BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Definisi Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka (open spaces). Betapa luasnya cakupan ruang terbuka ini, maka yang akan dibahas adalah ruang terbuka di kawasan perkotaan. Berbagai referensi menyatakan bahwa ruang terbuka adalah daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan (Gunadi, 1995). Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Perbedaannya adalah bahwa ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plasa (plazza) atau square. Sedangkan ruang terbuka merupakan zona hijau yang bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, lahan pertanian kota dan seterusnya. Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau diantara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon berbuah dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Ruang terbuka harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari 5 ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan (retensi/ retention basin). Selain itu menurut Purnomohadi (1995) bahwa (1) RTH adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan sebagainya. RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, 6 RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memilki beberapa definisi terkait RTH yakni: a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang Iebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, tujuan dialokasikannya RTH Kawasan Perkotaan adalah: • Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; • Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan • Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, bersih dan nyaman. Sedangkan fungsinya antara lain: • Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; • Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; • Tempat perlindungan plasma nutfah dan keaneka-ragaman hayati; • Pengendali tata air; dan • Sarana estetika kota. Serta Manfaat RTH antara lain: • Sarana untuk mencerminkan identitas daerah; indah, 7 • Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; • Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; • Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; • Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; • Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; • Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; • Memperbaiki iklim mikro; dan • Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. Secara umum fungsi yang dimiliki RTH dapat dikelompokan menjadi empat fungsi besar, yakni fungsi ekologis, fungsi sosial, fungsi estetis/ arsitektural, dan fungsi ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai identitas (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosialbudaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya. Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung menjadi lahan seperti pengusahaan lahan-lahan kosong pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan. Adapun secara rinci keempat fungsi RTH tersebut dijelaskan seperti berikut ini : 1. Fungsi Ekologis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau yang memberikan perlindungan terhadap manusia dan lingkungannya dalam Eckbo (1964), terdiri dari; • Fungsi orologis. Memberikan untuk mengurangi tingkat menjaga kestabilan tanah. manfaat kerusakan orologis tanah, yang penting terutama longsor, dan 8 • Fungsi hidrologis. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk menyerap kelebihan air. • Fungsi klimatologis. Menekankan bahwa fungsi ruang terbuka hijau dapat mempengaruhi faktor-faktor iklim. • Fungsi edhapis. Fungsi lebih mengarah pada penyediaan habitat satwa perkotaan. • Fungsi hygienis. RTH mampu memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi manusia. • Fungsi kesehatan individu. Fungsi kesehatan masih berhubungan erat dengan manfaat hygienis, dimana manfaat ini merupakan manfaat lanjutan yang ditimbulkannya. 2. Fungsi Sosial, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai sarana interaksi sosial masyarakat dengan lingkungan sosial sekitarnya, yang terdiri dari: • Fungsi edukatif. Komponen RTH dapat memberikan pendidikan dan pengenalan terhadap mahkluk hidup disekitarnya. • Fungsi interaksi masyarakat. Komponen RTH dapat menjadi tempat berinteraksi antara masyarakat sehingga menambah jalinan sosial diantaranya. • Fungsi protektif. Komponen RTH dapat memberikan perlindungan kepada manusia. • Fungsi spiritual. Fungsi spiritual yang dimaksud lebih ditekankan kepada fungsi suatu untuk kawasan ruang terbuka kegiatan-kegiatan spiritual atau hijau yang dimanfaatkan keagamaan atau dapat juga berupa tempat yang dikeramatkan. 3. Fungsi Estetis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai komponen keindahan kota atau lingkungan hidup manusia. Fungsi ini terdiri dari; • Fungsi visual/vista. Fungsi visual lebih menekankan kepada visualitas, estetis ruang terbuka. • Fungsi tabir/screening. Fungsi ini terkait dengan kemampuan ruang terbuka hijau untuk menyaring partikel-partikel yang dapat mengganggu kehidupan manusia, seperti partikel debu, bau, angin yang terlalu kencang, dan lainnya. 9 • Fungsi identitas kota. Suatu taman kota, atau ruang terbuka hijau mampu menjadi identitas (landmark) suatu kota/ wilayah. 4. Fungsi Ekonomi, keberadaan ruang terbuka hijau tidak selalu memiliki nilai ekonomi yang selalu rendah, namun keberadaan RTH juga mampu meningkatkan nilai lahan karena suasana lingkungan yang tercipta akibat keberadaannya yaitu 1) meningkatkan harga lahan, 2) mengurangi biaya penanganan bencana, 3) mampu menjadi ruang untuk mata pencaharian kota. Manfaat dari tumbuhan yang merupakan komponen utama Ruang Terbuka Hijau dalam Simond (1983) adalah: • Produsen utama dalam rantai makanan karena tumbuhan melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari bisa merubah CO2 dan air ke karbohidrat dan O2; • Melalui proses transpirasi tumbuhan melakukan menyejukkan udara dengan dikeluarkannya uap air melalui daun-daun; • Menjaga iklim mikro khususnya suhu dan kelembaban udara kawasan perkotaan; • Menjaga peyimpanan air tanah, mengurangi aliran permukaan, dan mencegah erosi; • Menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur hara tanah. Manfaat RTH kota dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi alami ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Selanjutnya dalam Hakim (2006), manfaat RTH tersebut diatas diuraikan secara rinci, sebagai berikut: 1. Pelestarian Plasma Nutfah Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. RTH 10 dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan RTH dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna. 2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya RTH, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari (Helianthus annuus L.) dan kersen (Muntingia calabura L.) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya tajuk RTH ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari RTH. 3. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal. Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). Diperkirakan sekitar 6070% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986). Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia mahagoni), jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecellobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini: glodogan (Polyalthea longifolia), keben (Barringtonia asiatica), dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya 11 terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. 4. Penyerap dan Penjerap Debu Semen Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi ketahanan dan kemampuan dari 11 jenis pohon yaitu: mahoni (Swietenia mahagoni), bisbul (Diospyros discolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorea leprosula), kiara payung (Filicium decipiens), kayu hitam (Diospyros elebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsca roxburghii) dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Tanaman tersebut dipergunakan dalam program pengembangan RTH dikawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kiara payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990). 5. Peredam Kebisingan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. 6. Mengurangi Bahaya Hujan Asam Menurut Smith (1984), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak 12 negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses dan translokasi. Proses translokasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1984). Menurut Henderson et al., (1977) bahan anorganik yang diturunkan ke lantai RTH dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersitat netral. Dengan demikian adanya proses translokasi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon. 7. Penyerap Karbon Monoksida Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phascolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikroorganisme serta tanah pada lantai RTH mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Smith (1981) mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 µg/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja. 8. Penyerap Karbon dioksida dan Penghasil Oksigen RTH merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan RTH dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan RTH akibat peladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik RTH kota, RTH alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. 