BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan antara lain profit margin on sales ratio dan return on equity ratio. Analisis profitabilitas perusahaan merupakan bagian utama dari laporan keuangan. Seluruh laporan keuangan dapat digunakan untuk analisis profitabilitas dan yang paling penting adalah laporan laba rugi. Laporan rugi laba melaporkan hasil operasi perusahaan selama satu periode (John, 2005). Selain itu Profitabilitas menurut Moekijat (1990) adalah suatu pengertian relatif mengenai laba yang diperoleh perusahaan dibanding dengan jumlah modal yang terutama yang tertanam dalam perusahaan yang bersangkutan dengan dibedakan apakah modal itu merupakan kekayaan sendiri (seperti modal saham) ataukah 10 11 kekayaan asing (kredit bank, obligasi) yang terdapat dalam perusahaan itu. Sedangkan rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalan periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. Profitabilitas perusahaan diukur berdasarkan ratio antara laba setelah pajak dengan total aktiva. Rasio ini disebut dengan Return On Asset. Yang mana menurut (Ross, 2003) rumus nya ialah sebagai berikut: Net income Return on Assets (ROA) = x 100% Total Assets Profitabilitas menurut R. Agus Sartono (1997:130) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Modal perusahaan pada dasanya dapat berasal dari pemilik perusahaan (modal sendiri) dan dari para kreditur (modal asing). Munawir (1996) mengemukakan sehubungan dengan adanya dua sumber tersebut, maka rentabilitas suatu perusahaan dapat dihitung dengan dua cara, yaitu perbandingan antara laba usaha dengan seluruh modal yang digunakan (modal sendiri dan modal asing) yang disebut dengan rentabilitas ekonomis, dan perbandingan antara laba yg tersedia untuk pemilik perusahaan dengan modal sendiri yang dimasukkan oleh pemilik perusahaan tersebut 12 yang disebut rentabilitas sendiri atau rentabilitas usaha. Berikut beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas, yaitu: Return on Assets (ROA) = Profit after the tax / number of assets Return on Equity (ROE) = Net Income / Total Equity Return on Sales (ROS) = Net Income / Sales 2.1.2 Rasio Leverage Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial baik jangka panjang maupun pendek. Financial Leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana (source of fund) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud menigkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 1996). Financial Leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan dana yang menimbulkan beban tetap, apabila perusahaan menggunakan utang, maka perusahaan harus membayar bunga. Bunga harus dibayar berapapun laba perusahaan (Husnan, 1997). Dari sudut pandang keuangan, rasio leverage keuangan merupakan salah satu rasio yang banyak dipakai untuk meningkatkan rata-rata (leverage) profitabilitas perusahaan. Rasio Leverage keuangan membawa implikasi penting dalam pengukuran resiko finansial perusahaan. Pengembangan analisis pendekatan tradisional ke pendekatan industri menunjukkan dalam menentukan sikap aktivitasnya perusahaan harus memperhatikan atau membandingkannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh pesaing (competitive benchmark) 13 Tingkat risiko dan return saham perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan calon investor sebelum mengambil keputusan investasi saham. Return saham dan risiko berhubungan secara linier dengan leverage yang akan digunakan oleh perusahaan. Apabila risiko tinggi maka para pemegang saham akan meminta return saham yang tinggi pula, disamping itu penggunaan leverage juga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur leverage perusahaan yaitu dengan menggunakan total debt to total asset ratio. Didalam suatu perusahaan, rasio leverage menunjukkan suatu resiko finansial yang dihadapi perusahaan. Rasio ini muncul apabila perusahaan menggunakan utang sebagai salah satu komponen struktur modal perusahaan, atau dana yang disediakan pemilik untuk menentukan besarnya margin pengaman (margin of safety). Jika pemilik menyediakan dana sebagian kecil dari seluruh pembiayaan, maka resiko perusahaan ditanggung oleh para kreditor. Dengan adanya komponen modal yang berasal dari hutang, pemilik akan memperoleh manfaat berupa keuntungan yang diperoleh dari pertambahan modal, akan tetapi disisi lain pemilik harus membayar bunga utang. Jika perusahaan memperoleh hasil yang lebih besar dari dana yang dipinjam dari pada yang harus dibayar sebagai bunga, maka hasil pengembalian untuk para pemilik akan meningkat. Formulasi rasio leverage yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Debt to Assets (TDTA) = Total Debt / Total Assets 14 2.1.3 Dividend Payout