Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ruang Terbuka Hijau
2.1.1
Definisi
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka (open
spaces). Betapa luasnya cakupan ruang terbuka ini, maka yang akan dibahas
adalah ruang terbuka di kawasan perkotaan. Berbagai referensi menyatakan
bahwa ruang terbuka adalah daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan
(Gunadi, 1995). Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior
space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam
(interior space) di dalam bangunan.
Perbedaannya adalah bahwa ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja
dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif,
seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plasa (plazza) atau square.
Sedangkan ruang terbuka merupakan zona hijau yang bisa berbentuk jalur (path),
seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran rel
kereta api, saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes),
berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman,
lahan pertanian kota dan seterusnya.
Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau
diantara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula
sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang
sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah.
Tanaman produktif berupa pohon berbuah dan tanaman sayuran pun kini hadir
sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota
yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Ruang
terbuka harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan,
namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun.
Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan
bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari
5
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun
introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural
yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved)
maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun
areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan (retensi/ retention
basin). Selain itu menurut Purnomohadi (1995) bahwa (1) RTH adalah suatu
lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari
penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang
lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas
geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat
tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan
pepohonan sebagai tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu,
semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai
tumbuhan
pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang
fungsi RTH yang bersangkutan.
RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu
wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik,
introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang
dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Secara fisik RTH dapat
dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung
dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti
taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.
Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan
konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi
ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung,
perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan sebagainya. RTH
dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti
pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan,
6
RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memilki beberapa definisi terkait RTH yakni:
a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang Iebih
luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka
yang pada dasarnya tanpa bangunan.
b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang
terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, tujuan dialokasikannya RTH
Kawasan Perkotaan adalah:
•
Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
•
Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan di perkotaan; dan
•
Meningkatkan
kualitas
lingkungan
perkotaan yang sehat,
bersih dan nyaman.
Sedangkan fungsinya antara lain:
•
Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
•
Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
•
Tempat perlindungan plasma nutfah dan keaneka-ragaman hayati;
•
Pengendali tata air; dan
•
Sarana estetika kota.
Serta Manfaat RTH antara lain:
•
Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
indah,
7
•
Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
•
Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;
•
Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
•
Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
•
Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
•
Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
•
Memperbaiki iklim mikro; dan
•
Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
Secara umum fungsi yang dimiliki RTH dapat dikelompokan menjadi
empat fungsi besar, yakni fungsi ekologis, fungsi sosial, fungsi estetis/
arsitektural, dan fungsi ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan
kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan
suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi
ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur
sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat
memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai
identitas (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosialbudaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan
sebagainya.
Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan
jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi
ekonomi, baik secara langsung
menjadi
lahan
seperti
pengusahaan
lahan-lahan
kosong
pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan
sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
Adapun secara rinci keempat fungsi RTH tersebut dijelaskan seperti berikut ini :
1. Fungsi Ekologis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau yang memberikan
perlindungan terhadap manusia dan lingkungannya dalam Eckbo (1964),
terdiri dari;
• Fungsi
orologis. Memberikan
untuk mengurangi
tingkat
menjaga kestabilan tanah.
manfaat
kerusakan
orologis
tanah,
yang
penting
terutama longsor, dan
8
• Fungsi hidrologis. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk
menyerap kelebihan air.
• Fungsi klimatologis. Menekankan bahwa fungsi ruang terbuka hijau dapat
mempengaruhi faktor-faktor iklim.
• Fungsi edhapis.
Fungsi lebih mengarah pada penyediaan habitat
satwa perkotaan.
• Fungsi hygienis. RTH mampu memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi
manusia.
• Fungsi kesehatan individu. Fungsi kesehatan masih berhubungan erat
dengan manfaat hygienis, dimana manfaat ini merupakan manfaat lanjutan
yang ditimbulkannya.
2. Fungsi Sosial, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai sarana interaksi
sosial masyarakat dengan lingkungan sosial sekitarnya, yang terdiri dari:
•
Fungsi
edukatif. Komponen
RTH
dapat
memberikan
pendidikan
dan pengenalan terhadap mahkluk hidup disekitarnya.
•
Fungsi
interaksi
masyarakat. Komponen
RTH
dapat
menjadi
tempat berinteraksi antara masyarakat sehingga menambah jalinan sosial
diantaranya.
•
Fungsi protektif. Komponen RTH dapat memberikan perlindungan kepada
manusia.
•
Fungsi spiritual. Fungsi spiritual yang dimaksud lebih ditekankan kepada
fungsi suatu
untuk
kawasan
ruang
terbuka
kegiatan-kegiatan spiritual atau
hijau
yang
dimanfaatkan
keagamaan atau dapat juga
berupa tempat yang dikeramatkan.
3. Fungsi Estetis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai komponen
keindahan kota atau lingkungan hidup manusia. Fungsi ini terdiri dari;
•
Fungsi visual/vista. Fungsi visual lebih menekankan kepada visualitas,
estetis ruang terbuka.
•
Fungsi tabir/screening. Fungsi ini terkait dengan kemampuan ruang
terbuka hijau untuk menyaring partikel-partikel yang dapat mengganggu
kehidupan manusia, seperti partikel debu, bau, angin yang terlalu kencang,
dan lainnya.
9
•
Fungsi identitas kota. Suatu taman kota, atau ruang terbuka hijau mampu
menjadi identitas (landmark) suatu kota/ wilayah.
4. Fungsi Ekonomi, keberadaan ruang terbuka hijau tidak selalu memiliki nilai
ekonomi yang selalu rendah, namun keberadaan RTH juga mampu
meningkatkan nilai lahan karena suasana lingkungan yang tercipta akibat
keberadaannya yaitu 1) meningkatkan harga lahan, 2) mengurangi biaya
penanganan bencana, 3) mampu menjadi ruang untuk mata pencaharian kota.
Manfaat dari tumbuhan yang merupakan komponen utama Ruang Terbuka
Hijau dalam Simond (1983) adalah:
•
Produsen utama dalam rantai makanan karena tumbuhan melalui proses
fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari bisa merubah CO2 dan air ke
karbohidrat dan O2;
•
Melalui proses transpirasi tumbuhan melakukan menyejukkan udara
dengan dikeluarkannya uap air melalui daun-daun;
•
Menjaga iklim mikro khususnya suhu dan kelembaban udara kawasan
perkotaan;
•
Menjaga peyimpanan air tanah, mengurangi aliran permukaan, dan
mencegah erosi;
•
Menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur hara tanah.
Manfaat RTH kota dapat dirasakan secara langsung maupun tidak
langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi
alami
ini
dapat
dipertimbangkan
sebagai
pembentuk
berbagai
faktor.
Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara
seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi.
Selanjutnya dalam Hakim (2006), manfaat RTH tersebut diatas diuraikan
secara rinci, sebagai berikut:
1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di
masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di
masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. RTH
10
dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di
seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan RTH dapat dipandang sebagai areal
pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan
flora dan fauna.
2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan
oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya RTH, partikel
padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh
tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini
jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang
melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada
permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan
yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada
juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari
(Helianthus annuus L.) dan kersen (Muntingia calabura L.) mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai
permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya
tajuk RTH ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika
dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari RTH.
3. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal.
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari
udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). Diperkirakan sekitar 6070% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor
(Krishnayya dan Bedi, 1986).
Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo
dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia
mahagoni), jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam
landi (Pithecellobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan
yang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa
tanaman berikut ini: glodogan (Polyalthea longifolia), keben (Barringtonia
asiatica), dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya
11
terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar
udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan
kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat
tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.
4. Penyerap dan Penjerap Debu Semen
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan,
karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen
yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi ketahanan dan
kemampuan dari 11 jenis pohon yaitu: mahoni (Swietenia mahagoni), bisbul
(Diospyros discolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune),
meranti merah (Shorea leprosula), kiara payung (Filicium decipiens), kayu hitam
(Diospyros elebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsca roxburghii)
dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990.
Tanaman tersebut dipergunakan dalam program pengembangan RTH
dikawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap
pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi)
dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari,
meranti merah, kiara payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan
sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan
industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu
semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap
partikel semen (Irawati, 1990).
5. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara
oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey
dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai
strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya
dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke
(1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.
6. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Menurut Smith (1984), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak
12
negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses dan
translokasi. Proses translokasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya
ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1984).
Menurut Henderson et al., (1977) bahan anorganik yang diturunkan ke
lantai RTH dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na
baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan
daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka
asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk
garam CaSO4 yang bersitat netral. Dengan demikian adanya proses translokasi
dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH,
sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil
penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang
tidak melewati tajuk pohon.
7. Penyerap Karbon Monoksida
Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah
(Phascolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.
Mikroorganisme serta tanah pada lantai RTH mempunyai peranan yang baik
dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Smith (1981) mengemukakan,
tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula
konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 µg/m3) menjadi hampir mendekati
nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
8. Penyerap Karbon dioksida dan Penghasil Oksigen
RTH merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya
kemampuan RTH dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan
RTH akibat peladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH
untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut.
Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik RTH kota,
RTH alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang
berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.
13
Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat
menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan
hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini
menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap
gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu
(Bauhinia purpurca), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia
auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina).
9. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau
permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk
mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman
akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke,
1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat
mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya
dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain:
cempaka (Michelia campaka) dan tanjung (Mimusops elengi).
10. Mengatasi Penggenangan
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis
tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis
tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah
daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.
