cover kalkir.FH11

advertisement
Edisi Mei 2006
warta
ILO JAKARTA
dari Kami
Yang perlu disoroti adalah pelatihan bagi para staf
konsuler dan atase ketenagakerjaan yang bekerja di
konsulat-konsulat Indonesia tentang bagaimana
menyikapi masalah yang dihadapi pekerja rumah tangga
migran Indonesia di sejumlah negara. Kerjasama ini dijalin
dengan Departemen Luar Negeri dan Departemen Tenaga
Kerja berjalan baik dan meningkatkan kualitas layanan
perlindungan bagi para pekerja migran Indonesia. Untuk
mengisahkan “perjuangan” para pekerja migran ini, ILO
mensponsori wartawan Dewi Anggraeni menulis buku
bertajuk ‘Dreamseekers’.
© ILO
2006 tengah berjalan, dengan sejumlah program
aktif ILO dan para mitranya di Indonesia dan Timor Leste.
Selanjutnya, berbagai upaya dijalankan untuk
meningkatkan kondisi pekerja rumah tangga. Sebagai contoh
adalah peluncuran ‘Panduan Kebijakan tentang Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga’ oleh Kementerian Negara
PEKERJAAN YANG LAYAK
DI TINGKAT NEGARA
2006 – 2009
Mendukung Indonesia melangkah maju
dengan tujuan-tujuan pekerjaan yang
layak melalui program dan kegiatan di tiga
bidang utama:
º
MENGHAPUSKAN EKSPLOITASI DI TEMPAT KERJA
Š Kemajuan efektif dengan Rencana Aksi Nasional tentang
Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak.
Š Meningkatkan Manajemen Migrasi Kerja dan Perlindungan
yang lebih baik bagi pekerja Indonesia, khususnya pekerja
rumah tangga.
º
PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA GUNA MENGURANGI
KEMISKINAN DAN PEMULIHAN MATA PENCAHARIAN,
TERUTAMA KAUM MUDA
Š Target ketenagakerjaan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah melalui kebijakan dan program dengan penekanan
pada pertumbuhan ketenagakerjaan pro-kaum miskin.
Š Pelaksanaan program ketenagakerjaan dan mata pencaharian
yang intensif untuk wilayah terkena dampak krisis, khususnya
Aceh, Sumatra Utara dan sejumlah wilayah Indonesia timur.
Š Sistem dan kebijakan pendidikan dan pelatihan untuk
membekali kaum muda dengan kemampuan kerja dan
kewirausahaan
º
DIALOG SOSIAL UNTUK PERTUMBUHAN EKONOMI SERTA
PRINSIP DAN HAK MENDASAR DI TEMPAT KERJA
Š Penerapan peraturan dan praktik ketenagakerjaan sejalan
dengan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja,
termasuk dengan memperkokoh administrasi ketenagakerjaan.
Š Pengusaha dan pekerja melalui kerjasama bipartit mencapai
hasil mengenai fleksibilitas pasar kerja dan keamanan kerja
º
Bidang penting lainnya bagi dukungan ILO terkait dengan
program kesetaraan jender dan pengembangan HIV/AIDS
di tempat kerja, serta meningkatkan jaminan sosial melalui
kesehatan dan keselamatan kerja.
dari kiri ke kanan: Peter Rademaker (Wakil Direktur ILO di Indonesia), Erman Suparno
(Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), dan Alan Boulton (Direktur ILO di Indonesia).
Pemberdayaan Perempuan, dalam sebuah acara yang dihadiri
ratusan pekerja rumah tangga. Panduan tersebut memberikan
pejabat pemerintah lokal saran-saran kongkrit mengenai
bagaimana menyikapi berbagai masalah yang dihadapi pekerja
rumah tangga.
Akhir Desember merupakan peringatan setahun bencana
tsunami yang meluluhlantakkan Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.
Program ILO terus memberikan kontribusinya dalam program
rehabilitasi yang disusun oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi
(BRR). Upaya yang dijalankan terfokus pada usaha menyediakan
peluang kerja bagi masyarakat Aceh dan Nias melalui sebuah
program komprehensif, termasuk pelatihan keterampilan,
pengembangan kewirausahaan dan layanan ketenagakerjaan.
Kaum perempuan, khususnya, terbilang aktif dalam membangun
kembali mata pencaharian keluarga mereka dan para hari
Perempuan Internasional, ILO menganugerahkan penghargaan
kepada sejumlah pengusaha perempuan yang sukses.
ILO pun kini mulai menjalankan program di Papua, salah
satu kepulauan Indonesia yang sangat luas. Wilayah ini masih
terbilang terbelakang dan miskin, meski terkenal kaya akan sumber
daya alam. ILO saat ini bekerjasama dengan pemerintah dan
masyarakat setempat untuk membantu dan memberdayakan
masyarakat perdesaan akan peluang memperoleh pendapatan.
Di tingkat nasional di Indonesia, ILO memberikan dukungan
terhadap para konstituen tripartit berkenaan dengan revisi
peraturan ketenagakerjaan. Proses dialog sosial yang harmonis di
semua tingkatan dinilai sebagai jalan keluar terbaik untuk
mencapai keputusan bersama mengenai bagaimana
mengombinasikan kebutuhan akan iklim usaha dan investasi yang
positif dengan perlindungan terhadap pekerja.
Di Timor Leste, Pemerintah baru-baru meluncurkan laporan
tentang Menjadikan Pengurangan Kemiskinan sebagai Tujuan
Nasional (Making Poverty Reduction a National Cause),
menegaskan bahwa penciptaan peluang kerja merupakan satusatunya jalan keluar dari kemiskinan. ILO memberikan dukungan
terhadap Departemen Tenaga Kerja dalam penyusunan paket
layanan mengenai pelatihan keterampilan, pengembangan usaha
dan akses akan anggaran agar masyarakat desa dapat
mengembangkan peluang kerja.
‘Program Pekerjaan yang Layak di Tingkat Negara’ bagi
Indonesia dan Timor Leste menyikapi tantangan kebijakan krusial
yang dihadapi masing-masing negara. Ini dapat dilihat dari
besarnya permintaan agar ILO dapat memberikan bantuan teknis
kepada para konstituen dan mitra. Memberikan dukungan dan
mencapai dampak nyata menjadi obyektif kami di tahun 2006.
pekerja ANAK
MENGHAPUSKAN pekerja
n
a
k
i
d
i
d
n
e
p
i
u
l
a
l
e
m
anak
anak) tapi sayangnya peraturan
tersebut tidak berjalan dengan
baik dan program yang
menangani masalah ini belum
maksimal,” kata dia.
Data dari Survei Sosial
dan Ekonomi Nasional
menyatakan bahwa terdapat
sekitar 4 juta anak di bawah
usia 15 tahun yang tidak
bersekolah, dengan 1,5 juta
di antaranya bekerja. Studi
ILO terbaru mengenai sikap
atas pekerja anak dan
pendidikan menemukan
bahwa hanya setengah dari
orangtua yang mengetahui
kebijakan pemerintah
mengenai pendidikan dasar
sembilan tahun. Studi yang
sama menemukan bahwa
permasalahan berkenaan
dengan biaya pendidikan
dan akses atas sekolah
merupakan hal-hal penting
yang mempengaruhi putus
sekolah.
”KEBIJAKAN pemerintah mengenai wajib belajar
sembilan tahun bagi seluruh anak merupakan alat yang
terpenting untuk memerangi masalah pekerja anak. Kita harus
menemukan cara untuk memastikan anak-anak tersebut
bersekolah, paling sedikit selama sembilan tahun,” ujar Patrick
Quinn, Kepala Penasihat Teknis untuk Program Internasional
ILO mengenai Penghapusan Pekerja Anak, dalam seminar satu
hari yang digelar oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
dan ILO pada Februari di Jakarta.
