II. TINJAUAN PUSTAKA A. Identifikasi Morfologi Tanaman Buah

advertisement
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Identifikasi Morfologi Tanaman Buah
Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan
famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya disebut
Hairy Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar didaerah
yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan
ditemukan pula di daratanyang mempunyai iklim sub-tropis.
Sistematika tumbuhan Rambutan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium Lappaceum L. (Dalimarta 2008).
Selanjutnya menurut Kalie (1994), buah rambutan memiliki kandungan
vitamin C yang cukup tinggi. Buah ini cukup digemari masyarakat sebagai buah
segar maupun buah olahan. Selain buahnya, bagian tubuh lain dari pohon
rambutan dapat bermanfaat. Tunas atau pucuk daun muda pohon rambutan
bermanfaat untuk mengubah warna kain sutra yang telah berubah kuning menjadi
hijau. Akar pohon rambutan dapat menurunkan demam dengan merebusnya. Kulit
batangnya yang keras dan kuat dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Tetapi
ada pula masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon pelindung di pekarangan.
Rambutan sebagai tanaman buah dengan banyak manfaat banyak
dibudidayakan masyarakat baik sebagai penghias pekarangan maupun diproduksi
dalam jumlah besar. Menurut Mahisoworo, Susanto Kusno dan Agustinus Anung
(1991), ciri-ciri yang membedakan setiap jenis rambutan dilihat dari sifat buah
(dari daging buah, kandungan air, bentuk, warna kulit, panjang rambut). Dari
sejumlah jenis rambutan di atas hanya beberapa varietas rambutan yang digemari
orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomis relatif tinggi,
diantaranya:
4
1. Rambutan Rapiah
Buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi. Kulit berwarna
hijau-kuning-merah tidak merata dengan berambut agak jarang, daging buah
manis dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal. Daya
tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik.
2. Rambutan Aceh Lebak Bulus
Pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata-rata 160-170 ikat
per pohon. Kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manisasam banyak air dan ngelotok. Daya simpan 4 hari setelah dipetik, buah ini
tahan dalam pengangkutan.
3. Rambutan Simacan
Kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat per
pohon.Kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan
agak jarang, rasa manis, sedikit berair. Rambutan jenis ini kurang tahan
dalam pengangkutan.
4. Rambutan Binjai
Merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia yang
berasal dari Binjai, Sumatra Utara. Buahnya cukup besar, kulit berwarna
merah darah sampai merah tua rambut buah agak kasar dan jarang,serta
rasanya manis dengan asam sedikit, hasil buah tidak selebat aceh lebak bulus
tetapi daging buahnya ngelotok.
5.
Rambutan Sinyonya
Jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai terutama orang
Tionghoa. Rambutan ini memiliki batang yang kuat sehingga cocok untuk
diokulasi. Warna kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut
halus dan rapat, rasa buah manis asam, banyak berair, lembek dan tidak
ngelotok. Budidaya tanaman rambutan di Indonesia pada umumnya bersifat
pekarangan. Jarak tanamnya tidak beraturan, tindakan agronomis seperti
pemeliharaan tanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit dan lainnya
kurang diperhatikan. Kerapatan dan kepadatan tanaman tiap satuan luas
cukup tinggi, mencapai 50-78 tanaman per hektar, sehingga kualitas dan
5
kuantitas
rambutan
yang
dihasilkan
juga
sangat
beragam.
Untuk
menghasilkan kuantitas yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik
diperlukan perbaikan dalam tindakan agronomis (Kalie 1994).
Rambutan menurut Kalie (1994) termasuk tanaman yang berbunga
banyak. Bunganya dapat berbentuk bunga jantan atau bunga sempurna yang
tersusun dalam suatu malai bunga atau panicula. Malai rambutan terdiri dari satu
tangkai utama dengan panjang 15-20 cm dan memiliki cabang banyak, serta setiap
cabangnya bercabang lagi. Malai tersebut tumbuh pada tunas ujung yang disebut
tunas terminal. Pada malai terdapat bunga kecil-kecil yang tersusun rapat
berjumlah sekitar 50-2.000 bunga. Bunga-bunga ini berwarna hijau kekuningan
serta diselaputi rambut dan tepung halus. Terkadang di bawah malai akan tumbuh
tunas samping atau tunas lateral yang kemudian menghasilkan malai bunga yang
lebih kecil. Ketika malai bermunculan dan bermekaran akan memberikan pesona
yang lebih pada pohon rambutan tersebut. Pesona akan semakin bertambah ketika
tajuk pohon mulai dipenuhi dengan buah rambutan yang bergelantungan dengan
warna merah dan oranye yang merona.
Proses pembungaan dan pembuahan pada pohon rambutan lebih lanjut
menurut Kalie (1994) terjadi pada tajuk bagian luar. Pada proses pembungaan,
pohon yang menghasilkan bunga jantan merupakan pohon jantan yang tidak dapat
menghasilkan buah. Dengan kata lain, tanaman rambutan yang dapat
menghasilkan buah adalah pohon yang menghasilkan bunga sempurna.