13 Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurca), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina). 9. Penyerap dan Penapis Bau Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain: cempaka (Michelia campaka) dan tanjung (Mimusops elengi). 10. Mengatasi Penggenangan Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula. Menurut Manan (1976) tanaman penguap air yang tinggi diantaranya adalah : nangka (Artocarpus integra), sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Acacia auriculiformis), sonokeling (Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucaena glauca). 11. Ameliorasi Iklim. Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung 14 bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio, televisi, dan lain-lain, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983). Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari RTH kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa: • Pada areal bervegetasi (komponen utama RTH), suhu hanya berkisar 25,531,0°C dengan kelembaban 66-92%. • Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1°C dengan kelembaban 62-78%. • Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1°C dengan kelembaban 62-78%. Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, daerah disekitar pohon memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton. 12. Pengelolaan Sampah RTH dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai penyerap bau, (2) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah, (3) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya lainnya. 13. Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah 15 RTH akan meningkat. Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian RTH yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus elastica), karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstromia speciosa), trembesi (Fragraea fragrans), dan kelapa (Coccos nucifera). 14. Penapis Cahaya Silau Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi. Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya. 15. Meningkatkan Keindahan Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah memuat garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik. Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan 16 tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap manusia.Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan yang harmonis (bergradasi lembut). Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti: tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya RTH sebagai tabir penyekat di sana. 16. Sebagai Habitat Burung Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan. Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain: • Membantu mengendalikan serangga hama, • Membantu proses penyerbukan bunga, • Mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, • Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan, • Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi, • Sebagai sumber plasma nutfah, • Objek untuk pendidikan dan penelitian. 17 Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra (Calliandra calothyrsus) di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya. Menurut Ballen, beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung antara lain: • Ficus benjamina, Ficus variegata, dan Ficus glabarima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Tecron sp.). • Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah berbunga antara lain: betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu. • Dangdeur (Gossatnpinus taphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting. • Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya. • Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Plocous sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti: burung cacing (Cyornis bamtunas), ceguk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipiditra javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscopus supereiliaris) bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya. 17. Mengurangi Stress Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi kepergiannya saja di kota. Program pembangunan dari pengembangan RTH dapat membantu mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang 18 diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai RTH. Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. RTH juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas. 18. Meningkatkan Industri Pariwisata Bunga bangkai (Amorphophallus titanuni) di Kebun Raya Bogor yang berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun mancanegara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan RTH yang unik, indah dan menawan. 19. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja. Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya. Tanpa ruang terbuka, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni. Pemanfaatan RTH pada kawasan perkotaan (Dep. PU, 2008) antara lain: 1. RTH pekarangan terdiri dari: • Pekarangan rumah besar dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput. • Pekarangan rumah sedang dengan kategori: rumah dengan luasan lahan 19 antara 200 m2 – 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. • Pekarangan rumah kecil dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat, dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. • Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha dengan kategori: umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka, beberapa lokasi dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot, perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70%, minimal memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang, ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm, dan persyaratan penanaman pohon pada kawasan ini dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan. • Taman atap bangunan dengan kategori: Kavling dengan KDB di atas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas dibuat taman atap bangunan. 2. Taman lingkungan dan taman kota yang terdiri dari taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota. 3. Hutan kota dengan kategori : • Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. • Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar- 20 pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. • Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. • Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter. 4. RTH pada jalur hijau jalan antara lain: pada jalur tepi jalan, pada median jalan, pada jalur pejalan kaki, pada jalur dibawah jalan layang. 5. RTH sempadan jalur kereta api dengan kategori: jarak maksimal dari sumbu rel adalah 50 m dan pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan. 6. RTH jaringan listrik tegangan tinggi dengan kategori: • Jenis tanaman yang ditanam memiliki dahan yang kuat; • Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang; • Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah; • Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%); • Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan. 7. RTH sempadan sungai dengan kategori: • Jalur hijau sungai meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan sungai besar dan sungai kecil (anak sungai); • Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang sungai; • Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan acak (random start) pada peta. Sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon terjauh; • Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman; • Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m; • Jarak maksimal dari pantai adalah 100 m; 21 • Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan. 8. Sabuk Hijau dengan kategori: • RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah • Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya 9. RTH Pemakaman 10. RTH sempadan pantai dengan kategori: • RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan pemukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantainya. • Lebar RTH sempadan pantai minimal 100 meter dari batas air pasang tertinggi ke arah darat. • Tidak bertentangan dengan Keppres No.32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung • Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai, termasuk gangguan terhadap kualitas visual. • Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi, melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan meredam angin kencang. • Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah setempat. • Khusus untuk kawasan pantai berhutan bakau harus dipertahankan sesuai ketentuan dalam Keppres No. 32 Tahun 1990. 