan di Indonesia berjalan lambat dan masih tertinggal jauh
dengan negara lain.
Untuk itu, kami perlu membahas masalah pendidikan di negara ini, mencoba
mengemukakan akar permasalahannya dan memberikan solusi berdasarkan Islam.Karena
seperti yang kita ketahui bersama bahwa Islam selalu bisa memberikan solusi di setiap
masalah kehidupan kita. Oleh karena rumusan masalahnya yakni (1) bagaimana pendidikan di
Indonesia?; (2) apa yang menyebabkan buramnya potret pendidikan di
Indonesia?;(3)bagaimana sistem pendidikan Islam menyelesaikan masalah pendidikan di
Indonesia?.
METODE PENULISAN
Metode penulisan menguraikan bagaimana cara penulis melakukan penulisan karya tulis
ini serta bagaimana cara penulis mendapatkan bahan-bahan serta data untuk menunjang
penulisan karya tulis. Mulai dari menguraikan permasalahan yang terjadi, menguraikan
pengertian atau definisi yang berhubungan dengan permasalahan serta menjelaskan apa dan
bagaimana cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Adapun metode penulisan naskah yang penulis gunakan adalah metode penulisan bukan
penelitian lapangan (observasi) yang meliputi dua metode, yaitu:
1. Metode penulisan perpustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang ada
relevansinya dengan isi karya tulis, untuk memperoleh landasan teoritis dan agar dapat
memperoleh pengetahuan yang cukup mengenai hal yang berkaitan dengan karya tulis.
2. Metode analisis isi, yaitu dengan mempelajari kemudian menarik kesimpulan sebagai
bahan pendukung dalam menyusun karya tulis ini.
35
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Semua uraian, penjelasan serta data-data yang berkaitan dengan masalah yang ditulis
dalam makalah ini, penulis dapatkan berdasarkan hasil pencarian penulis baik dari buku-buku,
majalah/koran, internet serta berdasarkan opini atau tanggapan dari berbagai sumber.
PEMBAHASAN
Konsep Pendidkan di Indonesia
Konsep pendidikan di Indonesia termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31
yaitu:
1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan n penyelenggaraan pendidikan nasional.
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Berdasarkan hal ini maka sistem pendidikan nasional dituangkan dalam UU No.20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa, Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Potret Buram Pendidikan di Indonesia
Setuju atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialistik. Jika disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih
mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling
utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses
pendidikan.
Sistem pendidikan seperti ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang juga
mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara
kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan
puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi
lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh
Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah,
dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Inilah keterpurukan atau potret buram pendidikan di Indonesia:
1. Berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berpusat
di Hongkong pada tahun 2001 saja menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia
terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei, Korea Selatan dinilai
memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina,
serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah
Vietnam (www.kompas.com).
36
ISSN 1693-7945
2.
3.
4.
5.
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Laporan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005,
menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk.
Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara. Tahun 2005 IPM
Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda
dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah
negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108).
Bahkan jika dibandingkan dengan IPM negara-negara di ASEAN seperti Singapura (25),
Brunei Darussalam (33) Malaysia (58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia
hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar
(132) dan Laos (135) (www.suara pembaruan.com dan Pan Mohamad Faiz, 2006).
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan
pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk
tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326
anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar
SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga
tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793
anak (www.pikiran- rakyat.com).Selain itu, kalangan pelajar juga rentan tertular
penyebaran penyakit HIV/AIDS. Misalnya di kota Madiun-Jatim, dari data terakhir yang
dilansir Yayasan Bambu Nusantara Cabang Madiun, organisasi yang konsen masalah
HIV/AIDS, menyebutkan kasus Infeksi Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular
HIV/AIDS menurut kategori pendidikan sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar
SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan
SD/MI sebesar 11% (news.okezone.com).
