35 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan

advertisement
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu di
Kabupaten Lombok Timur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara “purposive
sampling” (sengaja), atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten tersebut memiliki
tingkat produksi jagung yang terbesar. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April-Mei 2012.
4.2.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu
data primer dan sekunder. Data primer berasal dari petani jagung, pedagang
pengumpul hingga pedagang pengecer jagung, yang diperoleh dengan
menggunakan teknik survey lapangan dan wawancara langsung dengan
menggunakan kuisioner terstruktur. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
instansi terkait seperti BPS, Dinas Pertanian Provinsi NTB, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Provinsi NTB, maupun hasil-hasil penelitian yang berkaitan
dengan topik penelitian.
4.3.
Metode Penentuan Responden dan Pengumpulan Data
Responden di dalam penelitian ini adalah petani jagung dan pedagang
pengumpul hingga pedagang pengecer jagung yang terlibat dalam pasar jagung di
NTB. Penentuan responden petani jagung dalam penelitian ini dilakukan dengan
metode simple random sampling atau acak sederhana. Sedangkan pada responden
pedagang jagung, baik itu pedagang pengumpul hingga pedagang pengecer di
NTB dilakukan dengan metode snowboll sampling yaitu mengikuti alur
pemasaran jagung yang berlanggsung. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi kegiatan pemasaran berdasarkan pada jumlah pedagang yang terlibat
dalam alur pemasaran jagung. Adapun jumlah petani jagung yang digunakan
sebagai responden yaitu sebanyak 30 orang petani.
35
4.4.
Metode Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh akan di tabulasi untuk kemudian
dilakukan analisis data. Untuk analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kualitatif dilakukan
untuk mengidentifikasi kondisi dan permasalahan pemasaran jagung di lapangan.
Sedangkan pengolahan data kuantitatif menggunakan Microsof Excell 2007 dan
Eviews 6.
4.4.1. Analisis Struktur Pasar
Analisis struktur pasar jagung diidentifikasi selama pelaksanaan survey di
lapangan. Untuk menganalisis struktur pasar dilakukan dengan melihat empat
karakteristik pasar, diantaranya yaitu 1) jumlah penjual dan pembeli (lembaga
pemasaran yang ada), 2) keadaan produk yang diperjual belikan, 3) Hambatan
masuk pasar (Sudiyono, 2002).
Semakin banyak penjual dan pembeli dalam perdagangan jagung serta
volume dari produk yang diperjual belikan pada masing-masing lembaga
pemasaran relatif sedikit dan hampir merata, ini menunjukkan bahwa struktur
pasar adalah bersaing sempurna. Adanya kesepakatan antar lembaga pemasaran,
tingginya hambatan pasar untuk masuk pasar, kurangnya informasi pasar atau
pengetahuan tentang pasar menunjukkan struktur pasar cenderung bersaing tidak
sempurna.
Selain empat karakter pasar diatas, struktur pasar juga dianalisis
berdasarkan pangsa pasar dan konsentrai rasio. Pangsa pasar (market share)
dilakukan untuk mengetahui perkembangan penjualan pada masing-masing
pembeli (pedagang) dengan menghitung konsentrasi rasio pada empat pedagang
jagung terbesar (Kohls dan Uhl, 2002). Pengukuran konsentrasi rasio dilakukan
dengan menghitung nilai four firm concentration ratio (CR4), dimana konsentrasi
rasio diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh
empat pedagang besar jagung terhadap total volume jagung atau output yang
dibeli oleh pedagang selevelnya di Propinsi NTB.
4
CR4 =
∑ Sij
i=1
36
Sij merupakan pangsa pasar (market share) dari empat pedagang jagung yang
terbesar di Provinsi NTB. Sedangkan persamaan Market Share (MSij) (Farris, et
all, 2007) adalah :
Market Share = MSij =
Sii
x 100%
Stotal
Dimana :
Si
= produksi jagung pedagang terbesar ke-i (ton/tahun) …. i = 1, 2, 3, 4
Stotal
= total produksi jagung di provinsi NTB (ton/ha)
4.4.2. Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan cerminan dari struktur pasar yang akan
mempengaruhi kegiatan penjualan dan pembelian. Untuk menganalisis perilaku
pasar yaitu dilakukan dengan melihat tiga karakteristik pasar yang dikemukakan
oleh Dahl dan Hammond (1977) yaitu :
¾ Sistem penentuan harga dan pembentukan harga antar pedagang.
