(mda) dan binary logit regression

advertisement
MODEL KEBANGKRUTAN BERDASARKAN MULTIPLE
DISCRIMINANT ANALYSIS (MDA) DAN BINARY LOGIT REGRESSION
(BLR) TERHADAP PERUSAHAAN YANG DELISTING PADA BURSA
EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2008-2012
Aulia Keiko Hubbansyah
Chandra Wijaya
Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ABSTRAK
Bahwa kebangkrutan merupakan ancaman bagi perusahaan, terlepas dari besar atau tidaknya
ukuran perusahaan tersebut. Karena itu salah satu fokus utama dalam studi keuangan dan
akuntansi adalah merumuskan model yang mampu meramalkan terjadinya kebangkrutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi rasio-rasio keuangan yang signifikan dalam
meramalkan kebangkrutan perusahaan di Indonesia. Analisis dilakukan terhadap perusahaan
non-financial yang dikeluarkan secara paksa (forced delisting) dari Bursa Efek Indonesia
kurun waktu 2008-2012. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Multiple
Discriminant Analysis (MDA) dan Binary Logistic Regression (BLR). Hasilnya didapati
beberapa rasio keuangan seperti RETA, SEQ, WCTA, GPM, WCS, NITA, CS, STA memiliki
perbedaan yang signifikan baik menurut model logit maupun diskriminan untuk periode dua
tahun sebelum kebangkrutan, dalam membedakan kecenderungan perusahaan bangkrut dan
tidak bangkrut. Pada periode satu dan dua tahun sebelum bangkrut, model MDA memiliki
tingkat akurasi rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan model regresi logit, namun demikian
pada kedua model kebangkrutan tersebut sama-sama terjadi trend penurunan tingkat akurasi
di periode satu tahun sebelum kebangkrutan.
Kata kunci: Model Kebangkrutan, Multiple Discriminant Analysis (MDA), Logit
ABSTRACT
That bankruptcy is a threat to the company, regardless of whether or not the size of the
company. Because it's one of the main focus in the study of finance and accounting is to
formulate a model that is able to predict the occurrence of bankruptcy. This study aims to
identify the financial ratios that are significant in predicting bankruptcy of the company in
Indonesia. Analysis was performed on non-financial firms that were forcibly removed (forced
delisting) of the Indonesia Stock Exchange 2008-2012. Process analysis is conducted by using
Multiple Discriminant Analysis (MDA) and Binary Logistic Regression (BLR) approaches.
The result consists of several different financial ratios such as RETA, SEQ, WCTA, GPM,
WCS, NITA, CS, STA has significant differences according to both logit and discriminant
models for the period of two years before the bankruptcy. In the period of one and two years
before the bankruptcy, MDA models have a higher level of accuracy than the Logit regression
model. However, in both bankruptcy models reveal any downward trend in the level of
accuracy of the one year period prior to bankruptcy.
Keywords: Bankruptcy Model, Multiple Discriminant Analysis (MDA), Logit
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
1. Pendahuluan
Stephen Ross et al (2010), menyatakan dalam bukunya yang berjudul corporate
finance, bahwa perusahaan bertujuan untuk, antara lain, mendapatkan keuntungan atau
profit; mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan; meningkatkan pertumbuhan
perusahaan; memenangi kompetisi dari pesaing; dan meminimalisasi biaya. Namun, pada
faktanya, perusahaan tidak selalu dapat mewujudkan tujuannya tersebut. Alih-alih meraih
profit dan mampu bertahan, seringkali perusahaan justru dihadapkan pada situasi
kontraproduktif seperti mengalami kerugian; penurunan pendapatan; inefesiensi proses
produksi; atau penurunan nilai aset, yang terkadang justru memaksa perusahaan untuk
menghentikan operasi bisnisnya; dan atau dengan kata lain, perusahaan mengalami
kebangkrutan.
Pengertian kebangkrutan mengacu kepada pendapat Beaver (1966) adalah
“ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh
tempo”. Secara operasional, perusahaan bangkrut diartikan sebagai perusahaan yang tidak
membayar bunga dan pokok pinjaman (obligasi), net-worth negative dan tidak membayar
dividen saham prioritas. Fenomena kebangkrutan, menurut Sung dan Feng Hui (2006)
dalam Soleimani et al (2012), tidak hanya merugikan pihak-pihak yang terkait langsung
dengan perusahaan saja, seperti pemegang saham, kreditur, pekerja, supplier dan lain-lain,
namun secara keseluruhan juga akan berdampak buruk terhadap kondisi perekonomian
suatu negara.
Mengingat strategisnya isu kebangkrutan ini maka salah satu fokus studi dalam
literatur keuangan dan akuntasi adalah upaya memformulasikan suatu rumusan yang dapat
memperkirakan kebangkrutan perusahaan. Penelitian Beaver (1966), termasuk salah satu
penelitian yang sering dijadikan acuan utama dalam persoalan kebangkrutan atau
corporate failure. Beaver menggunakan 30 jenis rasio keuangan yang digunakan pada 79
pasang perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Memakai univariate discriminant
analysis sebagai alat uji statistik, Beaver menyimpulkan bahwa rasio working capital
funds flow/total assets dan net income/total assets mampu membedakan perusahaan yang
pailit dengan yang tidak pailit secara tepat masing-masing sebesar 90% dan 88% dari
sampel yang digunakan (Hadad, et al, 2003).