Terbunuhnya praja IPDN akibat pemukulan yang dilakukan seniornya makin mencoreng
dunia pendidikan Indonesia. Praja Yang dididik untuk menjadi pengayom rakyat justru
menampakkan wajah yang mengerikan; menjadi pembunuh. Ironisnya, ini bukan yang
pertama kal terjadi. IPDN tidak sendiri. Bentrok antar mahasiswa juga kerap terjadi di
kampus-kampus yang lain. Tawuran seakan menjadi hal yang biasa di kalangan pelajar
Indoneia. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar
pelajar sudah mencapai ambang yang cukup memprihatinkan. Data di Jakarta misalnya
(Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun
1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat
194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun
1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun
berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun
jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat, dalam satu
hari di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di tiga tempat sekaligus (www.smunet. com).
Pencapaian APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) sebagai
indikator keberhasilan program pemerataan pendidikan oleh pemerintah, hingga tahun
2003 secara nasional ketercapaiannya ternyata masih rendah, hal ini didasarkan pada
indikator: (1) anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan (usia 7-15) sekira
693.700 orang atau 1,7%, (2) putus sekolah SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke
jenjang pendidikan menengah mencapai 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk usia
7-15 tahun (Pusat Data dan Informasi Depdiknas, 2003). Rasio partisipasi pendidikan
rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 9,6 persen penduduk
berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. (www.republikaonline .com).Sampai sekarang
masih terdapat 9 provinsi dengan jumlah buta aksara terbesar usia 10 tahun ke atas dan
15-44 tahun, yakni: Jawa Timur (1.086.921 orang), Jawa Tengah (640.428), Jawa Barat
37
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
(383.288), Sulawesi Selatan (291.230), Papua (264.895), Nusa Tenggara Barat (254.457),
Nusa Tenggara Timur (117.839), Kalimantan Barat (117.338), dan Banten (114.763
orang). (www.pikiran-rakyat.com).
6. Data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan
yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan
total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10
Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung
beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung.
Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat
(selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan
total (Koran Tempo, 07/03/2007). Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia
hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya
padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan
pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti
Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih
merupakan yang terendah. (www.worldbank. com).
7. Perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang
sudah berlangsung sejak 2004 dinilai oleh pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit
(TIB), Revrisond Bashwir sebagai agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak
lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor
pendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum
pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk
seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
8. Kebijakan UN yang banyak ditentang oleh masyarakat karena dinilai diskriminatif dan
hanya menghamburkan anggaran pendidikan, antara lain ditentang oleh Koalisi
Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Education
Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Center for the
Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru
Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru
Bandung (FAGI-Bandung) , For-Kom Guru Kota Tanggerang (FKGKT), Lembaga
Bantuan Hukum (LBH-Jakarta) , Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan
Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan kajian terhadap UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian
Akhir
Nasional,
Koalisi
Pendidikan
menemukan
beberapa
kesenjangan (www.tokohindonesia.com).
9. Rendahnya tingkat kesejahteraan guru yang berpengaruh terahadap rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia)
pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3
juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru
bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam.
Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
10. Realisasi anggaran pendidikan yang masih sedikit. Ketentuan anggaran pendidikan dalam
UU No.20/2003 pasal dinyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan
38
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Belanja Daerah (APBD) (ayat 1). Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari
APBN/APBD ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario
yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam
jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah
sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan
adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan
adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat
defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario
progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan
Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7
persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005),
12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan
dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1
% pada tahun 2006 (Pan Mohamad Faiz;2006).Tahun 2007 hanya mencapai 11,8 persen.
Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6
triliun.(www.tempointeraktif .com).
11. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0
sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan
kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%,
14,21%, dan 15,07%. Kompas (22/9/2006), mengutip data Badan Pusat Statistik,
menguraikan angka pengangguran lulusan universitas di Indonesia telah mencapai sekitar
385.000 orang pada tahun 2005. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya
sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga
menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang
fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia
kerja. Pada tahun 2009 diperkirakan ada 116,5 juta orang yang akan mencari
kerja (www.kompas.com).