Pembungaan pohon rambutan terjadi pada penghujung musim kemarau. Iklim
kering selama sekitar sebulan, merupakan kebutuhan awal aktivitas pembentukan
tunas-tunas bunga rambutan. Apabila musim kemarau berkepanjangan, bunga
yang dihasilkan akan berguguran dan apabila terjadi pembuahan, buah yang
dihasilkan bermutu rendah. Bunga sempurna mulai mekar dan masak pada pagi
hari dan masa mekar bunga sempurna cukup singkat, yakni sekitar 1-8 hari.
Sehingga proses penyerbukan pohon rambutan tergolong singkat dan memerlukan
perhatian khusus. Untuk menjamin proses penyerbukan, sebaiknya rambutan yang
ditanam dari beberapa varietas sekaligus dalam satu pertanaman. Penyerbukan
pohon rambutan biasanya dibantu oleh serangga, yaitu lebah madu. Bunga-bunga
6
rambutan yang telah mekar membutuhkan kelembaban dan air hujan. Akan tetapi
apabila hujan turun terus-menerus, maka bunga-bunga akan berguguran.
Selanjutnya
pada
masa
pertumbuhan
pentil
buah
membutuhkan
kelembaban dan hujan yang kian melebat.Pada saat pertumbuhan buah, kualitas
dan intensitas cahaya merupakan faktor penentu keberhasilan pematangan buah.
Cahaya yang diperlukan berkisar 40-80%. Buah yang terkena cahaya matahari
akan lebih cepat masak berwarna merah menyala. Buah yang telah masak dan
berwarna merah menyala sudah siap panen. Masa panen buah rambutan terjadi
pada musim penghujan. Di Indonesia masa panen buah rambutan sekitar 2-3
bulan. Setiap wilayah memiliki waktu panen yang berbeda-beda tergantung
dengan letak geografis, suhu dan cahaya matahari yang berpengaruh pada
datangnya musim kering yang berbeda pula. Buah rambutan yang dipanen harus
buah yang telah matang di pohon. Apabila buah dipetik sebelum masak, maka
kualitas buah akan menurun. Hal ini karena setelah dipetik, proses pemasakan
buah telah terhenti. Proses respirasi dan produksi etilen relatif tetap, sehingga
proses pemasakan tidak dapat berlanjut. Buah yang memiliki sifat fisiologis
demikian ini disebut buah non klimaterik (Kalie 1994).
Cara yang baik untuk menentukan kapan waktu panen yang tepat untuk
buah rambutan menurut Kalie (1994) adalah dengan melihat warna kulit dan
rambut buah. Warna merah kekuningan sampai merah untuk rambutan varietas
berkulit dan berambut merah, serta warna kuning kehijauan hingga kuning untuk
varietas berkulit dan berambut kuning. Selain itu, saat panen juga dapat
ditentukan dari umur buah. Umur buah mulai dari masa pembungaan sampai saat
buah siap dipanen adalah 90-120 hari. Buah-buah yang terdapat dalam satu
tangkai masak secara tidak serempak. Sehingga pemetikan sebaiknya dilakukan
bertahap agar kualitas buah dapat terjaga. Buah yang telah dipetik sebaiknya
dihindarkan dari paparan sinar matahari langsung.
B. Botani dan Persyaratan Tumbuh Rambutan
Menurut Mahisworo (2001), umumnya rambutan dapat tumbuh di dataran
rendah pada ketinggian antara 300 – 500 meter di atas permukaan laut, rambutan
dapat tumbuh namun pertumbuhannya tidak begitu baik. Curah hujan yang
7
dikehendaki tanaman rambutan berkisar antara 1.500 – 2.500 mm dan turun
merata sepanjang tahun. Ketika berbunga, rambutan membutuhkan 3 bulan kering
(kemarau). Musim kering lebih dari 4 bulan akan mengakibatkan bunga yang baru
terbentuk gugur. Cahaya matahari berpengaruh terhadap perkembangan buah
sejak adanya anthocyanins, yaitu suatu zat yang memberikan warna pada kulit
buah mulai muncul. Zat ini sangat intensif terhadap intensitas matahari. Selain itu
angin juga berperan dalam penyerbukan bunga.
Menurut Prihatman (2000), rambutan dapat tumbuh baik pada lahan yang
subur dan gembur serta sedikit mengandung pasir, juga dapat tumbuh baik pada
tanah yang banyak mengandung bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat
dan sedikit pasir. Pada dasarnya tingkat atau derajat keasaman tanah (pH) tidak
terlalu jauh berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia yaitu antara
6-6,7 dan kalau kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
Kandungan air dalam tanah idealnya yang diperlukan untuk penanaman pohon
rambutan antara 100-150 cm dari permukaan tanah. Pada dasarnya tanaman
rambutan tidak tergantung pada letak dan kondisi tanah, karena keadaan tanah
dapat dibentuk sesuai dengan tata cara penanaman yang benar (dibuatkan
bedengan) sesuai dengan petunjuk yang ada.
Tanaman rambutan akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan
optimal pada suhu sekitar 25 derajat C yang diukur pada siang hari. Kekurangan
sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna
(kempes). Kelembaban udara yang dikehendaki cenderung rendah karena
kebanyakan tumbuh di dataran rendah dan sedang. Apabila udara mempunyai
kelembaban yang rendah, berarti udara kering karena miskin uap air kondisi
demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman rambutan.