Pendekatan univariate dinilai memiliki beberapa masalah potensial, Altman (1968)
mengkritik pendekatan ini dengan menyatakan “the adaptation of univariate results for
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
assesing bankruptcy potential of a firm is both theoretically and practically questionable
and that ratio analysis presented in univariate fashion is susceptible to faulty
interpretation and potentially confusing.” Sadar bahwa kondisi keuangan perusahaan itu
bersifat multidimensional (leverage, profitability, liquidity, activity, solvency, etc), Altman
pun menggunakan pendekatan multivariate discriminant analysis (MDA) sebagai
pengembangan dari univariate analysis Beaver.
Altman mengembangkan model prediksi kebangkrutan dengan menguji 22 rasio
keuangan dan akhirnya didapatkan lima rasio keuangan yang paling signifikan untuk
meramalkan kebangkrutan pada perusahaan. Kelima rasio tersebut adalah working capital
to total assets, retained earnings to total assets, earning before interest taxes and taxes to
total assets, market value of equity to book value of total debt dan sales to total assets.
Model yang disusunnya mampu mengidentifikasi 95% kasus kebangkrutan secara tepat
pada satu tahun sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi.
Oleh karena tingkat misklasifikasinya yang rendah (± 5%) serta mampu memberi
gambaran secara lebih komprehensif atas posisi keuangan perusahaan daripada
pendekatan univariate analysis, MDA pun digunakan secara ekstensif di dalam penelitianpenelitian kebangkrutan perusahaan (Leksarikul et al, 2005; Ben Chin-Fook Yap, 2010;
Rashid et al, 2011; Georgeta et al, 2012). Namun begitu, Eisenbeis (1977), Ohlson (1980)
dan Jones (1987) dalam Hamilton et.al (2008) menemukan adanya kekurangan yang
seringkali dijumpai pada pendekatan MDA dalam hal asumsi normalitas data dan dispersi
kelompok (group dispersion). Hal ini menyebabkan timbulnya bias terhadap tingkat
signifikansi dan estimated errors -nya.
Untuk mengatasi kekurangan yang ada pada pendekatan MDA, maka digunakanlah
metode Binary Logit Regression (BLR) untuk meramalkan kebangkrutan perusahaan yang
pertamakali dilakukan oleh Ohlson (1980). Ohlson meneliti 105 perusahaan bangkrut dan
2058 perusahaan tidak bangkrut dari tahun 1970 sampai 1976. Penelitiannya
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (size), struktur keuangan (total liabilities to total
assets), performance dan current liquidity adalah kelompok rasio (variabel) penentu yang
signifikan di dalam meramalkan kebangkrutan. Menurut Hillegeist (2004) dalam
Hamilton et al (2008), walaupun binary logit regression dapat menghindari keterbatasan
pada pendekatan multivariate discriminant analysis, bukan berarti binary logit regression
tidak memiliki kelemahan. Adapun kelemahan dari binary logit regression diantaranya
adalah “the sample selection bias that arises from using only one, non-randomly selected
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
observation for each bankrupt company and the models fails to include time varying
changes to reflect the underlying risk of bankruptcy.”
Sampai detik ini tidak ada satu kesepakatan di antara para ahli terkait pendekatan
mana yang paling baik dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan. Hal ini disebabkan
adanya asumsi dan limitasi (keterbatasan) dari masing-masing pendekatan tersebut.
Mohammed et al (2001) menunjukkan pendekatan MDA memberi tingkat akurasi yang
lebih tinggi daripada model Logit baik pada estimation sample maupun hold-out sample
dalam penelitiannya. Penelitian kebangkrutan oleh Bunyamin et al (2012) di Inggris,
menunjukkan Binary Logit Regression memiliki nilai rata-rata akurasi yang lebih baik
dalam peramalan kebangkrutan pada periode dua dan tiga tahun sebelum perusahaan
bangkrut dan juga pada model akumulatif tiga tahun. Namun pada periode satu tahun
sebelum bangkrut MDA mampu meraih tingkat akurasi yang lebih baik daripada model
logit. Studi Ben Chin-Fook Yap, et al (2012) di Malaysia, mendapati jika model logit
sangat baik dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan sampai dengan lima tahun
sebelum kebangkrutan, khususnya pada periode t-4 dan t-5. Meskipun secara rata-rata
akurasi model MDA terbukti masih lebih unggul dengan kisaran 88-94% untuk periode
yang sama (Ben Chin Fook Yap et al, 2010). Di Indonesia, kesimpulan studi Hadad et al
(2003) dan Nainggolan et al (2005) menunjukkan hasil yang berbeda. Hadad et al (2003)
menyatakan jika model logit lebih akurat daripada model MDA. Sementara itu Nainggolan
et al (2005), melalui hasil studinya, menunjukkan jika model MDA memiliki akurasi yang
lebih baik ketimbang model logit.