Data di atas merupakan beberapa indikator yang menunjukan betapa sistem pendidikan
nasional kita saat ini tengah didera oleh berbagai problematika, yang pada akhirnya
penyelenggaraan pendidikan tidak dapat memberikan penyelesaian terhadap permasalahan
pembentukan karakter insan yang berakhlak mulia, pembentukan keterampilan hidup,
penguasaan IPTEK untuk peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat, serta memecahkan
berbagai problematika kehidupan lainnya. Padahal diantara tujuan semula pendidikan adalah
untuk itu semua.
Akar Masalah Pendidikan di Indonesia
Segudang masalah pendidikan di Indonesia tersebut hakikatnya berakar pada sistem
kapitalisme-sekuler yang diterapkan di negeri ini.Ideologi Kapitalisme meniscayakan sistem
politik, ekonomi, termasuk pendidikan yang kapitalistik. Wajah pendidikan yang bersifat
sosial berubah menjadi profit oriented (berorientasi mencari keuntungan). Prinsip kapitalisasi
pendidikan ini telah menggeser visi lembaga mulia lembaga pendidikan menjadi sekedar alat
untuk mencari keuntungan. Pada akhirnya pendidikan hanya menjadi komoditas ekonomi.
Kapitalisasi pendidikan sesungguhnya berawal dari apa yang dilakukan oleh aktor-aktor
utamanya.Mekanisme ekonomi benar-benar diserahkan pada pasar bebas tanpa campur tangan
untuk meregulasi perusahaan-peusahaan swasta. Semua aspek mengalami liberalisasi dan
kapitalisasi, termasuk bidang pendidikan.
39
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Profitisasi pendidikan ini tidak lepas dari kepentingan para pemodal. Tujuannya tidak
lain untuk semakin memperkokoh hegemoni sistem Kapitalisme di negeri ini. Kapitalisasi
pendidikan merupakan paket yang tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan sistem kapitalis
itu sendiri. Cengkeraman sistem kapitalis tidak akan mengakar ketika sistem pendidikan tidak
dikapitalisasi. Kapitalisasi dunia pendidikan merupakan rangkaian dari kapitalisasi sumber
daya alam, listrik, kesehatan dan sarana publik lainnya.
Untuk selanjutnya SDM pabrikan sekolah kapitalis ini, sadar atau tidak hanya menjadi
antek-antek kapitalis.Banyak kalangan yang mensinyalir, akademisi yang serta merta
menyetujui perubahan status perguruan tinggi menjadi BHMN adalah antek-antek mereka.
Hajat berikutnya dari kaum kapitalis adalah upaya memproduksi SDM murah yang
mudah dieksploitasi. Paradigma pendidikan kapitalistik hakikatnya semakin mereduksi dan
mengeliminasi nilai-nilai kemanusiaan manusia dalam proses pendidikan. Sekolah dalam
pandangan kapitalis tidak lebih dari pabrikan yang akan menghasilkan manusia-manusia
dengan SDM yang murah dan mudah diekploitasi. Biaya pendidikan yang mahal bagi
masyarakat memaksa berbagai perguruan untuk membuka “program khusus” untuk
menghasilkan tenaga kerja yang “siap pakai.”Sekolah tidak lebih dari produsen tenaga kerja
pesanan pasar.Lembaga pendidikan akhirnya lebih berorientasi pada bagaimana menjadikan
anak-anak didiknya tenaga terampil, sementara factor pembinaan kepribadian mereka
cenderung terabaikan.
Orientasi pendidikan peserta didik pun tidak lebih dari : cepat lulus, segera mendapatkan
pekerjaan yang layak, kawin, dan sesegera mungkin mengembalikan modal orang tua
walaupun dalam realitasnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kenyataan justru berbicara
lain. Lulusan dari perguruan tinggi semakin menambah jumlah pengangguran.
Sistem Pendidikan Islam Menjawab Masalah Pendidikan di Indonesia
Islam memandang pendidikan didasarkan pada tujuan-tujuannya.Pertama, bertujuan
mengembangkan nalar. Kedua, menjadikan muslim berakhlak dengan akidah yang kuat.