11. RTH pengamanan sumber air baku atau mata air terdiri dari: • RTH danau atau waduk dengan kategori minimal sempadan 50 meter dari titik muka air tertinggi. • RTH mata air dengan kategori minimal sempadan 200 meter dari titik pusat mata air. 22 2.1.3 Luas dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Besaran luas RTH yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, pada ayat 3 berbunyi proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Dengan rincian tertuang dalam Gambar 01. Pola untuk pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau terdiri atas ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ajang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat maupun swasta yang ditanami tumbuhan. RUANG WILAYAH KOTA RUANG TERBANGUN (60%) RUANG HUNIAN (40%) NON HUNIAN (20%) RUANG TERBUKA (40%) JARINGAN TAMAN-TAMAN KOTA JALAN (12,5%) (20%) RTH di Ruang Hunian: RTH di Ruang Non Hunian: RTH di Jarirngan Jalan: Asumsi KDB maks 80% Asumsi KDB maks 90% Asumsi jalur hijau 30% RTH = 20% x 40% = 8% RTH = 10% x 20% = 2% RTH = 30% x 20% = 6% RTH PRIVAT = 10% LAINNYA (NON HIJAU) (7,5%) (Sungai, Jalan KA, SUTET) Asumsi 20% hijau RTH = 20% x 7,5% = 1,5% RTH PUBLIK = 20% (Sumber : Departemen PU) Gambar 01 Pembagian Ruang Wilayah Kota Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin 23 keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem nikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Pada kenyataannya, formula rumusan penentuan luas RTH kota yang memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan ini, masih bersifat kuantitatif dan tergantung dari banyak faktor penentu, antara lain: geografis, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen, rekreasi, dan banyak faktor lain. Sehubungan dengan tuntutan waktu dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala aktivitas dan keperluan, seperti cukup tersedianya ruang rekreasi gratis, maka sebuah kota dimanapun dan bagaimanapun ukuran dan kondisinya, pasti semakin memerlukan RTH yang memenuhi persyaratan, terutama kualitas keseimbangan pendukung keberlangsungan fungsi kehidupan, adanya pengelolaan dan pengaturan sebaik mungkin, serta konsistensi penegakan hukumnya. Kota yang mempunyai luas yang tertentu dan terbatas permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan atau bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan. 24 Dalam penyediaan ruang terbuka hijau proporsi yang diamanatkan dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaaan disebutkan bahwa luas ideal RTHKP adalah sebesar 20% (dua puluh) persen. Luas RTHKP tersebut mencakup luas RTH publik dan RTH privat. Luas RTHKP publik penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten atau kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masingmasing daerah. RTHKP privat penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Ketentuan mengenai jenis-jenis RTHKP dijelaskan pada Permendagri No. 1 Tahun 2007, Pasal 6, meliputi 23 jenis yakni: a. Taman kota; b. Taman wisata alam; c. Taman rekreasi; d. Taman lingkungan perumahan dan permukiman; e. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; f. Taman hutan raya; g. Hutan kota; h. Hutan lindung; i. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; j. Cagar alam; k. Kebun raya; l. Kebun binatang; m. Pemakaman umum; n. Lapangan olah raga; o. Lapangan upacara; p. Parkir terbuka; q. Lahan pertanian perkotaan; r. Jalur dibawah tegangan tinggi (sutt dan sutet); s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; 25 u. Kawasan dan jalur hijau; v. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan w. Taman atap (roof garden). Penyebaran ruang terbuka hijau ditentukan oleh wilayah pengembangan dalam kota tersebut, kebutuhan ruang terbuka hijau dan fungsi ruang terbuka hijau di areal perkotaan. Lokasi ruang terbuka hijau di areal perkotaan tidak hanya terpusat pada satu tempat tetapi juga dapat menyebar atau terpisah seperti taman kota yang kemudian dihubungkan dengan areal penghijauan penghubung seperti jalur hijau. 2.2 Ekosistem Kota Bogor Dalam Irwan (2007) menyatakan di alam terdapat organisme hidup (makhluk hidup) dengan lingkungannya yang hidup saling berinteraksi dan berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain yang merupakan suatu sistem. Dalam hal ini makhluk hidup lazim disebut dengan biotik, dari asal kata bio berarti hidup. Lingkungan yang tidak hidup disebut abiotik dari asal kata a dan bio berarti tidak hidup. Di dalam sistem tersebut terdapat dua aspek penting yaitu arus energi (aliran energi) dan daur materi atau disebut juga daur mineral atau siklus mineral ataupun siklus bahan di samping adanya sistem informasi. Aliran energi dapat terlihat pada struktur makanan, keragaman biotik dan siklus bahan (yakni pertukaran bahan-bahan antara bagian yang hidup dan tidak hidup). Sistem tersebut disebut ekosistem. Menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH, 1982) ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Perlu diketahui bahwa didalam ekosistem terdapat makhluk hidup dan lingkungannya. Makhluk hidup terdiri dari tumbuhtumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar individu. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Berbicara mengenai lingkungan hidup itu berarti yang dimaksud adalah lingkungan hidup manusia, di mana ada kepentingan manusia di situ. Akan tetapi 26 jika di situ ada kepentingan tumbuhan, maka itu berarti lingkungan hidup tumbuhan, atau jika di situ ada kepentingan badak atau orang utan, maka itu adalah lingkungan hidup badak atau orang utan. Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas, atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya di mana terjadi antar hubungan. Di sini tidak hanya mencakup serangkaian spesies tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga segala macam bentuk materi yang melakukan siklus dalam sistem itu serta energi yang menjadi sumber kekuatan. Untuk mendapatkan energi dan materi yang diperlukan untuk hidupnya semua komunitas bergantung kepada lingkungan abiotik. Organisme produsen memerlukan energi, cahaya, oksigen, air dan garam-garam yang semuanya diambil dari lingkungan abiotik. Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama diteruskan ke konsumen tingkat kedua dan seterusnya ke konsumen-konsumen lainnya melalui jaring-jaring makanan. Materi dan energi berasal dari lingkungan abiotik akan kembali lagi ke lingkungan abiotik. Dalam hal ini komunitas dalam lingkungan abiotiknya merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem. Jadi konsep ekosistem menyangkut semua hubungan dalam suatu komunitas dan di samping itu juga semua hubungan antara komunitas dan lingkungan abiotiknya. Dengan konsep ekosistem komponen-komponen lingkungan hidup dilihat secara terpadu sebagai komponen yang berkaitan dan tergantung satu sama lain dalam suatu sistem. Pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan holistik. Di dalam suatu tata ruang yang sempit, berbagai individu akan berdesakan. Di situ diperlukan terbentuknya suatu struktur yang berlapis-lapis seperti rumput, semak belukar, pohon yang tinggi sekali memayungi semuanya. Di dalam sistem semuanya ini menempati fungsi masing-masing. Dan di antara berbagai jenis tumbuhan yang lebih bersama itu ada interaksi kimiawi antara suatu individu tumbuhan tertentu dengan tumbuhan lain di sekitarnya. Dalam pembangunan pembangunan harus berkelanjutan dapat menjaga yang berwawasan berfungsinya ekologis, setiap komponen-komponen lingkungan. Oleh karena itu suatu ekosistem harus dipertahankan kelestariannya, 27 karena memiliki dampak yang menentukan tingkat kehidupan manusiawi maupun organisme lainnya di dunia ini. Sedangkan arti kota dalam Irwan (2005) adalah suatu pemukiman penduduk yang besar dan luas yang terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik, serta sebagai pusat administratif. Aktivitas dan perkembangan kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan baik udara, tanah, air dan masyarakat serta flora dan fauna. Komponen-komponen kota adalah penduduk (manusia, flora dan fauna), pemerintah, pembangunan fisik, sumber daya (air, energi, tanah, udara) serta fungsi (pemukiman, pekerjaan, rekreasi, tranportasi dan informasi). Ekosistem Kota Bogor terdiri dari perumahan, industri, kebun raya, hutan kota, ruang terbuka hijau, kebun, sawah, situ, sungai, dll. 2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor Proses fisiologis RTH Kota Bogor pada penelitian ini lebih difokuskan kepada proses fisiologis pohon karena pohon adalah komponen utama dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakter suatu RTH serta lebih mudah di identifikasi. Hal ini untuk memudahkan dalam membahas manfaat RTH yang sebenarnya diukur berdasarkan proses fisiologis RTH tersebut. Kapasitas penampungan dan daya serap karbon dapat dikaji berdasarkan proses fisiologis pohon pada bagian fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Sedangkan untuk peningkatan kualitas udara yang dapat dilakukan oleh RTH bisa dikaji berdasarkan proses fisiologis pohon pada bagian proses translokasi dan rumah tangga air serta proses transpirasi. Adapun proses fisiologis pohon (komponen utama RTH) adalah proses fotosintesis, respirasi, translokasi, rumah tangga air dan transpirasi dan interaksi lingkungan. Pada penjelasan dibawah ini dengan sangat detail dijabarkan nilai ekologis pohon yang mengacu pada proses fisologisnya sangat memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan ekosistem Kota Bogor. 