Sebagai bagian dari upaya mengurangi pekerja
anak, PGRI bersama ILO menjalankan program pendidikan di
sekolah guna menginformasikan para siswa mengenai manfaat
pendidikan. “PGRI telah memperkenalkan program ini di 40
sekolah menengah pertama dengan 7.500 siswa. Hasilnya, 97
persen siswa menamatkan studi mereka dan melanjutkan ke
sekolah menengah atas, demikian diungkapkan anggota PGRI Jawa
Barat Entis Sutisna. Program ini mencakup paket informasi, yang
juga dapat digunakan oleh orangtua, pemuka masyarakat,
pengusaha dan pejabat pemerintah setempat.
“Guru berperan penting dalam mencegah putus sekolah.
Sehari-hari, guru dapat memantau anak-anak yang bermasalah,
mereka mengetahui siapa saja yang sering tidak masuk sekolah dan
mereka pun dapat memantau anak-anak yang rentan putus
sekolah,” ujar Patrick mengomentari pentingnya peranan pendidik
dalam menanggulangi pekerja
anak.
Para pendidik ini duduk bersama untuk membahas
masalah pekerja anak dan pendidikan, seperti biaya pendidikan,
akses atas sekolah di perdesaan dan daerah terpencil, serta apa
yang dapat dilakukan oleh
PGRI untuk mengurangi angka
Guru berperan penting dalam mencegah
putus sekolah dan
menanggulangi pekerja anak.
putus sekolah. Sehari-hari, guru dapat
Seminar ini pun berupaya
memantau anak-anak yang bermasalah,
menentukan langkah
bagaimana para guru dapat
mereka mengetahui siapa saja yang sering
mendukung usaha-usaha
tidak masuk sekolah dan mereka pun
penanggulangan pekerja anak.
“
dapat memantau anak-anak yang rentan
sekolah.
Para pendidik sepakat
putus
bahwa akar permasalahan
adalah kurangnya pendidikan.
Aloysius Mathews,
Koordinator Regional Asia-Pasifik dari Education Internasional,
menegaskan langkah awal terpenting adalah bagi pemerintah
mendanai program pendidikan sembilan tahun dengan lebih
baik serta meningkatkan rekrutmen guru. “Indonesia telah
memiliki peraturan yang memadai (berkenaan dengan pekerja
2
”
Untuk mengurangi tingkat
putus sekolah, sangat diperlukan
kebijakan yang dapat membantu
anak untuk tetap bersekolah, serta
tindak lanjut aktif apabila anak
berhenti bersekolah sebelum
menyelesaikan pendidikan dasar
sembilan tahun.
Pertemuan ini dihadiri wakil
PGRI di tingkat nasional maupun
lokal, termasuk Dr. Surya Dharma, Direktur Tenaga Kependidikan,
Departemen Pendidikan Nasional, Nur Asiah, Direktur Pengawasan
Norma Kerja dan Anak, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, perwakilan ILO dan Education International, sebuah
organisasi guru internasional.
hak di TEMPAT KERJA
Meningkatkan HUBUNGAN INDUSTRIAL
melalui perundingan dengan itikad baik
ILO, melalui Proyek Deklarasi ILO/AS tentang
Hubungan Industrial, menggelar serangkaian Seminar Tripartit
Nasional tentang Perundingan dengan Itikad Baik di Jakarta
dan Balikpapan pada 7 dan 9 Februari. Rangkaian seminar ini
bertujuan meningkatkan sistem hubungan industrial melalui
perbandingan informasi tentang bagaimana melakukan
negosiasi dan perundingan bersama berlandaskan itikad baik
mengenai masalah ketenagakerjaan, kondisi kerja, dan
hubungan pekerja-manajemen secara keseluruhan.
Seminar ini diselenggarakan oleh Giuseppe Casale
(Deputi Direktur untuk Dialog Sosial) dan Alagandram
Sivananthiram (Spesialis Administrasi Perburuhan Senior)
dari ILO Jenewa. Mereka menyampaikan pengalaman dan
praktik perbandingan dari beragam negara dan benua.
Sumber-sumber lainnya, di antaranya, termasuk Rekson
Silaban (Presiden KSBSI), Haryono Darudono (Kepala
Apindo), Gunawan Wibowo (Kepala Apindo Kalimantan
Timur), dan Thamrin (Dinas Tenaga Kerja Kalimantan
Timur).
Konsep perundingan dengan itikad baik memiliki
sejumlah pengertian tergantung dari sistem hubungan industrial
yang berlaku. Konsep yang berlaku umum adalah “kewajiban
untuk berunding” atau “kewajiban untuk bernegosiasi”.
Sedangkan perbedaan utama, apabila ada, terletak pada sejarah
yang melatarbelakangi sebuah negara—sebagian negara merasa
perlu untuk secara khusus merumuskan dalam peraturan
perundangan mereka bahwa “kewajiban untuk berunding”
artinya “melakukan perundingan dengan itikad baik”, namun
sebagian negara tidak merasakan perlu untuk menjelaskan
secara detil.
Kewajiban berdasarkan hukum untuk berunding dengan
itikad baik berlaku dan dijalankan di negara-negara seperti
Amerika Serikat dan Kanada. Praktik di lapangan
memperlihatkan bahwa perundingan dengan itikad baik
berjalan dengan sangat baik dalam kerangka kerja yang
memberikan solusi perselisihan melalui mediasi dan mekanisme
lainnya. Dalam kasus-kasus yang tidak melibatkan kedua belah
pihak yang bersangkutan, dewan ketenagakerjaan dan
pengadilan mengeluarkan keputusan berdasarkan prinsip dan
interpretasi yang berlaku konsisten.
© ILO
Setelah pembahasan mengenai situasi hubungan
industrial saat ini, sejumlah rekomendasi disusun untuk
menerapkan perundingan bersama secara lebih baik lagi di
tingkat perusahaan. Rekomendasi-rekomendasi ini menyoroti
pentingnya pelaksanaan perundingan murni untuk
menghilangkan praktik-praktik industrial dan ketenagakerjaan
yang tidak adil, seperti yang terjadi saat ini di sejumlah besar
perusahaan, serta pentingnya mereplikasi seminar sejenis
sesering mungkin di berbagai wilayah di Indonesia. Namun,
tiada kesepakatan tentang pendekatan terbaik dalam
mempromosikan itikad baik di Indonesia, apakah harus
melalui peraturan atau cukup berdasarkan upaya sukarela dari
pihak-pihak yang terlibat.
APAKAH Perundingan Itikad Baik?
dari kiri ke kanan: Prof. Jose Gatchalian (Universitas Filipina), Alan Boulton
(Direktur ILO di Indonesia), Susanto (Wakil Direktur Lembaga Hubungan
Industrial, Depnakertrans), dan Haryono Darudono (Wakil Sekjen Apindo).
KERJASAMA Pekerja Manajemen
Dengan semangat mendorong hubungan industrial yang sehat dan
harmonis di tingkat perusahaan, lokakarya dua hari diselenggarakan di
bulan Maret mengenai kerjasama pekerja manajemen bagi para
perwakilan pekerja dan manajemen yang sebelumnya berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan percontohan. Lokakarya ini membuka peluang
untuk berbagi praktik, strategi dan pengalaman yang ditujukan untuk
menyikapi permasalahan yang dihadapi dan mempromosikan kerjasama
bipartit di tempat kerja.
“Kegiatan ini merupakan salah kegiatan yang paling popular dan
diminati karena sejalan dengan pendapat umum yang menilai hubungan
bipartit yang baik merupakan kunci dari perdamaian industrial,” ujar
Carmelo Noriel, Kepala Penasihat Teknis dari Proyek Deklarasi ILO/AS
tentang Hubungan Industrial. Lokakarya ini dilaksanakan oleh Prof. Jose
Gatchalian dari Universitas Filipina. Ia memiliki pengalaman nasional dan
internasional yang luas dalam mempromosikan kerjasama pekerja dan
manajemen selama bertahun-tahun.