C. Karakterisasi dan Kenampakan Rambutan
International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI) Roma, Italia,
telah menetapkan daftar deskriptor untuk rambutan yang mencakup sifat-sifat
morfologi tanaman, daun, bunga, dan buah-buahan dan menyediakan format
universal untuk karakterisasi sumberdaya genetik rambutan
(IPGRI
2003).
Karakterisasi morfologi dapat digunakan untuk identifikasi duplikasi koleksi
8
plasma nutfah, studi pendugaan keragaman genetik dan studi korelasi antara
morfologi dengan sifat penting agronomi (Ciat 1993, Rimoldi et al 2010,
Talebi et al 2008).
Keragaman genetik antara individu atau populasi dapat diduga dengan
menggunakan penanda morfologi (Garcia et al 1998). Identifikasi keragaman
dengan cara karakterisasi akan menghasilkan data berisi informasi tentang sifatsifat dari karakter morfologis (warna bunga, bentuk daun, dan sebagainya) dan
agronomis (umur panen, tinggi tanaman, produksi, dan sebagainya). Karakterisasi
morfologi lebih utama dilakukan daripada karakterisasi molekuler karena mudah
dilakukan dan nampak secara jelas. Penanda morfologi yang digunakan
merupakan penanda yang didasarkan pada hereditas Mendel yang sederhana,
seperti bentuk, warna, ukuran, dan berat. Karakter morfologi (fenotipe) bisa
digunakan sebagai indikator yang signifikan untuk gen yang spesifik dan penanda
gen dalam kromosom karena sifat-sifat yang mempengaruhi morfologi dapat
diturunkan (Sofro, 1994).
Angka-angka deskriptor yang diberikan dalam daftar deskriptor asli
disajikan dalam kurung di dalam daftar deskriptor terhadap deskripsi masingmasing kenampakan untuk tujuan referensi silang. Deskriptor ini menggunakan
format internasional, dengan demikian menghasilkan data dengan bahasa yang
dapat dipahami secara universal untuk data sumber daya genetik tanaman.
Penerapan skema ini akan menghasilkan cara yang cepat, handal dan efisien untuk
penyimpanan informasi, pencarian dan komunikasi, dan akan membantu dalam
pemanfaatan plasma nutfah (IPGRI 2003).
Deskriptor Karakterisasi memungkinkan sebuah diskriminasi yang mudah
dan cepat antar fenotipe. Sifat-sifat fenotipe umumnya sangat mungkin
diwariskan, dapat dengan mudah dilihat oleh mata dan sama-sama dinyatakan
dalam semua lingkungan. Selain itu, hal ini diduga termasuk sejumlah ciri-ciri
tambahan yang dianggap diinginkan oleh konsensus pengguna dari tanaman
tertentu (IPGRI 2003).
9
D. Karakteristik Agroekologi Lokasi Studi
Faktor tanah mempunyai peran untuk memenuhi berbagai kebutuhan
hidup tanaman, seperti memberi dukungan mekanis dan menjadi tempat
berjangkarnya akar, menyediakan ruang untuk pertumbuhan dan perkembangan
akar, menyediakan udara (oksigen) untuk respirasi, menyediakan air dan hara dan
sebagai media terjadinya saling tindak (interaksi) antara tanaman dengan jasad
tanah (Purwowidodo 1998). Tanah memiliki beberapa sifat fisik maupun kimia
yang dapat dijadikan indikator untuk kesesuaian lahan, seperti tekstur tanah, dan
kemasaman tanah. Tekstur memiliki hubungan erat dengan sifat-sifat tanah yang
lain seperti kapasitas menahan air, kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan
infiltrasi, serta pergerakan air dan udara dalam tanah. Dengan demikian tekstur
tanah akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap kecepatan pertumbuhan
akar. Kondisi pH tanah mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan
tanaman melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara dan adanya unsurunsur yang beracun (Soedomo, 1988).
Latosol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan
kandungan bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, bereaksi masam
(pH 4.5 – 5.5), terjadi akumulasi seskuioksida, tanah berwarna merah, coklat
kemerahan hingga coklat kekuningan atau kuning. Tanah terdapat mulai dari
daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara 2500 – 7000 mm per tahun
dan latosol juga merupakan tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi
(>60%), KB <50%, horison A umbrik dan horison B kambik (Dudal dan
Suparaptoharjo, 1957).
Mediteran merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk batu
kapur dengan kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi,
tekstur berat dengan struktur tanah gumpal, reaksi tanah dari agam masam sampai
sedikit alkalis (pH 6.0 – 7.5). Dijumpai pada daerah mulai dari muka laut sampai
400 m pada iklim tropis basah dengan bulan kering nyata dan curah hujan tahunan
antara 800 – 2500 mm. Mediteran juga merupakan tanah yang mempunyai
horison argilik dengan kejenuhan basa >50% dan tidak mempunyai horison albik
(Dudal dan Suparaptoharjo, 1957).
Download