Berkaitan dengan penelitian empiris sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi rasio-rasio keuangan yang signifikan dalam meramalkan kebangkrutan
perusahaan di Indonesia. Analisis dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan nonfinancial yang delisted (forced delisting) dari Bursa Efek Indonesia pada periode 2008 –
2012. Secara spesifik peneliti akan menguji 27 rasio keuangan yang tergolong ke dalam
kelompok rasio profitabilitas, likuiditas, leverage dan turn over pada perusahaan dalam
masa dua tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan Binary Logit Regression (BLR),
Dipilihnya Multiple discriminant analysis (MDA) dan Binary Logit Regression (BLR)
sebagai alat bantu analisis sebab kedua model ini terbukti memiliki tingkat akurasi yang
tinggi di dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan. Karena alasan ini, teknik MDA dan
BLR pun digunakan secara luas dalam studi-studi kebangkrutan (Hamilton, et al, 2008).
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Kemudian akan penulis simpulkan pendekatan ekonometri mana yang lebih baik di
dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan di Indonesia. Karena pengembangan model
peramalan kebangkrutan yang sesuai dengan karakter perusahaan – perusahaan yang ada
di Indonesia dengan tingkat akurasi yang baik menjadi penting, terutamanya dalam
mengurangi dampak kebangkrutan perusahaan terhadap masyarakat secara umum,
maupun investor dan kreditor secara khusus.
2. Tinjauan Teoritis
Prediksi kebangkrutan merupakan isu yang menjadi pokok bahasan utama didalam
literatur keuangan dan akuntasi. Meski belum ada satu kesepakatan diantara para ahli
mengenai model prediksi kebangkrutan dan metode statistika yang paling baik, tetapi
beragamnya studi peramalan kebangkrutan yang telah dilakukan dirasa sangat membantu
untuk membedakan perusahaan dengan kecenderungan bangkrut dan tidak bangkrut
(Rashid, et.al, 2011). Argumentasi ini sejalan dengan Pena, et al (2009) yang berpendapat,
“bankruptcy prediction has been very important for variety of public and commercial
organizations. Because the failure of a company leads spread of crisis to other parts of
the financial system and cause systemic crisis”.
Mohammed et.al (2001) berupaya membandingkan pendekatan MDA dan Logit dalam
analisis kebangkrutan. Sampel penelitian berjumlah 26 perusahaan distressed yang telah
memenuhi ketentuan section 176 of companies act 1965 dan 79 perusahaan nondistressed. Variabel pengujian berjumlah 11 rasio keuangan sebagai ukuran atas
profitability, leverage, liquidity dan effeciency dari kedua kelompok perusahaan di atas.
Penelitian ini menekankan leverage ratio sebagai prediktor terpenting dalam meramalkan
kebangkrutan. Model MDA memiliki tingkat akurasi yang lebih baik daripada model
Logit, dengan persentase kebenaran klasifikasi sebesar 81.1% pada estimation sample dan
75.4% pada hold-out sample nya berbanding 80.7% estimation sample dan 74.4% holdout sample milik Logit.
Hadad et.al (2003), hasil studi menunjukkan rasio dalam kelompok likuiditas
merupakan diskriminator terbaik dalam membedakan perusahaan yang bangkrut dan tidak
bangkrut. Studi ini menunjukkan bahwa Logistic Regression merupakan pendekatan yang
relatif lebih baik dibandingkan dengan Multiple Discriminant Analysis dalam meramalkan
kebangkrutan. Hal ini dicerminkan dari nilai correct estimates pada Logit yang lebih
tinggi dari MDA yaitu masing-masing sebesar 86.72% dan 78.1% untuk satu tahun
sebelum perusahaan betul-betul bangkrut (t-1).
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Nainggolan et.al (2005), dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kebenaran klasifikasi
untuk periode satu tahun sebelum gagal bayar, baik menggunakan teknik MDA maupun
Logit menghasilkan tingkat akurasi yang sama yaitu 75%. Pada periode dua tahun
sebelum gagal bayar, teknik Logit memiliki akurasi yang lebih tinggi yaitu 82.5%
dibandingkan dengan MDA yang sebesar 80%. Berdasarkan kedua pendekatan MDA dan
Logit didapatkan beberapa variabel prediktor yang signifikan perbedaannya diantara
kelompok default dan tidak default periode 1998-2004 pada Bursa Efek Indonesia (BEI),
yaitu Current Assets to Current Liabilities, Quick Assets to Net Sales, Cash From
Operation to Current Liabilities, Net Sales to Total Assets dan Operating Income to Total
Assets.
Ben Fook Chin Yap et.al (2010), dengan menggunakan pendekatan Multiple
Discriminant Analysis diketahui tujuh variabel yang paling membedakan kelompok
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut, yakni TDTA (Total Debt to Total Assets), WCTA
(Working Capital to Total Assets), RETA (Retained Earning to Total Assets), NIS (Net
Income to Sales), FFTL (Funds Flow to Total Liabilities), CFTD (Cash Flow to Total
Debt), EBIT (Earning Before Interest Tax). Model MDA yang dihasilkan memiliki tingkat
akurasi 100% pada periode t-1, 88%(t-2), 88%(t-3), 94%(t-4), 81%(t-5).