2.3.1 Proses Fotosintesis Dalam Daniel et al. (1987) fotosintesis adalah proses produksi karbohidrat yang berasal dari bahan anorganik melalui transformasi energi 28 matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis sering dikatakan sebagai proses kimia satu-satunya di bumi yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan; makanan manusia dan seluruh binatang (heterotrof) tergantung langsung atau tidak langsung pada tumbuhan (autotrof); stabilitas konsentrasi oksigen dan karbon dioksida atmosfir tergantung pada proses fotosintesis di lautan dan daratan; selain itu kita mengambil keuntungan dari simpanan energi fotosintesis pada abad geologis masa lalu bila menggunakan gas alam, minyak bumi dan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Sebagai tambahan, kita memakai serat kayu (satu diantara sedikit sumber daya alam yang dapat diperbarui) untuk berbagai kebutuhan dan kita tentu saja harus menyadari bahwa fotosintesis merupakan landasan penting untuk kehidupan manusia di bumi. Fotosintesis adalah proses sangat kompleks yang terdiri dari serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik. Karbon dioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama dikembalikan. Pada hakekatnya, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai penyerapan energi cahaya oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi ion hidrogen dan gas oksigen, dan penggunaan ion hidrogen untuk mereduksi karbon dioksida menjadi gula. Dasar proses tersebut terdiri dari tiga macam reaksi yaitu: a. Reaksi fisik: karbon dioksida ditransfer dari atmosfir kedalam daun untuk dilarutkan dalam air. Resistensi total transfer ini adalah salah satu dari faktor-faktor pembatas terpenting dalam proses tersebut. b. Reaksi fotokimia: 2 sampai 4 persen radiasi yang diterima digunakan untuk fotosintesis, dengan panjang gelombang yang paling aktif adalah bagian merah dan biru spektrum warna. Energi diserap oleh beberapa pigmen pembantu) klorofil a dan b (dan dan dipompa oleh unit molekul klorofil besar menjadi ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekul adenosine triphosphat (ATP). c. Reaksi kimia dan enzim: ini adalah urutan banyak tahapan reaksi antara dari produk stabil pertama, phosphoglyceric acid (PGA), menjadi gula yang berangka karbon 3, 4, 5 dan 6. 29 Baru-baru ini tumbuhan dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu tumbuhan C3 dan tumbuhan C4, tergantung pada apakah tumbuhan tersebut mengikat karbon menjadi produk berkarbon 3 (seperti dalam siklus Calvin) atau apakah CO2 diikat menjadi gula melalui asam dikarboksilat berkarbon 4. Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan pada kecepatan fotosintesis, atas dasar kriteria anatomis dan fisiologis dan lingkungan tempat tumbuhnya. Tumbuhan berkemampuan fotosintesis tinggi (tipe C4), seperti jagung, sorgum, tebu, dan beberapa tumbuhan dikotiledon, bisa mempunyai 2 sampai 3 kali produksi primer lebih besar daripada tumbuhan berkemampuan fotosintesis rendah (sebagian besar genus meliputi pohon). Tumbuhan C4 mempunyai tingkat fotosintesis tinggi 50 sampai 80 mg CO2 dm2/ jam, titik kompensasi CO2 rendah 0 sampai 10 ppm, dan tanpa fotorespirasi, kurang membutuhkan air dan tumbuh pada lingkungan keras seperti daerah tropika, tempat yang kering, pegunungan, dan muara sungai (Hatch dkk., 1971; Black, 1971). Dickman (1973) menyelidiki 14 konifer, 16 klon Populus, dan 30 jenis daun lebar dan menemukan bahwa semuanya termasuk tipe tumbuhan C3, yang dicirikan oleh tingkat fotosintesis yang relatif rendah 10 sampai 35 mg CO2 dm2/ jam, titik kompensasi CO2 lebih tinggi antara 30 dan 70 ppm, dan respirasi yang dirangsang oleh cahaya.Titik kompensasi CO2 dimana pada saat penyerapan CO2 oleh tanaman pada proses fotosintesis sama dengan CO2 yang dikeluarkan pada saat proses respirasi. Fotosintesis dalam Pohon Dalam mempelajari karakteristik fotosintesis pohon dan kemampuan relatif produksi karbohidratnya, kita perlu mengingat bahwa berlawanan dengan tanaman pertanian; beberapa hal yang mempengaruhi proses fotosintesis : 1. Perilaku stomata, stomata adalah pori-pori kecil pada epidermis daun yang merupakan tempat difusi sejumlah air dan gas. Stomata ini penting karena membuka dan menutupnya, menentukan resistensi penyerapan karbon dioksida dan sudah barang tentu produksi karbohidrat, juga jumlah air yang hilang dalam transpirasi. Karena itu, gerakan stomata mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesuksesan relatif perkembangan tumbuhan. Jumlah 30 stomata sangat banyak. Pada daun lebar stomata hanya terdapat pada epidermis bawah, dan meskipun jumlahnya berkisar antara 11.000 sampai 100.000 / cm2, jumlah stomata tersebut hanya membentuk sekitar 1 persen luas permukaan daun (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada konifer, stomata tersusun pada semua sisi daun jarum dan bisa berjumlah sampai 5000 / cm2 (Waggoner dan Turner, 1971). Daun-daun terbuka yaitu yang tumbuh pada bagian tajuk pohon yang terkena sinar, mempunyai jumlah stomata beberapa kali lebih banyak per unit luas daun daripada daun-daun ternaung pada pohon yang sama. Mekanisme pembukaan stomata masih belum diketahui dengan sempurna, tetapi konsentrasi CO2, intensitas cahaya, potensi larutan, pengeluaran ion hidrogen, dan aliran ion kalium tampak semuanya penting (Zelitch, 1969). Lama pembukaan dan penutupan stomata sebagian bergantung pada toleransi jenis dan kondisi cahaya yang diterima oleh pohon. 2. Variasi fotosintesis neto dalam pohon. Tajuk pohon adalah struktur kompleks yang terdiri dari daun-daun dengan berbagai umur pada berbagai posisi dalam tajuk. Variasi posisi ini mempunyai sifat lingkungan yang sangat berbeda, maka ekspresi kemampuan fotosintesis harus memperhitungkan variasi besar yang terjadi dalam pohon. Setiap daun berfotosintesis pada kecepatan yang mencerminkan kondisi fisiologis tertentu dan lingkungan mikro. Dalam mempelajari fotosintesis pohon-pohon komponen utama RTH, kita perlu menentukan perbedaan yang terjadi dalam pohon, yang disebabkan oleh umur daun dan posisi pada tajuk, perbedaan antar pohon, yang membedakan daun lebar dan konifer, jenis, dan genotip. Dalam membahas fotosintesis pohon, kita biasanya berhubungan dengan fotosintesis neto. Ini didefinisikan sebagai perbedaan antara tingkat fotosintesis bruto dan tingkat respirasi yang terjadi. Fotosintesis neto terjadi bila pengambilan CO2 dalam fotosintesis melebihi jumlah CO2 yang dikeluarkan dalam proses respirasi yang bersamaan. 3. Umur daun. Efisiensi fotosintesis berbeda antara daun yang umurnya berbeda terutama karena adanya pengaruh kecepatan respirasi yang berbeda. Jumlah asimilat yang digunakan dalam respirasi daun secara normal adalah 5 sampai 10 persen produksi fotosintesis bruto, tetapi daun muda dan daun tua 31 telah ditemukan mempunyai tingkat respirasi yang banyak melebihi jumlah tersebut (Huber dan Rusch, 1961). 