FORUM NASIONAL tentang
Studi Riset Ketenagakerjaan
Forum Nasional tentang Studi dan Riset
Ketenagakerjaan yang memberikan kesempatan bagi para
akademisi dari beragam universitas, pejabat pemerintah dan
mitra-mitra sosial lainnya (pekerja dan pengusaha) diadakan
pada 23 Maret di Jakarta. Forum ini bertujuan untuk saling
bertukar pandangan dan pengalaman mengenai perlunya
melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yang
dibutuhkan pasar kerja, serta memahami dengan lebih baik
isu-isu tentang hubungan industrial dan ketenagakerjaan
dengan meningkatkan kapasitas dalam penelitian dan
pengajaran studi-studi ketenagakerjaan di Indonesia.
Kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari Simposium ILO
tentang Studi-studi Ketenagakerjaan yang diselenggarakan
pada 2004.
3
hak di TEMPAT KERJA
DAFTAR ISI
1
Dari Kami
Pekerja Anak
2
Berita Foto:
MENCARI KEADILAN untuk
Pahlawan Devisa
Menghapuskan Pekerja Anak melalui Pendidikan
Hak di Tempat Kerja
3
3
3
3
Meningkatkan Hubungan Industrial melalui
Perundingan Itikad Baik
Apakah Perundingan Itikad Baik itu?
Kerjasama Pekerja Manajemen
Forum Nasional tentag Studi Riset Nasional
Proyek Pekerja Rumah Tangga: Pencapaian
hingga saat ini
5
Dreamseekers: Perempuan Indonesia sebagai
Pekerja Rumah Tangga di Asia
5
4
Mencari Keadilan untuk Pahlawan Devisa
Ketenagakerjaan
6
ILO di Papua: Membebaskan Kemiskinan dan
memperkokoh Mekanisme Perdamaian
7
Ketenagakerjaan Muda: Tujuan Global, tantangan
Nasional
Perlindungan Sosial
HIV/AIDS di Tempat Kerja: Memberdayakan
Serikat Pekerja dan Pekerja Migran
8
Dialog Sosial
9
Penting, Peran Hubungan Industrial yang
Harmonis dalam Pembangunan Kembali Aceh
9
Sekilas: Kegiatan Pekerja
Jender
Pengusaha Perempuan Aceh Terbaik 2006
10
11
Indonesia promosikan Kesetaraan Jender di
Tempat Kerja
10
11
Cuplikan
11
12
Agenda
Buku
Kolom
Smart Workers adalah bincang-bincang radio
interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM
yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran
mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi
Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang
isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM !
4
Selama lebih dari satu dekade ini Indonesia merupakan negara
pengirim pekerja migran kedua terbesar setelah Filipina. Mayoritas
dari mereka adalah perempuan dan bekerja sebagai pekerja rumah
tangga di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Hongkong,
Taiwan dan Saudi Arabia. Meski diberitakan secara luas, kebanyakan
dari mereka masih menjadi korban penganiayaan.
Karenanya, ILO bersama SmartFM menggelar bincang-bincang
radio bertajuk “Mencari Keadilan bagi Pahlawan Devisa Indonesia”
pada 20 Februari di Jakarta. Acara ini menampilkan Mardjono
(Direktur Perlindungan dan Advokasi, Departemen Tenaga Kerja),
Munarman (Direktur Eksekutif YLBHI), Felixson Silitonga (Konsorsium
Pembela Buruh Migran Indonesia/Kopbumi), Miftah (Ketua Serikat
Buruh Migran Indonesia/SBMI) dan Asenaca Colawai (ILO). Bincangbincang ini disiarkan langsung di seluruh jaringan radio SmartFM di
Jakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar,
Manado, Palembang, Pekan Baru dan Medan. Acara ini dihadiri
sekitar 50 orang dari berbagai organisasi.
© Dani, SmartFM
hak di TEMPAT KERJA
Proyek Pekerja Rumah Tangga: PENCAPAIAN
menjalankan beragam kegiatan, dari pembangunan kapasitas,
penelitian, advokasi publik hingga peningkatan kesadaran dan
kegiatan berbasis komunitas. Proyek ini bertujuan menangani
kebutuhan dan aspirasi pekerja rumah tangga di Indonesia dan
Filipina, baik nasional maupun internasional, mengingat mereka
sangat rentan atas kerja paksa dan perdagangan.
Proyek pun mendukung kegiatan serupa di tingkat
provinsi di Surabaya dan Yogyakarta untuk mengembangkan
peraturan daerah mengenai perlindungan terhadap pekerja
rumah tangga. Menjelang penyempurnaan, ILO mendukung
kegiatan kampanye advokasi dan peningkatan kesadaran,
termasuk diskusi meja bundar berdasarkan pengalaman terbaik
dari Indonesia dan negara lain, pemberitaan mengenai
kemajuan dari rancangan peraturan tersebut serta pertemuan
Dreamseekers:
Perempuan Indonesia sebagai Pekerja Rumah
Tangga di Asia
ILO mendukung dokumentasi jurnalistik mengenai pekerja rumah tangga
migran yang dirangkai oleh jurnalis Dewi Anggraeni. Ia merupakan koresponden
Tempo untuk Australia dan penyumbang tulisan tetap di The Jakarta Post. Buku
berjudul Dreamseekers: Indonesian Women as Domestic Workers in Asia tidak
hanya terfokus pada perspektif situasi pekerja rumah tangga di Singapura, Hongkong,
dan Malaysia, namun juga menggambarkan perspektif pengusaha dan badan
penyalur gua memberikan analisis yang lengkap dan realistis. Buku ini membeberkan
dunia tersembunyi pada pembantu rumah tangga dari semua sudut, dan dengan
hidup menggambarkan perjuangan dan keberhasilan mereka. Buku ini diluncurkan
pada 6 April 2006, bekerjasama dengan Equinox Publishing. Buku ini tersedia online
dan toko-toko buku di Indonesia, Malaysia, Hongkong dan Amerika Serikat.
Pembangunan Kapasitas Mitra Kerja
Pelatihan regional pertama berlangsung di Kuala Lumpur.
Dilaksanakan oleh para pelatih utama ILO dari Departemen Luar
Negeri, pelatihan ini dihadiri pejabat dan staf kedutaan
Indonesia dari Malaysia dan Singapura pada Desember 2005.
Berdasarkan tanggapan positif dari pelatihan tersebut,
Departemen Tenaga Kerja menggali kemungkinan mendirikan
forum tetap di Malaysia, di mana masyarakat Indonesia dan
Malaysia yang menaruh perhatian khusus pada permasalahan
yang dihadapi pekerja migran Indonesia dapat saling bertukar
pendapat. Selanjutnya, ILO bersama pemerintah saat ini tengah
meningkatkan mekanisme pengawasan bagi para pejabat di
Indonesia dan luar negeri guna meningkatkan efektivitas
perlindungan pekerja migran. Manual pelatihan yang dirancang
bagi staf konsuler Indonesia sedang dalam proes penyusunan
untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas pejabat dan
pegawai pemerintah.
© ILO
PROYEK Pekerja Rumah Tangga ILO telah secara aktif
hingga saat ini
Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, menandatangani sampul
Dreamseekers secara simbolis untuk menandai peluncuran
dengan masyarakat untuk memastikan keikutsertaan para pihak
yang berkepentingan.
Kode Etik dan Materi Informasi bagi
Badan Penyalur
Bersama dengan APPSI (Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah
Tangga Indonesia), ILO telah menghasilkan kode etik bagi badan
penyalur dengan berbagai kegiatan tambahan seperti seminar atau
lokakarya. Tujuannya untuk meningkatkan profesionalitas dan
kompentensi dari badan-badan penyalur sekaligus meningkatkan
kesadaran mengenai tanggung jawab majikan, memberikan
bantuan yang memadai bagi pekerja rumah tangga yang
membutuhkan, serta meningkatkan pemahaman akan hak-hak
pekerja rumah tangga. Poster dan lembaran informasi pun turut
disebarluaskan.