¾ Praktek penjualan dan pembelian.
¾ Sistem jaringan kerjasama antar lembaga pemasaran.
4.4.3. Analisis Kinerja Pasar
Kinerja pasar dalam penelitian ini menggunakan analisis marjin pemasaran
(MP), share harga yang diterima petani, serta integrasi pasar.
4.4.3.1.
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran menurut Tomek dan Robinson (1977) diartikan sebagai
perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima
produsen (petani). Model yang digunakan adalah :
yang pada beli, dan perbedaan harga di tingkat konsumen sebagai harga jual (Dahl dan Hammond 1977).
MT = Pr – Pf
Dimana :
MT
= Marjin pemasaran (Rp/kg)
Pr
= Harga yang terjadi pada tingkat pengecer (waktu t) (Rp/kg)
Pt
= Harga yang terjadi pada tingkat petani (waktu t) (Rp/kg)
37
Penjumlahan biaya pemasaran dengan keuntungan yang diperoleh pada
masing-masing tingkat pasar dapat pula digunakan untuk menghitung marjin
pemasaran. Hal ini menurut Tomek dan Robinson (1990), dikarenakan biaya
pemasaran yang diperhitungkan adalah akibat dari adanya permintaan dan
penawaran terhadap jasa pemasaran. Secara sistimatisnya adalah :
MT = Ci + πi
Dimana :
Ci
= biaya pemasaran pada waktu t (Rp/kg)
πi
= keuntungan pemasar (lembaga) pada waktu t (Rp/kg)
Dengan demikian, total marjin pemasaran (MP) menggunakan model sistimatis
sebagai berikut :
n MP = ∑ Mi = Pji - Pbi
i=1 Dimana : Mi = marjin di tingkat pemasaran ke i, dimana i = 1, 2, …, n
Pji = harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i
Pbi = harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i
Sistim pemasaran dikatakan efisien bila marjin pemasaran yang diperoleh
rendah. Hal ini dikarenakan biaya pemasaran yang dikeluarkan juga rendah.
4.4.3.2.
Farmer Share
Untuk mengetahui bagian harga yang diterima petani dari harga di tingkat
konsumen, dilakukan dengan analisis farmer share (FS). Besar kecilnya farmer
share dipengaruhi oleh jenis produksi, jumlah produksi, biaya transportasi, biaya
penyimpanan, dan biaya pemipilan (Kohl dan Uhls, 2002). Dimana semakin
tinggi persentase farmer share yang di peroleh, maka akan semakin meningkat
pula kesejahteraan petani, yang berarti pendapatan petani juga menjadi meningkat.
FS =
Pf
Pr
38
x 100%
Dimana :
FS
= bagian harga yang di terima petani ( persen)
Pf
= harga di tingkat petani (Rp/kg)
Pr
= harga di tingkat konsumen (Rp/kg)
4.4.3.3.
Integrasi Pasar
Integrasi pasar oleh Harris (1979) diindikasikan sebagai keterpaduan
diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi terhadap harga. Ravallion (1986)
dan Heytens (1986) mengatakan bahwa, pasar akan terintegrasi jika terjadi suatu
aktivitas perdagangan di antara pasar-pasar tersebut. Dengan kata lain, seberapa
jauh pembentukan harga suatu komoditi pada satu tingkat lembaga pemasaran
mampu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya.
Untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi
oleh harga pasar konsumsi akan diterapkan model dari Ravallion (1986) yang
selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986) yaitu :
Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt - Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4X
Dimana :
Pit
= Harga jagung pada pasar lokal/ petani (waktu t)
Pit -1
= Harga jagung pada pasar lokal/petani (waktu t-1)
Pt
= Harga jagung pada pasar acuan (waktu t)
Pt-I
= Harga jagung pada pasar acuan (waktu t-1)
X
= Faktor musim atau faktor lain
(1+b1) = koefisien lag harga di tingkat pasar ke-i (petani) pada waktu t-1
b2
= koefisien perubahan harga di pasar acuan pada waktu t dan t-1
(b3-b1) = koefisien lag harga di tingkat pedagang besar pada aktu t-1
Untuk melihat tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar,
digunakan analisis indeks hubungan pasar atau IMC (Indeks of Market
Connection) antara kedua pasar.