4. Posisi pohon. Karena perbedaan sifat umur daun dan lingkungan dalam kanopi hutan, ukuran fotosintesis neto pohon bervariasi, tergantung pada posisi fotosintesis yang dimonitor pada pohon tersebut. Karena itu pada kondisi tegakan, berkas tajuk terbawah yang menerima cahaya relatif sedikit memberikan kontribusi sedikit terhadap produksi fotosintesis neto. Biasanya, daun paling produktif adalah daun yang sebagian dalam kondisi ternaung di tajuk bagian atas (Woodman, 1971). Hal ini mungkin benar pula untuk pohon setengah toleran lain. Penemuan ini sama dengan laporan Hodges (1967) yang menunjukkan bahwa pohon konifer Pasifik Barat Daya berfotosintesis terbaik pada bagian yang ternaung sebagian di pinggir pembukaan hutan. Kesamaan keunggulan ketahanan hidup dan pertumbuhan suatu campuran jenis konifer yang dipermudah secara alam 5. Perbedaan fotosintesis neto antara kelas tajuk. Perbedaan efisiensi fotosintesis di antara pohon-pohon yang dominan, kodominan dan tertekan relatif kecil jika dibandingkan antara daun-daun yang sama-sama terbuka dan dinyatakan dengan efisiensi per unit luas permukaan daun. Perbedaan besar antara kelas tajuk diperoleh jika dievaluasi efisiensi relatif daun terbuka dan daun ternaung dan ketika diamati perbedaan besar lingkungan yang secara normal mempengaruhi berbagai kelas tajuk. Yang khususnya penting adalah gradien intensitas cahaya dan konsentrasi karbon dioksida dalam kanopi pohon, Di dalam dan di bawah kanopi yang rapat, intensitas cahaya sangat kurang daripada yang diterima oleh pohon dominan kecuali terobosan bercakbercak cahaya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kemampuan pohon dalam melakukan fotosintesis, atau jumlah total karbohidrat yang diproduksi oleh pohon selama suatu periode, daripada dengan kecepatan relatif atau efisiensi pada level lingkungan tertentu. Faktor utama yang menyebabkan perbedaan kemampuan fotosintesis pohon yang mempunyai perbedaan kelas tajuk dan jenis adalah perbedaan besar yang biasa ditemukan pada luas daun. Jika kita bermaksud mempengaruhi produktivitas individu pohon, akan lebih cepat berhasil bila 32 mempengaruhi luas daun. Jumlah daun tegakan biasanya dinyatakan dengan istilah indeks luas daun (leaf area index = LAI), yaitu jumlah luas permukaan daun pada kanopi vegetatif di atas areal tanah di bawahnya, yang dinyatakan sebagai proporsi permukaan daun terhadap areal tanah di bawahnya. Rasio tersebut pada hutan secara normal antara 3 dan 6. Hubungan antara kemampuan fotosintesis dan luas daun sangat penting karena kita dapat mengontrol luas daun individu pohon melalui penjarangan atau pemangkasan cabang. Maka dari itu kemampuan pertumbuhan total individu pohon dapat dinaikkan atau diturunkan melalui pengaturan jarak tanamnya sehingga menghasilkan tajuk yang lebih besar atau kecil. Pengaruh Lingkungan terhadap Fotosintesis Kesempatan fotosintesis dipengaruhi oleh faktor tanaman dan lingkungan antara lain : 1. Cahaya. Cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, jumlah dan lama penyinaran. Di antara karakteristik ini, intensitas cahaya barangkali paling penting bagi kita karena paling siap untuk dimanipulasi. Jika tumbuhan terbuka terhadap intensitas cahaya secara berangsur dari kegelapan ke cahaya matahari penuh, biasanya ditemukan bahwa hasil positif fotosintesis neto tidak diperoleh sampai pada nilai ambang intensitas cahaya minimal tertentu dilampaui. Titik kompensasi cahaya ini adalah intensitas cahaya bila jumlah CO2 terambil dalam fotosintesis tepat sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh respirasi pada saat bersamaan. Dengan bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis neto. daun yang terbuka. Tercapai titik tertentu yang disebut titik kejenuhan cahaya, bila kenaikan intensitas cahaya tidak memberikan kenaikan fotosintesis neto lebih lanjut. Titik kejenuhan cahaya tumbuhan toleran biasanya lebih rendah daripada tumbuhan intoleran. Jika intensitas cahaya melebihi titik kejenuhan, fluktuasi intensitas cahaya berpengaruh kecil terhadap kecepatan fotosintesis. Pada saat intensitas cahaya yang sangat tinggi, fotosintesis dapat dibatasi oleh foto oksidasi kloroplas. Pengaruh ini telah diobservasi pada regenerasi Picea engelmannii pada tempat yang tinggi yang tumbuh kerdil dan klorosis sebagai akibat dari fotooksidasi (Ronco, 1975). 33 Tajuk pohon yang toleran dan intoleran biasanya tidak mencapai kemampuan produksi penuh sampai radiasi mencapai cahaya penuh karena adanya saling penutupan daun. Lama penyinaran cahaya sangat penting bagi kita. Salah satu aspek lama penyinaran adalah fotoperiode, yang mengontrol ketat pembentukan kuncup dan proses pertumbuhan pohon. Transmisi atau pengurangan cahaya melalui kanopi hutan bergantung pada tipe kanopi, apakah terdiri atas daun lebar atau konifer, cara daun tersusun, dan homogenitas kanopi. Besarnya cahaya yang tersedia pada level yang berbeda di dalam hutan sangat berpengaruh terhadap ukuran dominasi jenis, diferensiasi menjadi kelas-kelas tajuk, rasio hidup tajuk, dan dimensi tajuk keseluruhan. Karena itu, jika kita mengetahui persyaratan tumbuhan akan cahaya, kita dapat mengontrol struktur dan produktivitas tegakan, kesuksesan relatif regenerasi berbagai jenis, dan perkembangan lapisan rumput, penutup, dan vegetatif. Karena itu kemampuan fotosintesis pohon harus memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon dan kanopi hutan, dan perubahan intensitas cahaya dan lama penyinaran harian dan musiman. 2. Suhu. pengaruh suhu terhadap fotosintesis neto sulit untuk dievaluasi. Pertama, fotosintesis neto merupakan selisih tingkat fotosintesis dan respirasi yang bersamaan waktu, dan hubungan suhu terhadap kedua proses tersebut sangat berbeda. Kedua, di lapangan, kenaikan suhu biasanya berhubungan dengan kenaikan intensitas cahaya, sehingga pengaruhnya membingungkan, Karena itu terbukti bahwa generalisasi mengenai pengaruh suhu terhadap fotosintesis perlu diinterpretasi dengan hati-hati. Kisaran suhu optimal untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe tetapi umumnya antara 18 dan 25 °C untuk pohon-pohon daerah sedang, dengan kisaran ekstrim antara -5 dan 40° C. (Stocker, 1960; Kozlowski dan Keller, 1966). Kisaran aktual suhu optimal untuk setiap spesies tergantung pada banyak faktor, termasuk umur dan kesehatan daun dan ketersediaan air dan cahaya. Dalam istilah yang umum, hubungan antara fotosintesis dan suhu adalah dengan penambahan suhu, fotosintesis naik secara eksponensial sampai 34 kecepatan optimal fotosintesis bruto terjadi antara 20 - 40°C. Tetapi fotosintesis neto optimal, mungkin berada antara 18 - 25°C karena kenaikan dampak kecepatan respirasi yang lebih tinggi terhadap pertukaran CO2 neto. Dengan bertambahnya suhu, proses enzimatis semakin banyak, sehingga kecepatan fotosintesis menurun. Pada suhu tinggi mendekati 40° C, tumbuhan mulai menderita kerusakan panas langsung yang diakibatkan oleh koagulasi protein dalam protoplasma. Fotosintesis mati ketika protoplasma mati. 3. Konsentrasi CO2. konsentrasi karbon dioksida atmosfir bumi di atas tajuk hutan diperkirakan 0,03 persen volume 300 ppm. Di dalam hutan, konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi. Ketersediaan CO2 biasanya dapat menjadi faktor pembatas fotosintesis (Kramer dan Kozlowski, 1960). Hal ini merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif mengambil CO2 dari udara dan percampuran atmosfir sangat sedikit karena stagnasi udara. Dengan menurunnya konsentrasi CO2 sekitar daun, level minimal dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO2, yang di bawahnya tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto. Umumnya, untuk tumbuhan C3, konsentrasi CO2 minimal ini adalah 50 sampai 100 ppm; namun, seperti yang disebutkan di muka pada proses fotosintesis dalam bab ini, terdapat kelompok tumbuhan C4 (tidak menunjukkan fotorespirasi) yang mempunyai kemampuan fotosintesis yang sangat tinggi dan dapat berfungsi pada konsentrasi CO2 antara 0 - 10 ppm. 4. Ketersediaan air. Porsi sangat kecil dari total air yang digunakan oleh tumbuhan dikonsumsi langsung pada proses fotosintesis. Karena itu, pengaruh defisit air pada fotosintesis disebabkan hampir seluruhnya oleh pengaruh tidak langsung terhadap hidrasi protoplasma dan penutupan stomata. Kondisi optimal fotosintesis terjadi bila daun turgor jenuh. Ini terjadi bila air tanah berlimpah dan kondisi atmosfir menghendaki evaporasi rendah. Dengan tanah yang mengering di bawah kapasitas lapang dan potensi air dalam tanah menurun (menjadi lebih negatif), terjadi kehilangan turgor dan penutupan stomata, yang selanjutnya membatasi pemasukan CO2 dan menyebabkan penurunan fotosintesis. Mungkin terdapat 35 perbedaan kecepatan penurunan yang tergantung pada toleransi kekeringan suatu jenis. Fenomena penurunan fotosintesis ini disebabkan oleh penurunan ketersediaan air dalam daun, atau lebih tepatnya, penurunan potensi air daun yang menyebabkan stres air pada tumbuhan. 