Pengembangan Advokasi dan Kebijakan
dari Kerangka Hukum
Kegiatan Berbasis Masyarakat bagi
Pekerja Rumah Tangga
Di tingkat nasional, prioritas ILO adalah mendukung
kebijakan legislatif untuk perundangan nasional tentang
perlindungan pekerja rumah tangga. Kampanye ini terdiri dari
tiga komponen: rancangan perundangan nasional mengenai
pekerja rumah tangga, lobi dengan badan legislatif serta
peningkatan kesadaran. ILO pun mendukung JALA dalam
menyosialisasikan isi perundangan tersebut kepada berbagai
pihak terkait, termasuk komisi parlemen dan pembuat kebijakan
nasional. Rancangan perundangan tersebut kini ditunda untuk
dengar pendapat di DPR.
ILO telah meluaskan dukungannya untuk menjangkau dan
memberdayakan pekerja rumah tangga yang dilakukan melalui
Rumpun Gema Perempuan (RGP) di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Program perluasan ini menekankan pentingnya pengorganisasian
pekerja rumah tangga dan mendorong mereka bergabung ke dalam
serikat pekerja. Program pun akan meningkatkan kerjasama antara
organisasi pekerja rumah tangga dan serikat pekerja untuk semakin
menguatkan aspirasi pekerja rumah tangga mengenai kebutuhan
dan hak mereka di Indonesia dan luar negeri.
5
ketenagaKERJAAN
ILO di Papua:
MEMBEBASKAN dari Kemiskinan
dan Memperkokoh
MEKANISME PERDAMAIAN
MENYIKAPI semakin
meluasnya kemiskinan dan
marjinalisasi kalangan komunitas
adat terpencil di Papua, sebuah
proyek baru ILO yang bertujuan
mengurangi kemiskinan dan
memperkokoh mekanisme
perdamaian dan pelaksanaan
pembangunan didirikan. Proyek
ini, yang akan berjalan selama
tiga tahun, didanai Pemerintah
Jepang melalui UN Trust Fund
for Human Security.
Sebuah Kesepakatan
Bersama ditandatangani antara
ILO dan Pemerintah Provinsi
Papua pada November 2005.
Kesepakatan tersebut mengacu
pada Peraturan Otonomi Khusus
(Otsus) sebagai landasan
kerjasama antara kedua belah
pihak. “Selain proyek-proyek
© ILO
yang saat ini sedang dijalankan,
termasuk pencegahan HIV/AIDS dan pelatihan tentang
kewirausahaan berbasis komunitas, ILO akan segera
mengembangkan program yang lebih besar lagi bersama
dengan pemerintah dan badan-badan PBB terkait,” kata Alan
Boulton, Direktur ILO di Indonesia, saat penandatanganan.
“
Hasil kajian kebutuhan pembangunan Papua mengindikasikan Provinsi ini sebagai salah
satu provinsi termiskin di Indonesia, kendati kaya akan mineral, minyak dan gas serta
kekayaan laut dan hutan. Lebih dari 42 persen masyarakat Papua hidup di bawah garis
kemiskinan nasional.
Hasil kajian kebutuhan pembangunan Papua
mengindikasikan Provinsi ini sebagai salah satu provinsi
termiskin di Indonesia, kendati kaya akan mineral, minyak dan
gas serta kekayaan laut dan hutan. Lebih dari 42 persen
masyarakat Papua hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Mayoritas dari mereka berasal dari 250 kelompok suku, yang
mewarnai keanekaragaman karakter sosial dan budaya.
Komunitas adat Papua memiliki partisipasi ekonomi yang
terbatas akibat kurangnya pendidikan dan keterampilan. Mereka
umumnya hidup di daerah perdesaan dengan mata pencaharian
marjinal, pengangguran yang tinggi, kesehatan yang buruk serta
tingginya buta aksara.
Domingo Nayahangan, Kepala Penasihat Teknis Proyek,
menjelaskan bahwa Proyek menerapkan pendekatan partisipatif
dalan pengurangan kemiskinan dan pengembangan masyarakat.
“Hasil dari kegiatan pelaksanaan percontohan di negara-negara
lain, termasuk Filipina, mengindikasikan bahwa pendekatan ini
dapat menjadi perangkat yang efektif untuk mempromosikan
kemandirian di kalangan kelompok-kelompok yang
termarjinalisasi, terutama komunitas adat terpencil,” kata
Domingo.
6
Berdasarkan konsultasi dengan badan pemerintah
setempat serta perwakilan dari komunitas adat terpencil,
Dominggo menyatakan bahwa Proyek telah mengidentifikasikan
sejumlah tujuan: (1) Mempromosikan peluang kerja dan mata
pencaharian yang berkelanjutan melalui pengembangan
”
keterampilan dan dukungan atas usaha kecil dan koperasi; (2)
Berperan dalam layanan kesehatan dan pendidikan di wilayah
percontohan; (3) Mempromosikan kesetaraan jender, terfokus
pada peranan kaum perempuan di komunitas adat terpencil;
dan (4) Berperan dalam memperkuat mekanisme perdamaian
dan pembangunan.
Empat kecamatan telah diidentifikasi oleh pemerintah
setempat sebagai wilayah percontohan: Muara Tami di Kota
Jayapura, Kemtuk Gresi di Kabupaten Jayapura dan Kebar serta
Tanah Rubuh di Kabupaten Manokwari. Muara Tami dan Tanah
Rubuh merupakan daerah pantai yang dihuni oleh warga Papua
dan non-Papua; sementara Kemtuk Gresi dan Kebar merupakan
daerah perdesaan yang umumnya ditempati warga Papua.
“Masyarakat di keempat wilayah ini menyatakan antusiasme
mereka terlibat dalam proses pembangunan partisipatif
berdasarkan kebutuhan masyarakat. Ini merupakan pendekatan
baru bagi kebanyakan mereka dan berperan besar mendorong
kemandirian di tingkat desa,” Domingo menjelaskan.
ketenagaKERJAAN
Ketenagakerjaa Muda: TUJUAN GLOBAL,
Tantangan Nasional
DUNIA saat ini menghadapi krisis terkait pekerja muda.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, pengangguran muda
cenderung tiga kali lebih besar ketimbang kaum dewasa. Baik
negara-negara maju maupun berkembang gagal meningkatkan
kesempatan kerja bagi kaum muda. Di tingkat regional,
Pemerintah Daerah Jawa Timur meluncurkan strategi
ketenagakerjaan muda provinsi, dengan menekankan pada
“kemampuan kerja dan kewirausahaan”. Ke-38 kabupaten
didorong untuk menerapkan strategi tersebut.
“Mengaitkan dan memadu” keterampilan dengan dunia
kerja akan lebih terpadu dengan peluncuran dua Panduan
Saku—bagi para pencari kerja dan mentor. Para mentor dapatlah
orangtua, guru, pemuka masyarakat, kakak/abang ataupun
teman, yang dapat membantu menyelesaikan panduan tersebut
dan mengaitkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
sikap akan pelatihan mendatang dan pekerjaan yang lebih baik.
© ILO
Di tingkat nasional, Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum
Muda melakukan proses sosialisasi Rencana Aksi Nasional
tentang Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (IYEAP),
yang diawali dengan sebelas provinsi, selama April dan Mei
tahun ini. Ketua Jejaring yang baru adalah Dr. Komara Djaja,
dengan wakilnya Sekretaris Jenderal dari Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Harry Heriawan Saleh.
Departemen Tenaga Kerja dan
Pendidikan Nasional menyiapkan program
pendidikan kewirausahaan dan memulai
usaha dengan menggunakan metodologi
dan perangkat Mengetahui tentang Bisnis
(Know About Business/KAB) dan Memulai
Usaha Sendiri (Start Your Business/SYB) di
balai-balai pelatihan dan sekolah menengah
kejuruan.
Pencari kerja muda dengan minat akan kewirausahaan
pun akan dapat mengakses pelatihan melalui balai pelatihan
milik pemerintah maupun swasta, termasuk melalui layanan
ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja.
Di Aceh, program usaha, dibangun berdasarkan kegiatan
SYB yang ada, berkembang pesat dengan bantuan 1,02 juta
dolar Amerika dari Pemerintah Kanada dengan program
pendidikan kewirausahaan muda bagi mereka yang masih
bersekolah maupun tidak serta para pencari kerja muda.
