BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur dan transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah, sehingga pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa; “perekonomian nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh, rakyat dan pemerintah. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 tahun 2004 menyebutkan bahwa: “Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam 1 Universitas Kristen Maranatha 2 rangka mencapai tujuan bernegara”. Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana – rencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah , dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelanggara negara dan masyarakat tingkat pusat dan daerah sehingga konstruksi mempunyai peranan yang cukup penting dan strategis, dikarenakan jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang pembangunan. Disamping itu, penyelenggaraan jasa konstruksi juga berperan untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Faktor kunci dalam pengembangan jasa konstruksi nasional adalah peningkatan kemampuan usaha, terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan konstruksi, serta peningkatan peran masyarakat secara aktif dan mandiri dalam melaksanakan kedua upaya-upaya tersebut. Peningkatan kemampuan usaha ditopang oleh peningkatan profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai melalui pemenuhan hak dan kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak yang terkait. Sistem perencanaan, pengawasaan serta pelaksanaan di dalam suatu kontrak konstruksi harus mengikuti prosedur teknis konstruksi secara benar, terutama kesadaran dari masing-masing pihak dalam melaksanakan suatu pembangunan guna tercapainya tujuan dari pelaksanaan kontrak konstruksi tersebut baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Sekilas apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis yang artinya kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Universitas Kristen Maranatha 3 Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita, sampai kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Kontrak tidak lain adalah perjanjian yang mengikat para pihak sehingga didalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian dan undang-undang,menurut pendapat Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal1. Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana terkihat dari makin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi. Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi diperlukannya kesadaran hukum, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan agar dapat menwujudkan bagunan yang berkualitas. Adanya beberapa indikasi kecurangan dalam proses pengadaan jasa konstruksi sudah bukan menjadi rahasia umum, beberapa sumber yang didapat dari internet mengatakan bahwa lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir 30 - 50 persen kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.2 Terhadap adanya indikasi kecurangan yang paling sering dilakukan dalam setiap tahapan pengadaan jasa konstruksi terjadi pada tahap: 1 http://naufalalfatih.wordpress.com/2012/10/10/perjanjiankontrak/ pada tanggal 18 oktober 2014. 2 SS Purwanto, Kajian Prosedur Pengadaan Jasa Konstruksi Secara E-Procurement, hlm.19. Universitas Kristen Maranatha 4 a) Tahap Pengumuman pelelangan dimana perusahaan-perusahaan tertentu yang menjadi pemenang dari tender untuk mengerjakan proyek tersebut. b) Tahap pemasukan dokumen penawaran secara umum rata-rata pengguna jasa, konsultan dan kontraktor c) Tahap penggunaan kualitas dari barang yang digunakan dalam melakukan pengerjaan proyek tersebut seharusnya kualitas yang super menjadi tidak super. Masyarakat diminta turut serta melihat dan mengawasi proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah terutama berlaku untuk 15 tahapan proses pengadaan yang dinilai rawan dengan penyelewengan. Kelima belas tahap pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut meliputi perencana pengadaan barang dan jasa, pembentukan panitia lelang, prakualifikasi perusahaan, penyusunan dokumen lelang, pengumuman pelelangan, pengambilan dokumen lelang, dan penentuan harga perkiraan sendiri. Selanjutnya tahapan penjelasan lelang, pemasukan penawaran harga dan pembukaan penawaran, evaluasi penawaran, pengumuman calon pemenang, sanggahan peserta lelang, penunjukan pemenang lelang, penandatanganan kontrak perjanjian, serta penyerahan barang dan jasa kepada pengguna barang atau jasa (owner/user). Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut dengan UUJK) kiranya mampu mewujudkan jalannya suatu proses konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini guna untuk mencegah adanya faktor kecurangan maupun faktor kepentingan pribadi dalam penyedia jasa konstruksi. Sehingga tujuan dari dibentuknya undang-undang tersebut dapat tercapai dan terlaksana. Serta terwujudnya cita-cita negara sebagai negara hukum. Universitas Kristen Maranatha 5 Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan kehandalan usaha yang profesional. Pada praktiknya saat ini, lemahnya pelaksanaan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan dan pengawasan pembangunan terjadi juga di bidang teknologi/konstruksi pembuatan jembatan. Dampak dan kekeliruan implementasi kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat Indonesia beberapa tahun belakangan ini berbagai bencana terjadi silih berganti. Sebagai salah satu contohnya adalah kasus runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara yang menghubungkan antara kota Tenggarong dengan Kecamatan Tenggarong seberang yang menuju ke kota Samarinda Kalimantan Timur3. Ada satu asas di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang menjiwai Peraturan Pemerintah ini adalah asas kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan asas tersebut dapat diwujudkan keterkaitan yang semakin erat dalam satu kesatuan yang efisien dan efektif antar penyedia jasa. Kemitraan tersebut sekaligus memberikan peluang usaha yang semakin besar tanpa mengabaikan kaidah efisiensi dan efektivitas serta kemanfaatan. Tetapi sering kali penyedia jasa konstruksi lepas tangan atas runtuhnya suatu proyek pembangunan yang di kelola baik setelah masa pemeliharaan dan sesudah masa pemeliharaan. Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Penyedia jasa adalah 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara di unduh pada tanggal 20 oktober 2014. Universitas Kristen Maranatha 6 orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi sedangkan pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Kasus runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara adalah salah satu contoh Pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor keselamatan/kesejahteraan masyarakat atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor keselamatan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan terutama pada tahap pemeliharaan (perbaikan), dalam runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara Pemerintah adalah sebagai pengguna jasa. Di dalam konsep jasa konstruksi dikenal adanya kontrak kerja konstruksi yang merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. Kontrak kerja ini menjadi fokus dalam mengadakan suatu kegiatan jasa konstruksi, dikarenakan substansi kontrak yang memuat kepentingan hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju Kota Samarinda. Jembatan Kutai Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam di Samarinda sehingga disebut juga Jembatan Mahakam II. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika Serikat. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dengan nilai anggaran Rp.110.000.000.000,00 (seratus sepuluh milyar rupiah) dan selesai pada 2001 dengan Kontraktor PT Hutama Karya yang menangani Universitas Kristen Maranatha 7 pembangunan proyek jembatan tersebut dan telah diserahterimakan akhir pekerjaan konstruksinya (Final Hand Over/FHO) kepada pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. 4 Pada tanggal 26 November 20011 pukul 16.30 waktu setempat, jembatan Kutau Karta Negara ambruk dan roboh, puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam. 24 orang tewas dan puluhan orang luka-luka akibat peristiwa ini dan dirawat di RSUD Aji Muhammad Parikesit dan 12 orang dilaporkan hilang, 31 orang luka berat dan 8 orang luka ringan. Permasalahan Kegagalan Konstruksi yang penulis ketahui sudah banyak di teliti sebelumnya diantaranya oleh Romelda Proniastria Simamora, Mahasiswa Program Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tanggungjawab Para Pihak dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan di Dalam Kontrak Konstruksi”. Tetapi untuk permasalahan mengenai peran Pemerintah dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan ijin-ijin yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi serta pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara yang penulis ketahui belum ada yang membahasnya. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai peran pengawasan pemerintah dalam bidang konstruksi serta untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi bila terjadi ambruknya suatu jembatan yang telah dibangun. Dengan demikian, penulis tertarik untuk membahas atas permasalahan hukum yang telah dibahas diatas dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PERAN PEMERINTAH DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN KONSTRUKSI SERTA PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMELIHARA JASA 4 https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara#Pembangunan diakses pada tanggal 22 Juli 2015. Universitas Kristen Maranatha 8 KONSTRUKSI MAUPUN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI ATAS AMBRUKNYA JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA”. B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran pemerintah sebagai pengguna jasa dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan pembuatan jembatan untuk fasilitas umum yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi? 2. Bagaimana bentuk tanggung jawab hukum penyedia jasa konstruksi dan pemelihara atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara berdasarkan UndangUndang Jasa Konstruksi? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana peran pemerintah dalam melakukan pengawasan konstruksi terkait dengan pembuatan fasilitas umum yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi guna untuk meminimalisir pelanggaranpelanggaran di bidang jasa konstruksi khususnya ambruknya jembatan Kutai Kartanegara. 2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum penyedia dan pemeliharaan jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara dilihat dari aturan perundang-undangan jasa konstruksi. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam pengembangan teori-teori ilmu hukum. Memberikan pemahaman tentang peran pemerintah Universitas Kristen Maranatha 9 dalam hukum pengawasan konstruksi dan pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan mahasiswa fakultas hukum pada umumnya mengenai peran pemerintah dalam melakukan pengawasan serta pertanggungjawaban penyedia jasa konstruksi. 