Ben Fook Chin Yap et.al (2012), penelitian lanjutan dari sebelumnya, namun kali ini
menggunakan pendekatan Binary Logit Regression. Diketahui empat rasio keuangan yang
paling mampu membedakan kondisi perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut, yaitu Cash
Flow to Total Debt (CFTD), Total Debts to Total Assets (TDTA), Retained Earnings to
Total Assets (RETA) dan Cash to Current Liabilities (CCL). Selama masa lima tahun
sebelum bangkrut, model logit yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi rata-rata berkisar
88% (analysis sample) dan 90% (holdout sample).
Bunyamin, et.al (2012), dari hasil penelitiannya diketahui bahwa berdasarkan analisis
diskriminan ada tujuh rasio keuangan yang paling membedakan kondisi perusahaan
bangkrut dan tidak bangkrut, yaitu variabel Solvency Ratio, Interest Cover, Current Ratio,
Gearing, Turn Over Growth, Return on Assets dan Profit Margin. Sedangkan berdasarkan
analisis regresi logit didapati empat variabel, yaitu variabel Solvency Ratio, Gearing,
Interest Cover dan Return on Assets. Selama masa tiga tahun sebelum bangkrut, model
MDA yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi rata-rata sebesar 68.9%, sedangkan model
logit memiliki tingkat akurasi rata-rata sebesar 71%. Pada model cummulative three-year
data set, tingkat akurasi dari model MDA dan logit masing-masing adalah sebesar 80% dan
81.9%.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
3. Metode Penelitian
3. 1
Jenis Data
Berkenaan dengan penelitian ini, maka yang akan dijadikan populasi penelitian
adalah seluruh perusahaan yang delisted dari Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
tahun 2008 – 2012, yang berjumlah 26 perusahaan. Perusahaan delisted, mengacu
pada Kep-308/BEJ/07-2004 PT. Bursa Efek Jakarta, adalah perusahaan yang Efeknya
dihapus dari daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga Efek tersebut tidak dapat
diperdagangkan di Bursa. Mekanisme delisting sendiri terbagi atas dua, yakni
voluntary delisting dan forced delisting. Voluntary delisting adalah permohonan
penghapusan pencatatan saham yang diajukan oleh pihak perusahaan tercatat sendiri.
Sedangkan forced delisting adalah penghapusan pencatatan oleh Bursa terhadap
saham perusahaan tertentu karena tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditentukan
oleh pihak otoritas bursa. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini yakni metode purposive sampling, maka penulis menetapkan beberapa
kriteria yang digunakan sebagai dasar penentuan sampel, yaitu :
• Perusahaan delisted dari Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012.
Delisting yang dimaksud adalah forced delisting. Persyaratan forced
delisting mengacu kepada Peraturan No I-I Tentang Penghapusan
Pencatatan dan Pencatatan Kembali Saham di Bursa, yang dituangkan di
dalam Butir III.3.1.1 dan III.3.1.2. Butir III.3.1.1
• Perusahaan bangkrut berada pada non-financial sector, hal ini disebabkan
oleh perusahaan financial sector memiliki “bankruptcy environment” yang
berbeda.
• Perusahaan bangkrut harus memiliki data berupa laporan keuangan dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.
• Perusahaan bangkrut harus mempunyai matched non-bankrupt company
yang listing dengan nilai total aset yang saling berdekatan (closest) serta
berada di dalam industri yang sama pada periode satu tahun sebelum
kebangkrutan terjadi. Selain itu, usia perusahaan di kedua kelompok
perusahaan (bangkrut dan tidak bangkrut) harus sudah lebih dari lima tahun
beroperasi.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Setelah melalui proses penyaringan, hasilnya didapatkan 30 perusahaan yang
memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian yang terdiri dari 10 perusahaan bangkrut
dan 20 perusahaan tidak bangkrut.
3. 2
Variabel Penelitian
Sumber informasi keuangan diperoleh melalui dua sumber, yaitu dari annual
financial statements dan share market prices (Altman 1968; Altman, Haldeman &
Narayanan 1977, dalam Leksrisakul et al 2005). Variabel independen pada penelitian
ini adalah 27 rasio keuangan perusahaan yang dipilih berdasarkan keterandalannya
pada penelitian-penelitian kebangkrutan sebelumnya.