Menurut Manan (1976) tanaman penguap air yang tinggi diantaranya
adalah : nangka (Artocarpus integra), sengon (Paraserianthes falcataria), akasia
(Acacia auriculiformis), sonokeling (Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia
mahagoni), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro
(Leucaena glauca).
11. Ameliorasi Iklim.
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan
adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada
saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung
14
bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio,
televisi, dan lain-lain, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk
pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke,
1978 dan Robinette, 1983).
Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya
suatu RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu
udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak
ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan
kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi
dan luasan dari RTH kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman
yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:
•
Pada areal bervegetasi (komponen utama RTH), suhu hanya berkisar 25,531,0°C dengan kelembaban 66-92%.
•
Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan
aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1°C dengan kelembaban 62-78%.
•
Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1°C dengan kelembaban
62-78%.
Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di
sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, daerah
disekitar pohon memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan
dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.
12. Pengelolaan Sampah
RTH dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai
penyerap bau, (2) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari
sampah, (3) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung
dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya
lainnya.
13. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan
kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah
15
RTH akan meningkat.
Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya
ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di
samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah,
sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan
hanya sedikit yang menjadi air limpasan.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke
lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan
demikian RTH yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang
bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang
baik.
Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi
yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus
elastica), karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur
(Lagerstromia speciosa), trembesi (Fragraea fragrans), dan kelapa (Coccos
nucifera).
14. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan
cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang
halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat
menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh
sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi. Keefektifan pohon dalam
meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan
kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan
tajuknya.
15. Meningkatkan Keindahan
Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan,
minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan
pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata
dengan indah memuat garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan
Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.
Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan
16
tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai
kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan
mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka
keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang
sangat disukai oleh setiap manusia.Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur
tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan
sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan
jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut
telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah
dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan
yang harmonis (bergradasi lembut).
Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga
pemandangan yang kurang enak dilihat seperti: tempat pembuangan sampah,
pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan
warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi
lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya RTH sebagai tabir
penyekat di sana.
16. Sebagai Habitat Burung
Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature).
Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat
menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.
Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) salah satu satwa liar yang dapat
dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat
mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain:
•
Membantu mengendalikan serangga hama,
•
Membantu proses penyerbukan bunga,
•
Mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,
•
Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang
menyenangkan,
•
Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,
•
Sebagai sumber plasma nutfah,
•
Objek untuk pendidikan dan penelitian.
17
Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat
mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra
(Calliandra calothyrsus) di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon
jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis
burung lainnya. Menurut Ballen, beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi
burung antara lain:
•
Ficus benjamina, Ficus variegata, dan Ficus glabarima buahnya banyak
dimakan oleh burung seperti punai (Tecron sp.).
•
Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa
jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah
berbunga antara lain: betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus
pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.
•
Dangdeur (Gossatnpinus taphylla). Bunganya yang berwarna merah
menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.
•
Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh
burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.
•
Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar
(Plocous sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya
seperti: burung cacing (Cyornis bamtunas), ceguk (Otus bakkamoena),
sikatan (Rhipiditra javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea)
dan perenjak kuning (Abroscopus supereiliaris) bertelur pada pangkal
cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.
17. Mengurangi Stress
Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan
persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai
kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor
maupun industri. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan
ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan
berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi kepergiannya
saja di kota.
Program pembangunan dari pengembangan RTH dapat membantu
mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang
18
diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal,
CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai RTH. Kicauan
dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. RTH juga dapat mengurangi
kekakuan dan monotonitas.
18. Meningkatkan Industri Pariwisata
Bunga bangkai (Amorphophallus titanuni) di Kebun Raya Bogor yang
berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia
Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun
mancanegara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung
atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan RTH yang unik, indah dan
menawan.
19. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu
diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan
monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja. Keberadaan RTH penting dalam
mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian
pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada
dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan.
Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan
ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan
rancangannya. Tanpa ruang terbuka, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan
menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island)
yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni.
Pemanfaatan RTH pada kawasan perkotaan (Dep. PU, 2008) antara lain:
1. RTH pekarangan terdiri dari:
•
Pekarangan rumah besar dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di
atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling
dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan
jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon
pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau
rumput.
•
Pekarangan rumah sedang dengan kategori: rumah dengan luasan lahan
19
antara 200 m2 – 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan
lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah
setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2
(dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta
penutup tanah dan atau rumput.
•
Pekarangan rumah kecil dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di
bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling
dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat, dan
jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon
pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan
atau rumput.
•
Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha dengan kategori:
umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka, beberapa lokasi
dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot,
perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70%,
minimal memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang, ditanam pada lahan
atau pada pot berdiameter diatas 60 cm, dan
persyaratan penanaman
pohon pada kawasan ini dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti
persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB
yang telah ditentukan.
•
Taman atap bangunan dengan kategori: Kavling dengan KDB di atas 90%
seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan
dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas dibuat taman
atap bangunan.
2. Taman lingkungan dan taman kota yang terdiri dari taman RT, taman RW,
taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota.
3. Hutan kota dengan kategori :
•
Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi
terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon
dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.
•
Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan
luas minimal 2500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-
20
pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.
•
Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti
bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.
•
Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter.
4. RTH pada jalur hijau jalan antara lain: pada jalur tepi jalan, pada median
jalan, pada jalur pejalan kaki, pada jalur dibawah jalan layang.
5. RTH sempadan jalur kereta api dengan kategori: jarak maksimal dari
sumbu rel adalah 50 m dan pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang
akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi
pekerjaan.
6. RTH jaringan listrik tegangan tinggi dengan kategori:
•
Jenis tanaman yang ditanam memiliki dahan yang kuat;
•
Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang;
•
Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah;
•
Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);
•
Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai
gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.
7. RTH sempadan sungai dengan kategori:
•
Jalur hijau sungai meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan
sungai besar dan sungai kecil (anak sungai);
•
Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m
diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang
sungai;
•
Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan
acak (random start) pada peta. Sampel jalur hijau sungai berupa jalur
memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai
pohon terjauh;
•
Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri
kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman;
•
Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m;
•
Jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
21
•
Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai
gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.
8. Sabuk Hijau dengan kategori:
•
RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan
tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau
pemisah
•
Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya
(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan
keberadaannya
9. RTH Pemakaman
10. RTH sempadan pantai dengan kategori:
•
RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas
pertumbuhan pemukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu
kelestarian pantainya.
•
Lebar RTH sempadan pantai minimal 100 meter dari batas air pasang
tertinggi ke arah darat.
•
Tidak bertentangan dengan Keppres No.32 tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung
•
Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai,
termasuk gangguan terhadap kualitas visual.
•
Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi,
melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan meredam
angin kencang.
•
Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah
setempat.
•
Khusus untuk kawasan pantai berhutan bakau harus dipertahankan sesuai
ketentuan dalam Keppres No. 32 Tahun 1990.
11. RTH pengamanan sumber air baku atau mata air terdiri dari:
•
RTH danau atau waduk dengan kategori minimal sempadan 50 meter dari
titik muka air tertinggi.
•
RTH mata air dengan kategori minimal sempadan 200 meter dari titik
pusat mata air.
22
2.1.3 Luas dan Jenis Ruang Terbuka Hijau
Besaran luas RTH yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun
2007 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah
kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, pada ayat 3
berbunyi proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20
(dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Dengan rincian tertuang dalam Gambar
01.
Pola untuk pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau terdiri atas ruang terbuka
hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik
merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk
ajang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman
umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang
terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah atau gedung
milik masyarakat maupun swasta yang ditanami tumbuhan.
RUANG WILAYAH KOTA
RUANG TERBANGUN
(60%)
RUANG HUNIAN
(40%)
NON HUNIAN
(20%)
RUANG TERBUKA
(40%)
JARINGAN TAMAN-TAMAN
KOTA
JALAN
(12,5%)
(20%)
RTH di Ruang Hunian: RTH di Ruang Non Hunian: RTH di Jarirngan Jalan:
Asumsi KDB maks 80%
Asumsi KDB maks 90%
Asumsi jalur hijau 30%
RTH = 20% x 40% = 8%
RTH = 10% x 20% = 2% RTH = 30% x 20% = 6%
RTH PRIVAT = 10%
LAINNYA
(NON
HIJAU)
(7,5%)
(Sungai, Jalan KA,
SUTET)
Asumsi 20% hijau
RTH = 20% x 7,5% =
1,5%
RTH PUBLIK = 20%
(Sumber : Departemen PU)
Gambar 01 Pembagian Ruang Wilayah Kota
Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin
23
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem
nikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi
ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk
menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya. Proporsi ruang terbuka
hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh
pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal
dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya
secara luas oleh masyarakat. Pada kenyataannya, formula rumusan penentuan luas
RTH kota yang memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan ini, masih
bersifat kuantitatif dan tergantung dari banyak faktor penentu, antara lain:
geografis, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan
oksigen, rekreasi, dan banyak faktor lain.
Sehubungan dengan tuntutan waktu dan meningkatnya jumlah penduduk
dengan segala aktivitas dan keperluan, seperti cukup tersedianya ruang rekreasi
gratis, maka sebuah kota dimanapun dan bagaimanapun ukuran dan kondisinya,
pasti semakin memerlukan RTH yang memenuhi persyaratan, terutama kualitas
keseimbangan pendukung keberlangsungan fungsi kehidupan, adanya pengelolaan
dan pengaturan sebaik mungkin, serta konsistensi penegakan hukumnya.