IMC =
(1 + b1)
(b3 - b1)
39
Integrasi jangka pendek terjadi bila b1 = -1 dan IMC = 0. Jika pasar
terpisah atau pasar tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 adalah sama
(b1 = b3) dan IMC bernilai tak hingga. Dalam kondisi normal, indeks bernilai
positif dan nilai b1 antara 0 dan -1. IMC yang mendekati 0, menunjukkan integrasi
pasar yang tinggi, sedangkan IMC < 1 menurut Timer dalam Heytens (1986) juga
mencerminkan integrasi yang tinggi dalam jangka pendek. Sedangkan untuk
melihat keterpaduan jangka panjang, digunakan koefisien b2. Semakin mendekati
satu pada nilai koefisien b2, maka derajat keterpaduan pasarnya semakin tinggi.
Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka panjang apabila
nilai koefisien korelasinya sama dengansatu.
Jika b1 = -1 dan IMC = 0, pasar dikatakan terjadi integrasi jangka pendek
4.4.4. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran dianalisis secara diskriptif yaitu berdasarkan pada
situasi yang berkaitan dengan pemasaran jagung di Provinsi NTB. Analisis ini
dilakukan pada lembaga pemasaran yang dominan dalam kegiatan pemasaran
jagung di Provinsi NTB, yaitu dengan melihat pada bauran pemasaran jagung
yang meliputi produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi
(promotion) (Kotler dan Keller, 2008).
Bauran produk dilihat berdasarkan karakteristik khusus produk, macam
atau jenis produk, ukuran produk, mutu/ kualitas produk, dan pembungkus
(kemasan). Penetapan harga, dilakukan perusahaan berdasarkan penetapan harga
bersaing. Sedangkan untuk kegiatan promosi produk di lihat melalui promosi
yang dilakukan perusahaan baik media (televisi, majalah, surat kabar/media
cetak), maupun promosi dari mulut ke mulut (word of mounth). Begitu pula
dengan tempat/ lokasi yaitu dilihat dari segi letak lokasi, distribusi produk, dan
cakupan wilayah.
4.5.
Definisi Variabel
Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Marjin pemasaran yaitu selisih harga beli dengan harga jual jagung pada
tingkatan lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/ kg).
40
2. Harga jagung yaitu harga beli dan harga jual jagung di tingkat petani,
pedagang pengumpul, hingga pedagang pengecer yang dinyatakan dalam
satuan rupiah per kilogram (Rp/ kg).
3. Tingkat harga beli yaitu harga rata-rata pembelian jagung yang dinyatakan
dalam rupiah per kilogram (Rp/ kg).
4. Tingkat harga jual yaitu harga rata-rata penjualan jagung yang dinyatakan
dalam rupiah per kilogram (Rp/ kg).
5. Tingkat perubahan harga yaitu harga yang terjadi di tingkat konsumen
(sebagai harga beli) akibat perubahan harga di tingkat pedagang (sebagai
harga jual) yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/ kg).
6. Biaya pemasaran yaitu seluruh jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga
pemasaran dalam kegiatan pemasaran jagung yang dinyatakan dalam rupiah
per kilogram (Rp/kg).
7. Rantai pemasaran yaitu rangkaian arus produk dari tingkat produsen ke tingkat
pedagang pengecer.
8. Keterpaduan pasar adalah ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat
hubungan antar pasar dimana perubahan harga di tingkat pasar tertentu akan
ditransmisikan pada pasar lainnya.
9. Efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total prooduk
yang dipasarkan. Analisis ini digunakan untuk melihat kinerja pasar, dimana
semakin efisien pemasaran berarti semakin baik kinerja pasar tersebut.
41
Halaman ini sengaja di kosongkan
42
Download