Tabel 3. 1
Kelompok Variabel Indepen Penelitian
Nama
Working Capital to Total Assets
Definisi
(ca-cl)/total assets
WCTA
Cash Ratio
cash/current liabilities
CCL
Cash to Total Assets
cash/total assets
CTA
Cash to Sales
cash/sales
CS
Current Ratio
current assets/current
liabilities
CACL
Current Assets to Total Assets
current assets/total assets
CATA
Current Liabilities Ratio
current liabilities/equity
CLE
Quick Ratio
(cash+account
receivables)/current liabilities
QUIRATIO
Equity Mkt Value to Total Debt
mkt cap/total liabilities
MVTD
Equity Mkt Value to Total Assets
mkt cap/total assets
MVTA
Equity Mkt Value to Total Equity
mkt cap/equity
MVTE
Debt to Equity Ratio
total liabilities/equity
TLE
Debt to Total Assets
total liabilities/total assets
TLTA
Financial Leverage Multiplier
total assets/equity
TAE
Retained Earning to Total Assets
retained earnings/total assets
RETA
Working Capital to Sales
ca-cl/sales
WCS
Total Assets Turnover
sales/total assets
STA
Equity Turnover
sales/equity
SEQ
Receivables Turnover
sales/account receivables
SAR
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
3. 3
Current Assets to Sales
current assets/sales
CAS
Return on Assets
net income/total assets
NITA
Return on Equity
net income/equity
NIE
Gross Profit Margin
(sales-cost)/sales
GPM
Net Profit Margin
net income/sales
NIS
Operating Profit Margin
EBIT/sales
EBITS
EBIT to Total Assets
EBIT/total assets
EBITTA
Firm Size
Ln (total assets)
LNTA
Multiple Discriminant Analysis (MDA)
MDA merupakan teknik menganalisis data, jika variabel tak bebas (disebut
criterion) merupakan kategori (non-metrik, nominal atau ordinal, bersifat kualitatif)
sedangkan variabel bebas sebagai prediktor merupakan metrik (interval atau rasio,
bersifat kuantitatif) (Suprapto, 2010). Kombinasi linear dari variabel-variabel
independen itu disusun kedalam persamaan regresi, sebagai berikut:
Dimana:
Z
: overall index
: koefesien diskriminan
: variabel independen
Output discriminant analysis pada penelitian ini terbagi atas dua model, yaitu
output yang menunjukkan kombinasi variabel prediktor yang paling signifikan
membedakan kelompok perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada periode dua dan
satu tahun sebelum kebangkrutan.
3. 4
Binary Logit Regression
Regresi model logit adalah model regresi yang dirancang secara khusus untuk
melakukan analisis regresi dengan variabel dependen berupa variabel probabilitas,
yakni variabel yang nilainya hanya bisa berkisar antara 0 hingga 1. Regresi model
logit merupakan prosedur permodelan yang diterapkan untuk memodelkan variabel
dependen (y) yang bersifat kategori berdasarkan satu atau lebih variabel independen
(x), baik itu yang bersifat kategori maupun kontinu. Studi ini menggunakan model
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
logit dari penelitian Ohlson (1980); Bunyamin (2012); Hamilton et al (2008). Secara
umum model probabilitas regresi logit dapat dituliskan sebagai berikut:
Zi =
Dimana :
Zi = non-distressed jika Zi> 0
Zi = distressed, jika Zi< 0
Xi = rasio keuangan perusahaan
ui = error term
Zi berada antara -
sampai +
Fungsi probabilitas dan likelihood untuk perusahaan tidak bangkrut (nondistressed) dapat ditulis sebagai berikut :
Output model regresi logit pada penelitian ini terbagi atas dua model, yaitu
output yang menunjukkan kombinasi variabel prediktor yang paling signifikan
membedakan kelompok perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada periode dua dan
satu tahun sebelum kebangkrutan.
4. Hasil dan Pembahasan
4. 1
Multiple Discriminant Analysis (MDA)
Model diskriminan dibentuk dengan menggunakan metode stepwise, yang
dimulai dengan memilih variabel yang memiliki kemampuan discriminate terbaik
dimana mahalanobis distance menjadi indikator atas discriminating powernya. Dalam
memilih variabel independen (predictor) untuk dimasukkan ke dalam model
diskriminan, sesuai aturan metode stepwise, maka dipilihlah variabel yang memiliki
angka Mahalanobis Distance paling besar (Min D Squared). Adapun output analisis
Multiple Discriminant Analysis periode dua tahun sebelum kebangkrutan adalah:
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Tabel 4. 1
Model MDA yang Dihasilkan
Unstandardized Canonical
Discriminant Function
Coeffecients
Constant
Classification Results
Dua Tahun Sebelum
Kebangkrutan
(t-2)
-1.105
RETA
0.336
SEQ
3.551
WCTA
3.648
GPM
-0.328
WCS
-0.516
96.7%
Satu Tahun Sebelum
Kebangkrutan
(t-1)
0.511
RETA
6.230
NITA
1.775
GPM
-0.980
CS
0.343
93.3%
Dari hasil uji klasifikasi pada origin cases dapat diketahui bahwa model
diskriminan periode dua tahun sebelum kebangkrutan (t-2) memiliki tingkat akurasi
rata-rata sebesar 96.7%. Kemudian, untuk menguji lebih lanjut tingkat keakuratan dari
model yang telah dihasilkan peneliti akan melakukan uji cross validation, sehingga
model diskriminan menjadi lebih reliable. Dikarenakan adanya keterbatasan data
penelitian, maka penulis juga akan menggunakan sampel analisis (analysis sample),
yang sebelumnya digunakan untuk menghasilkan model diskriminan, sebagai sampel
validasi (holdout sample).
Suprapto, di dalam bukunya “Analisis Multivariat”, menyatakan bahwa
seringkali ditemukan penggelembungan hit ratio ketika sampel analisis (analysis
sample) untuk keperluan estimasi, juga dipergunakan untuk analisis klasifikasi pada
set data hold out. Karena itu biasanya setelah dilakukan uji cross-validated dari hasil
uji klasifikasi origin cases didapati persentase hit ratio yang lebih rendah. Tingkat
‘penurunan’ hit ratio pada model diskriminan itu harus dinilai kembali, apakah masih
di dalam batas/kisaran yang diperbolehkan (koreksi perbaikan di anggap memuaskan
jika persentasenya > 25%).
