10 3 I EBCP Evidence-Based Case Presentation Selasa, 11 Februari 2014 Abdullah Reza AR - 20100101 Kepada Yth. Metode Optimal Proses Pemindahan Pasien Anak Dengan Kondisi Kritis Pendahuluan P roses rujukan pasien anak dari faslitas kesehatan primer menuju fasilitas kesehatan sekunder atau tersier sangat diperlukan untuk menjamin pelayanan kesehatan yang maksimal kepada anak. Hal ini juga dimungkinkan dengan berkembangnya tenaga ahli dan juga peralatan modern yang dapat menjamin tata laksana penyakit kritis pada fasilitas kesehatan tingkat sekunder atau tingkat tersier sejak 20 tahun terakhir di dunia.1 Masalah utama yang biasanya terjadi pada proses rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi adalah ketersediaan ruang rawat di fasilitas kesehatan yang dirujuk, keterlambatan dalam pengambilan keputussan dari fasilitas kesehatan yang merujuk, dan proses pemindahan itu sendiri. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta, dengan penduduk usia anak (0-18 Tahun) sekitar 50-juta, dengan angka morbiditas sekitar 2-3 juta setiap tahunnya baik yang ringan maupun berat.2 Pasien yang dilakuan rujukan berkisar 20.000-30.000 setiap tahunnya dengan kurang dari 1% adalah pasien anak dalam kondisi kritis. Pada proses perujukan tersebut, proses pemindahan merupakan salah satu bagian penting, khususnya pada perujukan pasien anak dalam kondisi kritis antar fasilitas kesehatan yang ada. Proses pemindahan pada dewasa (Critical Care Emergency Transport atau CET), pada sebagian besar negara sudah berjalan dengan cukup baik, namun proses pemindahan yang mengkhususkan pada anak (Pediatric Emergency Transport atau PET) lebih banyak ditemukan pada negara maju. Perlu diingat, anak bukanlah miniatur dewasa,terdapat kekhususan proses pemindahan yang dilakukan.3 RSCM sebagai pusat rujukan nasional yang setiap tahunnya menerima lebih dari 500 rujukan pasien anak dari fasilitas pelayanan kesehatan lain, dengan 50 pasien merupakan pasien anak dalam kondisi kritis, hanya 10 pasien yang dirujuk oleh NET. 1 Indonesia sebagai negara berkembang dan belum memiliki PET yang dikelola oleh rumah sakit pemerintah, memerlukan bentuk PET yang ringan dalam segi biaya namun optimal dari segi hasil, sehingga dibuatlah studi berbasis bukti yang menganalisa komponen PET yang sudah ada di negara lain. Komponen PET yang akan dianalisa adalah komponen sumber daya manusia, dan komponen peralatan medis. Kasus Seorang anak perempuan berusia 4 bulan (usia gestasi 34 Minggu, usia koreksi 10 minggu, berat lahir 2 kg, berat sekarang 2,5 Kg) datang ke instalasi gawat darurat RSCM pada tanggal 12 Juni 2012 dirujuk dari RSUD Abdoel Moeloek Lampung (RSUDAML) dengan permintaan lanjutan perawatan bayi prematur dan tidak pernah bisa minum penuh sejak lahir. Kondisi pasien saat berangkat dari RSUDAML tanda vital normal, masih dipuasakan, dan diberikan parenteral nutrisi total (Dektrose 10% dan Aminofusin®), ditemani oleh dua orang perawat yang bekerja di IGD RSUDAML. Perjalan dari RSUDAML dan RSCM selama 10 jam. Perjalanan ditempuh dengan ambulans, pasien dibawa dengan inkubator yang tidak menyala dan dibedong dengan satu lapis kain, di ambulans hanya tersedia alat resusitasi untuk dewasa. Selama perjalanan terjadi gangguan pada akses vena perifer (ekstravasasi) dan tidak dilakukan pemasangan akses vena perifer baru karena tidak ada alat untuk bayi, pasien tiba ke RSCM dengan kondisi syok hipovolemia, hipotermia, dan hipoksia. Masalah klinis Indonesia sebagai negara berkembang memerlukan PET yang dapat terjangkau oleh semua masyarakat yang membutuhkan dengan fungsi yang optimal. Studi ini berusaha membandingkan PET di negara lain dari sisi sumber daya manusia dan peralatan medis yang digunakan. Oleh karena itu timbul pertanyaan klinis berupa: PET (P) dengan fasilitas maksimal (I) dibandingkan dengan fasilitas minimal (C) apakah