Dengan bantuan teknis dari ILO, program ini akan terfokus pada
upaya meningkatkan dan memperluas jangkauan program KAB
dan SYB, serta program pengembangan usaha dan layanan
keuangan melalui badan milik pemerintah maupun swasta.
REDAKSI
Pemimpin Redaksi: Alan Boulton
Wakil Pemimpin Redaksi: Peter Rademaker
Editor Eksekutif: Gita Lingga
Koordinator Editorial: Gita Lingga
Alih Bahasa: Gita Lingga
Sirkulasi: Budi Setiawati
Kontributor: Asenaca Colawai, Casper Johansson, Carmelo
Noriel/Lusiani Julia, Dede Shinta Sudono, Dewayani Savitri,
Domingo Nayahangan, Galuh S. Wulan, Gita Lingga, Peter
Rademaker, Tauvik Muhamad, dan Margaret Reade Rounds.
Desain & Produksi: Ikreasi
Di Jawa Tengah, kursus singkat selama tiga hari guna
meningkatkan keterampilan pekerja muda dan pemilik/manajer
usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor perabot kayu
menggarisbawahi serius dan mendesaknya kebutuhan UKM
untuk meningkatkan kualitas pekerja dan produk, atau menjadi
korban ketimbang penerima manfaat dari pesatnya globalisasi.
Gubernur Jawa Tengah baru-baru ini meminta dukungan Jejaring
Ketenagakerjaan Muda atas masalah ketenagakerjaan muda,
khususnya di bidang perabotan kayu.
Kantor ILO Jakarta, melalui program ketenagakerjaan
muda, melanjutkan kegiatannya sejalan dengan Tim Koordinasi
Jejaring dan pihak terkait lainnya. Direktur ILO, Alan Boulton,
memastikan kembali komitmen ILO untuk mendukung Indonesia
menerapkan rencana aksi nasionalnya. Berkenaan dengan
Jejaring Ketenagakerjaan Muda global (YEN), PBB di Indonesia
meluncurkan Kelompok Tema mengenai Kaum Muda dan
menegaskan kembali komitmen badan-badan PBB untuk saling
bekerjasama dalam UN Development Assistance Framework
(UNDAF). Mitra utama lainnya, Bank Dunia, pun menjalankan
berbagai langkah yang sama.
Warta ILO Jakarta
Menara Thamrin Building
Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia
Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766
Email: [email protected], Website: www.ilo.org/jakarta
Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang
bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di
Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun
serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di
dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.
7
perlindungan SOSIAL
Memberdayakan SERIKAT PEKERJA
dan PEKERJA MIGRAN
Saat ini, 8.000 orang akan kehilangan hidup mereka
karena HIV/AIDS dan 14.000 lainnya—10 orang setiap
menitnya—akan terinfeksi. Realitas wabah ini lebih
menggenaskan ketimbang prediksi terburuk 10 tahun lalu.
Wabah ini merupakan tantangan terbesar bagi dunia kerja
karena menggerogoti jumlah angkatan kerja dan mengancam
kehidupan para pekerja dan keluarga mereka.
Sejak penandatanganan Deklarasi Komitmen Tripartit
Nasional untuk Menanggulangi HIV/AIDS di Dunia Kerja pada
2003, sejumlah kegiatan peningkatan kesadaran telah
dilaksanakan untuk membangun pemahaman tentang dampak
HIV/AIDS sebagai upaya mendidik dan memberdayakan
pemerintah, pengusaha dan pekerja agar dapat mengambil
tindakan kongkrit. Alhasil, setelah mengenali dampak HIV/AIDS,
salah satu dari federesi pekerja nasional, KSBSI Jawa Timur,
mengembangkan kebijakan mengenai HIV/AIDS guna
mencegah penyebab transmisi HIV/AIDS dan menghapuskan
stigma serta diskriminasi dalam keorganisasian dan keanggotaan
mereka. Kebijakan tersebut meliputi isu-isu tentang informasi
dan pendidikan pencegahan, perawatan dan dukungan serta
stigma dan diskriminasi.
Berkenaan dengan pekerja migran dan HIV/AIDS, tes HIV
merupakan kewajiban bagi para pekerja yang bekerja di luar
negeri. Menurut Himpunan Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja
Indonesia (Hiptek), dari 145.289 pekerja migran perempuan
yang pergi ke Timur Tengah, 131 positif HIV. Mereka yang
hidup dengan HIV dinyatakan tidak mampu bekerja dan
umumnya dikembalikan ke desa mereka tanpa bantuan atau
pertolongan lebih lanjut, dan bahkan tanpa mengetahui apakah
HIV itu. Masalah lainnya adalah tidak tersedianya panduan
mengenai tes HIV bagi pekerja migran, serta kurang
kompetennya para instruktur dan tidak tersedianya materi
informasi yang memadai untuk mendukung proses
pembelajaran pada tahap pra-keberangkatan.
Menanggulangi permasalahan tersebut, ILO di bawah
Program Pendidikan HIV/AIDS di Tempat Kerja, bekerjasama
dengan Komisi AIDS Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Departemen Kesehatan, Apjati, Hiptek dan LSM
telah menerapkan sejumlah kegiatan tersebut:
ƒ Menyusun strategi dan rencana aksi nasional melalui respons
beragam pihak yang berkepentingan.
ƒ Meningkatkan kualitas dan jangkauan informasi tentang HIV/
AIDS pada tahap pra-keberangkatan.
ƒ Meningkatkan materi informasi, pendidikan dan komunikasi
untuk disebarluaskan.
ƒ Menyusun panduan untuk meminimalisir dampak dari
kewajiban melakukan tes HIV guna memastikan pekerja
migran terinformasi baik sebelum pengetesan.
ƒ Menyusun sistem rujukan setelah tes bagi mereka yang positif
atau bagi mereka yang membutuhkan konseling lebih lanjut.
ƒ Menjalankan pendekatan yang lebih komprehensif untuk
mengubah sikap pekerja migran yang berisiko tinggi atau
mereka yang berada di situasi rentan.
ƒ Advokasi untuk peningkatan pelaksanaan tes wajib dan akses
atas lingkungan di tingkat regional.
Cuplikan
Acara ini disiarkan langsung setiap
Jumat, sejak Maret 2006, dari pukul
06.30 - 07.00, yang mengangkat isu-isu
yang terkait dengan kegiatan ILO di
Indonesia, yang bervariasi dari masalah
hubungan industrial, pekerja migran
hingga pekerja anak dan
ketenagakerjaan.
© ILO
ILO bersama dengan Surya Citra
Televisi Indonesia (SCTV), salah satu TV
swasta terkemuka di Indonesia,
menayangkan program diskusi interaktif
bertajuk “Kisah Di antara Kita”, sebagai
bagian dari program berita pagu SCTV,
Liputan 6 Pagi.
Program interaktif ini dipandu oleh
dua selebriti Indonesia, bersama dengan
bintang tamu dari ILO.
Selamat menonton dan berpartisipasi dalam diskusi
interaktif ini...
8
dialog SOSIAL
Penting, peran Hubungan Industrial yang Harmonis
dalam Pembangunan Kembali ACEH
HUBUNGAN industrial yang sehat dan harmonis
berperan penting dalam memfasilitasi secara lebih baik
pembangunan kembali daerah-daerah yang terkena dampak
tsunami, serta untuk menjamin penerapan syarat dan ketentuan
kerja yang layak, demikian seperangkat panduan yang
diterbitkan oleh Dinas Tenaga Kerja Nanggroe Aceh Darussalam
(Disnaker NAD) dengan bantuan teknis dari ILO.
Panduan bertajuk “Sepuluh Kewajiban Utama Pemberi
Kerja dalam Sektor Rekonstruksi” (Ten Priority Responsibilities
of Employers in the Reconstruction Sector) menggarisbawahi
hak dan tanggung jawab pekerja dan pengusaha yang terlibat
dalam sektor rekonstruksi. Panduan ini mencakup isu-isu
ketenagakerjaan mengenai upah minimum bagi pekerja paruh
waktu, masa percobaan, pemutusan hubungan kerja, serta siapa
yang bertanggungjawab melaksanakan keselamatan dan
kesehatan kerja apabila pekerjaan konstruksi dikontrakan
kepada perusahaan swasta.