Hasil uji cross-validated menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan tingkat
persentasi dari akurasi model diskriminan periode t-2. Dimana, secara rata-rata,
angkanya konstan di tingkat 96.7%. Tidak adanya perubahan/koreksi persentasi antara
origin cases dan cross-validated, maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji validasi
model diskriminan periode t-2 memuaskan (96.3% - 50% = 46.3% > 25%). Tingkat
akurasi sebesar 96.7% yang dihasilkan pada periode dua tahun sebelum kebangkrutan
di penelitian ini lebih tinggi ketimbang tingkat akurasi model discriminant analysis
pada penelitian Bunyamin et al (2012) dengan tingkat akurasi sebesar 69.3% dan
penelitian Fook-Yap et al (2010) dengan tingkat akurasi sebesar 84%, pun untuk
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
penelitian yang dilakukan di Indonesia sebelumnya oleh Hadad et al (2003) dan
Nainggolan et al (2005), tingkat akurasi yang dihasilkan oleh penelitian ini relatif
lebih baik. Dimana pada penelitian Hadad (2003) tingkat akurasi yang dihasilkan pada
periode t-2 adalah 77.3% sedangkan pada penelitian Nainggolan (2006) sebesar 75%.
Dari hasil uji klasifikasi (origin) dapat diketahui bahwa model diskriminan
periode satu tahun sebelum kebangkrutan (t-1) memiliki tingkat akurasi rata-rata
sebesar 96.7% atau sama seperti pada periode sebelumnya (t-2). Selanjutnya uji crossvalidated dilakukan untuk melihat apakah terjadi perubahan tingkat akurasi atau tidak.
Hasil uji cross-validated menunjukkan adanya perubahan tingkat persentasi dari
akurasi classification results model diskriminan periode t-1 bagian origin cases. Di
mana, secara rata-rata, angkanya menunjukkan 93.3%. Namun jika dibandingkan
dengan periode t-2, akumulasi akurasi mengalami penurunan 3.4% dari yang
sebelumnya yaitu 96.7%.
Meskipun terjadi penurunan, tingkat akurasi sebesar 93.3% pada periode satu
tahun sebelum kebangkrutan ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa
hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Bunyamin et al (2012), untuk periode satu
tahun sebelum bangkrut, menghasilkan tingkat akurasi sebesar 77.4%. Penelitian
Fook-Yap (2010) memiliki tingkat akurasi 88% untuk periode yang sama (t-1). Serta,
Penelitian kebangkrutan oleh Hadad (2003) dan Nainggolan (2006) dimana masingmasing penelitian menghasilkan tingkat akurasi sebesar 78.1% dan 80%.
4. 2
Binary Logit Regression (BLR)
Pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS versi 17.0 dengan
prosedur regresi logistik biner. Metode yang dipilih adalah stepwise, likelihood ratio
(LR) test, dimana menurut Menard (1995) likelihood ratio (LR) memiliki akurasi yang
lebih baik dalam mengevaluasi signifikansi statistik atas kontribusi variabel
independen untuk menjelaskan variabel dependennya. Adapun output analisis Binary
Logit Regression (BLR) terbagi atas dua model, yaitu output yang menunjukkan
kombinasi variabel prediktor yang paling signifikan membedakan kelompok
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada periode dua dan satu tahun sebelum
kebangkrutan, yang dirangkum sebagai berikut:
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Tabel 4. 2
Model Logit yang Dihasilkan
Coeffecient
and
Variables
Constant
Classification Result
Dua Tahun Sebelum
Kebangkrutan
(t-2)
-1.524
STA
-1.482
SEQ
-8.509
GPM
2.116
93.3%
Satu Tahun Sebelum
Kebangkrutan
(t-1)
-1.080
RETA
27.502
NITA
1.578
CS
-2.764
90.0%
Dari tabel hasil uji klasifikasi dapat dilihat jika model regresi logistik biner
yang dihasilkan periode dua tahun sebelum kebangkrutan memiliki tingkat akurasi
sebesar 93.3%. Agung (2004) dalam Simanjuntak (2006) menyatakan bahwa semakin
besar presentase kebenaran klasifikasi berdasarkan sebuah model logistik maka dapat
dinyatakan bahwa model tersebut akan semakin baik. Tetapi kebenaran sebesar 100%
dapat diduga tidak mungkin akan tercapai karena pemakaian sampel, disamping
kesalahan hasil pengukuran yang mungkin terjadi. Jika persentase kebenaran
klasifikasi lebih besar dari 50% maka dapat dikatakan bahwa model logistik yang
dihasilkan adalah baik. Kebenaran klasifikasi dari model regresi periode t-2 pada
penelitian ini mencapai persentase sebesar 93.3%. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
model ini layak untuk dipakai (reliable).