Kota yang mempunyai luas yang tertentu dan terbatas permintaan akan
pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk
pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan atau bentang
alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang
terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering
dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan
alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari
peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan
pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan
perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan
RTH sebagai biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
24
Dalam penyediaan ruang terbuka hijau proporsi yang diamanatkan dalam
Permendagri No. 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaaan disebutkan bahwa luas ideal RTHKP adalah sebesar 20% (dua puluh)
persen. Luas RTHKP tersebut mencakup luas RTH publik dan RTH privat. Luas
RTHKP publik penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten
atau kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masingmasing daerah. RTHKP privat penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak
lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin
pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota, kecuali Provinsi DKI
Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
Ketentuan mengenai jenis-jenis RTHKP dijelaskan pada Permendagri No.
1 Tahun 2007, Pasal 6, meliputi 23 jenis yakni:
a.
Taman kota;
b.
Taman wisata alam;
c.
Taman rekreasi;
d.
Taman lingkungan perumahan dan permukiman;
e.
Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
f.
Taman hutan raya;
g.
Hutan kota;
h.
Hutan lindung;
i.
Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;
j.
Cagar alam;
k.
Kebun raya;
l.
Kebun binatang;
m.
Pemakaman umum;
n.
Lapangan olah raga;
o.
Lapangan upacara;
p.
Parkir terbuka;
q.
Lahan pertanian perkotaan;
r.
Jalur dibawah tegangan tinggi (sutt dan sutet);
s.
Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
t.
Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;
25
u.
Kawasan dan jalur hijau;
v.
Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
w.
Taman atap (roof garden).
Penyebaran ruang terbuka hijau ditentukan oleh wilayah pengembangan
dalam kota tersebut, kebutuhan ruang terbuka hijau dan fungsi ruang terbuka
hijau di areal perkotaan. Lokasi ruang terbuka hijau di areal perkotaan tidak
hanya terpusat pada satu tempat tetapi juga dapat menyebar atau terpisah seperti
taman kota yang kemudian dihubungkan dengan areal penghijauan penghubung
seperti jalur hijau.
2.2 Ekosistem Kota Bogor
Dalam Irwan (2007) menyatakan di alam terdapat organisme hidup
(makhluk hidup) dengan lingkungannya yang hidup saling berinteraksi dan
berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama
lain yang merupakan suatu sistem. Dalam hal ini makhluk hidup lazim disebut
dengan biotik, dari asal kata bio berarti hidup. Lingkungan yang tidak hidup
disebut abiotik dari asal kata a dan bio berarti tidak hidup. Di dalam sistem
tersebut terdapat dua aspek penting yaitu arus energi (aliran energi) dan daur
materi atau disebut juga daur mineral atau siklus mineral ataupun siklus bahan di
samping adanya sistem informasi. Aliran energi dapat terlihat pada struktur
makanan, keragaman biotik dan siklus bahan (yakni pertukaran bahan-bahan
antara bagian yang hidup dan tidak hidup). Sistem tersebut disebut ekosistem.
Menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH, 1982) ekosistem
adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi. Perlu diketahui bahwa didalam ekosistem
terdapat makhluk hidup dan lingkungannya. Makhluk hidup terdiri dari tumbuhtumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu yang
berada di luar individu. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Berbicara mengenai lingkungan hidup itu berarti yang dimaksud adalah
lingkungan hidup manusia, di mana ada kepentingan manusia di situ. Akan tetapi
26
jika di situ ada kepentingan tumbuhan, maka itu berarti lingkungan hidup
tumbuhan, atau jika di situ ada kepentingan badak atau orang utan, maka itu
adalah lingkungan hidup badak atau orang utan.
Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas,
atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya di mana
terjadi antar hubungan. Di sini tidak hanya mencakup serangkaian spesies
tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga segala macam bentuk materi yang
melakukan siklus dalam sistem itu serta energi yang menjadi sumber kekuatan.
Untuk mendapatkan energi dan materi yang diperlukan untuk hidupnya semua
komunitas
bergantung
kepada lingkungan
abiotik.
Organisme
produsen
memerlukan energi, cahaya, oksigen, air dan garam-garam yang semuanya
diambil dari lingkungan abiotik. Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama
diteruskan ke konsumen tingkat kedua dan seterusnya ke konsumen-konsumen
lainnya melalui jaring-jaring makanan.
Materi dan energi berasal dari lingkungan abiotik akan kembali lagi ke
lingkungan abiotik. Dalam hal ini komunitas dalam lingkungan abiotiknya
merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem. Jadi konsep ekosistem
menyangkut semua hubungan dalam suatu komunitas dan di samping itu juga
semua hubungan antara komunitas dan lingkungan abiotiknya.
Dengan konsep ekosistem komponen-komponen lingkungan hidup dilihat
secara terpadu sebagai komponen yang berkaitan dan tergantung satu sama lain
dalam suatu sistem. Pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan
holistik. Di dalam suatu tata ruang yang sempit, berbagai individu akan
berdesakan. Di situ diperlukan terbentuknya suatu struktur yang berlapis-lapis
seperti rumput, semak belukar, pohon yang tinggi sekali memayungi semuanya.
Di dalam sistem semuanya ini menempati fungsi masing-masing. Dan di
antara berbagai jenis tumbuhan yang lebih bersama itu ada interaksi kimiawi
antara suatu individu tumbuhan tertentu dengan tumbuhan lain di sekitarnya.
Dalam
pembangunan
pembangunan
harus
berkelanjutan
dapat
menjaga
yang
berwawasan
berfungsinya
ekologis,
setiap
komponen-komponen
lingkungan. Oleh karena itu suatu ekosistem harus dipertahankan kelestariannya,
27
karena memiliki dampak yang menentukan tingkat kehidupan manusiawi maupun
organisme lainnya di dunia ini.
Sedangkan arti kota dalam Irwan (2005) adalah suatu pemukiman
penduduk yang besar dan luas yang terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi,
sosial, budaya, politik, serta sebagai pusat administratif. Aktivitas dan
perkembangan kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan baik udara, tanah,
air dan masyarakat serta flora dan fauna. Komponen-komponen kota adalah
penduduk (manusia, flora dan fauna), pemerintah, pembangunan fisik, sumber
daya (air, energi, tanah, udara) serta fungsi (pemukiman, pekerjaan, rekreasi,
tranportasi dan informasi). Ekosistem Kota Bogor terdiri dari perumahan, industri,
kebun raya, hutan kota, ruang terbuka hijau, kebun, sawah, situ, sungai, dll.
2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor
Proses fisiologis RTH Kota Bogor pada penelitian ini lebih difokuskan
kepada proses fisiologis pohon karena pohon adalah komponen utama dan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakter suatu RTH serta lebih
mudah di identifikasi. Hal ini untuk memudahkan dalam membahas manfaat
RTH yang sebenarnya diukur berdasarkan proses fisiologis RTH tersebut.
Kapasitas penampungan dan daya serap karbon dapat dikaji berdasarkan proses
fisiologis pohon pada bagian fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Sedangkan
untuk peningkatan kualitas udara yang dapat dilakukan oleh RTH bisa dikaji
berdasarkan proses fisiologis pohon pada bagian proses translokasi dan rumah
tangga air serta proses transpirasi. Adapun proses fisiologis pohon (komponen
utama RTH) adalah proses fotosintesis, respirasi, translokasi, rumah tangga air
dan transpirasi dan interaksi lingkungan.
Pada penjelasan dibawah ini dengan sangat detail dijabarkan nilai
ekologis pohon yang mengacu pada proses fisologisnya sangat memberikan
dampak yang signifikan dalam meningkatkan ekosistem Kota Bogor.
2.3.1 Proses Fotosintesis
Dalam Daniel et al. (1987) fotosintesis adalah proses produksi
karbohidrat yang berasal dari bahan anorganik melalui transformasi energi
28
matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis sering dikatakan sebagai proses
kimia satu-satunya di bumi yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan;
makanan manusia dan seluruh binatang (heterotrof) tergantung langsung atau
tidak langsung pada tumbuhan (autotrof); stabilitas konsentrasi oksigen
dan karbon dioksida atmosfir tergantung pada proses fotosintesis di
lautan
dan
daratan;
selain
itu
kita
mengambil keuntungan dari
simpanan energi fotosintesis pada abad geologis masa lalu bila menggunakan
gas alam, minyak bumi dan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Sebagai
tambahan, kita memakai serat kayu (satu diantara sedikit sumber daya alam
yang dapat diperbarui) untuk berbagai kebutuhan dan kita tentu saja harus
menyadari bahwa fotosintesis merupakan landasan penting untuk kehidupan
manusia di bumi.
Fotosintesis
adalah
proses
sangat
kompleks
yang terdiri
dari
serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik.
Karbon dioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama
dikembalikan. Pada hakekatnya, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai
penyerapan energi cahaya oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi
ion hidrogen dan gas oksigen, dan penggunaan ion hidrogen untuk mereduksi
karbon dioksida menjadi gula.
Dasar proses tersebut terdiri dari tiga macam reaksi yaitu:
a. Reaksi fisik:
karbon
dioksida
ditransfer
dari
atmosfir kedalam daun
untuk dilarutkan dalam air. Resistensi total transfer ini adalah salah satu dari
faktor-faktor pembatas terpenting dalam proses tersebut.
b. Reaksi fotokimia: 2 sampai 4 persen radiasi yang diterima digunakan untuk
fotosintesis, dengan panjang gelombang yang paling aktif adalah bagian merah
dan biru spektrum warna. Energi diserap oleh
beberapa pigmen pembantu)
klorofil
a
dan
b
(dan
dan dipompa oleh unit molekul klorofil besar
menjadi ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekul adenosine triphosphat
(ATP).
c. Reaksi kimia dan enzim: ini adalah urutan banyak tahapan reaksi antara dari
produk stabil pertama, phosphoglyceric acid (PGA), menjadi gula yang
berangka karbon 3, 4, 5 dan 6.