memiliki keluaran yang berbeda? (O) Metode Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah di atas adalah dengan menelusuri pustaka secara online dengan menggunakan database: Pubmed, 2 Highwire, Clinicalkey, Google dan Cochrane dengan kata kunci: “pediatric transport team AND Outcome”, dan “pediatric transport equipement AND outcome” , Kriteria inklusi artikel adalah artikel penelitian, bahasa inggris sebagai bahasa pengantar dan publikasi 20 tahun terakhir. Penelusuran literatur dengan metode tersebut menghasilkan 400 artikel yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil penelusuran literatur Database Metode penelusuran Jumlah artikel yang didapatkan 186 Artikel yang relevan 23 “Pediatric” AND “Transport” AND “Morbidity” OR “Mortality” Highwire “Pediatric” AND 31 2 “Transport” Cochrane “Pediatric” AND 32 2 “Transport” Artikel yang sudah dipilih menjalani seleksi seperti digambarkan pada alur 1. Setalah Pubmed dilakukan seleksi didapatkan 8 artikel yang terpilih dan kemudian menjalani telaah kritis untuk menentukan apakah artikel tersebut sahih, penting dan dapat diterapkan pada pasien. Level of evidence ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh Oxford Centre for Evidence-based Medicine 2011. Pubmed N = 23 Cochrane N=2 ClinicalKEY N=2 Total N = 29 N = 10 Highwire N=2 Penelusuran abstrak dan judul. Kriteria inklusi : uji klinis acak terkontrol atau kohort, kecuali pada neonatus saja, semua jenis studi yang bukan review diikutsertakan Duplikasi artikel N=8 Bagan 1. Alur pemilihan literatur 3 Hasil Sumber Daya Manusia PET Richard A. Orr dkk4, antara januari 2001 sampai dengan september 2002, melakukan kohort prospektif terhadap 1085 transport anak yang dilakukan oleh tim transport rumah sakit ibu dan anak Pittsburgh. Sebanyak 1.021 transport (94%) dilakukan oleh tim transport spesialis yang terdiri dari dokter spesialis pediatrik gawat darurat, perawat pediatrik gawat darurat, respirologis, dan supir ambulans khusus. Sedangkan sisanya sebanyak 64 transport (6%) dilakukan oleh tim non spesialis yang terdiri dari tim yang biasa menangani ambulans khusus dewasa. Kejadian yang tidak diinginkan, seperti tercabutnya pipa endo trakea, henti jantung, hipotensi dan terlepasnya akses vena terjadi pada 55 pasien (5%). Sebagian besar terjadi pada tim non spesialis (61%). Mortalitas selama transport pada transport spesialis sebanyak 92 (9%) dan transport non spesialis sebanyak 15 (23%). (Level of evidence 2a) Gijs D Vos dkk5, antara 1 November 2000 sampai dengan 31 Mei 2001, melakukan studi kohort pada 249 pasien anak (neonatus dieksklusi) yang dilakukan transport dari rumah sakit primer atau sekunder ke PICU rumah sakit tersier di Belanda. Dilakukan perbandingan antara pasien yang dilakukan transport oleh tim yang merujuk (pediatrik umum, atau dokter umum atau dokter anestesi) dengan pasien yang dilakukan transport oleh tim yang dirujuk (tim pediatrik gawat darurat RS tersier). Pasien yang dikawal oleh tim yang merujuk dibandingkan dengan pasien yang dikawal oleh tim yang merujuk memberikan waktu transport yang lebih lama (74,6 menit v.s 60,2 menit), angka hipoksia yang lebih tinggi (56,9% V.S 41,1%), syok yang lebih rendah (27% V.S 41%). Tim yang dirujuk lebih sering melakukan stabilisasi pra transport (75% V.S 25%), dan menggunakan ventilator selama perjalanan (72% V.S 47%). (Level of evidence 2a) Belway D dkk6, tahun 2006, melakukan metaanalisis terhadap 6 studi kohort dengan jumlah sampel 4.534 transport anak kritis dari rumah sakit primer ke rumah sakit sekunder dan tersier. Hanya 1 uji kohort prospektif yang menunjukkan bahwa spesialis khusus transport anak meningkatkan keluaran dari pasien yang dirujuk ke rumah sakit tersier. Pada metaanalisis ini sayangnya tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kelemahan dan kekurangan dari masing-masing