Tingkat akurasi sebesar 93.3% yang dihasilkan pada periode dua tahun
sebelum kebangkrutan di penelitian ini lebih tinggi ketimbang tingkat akurasi model
regression logit pada penelitian Bunyamin et al (2012) dengan tingkat akurasi sebesar
72.4% dan penelitian Fook-Yap et al (2012) dengan tingkat akurasi sebesar 88%, pun
untuk penelitian yang dilakukan di Indonesia sebelumnya oleh Hadad et al (2003) dan
Nainggolan et al (2005), dimana tingkat akurasi yang dihasilkan oleh penelitian ini
juga lebih baik. Pada penelitian Hadad (2003) tingkat akurasi yang dihasilkan pada
periode t-2 adalah 85.54% sedangkan pada penelitian Nainggolan (2006) sebesar
82.5%.
Dari tabel hasil uji klasifikasi dapat dilihat jika model regresi logistik biner
yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi 90.0% pada periode satu tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan. Tingkat akurasi ini menurun 3.3% dari model regresi logistik
periode sebelumnya (t-2). Meskipun terjadi penurunan namun dapat disimpulkan
bahwa model regresi logistik biner periode t-1 pada penelitian ini layak untuk dipakai
(reliable) sebab tingkat akurasi yang dihasilkan oleh model ini lebih besar dari 50%.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Meskipun terjadi trend penurunan seperti pada model discriminant analysis
sebelumnya, namun tingkat akurasi sebesar 90.0% yang dihasilkan model logit pada
periode satu tahun sebelum kebangkrutan ini relatif lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Bunyamin et al (2012)
menunjukkan, untuk periode satu tahun sebelum bangkrut, model logit menghasilkan
tingkat akurasi sebesar 75.7%. Serta, Penelitian kebangkrutan oleh Hadad (2003) dan
Nainggolan (2006) dimana masing-masing penelitian tersebut menghasilkan tingkat
akurasi sebesar 86.72% dan 75%. Namun demikian, tingkat akurasi 90.0% ini masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Ben-Chin Fook Yap et.al
(2012) yang mendapati bahwa model logit yang dihasilkan dalam penelitiannya
mampu meramalkan kebangkrutan perusahaan sampai dengan 94% pada periode satu
tahun sebelum kebangkrutan.
5. Kesimpulan dan Saran
5. 1
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalis faktor-faktor keuangan perusahaan
yang dapat membedakan perilaku perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
berdasarkan teknik Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan Binary Logit
Regression (BLR) dalam masa dua tahun sebelum kebangkrutan. Dari hasil analisis
penelitian maka dapat disimpulkan:
•
Pada periode dua tahun sebelum bangkrut (t-2) diketahui dari model MDA
bahwa variabel SEQ, GPM, WCTA, WCS dan RETA sangat signifikan di dalam
membedakan kedua kelompok. Sementara itu, hasil analisis Logit mendapati
tiga variabel yang signifikan yaitu STA, SEQ dan GPM. Jika dilihat dari
sebaran varibel yang berpengaruh di kedua model analisis, maka masalah
aktivitas dan profitabilitas tampaknya menjadi hambatan utama di periode dua
tahun sebelum kebangkrutan. Sedangkan pada periode satu tahun sebelum
bangkrut (t-1), berdasarkan model MDA diketahui ada empat variabel yang
signifikan perbedaannya di antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.
Keempat variabel tersebut adalah RETA, NITA, GPM dan CS. Sementara itu,
berdasarkan hasil analisis model Logit didapatkan tiga variabel yang signifikan
yaitu RETA, NITA dan CS. Dari sebaran variabel yang ada pada kedua model
di periode t-1 ini, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan leverage dan
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
liquidity
adalah
prediktor
penting
dalam
meramalkan
kebangkrutan
perusahaan.
•
Pada periode dua tahun sebelum bangkrut, model MDA memiliki tingkat
akurasi rata-rata sebesar 96.7% dan tidak terjadi penurunan akurasi pada uji
cross-validated atau holdout sample, yang mana hasilnya tetap menunjukkan
tingkat akurasi yang sama yakni 96.7%. Model logit untuk periode yang sama
(t-2) memiliki tingkat akurasi sebesar 93.3%. Pada periode satu tahun sebelum
bangkrut, model MDA memiliki tingkat akurasi rata-rata sebesar 96.7% (origin
cases) yang kemudian menurun angkanya menjadi 93.3% setelah dilakukan uji
cross-validated. Sedangkan model logit di periode yang sama (t-1) memiliki
tingkat akurasi sebesar 90%. Di kedua model ditemukan trend penurunan
tingkat akurasi pada periode satu tahun sebelum kebangkrutan. Meskipun
demikian, penggunaan kedua model ini dapat saling melengkapi sebagai early
warning system dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan.
5. 2
Saran
•
Akademisi
Di dalam upaya meramalkan kebangkrutan perusahaan akan lebih baik dan
akurat apabila periode waktu pengamatan untuk pembentukan model lebih
panjang; sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah dapat membentuk
model peramalan dengan periode pengamatan tiga, empat atau lima tahun
sebelum kebangkrutan; dengan begitu apabila kecenderungan bangkrut pada
perusahaan bisa dideteksi lebih dini maka manajemen perusahaan mempunyai
tempo yang lebih panjang dalam membenahi kondisi perusahaan.