29
Baru-baru ini tumbuhan dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu
tumbuhan C3 dan tumbuhan C4, tergantung pada apakah tumbuhan tersebut
mengikat karbon menjadi produk berkarbon 3 (seperti dalam siklus Calvin)
atau apakah CO2 diikat menjadi gula melalui asam dikarboksilat berkarbon 4.
Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan pada kecepatan fotosintesis,
atas dasar kriteria anatomis dan fisiologis dan lingkungan tempat tumbuhnya.
Tumbuhan berkemampuan fotosintesis tinggi (tipe C4), seperti jagung,
sorgum, tebu, dan beberapa tumbuhan dikotiledon, bisa mempunyai 2 sampai 3
kali produksi primer lebih besar daripada tumbuhan berkemampuan
fotosintesis rendah (sebagian besar genus meliputi pohon). Tumbuhan C4
mempunyai tingkat fotosintesis tinggi 50 sampai 80 mg CO2 dm2/ jam, titik
kompensasi CO2 rendah 0 sampai 10 ppm, dan tanpa fotorespirasi, kurang
membutuhkan air dan tumbuh pada lingkungan keras seperti daerah tropika,
tempat yang kering, pegunungan, dan muara sungai (Hatch dkk., 1971; Black,
1971). Dickman (1973) menyelidiki 14 konifer, 16 klon Populus, dan 30 jenis
daun lebar dan menemukan bahwa semuanya termasuk tipe tumbuhan C3,
yang dicirikan oleh tingkat fotosintesis yang relatif rendah 10 sampai 35 mg
CO2 dm2/ jam, titik kompensasi CO2 lebih tinggi antara 30 dan 70 ppm, dan
respirasi yang dirangsang oleh cahaya.Titik kompensasi CO2 dimana pada saat
penyerapan CO2 oleh tanaman pada proses fotosintesis sama dengan CO2 yang
dikeluarkan pada saat proses respirasi.
Fotosintesis dalam Pohon
Dalam mempelajari karakteristik fotosintesis pohon dan kemampuan
relatif produksi karbohidratnya, kita perlu mengingat bahwa berlawanan
dengan tanaman pertanian; beberapa hal yang mempengaruhi proses
fotosintesis :
1. Perilaku stomata, stomata adalah pori-pori kecil pada epidermis daun
yang merupakan tempat difusi sejumlah air dan gas. Stomata ini penting
karena membuka dan menutupnya, menentukan resistensi penyerapan karbon
dioksida dan sudah barang tentu produksi karbohidrat, juga jumlah air yang
hilang dalam transpirasi. Karena itu, gerakan stomata mempunyai pengaruh
yang besar terhadap kesuksesan relatif perkembangan tumbuhan. Jumlah
30
stomata sangat banyak. Pada daun lebar stomata hanya terdapat pada epidermis
bawah, dan meskipun jumlahnya berkisar antara 11.000 sampai 100.000 / cm2,
jumlah stomata tersebut hanya membentuk sekitar 1 persen luas permukaan
daun (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada konifer, stomata tersusun pada
semua sisi daun jarum dan bisa berjumlah sampai 5000 / cm2 (Waggoner dan
Turner, 1971). Daun-daun terbuka yaitu yang tumbuh pada bagian tajuk pohon
yang terkena sinar, mempunyai jumlah stomata beberapa kali lebih banyak per
unit luas daun daripada daun-daun ternaung pada pohon yang sama.
Mekanisme pembukaan stomata masih belum diketahui dengan sempurna,
tetapi konsentrasi CO2, intensitas cahaya, potensi larutan, pengeluaran ion
hidrogen, dan aliran ion kalium tampak semuanya penting (Zelitch, 1969).
Lama pembukaan dan penutupan stomata sebagian bergantung pada toleransi
jenis dan kondisi cahaya yang diterima oleh pohon.
2. Variasi fotosintesis neto dalam pohon. Tajuk pohon adalah
struktur kompleks yang terdiri dari daun-daun dengan berbagai umur
pada berbagai posisi dalam tajuk. Variasi posisi ini mempunyai sifat
lingkungan yang sangat berbeda, maka ekspresi kemampuan fotosintesis harus
memperhitungkan variasi besar yang terjadi dalam pohon. Setiap daun
berfotosintesis pada kecepatan yang mencerminkan kondisi fisiologis tertentu
dan
lingkungan
mikro.
Dalam
mempelajari
fotosintesis
pohon-pohon
komponen utama RTH, kita perlu menentukan perbedaan yang terjadi dalam
pohon, yang disebabkan oleh umur daun dan posisi pada tajuk, perbedaan antar
pohon, yang membedakan daun lebar dan konifer, jenis, dan genotip. Dalam
membahas fotosintesis pohon, kita biasanya berhubungan dengan fotosintesis
neto. Ini didefinisikan sebagai perbedaan antara tingkat fotosintesis bruto dan
tingkat respirasi yang terjadi. Fotosintesis neto terjadi bila pengambilan CO2
dalam fotosintesis melebihi jumlah CO2 yang dikeluarkan dalam proses
respirasi yang bersamaan.
3. Umur daun. Efisiensi fotosintesis berbeda antara daun yang umurnya
berbeda terutama karena adanya pengaruh kecepatan respirasi yang berbeda.
Jumlah asimilat yang digunakan dalam respirasi daun secara normal adalah 5
sampai 10 persen produksi fotosintesis bruto, tetapi daun muda dan daun tua
31
telah ditemukan mempunyai tingkat respirasi yang banyak melebihi jumlah
tersebut (Huber dan Rusch, 1961).
4. Posisi pohon. Karena perbedaan sifat umur daun dan lingkungan
dalam kanopi hutan, ukuran fotosintesis neto pohon bervariasi, tergantung
pada posisi fotosintesis yang dimonitor pada pohon tersebut. Karena itu pada
kondisi tegakan, berkas tajuk terbawah yang menerima cahaya relatif sedikit
memberikan kontribusi sedikit terhadap produksi fotosintesis neto. Biasanya,
daun paling produktif adalah daun yang sebagian dalam kondisi ternaung di
tajuk bagian atas (Woodman, 1971). Hal ini mungkin benar pula untuk pohon
setengah toleran lain. Penemuan ini sama dengan laporan Hodges (1967) yang
menunjukkan bahwa pohon konifer Pasifik Barat Daya berfotosintesis terbaik
pada bagian yang ternaung sebagian di pinggir pembukaan hutan. Kesamaan
keunggulan ketahanan hidup dan pertumbuhan suatu campuran jenis konifer
yang dipermudah secara alam
5. Perbedaan fotosintesis neto antara kelas tajuk. Perbedaan efisiensi
fotosintesis di antara pohon-pohon yang dominan, kodominan dan tertekan
relatif kecil jika dibandingkan antara daun-daun yang sama-sama terbuka dan
dinyatakan dengan efisiensi per unit luas permukaan daun. Perbedaan besar
antara kelas tajuk diperoleh jika dievaluasi efisiensi relatif daun terbuka dan
daun ternaung dan ketika diamati perbedaan besar lingkungan yang secara
normal mempengaruhi berbagai kelas tajuk. Yang khususnya penting adalah
gradien intensitas cahaya dan konsentrasi karbon dioksida dalam kanopi
pohon, Di dalam dan di bawah kanopi yang rapat, intensitas cahaya sangat
kurang daripada yang diterima oleh pohon dominan kecuali terobosan bercakbercak cahaya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kemampuan pohon
dalam melakukan fotosintesis, atau jumlah total karbohidrat yang diproduksi
oleh pohon selama suatu periode, daripada dengan kecepatan relatif atau
efisiensi pada level lingkungan tertentu.
Faktor utama yang menyebabkan perbedaan kemampuan fotosintesis
pohon yang mempunyai perbedaan kelas tajuk dan jenis adalah perbedaan
besar yang biasa ditemukan pada luas daun. Jika kita bermaksud
mempengaruhi produktivitas individu pohon, akan lebih cepat berhasil bila
32
mempengaruhi luas daun. Jumlah daun tegakan biasanya dinyatakan dengan
istilah indeks luas daun (leaf area index = LAI), yaitu jumlah luas permukaan
daun pada kanopi vegetatif di atas areal tanah di bawahnya, yang dinyatakan
sebagai proporsi permukaan daun terhadap areal tanah di bawahnya. Rasio
tersebut pada hutan secara normal antara 3 dan 6. Hubungan antara
kemampuan fotosintesis dan luas daun sangat penting karena kita dapat
mengontrol luas daun individu pohon melalui penjarangan atau pemangkasan
cabang. Maka dari itu kemampuan pertumbuhan total individu pohon dapat
dinaikkan atau diturunkan melalui pengaturan jarak tanamnya sehingga
menghasilkan tajuk yang lebih besar atau kecil.
Pengaruh Lingkungan terhadap Fotosintesis
Kesempatan
fotosintesis
dipengaruhi
oleh
faktor
tanaman
dan
lingkungan antara lain :
1. Cahaya. Cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon
melalui intensitas, jumlah dan lama penyinaran. Di antara karakteristik ini,
intensitas cahaya barangkali paling penting bagi kita karena paling siap untuk
dimanipulasi. Jika tumbuhan terbuka terhadap intensitas cahaya secara
berangsur dari kegelapan ke cahaya matahari penuh,
biasanya ditemukan
bahwa hasil positif fotosintesis neto tidak diperoleh sampai pada nilai ambang
intensitas cahaya minimal tertentu dilampaui. Titik kompensasi cahaya ini
adalah intensitas cahaya bila jumlah CO2 terambil dalam fotosintesis tepat
sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh respirasi pada saat bersamaan.