Ketiga, mengembangkan keterampilan hidup. Islam menghendaki pengembangan ketiganya
agar menjadi muslim yang cerdas, pandai dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu agama serta
mampu hidup mandiri.
Standarnya, seorang mukmin itu harus hidup bahagia.Ukurannya sukses dalam usaha,
karir, dan taat beribadah. Ini ada dalam Al-Quran surat Al-Mukmin ayat 1-3. Allah SWT
berfirman:
Artinya (1) Haa Miim; (2) Diturunkan Kitab Ini (Al Quran) dari Allah yang Maha
Perkasa lagi Maha mengetahui;(3) Yang mengampuni dosa dan menerima Taubat
lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia.Tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).
Standar lainnya disesuaikan dengan kebutuhan umat.Misalnya mendidik orang agar
berhubungan dengan Allah melalui pelajaran shalat, dan yang khusus seperti membinanya jadi
ahli Quran dan ahli hadits, dan lain sebagainya.
Akhlak dan akidah sangat penting sebagai ukuran standar pendidikan.Semua yang
berkaitan dengan pendidikan harus berbasiskan akhlak.Semuanya harus dibenahi. Jangan
sampai mengaku muslim, tapi masih korupsi. Guru-guru, dosen, pengajar kursus-kursus dan
termasuk politisi, akhlaknya harus dibenahi.
Dari berbagai fakta yang telah dijabarkan di atasa tampak jelas potret pendidikan
Indonesia yang tengah terpuruk.Apabila kita lihat kembali akar masalahnya maka sistem
sekulerisme dan materialisme disertai usaha kapitalisasi pendidikanlah yang menjadi pangkal
utama terpuruknya pendidikan Indonesia.
40
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Islam adalah dien yang sempurna telah menjawab segala macam permasalahan
pendidikan sejak 14 abad yang silam. Oleh karena itu sebagai seorang muslim tentunya harus
yakin akan sistem pendidikan yang berlandaskan Islam tentunya akan membawa kemaslahatan
bagi masyarakat. Berikut gambaran sistematika pendidikan dalam Islam:
1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah dalam hal ini mempunyai upaya yang terstruktur dan
terprogram dalam manjalankan sistem pendidikannya yang tidak lain bertujuan membentuk
manusia yang:
1) Berkepribadian Islam
Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim, yakni seorang Muslim
harus bisa memegang tegus identitasnya sebagai seorang muslim dalam seluruh aspek
kehidupanyaitu mempunyai pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang berlandaskan
Islam.
Ada tiga langkah yang pernah diterapkan Rasulullah SAW dalam membentuk pola pikir
(aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam yaitu:
a) Pertama, menanamkan aqidah Islam dengan metode yang tepat, yakni sesuai dengan
kategori aqidah aqliyah (aqidah yang keyakinannya dicapai dengan melalui proses berfikir).
b) Kedua, mengajaknya untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berfikir dan berprilaku
berlandaskan pondasi Islam.
c) Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk
bersungguh-sungguh dalam memperdalam tsaqofah Islam dan mengamalkannya di seluruh
aspek kehidupan sebagai wujud ketakwaan terhadap Allah SWT.
2) Menguasai Tsaqofah Islam
Tujuannya yaitu tidak lain merupakan konsekuensi kemusliman seseorang. Islam
mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang penuh ilmu. Imam Al-Ghazali
dalam Ihya Ulumuddin membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari sisi kewajibannya yaitu :
a) Ilmu yang digolongkan sebagai fardlu a’in, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap
individu muslim yaitu ilmu-ilmu tsaqofah Islam seperti: pemikiran Islam, ide dan hukum
(fiqh) Islam, bahasa arab, Al-Qur’an dan Al Hadist dan sebagainya.
b) Ilmu yang digolongkan sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh
sebagian dari umat Islam seperti ilmu kedokteran, pertanian, teknik, matematika dan
sebagainya.
3) Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian)
Kewajiban untuk menguasai ilmu kehidupan seperti iptek dan keahlian sangat
diperlukan agar umat Islam dapat mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan
fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.Sementara banyak dalam ayat al-Qur’an yang
menyerukan untuk menggunakan akal untuk memikirkan segala penciptaan Allah SWT
sehingga bisa didapat sains dan aplikasinya berupa teknologi. Dari situlah akan membuahkan
tambahan keimanan kepada Allah SWT, terhadap semua penciptaan Allah SWT dan
keagungan-Nya.
2.
Unsur Pelaksana Pendidikan
Berdasarkan pengorganisasiannya, proses pendidikan bisa dibagi menjadi dua, yakni
secara formal di sekolah dan secara non formal di luar sekolah atau lingkungan, yakni
keluarga dan masyarakat.
a) Pendidikan di Sekolah
Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang
diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur hierarkis dan kronologis, dari jenjang
taman kank-kanak hingga perguruan tinggi.
41
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW, pendidikan formal dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
o Kurikulum pendidikan, mata ajaran dan metodologi pendidikan disusun berdasarkan pada
aqidah Islam.
o Tujuan penyelenggaraan pendidikan Islam merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan
Islam yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
o Sejalan dengan tujuan pendidikannya, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam (tsaqofah
Islam) diberikan denagn proporsi yang sesuai dengan pengajaran ilmu-ilmu kehidupan
(Iptek dan keahlian).
o Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) dibedakan dari pelajaran guna
membentuk syakhsiyah Islamiyah dan tsaqofah Islamiyah. Syakhsiyah Islamiyah
diberikan pada tingkat dasar sebagai materi pengenalan dan meningkat pada materi
pembentukan dan peningkatan setelah usia anak didik menginjak baligh (dewasa).
Tsaqofah Islamiyah dan pelajaran ilmu kehidupan diajarkan secara bertingkat dari mulai
tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.
o Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan, baik negeri
maupun swasta.
o Pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis atau murah. Swasta bisa
menyelenggarakan pendidikan asal visi, misi dan sistem pendidikan yang dikembangkan
tidak keluar dari ajaran Islam.
b) Pendidikan di Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama.Pembinaan
kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan dan
pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga,
utamanya orang tua.Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama pembinaan kislaman dan
sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar. Dalam
dakwah pun sebelum kepada masyarakat luas, seorang muslim diperintahkan untuk berdakwah
terlebih dulu kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya.
c) Pendidikan di Tengah Masyarakat
Dalam sistem Islam masyarakat merupakan salah satu elemen penting penyangga
tegaknya sistem selain ketakwaan individu serta keberadaan negara sebagai pelaksana syariat
Islam. Masyarakat berperan mengawasi anggota masyarakat lain dan penguasa dalam
pelaksanaan syariat Islam. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang
dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka sehingga mereka
menjadi lebih solid.
Ketakwaan individu masyarakat disamping ditentukan oleh upaya pribadi, juga sangat
dipengaruhi oleh interaksi dengan anggota masyarakat lain dan nilai-nilai yang berkembang di
tengah masyarakat. Dalam masyarakat Islam, seseorang yang berbuat maksiat tidak
akanberani melakukan secara terang-terangan bahkan menjadi tidak berani melakukan sama
sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuat maksiat, ia akan terdorong untuk segera
bertaubat atas kekhilafannya dan kembali kepada kebenaran.
3. Asas Pendidikan
Islam mewajibkan setiap muslim untuk memegang teguh ajaran Islam dan menjadikannya
sebagai dasar dalam berfikir dan berbuat, asas dalam hubungan antar sesama manusia, asas
bagi aturan masyarakat dan asas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk
dalam menyusun sistem pendidikan. Penetapan aqidah Islam sebagai asas pendidikan tidaklah
berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam, karena memang
tidak semua ilmu lahir dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah
42
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
islamsebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan aqidah islam
sebagai standar penilaian. Dengan kata lain, aqidah Islam difungsikan sebagai aqidah atau
tolak ukur pemikiran dan perbuatan.
4.