Panduan ini diperkenalkan dan ditelaah dalam serangkaian
lokakarya ketenagakerjaan, yang diselenggarakan bersama antara
Disnaker NAD dan ILO, di Banda Aceh, Meulaboh, Calang, dan
Lhokseumawe dari Januari hingga Maret 2006. Tujuan dari
lokakarya ini adalah memberikan pekerja, pengusaha dan
pemerintah kesempatan untuk mengeksplorasi langkah-langkah
menciptakan hubungan industrial yang lebih harmonis sebagai
upaya membangun kembali Aceh secara lebih baik.
Sekilas:
Aktivitas Pekerja
Pada akhir 2005 dan awal 2006 merupakan masa-masa
sibuk bagi organisasi pekerja di Indonesia.
Program Kesetaraan Jender
Sebagai tindak lanjut dari Seminar Jender pada 30 Juli
2005, Program Kesetaraan Jender dilaksanakan yang terfokus di
dua bidang:
(i) Kepemimpinan Perempuan – Para kader pemimpin serikat
pekerja dilibatkan dalam Program Kepemimpinan, dengan
penugasan-penugasan yang bersifat praktis. Ini ditujukan
untuk memperkokoh kapasitas dari penggiat buruh
perempuan sehingga dapat meraih posisi kepemimpinan dan
memberikan dampak pada kebijakan yang berkesetaraan
jender yang saat ini sudah dimiliki sejumlah serikat. Program
dirancang dengan dukungan dari para penggiat buruh
perempuan yang saat ini memegang jabatan eksekutif di
organisasi mereka.
(i) Kesetaraan Kesempatan Kerja (EEO) – Program EEO
dilaksanakan untuk menyikapi ketidaksetaraan di tempat
kerja, khususnya dari perspektif jender. Program ini disusun
untuk memperkuat kapasitas para perunding dari serikat
pekerja sehingga mereka dapat benar-benar menerapkan
pasal mengenai kesetaraan yang tertuang dalam Pasal 5 dan
6 Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003, khususnya
berkenaan dengan perundingan bersama dan perjanjian
kerja bersama. Para juru runding ini berasal dari Jawa Tengah
dan Jawa Timur, mengingat kedua wilayah ini merupakan
daerah padat industri di Indonesia. Program ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan sosialisasi EEO dari Departemen
Tenaga Kerja.
Teuku Syarul, Kepala Pengawasan Ketenagakerjaan
Provinsi NAD, menekankan pentingnya hubungan industrial
yang harmonis dalam tahap rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh.
“Hubungan industrial yang harmonis merupakan kunci dari
rekonstruksi dan rehabilitasi, dan berperan penting dalam
pelaksanaan kesetaraan peluang kerja, terutama bagi kaum
perempuan dan penyandang cacat.”
Sepuluh Kewajiban Utama Pemberi Kerja
dalam Sektor Rekonstruksi
Prioritas 1: Membayar Jamsostek
Prioritas 2: Mendaftarkan Peraturan Perusahaan/Organisasi
Prioritas 3: Melindungi Pekerja dengan Kontrak Waktu
Tertentu
Prioritas 4: Membayar Upah Minimum Provinsi atau lebih
Prioritas 5: Memenuhi Persyaratan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Prioritas 7: Selalu Menggunakan Kontrak Tertulis
Prioritas 6: Memberikan Pelatihan di Tempat Kerja dan
Pengakuan Kompetensi
Prioritas 8: Menerapkan Jam Kerja dan Kerja Lembur sesuai
Peraturan
Prioritas 9: Mempromosikan Kesempatan Kerja yang Sama
Prioritas 10: Mengisi Laporan Ketenagakerjaan dan
Melaporkan Lowongan Kerja
Program Migrasi Ketenagakerjaan, Perdagangan dan
Kerja Paksa
Tiga konfederasi nasional bersama-sama mencetak
seperangkat brosur untuk meja informasi mengenai migrasi
ketenagakerjaan. Selanjutnya, penyusunan Manual mengenai
Hak-hak Pekerja Migran bagi Serikat Pekerja Indonesia tengah
berjalan guna membantu serikat pekerja menangani masalah
pekerja migran dengan lebih efektif.
Proyek TUC mengenai Rehabilitasi Serikat Pekerja,
Aceh
Untuk memperkokoh kapasitas kelembagaan dari serikat
pekerja di Aceh dan Kepulauan Nias, berbagai lokakarya
pendidikan keserikatan digelar, bervariasi dari Kepimpinan dan
Administrasi Keserikatan hingga Pelatihan Dasar tentang Peran
dan Fungsi Serikat Pekerja; Pembentukan dan Pembubaran
Serikat; Kebebasan Berserikat dan Perundingan Bersama;
Hubungan Bipartit di Tempat Kerja. Rancangan Panduan
mengenai Administrasi Serikat Pekerja, yang mencakup topiktopik disebut di atas, telah tersusun dan saat ini sedang
diujicoba di Aceh.
Proyek Pelatihan Kerja ICFTU-APRO/GUFs/KSPI, Aceh
Beragam program pengembangan keterampilan singkat
dan pelatihan kerja diselenggarakan sejak Desember 2005 guna
memastikan para pekerja dan anggota keluarga mereka menjadi
terampil dan lebih terampil lagi dalam hal pengembangan mata
pencaharian. Hingga saat ini, program pelatihan keterampilan
dan kerja dalam bidanag pembuatan perabotan rotan,
komputer, terapi kecantikan, las, perbaikan lemari es dan
pendingin ruangan, otomotif, bahasa Inggris, menjahit dan
bordir. Kegiatan yang lebih luas sedang dalam proses
perencanaan.
9
jenDER
Pengusaha Perempuan
Yusmawati
Pengusaha Perempuan Terbaik untuk
Kategori Jasa
Ia memulai usahanya bernama UD
Citra Baru pada 1992, dengan bidang usaha
memproduksi beragam produk yang terbuat
dari buah pala. Usaha tersebut kini
beroperasi di enam kota di Aceh dan
Kalimantan. Buah pala acapkali dibuang dan
dianggap tidak bernilai ekonomi tinggi. Ia
mengubahnya menjadi aset bisnis berharga
dengan memprosesnya menjadi minyak, sirup, balsam, dan
manisan. Ia kini mempekerjakan sekitar 22 perempuan dan 13
laki-laki.
Zahriah
Pengusaha Perempuan Terbaik untuk
Kategori Non-Jasa
Hanya setelah menceraikan suaminya,
Zahriah mengetahui bahwa perusahaan
transportasi yang diserahkan
kepadanya dibebani hutang sebesar
Rp. 190 juta, yang kini diubahnya
menjadi usaha yang menguntungkan
dan terbebas utang. Ia berjuang
mengatur para supir, yang seringkali
tidak menyetorkan pembayaran dari
para pelanggan. Ia pun menciptakan sistem pengawasan untuk
mencegah kerugian dan menjalankan layanan darurat 24 jam
guna meningkatkan usaha. Layanan ini menanggapi
permasalahan yang dihadapi para supir, termasuk kecelakaan
mobil, kesulitan asuransi, insiden terkait kecelakaan,
pencurian dan pungutan liar. “Saya akan mempergunakan
uang ini untuk membeli komputer untuk memodernisasi dan
meningkatkan usaha,” ujar Zahriah. Hingga saat ini, ia
mencatat semua kegiatan usahanya menggunakan mesin tik.