Dengan
bertambahnya
intensitas
cahaya,
bertambah
kecepatan
fotosintesis neto. daun yang terbuka. Tercapai titik tertentu yang disebut titik
kejenuhan cahaya, bila kenaikan intensitas cahaya tidak memberikan kenaikan
fotosintesis neto lebih lanjut. Titik kejenuhan cahaya tumbuhan toleran
biasanya lebih rendah daripada tumbuhan intoleran. Jika intensitas cahaya
melebihi titik kejenuhan, fluktuasi intensitas cahaya berpengaruh kecil
terhadap kecepatan fotosintesis. Pada saat intensitas cahaya yang sangat tinggi,
fotosintesis dapat dibatasi oleh foto oksidasi kloroplas. Pengaruh ini telah
diobservasi pada regenerasi Picea engelmannii pada tempat yang tinggi yang
tumbuh kerdil dan klorosis sebagai akibat dari fotooksidasi (Ronco, 1975).
33
Tajuk pohon yang toleran dan intoleran biasanya tidak mencapai kemampuan
produksi penuh sampai radiasi mencapai cahaya penuh karena adanya saling
penutupan daun. Lama penyinaran cahaya sangat penting bagi kita. Salah satu
aspek
lama
penyinaran
adalah
fotoperiode,
yang
mengontrol
ketat
pembentukan kuncup dan proses pertumbuhan pohon.
Transmisi atau pengurangan cahaya melalui kanopi hutan bergantung
pada tipe kanopi, apakah terdiri atas daun lebar atau konifer, cara daun
tersusun, dan homogenitas kanopi. Besarnya cahaya yang tersedia pada level
yang berbeda di dalam hutan sangat berpengaruh terhadap ukuran dominasi
jenis, diferensiasi menjadi kelas-kelas tajuk, rasio hidup tajuk, dan dimensi
tajuk keseluruhan. Karena itu, jika kita mengetahui persyaratan tumbuhan akan
cahaya, kita dapat mengontrol struktur dan produktivitas tegakan, kesuksesan
relatif regenerasi berbagai jenis, dan perkembangan lapisan rumput, penutup,
dan
vegetatif.
Karena
itu
kemampuan
fotosintesis
pohon
harus
memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon
dan kanopi hutan, dan perubahan intensitas cahaya dan lama penyinaran harian
dan musiman.
2. Suhu. pengaruh suhu terhadap fotosintesis neto sulit untuk
dievaluasi. Pertama, fotosintesis neto merupakan selisih tingkat fotosintesis
dan respirasi yang bersamaan waktu, dan hubungan suhu terhadap kedua
proses tersebut sangat berbeda. Kedua, di lapangan, kenaikan suhu biasanya
berhubungan dengan kenaikan intensitas cahaya, sehingga pengaruhnya
membingungkan, Karena itu terbukti bahwa generalisasi mengenai pengaruh
suhu terhadap fotosintesis perlu diinterpretasi dengan hati-hati. Kisaran suhu
optimal untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe tetapi
umumnya antara 18 dan 25 °C untuk pohon-pohon daerah sedang, dengan
kisaran ekstrim antara -5 dan 40° C. (Stocker, 1960; Kozlowski dan Keller,
1966). Kisaran aktual suhu optimal untuk setiap spesies tergantung pada
banyak faktor, termasuk umur dan kesehatan daun dan ketersediaan air dan
cahaya.
Dalam istilah yang umum, hubungan antara fotosintesis dan suhu
adalah dengan penambahan suhu, fotosintesis naik secara eksponensial sampai
34
kecepatan optimal fotosintesis bruto terjadi antara 20 - 40°C. Tetapi
fotosintesis neto optimal, mungkin berada antara 18 - 25°C karena kenaikan
dampak kecepatan respirasi yang lebih tinggi terhadap pertukaran CO2 neto.
Dengan bertambahnya suhu, proses enzimatis semakin banyak, sehingga
kecepatan fotosintesis menurun. Pada suhu tinggi mendekati 40° C, tumbuhan
mulai menderita kerusakan panas langsung yang diakibatkan oleh koagulasi
protein dalam protoplasma. Fotosintesis mati ketika protoplasma mati.
3. Konsentrasi CO2. konsentrasi karbon dioksida atmosfir bumi di atas
tajuk hutan diperkirakan 0,03 persen volume 300 ppm. Di dalam hutan,
konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi. Ketersediaan CO2 biasanya dapat
menjadi faktor pembatas fotosintesis (Kramer dan Kozlowski, 1960). Hal ini
merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat
atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif
mengambil CO2 dari udara dan percampuran atmosfir sangat sedikit karena
stagnasi udara. Dengan menurunnya konsentrasi CO2 sekitar daun, level
minimal dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO2, yang di bawahnya
tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto. Umumnya, untuk tumbuhan
C3, konsentrasi CO2 minimal ini adalah 50 sampai 100 ppm; namun, seperti
yang disebutkan di muka pada proses fotosintesis dalam bab ini, terdapat
kelompok tumbuhan C4 (tidak menunjukkan fotorespirasi) yang mempunyai
kemampuan fotosintesis yang sangat tinggi dan dapat berfungsi pada
konsentrasi CO2 antara 0 - 10 ppm.
4. Ketersediaan air. Porsi sangat kecil dari total
air
yang
digunakan oleh tumbuhan dikonsumsi langsung pada proses fotosintesis. Karena itu, pengaruh defisit air pada fotosintesis disebabkan
hampir
seluruhnya
oleh
pengaruh
tidak
langsung
terhadap
hidrasi
protoplasma dan penutupan stomata. Kondisi optimal fotosintesis terjadi bila
daun turgor jenuh. Ini terjadi bila air tanah berlimpah dan kondisi atmosfir
menghendaki evaporasi rendah. Dengan tanah yang mengering di bawah
kapasitas lapang dan potensi air dalam tanah menurun (menjadi lebih negatif),
terjadi kehilangan turgor dan penutupan stomata, yang selanjutnya membatasi
pemasukan CO2 dan menyebabkan penurunan fotosintesis. Mungkin terdapat
35
perbedaan kecepatan penurunan yang tergantung pada toleransi kekeringan
suatu jenis. Fenomena penurunan fotosintesis ini disebabkan oleh penurunan
ketersediaan air dalam daun, atau lebih tepatnya, penurunan potensi air daun
yang menyebabkan stres air pada tumbuhan.
5. Nutrisi. nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis dalam dua cara:
langsung dengan jalan mempengaruhi efisiensi proses; dan tidak langsung,
berpengaruh terhadap produksi fotosintesis total pohon. Penelitian dengan
pohon Douglas-fir berumur 24 tahun (Brix, 1971) telah menunjukkan bahwa
kemampuan fotosintesis pucuk yang baru dalam tahun pemupukan naik 78%
sebagai akibat tambahan nitrogen bila daun terkena suhu dan kondisi air yang
baik dan bila intensitas cahaya 5000 fc. Kecepatan fotosintesis bertambah
hanya bila daun yang diperlukan terkena intensitas cahaya yang lebih tinggi
daripada 2000 fc (yaitu seperlima cahaya matahari penuh). Secara tidak
langsung, status nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis melalui pengaruh
terhadap luas individu daun dan ukuran total tajuk. Nutrisi juga mempengaruhi
vigor dan luas sistem perakaran, yang mempengaruhi penyerapan air dan
hidrasi daun.
2.3.2 Proses Respirasi
Respirasi adalah penggunaan karbohidrat dan produk fotosintesis untuk
membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan dan memproduksi
energi untuk digunakan dalam metabolisme dan penyerapan hara. Pada kondisi
aerobik, respirasi memproduksi energi, karbon dioksida, dan air. Seluruh
tumbuhan hidup harus melakukan respirasi, bahkan biji dalam simpanan.
Bagaimanapun, dalam lingkungan yang tidak sesuai melakukan respirasi
terlalu banyak, menyebabkan penurunan vigor dan bahkan kematian tumbuhan.
Proses respirasi sangat dipengaruh oleh lingkungan antara lain :
1. Cahaya. banyak tumbuhan mempunyai dua macam proses
respirasi:
satu
terjadi
dalam
kegelapan
(dan
mungkin
juga
dalam
kondisi cahaya) dan yang lain terjadi hanya bila ada cahaya, disebut
fotorespirasi yang mempunyai alur metabolisme yang berbeda. Pentingnya
fotorespirasi biasanya telah diabaikan di masa lalu dan baru-baru ini diberi
perhatian yang lebih besar (Decker, 1970; Ludlow dan Jarvis, 1971). Pada
36
banyak studi masa lalu, respirasi dalam cahaya telah dipersamakan dengan
respirasi gelap, dan praktek ini mungkin telah mengakibatkan pengecilan arti
fotorespirasi dengan sepertiga sampai seperempatnya (Zelitch, 1971).
Beberapa tumbuhan dikotiledon dan banyak macam rumput tropika seperti
tebu, jagung dan sorgum, yang termasuk tumbuhan kelompok C4, tampaknya
tanpa fotorespirasi dan ini mungkin sebagian penyebab produktivitasnya yang
sangat tinggi (Black, 1971).