5. Nutrisi. nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis dalam dua cara: langsung dengan jalan mempengaruhi efisiensi proses; dan tidak langsung, berpengaruh terhadap produksi fotosintesis total pohon. Penelitian dengan pohon Douglas-fir berumur 24 tahun (Brix, 1971) telah menunjukkan bahwa kemampuan fotosintesis pucuk yang baru dalam tahun pemupukan naik 78% sebagai akibat tambahan nitrogen bila daun terkena suhu dan kondisi air yang baik dan bila intensitas cahaya 5000 fc. Kecepatan fotosintesis bertambah hanya bila daun yang diperlukan terkena intensitas cahaya yang lebih tinggi daripada 2000 fc (yaitu seperlima cahaya matahari penuh). Secara tidak langsung, status nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis melalui pengaruh terhadap luas individu daun dan ukuran total tajuk. Nutrisi juga mempengaruhi vigor dan luas sistem perakaran, yang mempengaruhi penyerapan air dan hidrasi daun. 2.3.2 Proses Respirasi Respirasi adalah penggunaan karbohidrat dan produk fotosintesis untuk membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan dan memproduksi energi untuk digunakan dalam metabolisme dan penyerapan hara. Pada kondisi aerobik, respirasi memproduksi energi, karbon dioksida, dan air. Seluruh tumbuhan hidup harus melakukan respirasi, bahkan biji dalam simpanan. Bagaimanapun, dalam lingkungan yang tidak sesuai melakukan respirasi terlalu banyak, menyebabkan penurunan vigor dan bahkan kematian tumbuhan. Proses respirasi sangat dipengaruh oleh lingkungan antara lain : 1. Cahaya. banyak tumbuhan mempunyai dua macam proses respirasi: satu terjadi dalam kegelapan (dan mungkin juga dalam kondisi cahaya) dan yang lain terjadi hanya bila ada cahaya, disebut fotorespirasi yang mempunyai alur metabolisme yang berbeda. Pentingnya fotorespirasi biasanya telah diabaikan di masa lalu dan baru-baru ini diberi perhatian yang lebih besar (Decker, 1970; Ludlow dan Jarvis, 1971). Pada 36 banyak studi masa lalu, respirasi dalam cahaya telah dipersamakan dengan respirasi gelap, dan praktek ini mungkin telah mengakibatkan pengecilan arti fotorespirasi dengan sepertiga sampai seperempatnya (Zelitch, 1971). Beberapa tumbuhan dikotiledon dan banyak macam rumput tropika seperti tebu, jagung dan sorgum, yang termasuk tumbuhan kelompok C4, tampaknya tanpa fotorespirasi dan ini mungkin sebagian penyebab produktivitasnya yang sangat tinggi (Black, 1971). 2. Suhu. Bila suhu naik, kecepatan respirasi biasanya naik secara eksponensial. Kemudian suatu taraf dicapai ketika koagulasi protein terjadi. Pada taraf ini kecepatan respirasi mulai mulai menurun dan akhirnya jatuh dengan cepat dengan matinya materi tumbuhan. Hal yang sama, pada kisaran suhu yang sama, respirasi naik tetapi pada kecepatan eksponensial, akhirnya menurun ketika organisasi dan struktur sel rusak. Titik ekuivalen tercapai dalam kisaran suhu tertentu bila jumlah produksi karbohidrat dalam fotosintesis sama dengan jumlah yang dikonsumsi oleh respirasi. Jika kisaran suhu kritis terlampaui dan dijaga sepanjang waktu, tumbuhan tidak akan hidup, karena respirasi secara konsisten lebih tinggi daripada fotosintesis. Pada suhu lebih rendah daripada level kritis, terdapat kisaran optimal dengan hasil neto produksi karbohidrat maksimal. Pada suhu yang bahkan lebih rendah, meskipun respirasi minimal, kemampuan tumbuhan untuk memperoleh produksi makanan neto juga banyak berkurang. 3. Atmosfir tanah. kenaikan konsentrasi CO2 dan kekurangan oksigen biasanya mengurangi kecepatan respirasi. Oksigen di atmosfir tanah dapat dikonsumsi sampai pada suatu titik yang bersama-sama dengan kenaikan CO2 hasil respirasi, membatasi metabolisme akar dan pertumbuhan. Karena alasan ini, kita bisa mempertimbangkan perlakuan pada saat penanaman yang bertujuan memperbaiki aerasi tanah. 4. Air. pengaruh kenaikan stres air terhadap kecepatan respirasi tergantung pada jenis. Untuk empat jenis Abies, respirasi tidak dipengaruhi secara nyata sampai level stres mencapai kurang lebih 10 sampai 12 bar. Dengan bertambahnya stres air, berbagai jenis dipengaruhi secara berbeda, 37 5. Nutrisi. Seperti ditunjukkan di muka, pemupukan dapat meningkatkan kecepatan respirasi gelap dipucuk. Dengan ketersediaan air yang cukup, pemupukan cenderung memproduksi daun yang lebih besar dan lebih sukulen yang mempunyai metabolisme dan kecepatan respirasi lebih tinggi. Pola Respirasi Harian dan Musiman. Pola respirasi musiman pada pohon sangat bergantung pada bagian pohon yang dimaksudkan dan perkembangan musiman bagian komponen tersebut. Hal demikian karena respirasi bertambah bersamaan dengan aktivitas metabolisme. Bila akar, kuncup atau daun berkembang aktif, respirasi cenderung tinggi. Berbagai pengaruh lingkungan saling tumpang tindih terhadap kecenderungan fenologis ini. Karena kehilangan total karbohidrat oleh respirasi bisa mencapai 50 persen produksi total, maka jelas sangat penting apabila kita menggabungkan berbagai desain perlakuan untuk memini-malkan kehilangan akibat respirasi ini, terutama pada masa pertumbuhan pohon. 2.3.3 Proses Translokasi Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam sistem tumbuhan termasuk gas-gas, air, mineral, karbohidrat terlarut, dan hormon. Proses ini terjadi dalam semua sistem tumbuhan, termasuk perkecambahan biji. Proses ini terutama berkembang baik pada pohon yang mempunyai sistem pembuluh khusus yang terdiri dari elemen xilem dan floem yang memungkinkan gerakan materi antara akar dan daun yang terpisah jauh. Gerakan karbohidrat terlarut dari titik asal (sumber) ke titik pemanfaatan (tempat tampung). Sumber tersebut mungkin daun-daun dewasa yang berfotosintesis atau pusat penyimpanan karbohidrat dalam daun, batang, atau akar. Tempat tampung dapat merupakan setiap daerah metabolisme aktif, terutama kambium atau kuncup, daun atau buah yang berkembang. Sebelum daun jatuh, simpanan bahan makanan dalam daun yang tua dihidrolisis dan ditranslokasi keluar daun. Beberapa unsur juga dimobilisasi dan diekspor. Unsur-unsur yang mobil ini termasuk Na, Cl, S, N, P dan K yang kemudian menjadi tersedia untuk proses fisiologis di tempat lain dalam tumbuhan, terutama pada daun muda dan daerah metabolisme aktif. Unsurunsur mobil ini dapat tercuci keluar daun dalam jumlah besar oleh hujan dan 38 embun. Unsur-unsur tidak mobil seperti Mg, Ca, B dan Co tetap dalam daun yang tua dan dikembalikan ke tanah dengan jatuhnya daun. Beberapa unsur seperti P, tampak bersirkulasi kontinyu dalam tumbuhan. Mobilitas Fe tergantung pada hara P dan pH. Pentingnya mobilisasi hara dan peranannya pada pemeliharaan keseimbangan hara dalam hutan. Beberapa hal yang mempengaruhi proses translokasi : 1. Alur. Sejumlah gerakan kebawah terjadi dalam floem yang terdiri dari komponen tipis, sel tetangga, perenkhim, dan serat-serat floem. Translokasi terjadi pada sel hidup, dan kehidupan fungsional floem pada daun lebar dan konifer sekitar 1 tahun. Terdapat dua kelompok pohon yang mempunyai perbedaan dalam komponen pembuluh: komponen pembuluh daun lebar (vessel) yang mempunyai ujung dinding yang sangat khusus, dan konifer yang mempunyai elemen yang tidak begitu khusus (trakeid), dengan daerah tapis terletak terutama pada dinding radial. Translokasi assimilat ke bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah dan aktifitas respirasi sistem perakaran. Semai pinus dengan perakaran yang jelek dan tingkat respirasi yang rendah mentranslokasi lebih sedikit assimilat ke akar daripada semai dengan sistem akar yang aktif dan baik. Meskipun sering sulit dibedakan antara penyebab dan pengaruh, tetapi terdapat bukti hubungan antara kecepatan respirasi dan translokasi. Hubungan ini mungkin memberikan mekanisme yang menerangkan kenyataan ekologis penting asosiasi mikoriza dengan pohon-pohon hutan (Shiroya dkk., 1962). 2. Kecepatan. Pernyataan umum tentang kecepatan gerakan sulit untuk dibuat karena adanya laporan yang membingungkan dan bertentangan dalam literatur. Studi awal melaporkan kecepatan tinggi, tetapi penelitian yang lebih baru menunjukkan tidak demikian. Barangkali generalisasi terbaik pada saat ini adalah bahwa kecepatan maksimal dalam floem, berdasarkan pada transfer masa, adalah 40 sampai 70 cm/jam pada daun lebar dan 18 sampai 20 cm/jam pada konifer. Tetapi kecepatan rata-rata, biasanya 1 sampai 2 cm/jam pada kedua kelompok pohon itu (Shiroya dkk., 1962; Canny dkk., 1968; Roberts, 1964; Zimmer-mann dan Brown, 1971). 