Menurut Gitman (2003) dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian investor atas suatu saham. Dividen kas mencerminkan arus kas kepada pemegang saham dan menginformasikan kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang. Karena retained earnings (saldo laba) adalah salah satu bentuk pendanaan internal, maka keputusan mengenai dividen dapat mempengaruhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan. Dengan demikian, semakin besar dividen kas yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula jumlah pendanaan eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham. Pendefinisian dividen yang senada diungkapkan oleh Ross et al (1999), Ross menyatakan bahwa dividen adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pemiliknya, baik dalam bentuk kas maupun saham. Dividen dikatakan juga sebagai “komponen pendapatan” dari return investasi pada saham. Dividen merupakan pembayaran dari perusahaan kepada para pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001). Dalam banyak hal, dividen sering diperlakukan sebagai pertimbangan terakhir setelah pertimbangan investasi dan pertimbangan pembiayaan lainnya, sehingga timbul the residual value theory of dividend. Disamping itu, ada juga yang mempertimbangkan pembagian dividen kas untuk mengurangi masalah keagenan. 15 Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen harus dibuat. Sedangkan Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan kepada para pemegang saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi dalam perusahaan. Dengan demikian, kebijakan dividen merupakan penggunaan laba bersih setelah pajak yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiaya investasi perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam bentuk dividen, maka akan mengurangi retained earnings dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal. Sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperolehnya, maka kemampuan pembentukan dana internal akan semakin besar. Kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga dapat memaksimumkan harga saham perusahaan. formulasi deviden yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : Dividend Payout = Dividend / Net Income 2.1.4 Efisiensi Efisiensi yaitu perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih 16 sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk menghasilkan output yang sama, atau menggunakan unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. (Permono dan Darmawan, 2000; 2). Formula efisiensi: Total asset turnover = net sales / amount of assets 2.1.5 Capital Expenditure Capital expenditure adalah salah satu bagian dari investasi yang sangat penting dalam perusahaan. Pada konsep manajemen keuangan dikatakan bahwa tugas manajer keuangan meliputi tiga hal yaitu: kebijakan pendanaan (financing policy), kebijakan investasi (investment policy), kebijakan operasional (operational policy) dan semuanya akan bermuara pada satu tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Secara sistematis Capital expenditure adalah sama dengan asset total pada periode ini dikurangi asset total pada periode sebelumnya. Capital expenditure dilakukan berdasarkan beberapa alasan antara lain : untuk ekspansi tingkat operasi perusahaan, untuk memperbaharui aktiva-aktiva tetap yang telah usang dan untuk keperluan lain seperti iklan, riset dan pengembangan, konsultan manajemen dan produk-produk baru (Syahrul S.E., Muhamad Afdi Nizar, SE, dan Ardiyos, 2000) Capital expenditure dapat juga diartikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk mendapatkan atau menyempurnakan aktiva modal, seperti bangunan dan 17 peralatan. Atau pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan yang diharapkan menghasilkan manfaat selama periode waktu yang lebih dari satu tahun (Syahrul S.E., Muhamad Afdi Nizar, SE, dan Ardiyos, 2000) Capital expenditure mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya suatu ekonomi negara secara makro, karena pembelanjaan modal atau Capital expenditure merupakan salah satu bagian yang dominan dalam membentuk permintaan agregat untuk barang modal, komponen gross national product, variabel pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis (Dornbush Fisher, 1987). Kedua, Capital expenditure secara ekonomi mikro pada sebuah perusahaan, sangat mempengaruhi keputusan-keputusan produksi, seberapa besar dana tersebut akan diinvestasikan dan beberapa rencana strategis lainnya. Capital expenditure terkadang dikaitkan pula dengan kinerja perusahaan, karena diharapkan semakin tinggi pembelanjaan modal atau Capital expenditure, maka semakin tinggi pula kinerja perusahaan. Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya satu tahun). Pengeluaran modal ini pada saat terjadi dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi. diamortisasi atau dideplesi. Gitman (2003) menyatakan, “capital expenditure is an outlay of funds that is expected to produce benefits over a period of time greater than one year. The basic motives for capital expenditure are to expand, replace,or renew fixed assets or to obtain some other less tangible benefit over a long period”. 18 Riner dan Gordon (1995) menjelaskan, “capital expenditure is the amount of expenditure on property, plan, and equipment.” Berdasarkan definisi yang dinyatakan oleh Griner dan Gordon, secara matematis untuk menghitung capital expenditure digunakan persamaan sebagai berikut: CEit = ∆NFAit + Dit Keterangan : CEit = capital expenditure perusahaan I periode t ∆NFAit = perubahan aktiva tetap bersih perusahaan i periode t Dit = depresiasi aktiva tetap perusahaan i periode t Sebagian besar capital expenditure yang dilakukan perusahaan untuk membiayai investasi dalam jangka panjang berupa fixed asset. Bagi perusahaan yang sedang dalam pertumbuhan, investasi dalam aktiva mutlak diperlukan. Panambahan investasi dalam aktiva tetap ini berarti peningkatan dalam capital expenditure perusahaan. Tidak adanya peningkatan pada aktiva tetap perusahaan yang sedang tumbuh akan menjadi penghambat dalam mencapai keberhasilan perusahaan. Menurut Chen (2002), rasio capital expenditure merupakan perbandingan antara capital expenditure dengan total assets, yang dapat dinyatakan dalam persamaan: Rasio CEit = CEit TAit Keterangan : CEit = capital expenditure perusahaan i periode t TAit = total assets perusahaan i pada periode t 19 2.2 Telaah Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang dilakukan oleh Gok Maria Lubis (2003) dengan judul Dampak Privatisasi Terhadap Kinerja Keuangan. Sampel yang diambil adalah dari keseluruhan populasi perusahaan BUMN yang terlisting di BEI, sehingga sampel data yang terkumpul sangat sedikit. Maka dari itu penelitian yang akan dilakukan akan mengambil sampel yang lebih besar dan pada populasi industri secara umum yang terlisting di BEI pada periode 2003-2007. Adapun beberapa hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan beberapa hal yang antara lain : Penelitian Gumanti (2000) mengambil sampel penelitian dari semua jenis industri (kecuali properti real estate dan keuangan). Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba terbukti dilakukan dua tahun sebelum IPO dan mengalami penurunan setelah IPO. Harapan penelitian ini akan mengevaluasi perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian lain yang dilakukan oleh Pagano et al. (1998) menyertakan variabel yang memproyeksikan tujuan perusahaan dalam keputusan IPO. Perbedaan tujuan seharusnya berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan karena tujuan mendorong perusahaan untuk mengeluarkan seluruh energinya agar tercapai apa yang menjadi tujuannya. Beberapa variabel yang diperkirakan mempengaruhi keputusan menjadi perusahaan publik adalah ukuran perusahaan, intensitas pengeluaran modal, 20 pertumbuhan, profitabilitas, leverage, kesempatan investasi di masa yang akan datang, dan peningkatan daya tawar dengan bank. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et. al. (1993) dan Trisnawati (1998), mengungkapkan bahwa variabel Financial Leverage secara signifikan berpengaruh terhadap rata-rata return setelah IPO. Sedang Megginson (1994); La Porta and De Silanes (1997) yang menjelaskan bahwa dengan melakukan Go Public akan perusahaan lebih efisien, bahkan Villalonga (1999) yang meneliti 24 perusahaan di Spanyol menemukan bahwa setelah perusahaan melakukan IPO, efisiensinya semakin meningkat. Dewenter and Malatesta (1998) dan didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Gupta (2005) yang menemukan bahwa perusahaan yang melakukan Go Public memproleh dampak yang positif terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan. Dari penelitian Verbrugge; et al (1999) menjelaskan bahwa rasio leverage semakin menurun setalah melakukan IPO. Boardman; et al (2002) yang mengobservasi 11 perusahaan dimana setelah diamati perusahaan tersebut mengalami peningkatan deviden yang dibayarkan. Hal ini juga diungkapkan oleh D’ Souna and Megginson (1999) juga mengemukakan bahwa deviden yang dibayarkan perusahaan meningkat lebih baik dari pada sebelum melakukan IPO. D’Souna and Megginson (1999) juga mengobservasi beberapa perusahaan di beberapa negara yang hasilnya menunjukan bahwa setelah perusahaan itu melakukan kebijakan IPO, perusahaan tersebut 21 mengalami peningkatan investasi dan hal ini juga didukung oleh Boardman; et al (2002) yang mengungkapkan hal yang sama.