2. Suhu. Bila suhu naik, kecepatan respirasi biasanya naik secara
eksponensial. Kemudian suatu taraf dicapai ketika koagulasi protein
terjadi.
Pada taraf ini
kecepatan
respirasi
mulai
mulai menurun dan akhirnya
jatuh dengan cepat dengan matinya materi tumbuhan. Hal yang sama, pada
kisaran suhu yang sama, respirasi naik tetapi pada kecepatan eksponensial,
akhirnya menurun ketika organisasi dan struktur sel rusak.
Titik ekuivalen tercapai dalam kisaran suhu tertentu bila jumlah
produksi karbohidrat dalam fotosintesis sama dengan jumlah yang dikonsumsi
oleh respirasi. Jika kisaran suhu kritis terlampaui dan dijaga sepanjang waktu,
tumbuhan tidak akan hidup, karena respirasi secara konsisten lebih tinggi
daripada fotosintesis. Pada suhu lebih rendah daripada level kritis, terdapat
kisaran optimal dengan hasil neto produksi karbohidrat maksimal. Pada suhu
yang bahkan lebih rendah, meskipun respirasi minimal, kemampuan tumbuhan
untuk memperoleh produksi makanan neto juga banyak berkurang.
3. Atmosfir tanah. kenaikan konsentrasi CO2 dan kekurangan oksigen
biasanya mengurangi kecepatan respirasi. Oksigen di atmosfir tanah dapat
dikonsumsi sampai pada suatu titik yang bersama-sama dengan kenaikan CO2
hasil respirasi, membatasi metabolisme akar dan pertumbuhan. Karena alasan
ini, kita bisa mempertimbangkan perlakuan pada saat penanaman yang
bertujuan memperbaiki aerasi tanah.
4.
Air.
pengaruh kenaikan stres air terhadap kecepatan respirasi
tergantung pada jenis. Untuk empat jenis Abies, respirasi tidak dipengaruhi
secara nyata sampai level stres mencapai kurang lebih 10 sampai 12 bar.
Dengan bertambahnya stres air, berbagai jenis dipengaruhi secara berbeda,
37
5.
Nutrisi.
Seperti
ditunjukkan
di
muka,
pemupukan
dapat
meningkatkan kecepatan respirasi gelap dipucuk. Dengan ketersediaan air yang
cukup, pemupukan cenderung memproduksi daun yang lebih besar dan lebih
sukulen yang mempunyai metabolisme dan kecepatan respirasi lebih tinggi.
Pola Respirasi Harian dan Musiman. Pola respirasi musiman pada pohon
sangat bergantung pada bagian pohon yang dimaksudkan dan perkembangan
musiman bagian komponen tersebut. Hal demikian karena respirasi bertambah
bersamaan dengan aktivitas metabolisme. Bila akar, kuncup atau daun
berkembang aktif, respirasi cenderung tinggi. Berbagai pengaruh lingkungan
saling tumpang tindih terhadap kecenderungan fenologis ini. Karena
kehilangan total karbohidrat oleh respirasi bisa mencapai 50 persen produksi
total, maka jelas sangat penting apabila kita menggabungkan berbagai desain
perlakuan untuk memini-malkan kehilangan akibat respirasi ini, terutama pada
masa pertumbuhan pohon.
2.3.3 Proses Translokasi
Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam sistem tumbuhan
termasuk gas-gas, air, mineral, karbohidrat terlarut, dan hormon. Proses ini
terjadi dalam semua sistem tumbuhan, termasuk perkecambahan biji. Proses ini
terutama berkembang baik pada pohon yang mempunyai sistem pembuluh
khusus yang terdiri dari elemen xilem dan floem yang memungkinkan gerakan
materi antara akar dan daun yang terpisah jauh. Gerakan karbohidrat terlarut
dari titik asal (sumber) ke titik pemanfaatan (tempat tampung). Sumber
tersebut mungkin daun-daun dewasa yang berfotosintesis atau pusat penyimpanan karbohidrat dalam daun, batang, atau akar. Tempat tampung dapat
merupakan setiap daerah metabolisme aktif, terutama kambium atau kuncup,
daun atau buah yang berkembang. Sebelum daun jatuh, simpanan bahan
makanan dalam daun yang tua dihidrolisis dan ditranslokasi keluar daun.
Beberapa unsur juga dimobilisasi dan diekspor.
Unsur-unsur yang mobil ini termasuk Na, Cl, S, N, P dan K yang
kemudian menjadi tersedia untuk proses fisiologis di tempat lain dalam
tumbuhan, terutama pada daun muda dan daerah metabolisme aktif. Unsurunsur mobil ini dapat tercuci keluar daun dalam jumlah besar oleh hujan dan
38
embun. Unsur-unsur tidak mobil seperti Mg, Ca, B dan Co tetap dalam daun
yang tua dan dikembalikan ke tanah dengan jatuhnya daun. Beberapa unsur
seperti P, tampak bersirkulasi kontinyu dalam tumbuhan. Mobilitas Fe
tergantung pada hara P dan pH. Pentingnya mobilisasi hara dan peranannya
pada pemeliharaan keseimbangan hara dalam hutan. Beberapa hal yang
mempengaruhi proses translokasi :
1. Alur. Sejumlah gerakan kebawah terjadi dalam floem yang terdiri
dari komponen tipis, sel tetangga, perenkhim, dan serat-serat floem.
Translokasi terjadi pada sel hidup, dan kehidupan fungsional floem pada daun
lebar dan konifer sekitar 1 tahun. Terdapat dua kelompok pohon yang
mempunyai perbedaan dalam komponen pembuluh: komponen pembuluh daun
lebar (vessel) yang mempunyai ujung dinding yang sangat khusus, dan konifer
yang mempunyai elemen yang tidak begitu khusus (trakeid), dengan daerah
tapis terletak terutama pada dinding radial.
Translokasi assimilat ke bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah dan
aktifitas respirasi sistem perakaran. Semai pinus dengan perakaran yang jelek
dan tingkat respirasi yang rendah mentranslokasi lebih sedikit assimilat ke akar
daripada semai dengan sistem akar yang aktif dan baik. Meskipun sering sulit
dibedakan antara penyebab dan pengaruh, tetapi terdapat bukti hubungan
antara kecepatan respirasi dan translokasi. Hubungan ini mungkin memberikan
mekanisme yang menerangkan kenyataan ekologis penting asosiasi mikoriza
dengan pohon-pohon hutan (Shiroya dkk., 1962).
2. Kecepatan. Pernyataan umum tentang kecepatan gerakan sulit untuk
dibuat karena adanya laporan yang membingungkan dan bertentangan dalam
literatur. Studi awal melaporkan kecepatan tinggi, tetapi penelitian yang lebih
baru menunjukkan tidak demikian. Barangkali generalisasi terbaik pada saat
ini adalah bahwa kecepatan maksimal dalam floem, berdasarkan pada transfer
masa, adalah 40 sampai 70 cm/jam pada daun lebar dan 18 sampai 20 cm/jam
pada konifer. Tetapi kecepatan rata-rata, biasanya 1 sampai 2 cm/jam pada
kedua kelompok pohon itu (Shiroya dkk., 1962; Canny dkk., 1968; Roberts,
1964; Zimmer-mann dan Brown, 1971).
39
3.
Mekanisme.
beberapa
mekanisme
telah
diusulkan
untuk
menerangkan gerakan gula dalam tumbuhan. Mekanisme yang paling umum
diterima adalah teori tekanan dan aliran yang diusulkan pertama kali oleh
Munch pada 1930. Teori ini mengusulkan bahwa gerakan terjadi sebagai akibat
gradien tekanan turgor yang berkembang antara sel produsen neto, seperti daun
dewasa, dan sel konsumen neto, yang dapat berupa akar, buah, meristem, atau
setiap sel bermetabolisme.
Gradien tekanan berkembang karena sel produsen menjaga konsentrasi
tinggi larutan (potensial rendah), oleh fotosintesis atau konsentrasi larutan
aktif dan sel konsumen menjaga konsentrasi larutan rendah (potensial tinggi)
oleh respirasi, pertumbuhan dan penyimpanan. Aliran larutan terjadi sebagai
respon terhadap gradien tekanan ini. Kekuatan penggerak yang memungkinkan
translokasi yang berjarak jauh adalah metabolisme tumbuhan, dan proses
tersebut diatur oleh permintaan pada tempat tampung fisiologis dan persediaan
pada sumber (Zimmermann dan Brown, 1971).
Pengaruh Lingkungan terhadap Translokasi
Cahaya, secara umum penambahan intensitas cahaya menaikkan
translokasi ke akar melalui stimulasi pengambilan CO2 oleh daun dan produksi
assimilat. Hal ini tampak didukung oleh observasi bahwa tumbuhan
yang
tumbuh pada intensitas cahaya rendah menghentikan translokasi.
Suhu, translokasi biasanya bertambah dengan kenaikan suhu sampai
sekitar 30°C. Dengan kenaikan suhu lebih lanjut, translokasi berkurang
barangkali sebagai akibat kenaikan konsumsi karbohidrat dalam respirasi.
Air, penyerapan air mempengaruhi translokasi melalui perubahan
kondisi fisiologis daun pengekspor. Umumnya, translokasi berkurang dengan
bertambahnya stres air karena penurunan metabolisme akar dan penurunan
pengambilan CO2 oleh daun.
