BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAERAH PENELITIAN I.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak di dalam wilayah kabupaten Blang pidie, provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Gambar II.1). Secara geografis lokasi penelitian terletak di antara koordinat-koordinat 96° 47’ 40” BT sampai 96° 48’ 19,83” BT dan 3° 48’ 20” LS sampai 3° 49’ 0,18” LS. Lokasi penelitian berada disekitar alur Sungai Pinang di kaki Gunung Pineung (Gambar II.2). Di sebelah timur dan tenggara berbatasan dengan Gunung Leuser. : Lokasi Daerah Penelitian Gambar II.1. Peta Lokasi Daerah Penelitian Krueng Bathee Alue Rambot Kota Jeumpa Gambar II.2. Peta Lokasi Daerah Penelitian (Continued) II.2. Kondisi Sosial Masyarakat Jumlah penduduk Aceh Barat Daya menurut data Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai dengan Juni 2008 adalah sebanyak 125.354 jiwa. Aceh Barat Daya mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan untuk kelangsungan perekonomiannya. Hal ini ditunjang dengan posisinya yang sangat strategis di jalur dagang kawasan barat Aceh, khususnya kota Blangpidie yang sejak dulu menjadi pusat perdagangan di pantai barat Aceh. Sebenarnya bila kondisi keamanan semakin membaik, banyak sekali potensi yang dapat digali di kawasan ini, seperti pariwisata, karena posisinya yang merupakan paduan antara pantai Samudera Hindia dan Bukit Barisan yang hijau. Aceh Barat Daya juga dapat dikembangkan sebagai kawasan agroindustri, agribisnis dan peternakan terpadu serta sektor lain yang akan berkembang. II.3. Geologi Dan Sumber Daya Mineral Pulau Sumatera berada pada daerah busur kepulauan antara lempeng India-Australia yang relatif bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia. Kegiatan tektonik ini membentuk elemen-elemen seperti palung, busur kepulauan, cekungan depan busur, busur gunungapi, dan cekungan belakang busur. Gambar II.3 Tektonik Indonesia Berdasarkan zona subduksi dan busur magmatik, proses pembentukan dan distribusi batuan pada daerah Indonesia bagian Barat dan Semenanjung Malaysia mempunyai kesamaan yang ditunjukkan oleh kesamaan penyebaran andesit dan basalt berumur Permo-Karbon di Malaysia dan Kalimantan Barat (Klompe, 1961). Distribusi penyebaran batuan granit berada pada zona Sumatera Selatan yang berasal dari intrusi busur plutonik-volkanik masa Mesozoikum. Zona subduksi zaman Perm, Trias-Jura dan Kapur muncul di Sumatera atau sekitar trench-arc gap bagian barat yang mengakibatkan terbentuknya melange dan terbentuknya busur magmatik yang menghasilkan intrusi granit (Katili, 1973). Seperti terlihat pada gambar II.4 Dalam skala regional Asia Tenggara. Active Subduction Zone Cretaceous Subduction Zone Active Volcanoes Cretaceous Magmatic Arc Border Foreland Basin Triassic – Jurassic Magmatic Arc Tertiary Subduction Zone Permian Subduction Zone Tertiary Magmatic Arc Permian Magmatic Arc Gambar II.4. Penyebaran batuan di paparan Sunda dan Asia Tenggara II.3.1. Geologi Lokal Berdasarkan Peta Geologi lembar Tapaktuan (Gambar II.5), batuan tertua adalah batusabak, metasiltstones, metaarenites dan batuan gampingan dari Formasi Kluet dan Alas. Deformasi regional disertai oleh metamorfisme skala rendah sampai medium (membentuk andalusit dan staurolit) dan magmatisme granitik yang menyebar, berlanjut pada Permian Tengah. Skiss dan Gneiss yang terbentuk dari sedimen-sedimen Formasi Alas dan Kluet, dan Granodiorit Pantan Dedalu yang terfoliasi gneissose, diperkirakan terbentuk di kedalaman dalam zona patahan mayor transcurrent pada Mid-Permian, meskipun mungkin juga terjadi pada masa cretaceous. Distribusi dan variasi dari litologi mengindikasikan bahwa formasi Vulkanik di lembar Tapaktuan dari grup Woyla sebagian berasal dari batuan subaerial (batuan beku ekstrusif), umumnya andesitik, busur vulkanik. Anggota batugamping diinterpretasikan sebagai fringing reefs, dengan batugamping utama terbentuk pada peristiwa transgressi yang tidak bergerak (quiscent transgressive). Sementara itu klastik berbutir halus dan lumpur terkumpul pada daerah yang