2006
ACEH TERBAIK
BERSAMA dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo), ILO menganugerahkan penghargaan bagi lima Pengusaha
Perempuan Terbaik di Aceh pada 8 Maret bertempat di Banda
Aceh. Acara ini diadakan sejalan dengan peringatan Hari
Perempuan Internasional. Penghargaan ini diberikan bagi
pengusaha perempuan dalam tiga kategori: Pengusaha Perempuan
Terbaik untuk Kategori Jasa; Kategori Non-Jasa; dan Pengusaha
Penyandang Cacat Perempuan Terbaik. Sayangnya, tidak seorang
kandidat pun memenuhi kriteria untuk Pengusaha Perempuan
Muda Terbaik dan Rencana Bisnis Terbaik. Masing-masing
pemenang dianugerahi hadiah sebesar Rp 5 juta.
Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Direktur Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi (BRR) menghargai peranan yang diberikan para
pengusaha perempuan ini bagi pemulihan ekonomi Aceh.
Senada, Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, memuji upaya
para perempuan pengusaha tersebut. “Mengagumkan sekali,
setahun setelah tsunami, kendati menghadapi kesulitan
mengimbangi tanggung jawab keluarga dan bisnis, mereka
mampu keluar dari krisis dan menjalankan usaha yang sekaligus
dapat menciptakan peluang bagi orang lain.”
Penganugerahan penghargaan ini ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran yang lebih besar mengenai keberhasilan
dan sumbangan perempuan pengusaha dalam pemulihan dan
rehabilitasi serta pembangunan kembali ekonomi Aceh, khususnya
setelah tsunami. Sekitar 45 pengusaha perempuan di seluruh belahan
Provinsi NAD yang menekuni beragam jenis usaha masuk dalam
nominasi.
Para juri terdiri dari perwakilan dari Apindo, IWAPI (Ikatan
Wanita Pengusaha Indonesia), Mercy Corps (LSM internasional
yang memiliki program keuangan mikro), BQB (Lembaga
Keuangan Mikro), serta ILO melalui Proyek Pengembangan Usaha
dan Keterampilan Perempuan. Sebelum seleksi akhir, sebagai
bagian dari prosedur pemilihan, para juri mengunjungi lokasi
bisnis dan menelaah laporan keuangan serta kinerja usaha.
Agenda
1
2
Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing melalui Kondisi
Kerja dan Hubungan Bipartit, Jakarta, 2 Mei
Pengusaha Penyandang Cacat Perempuan
Terbaik
3
Pelatihan Timur Tengah tentang Perlindungan Pekerja
Migra bagi Staf Konselor dan Atase Ketenagakerjaan,
Jeddah, Saudi Arabia, April – May*
Pada 1994, ia memulai
usaha menjahit dan penjualan
alat-alat jahit menggunakan
tabungannya. Ia kini
mempekerjakan tiga pekerja
perempuan, dan usahanya
berkembang pesat. Ia
menggunakan transportasi umum untuk membeli variasi
barang yang tidak didapatkan di toko-toko lain. Hasratnya yang
kuat untuk mandiri merupakan kunci keberhasilan.
“Memenangkan penghargaan ini merupakan kejutan besar.
Saya tidak pernah membayangkan akan menang. Ini
meningkatkan rasa percaya diri saya.”
4
5
6
7
Pertemuan Regional Tiga Hari mengenai Pekerja Rumah
Tangga, Jakarta, akhir Mei
Suryani M. Adam
10
Simposium tentang Tren Baru dalam Hubungan Kerja dan
Outsourcing, Jakarta, 9 Mei.
Pelatihan untuk Pelatih bagi Para Fasilitator Program
Pembangunan Kecamatan, Aceh Besar dan Sabang, Mei*
Peringatan Hari Menentang Pekerja Anak se-Dunia, Jakarta,
12 Juni
Pembukaan Pertemuan Sub-regional ILO tentang Konvensi
ILO 182, Jakarta, 12 Juli
* dalam proses perencanaan
jenDER
INDONESIA promosikan KESETARAAN
di Tempat Kerja
JENDER
KENDATI semakin banyak perempuan Indonesia
yang aktif bekerja tahun-tahun belakangan ini, indikator pasar
kerja umumnya masih memperlihatkan ketimpangan terhadap
perempuan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Depnakertrans), menyadari dampak dari kesenjangan jender
dan diskriminasi, menerbitkan Panduan mengenai
Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (Equal
Employment Opportunity/EEO). Panduan ini bertujuan
memberikan arahan bagi perusahaan dalam melaksanakan
kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam pekerjaan serta
mempromosikan kesetaraan jender di tempat kerja.
© ILO
Panduan ini disusun oleh Gugus Tugas EEO
Depnakertrans melalui serangkaian proses konsultasi dengan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan tiga konfederasi
serikat pekerja—KSBSI, KSPI dan KSPSI. Tujuan utamanya
adalah memberikan arahan bagi perusahaan mengenai
bagaimana melaksanakan ketentuan-ketentuan mengenai
kesetaraan kesempatan kerja yang tertuang pada UndangUndang (UU) Ketenagakerjaan No. 13/2003 di Indonesia,
khususnya menyangkut penghapusan diskriminasi berdasarkan
ras, warna kulit, jenis kelamin, agama/kepercayaan, afiliasi politik
dan status sosial.
Peter Rademaker, Wakil Direktur ILO di Indonesia,
mengatakan bahwa Panduan ini merupakan langkah penting bagi
dunia kerja Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan melalui
advokasi tentang kesempatan dan perlakuan yang sama di tempat
kerja. “Panduan ini memperlihatkan komitmen Indonesia untuk
menciptakan peraturan, kebijakan, praktik dan perilaku di tempat
kerja yang terbebas dari diskriminasi dan tidak merugikan orang
lain hanya karena berasal dari kelompok tertentu.”
Panduan ini merupakan tindaklanjut dari ratifikasi
Konvensi ILO No. 100 dan 111 tentang Upah yang Sama dan
Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan). Kedua Konvensi ini telah
dituangkan ke dalam UU No. 80/1957 dan No. 21/1999.
BUKU
A Review on
Labour Market
Information/
Decent Work
Indicators in
Indonesia *
Administrasi
Ketenagakerjaan
Indonesia
HIV/AIDS and
the World of
Work in
ASEAN *
Program Jaminan
Ketenagakerjaan
Nasional untuk
Indonesia:
Sebuah
Pendekatan
dari kiri ke kanan: Harry Heriawan Saleh (Sekjen Depnakertrans), Djimanto (Sekjen Apindo),
(alm) Rustam Aksam (Ketua Umum KSPI-waktu itu), Jacob Nuwa Wea, (Ketua Umum KSPSI), Rekson
Silaban (Ketua Umum KSBSI), dan Peter Rademaker (Wakil Direktur ILO di Indonesia).
Panduan EEO
Panduan mengharapkan perusahaan
untuk membangun komitmen perusahaan
dalam pelaksanaan prinsip-prinsip
kesetaraan kerja serta melaksanakan
pelatihan untuk menjadikan EEO sebagai
budaya kerja perusahaan. Perusahaan pun
diwajibkan memberikan kesetaraan upah
untuk pekerjaan bernilai sama dengan
menyusun struktur dan skala upah yang
transparan. Panduan pun mengatur bahwa “ketika syaratsyarat kerja disusun, ketentuan-ketentuan di dalamnya tidak
boleh mengarah pada timbulnya pembedaan perlakuan
karena tanggung jawab keluarga dan status dalam keluarga
apakah sebagai kepala keluarga mandiri atau bukan”.
Panduan menegaskan bahwa program jaminan sosial wajib
diberikan kepada seluruh pekerja tanpa memandang jenis
kelamin.
Selanjutnya, Panduan menyatakan bahwa tanggung
jawab pekerja, terutama pekerja perempuan, tidak boleh
dibatasi karena fungsi reproduksi, kebutuhan biologis,
kewajiban menjalan ibadah dan sebagainya. Pengusaha harus
menerapkan peraturan yang berkaitan dengan, antara lain, jam
kerja, waktu istirahat, cuti karena menjalankan ibadah, istirahat
haid dan cuti melahirkan. Untuk mencegah pelecehan
seksual, perusahaan diharapkan menyusun atau menetapkan
tata tertib atau peraturan disiplin bagi pekerja, yang diikuti
dengan sanksi yang sesuai dengan ringan-beratnya
pelanggaran tersebut.