2.3.4 Rumah Tangga Air
Kepentingan air dalam sistem tanah, tumbuhan, atmosfir tidak dapat
diabaikan, karena ketersediaan air pada daerah yang kekeringan di musim
40
panas merupakah faktor terpenting di antara semua faktor yang mengontrol
ketahanan hidup dan kemudian distribusi vegetasi. Rumah tangga air tumbuhan
konsekuensinya merupakan pertimbangan utama pada perkembangan atau
penerapannya. Semua air hilang dalam proses pasif transpirasi, secara
fisiologis air adalah penting sebagai pembentuk utama protoplasma dan cairan
vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untuk mengangkut mineral, dan
menjaga turgiditas. Turgor penuh, yaitu pemeliharaan turgiditas, adalah
penting untuk pemanjangan dan pertumbuhan sel, memelihara bentuk
tumbuhan, pembukaan stomata, dan gerakan tumbuhan seperti pada daun dan
mahkota bunga. Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh
sistem perakaran. Beberapa bagian dapat terambil langsung dari atmosfir oleh
daun, dan hal ini mungkin penting pada tumbuhan di daerah arid yang terjadi
pengembunan
kelembaban
(Monteith,
atmosfir
1963;
tampak
Stone,
terletak
1963).
lebih
Namun,
pada
kepentingan
penurunan
stres
evapotranspirasi daripada persediaan air langsung untuk tumbuhan.
Gerakan air dalam pohon terjadi karena perbedaan gradien potensiai air
antar bagian pohon. Air bergerak dalam pohon karena terdapat gradien air
dalam sistem tanah, tumbuhan dan atmosfir dalam status energi bebas.
Berdasarkan konvensi energi bebas, atau potensi kimia air pada air murni
adalah 0. Keberadaan partikel larutan menurunkan potensi air sampai nilai
negatif, dan dalam sel tumbuhan, kenaikan tekanan dinding menambah potensi
energi bebas sehingga kecenderungan molekul air berdifusi bertambah
(Slatyer, 1967; Kramer, 1969). Pertimbangan ini digambarkan dalam
persamaan yang menyatakan potensi air dengan cara berikut:
Penyerapan air terjadi karena zat alir xilem dalam akar biasanya
berpotensi lebih rendah (nilai negatif lebih tinggi) daripada air dalam tanah.
Disebabkan terutama oleh kenaikan konsentrasi larutan dari korteks akar ke sel
mesofil, maka terdapat gradien potensi air dalam sistem, dan air cenderung
bergerak dari akar ke daun. Hal
ini menunjukkan bahwa gerakan air
cenderung cepat bila potensi dalam tanah tinggi (yaitu, mendekati 0, bila tanah
mempunyai air tersedia berlimpah) dan rendah dalam daun (yaitu, sangat
negatif, bila suhu dan angin tinggi dan uap air atmosfir rendah, berakibat
41
kecepatan evapotranspirasi tinggi). Resistensi gerakan air dalam daun dapat
bervariasi karena kemampuan tumbuhan mengontrol lobang stomata. Pada saat
stres lingkungan, stomata cenderung menutup.
2.3.5 Proses Transpirasi
Transpirasi adalah evaporasi air dari tumbuhan termasuk gerakan air
melalui seluruh kesatuan tanah, tumbuhan dan atmosfir. Dengan hilangnya air
dari daun melalui evaporasi, tambahan air diserap batang dan lewat akar dalam
bentuk kolom yang kontinyu. Batang dan akar kurang lebih pasif dalam proses
ini, dan karenanya, sering disebut penyerapan pasif. Sudah barang tentu akar
tidak bertindak sederhana seperti sumbu lampu, tetapi harus tumbuh terus
untuk menjaga permeabilitas dan mengisap kelembaban tanah.
Beberapa hal yang mempengaruhi proses transpirasi adalah kecepatan
dan kuantitas, kecepatan transportasi air ke atas pada xilem pohon dipengaruhi
oleh kecuraman gradien potensi air dari atmosfir ke larutan tanah. Kecepatan
juga bervariasi dengan jenis, tetapi biasanya nilai masing-masing adalah:
konifer 1 sampai 2 m/jam; daun lebar berpori tersebar, 1 sampai 6 m per jam;
dan daun lebar berpori tersusun melingkar, 20 sampai 40 m per jam. Kuantitas
air yang ditranspirasikan ditaksir kurang lebih 430 sampai 560 mm/tahun (17
sampai 22 in per tahun) untuk daun lebar di South Caroline (Hoover, 1944)
dan sekitar 100 sampai 250 mm per tahun (4 sampai 10 in per tahun) untuk
pinus di Eropa (Ivanov dkk., 1951; Isakov, 1974). Jumlah ini mendekati
sepertiga presipitasi. Kemungkinan kesalahan akibat perbedaan prosedur dan
kondisi sangat besar sehingga kecepatan dan kuantitas, ini harus dipandang
sebagai estimasi yang sangat kasar. Karena jumlah air yang ditranspirasikan, di
antara banyak faktor, sangat dipengaruhi jumlah air tersedia, maka tidak
terdapat generalisasi yang baik tentang jumlah relatif air yang ditranspirasikan
oleh daun lebar dan konifer.
Usaha mengurangi penggunaan air oleh pohon adalah dengan
penerapan antitranspiran. Dorongan penggunaan antitranspiran datang dari
keinginan untuk menaikkan hasil hutan daerah aliran sungai atau memperbesar
keberhasilan hidup pohon ketika ditanam di lapangan. Penelitian yang
42
dilakukan pada hutan Pinus resinosa (Waggoner dan Turner, 1971)
menunjukkan bahwa evapotranspirasi dapat dikurangi sampai 30 persen segera
sesudah penyemprotan dengan fenil merkuri asetat. Bagaimanapun, sesudah
penyemprotan tiga kali dalam setiap musim pertumbuhan selama tiga tahun
berturut-turut pengurangan keseluruhan
Perlakuan
ini
menjadi
3
sampai
10
persen.
menyebabkan penutupan sebagian stomata, dan karena juga
mengurangi fotosintesis maka beberapa pengurangan pertumbuhan mungkin
terjadi.
Pengaruh Lingkungan terhadap Transpirasi
Cahaya. Transpirasi sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena
pengaruh cahaya langsung pada lobang stomata.
Suhu. Suhu tanah, daun dan atmosfir juga mempengaruhi kecepatan
penyerapan air. Tanah yang dingin mengurangi penyerapan karena tanah
tersebut mengurangi permeabilitas akar, juga gerakan air, dan memperlambat
pertumbuhan akar dan metabolisme. Suhu daun menarik perhatian khusus
karena suhu ini berpengaruh langsung terhadap metabolisme daun, fotosintesis,
respirasi dan transpirasi. Pada siang hari, daun yang terkena radiasi matahari
bisa 1 sampai 10°C lebih tinggi daripada suhu udara sekitarnya, sedangkan
daun ternaung bisa bersuhu kira-kira sama dengan atmosfir. Pada malam
hari, suhu daun bisa 2 sampai 3°C lebih rendah daripada suhu udara
sekitarnya karena radiasi kembali ke atmosfir. Transpirasi berpengaruh
terhadap pendinginan daun. Penurunan ini bisa menyebabkan daun sampai 10°
C lebih rendah daripada suhu udara sekitarnya, terutama bila beban panas
besar pada suhu udara lebih tinggi daripada 30°C (Gates, 1968).
Defisit tekanan uap air. Istilah ini melukiskan perbedaan antara
kandungan uap air udara sekitar daun, dan kandungan uap air rongga stomata.
Semakin besar perbedaan, atau defisit, semakin besar kecenderungan pohon
kehilangan air atau transpirasi. Karena itu defisit
merupakan
tekanan
uap
air
faktor utama pengontrolan transpirasi. Ini sangat dipengaruhi
oleh suhu, angin dan kelembaban relatif.
Ketersediaan air. Transpirasi tergantung pada ketersediaan air dalam
tanah, dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan air dalam tanah,
43
dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan lebih banyak air untuk
tumbuhan. Pengaruh ini dapat dilihat pada transpirasi kecepatan tinggi vegetasi
perairan dan pohon-pohon yang beririgasi. Tetapi, bahkan pada kondisi
ketersediaan air tanah tinggi, bila udara panas, berangin, dan kelembaban
udara relatif rendah, transpirasi
kelayuan
dapat
melebihi
serta penutupan stomata dapat terjadi.
penyerapan
air,
dan
Hal ini selanjutnya,
biasanya mengurangi hasil fotosintesis dan pertumbuhan.
Bila pohon terkena kondisi penurunan ketersediaan air, proses pertama
yang terhambat adalah transpirasi, diikuti oleh fotosintesis, dan kemudian
respirasi.
Sensitivitas
pohon
terhadap
kenaikan
kondisi
stres
sangat
dipengaruhi oleh toleransi relatif tumbuhan yang dimaksud. Secara umum,
telah ditemukan bahwa dengan potensi air tanah menjadi lebih negatif (yaitu
air tanah kurang tersedia), pohon yang lebih intoleran pertama kali
menunjukkan pengurangan kecepatan transpirasi sebagai akibat kemampuan
penutupan stomata yang lebih awal. Karena itu konservasi air melalui
pengontrolan stomata secara genetis dan adaptif adalah sangat penting dalam
mempengaruhi keseimbangan air internal tumbuhan yang tumbuh pada daerah
dengan musim panas atau kering. Stomata merupakan mekanisme yang
terutama bertanggung jawab menentukan keberhasilan ekologis berbagai
tumbuhan sehingga berkembang memuaskan pada lingkungan relatif kering.