•
Perusahaan
Model MDA dan Logit yang telah dihasilkan oleh penelitian ini dapat menjadi
semacam informasi awal atas kondisi perusahaan (early warning system),
sehingga perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat sebagai
bentuk antisipatif, utamanya dalam membenahi leverage yang diproksikan
melalui variabel RETA dan profitability yang diproksikan melalui variabel
GPM; NITA serta upaya peningkatan activity yang diproksikan melalui
variabel WCS; STA; SEQ dari perusahaan.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
•
Regulator (BEI & BAPEPAM)
Dalam rangka menjaga stabilitas pasar keuangan, pihak regulator dalam hal ini
BEI dan BAPEPAM sebaiknya melakukan pengawasan secara ketat terhadap
perusahaan-perusahaan yang memiliki ukuran leverage (RETA) yang tinggi,
serta profitability (NITA), activity (WCS, STA, SEQ) dan liquidity (WCTA, CS)
yang rendah. Perusahaan dengan kriteria ini sebaiknya diawasi secara ketat dan
apabila tidak menunjukkan sinyal perbaikan sebaiknya segera dikeluarkan dari
Bursa karena tidak memiliki prospek yang baik bahkan terancam mengalami
kebangkrutan sehingga nantinya, secara agregat, akan menganggu kinerja dari
pasar keuangan.
•
Investor & Kreditor
Dalam rangka mengurangi risiko investasi, investor dan kreditor sebaiknya
memperhatikan terlebih dahulu ukuran leverage (RETA), liquidity (WCTA,
CS), activity (WCS, STA, SEQ) dan profitability (NITA) dari perusahaan
sebelum memutuskan untuk berinvestasi agar dana yang telah di-investasi-kan
atau dipinjamkan dapat memberikan tingkat pengembalian yang optimal.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Altman, E. I. (1993). Corporate Financial Distress and Bankruptcy. Third Edition. New York:
John Wiley & Sons Inc.
Altman, E. I., Hotchkiss, E. (2006). Corporate Financial Distress and Bankruptcy : Predict
and Avoid Bankruptcy, Analyze and Invest in Distressed Debt. New York : John
Wiley & Sons Inc.
Altman, E.I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate
Bankrupcty. The Journal Finance 23, 589 – 609.
Beaver, W. (1966). Financial Ratios as Predictors of Failure, Empirical Research in
Accounting : Selected Studies. Journal of Accounting Research Vol 5. .
Bunyamin, A., Issah, M. (2012). Predicting Corporate Failure of UK’s Listed Companies:
Comparing Multiple Discriminant Analysis and Logistic Regression. International
Research Journal of Finance and Economics Issue 94.
Chin-Fook Yap, B., Gun-Fie Yong, D., Poon, W. C. (2010). How Well Do Financial Ratios
and Multiple Discriminant Analysis Predict Company Failures in Malaysia.
http://www.eurojournals.com/finance.htm
Chin-Fook Yap, B., Munuswamy, S., Bin Mohammed, Z. (2012). Evaluating Company
Failure in Malaysia Using Financial Ratios and Logistic Regression. Asian Journal of
Finance and Accounting Volume 4 No 1.
Georgeta, V., Georgia, T. M. (2012). Bankruptcy Prediction Model for Listed Companies in
Romania. Journal of Eastern Europe in Business and Economics Vol 2012.
Hadad, D. M., Santoso, W., Rulina, I. (2003). Indikator Kepailitan di Indonesia : An
Additional Early Warning Tools Pada Stabilitas Sistem Keuangan.
Hamilton, A., Abdullah, N. A. H., Halim, A., Rus, R. M. (2008). Predicting Corporate
Failures of Malaysia’s Listed Companies : Comparing MDA, Logit Regression and
The Hazard Model. http://www.eurojournals.com/finance.htm
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Leksrisakul, P., Evans, M. (2005). A Model of Corporate Bankruptcy in Thailand Using
Multiple Discriminant Analysis. Journal of Economics and Social Policy Vol 10
Issue 1.
Menard, S. (1995). Applied Logistic Regression Analysis. Sage University.
Nainggolan, P., Hanum, L. (2005). Prediksi Gagal Bayar Obligasi Tahun 1998-2004 Dengan
Analisis Diskriminan dan Regresi Logistik. Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol 5 No
1, 79-90.
Ohlson, J. A. (1980). Financial Ratios and the Probabilistic Prediction of Bankruptcy. Journal
of Accounting Research.
Pena, T. C., Martinez, S., Bolanle, J. A. (2009). Learning Techniques Bankruptcy Prediction:
A Comparison of Some Statistical Models.
Rashid, A., Abbas, Q. (2011). Predicting Bankruptcy In Pakistan. Theoretical and Applied
Economics Volume XVIII No 9, 103-128.
Ross, S. A., Westerfield, R. W., Jaffe, J. (2010). Corporate Finance. New York: McGraw-Hill
Sulaiman, M., Jili, A., Sanda, A. U. (2001). Predicting Corporate Failure In Malaysia: An
Application of the Logit Model To Financial Ratio Analysis. Asian Academy of
Management Journal No 6, 99-118.
Suprapto, J. (2010). Analisis Multivariat Arti Dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Citra.
Model kebangkrutan…, Aulia Keiko Hubbansyah, FISIP UI, 2013
Download