uji kohort yang dilakukan. (Level of evidence 1a) Uusaro A dkk7, tahun 1993-1999, melakukan studi kohort retrospektif pada 66 pasien PICU di Finlandia yang dirujuk oleh tim transport khusus anak yang 4 dilengkapi peralatan selayaknya di ruang intensif dan melakukan urutan transport yang baik. Didapatkan bahwa seluruh pasien menempuh perjalanan darat lebih dari 160 km. Gagal napas dan syok tidak terjadi pada satupun dari pasien yang dilakukan transport menuju PICU. Namun masih terdapat mortalitas sebanyak 30% setelah perawatan di PICU rumah sakit tersier. (Level of evidence 2a) Kue R dkk8, melakukan kohort retrospektif sejak november 2007-April 2008 terhdap 3.383 transport yang dilakuan oleh tim transport khusus pediatrik di Amerika Serikat. Angka kejadian yang tidak diinginkan hanya 1,7% dimana sebagian besar bermasalah di bidang oksigenasi (50%) dan Syok (50%). Sebagian besar, lebih dari 80%, dapat diatasi dengan meningkatkan setting ventilator dan menambahkan obatobatan inotropik. Sedangkan 20% dari transport dibatalkan karena pasien tidak dapat distabilkan sebelum transport. (Level of evidence 2a) Davies J dkk9, melakukan penelitian potong lintang pada tahun 2002 dan 2004, dilakukan survey terhadap 250 transport anak yang dilakukan di Inggris. Sebanyak 178 transport mengikutsertakan orang tua dalam transport anaknya. Tim Transport secara umum (98%) secara mental dan teknik medis hampir tidak terbebani dan tidak mengganggu dalam pengambilan keputusan medis. Namum keberadaan orang tua pada transport anak menyumbangkan langsung 6 dari 11 kejadian yang tidak diinginkan. (Level of evidence 5) Goh dkk6,10, pada tahun 2000, melakukan kohort prospektif yang dilakukan di malaysia, dibandingkan lama waktu dirawat dan Pediatric Risk of Mortality antara pasien yang langsung masuk ruang perawatan intensif rumah sakit tersier dengan pasien yang dilakukan rujukan dari rumah sakit primer atau sekunder yang dilakukan transport oleh tim non spesialis. Lama perawatan pasien yang berasal dari rujukan lebih lama 2 hari (P < 0,00) dengan tingkat mortalistas 1,7 x lebih banyak (95%, CI 0,7-4,3, P 0,248). Walaupun ditemukan perbedaan, namun tak bermakna secara statistik, hal ini dapat disebabkan peranan dari perawatan di ruang intensiv rumah sakit tersier menutupi dari kekurangan yang terjadi pada transport yang dilakukan oleh tim spesialis. (Level of evidence 2a) King dkk11, tahun 2007, melakukan penelitian kohort terhadap dua tim transport anak, tim pertama adalah gabungan dokter spesialis dan perawat terlatih dan tim dua terdiri dari dua perawat terlatih. Didapatkan bahwa tingkat morbiditas, kejadian yang tidak diinginkan, dan mortalitas pada kedua grup tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal ini disebabkan karena pada kedua grup memiliki keahlian yang 5 sama walaupun dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. (Level of evidence 2a) Perlengkapan Medis PET Docherry dkk12, tahun 2000, melakukan penelitian eksperimental terhadap 49 PET yang menggunakan intubasi. Hasil menunjukkan bahwa yang menggunakan ventilasi tekanan positif manual memiliki variasi CO2 pada pengukuran dengan kapnometri. Sedangkan penggunaan ventialtor transport menunjukkan kadar CO2 yang stabil. (Level of evidence 2a) Hurst dkk12, tahun 1990, melakukan penelitian eksperimental terhadap 22 PET yang menggunakan ventilasi tekanan positif manual dan ventilator transport. Ditemukan bahwa penggunaan ventilator dibandingkan dengan ventilasi tekanan positif manual adalah oksigenasi sama pada kedua perlakukan, namun ventilasi pada ventilasi tekanan positif manual lebih bersifat hiperventilasi. Hal ini disebabkan pada ventilasi tekanan positif manual sulit dalam melakukan pengontrolan frekuensi napas. Namun pada penelitian ini mengatakan bahwa, efek samping hiperventilasi ditemukan pada 3 pasien neonatus yang menggunakan ventilasi tekanan positif manual, namun pada pasien anak tidak ditemukan kelainan pasca transport. (Level of evidence 2a) Stroud dkk13, tahun 2006-2007, melakukan penelitian eksperimental pada 95 PET dimana 46 PET dilakukan pemantauan tanda-tanda vital setiap menit dengan menggunakan alat monitoring dan 49 PET dilakukan pemantauan tanda-tanda vital secara manual setiap 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa PET yang menggunakan aat monitoring lebih banyak mendapatkan intervensi medis selama perjalanannya dibandingkan PET dengan monitoring manual. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa PET yang menunjukkan intervensi lebih banyak selama perjalanan menunjukkan angka morbiditas yang rendah dan lebih cepat mengalami kesembuhan. Pembahasan PET membutuhkan peralatan dan sumber daya tenaga kesehatan yang baik. Hal ini berkaitan dengan persiapan pra keberangkatan, saat di perjalanan dan saat tiba di tempat rumah sakit yang dituju. Semua rangkaian acara tersebut menentukan keluaran pasien selanjutnya dan dapat berimplikasi pada tingkat mortalitas dan morbiditas yang terjadi pada pasien. 4,14,15 Perlengkapan dan peralatan yang ada dalam PET harus memiliki ukuran yang dapat digunakan untuk pasien anak, selain itu juga memerlukan jumlah yang lebih 6 banyak dibandingkan dengan perlengkapan yang disediakan untuk kepentingan transport pada umumnya.16 Hal inilah yang menjadi masalah pada kasus, tidak tersedianya perlengkapan pada anak sehingga saat terjadi kejadian yang tidak diinginkan dan tidak dapat ditangani secara adekuat. Selain itu, pada kasus besar kemungkinan melewati stabilisasi pra transport, hal ini sesuai dengan kohort yang dilakukan oleh Gijs D Vos dkk, stabilisasi pra transport menurunkan angka kejadian hipoksia dan syok yang berimplikasi pada semakin singkatnya waktu selama transport.15 Pada sumber daya manusia, berdasarkan meta analisis Bell way dkk, menemukan tidak ada perbedaan keluaran pada transport yang dilakukan oleh tim transport khusus anak dan tim transport yang tidak khusus anak.6 Pada penelitian ini menilai keluaran pada pasien pasca perawatan di rumah sakit tujuan, hal ini tidapat dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan bahwa tim transport khusus anak tidak dibutuhkan untuk transport pasien anak. Penelitian ini memiliki kelemahan, karena tidak mempertimbangkan intervensi yang dilakukan pada rumah sakit tujuan. Tim Transport khusus anak dengan fasilitas layaknya ruang intensif akan megurangi kejadian yang tidak diinginkan seperti terlepasnya ETT, terlepasnya akses vena, atau habisnya persediaan oksigen.7,8 Pada kasus tidak ditemukan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan transport anak sehingga terjadi kejadian yang tidak diinginkan berupa syok saat tiba di RSCM 10,11 Berdasarkan studi yang ada, transport anak dengan tim yang memiliki keahlian khusus di bidang pediatrik akan memberikan keluaran yang lebih baik, lama perawatan yang lebih singkat, dan angka kejadian yang tidak diinginkan yang lebih rencah dibandingkan dengan yang tidak terlatih di bidag pediatrik. Tim tidak memerlukan adanyanya dokter, minimal perawat yang memiliki keahlian di bidang pediatrik.10,11 Simpulan Kemungkinan terjadi kejadian yang tidak diinginkan selama PET, baik berupa gangguan oksigenasi atau sirkulasi, namun hal ini dapat dikurangi jika tim transport anak terdiri tenaga medis yang terlatih di bidang transport. Selain itu, proses stabilisasi pra transport memegang peranan penting dalam memperbaiki keluaran pasien pasca transport, tentunya dengan didukung perlengkapan selayaknya ruang intensif anak. Namun dalam kondisi keterbatasan, penggunaan alat-alat canggih dapat 7 ditunda, dengan konsekuensi adanya keterlambatan atau kejadian yang tidak diinginkan. Saran 1. Perlu dipertimbangkan pembentukan Tim Transport di rumah sakit tersier, khususnyanya RSCM, sehingga menjamin pasien anak yang dirujuk masuk ke rumah sakit tersier dalam kondisi stabil. a. Pemberian pelatihan kepada dokter dan tenaga medis lain mengenai PET. b. Semua alat harus dilengkapi untuk anak, kecuali ventilator dan alat monitoring karena dapat digantikan oleh balon mengembang sendiri dan monitoring manual. 