lebih dalam. Main Zone of Sumatra Fault System Gambar II.5. Simplified Geological Map, Lembar Tapaktuan (Cameron dkk, 1982) II.3.2. Mineralisasi Daerah Penelitian Sumberdaya mineral di daerah penelitian secara umum dapat digolongkan kedalam 3 (tiga) kelompok utama (Cameron dkk,1982), yaitu : 1. Mineral Logam Pirit. Sekitar 1-2% pirit umum ditemukan pada batuan beku, dan pada patahan atau zona rekahan. Dari sampel (grab) yang diambil diketahui memiliki kandungan As (sampai dengan 3000 ppm) dan Cu. Sebaran pirit yang cukup banyak dapat ditemukan di Susuh Granodiorit. Boulder metasomatis ultramafik di daerah Babahrot mengandung pirit sampai dengan 10%; batuan ini juga memiliki kandungan As, Mo, Cr dan Ni tinggi. Hematite-magnetite. Formasi vulkanik Tapaktuan secara teoritis merupakan sumber magnetit dan sulfida yang potensial; oksida besi secara umum dapat ditemukan cukup banyak pada aliran sungai pada formasi ini dan formasi Babahrot. Magnetit yang masiv dapat ditemukan pada daerah Alue Petue Gadae dan Air Pinang, sementara lapisan pasir magnetit banyak ditemukan di sungai pada sepanjang garis pantai barat, yang dinotasikan sebagai Kr. Seumayam. Copper. Tembaga biasanya berasosiasi dengan sebaran magnetit, dimana formasi Tapaktuan juga mengandung sebaran tembaga (disseminated), umumnya malachite, yang telah terubahkan dan disisipi tufa dan aglomerat. Kombinasi dua tipe mineralisasi ini merupakan alasan tingginya kandungan Cu pada formasi Kluet (Helmkampf & Nagashima,1973). Kandungan tembaga (Cu) minor dapat ditemukan pula di Kota Diorit sebagai chalcopyrite, di Samadua granit. Gold. Emas aluvial terdapat cukup banyak pada daerah ini dimana pada tambang tua di sekitar Alue Petua Gadae memiliki kedalaman yang besar dan luas. Sumbernya diasumsikan oleh sulfida vulkanogenik dan auriferous magnetite pada formasi Babahrot. Lokasi lain yang terdapat emas tipe ini adalah Alue Cut, Alue Bui Bridge, dan Krueng Bathee. Selain jenis-jenis sumberdaya logam diatas terdapat pula indikasi-indikasi minor seperti Mangan, merkuri, molibdenum, perak, dan seng. 2. Mineral Non-logam atau Mineral Industri, Limestone. Cadangan batugamping yang cukup besar dapat ditemukan pada daerah Tapaktuan; CaO pada kisaran 47-58%, MgO 2,2-3,2% (Hasibuan, 1970). Daerah yang sangat baik berada pada bagian tenggara tapaktuan, dimana material yang mengandung lempung dan cocok untuk industri semen dapat ditemukan dengan mudah. Sumberdaya material konstruksi yang luas terdapat dekat dengan jalan utama dan pusat populasi. Yang sering dimanfaatkan berupa kerikil pada formasi Takengon di area Seumayam dan Pawah Baro disepanjang jalan garis pantai barat, dan di formasi Blangkejeran. 3. Sumberdaya Energi Batubara berjenis lignit berbentuk lapisan tipis dan parsial dapat ditemukan pada sedimen tersier yang lebih tua. Zwierzycki (1922) mencatat sebuah lapisan setebal 1 m yang diperkirakan kemudian, didekat tapaktuan. Lapisan pada daerah Ladang Tula merupakan terbaik yang ditemukan selama survei. Sumberdaya yang sama bisa ditemukan pula pada daerah Kampong le Mirah dan Alue Rimeung. II.3.3. Genesa Bijih Besi Alue Sungai Pinang • Bijih Besi Primer Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya. khususnya disekitar kontak intrusi tersebut, sehingga terbentuk mineralisasi bijih besi, berupa mineral besi magnetit, hematit dan oksida besi. Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Mineral-mineral pembawa besi dengan nilai ekonomis dengan susunan kimia, kandungan Fe dan klasifikasi komersil dapat dilihat pada Tabel II.1. Tabel II.1 mineral-mineral bijih besi bernilai ekonomis Mineral Susunan kimia Kandungan Fe (%) Klasifikasi komersil Magnetit Fe3O4 72,4 Magnetik atau bijih hitam Hematit Fe2O3 70,0 Bijih merah Limonit Fe2O3.nH2O 59 – 63 Bijih coklat Siderit FeCO3 48,2 Spathic, black band, clay ironstone Sumber : Iron & Ferroalloy Metals in (ed) M. L. Jensen & A. M. Bafeman, 1981; Economic Mineral Deposits, P. 392. • Metasomatisme Kontak Pada saat magma yang pijar dan sangat panas menerobos lapisan batuan, magma tersebut makin lama akan makin kehilangan panasnya akhirnya akan membeku menjadi batuan beku intrusif. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah ataupun pada kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif dangkal, menengah ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara magma yang masih cair dengan batuan di sekitarnya. Pengaruh dari kontak ini dapat berupa panas yang disertai adanya perubahan-perubahan kimiawi sebagai akibat pertukaran ion dan sebagainya. Dari magma ke batuan yang diterobos dan sebaliknya. Kontak semacam ini disebut kontak metasomatisme. Batuan samping yang terterobos oleh magma, yang paling besar kemungkinannya untuk dapat menimbulkan deposit kontak metasomatik adalah batuan karbonat yang akan membentuk endapan skarn. Batugamping murni maupun dolomit dengan segera akan mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan unsur-unsur yang berasal dari magma, pada batugamping yang tidak murni, efek kontak metasomatik yang terjadi lebih kuat, karena unsur-unsur pengotoran seperti silika, alumina dan besi adalah bahan-bahan yang dapat dengan mudah membentuk kombinasi-kombinasi batu dengan oksida kalsium. Seluruh masa batuan di sekitar kontak dapat berubah menjadi garnet, silika dan mineral bijih. Skarn adalah endapan yang terjadi karena interaksi antara larutan magma silikat dengan batuan samping karbonat bertipe larutan hidrotermal yang bergerak dan mendistribusikan logam-logam dan komponen lain yang dikandungnya. Endapan skarn merupakan sumber bijih berkadar tinggi dari logam Cu, Fe, Zn, Mo, Pb, Au, Ag dan mineral industri seperti grafit, wolastonit, dan talk. Kedalaman dan waktu pembentukan endapan skarn sangat berpengaruh pada penyebaran metamorfosis dan alterasi retrograde sebagai akibatnya bentuk, ukuran dan komposisi skarn akan bervariasi. Pengaruh air tanah dan proses ubahan yang terjadi serta penghancuran mineral-mineral skarn karena ubahan retrograde merupakan salah satu ciri dari pembentukan endapan skarn dangkal. Endapan skarn yang dalam, penyebarannya luas, kompleks, karena pengaruh lelehan silikat yang keluar dalam waktu lama membentuk berbagai endapan bijih. Genesa endapan skarn (Gambar II.6) terbagi atas 3 tahap yaitu: 1. Initial isochemical metamorphism (stage 1) Tahapan ini mengakibatkan rekristalisasi dari batuan samping akibat adanya intrusi. Batugamping menjadi marbel, shale menjadi hornfles, serta batupasir menjadi kuarsit. Reaksi-reaksi terbentuknya skarn dapat terjadi di sepanjang kontak batuan. Secara prinsip, proses-proses ini membentuk adanya isokimia metamorfisme akibat dari difusi unsur-unsur akibat pergerakan fluida, dan merupakan bagian dari pergerakan air metamorfik. Batuan akan menjadi lebih brittle dan menjadi media yang lebih baik untuk infiltrasi fluida-fluida pada tahapan selanjutnya, 2. Multiple stages of metasomatism (stage 2) Adanya infiltrasi antara fluida hidrothermal-metamorfik mengakibatkan terubahnya yang sebelumnya sudah terbentuk pada tahapan pertama menjadi skarn. Proses ini terjadi pada temperatur 800-400 °C, mineral bijih akan mulai terendapkan pada saat pluton mulai mengalami pendinginan. Mineral-mineral yang terbentuk pada tahapan ini relatif bersifat anhydrous. Pengendapan mineral-mineral oksida (magnetite dan kasiterit) dan disusul oleh sulfida-sulfida mulai terbentuk pada tahapan akhir di stage ini, Gambar II.6. Skema pembentukan bijih besi di Alue Sungai Pinang 3. Retrograde alteration (stage 3) Tahapan ini merupakan retrograde (perusakan) yang diikuti oleh pendinginan pluton dan menyebabkan terjadinya alterasi hydrous akibat infiltrasi air meteorik. Kalsium akan terlindikan (leached) dan menghasilkan mineral-mineral seperti epidot (low-iron), klorit, aktinolit, dll. Penurunan temperatur akan menyebabkan terbentuknya mineralmineral sulfida. Kontak reaksi dengan marbel akan mengakibatnya netralisasi larutan hidrothermal, sehingga mengakibatkan terbentuk bijih sulfida dengan kadar yang tinggi. Proses retrograde yang akan menghasilkan alterasi ini akan lebih intensif berlangsung pada kedalaman yang dangkal.