39 3. Mekanisme. beberapa mekanisme telah diusulkan untuk menerangkan gerakan gula dalam tumbuhan. Mekanisme yang paling umum diterima adalah teori tekanan dan aliran yang diusulkan pertama kali oleh Munch pada 1930. Teori ini mengusulkan bahwa gerakan terjadi sebagai akibat gradien tekanan turgor yang berkembang antara sel produsen neto, seperti daun dewasa, dan sel konsumen neto, yang dapat berupa akar, buah, meristem, atau setiap sel bermetabolisme. Gradien tekanan berkembang karena sel produsen menjaga konsentrasi tinggi larutan (potensial rendah), oleh fotosintesis atau konsentrasi larutan aktif dan sel konsumen menjaga konsentrasi larutan rendah (potensial tinggi) oleh respirasi, pertumbuhan dan penyimpanan. Aliran larutan terjadi sebagai respon terhadap gradien tekanan ini. Kekuatan penggerak yang memungkinkan translokasi yang berjarak jauh adalah metabolisme tumbuhan, dan proses tersebut diatur oleh permintaan pada tempat tampung fisiologis dan persediaan pada sumber (Zimmermann dan Brown, 1971). Pengaruh Lingkungan terhadap Translokasi Cahaya, secara umum penambahan intensitas cahaya menaikkan translokasi ke akar melalui stimulasi pengambilan CO2 oleh daun dan produksi assimilat. Hal ini tampak didukung oleh observasi bahwa tumbuhan yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah menghentikan translokasi. Suhu, translokasi biasanya bertambah dengan kenaikan suhu sampai sekitar 30°C. Dengan kenaikan suhu lebih lanjut, translokasi berkurang barangkali sebagai akibat kenaikan konsumsi karbohidrat dalam respirasi. Air, penyerapan air mempengaruhi translokasi melalui perubahan kondisi fisiologis daun pengekspor. Umumnya, translokasi berkurang dengan bertambahnya stres air karena penurunan metabolisme akar dan penurunan pengambilan CO2 oleh daun. 2.3.4 Rumah Tangga Air Kepentingan air dalam sistem tanah, tumbuhan, atmosfir tidak dapat diabaikan, karena ketersediaan air pada daerah yang kekeringan di musim 40 panas merupakah faktor terpenting di antara semua faktor yang mengontrol ketahanan hidup dan kemudian distribusi vegetasi. Rumah tangga air tumbuhan konsekuensinya merupakan pertimbangan utama pada perkembangan atau penerapannya. Semua air hilang dalam proses pasif transpirasi, secara fisiologis air adalah penting sebagai pembentuk utama protoplasma dan cairan vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untuk mengangkut mineral, dan menjaga turgiditas. Turgor penuh, yaitu pemeliharaan turgiditas, adalah penting untuk pemanjangan dan pertumbuhan sel, memelihara bentuk tumbuhan, pembukaan stomata, dan gerakan tumbuhan seperti pada daun dan mahkota bunga. Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran. Beberapa bagian dapat terambil langsung dari atmosfir oleh daun, dan hal ini mungkin penting pada tumbuhan di daerah arid yang terjadi pengembunan kelembaban (Monteith, atmosfir 1963; tampak Stone, terletak 1963). lebih Namun, pada kepentingan penurunan stres evapotranspirasi daripada persediaan air langsung untuk tumbuhan. Gerakan air dalam pohon terjadi karena perbedaan gradien potensiai air antar bagian pohon. Air bergerak dalam pohon karena terdapat gradien air dalam sistem tanah, tumbuhan dan atmosfir dalam status energi bebas. Berdasarkan konvensi energi bebas, atau potensi kimia air pada air murni adalah 0. Keberadaan partikel larutan menurunkan potensi air sampai nilai negatif, dan dalam sel tumbuhan, kenaikan tekanan dinding menambah potensi energi bebas sehingga kecenderungan molekul air berdifusi bertambah (Slatyer, 1967; Kramer, 1969). Pertimbangan ini digambarkan dalam persamaan yang menyatakan potensi air dengan cara berikut: Penyerapan air terjadi karena zat alir xilem dalam akar biasanya berpotensi lebih rendah (nilai negatif lebih tinggi) daripada air dalam tanah. Disebabkan terutama oleh kenaikan konsentrasi larutan dari korteks akar ke sel mesofil, maka terdapat gradien potensi air dalam sistem, dan air cenderung bergerak dari akar ke daun. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan air cenderung cepat bila potensi dalam tanah tinggi (yaitu, mendekati 0, bila tanah mempunyai air tersedia berlimpah) dan rendah dalam daun (yaitu, sangat negatif, bila suhu dan angin tinggi dan uap air atmosfir rendah, berakibat 41 kecepatan evapotranspirasi tinggi). Resistensi gerakan air dalam daun dapat bervariasi karena kemampuan tumbuhan mengontrol lobang stomata. Pada saat stres lingkungan, stomata cenderung menutup. 2.3.5 Proses Transpirasi Transpirasi adalah evaporasi air dari tumbuhan termasuk gerakan air melalui seluruh kesatuan tanah, tumbuhan dan atmosfir. Dengan hilangnya air dari daun melalui evaporasi, tambahan air diserap batang dan lewat akar dalam bentuk kolom yang kontinyu. Batang dan akar kurang lebih pasif dalam proses ini, dan karenanya, sering disebut penyerapan pasif. Sudah barang tentu akar tidak bertindak sederhana seperti sumbu lampu, tetapi harus tumbuh terus untuk menjaga permeabilitas dan mengisap kelembaban tanah. Beberapa hal yang mempengaruhi proses transpirasi adalah kecepatan dan kuantitas, kecepatan transportasi air ke atas pada xilem pohon dipengaruhi oleh kecuraman gradien potensi air dari atmosfir ke larutan tanah. Kecepatan juga bervariasi dengan jenis, tetapi biasanya nilai masing-masing adalah: konifer 1 sampai 2 m/jam; daun lebar berpori tersebar, 1 sampai 6 m per jam; dan daun lebar berpori tersusun melingkar, 20 sampai 40 m per jam. Kuantitas air yang ditranspirasikan ditaksir kurang lebih 430 sampai 560 mm/tahun (17 sampai 22 in per tahun) untuk daun lebar di South Caroline (Hoover, 1944) dan sekitar 100 sampai 250 mm per tahun (4 sampai 10 in per tahun) untuk pinus di Eropa (Ivanov dkk., 1951; Isakov, 1974). Jumlah ini mendekati sepertiga presipitasi. Kemungkinan kesalahan akibat perbedaan prosedur dan kondisi sangat besar sehingga kecepatan dan kuantitas, ini harus dipandang sebagai estimasi yang sangat kasar. Karena jumlah air yang ditranspirasikan, di antara banyak faktor, sangat dipengaruhi jumlah air tersedia, maka tidak terdapat generalisasi yang baik tentang jumlah relatif air yang ditranspirasikan oleh daun lebar dan konifer. Usaha mengurangi penggunaan air oleh pohon adalah dengan penerapan antitranspiran. Dorongan penggunaan antitranspiran datang dari keinginan untuk menaikkan hasil hutan daerah aliran sungai atau memperbesar keberhasilan hidup pohon ketika ditanam di lapangan. Penelitian yang 42 dilakukan pada hutan Pinus resinosa (Waggoner dan Turner, 1971) menunjukkan bahwa evapotranspirasi dapat dikurangi sampai 30 persen segera sesudah penyemprotan dengan fenil merkuri asetat. Bagaimanapun, sesudah penyemprotan tiga kali dalam setiap musim pertumbuhan selama tiga tahun berturut-turut pengurangan keseluruhan Perlakuan ini menjadi 3 sampai 10 persen. menyebabkan penutupan sebagian stomata, dan karena juga mengurangi fotosintesis maka beberapa pengurangan pertumbuhan mungkin terjadi. Pengaruh Lingkungan terhadap Transpirasi Cahaya. Transpirasi sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena pengaruh cahaya langsung pada lobang stomata. Suhu. Suhu tanah, daun dan atmosfir juga mempengaruhi kecepatan penyerapan air. Tanah yang dingin mengurangi penyerapan karena tanah tersebut mengurangi permeabilitas akar, juga gerakan air, dan memperlambat pertumbuhan akar dan metabolisme. Suhu daun menarik perhatian khusus karena suhu ini berpengaruh langsung terhadap metabolisme daun, fotosintesis, respirasi dan transpirasi. Pada siang hari, daun yang terkena radiasi matahari bisa 1 sampai 10°C lebih tinggi daripada suhu udara sekitarnya, sedangkan daun ternaung bisa bersuhu kira-kira sama dengan atmosfir. Pada malam hari, suhu daun bisa 2 sampai 3°C lebih rendah daripada suhu udara sekitarnya karena radiasi kembali ke atmosfir. Transpirasi berpengaruh terhadap pendinginan daun. Penurunan ini bisa menyebabkan daun sampai 10° C lebih rendah daripada suhu udara sekitarnya, terutama bila beban panas besar pada suhu udara lebih tinggi daripada 30°C (Gates, 1968). Defisit tekanan uap air. Istilah ini melukiskan perbedaan antara kandungan uap air udara sekitar daun, dan kandungan uap air rongga stomata. Semakin besar perbedaan, atau defisit, semakin besar kecenderungan pohon kehilangan air atau transpirasi. Karena itu defisit merupakan tekanan uap air faktor utama pengontrolan transpirasi. Ini sangat dipengaruhi oleh suhu, angin dan kelembaban relatif. Ketersediaan air. Transpirasi tergantung pada ketersediaan air dalam tanah, dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan air dalam tanah, 43 dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan lebih banyak air untuk tumbuhan. Pengaruh ini dapat dilihat pada transpirasi kecepatan tinggi vegetasi perairan dan pohon-pohon yang beririgasi. Tetapi, bahkan pada kondisi ketersediaan air tanah tinggi, bila udara panas, berangin, dan kelembaban udara relatif rendah, transpirasi kelayuan dapat melebihi serta penutupan stomata dapat terjadi. penyerapan air, dan Hal ini selanjutnya, biasanya mengurangi hasil fotosintesis dan pertumbuhan. Bila pohon terkena kondisi penurunan ketersediaan air, proses pertama yang terhambat adalah transpirasi, diikuti oleh fotosintesis, dan kemudian respirasi. Sensitivitas pohon terhadap kenaikan kondisi stres sangat dipengaruhi oleh toleransi relatif tumbuhan yang dimaksud. Secara umum, telah ditemukan bahwa dengan potensi air tanah menjadi lebih negatif (yaitu air tanah kurang tersedia), pohon yang lebih intoleran pertama kali menunjukkan pengurangan kecepatan transpirasi sebagai akibat kemampuan penutupan stomata yang lebih awal. Karena itu konservasi air melalui pengontrolan stomata secara genetis dan adaptif adalah sangat penting dalam mempengaruhi keseimbangan air internal tumbuhan yang tumbuh pada daerah dengan musim panas atau kering. Stomata merupakan mekanisme yang terutama bertanggung jawab menentukan keberhasilan ekologis berbagai tumbuhan sehingga berkembang memuaskan pada lingkungan relatif kering. 