2. Secara Praktis a. Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan khusus bagi penulis secara pribadi untuk menambah keterampilan dalam melakukan kegiatan penulisan hukum. b. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi aparat penegak hukum sebagai masukan serta pengembangan konsep penyelesaian permasalahan di bidang jasa konstruksi E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka konseptual dan kerangka teoritis. a. Kerangka Konseptual Indonesia adalah negara hukum sehingga, segala sesuatu yang dilaksanakan oleh penyedia jasa konstruksi harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kerangka konseptual dalam penelitian ini guna untuk menyelesaikan permasalahan hukum yakni peran pemerintah dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan ijin-ijin yang telah di Universitas Kristen Maranatha 10 berikan kepada penyedia jasa konstruksi serta pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara. 1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Undang-undang ini secara ekplisit menjelaskan mengenai keseluruhan terkait dengan jasa konstruksi baik sebagai penyedia jasa konstruksi maupun sebagai pengguna jasa konstruksi. Pasal 23 Udang-undang Jasa Konstruksi, yang mengatakan bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masingmasing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. Adapun yang dimaksud dengan kontrak kerja konstruksi dikemukakan dalam Pasal 1 ayat (5) UU JK, yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Peraturan pemerintah ini menjelaskan mengenai kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pasal 1 ayat (1), (2), dan ayat 3. Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 menjelaskan mengenai pelelangan umum, yaitu suatu pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas. Ayat 2 menjelaskan mengenai pelelangan terbatas, yaitu suatu pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. Ayat 3 menjelaskan mengenai pelelangan Universitas Kristen Maranatha 11 langsung, yaitu suatu pengadaan jasa konstruksi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas. Perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi terdapat di dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 yang secara ekplisit menjelaskan mengenai persyaratan, diantaranya : 1) Diumumkan secara luas melalui media massa sekurang-kurangnya satu media cetak; 2) Peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha perseorangan harus sudah diregustrasi pada lembaga; dan 3) Tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh 4) lembaga. 3) Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas-asas ini kemdian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang, yaitu UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.5 Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28/1999 menyebutkan asas-asas umum penelenggaraan negara meliputi: 5 Lutfi Effendi, S.H., M.HUM, Pokok-Pokok Hukum Administrasi. (Malang: Bayumedia Publishing, 2004). hal. 85 Universitas Kristen Maranatha 12 1) Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. 2) Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara. 3) Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 4) Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5) Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6) Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7) Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.6 4) Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M Tahun 2007 Pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung. 6 Ibid. Universitas Kristen Maranatha 13 Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 5) Peraturan Tentang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004 Bab VII tentang perencanaan pembangunan daerah pada pasal 150 dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah disusun perencanaan pembangunan daerah menjadi satu kesatuan dalam system perencanaan pembangunan nasional dan disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 6) Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Ijin Mendirikan Bangunan; Pasal 4 Perda Nomor 8 Tahun 1996 menyatakan Pengusaha/Pemilik/Badan Hukum atau Perorangan untuk dapat Setiap mendirikan bangunan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai harus terlebih dahulu mendapatkan izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Kepala Daerah, serta diwajibkan memasang papan IMB pada tempat yang terlihat umum. Pasal 5 ayat (2) Perda Nomor 8 Tahun 1996 menyatakan Jangka waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan ditetapkan selama 7 (tujuh) hari dan paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan. Universitas Kristen Maranatha 14 Dalam Bab VII Perda Nomor 8 Tahun 1996 yang mengatur mengenai Pembinaan dan Pengawasan terhadap: a) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas yang ditunjuk oleh Kepala Daerah; dan b) Tata cara pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah. 7) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER) Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata (BW), sebagai bagian dari BW yang terdiri dari IV Buku, yakni: a) Buku I Mengatur Hukum Orang; b) Buku II Mengatur Tentang Kebendaan; c) Buku III Mengatur Tentang Perikatan; dan d) Buku IV Mengatur Tentang Pembuktian dan Daluarsa. Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis. Pembagian antara hukum kontrak dengan hukum perjanjian tidak dikenal dalam BW karena dalam BW hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau secara lengkap bahwa Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undangundang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja dan dari undang- undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang- Universitas Kristen Maranatha 15 undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.7 Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai hal pokok atau unsur essensial dari kontrak tersebut. Dalam hal kontrak konstruksi misalnya, apabila telah tercapai kesepakatan mengenai penawaran dan pembayaran, maka lahirlah suatu kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur oleh undang-undang. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 1320 KUHPer sebagai syarat-syarat suatu perjanjian, diantaranya : A. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; B. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; C. Suatu hal tertentu; dan D. Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut adalah essentialia dari suatu perjanjian yang berarti tanpa syarat-syarat tersebut, perjanjian atau kontrak dianggap tidak pernah ada. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa apabila salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan kontrak yang telah disepakati. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang merasa keberatan maka kontrak tersebut tetap dianggap sah. Dan apabila syarat ketiga dan keempat tida terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa kontrak tersebut dari awal dianggap tidak ada.8 7 Ahmadi Miru, “Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak” (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 1-2. H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 34-35. 8 Salim Universitas Kristen Maranatha 16 Selain itu juga di dalam kontrak konstruksi terdapat kebebasan para pihak baik pengguna maupun penyedia untuk menentukan isi kontrak baik penyedia maupun pengguna jasa konstruksi. Hal ini sesuai dengan pasal 1338 yang berbunyi bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. b. Kerangka Teoritis Untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, perlu didukung dengan teori hukum sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan penegakan hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori hukum yang dikemukakan oleh para ahli ilmu hukum, diantaranya adalah: a) Teori Gustav Radbruch Gustav Radburch menjelaskan bahwa nilai-nilai dasar hukum atau tujuan hukum terdapat 3 (tiga) yaitu: 1. Keadilan; 2. Kegunaan; dan 3. Kepastian hukum.9 Kegunaan teori ini dalam penelitian ini adalah untuk menertibkan masyarakat dan menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyrakat. Hal ini bertujuan agar penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstruksi sama kedudukannya dimata hukum, sehingga tidak terjadi perselisihan dianta kedua belah pihak. b) Teori Kepatuhan Instrumen-instrumen hukum lingkungan internasional baik dalam bentuk deklarasi, perjanjian atau protocol pada tingkat nasional dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan nasional, sehingga dalam tataran praktis teori-teori 9 Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Jogjakarta: Genta, 2010, hlm.17. Universitas Kristen Maranatha 17 kepatuhan terhadap hukum nasional dalam banyak hal juga relevan dengan kepatuhan hukum internasional. Baik kepatuhan terhadap hukum lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional dapat dijelaskan berdasarkan dua teori utama atau dua model utama. Pertama, teori rasionalis yang menitikberatkan kepatuhan terhadap hukum melalui penegakan hukum dan penjeraan. Kedua, teori kooperatif yang menitikberatkan kepatuhan melalui proses kerjasama antara pemerintah dan sektor usaha untuk mendorong tingkat kepatuhan.10 Teori rasionalis dikembangkan atas dasar pertimbangkan bahwa perusahaan dan pelaku usaha merupakan pelaku yang selalu berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka mematuhi hukum hanya jika kepatuhan itu menguntungkan perusahaan. Mereka tidak akan mematuhi hukumatau melakukan pelanggaran hukum manakala menurut pertimbangan mereka bahwa jumlah keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pelanggaran melebihi ongkos atau biaya yang ditimbulkan akibat penjatuhan sanksi. Oleh sebab itu, untuk mengubah perilaku usaha pengejar keuntungan, model pendekatan hukum yang digunakan adalah melalui program pemantauan atau pengawasan oleh pemerintah yang didukung oleh pengenaan sanksi ata pelanggaran yang di tentukan.11 Teori kooperatif dilandasi oleh pertimbangan bahwa perusahaan merupakan pelaku yang mematuhi hukum seperti halnya warga yang patuh hukum. Perusahaan dengan iktikad baik berusaha mematuhi hukum atau peraturan yang seringkali rumit dan saling bertentangan. Berdasarkan pandangan ini kepatuhan perusahaan-perusahaan terhadap hukum tidak didorong oleh adanya ancaman sanksi tetapi disebabkan oleh kesadaran patuh pada hukum dan nilai-nilai ideal 10 Sidarta Jufrina Rizal, “Pendulum Antinomi Hukum”, Yogyakarta: Genta Publishing, Cet.1, 2014, hlm. 207 11 Timothy F. Malloy, “Regulation, Compliance and the Firm” dalam Zaelke et al., op.cit hlm. 125-126 Universitas Kristen Maranatha 18 yang dimiliki perusahaan itu atau para pengurus perusahaan. Kesadaran patuh pada hukum dilandasi oleh keyakinan pada adanya hukum yang sah yang dirumuskan dan dilaksanakan secara adil terhadap semua pelaku usaha yang menjadi sasaran.12 Sebagai negara hukum, maka dalam pelaksanaanya tujuan hukm tersebut dapat terwujud. Adapun tujuan hukum tersebut diantaranya Kemanfaatan, Keadilan, dan Kepastian Hukum. Kemanfaatan dari hukum tersebut adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar dan berkeadilan. Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi atau menjadi solusi atas terjadinya masalah-masalah yang disebabkan oleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati. Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Manfaat hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Bukan hanya tujuan hukum, tetapi juga kepastian hukum dan manfaat hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satusatunya. Dalam hal ini adanya keseimbangan antar pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi. Kepastian Hukum merupakan merupakan harapan bagi pencari keadilan terhdap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang 12 Sidarta Jufrina Rizal, Op.cit hlm. 207. Universitas Kristen Maranatha 19 selalu arogan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan mengetahui kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. F. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 13 Dengan adanya metode penelitian, akan membantu dalam proses penyelesaian permasalahn hukum yang timbul ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penulisan skripsi ini, adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah: 1) Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.14 Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif tentang persoalan-persoalan yang menyangkut tentang peran pemerintah dalam hukum pengawasan dan pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi. Dalam hal pengolahan data maupun analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif. Suatu metode analisis data deskriptif analistis yang mengacu 13 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Kencana, Ed.1 Cetakan ke-7 (tujuh), 2011, hlm. 35. 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Ed.1 Cetatakn ke-10 (sepuluh), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 6. Universitas Kristen Maranatha 20 pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum maupun berdasarkan aturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Metode Pendekatan Metode pendekatan adalah suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam suatu penelitian. Maka metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Conceptual Approach (Pendekatan Konseptual) Conceptual approach atau pendekatan konseptual adalah beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan memikirkan ide-ide yang melahirkan pengertian, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 15 Dalam hal ini pendekatan dilakukan dengan menelaah konsep-konsep tentang analisis yuridis normative. 2. Statute Approach (Pendekatan Perundang-Undangan) Metode pendekatan undang-undang (statute approach) adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.16 Dalam pendekatan ini, peneliti perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam perundang-undangan. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji secara mendalam tentang analisis yuridis normatif terhadap pelaku di bidang jasa konstruksi. 3. Case Aproach (Pendekatan Kasus) “Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Menurut Goodheart, ratio 15 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum” ,Surabaya: Prenada Media Group, Ed.1 Cetakan ke-1 (satu), 2005, hlm 138. 16 Peter Mahmud Marzuki, Opcit, Ed.1 Cet.1,hlm.97. Universitas Kristen Maranatha 21 decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materil. Faktafakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya”.17 3) Jenis Bahan Hukum Adapun jenis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi; dan 3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata . b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder terbagi atas 3 bagian yaitu bahan hukum primer merupakan Undang-undang, bahan hukum sekunder memberikan penjelasan berupa buku-buku yang di tulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh pada jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjan, dan bahan hukum tersier berupa kamus, esnsiklopedia. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dan di dalam bab terdiri atas unit-unit bab demi bab. Adapun gambaran isi penulisan ini sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini merupakan suatu pengantar untuk penulisan pada bab-bab berikutnya dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, 17 Peter Mahmud Marzuki, Opcit, Ed.1 Cet.7,hlm.119. Universitas Kristen Maranatha 22 Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan. Bab II: Peran Pemerintah Dan Hukum Penyelenggara Jasa Konstruksi Di Indonesia Bab III: Pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruks atas ambruknya jembatan kutai kartanegara Bab IV: Analisis Peran Pemerintah dan pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi. Bab ini merupakan pembahasan daripada rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Bab V: Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan penutup, yang merupakan pokok-pokok kesimpulan dari semua permasalahan dan pembahasan yang dituang dalam penulisan ini, serta saran-saran yang dikemukakan, dan semoga bermanfaat bagi semua, khususnya dalam hal kontrak konstruksi dan peran pemerintah dalam hal melakukan pembangunan dan pertanggungjawababn penyedia jasa konstruksi. Universitas Kristen Maranatha