Struktur Kurikulum
Kurikulum pendidikan Islam di sekolah dijabarkan dalam tiga komponen utama, yakni :
a) Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyah (Kepribadian Islami)
b) Tsaqofah Islam
c) Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian)
Pada tingkat menjelang usia baligh (TK dan SD), susunan struktur kurikulum sedapat
mungkin bersifat mendasar, umum, berpadu dan merata bagi semua anak didik yang
mengikutinya. Yang termasuk dalam materi dasar ini antara lain: pengenalan Al-Qur’an dari
segi hafalan dan bacaan, prinsip-prinsip agama, membaca, menulis dan menghitung, prinsip
bahasa Arab, menulis halus, sirah Rasul dan Khulafaurrasyidin serta berlatih berenang dan
menunggang kuda.
5.
Dana, Sarana dan Prasarana
Berdasarkan sirah Nabi SAW di masa Khilafah Islam, negara memberikan pelayanan
pendidikan cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana)
sebaik mungkin.Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan.Pendidikan
ditanggung negara yang diambil dari baitul maal.Sistem pendidikan bebas biaya dilakukan
oleh para sahabat (ijma) termasuk pemberian gaji yang sangat memuaskan kepada para
pengajar yang diambil dari baitul maal.
PENUTUP
Simpulan
Konsep pendidikan di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat 1 – 5 dan Undang Undang No 20 Tahun 2003.
Namun pada kenyataannya pendidikan kita diarahkan pada sistem pendidikan yang sekuler.
Sehingga menyebabkan buramnya potret pendidikan di Indonesia.
Dalam hal ini, Islam memberikan solusi terhadap permasalahan pendidikan di
Indonesia.Islam mengarahkan pendidikan menjadi pendidikan yang bertujuan mencetak insan
yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia dan mempunyai tsaqofah Islam serta ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia.Islam juga memandang pendidikan sebagai salah
satu sarana membentuk generasi penerus yang berkualitas yaitu dengan menetapkan
kurikulum berbasis akidah Islam dan menerapkan pembiayaan yang murah dalam pendidikan
sehingga mudah diakses oleh masyarakat.
Saran
Melihat fakta pendidikan di Indonesia yang tengah terpuruk karena mengakarnya sistem
kapitalisme dalam pendidikan, kita turut prihatin dengan masa depan bangsa ini. Karena bila
terus dibiarkan maka masa depan bangsa akan terus terpuruk. Penerapan sistem pendidikan
Islam sebagai solusi tuntas pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri.Namun memang
harus ada upaya untuk merealisasikannya.Hal ini tidak lepas dari upaya kita untuk bisa
menegakkan hukum syara’ yang mesti ditopang oleh negara yang mau menerapkan Islam
secara kaffah. Dan membuang akar masalah pendidikan yaitu menancapnya sistem
sekulerisme yang menghasilkan kapitalisasi pendidikan.
43
ISSN 1693-7945
Vol. VI, No. 12, Nov 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman Al-Baghdadi. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bangil:Al-Izzah
Muhammad Shidiq Al-Jawi.2006. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Diakses
di www.khilafah1924.org
UU No.20 .2003.Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19. 2005.Tentang Standar Nasional Pendidikan
Kemendiknas. 2006.Permendiknas No. 45Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
Media Cetak:
Kompas,5/9/2001;
Pikiran Rakyat, 06/10/2002;
Republika, 10/5/2005;
Republika, 13/7/2005;
Pikiran Rakyat,15/07/2005;
Kompas, 6/2/2007;
Koran Tempo, 07/03/2007.
Website:
www.suara pembaruan.com/16 juli2004;
www.undp.org/hdr2004 ;
www.worldbank.com;
www.republikaonline.com;
www.indonesia.go.id (Senin12/2/07);
www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007;
www.Pikiran Rakyat.com (03/2004);
www.Klik-galamedia.com, (08 Februari 2007);
www.tempointeraktif.com;
www.bapedajabar.go.id/2006.
www.tempointeraktif.com (8/3/2007)
44
Download