2.3.6 Interaksi Lingkungan dengan Persyaratan Fisiologis Hal ini menjelaskan bahwa pohon sebagai komponen utama RTH melakukan interaksi lingkungan melalui proses fisiologis sehingga terbentuk keseimbangan ekosistem RTH yang pada akhirnya akan meningkatkan ekositem perkotaan khususnya Kota Bogor. Konsep pemersatu terpenting yang harus diketahui, yaitu konsep yang memberikan landasan terhadap semua konsep ekosistem adalah pengenalan bahwa tujuan utama mengetahui proses fisiologis pohon adalah untuk mengontrol pertumbuhan pohon, dan kemudian struktur dan komposisi tegakan, dan lingkungan. Tegakan adalah dinamis, karena itu perlakuan harus membantu perubahan. Satu-satunya cara untuk menjaga keseimbangan ekosistem RTH adalah dengan memahami cara 44 interaksi genetis, fisiologis, dan lingkungan dalam mengontrol pertumbuhan pohon. Untuk tumbuh dengan sukses, pohon harus: Menghasilkan lebih banyak makanan dengan fotosintesis daripada kebutuhannya untuk menopang metabolisme dasar dan kompensasi terhadap respirasi. Mempunyai kontrol yang memadai terhadap rumah tangga air internalnya sehingga air dapat dikonservasi, sel dijaga pada turgor penuh, dan stomata terbuka pada periode cukup selama siang hari untuk produksi karbohidrat. Kita harus memilih genotip pohon dan menjaga lingkungan sehingga kedua persyaratan pertumbuhan ini dapat dipenuhi. Namun, kondisi yang sesuai untuk suatu proses fisiologis belum tentu sesuai untuk yang lain dan kita biasanya berhadapan dengan pemilihan kompromi lingkungan yang pengaruhnya terhadap seluruh bagian menguntungkan untuk tumbuhan secara keseluruhan. Sebagai contoh, kondisi yang cenderung memaksimalkan fotosintesis bruto (seperti intensitas cahaya tinggi, stomata terbuka, dan permukaan daun yang luas menimbulkan dan terletak baik) juga cenderung kecepatan respirasi dan transpirasi tinggi. Jelas, konflik dapat terjadi dan hanya dapat dipecahkan jika kita dapat meramalkan proses yang mungkin menjadi pembatas pada setiap situasi. Pada banyak tempat di Kalifornia, Utah, dan Idaho, sebagai contoh, bila presipitasi musim panas jarang, semua kematian pohon disebabkan oleh rumah tangga air yang jelek, respirasi berlebihan, atau faktor biotis eksternal seperti serangga, penyakit, dan hewan pemakan daun. Kemampuan fotosintesis biasanya tidak membatasi ketahanan hidup, konsekuensinya perlakuan persiapan lokasi mungkin menjadi lebih berhasil jika lingkungan mikro dimanipulasi untuk mengkonservasi air, menurunkan radiasi dan beban suhu, dan membatasi jumlah permukaan daun yang terbuka, meskipun kenyataan bahwa ini cenderung mengurangi fotosintesis. Kemampuan relatif tumbuhan untuk memproduksi karbohidrat yang memadai dan menjaga rumah tangga air yang memadai pada 45 situasi tertentu kadang-kadang dinyatakan dengan istilah rasio fotosintesis neto/ transpirasi. Karena itu keseimbangan ekosistem RTH ditentukan oleh pertumbuhan tumbuhan/ pohon. Konsep pokok yang terlibat di sini adalah bahwa tumbuhan mungkin dianggap sebagai pemilik respon permukaan dimensi ganda yang dilukiskan terutama dalam pengertian fotosintesis neto, transpirasi, dan daya penghantar daun sebagai fungsi interaksi antara faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, dan defisit tekanan uap air. Konseptualisasi interaksi ini memungkinkan kita untuk meningkatkan kemampuan tumbuhan tertentu untuk berkembang dalam lingkungan mikro tertentu. Sebagai contoh, intensitas cahaya dapat dimodifikasi dengan memanipulasi penutupan tajuk, ketersediaan air tanah ditambah dengan mengurangi persaingan tumbuhan, atau level suhu diubah oleh kontrol naungan. Penjarangan, pemupukan, penyemprotan, pemberian mulsa, atau pengguludan bertujuan pada hakekatnya untuk memperbaiki lingkungan operasional tumbuhan terpilih. Definisi yang tepat bagi setiap perlakuan dalam level atau intensitas dapat dibuat yang terbaik jika seseorang menyadari persyaratan fisiologis umum pohon terseleksi dan level faktor iklim mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan yang memuaskan. Jenis analisis yang sama adalah berguna bila mempertimbangkan pemilihan metode reproduksi yang paling cocok untuk menjamin regenerasi spesies tertentu. 2.4 Geographic Information System (GIS) Dalam Prahasta (2004), Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisis informasi-informasi geografis. Geographic Information System (GIS) yang dalam bahasa Indonesia lebih sering disingkat SIG (Sistem Informasi Geografis) dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek dan fenomena-fenomena dimana lokasi lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dasar dalam menangani data yang bereferensi geografis sebagai berikut : 46 • Data masukan (data spasial dan data atribut) • Data keluaran (Peta Tematik) • Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) • Analisis data Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis, MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak SIG yang digunakan adalah ArcView 3.2 karena kemampuannya menganalisis lebih baik dengan tersedianya banyak ekstensi yang beredar dipasaran. ArcView 3.2 adalah software yang biasa digunakan untuk menganalis data spasial maupun non spasial dan pemetaan. Khusus untuk kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang menganalisis kualitas udara (berdasarkan daya serap terhadap polutan diudara), peyimpanan karbon, daya serap karbon. Kegunaan CITYgreen 5.4 adalah penting untuk menentukan tujuan dari penelitian ini, dan mempertimbangkan bagaimana hasil analisis akan digunakan. Mayoritas analisis CITYgreen 5.4 dilakukan bukan untuk latihan teoritis, tetapi untuk membantu mempengaruhi keputusan kebijakan riil. Mempertimbangkan mana keuntungan yang paling penting untuk kota dan masyarakat. Tanpa mempertimbangkan ukuran proyek, semua analisis CITYgreen 5.4 berlandaskan dari prinsip mendasar bahwa pohon yang menjadi komponen RTH memberikan pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002). 2.5 Kapasitas Penyimpanan dan Daya Serap Karbon serta Kualitas Udara Komponen utama RTH adalah pohon, pohon memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon melalui proses fotositesis sebagai berikut: 6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 Cal 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O 264 gr 216 gr 180 gr 192 gr 108 gr Dalam Endes (2007) kemampuan pohon dalam menyerap gas CO2 bervariasi, menurut Nobel (1991), penyerapan gas CO2 oleh RTH (komponen utama RTH) sebesar 2,76 ton/ha/tahun, sedangkan menurut Bernatzky (1987), 1 pohon Beach menyerap gas CO2 sebanyak 2,35 kg/jam dan menghasilkan gas O2 sebanyak 1,71 kg/jam. Menurut Iverson et al. (1993) nilai rosot (daya serap) gas 47 CO2 untuk RTH58,26 ton/ha, kebun 52,40 ton/ha, serta semak dan rumput 3,30 ton/ha. Penyimpanan karbon dan daya serap karbon: pepohonan menghilangkan CO2 dari udara melalui daun mereka dan menyimpan karbon di biomassanya, kira-kira setengah dari berat kering pohon adalah karbon. Untuk alasan inilah, proyek penanaman pohon dalam skala besar diketahui sebagai alat yang legitimat pada program karbon di banyak negara. CITYgreen 5.4 memperkirakan kapasitas penyimpanan karbon dan tingkat daya serap karbon dari pohon pada area kajian yang telah ditentukan. Sebagai tambahan selain penyimpanan karbon dan penyerap karbon, pepohonan menyediakan keuntungan yang lain yaitu sebagai penghasil gas O2 (American Forest, 2002). Irwan (2007) menyatakan setiap tahun tumbuh-tumbuhan di atas bola bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Jadi setiap jam 1 ha daun-daun yang menghijau menyerap 8 kg CO2, setara dengan CO2 yang dikeluarkan oleh sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. Hasan (2010) sektor kehutanan di Indonesia mampu menyerap karbon sebesar 0.89 giga ton pada 2020 dengan strategi penanaman pohon 500.000 ha/tahun. Kualitas udara: dengan menyerap dan menyaring nitrogen oksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), ozone (O3), karbon monoksida (CO), dan benda-benda partikel kurang dari 10 mikron (PM10) pada daun, pohon kota melakukan pelayanan pembersihan udara yang vital yang secara langsung mempengaruhi penghuni kota. CITYgreen 5.4 memperkirakan tingkat pembersihan polusi tahunan dari pohon dengan menetapkan studi kajian tertentu untuk polutan tersebut. Untuk menghitung nilai uang dari polutan ini, ekonom menghitung nilai externality, atau nilai tidak langsung yang dilahirkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran pelayanan kesehatan dan mengurangi pemasukan dari turisme. Nilai biaya externality riil dari berbagai polutan udara ditetapkan oleh komisi pelayanan umum negara di setiap negara (American Forest, 2002).