2.3.6 Interaksi Lingkungan dengan Persyaratan Fisiologis
Hal ini menjelaskan bahwa pohon sebagai komponen utama RTH
melakukan interaksi lingkungan melalui proses fisiologis sehingga terbentuk
keseimbangan ekosistem RTH yang pada akhirnya akan meningkatkan
ekositem perkotaan khususnya Kota Bogor. Konsep pemersatu terpenting yang
harus diketahui, yaitu konsep yang memberikan landasan terhadap semua
konsep ekosistem adalah pengenalan bahwa tujuan utama mengetahui proses
fisiologis pohon adalah untuk mengontrol pertumbuhan pohon, dan kemudian
struktur dan komposisi tegakan, dan lingkungan. Tegakan adalah dinamis,
karena itu perlakuan harus membantu perubahan. Satu-satunya cara untuk
menjaga keseimbangan ekosistem RTH adalah dengan memahami cara
44
interaksi genetis, fisiologis, dan lingkungan dalam mengontrol pertumbuhan
pohon.
Untuk tumbuh dengan sukses, pohon harus:
Menghasilkan lebih banyak makanan dengan fotosintesis daripada
kebutuhannya
untuk
menopang
metabolisme
dasar
dan kompensasi
terhadap respirasi. Mempunyai kontrol yang memadai terhadap rumah tangga
air internalnya sehingga air dapat dikonservasi, sel dijaga pada turgor penuh,
dan stomata terbuka pada periode cukup selama siang hari untuk produksi
karbohidrat.
Kita
harus
memilih
genotip pohon
dan
menjaga
lingkungan
sehingga kedua persyaratan pertumbuhan ini dapat dipenuhi. Namun, kondisi
yang sesuai untuk suatu proses fisiologis belum tentu sesuai untuk yang lain
dan kita biasanya berhadapan dengan pemilihan kompromi lingkungan yang
pengaruhnya terhadap seluruh bagian menguntungkan untuk tumbuhan secara
keseluruhan. Sebagai contoh, kondisi yang cenderung memaksimalkan
fotosintesis bruto
(seperti intensitas cahaya tinggi, stomata terbuka, dan
permukaan daun yang luas
menimbulkan
dan
terletak
baik)
juga
cenderung
kecepatan respirasi dan transpirasi tinggi. Jelas, konflik dapat
terjadi dan hanya dapat dipecahkan jika kita dapat meramalkan proses yang
mungkin menjadi pembatas pada setiap situasi. Pada banyak tempat di
Kalifornia, Utah, dan Idaho, sebagai contoh, bila presipitasi musim panas
jarang, semua kematian pohon disebabkan oleh rumah tangga air yang jelek,
respirasi berlebihan, atau faktor biotis eksternal seperti serangga, penyakit, dan
hewan pemakan daun.
Kemampuan fotosintesis
biasanya
tidak
membatasi
ketahanan
hidup, konsekuensinya perlakuan persiapan lokasi mungkin menjadi lebih
berhasil
jika lingkungan mikro dimanipulasi untuk mengkonservasi air,
menurunkan radiasi dan beban suhu, dan membatasi jumlah permukaan
daun
yang
terbuka,
meskipun
kenyataan
bahwa
ini
cenderung
mengurangi fotosintesis. Kemampuan relatif tumbuhan untuk memproduksi
karbohidrat yang memadai dan menjaga rumah tangga air yang memadai pada
45
situasi tertentu kadang-kadang dinyatakan dengan istilah rasio fotosintesis
neto/ transpirasi.
Karena itu keseimbangan ekosistem RTH ditentukan oleh pertumbuhan
tumbuhan/ pohon. Konsep pokok yang terlibat di sini adalah bahwa tumbuhan
mungkin dianggap sebagai pemilik respon permukaan dimensi ganda yang
dilukiskan terutama dalam pengertian fotosintesis neto, transpirasi, dan daya
penghantar daun sebagai fungsi interaksi antara faktor-faktor lingkungan
seperti intensitas cahaya, suhu, dan defisit tekanan uap air. Konseptualisasi interaksi ini memungkinkan kita untuk meningkatkan kemampuan tumbuhan
tertentu untuk berkembang dalam lingkungan mikro tertentu. Sebagai contoh,
intensitas cahaya dapat dimodifikasi dengan memanipulasi penutupan tajuk,
ketersediaan air tanah ditambah dengan mengurangi persaingan tumbuhan,
atau level suhu diubah oleh kontrol naungan. Penjarangan, pemupukan,
penyemprotan, pemberian mulsa, atau pengguludan bertujuan pada hakekatnya
untuk memperbaiki lingkungan operasional tumbuhan terpilih. Definisi yang
tepat bagi setiap perlakuan dalam level atau intensitas dapat dibuat yang
terbaik jika seseorang menyadari persyaratan fisiologis umum pohon terseleksi
dan level faktor iklim mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan yang
memuaskan. Jenis analisis yang sama adalah berguna bila mempertimbangkan
pemilihan metode reproduksi yang paling cocok untuk menjamin regenerasi
spesies tertentu.
2.4 Geographic Information System (GIS)
Dalam Prahasta (2004), Geographic Information System (GIS) merupakan
suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
menganalisis informasi-informasi geografis. Geographic Information System
(GIS) yang dalam bahasa Indonesia lebih sering disingkat SIG (Sistem Informasi
Geografis) dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek dan fenomena-fenomena dimana lokasi lokasi geografis merupakan
karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG
merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dasar dalam
menangani data yang bereferensi geografis sebagai berikut :
46
•
Data masukan (data spasial dan data atribut)
•
Data keluaran (Peta Tematik)
•
Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data)
•
Analisis data
Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis,
MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak SIG yang digunakan
adalah ArcView 3.2 karena kemampuannya menganalisis lebih baik dengan
tersedianya banyak ekstensi yang beredar dipasaran. ArcView 3.2 adalah software
yang biasa digunakan untuk menganalis data spasial maupun non spasial dan
pemetaan. Khusus untuk kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang
menganalisis kualitas udara (berdasarkan daya serap terhadap polutan diudara),
peyimpanan karbon, daya serap karbon.
Kegunaan CITYgreen 5.4 adalah penting untuk menentukan tujuan dari
penelitian ini, dan mempertimbangkan bagaimana hasil analisis akan digunakan.
Mayoritas analisis CITYgreen 5.4 dilakukan bukan untuk latihan teoritis, tetapi
untuk membantu mempengaruhi keputusan kebijakan riil. Mempertimbangkan
mana keuntungan yang paling penting untuk kota dan masyarakat. Tanpa
mempertimbangkan ukuran proyek, semua analisis CITYgreen 5.4 berlandaskan
dari prinsip mendasar bahwa pohon yang menjadi komponen RTH memberikan
pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002).
2.5 Kapasitas Penyimpanan dan Daya Serap Karbon serta Kualitas Udara
Komponen utama RTH adalah pohon, pohon memiliki kemampuan untuk
menyimpan karbon melalui proses fotositesis sebagai berikut:
6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 Cal 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O
264 gr
216 gr
180 gr
192 gr
108 gr
Dalam Endes (2007) kemampuan pohon dalam menyerap gas CO2
bervariasi, menurut Nobel (1991), penyerapan gas CO2 oleh RTH (komponen
utama RTH) sebesar 2,76 ton/ha/tahun, sedangkan menurut Bernatzky (1987), 1
pohon Beach menyerap gas CO2 sebanyak 2,35 kg/jam dan menghasilkan gas O2
sebanyak 1,71 kg/jam. Menurut Iverson et al. (1993) nilai rosot (daya serap) gas
47
CO2 untuk RTH58,26 ton/ha, kebun 52,40 ton/ha, serta semak dan rumput 3,30
ton/ha.
Penyimpanan karbon dan daya serap karbon: pepohonan menghilangkan
CO2 dari udara melalui daun mereka dan menyimpan karbon di biomassanya,
kira-kira setengah dari berat kering pohon adalah karbon. Untuk alasan inilah,
proyek penanaman pohon dalam skala besar diketahui sebagai alat yang legitimat
pada program karbon di banyak negara. CITYgreen 5.4 memperkirakan kapasitas
penyimpanan karbon dan tingkat daya serap karbon dari pohon pada area kajian
yang telah ditentukan. Sebagai tambahan selain penyimpanan karbon dan
penyerap karbon, pepohonan menyediakan keuntungan yang lain yaitu sebagai
penghasil gas O2 (American Forest, 2002).
Irwan (2007) menyatakan setiap tahun tumbuh-tumbuhan di atas bola
bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta ton
hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta
menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Jadi setiap jam 1 ha daun-daun
yang menghijau menyerap 8 kg CO2, setara dengan CO2 yang dikeluarkan oleh
sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. Hasan
(2010) sektor kehutanan di Indonesia mampu menyerap karbon sebesar 0.89 giga
ton pada 2020 dengan strategi penanaman pohon 500.000 ha/tahun.
Kualitas udara: dengan menyerap dan menyaring nitrogen oksida (NO2),
sulfur dioksida (SO2), ozone (O3), karbon monoksida (CO), dan benda-benda
partikel kurang dari 10 mikron (PM10) pada daun, pohon kota melakukan
pelayanan pembersihan udara yang vital yang secara langsung mempengaruhi
penghuni kota. CITYgreen 5.4 memperkirakan tingkat pembersihan polusi
tahunan dari pohon dengan menetapkan studi kajian tertentu untuk polutan
tersebut. Untuk menghitung nilai uang dari polutan ini, ekonom menghitung nilai
externality, atau nilai tidak langsung yang dilahirkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan pengeluaran pelayanan kesehatan dan mengurangi pemasukan dari
turisme. Nilai biaya externality riil dari berbagai polutan udara ditetapkan oleh
komisi pelayanan umum negara di setiap negara (American Forest, 2002).
Download