Labour and
Employment
Implications of the
ASEAN Free Trade
Agreement *
Konvensi Ketenagakerjaan
Internasional yang
diratifikasi Indonesia serta
Prinsip-prinsip dan Hak-hak
Mendasar di Tempat Kerja
* hanya tersedia dalam bahasa Inggris
11
koLOM
Apakah Pasar Kerja yang Fleksibel
MENSTABILKAN PENGANGGURAN
ATAU SEBALIKNYA?*
oleh Tauvik Muhamad,
Programme Officer
PEMERINTAH Indonesia mengumumkan akan
dilakukannya pembicaraan tripartit antara perwakilan dari serikat
pekerja/buruh dengan komunitas bisnis, untuk membahas
mengenai rancangan amandemen Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 13/2003), serta meredakan protes yang
datang dari kalangan pekerja/buruh. Kaum pekerja/buruh
keberatan dengan rencana penerapan kebijakan pasar kerja
yang lebih fleksibel. Di Prancis, Perdana Menteri Dominique de
Villepin menarik kembali rancangan revisi UU Ketenagakerjaan
Prancis, akibat desakan masyarakat luas, yang memadati jalanjalan di negara tersebut menolak keras amandemen “mudah
mempekerjakan dan mudah melakukan pemecatan” yang
diharapkan pemerintah mengurangi angka pengangguran di
kalangan muda. Mereka yang berpandangan pesimis menilai
fleksibilitas pasar kerja dengan mengumpamakannya sebagai
transformasi “riakan ombak yang mengguncang kapal” ke dalam
“tsunami”, yang memperburuk kemiskinan dan penderitaan.
dalam pengembangan hubungan industrial yang koheren. Ini tampak
dalam sangat rendahnya densitas serikat pekerja/buruh dan lemahnya
keterwakilan pekerja/buruh dalam debat kebijakan dan dialog
mengenai perautran ketenagakerjaan (yang mengakibatkan, contohnya,
jangkauan terbatas dari skema perlindungan kerja).
Ini menjadi bukti bahwa liberalisasi ekonomi – seperti
perputaran bisnis, pemutusan hubungan kerja akibat dampak
teknologi, dan persaingan asing – melemahkan, jika tidak
menghapuskan, perlindungan sosial pekerja (Alai, 1999), sesuatu
yang berhasil diperjuangkan serikat pekerja/buruh selama sejumlah
dekade. Inilah mengapai fleksibel pasar kerja, misalnya pengurangan
upah dan penurunan kondisi kerja, tidak dapat menjadi pilihan dari
sudut padat serikat pekerja/buruh.
Fleksibilitas yang lebih besar dalam mempekerjakan dan
memecat pekerja, kontrak kerja, dinamika pekerja, penentuan upah,
upah minimum, jam kerja dan keuntungan sosial pasar kerja dalam
konteks globalisasi tampaknya menjadi “kebijakan yang berlaku
Fleksibilitas pasar kerja mengacu pada pasar
untuk semua” dalam negara maju
kerja yang kompetitif, atau neo
dan berkembang (Stiglitz, 1999),
klasik, di mana para pekerja/
Tujuan
dari
kebijakan
pasar
kerja
dan
dan inipun diyakini sebagai jalan
buruh bebas memilih jenis
keluar dari pengurangan
ketenagakerjaan harus dapat
pekerjaan yang mereka ingin
pengangguran dan menarik
lakukan sejalan dengan perubahan
mewujudkan hak-hak setiap warga penanam modal guna
besaran upah. Di saat yang sama,
mempertahankan pertumbuhan
perusahaan pun bebas untuk
negara (populasi usia kerja) untuk
ekonomi, yang akan pada gilirannya
menyesuaikan angkatan kerjanya
bekerja
atau
masuk
ke
dalam
pasar
menciptakan peluang kerja.
sejalan dengan peluang akan
Peraturan ketenagakerjaan yang
keuntungan. Dalam kerangka seperti
kerja, hak untuk bebas memilih jenis terlalu
kaku dapat merusak kinerja
ini, perjanjian kerja bersama
pekerjaan,
serta
hak
akan
pekerjaan
pasar
kerja.
Pengamat ekonomi neo(didorong oleh serikat pekerja),
liberal
menegaskan
perlunya pasar
berkenaan dengan pelaksanaan
yang layak serta terlindungi dari
kerja
yang
lebih
fleksibel
dengan
peraturan berkenaan denga
melemahkan
regulasi
pasar
kerja.
pengangguran
ataupun
setengah
rekrutmen dan pemutusan hubungan
kerja, tunjangan pengangguran, upah
Di tingkat mikro, pekerja/buruh
pengangguran.
minimum, dan sebagainya dinilai sebagai distrosi
umumnya mencari perlindungan kerja, namun
harga, karena mereka menolak kebebasan memilih dari pekerja
sebaliknya dengan pengusaha seperti juga diamini sejumlah pengamat
dan perusahaan (Islam, 2000).
ekonomi (Pissardes, 2001). Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
perusahaan lebih memilih tingkat fleksibilitas yang besar dan tingkat
Bukti-bukti empiris memperlihatkan bahwa kebijakan
keluar-masuk pegawai yang tinggi; perusahaan lebih memilih hubungan
pasar kerja yang fleksibel selama krisis ekonomi menstabilkan
kerja yang stabil serta lebih menghargai transaksi biaya, pengurangan
tingkat pengangguran. Namun, sejumlah pengamat ekonomi
biaya perekrutan dan pelatihan, efisiensi upah guna menjamin
menyatakan bahwa fleksibilitas merupakan alasan utama
hubungan kerja jangka lebih panjang.
mengapa pengangguran dan kemiskinan tidak meningkat
“
”
sebesar di saat krisis (Manning, 2000). Mereka berpendapat
bahwa pasar kerja yang fleksibel akan memberikan dampak
positif bagi ekonomi secara keseluruhan. Pendapat yang
berseberangan sebaliknya menegaskan bahwa meski banyak
orang kehilangan pekerjaan selama krisis ekonomi,
pengangguran terbuka tidak bertambah besar selama krisis
karena banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan kembali
ke desa untuk bekerja di sektor informal (Lindenthal, 2005),
yang tidak tercakup dalam aturan yang ada.
Jelaslah bahwa hubungan industrial yang kredibel, dan
merancang sistem formal dari perlindungan sosial guna
mengurangi risiko pasar kerja dalam sektor formal maupun
informal merupakan kondisi yang penting bagi pelaksaaan
fleksibilitas pasar kerja yang efektif. Indonesia. Merupakan negara
pertama di Asia yang meratifikasi keseluruh Konvensi Pokok ILO,
khususnya Konvensi No. 87 tentang hak utuk berserikat. Namun,
peranan serikat pekerja/buruh di Indonesia masih sangat lemah
12
Studi-studi ILO menyatakan bahwa terdapat hubungan positif
antara peraturan pasar kerja dengan syarat kerja. Studi memperlihatkan
bahwa pasar kerja di Eropa dan Jepang cukup stabil, terlihat dari
besarnya kerja jangka panjang, yang tercermin dari kondisi kerja yang
stabil yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Tujuan dari kebijakan pasar kerja dan ketenagakerjaan harus
dapat mewujudkan hak-hak setiap warga negara (populasi usia kerja)
untuk bekerja atau masuk ke dalam pasar kerja, hak untuk bebas
memilih jenis pekerjaan, serta hak akan pekerjaan yang layak serta
terlindungi dari pengangguran ataupun setengah pengangguran.
Inilah tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan: bagaimana
mengembangkan kebijakan-kebijakan yang inovatif guna menyikapi
perubahan paasar kerja dari sudut pandang ekonomi dan sosial.
* Article ini merupakan terjemahan dari artikel berbahasa Inggris berjudul
“Is Flexible Labor Market Stabilizing Unemployment or a Rigid Thing?”,
serta telah dipublikasikan di The Jakata Post pada 24 April 2006
Download