2. Perlu dipertimbangkan pembentukan ambulans khusus anak dengan perlengkapan selayaknya ruang intensif, minimal alat resusitasi (A-B-C-D) yang dapat digunakan untuk melakukan penjemputan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit tersier atau RSCM, demi menanggulangi jika terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Daftar Pustaka 1. Pearson JE, Cataldo M, Tureman A, Bessman C, Rogers MC. Pediatric intensive care unit patients. Effects of play intervention on behavior. Crit Care Med. 1980;8:64-7. 2. Su TT, Bulgiba AM, Sampatanukul P, Sastroasmoro S, Chang P, Tharyan P dkk. Clinical Epidemiology (CE) and Evidence-Based Medicine (EBM) in the Asia Pacific region (Round Table Forum). Prev Med. 2013;57 Suppl:S5-S7. 3. Barbier ML, Chabernaud JL, Lavaud J, Fevrier YM, Johanet S. [Emergency medical transport of children in the Ile-de-France area]. Arch Fr Pediatr. 1987;44:413-7. 4. Orr RA, Felmet KA, Han Y, McCloskey KA, Dragotta MA, Bills DM dkk. Pediatric specialized transport teams are associated with improved outcomes. Pediatrics. 2009;124:40-8. 5. Gijs D.Vos. Comparison of interhospital pediatric intensive care transport accompanied by a referring specialist or a specialist retrieval team. Intensive Care Med. 2003;30:302-8. 12-9-2013. 8 6. Belway D, Henderson W, Keenan SP, Levy AR, Dodek PM. Do specialist transport personnel improve hospital outcome in critically ill patients transferred to higher centers? A systematic review. J Crit Care. 2006;21:817. 7. Ari Uussaro, Ilkka Parviainen, Jukka Takaala, Esko Rukonen. Safe longdistance interhospital ground transfer of critically ill patients with acute severe unstable respiratory and circulatory failure. Intensive Care Med. 2002;28:11225. 8. Ricky Kue, Paul Brown, Chyrl Ness, James Scheulen. Team: A Preliminary Report Adverse Clinical Events During Intrahospital Transport by a Specialized. Crit Care Med. 2011;20:153-62. 9. J Davies, S M Tibby, I A Murdoch. Should parents accompany critically ill children during inter-hospital transport? Arch Pediatr. 2005;90:1270-3. 10. Goh AY, Abdel-Latif M, Lum LC, Abu-Bakar MN. Outcome of children with different accessibility to tertiary pediatric intensive care in a developing country--a prospective cohort study. Intensive Care Med. 2003;29:97102. 11. King BR, King TM, Foster RL, McCans KM. Pediatric and neonatal transport teams with and without a physician: a comparison of outcomes and interventions. Pediatr Emerg Care. 2007;23:77-82. 12. Dockery WK, Futterman C, Keller SR, Sheridan MJ, Akl BF. A comparison of manual and mechanical ventilation during pediatric transport. Crit Care Med. 1999;27:802-6. 13. Stroud MH, Prodhan P, Moss M, Fiser R, Schexnayder S, Anand K. Enhanced monitoring improves pediatric transport outcomes: a randomized controlled trial. Pediatrics. 2011;127:42-8. 14. Medina Villanueva JA, Concha Torre JA, Rey GC, Menendez CS. [Ventilation in special situations. Mechanical ventilation during transportation of pediatric patients]. An Pediatr (Barc ). 2003;59:385-92. 15. Orr RA, Venkataraman ST, Cinoman MI, Hogue BL, Singleton CA, McCloskey KA. Pretransport Pediatric Risk of Mortality (PRISM) score underestimates the requirement for intensive care or major interventions during interhospital transport. Crit Care Med. 1994;22:101-7. 16. Limprayoon K, Sonjaipanich S, Susiva C. Transportation of critically ill patient to Pediatric Intensive Care Unit, Siriraj Hospital. J Med Assoc Thai. 2005;88 Suppl 8:S86-S91. 9